OLEH :
JODI RODI ULI ARTA SINAGA
193020501068
DOSEN:
APRIA. B. P. GAWEI, S.T., M.T.
19760401 200312 1 004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta petunjuk-
Nya, maka pembuatan makalah tentang “ Metode Pelaksanaan ” ini bisa terselesaikan dengan
ketentuan waktu yang diberikan. Disamping itu juga, saya selaku penulis mengucapkan terima
kasih kepada bapak Apria B.P.Gawei, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing pada mata kuliah ini,
serta teman-teman yang berpartisipasi dan memberikan dorongan sehingga makalah ini bisa
diselesaikan.
Saya selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya atau belum
sesuai dengan apa yang kita inginkan bersama, namun kami sudah berusaha semaksimal
mungkin agar makalah ini bisa terselesaikan. Untuk itu, dengan masih banyaknya kekurangan
terhadap isi makalah ini, Saya selaku penyusun makalah ini sangat mengharapakan saran dan
kritikan yang besifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini agar bisa sesuai keinginan
kita bersama dan dapat bermanfaat untuk kita semua serta bisa dijadikan sebagai pedoman untuk
kedepannya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
a. Penjelasan Umum
Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor
pelaksana yang telah ditunjuk dan diawasi langsung konsultan pengawas dan
Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan berdasarkan atas
gambar-gambar kerja dan spesifikasi tekhnik umum dan khusus yang telah tercantum
dalam dokumen kontrak, rencana kerja & syarat-syarat (RKS) dan mengikuti perintah
atau petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan sempurna dan sesuai
dengan keinginan pemilik proyek
b. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan Galian
1. Timbunan Biasa
Pada timbunan biasa ini material atau tanah yang biasa digunakan
berasal dari hasil galian badan jalan yang telah memenuhi syarat.
2. Timbunan Pilihan
Pada pekerjaan timbunan ini tanah yang digunakan berasal dari luar
yang biasa disebut borrowpitt. Tanah ini digunakan apabila nilai CBR tanah
dari timbunan kurang dari 6%.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kepadatan dan kadar air
dilapangan. Juga bisa sebagai perbandingan pekerjaan yang akan dilaksanakan
dilapangan dengan perencanaan pekerjaan.
Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah
dasar dinamakan lapis pondasi bawah yang berfungsi sebagai :
1. Split 5/7
2. Split 3/5
3. Split 2/3
4. Abu Batu
Peralatan
Pengawasan Pekerjaan
A. Pengertian Beton
1) Sejarah Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan
sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan
mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung,
bangsa Romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan,
drainase dan lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada
beberapa bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang
dibangun pada abad ke-7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa
kapur, tanah liat, dan batu gunung. Orang Mesir telah menemukan
sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu vulkanik mampu
meningkatkan kuat tekan beton. Penggunaan beton secara masif diawali pada
permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun
1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi
dengan meninjau kelembapan bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun
1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan
semen untuk dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang
ahli taman dari Prancis mematenkan rangka metal sebagai tulangan beton
untuk mengatasi taruknya yang digunakan untuk tanamannya. Pada tahun
1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan perancangan struktur
beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok tahun 1906.
2) Sifat Beton Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton,
maka pengetahuan tentang sifat-sifat adukan beton maupun sifat-sifat beton
setelah mengeras perlu diketahui. Sifat-sifat beton antara lain :
a. Tahan Lama (Durability) Merupakan kemampuan beton bertahan seperti
kondisi yang direncanakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang
direncanakan. Dalam hal ini perlu pembatasan dosis semen minimum yang
digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan. Sifat tahan lama pada beton
dapat dibedakan dalam beberapa hal, antara lain :
• Tahan Terhadap Pengaruh Cuaca Pengaruh cuaca yang dimaksud adalah
pengaruh yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta
pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering
silih berganti.
