Anda di halaman 1dari 43

TUGAS

METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI

OLEH :
JODI RODI ULI ARTA SINAGA
193020501068

DOSEN:
APRIA. B. P. GAWEI, S.T., M.T.
19760401 200312 1 004

JURUSAN/PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta petunjuk-
Nya, maka pembuatan makalah tentang “ Metode Pelaksanaan ” ini bisa terselesaikan dengan
ketentuan waktu yang diberikan. Disamping itu juga, saya selaku penulis mengucapkan terima
kasih kepada bapak Apria B.P.Gawei, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing pada mata kuliah ini,
serta teman-teman yang berpartisipasi dan memberikan dorongan sehingga makalah ini bisa
diselesaikan.

Saya selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya atau belum
sesuai dengan apa yang kita inginkan bersama, namun kami sudah berusaha semaksimal
mungkin agar makalah ini bisa terselesaikan. Untuk itu, dengan masih banyaknya kekurangan
terhadap isi makalah ini, Saya selaku penyusun makalah ini sangat mengharapakan saran dan
kritikan yang besifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini agar bisa sesuai keinginan
kita bersama dan dapat bermanfaat untuk kita semua serta bisa dijadikan sebagai pedoman untuk
kedepannya.

Palangkaraya, April 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode Pelaksanaan ada 4,yaitu:
1. Pelaksanaan Pembangunan Jalan
2. Pelaksanaan Pembangunan Bendungan/Waduk/DAS
3. Asesmen Kerusakan Bangunan
4. Proses Pembongkaran Bangunan

1. Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan


hidupmasyarakat,kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi
terutama padasarana transportasi darat. Dampak pada konstruksi jalan yaitu perubahan
bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes), bergelombang (rutting), retak-
retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan
menjadi menurun. Komperhensifitas perencanaan prasarana jalan di suatu wilayah mulai
dari tahapan prasurvey, perencanaan dan perancangan teknis, pelaksanaan pembangunan
fisiknya hingga pemeliharaan harus integral dan tidak terpisahkan sesuai kebutuhan saat
ini dan prediksi umur pelayanannya di masa mendatang agar tetap terjaga ketahanan
fungsionalnya. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada
sarana transportasi dimanadiharapkan selama masa pelayanan tidak terjadi kerusakan
yang berarti. Jika kita kaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini, dalam
pembangunan jalan ada banyak hal yang harus diperhatikan lebih mendetail dan teliti
baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun pelaksanaan tentunya. Kita sebagai
pengguna jalan pastinya menginginkan jalan yang kita pakai itu aman, nyaman, bersih
dll. Maka dari itu kerusakan yang terjadi dijalan tersebut harus ditanggulangi dan
diperbaiki dengan sungguh-sungguh.
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yg bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan. Dari
pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa metode pelaksanaan dalam dunia konstruksi
merupakan salah satu poin terpenting. Metode yang dipergunakan mempengaruhi tahap-
tahap pengerjaan suatu bangunan. Dalam pelaksanaan konstruksi bangunan air diperlukan
metode yang berbeda dengan konstruksi bangunan yang terletak didarat. Hal ini
disebabkan fluida, terutama air yang menghambat pekerjaan. Hambatan yang ada
biasanya menyebabkan sulit nya pekerja dalam menyelesaikan bangunan, hasil pekerjaan
yang tidak sesuai rencana, mutu bangunan yang tidak sesuai dengan standar yang ada, dll.
3. Struktur bangunan merupakan komponen utama yang menunjang berdirinya suatu
bangunan. Struktur bangunan gedung terdiri dari komponen-komponen di atas tanah dan
komponen-komponen di bawah yang direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat
menyalurkan beban ke tanah dasar. Konstruksi dari sebuah bangunan merupakan
kebutuhan dasar manusia, dimana tingkat kebutuhan tersebut terus meningkat sejalan
dengan perkembangan dan kemajuan teknologi. Konstruksi bangunan pada saat ini
merupakan suatu objek yang kompleks, dimana didalam bangunan tersebut diperlukan
perhitungan dan analisa yang cermat serta pertimbangan tertentu yang akan menghasilkan
suatu bangunan yang memenuhi syarat kokoh, ekonomis maupun estetika. Saat membuat
perencanaan suatu konstruksi bangunan, diperlukan landasan dan analisa struktur yang
berpedoman pada peraturan yang berlaku di Indonesia. Perencanaan dari suatu konstruksi
bangunan gedung juga harus memenuhi persyaratan struktur bangunan gedung yang telah
ditentukan, yakni kuat, kokoh dan stabil sehingga dapat digunakan sesuai fungsinya.
Terjadinya kerusakan pada bangunan gedung/rumah tinggal membuat bangunan tersebut
menjadi kurang nyaman untuk ditempati bahkan mungkin dapat runtuh sehingga
menimbulkan korban jiwa, sehingga diperlukan identifikasi kerusakan yang terjadi dan
bagaimana upaya untuk menanganinya dengan memperhatikan kaidah-kaidah dalam
membangun bangunan tersebut.
4. Pada saat ini bumi mengalami perubahan iklim yang sangat signifikan. Dampak dari
pemanasan global yang selama ini didengung – dengungkan semua orang kini mulai
dirasakan. Indonesia pun ikut merasakan dampak dari hal tersebut. Yaitu berubahnya
iklim yang drastis di Indonesia. Kekeringan pada musim kemarau dan curah hujan yang
semakin meningkat sehingga menyebabkan banjir di berbagai daerah di Indonesia.
Penyebab yang lain adalah minimnya daerah resapan air, system drainase yang buruk,
dan faktor geografis seperti topografi. Sehingga Pemerintah Kota Surabaya mempunyai
Kegiatan Pembangunan Penyediaan Dan Rehabilitasi sarana Prasarana Pematusan.
Dimana tujuan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah untuk mengatasi masalah kebanjiran
yang berada di kota Surabaya khususnya daerah Tambak Asri dan sekitarnya. Maka
untuk pekerjaan ini menyatakan mampu melaksanakan pekerjaan ini dengan hasil/mutu
yang baik, tepat waktu dan biaya yang ekonomis sesuai dengan pengalaman sejenis yang
pernah dikerjakan.

1.2 Tujuan Penelitian


Supaya penulis dan pembaca dapat mengetahui bagaimana proses metode Pelaksanaan
Pembangunan Jalan, Pelaksanaan Pembangunan Bendungan/Waduk/DAS, Asesmen
Kerusakan Bangunan, Proses Pembongkaran Bangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan
2.1.1 Pelaksanaan Pembangunan Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel;
 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
 Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan,
atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;
 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai
jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder.
 Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
 Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan


kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
 Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
 Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
 Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
 Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
 Jalan Arteri primer melayani angkutan utama yang merupakan tulang punggung
tranasportasi nasional yang menghubungkan pintu gerbang utama (Pelabuhan Utama
dan atau bandar Udara Kelas Utama).
 Jalan Kolektor I adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
propinsi.
 Jalan Kolektor II adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota propinsi
dengan ibukota kabupaten/kota.
 Jalan Kolektor III adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten/kota.

2.1.1.1 Teknik Pembangunan Jalan

a. Penjelasan Umum
Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor
pelaksana yang telah ditunjuk dan diawasi langsung konsultan pengawas dan
Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan berdasarkan atas
gambar-gambar kerja dan spesifikasi tekhnik umum dan khusus yang telah tercantum
dalam dokumen kontrak, rencana kerja & syarat-syarat (RKS) dan mengikuti perintah
atau petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan sempurna dan sesuai
dengan keinginan pemilik proyek

b. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pekerjaan fisik dimulai. Adapun


pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan dalam pekerjaan persiapan tersebut, yaitu :
a. Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang
Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana dengan tujuan pengecekan ulang pengukuran. Pemasangan patok
pengukuran untuk profil memanjang dipasang pada setiap jarak 25 meter.

b. Survey kelayakan struktural konstruksi perkerasan.