• Tahan Terhadap Pengaruh Zat Kimia Daya perusak kimiawi oleh bahan-
bahan seperti air laut, rawa-rawa, dan air limbah, zat-zat kimia hasil
industri dan air limbahnya, buangan air kotor kota yang berisi kotoran
manusia, dan sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.
• Tahan Terhadap Erosi Beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan
oleh adanya orang yang berjalan kaki dan lalu lintas diatasnya, gerakan
ombak laut, atau oleh partikel-partikel yang terbawa angina dan atau air.
b. Kuat Tekan Kuat tekan beton ditentukan berdasarkan pembebanan
uniaksial bend uni silinder beton diameter 150 mm, tinggi 300 mm dengan
satuan Mpa (N/mm2 ) untuk SKSNI 2002.
c. Kuat Tarik Kuat tarik beton jauh lebih kecil dari pada kuat tekannya, yaitu
sekitar 10%-15% dari kuat tekannya. Kuat tarik beton merupakan sifat
yang penting untuk memprediksi retak dan defleksi balok.
d. Rangkak (Creep) Merupakan salah satu sifat dimana beton mengalami
deformasi terus menerus menurut waktu dibawah beban yang dipikul.
e. Susut (Shrinkage) Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan
dengan pembebanan.
f. Kemampuan Dikerjakan (Workability) Workability adalah bahwa bahan-
bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat
sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang atau dicetak,
dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadinya perubahan
yang meninbulkan kesukaran atau penurunan mutu. Sifat mampu
dikerjakan (workability) dati beton sangat terganggu pada sifat bahan,
perbandinagn campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air
bebas. Dengan kata lain, sifat dapat mudah dikerjakan suatu adukan beton
dipengaruhi oleh:
• Konsistensi normal PC
• Mobalitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau
perlawanan terhadap gerak)
• Kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan
• Sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan
penyusunanya tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan
pengerjaan-pengerjaan yang perlu dilakukan.
Jadi sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat
pemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang (dicetak), dan
dipadatkan. Perbandingan bahan-bahan ataupun sifat bahan-bahan itu
secara bersama-sama mempengaruhi sifat dapat dikerjakan beton
segar.unsur-unsur yang mempengaruhi sifat mudah dikerjakan antara lain
sebagai berikut:
➢ Banyaknya air yang dipakai dalam campuran aduk beton Makin banyak air
yang digunakan, makin mudah beton itu dikerjakan.Penambahan semen ke
dalam adukan beton. Hal ini juga menambah kemudahan dikerjakan pada
beton, karena biasanya penambahan semen diikuti dengan penambahan air
untuk memperoleh harga faktor air semen tetap.
➢ Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus Jika campuran pasir dan
krikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan yang
dipakai, adukan beton akan mudah dikerjakan.
3). Klasifikasi Beton Menurut PBI tahun 1971, beton dapat diklasifikasi
menjadi tiga, antara lain:
a. Beton Kelas I Merupakan beton untuk pekerjaan-pekerjaan non
struktural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus.
Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu
bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan bahan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Mutu beton kelas I dinyatakan denga beton mutu B0.
b. Beton Kelas II Merupakan beton untuk perkerjaan-perkerjaan struktural
secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan
harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II
dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K125, K175, dan K225. pada mutu
B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap
kuat desak tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu K125, K175, dan
K225 pengawasan mutu terdiri dari pengawasan ketat terhadap mutu
bahan, dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan beton secara kontinu
menurut pasal 4.7 PBI 1971.
c. Beton Kelas III Merupakan beton untuk pekerjaan struktural dimana
dipakai mutu beton dengan kuat desak karateristik yang lebih tinggi dari
225 ka/cm2. pada pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus
dilakukan dibawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya
laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap, dan dilayani tenaga-
tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu.