Kelayakan struktural konstruksi perkerasan dilaksanakan dengan
pemeriksaan destruktif yaitu suatu cara pemeriksaan dengan menggunakan alat
Benkelman.

c. Pengadan direksi keet


Untuk pengadaan direksi keet ini pihak kontraktor pelaksana membuatnya
disekitar lokasi proyek. Direksi keet ini berfungsi untuk tempat beristirahat para
pekerja dan penyimpanan material serta peralatan pekerjaan.

d. Penyiapan badan jalan


Pekerjaan ini meliputi pembersihan lokasi, penutupan jalan dan lainnya.
Sehingga pelaksanaan proyek ini berjalan dengan lancar.

c. Pekerjaan Galian dan Timbunan

   

Gambar Struktur Pekerjaan Tanah

 Pekerjaan Galian

1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan pemotongan tanah dengan tujuan untuk


memperoleh bentuk serta elevasi permukaan sesuai dengan gambar yang telah
direncanakan.
2. Lokasi yang akan dipotong (cutting) haruslah terlebih dahulu dilakukan
pekerjaan clearing dan grubbing yang bertujuan untuk membersihkan lokasi
dari akar-akar pohon dan batu-batuan.
3. Untuk mengetahui elevasi jalan rencana, surveyor harus melakukan
pengukuran dengan menggunakan alat ukur (theodolit). Apabila elevasi tanah
tidak sesuai maka tanah dipotong kembali dengan menggunakan alat berat
(motor grader), sampai elevasi yang diinginkan.
4. Memadatkan tanah yang telah dipotong dengan menggunakan Vibrator Roller.
5. Melakukan pengujian kepadatan tanah dengan tes kepadatan (ujiDdensity
Sand Cone test) di lapangan.

Pekerjaan galian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :

a. Galian Biasa Commond Excavation)


Dalam pekerjaan ini dilakukan penggalian untuk menghilangkan atau
membuang material yang tidak dapat dipakai sebagai struktur jalan, yang
dilakukan menggunakan excavator untuk memotong bagian ruas jalan sesuai
dengan gambar rencana, sedangkan pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan dump truck.
b. Galian Batuan / Padas
Pekerjaan galian batu (padas) mencakup galian bongkahan batu dengan
volume 1 meter kubik atau lebih. Pada pekerjaan galian batu ini biasa
dilakukan dengan menggunakan alat bertekanan udara (pemboran) dan
peledekan.
c. Galian Struktur
Pada pekerjaan galian struktur ini mencakup galian pada segala jenis
tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam gambar
untuk struktur. Pekerjaan galian ini hanya terbatas untuk galian lantai pondasi
jembatan.

 Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan


Perlu diingat sebelum pekerjaan galian maupun timbunan harus didahului
dengan pekerjaan clearing dan grubbing, maksudnya adalah agar lokasi yang akan
dilakerjakan tidak mengandung bahan organik dan benda-benda yang
mengganggu proses pemadatan. Timbunan dilaksanakan lapis demi lapis dengan
ketebalan tertentu dan dilakukan proses pemadatan.

Proses penimbunan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Timbunan Biasa
Pada timbunan biasa ini material atau tanah yang biasa digunakan
berasal dari hasil galian badan jalan yang telah memenuhi syarat.
2. Timbunan Pilihan
Pada pekerjaan timbunan ini tanah yang digunakan berasal dari luar
yang biasa disebut borrowpitt. Tanah ini digunakan apabila nilai CBR tanah
dari timbunan kurang dari 6%.

Proses pemadata tanah dimaksudkan untuk memadatkan tanah dasar


sebelum melakukan proses penghamparan material untuk memenuhi kepadatan
95%, dengan menggunakan alat berat seperti Vibrator Roller, Dump Truck,
Motor Grader.

Adapun langkah kerja dari proses pemadatan tanah, yaitu :

1. Mengangkut material dari quary menuju lokasi dengan menggunakan


Dump Truck.
2. Menumpahkan material pada lokasi tempat dimana akan dilaksanakan
pekerjaan penimbunan.
3. Meratakan material menggunakan Motor Grader sampai ketebalan yang
direncanakan. Sebagai panduan operator Grader dan vibro maka dipasang
patok tiap jarak 25 m yang ditandai sesuai dengan tinggi hamparan.
4. Memadatkan tanah denga menggunakan Vibrator Roller yang dimulai
sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan dalm
keadaan memanjang, sedangkan pada tikungan (alinyemen horizontal)
harus dimulai pada bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit
ke arah yang tinggi, pemadatan tersebut dipadatkan dengan 6 pasing (12 x
lintasan) hingga didapatkan tebal padat 20 cm hingga didapat elevasi top
subgrade yang sesuai dengan rencana.

 Pengujian Kepadatan Tanah


Pengujian Sand Cone

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kepadatan dan kadar air
dilapangan. Juga bisa sebagai perbandingan pekerjaan yang akan dilaksanakan
dilapangan dengan perencanaan pekerjaan.

Gambar Titik Pengambilan Sampel

 Pekerjaan Lapis Pondasi Bawah

Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah
dasar dinamakan lapis pondasi bawah yang berfungsi sebagai :

1. Bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban roda ke tanah


dasar. Dengan nilai CBR 20% dan Plastisitas indeks (PI) ≤ 10%.
2. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan lapisan
perkerasan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapisan perkerasan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik
kelapis atas. Tebal rencana lapisan pondasi bawah ini adalah 20 cm.
Lapisan pondasi agregat kelas B yang digunakan dalam proyek ini
memiliki komposisi sebagai berikut :

1. Split 5/7
2. Split 3/5
3. Split 2/3
4. Abu Batu

Teknik pelaksanaan pekerjaan penghamparan dan pemadatan dari Base


B adalah :

 Pengangkutan material base B ke lokasi proyek dengan menggunakan


Dump Truck.
 Setelah sampai di lokasi, campuran ditumpuk menjadi lima sampai enam
tumpukan disepanjang lokasi yang telah siap untuk dihampar base B.
 Penghamparan material base B dilakukan dengan menggunakan alat motor
grader dengan kapasitas 3,6 m. Setelah badan jalan terbentuk, kemudian
dipadatkan dengan alat vibrator roller dengan kapasitas 16 ton.
 Jika disuatu lokasi ada campuran material yang kurang baik ikatannya
maka dapat ditambahkan abu batu dengan bantuan tenaga manusia untuk
mengikat material tersebut ketika dipadatkan kebali dengan vibrator roller.

Untuk mengetahui apakah tebal penghamparan base B dan %


kemiringan telah sesuai dengan yang direncanakan maka digunakan waterpass
agar dapat menemukan elevasinya.

 Peralatan

Dalam pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi atas digunakan alat alat


sebagai berikut :

 Wheel Loader berfungsi untuk mengambil tumpukan agregat dari tempat


pengambilan material, selanjutnya dimasukkan kedalam dunp truck.
 Dump truck berfungsi untuk mengangkut material agregat base B ke lokasi
pekerjaan.
 Motor grader berfungsi untuk memadatkan material base B.
 Water tank truck berfungsi untuk menyiram agregat base B setelah
penghamparan. 
 Bahan dan Material

Agregat baru pecah kelas B yang sesuai dengan persyaratan (table


agregat base B)

 Pengawasan Pekerjaan

Pengawasan pekerjaan dilaksanakan olek konsultan pengawas. Hal ini


dilakukan untuk menjamin pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor sebagai
pelaksana proyek, apakah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
spesifikasi.
Ketentuan ketentuan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai dengan
spesifikasi adalah sebagai berikut :

 Penghamparan lapis pondasi agregat, baik kelas A maupun kelas B tidak


boleh mempunyai ketebalan kurang dari dua kali ukuran maksimum bahan.
 Penghamparan lapis pondasi kelas A maupun kelas B tidak boleh lebih dari
20 cm dalam keadaan loose, hal ini dapat mempengaruhi proses pemadatan
sehingga pemadatan yang dilakukan tidak mencapai keadaan optimal.
 Permukaan lapis pondasi agregat harus rata sehingga air tidak dapat
menggenang akibat permukaan yang tidak rata. Deviasi maksimum untuk
kerataan permukaan adalah 1 cm.
 Toleransi terhadap tebal total lapis pondasi agregat adalah 1 cm dari tebal
rencana.
 Lapis pondasi yang terlalu kering atau terlalu basah untuk pemadatan yaitu
kurang dari 1% atau lebih dari 3% pada kadar air optimum, diperbaiki
dengan cara menggali dan mengganti dengan bahan yang memenuhi syarat
kadar air tersebut.