4). Keuntungan dan Kerugian Beton Keuntungan dari beton antara lain:
a) Bahan-bahan mudah diperoleh.
b) Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
c) Harga relatif murah karena menggunakan bahan lokal.
d) Mempunyai kekuatan tekan yang tinggi.
e) Adukan beton mudah diangkut dan mudah dicetak dalam bentuk yang
diinginkan.
f) Kuat tekan beton jika dikombinasikan dengan baja akan mampu untuk
memikul beban yang berat.
g) Dalam pelaksanaannya adukan beton dapat disemprotkan dan
dipompakan ke tempat tertentu yang cukup sulit. Kerugian dari beton
antara lain:
a) Kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak, dengan demikian
perlu diberi baja tulangan.
b) Adukan beton menyusut saat pengeringan sehingga perlu dibuat
expansion joint untuk struktur yang panjang.
c) Beton sulit untuk kedap air secara sempurna.
d) Beton bersifat getas (tidak daktail).
e) Bentuk yang telah dibuat sulit diubah kembali
B. Standar Mutu Di Indonesia
Terdapat dua istilah mutu beton yang berlaku di Indonesia, yaitu mutu beton
K (karakteristik) dan Fc. Standar mutu beton K dengan satuan kg/cm2
mengacu kepada Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.1.-2. Standar
ini mengacu kepada standar Uni Eropa dan lebih umum dikenal oleh para
kontraktor. Pada sisi lain, mutu beton Fc dengan satuan Mpa mengacu pada
peraturan baru SNI 03- 2847-2002. Standar ini digunakan dalam proyek yang
terkait dengan Pemerintah Republik Indonesia. Jika terdapat hal yang belum
terkait dengan SNI terkait beton, maka merujuk kepada Peraturan Beton
Bertulang Indonesia (PBI). Benda uji yang digunakan pada mutu beton K
berbentuk kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm. Perhitungan kuat tekan
beton menggunakan perhitungan (kg/m2). Mutu yang biasa di pakai adalah
K100 (B0), K125, K175, K200, K250, K300 sampai K500. Benda uji yang
digunakan pada mutu beton Fc berbentuk silinder dengan ukuran 15 cm x 30
cm. Perhitungan kuat tekan beton menggunakan satuan Mpa (Megapascal).
Mutu yang biasa di pakai adalah > fc 10 mpa, fc 13 mpa, fc 20 mpa, fc 30
mpa sampai fc 60 mpa. Benda uji silinder dengan ukuran diameter 10 cm x
tinggi 20 cm boleh digunakan dengan memakai faktor koreksi benda uji. Pada
pengujian mutu beton K menggunakan kubus 15x15x15 yang memiliki
perbandingan 1:0,83. Cara menghitung konversi dari beton mutu K ke mutu
Fc adalah: 1 MPa = 1 N/mm2 = 10 kg/cm2. Contoh pada perhitungan mutu
beton K-100 mendapatkan perhitungan (100/10 x 0,83) = 10 x 0,083 = 8,3
mpa; sehingga mutu beton K-100 jika dikonversikan ke Fc adalah 8,3 Mpa.
C. Rumah Layak Huni
Rumah berfungsi sebagai tempat berlindung bagi manusia didalamnya, selain
itu juga rumah adalah sebagai pengakuan sebuah keluarga, mencetak generasi
muda dan yang utama adalah kebutuhan pokok, sehingga untuk
memaksimalkan fungsi dari rumah harus terpenuhinya rumah layak huni,
secara umum syarat rumah layak huni, yaitu :
a. Tidak terganggu fisik bangunan Rumah yang tidak mengalami
kerusakankerusakan, sehingga membuat nyaman penghuninya.
b. Legal Dibangun sesuai ijin sehingga tidak melanggar hukum dan nantinya
tidak mengalami penggusuran.
c. Memenuhi syarat-syarat kesehatan Adanya sirkulasi udara yang bersih,
adanya kamar-kamar, adanya pekarangan, lantai kedap air, dan
pembuangan yang baik dan lain-lain.