2.1.2 Pelaksanaan Pembangunan Bendungan/Waduk/DAS

Syarat-syarat Konstruksi Bendung, dalam pembuatan rencana bangunan


bendung, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar bangunan bendung dapat
bekerja dengan optimal dan memiliki umur yang panjang. Syarat-syarat suatu
konstruksi bendung antara lain:
1. Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu banjir;
2. Pembuatan bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung tanah di
bawahnya;
3. Bendung harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh aliran
air sungai dan aliran air yang meresap ke dalam tanah;
4. Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka air minimum yang
diperlukan untuk seluruh daerah irigasi;
5. Bentuk peluap harus diperhitungkan, sehingga air dapat membawa pasir, kerikil
dan batu-batu dari sebelah hulu dan tidak menimbulkan kerusakan pada tubuh
bendung.
* Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Perencanaan
- Faktor Topografi
Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus dilihat
elevasi sawah tertinggi yang akan diari. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan
diairi telah diketahui maka elevasi mercu bendung dapat ditetapkan. Dari
kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat diseleksi.
- Keadaan Hidrologi
Dalam pembuatan bendung, yang patut diperhitungkan juga adalah faktor –
faktor hidrologinya, karena menentukan lebar dan panjang bendung serta
tinggi bendung tergantung pada debit rencana. Faktor – faktor yang
diperhitungkan, yaitu masalah banjir rencana, perhitungan debit rencana,
curah hujan efektif, distribusi curah hujan, unit hidrograf, dan banjir di site
atau bendung.
- Keadaan Topografi Dilihat dari lokasi, bendung harus memperhatikan
beberapa aspek, yaitu :
* Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi.
* Trase saluran induk terletak di tempat yang baik.
- Kondisi Morfologi dan Hidraulik
* Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan arahnya pada waktu debit banjir;
* Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir; o Tinggi muka air
pada debit banjir rencana;
* Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
- Kondisi Tanah Pondasi
Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup baik
sehingga bangunan akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan pula
yaitu potensi kegempaan dan potensi gerusan karena arus dan sebagainya.
- Biaya Pelaksanaan
Biaya pelaksanaan pembangunan bendung juga menjadi salah satu faktor
penentu pemilihan lokasi pembangunan bendung. Dari beberapa alternatif
lokasi ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan pelaksanaan yang
tidak terlalu sulit.
* Metode Pembuatan Bendung :
1. Pembuatan bendungan dimulai dengan pembuatan diversion channel
(saluran pengalihan) yang dibangun di sebelah kanan sungai
1. Pekerjaan dimulai dengan dengan mengerjakan diversion work dengan
menggali tanah dan pembuatan tanggul untuk mengalihkan aliran sungai.
Setelah sungai dialihkan lokasi bendung dapat dikeringkan melalui proses
dewatering.
3. Selanjutnya pekerjaan bendung dilanjutkan dengan pekerjaan galian tanah
dengan excavator dan hasil galian diangkut dengan dump truck untuk
dibuang ke disposal area atau disimpan sebagai stock untuk material
timbunan sesuai dengan jenis dan spesifikasi tanah.
4. Bila galian menemui lapisan tanah keras, dilakukan pekerjaan galian batu
5. Dipilih metode drilling and blasting, yaitu pada permukaan batuan dibuat
pola blasting. Kemudian dibuat lubang dengan rock drill (cradler rock
driller) atau canal drilling untuk diisi sejumlah bahan peledak (dynamit)
dan detonator sebagai pemicunya
6. Setelah peledakan, hasil galian dikumpulkan dengan excavator dan
diangkut dump truck ke disposal area
7. Galian batuan dengan blasting (peledakan)biasanya sulit untuk membentuk
dasar galian yang rapi sesuai rock line excavation yang ada dalam shop
drawing
8. Selanjutnya digunakan giant breaker yang dipasangkan pada excavator
untuk membentuk dan merapikan galian batuan
9. Sebelum pekerjaan beton fondasi bendung dimulai, pekerjaan yang harus
dilakukan adalah finising permukaan batuan dengan membersihkan semua
loose material dan menutup permukaan dengan splash grouting.
10. Splash grouting adalah campuran semen pasir dan air yang disiramkan ke
permukaan batuan
11. Tahap selanjutnya adalah pekerjaan beton (concrete) untuk fondasi, tubuh
bendung, kolam olakan (stilling basin) dan piers serta column
12. Di permukaan bendung yang terjadi pergesekan dengan air sungai
dimana diasumsikan terdapat batuan lepas, ranting dan pohon, oleh
karena itu perlu dilapisi dengan steel fibre concrete
13. Pada bendung gerak dibuat bangunan hoist room yaitu tempat mesin
penggerak pintu, dipasang berupa katrol (hoist) elektrik untuk menaikkan
dan menurunkan pintu
14. Setelah bagian utama terlaksana, diikuti bangunan lantai apron dan lantai
stilling basin yang diikuti pekerjaan backfill dengan material terseleksi
(selected embankment)
15. Jembatan pelayanan dibuat terpisah di fabrikasi karena menggunakan
precast prestressed concrete, yang dilaunching dengan metode launching
terus
16. Pekerjaan sipil utama yang paling berat adalah pembuatan pier dan hoist
deck, karena perlu ketelitian dan akurasi yang tinggi agar interfacing
dengan pekerjaan pintu (hydro mechanical) tidak banyak menemui
kesulitan
17. Dalam penentuan penggunaan perancah bekisting di lantai hoist room
perlu penanganan khusus karena pada ketinggian 28 m, harus melakukan
pekerjaan beton dengan beban ratusan ton dan lendutan yang cukup besar
18. Pelaksanaan bendung gerak dan bendung tetap merupakan lintasan kritis .
Sedangkan pekerjaan apron, stilling basin dan fishway merupakan
pekerjaan tidak kritis tetapi dapat dilaksanakan paralel dengan pekerjaan
bendung sesuai kapasitas penyediaan beton per hari
19. Untuk pembuatan pier dan kolom beton digunakan climbing formwork
dengan dua tipe, yaitu untuk lengkung dipakai bekisting baja dan untuk
yang lurus digunakan bekisting kayu dan plywood
20. Pada tahap pelaksanaan pengecoranbeton untuk pier terdapat dua jenis
beton yang harus dilaksanaan bersama untuk menghindari sambungan
dingin (cold joint) yaitu antara beton biasa dan beton campuran berton
campuran steel fibre
21. Agar kedua jenis beton tidak tercampur, digunakan kawat ayam yang
ditahan dengan besi beton atau wire mesh
22. Pengecorannya dilakukan secara bergantian dalam waktu yang relatif
bersamaan antara steel fibre concrete dan beton biasa
23. Dilanjutkan dengan pengecoran bagian-bagian pada dan elevasi di
atasnya sesuai dengan ketinggian climbing formwork
24. Untuk dinding bangunan hoist room yang awalnya adalah beton biasa,
dilakukan inovasi menjadi kolom dan balok rangka baja dengan dinding
precast prestressed panel (hollow core wall) untuk dinding maupun plat
atap
2.1.3 Asesmen Kerusakan Bangunan