d. Lingkungan yang aman dan nyaman Terjalinnya kerukunan lingkungan
D. Kerusakan Bangunan
Kondisi negara Indonesia yang memiliki iklim tropis, dengan 2 musim yakni
kemarau dan hujan sangat mempengaruhi terhadap kondisi bangunan rumah
yang akan menyebabkan kerusakan bangunan dan pelapukan bahan bangunan
lebih awal. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan bangunan dan
pelapukan bahan bangunan lebih awal (Lippsmeier, 1980), seperti :
a. Bencana alam Bencana alam seperti gempa bumi, badai, hujan lebat dan
banjir.
b. Temperatur dan kelembaban Perbedaan temperatur dan kelembaban yang
tinggi dapat mempercepat proses pelapukan kayu dan membuat retak pada
beton.
c. Hewan pengganggu Hewan pengganggu ini seperti rayap dan semut,
berdasarkan penelitian secara umum dapat dianggap bahwa di daerah
tropis sekitar 10% bangunan telah diserang oleh rayap.
d. Penggunaan bahan bangunan di bawah kualitas untuk lingkungan tertentu
Penggunaan bahan bangunan yang tidak tepat dalam pelaksanaan
pembangunan dapat mempercepat kerusakan bangunan itu sendiri.
e. Kimia Perusakan beton akibat pengaruh pengasaman, penggaraman, dan
sebagainya
f. Umur Tidak semua bahan bangunan yang digunakan akan mengalami
penurunan mutu yang sama cepat.
E. Analisis Kerusakan Bangunan
Analisis kerusakan bangunan pada hakekatnya dilakukan berdasar pada
pengetahuan tentang konstruksi bangunan secara umum. Penilaian mengenai
kerusakan bangunan dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
• Analisis berdasarkan stabilitas.
• Analisis berdasarkan Hogrotermal
Kedua kelompok tersebut kemudian
diklasifikasikan lagi menjadi bagianbagian yang lebih detail dan kerusakan
yang telah terjadi pada bangunan diklasifikasikan berdasarkan gejala-gejala
yang nampak pada konstruksi. Namun pada penelitian kali ini analisis yang
dilakukan hanya analisis stabilitas. Analisis berdasarkan stabilitas menurut Cook
dan Hinks (1992) dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
a. Struktur dan stabilitas
b. Distorsi dan kriteria
c. Pengaruh bentuk struktur terhadap gejala kerusakan
d. Ketidakstabilan : tinjauan dari beban luar
e. Ketidakstabilan : bentuk struktur dan definisi
f. Ketidakstabilan didalam struktur : tinjauan dari struktur bawah
g. Ketidakstabilan dalam proses produksi
h. Ketidakstabilan material
i. Ukuran ketidakstabilan : pergerakan air
j. Ukuran ketidakstabilan : pergerakan suhu
F. Struktur dan Stabilitas
Untuk semua model konstruksi kaku (rigid), stabilitas struktur tergantung
pada reaksi gaya-gaya dalam maupun gaya luar. Tingkat Keamanan (Safety)
yang diambil sangat berpengaruh terhadap desain struktur terutama berkaitan
dengan bagian yang harus menerima beban atau elemen-elemen yang dilalui
oleh beban, serta bagian yang mana tidak didesain untuk beban.
Ketidakstabilan struktur menurut Cook dan Hinks, (1992) dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Kesalahan saat penyelidikan tanah
b) Desain yang tidak mencukupi
c) Pembebanan yang tidak terduga
d) Kondisi sekitar yang tidak terduga
e) Penggunaan material dibawah standar
f) Kurangnya keahlian kerja
g) Kurangnya pengawasan
h) Perawatan yang tidak layak/mencukupi
G. Distorsi dan Kriteria
Kriteria untuk menentukan struktur mengalami distorsi pada bangunan
biasanya difokuskan pada lebar keretakan yang terjadi sebagai akibat puntiran
(Distortion). Keretakan merupakan gejala akibat gaya yang bekerja atau
banyak kombinasi yang melebihi dari pada kapasitas bangunan atau
komponen materialnya.
H. Pengaruh Bentuk Struktur Terhadap Gejala Kerusakan
Terjadinya kesalahan pada struktur yang tidak stabil mungkin disebabkan oleh
gaya luar, selain itu juga karena ketidakstabilan alami, atau dari pengaruh
suhu dan pengaruh pergerakan pada kulit atau permukaan material. Menurut
Cook dan HInks, (1992).
I. Ketidakstabilan Akibat Gaya Luar
Dalam hal ini yang dapat dimasukkan kedalam gaya luar diantaranya ialah :
beban angin, beban salju, beban gempa, getaran. Bangunan yang fleksibel
akan terkena efek dari beban angin apabila beban yang terjadi menimbulkan
percepatan pada bangunan antara 30 – 50 mm/detik. Pada kondisi ini
bangunan sudah tidak nyaman untuk dipakai, meskipun penentuan tingkat
fleksibelitas ini sulit ditentukan. Gempa dapat mengakibatkan bangunan
bergoyang dan menyebabkan struktur retak. Getaran yang terjadi di sekitar
bangunan juga dapat mengakibatkan retak diagonal pada dinding di lantai
atas.
J. Ketidakstabilan Pada Struktur dan Defisiensi
Gaya luar dapat berpengaruh buruk pada struktur, seperti kombinasi pada
beban tidak sentris dapat berpotensi membuat keadaan tidak stabil, sebagai
hasil dari ketidakseragaman beban yang terjadi pada element. Menurut Cook
dan Hinks, (1992).
K. Ketidakstabilan Pada Struktur Bawah
Hal ini dapat terjadi akibat beberapa faktor, antara lain : kerusakan pada
pondasi yang terjadi, tanah tidak mampu lagi menerima beban, kesalahan pada
transfer beban, adanya tanah lempung, dan kemungkingan akibat pengaruh
dari akar tumbuhan
L. Ketidakstabilan Material
Ketidakstabilan material maksud disini adalah kemampuan material untuk
menerima pengaruh dari lingkungan diluarnya. Sebagai contoh adalah
masuknya larutan garam pada material yang kemudian mengkristal, serangan
CL, S, masalah agregat, serangan cuaca dingin, reaksi CO2, serta korosi.
Menurut Cook dan Hinks, (1992)
M. Ukuran Ketidakstabilan Oleh Gerakan Air
Gerakan air diartikan sebagai variasi ukuran pada material sebagai respon
mereka terhadap efek kandungan air. Beton dapat mengalami kerusakan
akibat adanya korosi yang terjadi pada tulang yang ditimbulkan oleh adanya
reaksi kimia antara (Fe) dengan air (H2O) serta zat asam (O2). Karat Fe2O3
mempunyai volume lebih besar enam kali (6x) jika dibandingkan dengan
volume bahan semula, sehingga sebagai akibatnya adalah beton mengalami
penegangan dan akan meledak sehingga keruntuhan bangunan semakin besar.
(Sagel dkk, 1993).
N. Tingkat Kerusakan Bangunan Berdasarkan Lebar Keretakan
Analisis Tingkat Kerusakan Bangunan Berdasarkan Lebar Keretakan,
kerusakan bangunan yang sering terjadi bisa berupa keretakan, patah,
keruntuhan, lengkung, puntiran, dan lendutan. Kerusakan tersebut biasanya
ditandai dengan gejala awal yang berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Pada analisis ini mencakup semua jenis keretakan tanpa memandang
penyebab keretakan. Tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan dapat
ditentukan dengan cara mengukur lebar retak pada elemen yang mengalami
retak. Semakin besar lebar keretakan yang terjadi maka semakin tinggi tingkat
kerusakan yang terjadi.
https://plus.google.com/105995521668657692188/posts/J5vV6oZVGjG .
Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005
https://dokumen.tips/documents/metode-pelaksanaan-konstruksi-jalan raya
https://docplayer.info/70957248-Metode-pelaksanaan-konstruksi-bendung.html
Sulaiman, L., & Fisu, A. A. (2020). Pengaruh Campuran Terhadap Kuat Tekan Beton
Agregat Recycle. Rekayasa Sipil, 14(1), 35-42. [2] Cook G.K., Hinks A.J., 1992.
Apraising Building Defect, Longman Scientific & Technical, England. [3] Fintel Mark.
1987, Buku Pegangan Tentang Teknik Beton, PT. PradnyaParamitha, Jakarta. [4]
Nakazawa K., Sosrodarsono S., 1994, Mekanika tanah & Teknik Pondasi, PT. Pradnya
Paramitha, Jakarta. [5] Ossenbruggen Paul J., 1984, System Analysis For Civil
Engineering, JohnWiley & Sons Inc. [6] Badaron, S. F., Gecong, A., Anies, M. K.,
Achmad, W. M., & Setiani, E. P. (2019). Studi Perbandingan Kuat Tarik Tidak Langsung
terhadap Campuran Aspal Beton dengan menggunakan Limbah Marmer dan Abu Sekam
Padi sebagai Filler. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik, 4(2), 145-155. [7]
Sulaiman, L. (2018). Evaluasi Kuat tekan Beton recycle Agregat Dengan Campuran Air
Laut dan Prediksi Modulus Elastisitasnya. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Teknik, 3(1), 25-36. [8] Sulaiman, L., & Suppa, R. (2019). Studi Kuat Tekan Beton
Recycle Agregat Terhadap Lingkungan Air Laut. Pena Teknik: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Teknik, 4(1), 1-9. [9] Mattotorang, U. H. (2019). Studi Pengaruh Lebar Sungai Terhadap
Karakteristik Aliran Sedimen Di Dasar. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Teknik, 4(1), 77-87. [10] Sulaiman, L., & Nurhidayah, N. (2018). Analisis Perbandingan
Kuat Tekan Mortar Dari Material Pasir Putih Dan Pasir Biasa Sungai Masamba. PENA
TEKNIK: Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Teknik, 3(2), 207-218. [11] Hadi, A. K., Supardi, S.,
Maruddin, M., Yusuf, A. A. A., & Samsuddin, R. H. (2021). Pengaruh Metode Self
Compacting Concrete (Scc) Terhadap Sifat Mekanis Beton. PENA TEKNIK: Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik, 6(1), 32-38. [12] Sulaiman, L., Sedek, M., Maing, S., & Fisu,
A. A. (2018, December). Studi Kuat Tekan Beton Recycle Agregat Dengan Campuran
Air Laut. In Seminar Nasional Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat
(Snp2m). [13] Fisu, A. A. (2018). ANALISIS LOKASI PADA PERENCANAAN
TERMINAL TOPOYO MAMUJU TENGAH. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Teknik, 3(1), 1-12. [14] FISU, A. A. STUDI AWAL LOKASI RENCANA
PELABUHAN DI TELUK PRIGI KABUPATEN TRENGGALEK. [15] [16] Prandeni,
2004., Analisis Kerusakan Bangunan Perumahan, (Tugas Akhir Tidak Dipublikasikan),
Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya [17] Peck R.B., Hanson W.E., Thornburn
T.H., 1974, Foundation Engineering,John Wiley & Sons Inc. [18] Sagel Ing R., Kole Ing
P., Kusuma G., Pedoman Pengerjaan Beton, Erlangga,Jakarta
http://lecturer.ppns.ac.id/luqmanashari/wp-content/uploads/sites/60/2018/02/MODUL-
K3-KONSBANG-5-PEMBONGKARAN.pdf