A. Pengertian Beton
1) Sejarah Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan
sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan
mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung,
bangsa Romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan,
drainase dan lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada
beberapa bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang
dibangun pada abad ke-7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa
kapur, tanah liat, dan batu gunung. Orang Mesir telah menemukan
sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu vulkanik mampu
meningkatkan kuat tekan beton. Penggunaan beton secara masif diawali pada
permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun
1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi
dengan meninjau kelembapan bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun
1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan
semen untuk dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang
ahli taman dari Prancis mematenkan rangka metal sebagai tulangan beton
untuk mengatasi taruknya yang digunakan untuk tanamannya. Pada tahun
1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan perancangan struktur
beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok tahun 1906.
2) Sifat Beton Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton,
maka pengetahuan tentang sifat-sifat adukan beton maupun sifat-sifat beton
setelah mengeras perlu diketahui. Sifat-sifat beton antara lain :
a. Tahan Lama (Durability) Merupakan kemampuan beton bertahan seperti
kondisi yang direncanakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang
direncanakan. Dalam hal ini perlu pembatasan dosis semen minimum yang
digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan. Sifat tahan lama pada beton
dapat dibedakan dalam beberapa hal, antara lain :
• Tahan Terhadap Pengaruh Cuaca Pengaruh cuaca yang dimaksud adalah
pengaruh yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta
pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering
silih berganti.
• Tahan Terhadap Pengaruh Zat Kimia Daya perusak kimiawi oleh bahan-
bahan seperti air laut, rawa-rawa, dan air limbah, zat-zat kimia hasil
industri dan air limbahnya, buangan air kotor kota yang berisi kotoran
manusia, dan sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.
• Tahan Terhadap Erosi Beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan
oleh adanya orang yang berjalan kaki dan lalu lintas diatasnya, gerakan
ombak laut, atau oleh partikel-partikel yang terbawa angina dan atau air.
b. Kuat Tekan Kuat tekan beton ditentukan berdasarkan pembebanan
uniaksial bend uni silinder beton diameter 150 mm, tinggi 300 mm dengan
satuan Mpa (N/mm2 ) untuk SKSNI 2002.
c. Kuat Tarik Kuat tarik beton jauh lebih kecil dari pada kuat tekannya, yaitu
sekitar 10%-15% dari kuat tekannya. Kuat tarik beton merupakan sifat
yang penting untuk memprediksi retak dan defleksi balok.
d. Rangkak (Creep) Merupakan salah satu sifat dimana beton mengalami
deformasi terus menerus menurut waktu dibawah beban yang dipikul.
e. Susut (Shrinkage) Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan
dengan pembebanan.
f. Kemampuan Dikerjakan (Workability) Workability adalah bahwa bahan-
bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat
sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang atau dicetak,
dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadinya perubahan
yang meninbulkan kesukaran atau penurunan mutu. Sifat mampu
dikerjakan (workability) dati beton sangat terganggu pada sifat bahan,
perbandinagn campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air
bebas. Dengan kata lain, sifat dapat mudah dikerjakan suatu adukan beton
dipengaruhi oleh:
• Konsistensi normal PC
• Mobalitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau
perlawanan terhadap gerak)
• Kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan
• Sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan
penyusunanya tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan
pengerjaan-pengerjaan yang perlu dilakukan.
Jadi sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat
pemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang (dicetak), dan
dipadatkan. Perbandingan bahan-bahan ataupun sifat bahan-bahan itu
secara bersama-sama mempengaruhi sifat dapat dikerjakan beton
segar.unsur-unsur yang mempengaruhi sifat mudah dikerjakan antara lain
sebagai berikut:
➢ Banyaknya air yang dipakai dalam campuran aduk beton Makin banyak air
yang digunakan, makin mudah beton itu dikerjakan.Penambahan semen ke
dalam adukan beton. Hal ini juga menambah kemudahan dikerjakan pada
beton, karena biasanya penambahan semen diikuti dengan penambahan air
untuk memperoleh harga faktor air semen tetap.
➢ Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus Jika campuran pasir dan
krikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan yang
dipakai, adukan beton akan mudah dikerjakan.
3). Klasifikasi Beton Menurut PBI tahun 1971, beton dapat diklasifikasi
menjadi tiga, antara lain:
a. Beton Kelas I Merupakan beton untuk pekerjaan-pekerjaan non
struktural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus.
Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu
bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan bahan tidak disyaratkan
pemeriksaan. Mutu beton kelas I dinyatakan denga beton mutu B0.
b. Beton Kelas II Merupakan beton untuk perkerjaan-perkerjaan struktural
secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan
harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II
dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K125, K175, dan K225. pada mutu
B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap
kuat desak tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu K125, K175, dan
K225 pengawasan mutu terdiri dari pengawasan ketat terhadap mutu
bahan, dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan beton secara kontinu
menurut pasal 4.7 PBI 1971.
c. Beton Kelas III Merupakan beton untuk pekerjaan struktural dimana
dipakai mutu beton dengan kuat desak karateristik yang lebih tinggi dari
225 ka/cm2. pada pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus
dilakukan dibawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya
laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap, dan dilayani tenaga-
tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu.
4). Keuntungan dan Kerugian Beton Keuntungan dari beton antara lain:
a) Bahan-bahan mudah diperoleh.
b) Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
c) Harga relatif murah karena menggunakan bahan lokal.
d) Mempunyai kekuatan tekan yang tinggi.
e) Adukan beton mudah diangkut dan mudah dicetak dalam bentuk yang
diinginkan.
f) Kuat tekan beton jika dikombinasikan dengan baja akan mampu untuk
memikul beban yang berat.
g) Dalam pelaksanaannya adukan beton dapat disemprotkan dan
dipompakan ke tempat tertentu yang cukup sulit. Kerugian dari beton
antara lain:
a) Kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak, dengan demikian
perlu diberi baja tulangan.
b) Adukan beton menyusut saat pengeringan sehingga perlu dibuat
expansion joint untuk struktur yang panjang.
c) Beton sulit untuk kedap air secara sempurna.
d) Beton bersifat getas (tidak daktail).
e) Bentuk yang telah dibuat sulit diubah kembali
B. Standar Mutu Di Indonesia
Terdapat dua istilah mutu beton yang berlaku di Indonesia, yaitu mutu beton
K (karakteristik) dan Fc. Standar mutu beton K dengan satuan kg/cm2
mengacu kepada Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.1.-2. Standar
ini mengacu kepada standar Uni Eropa dan lebih umum dikenal oleh para
kontraktor. Pada sisi lain, mutu beton Fc dengan satuan Mpa mengacu pada
peraturan baru SNI 03- 2847-2002. Standar ini digunakan dalam proyek yang
terkait dengan Pemerintah Republik Indonesia. Jika terdapat hal yang belum
terkait dengan SNI terkait beton, maka merujuk kepada Peraturan Beton
Bertulang Indonesia (PBI). Benda uji yang digunakan pada mutu beton K
berbentuk kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm. Perhitungan kuat tekan
beton menggunakan perhitungan (kg/m2). Mutu yang biasa di pakai adalah
K100 (B0), K125, K175, K200, K250, K300 sampai K500. Benda uji yang
digunakan pada mutu beton Fc berbentuk silinder dengan ukuran 15 cm x 30
cm. Perhitungan kuat tekan beton menggunakan satuan Mpa (Megapascal).
Mutu yang biasa di pakai adalah > fc 10 mpa, fc 13 mpa, fc 20 mpa, fc 30
mpa sampai fc 60 mpa. Benda uji silinder dengan ukuran diameter 10 cm x
tinggi 20 cm boleh digunakan dengan memakai faktor koreksi benda uji. Pada
pengujian mutu beton K menggunakan kubus 15x15x15 yang memiliki
perbandingan 1:0,83. Cara menghitung konversi dari beton mutu K ke mutu
Fc adalah: 1 MPa = 1 N/mm2 = 10 kg/cm2. Contoh pada perhitungan mutu
beton K-100 mendapatkan perhitungan (100/10 x 0,83) = 10 x 0,083 = 8,3
mpa; sehingga mutu beton K-100 jika dikonversikan ke Fc adalah 8,3 Mpa.
C. Rumah Layak Huni
Rumah berfungsi sebagai tempat berlindung bagi manusia didalamnya, selain
itu juga rumah adalah sebagai pengakuan sebuah keluarga, mencetak generasi
muda dan yang utama adalah kebutuhan pokok, sehingga untuk
memaksimalkan fungsi dari rumah harus terpenuhinya rumah layak huni,
secara umum syarat rumah layak huni, yaitu :
a. Tidak terganggu fisik bangunan Rumah yang tidak mengalami
kerusakankerusakan, sehingga membuat nyaman penghuninya.
b. Legal Dibangun sesuai ijin sehingga tidak melanggar hukum dan nantinya
tidak mengalami penggusuran.
c. Memenuhi syarat-syarat kesehatan Adanya sirkulasi udara yang bersih,
adanya kamar-kamar, adanya pekarangan, lantai kedap air, dan
pembuangan yang baik dan lain-lain.
d. Lingkungan yang aman dan nyaman Terjalinnya kerukunan lingkungan
D. Kerusakan Bangunan
Kondisi negara Indonesia yang memiliki iklim tropis, dengan 2 musim yakni
kemarau dan hujan sangat mempengaruhi terhadap kondisi bangunan rumah
yang akan menyebabkan kerusakan bangunan dan pelapukan bahan bangunan
lebih awal. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan bangunan dan
pelapukan bahan bangunan lebih awal (Lippsmeier, 1980), seperti :
a. Bencana alam Bencana alam seperti gempa bumi, badai, hujan lebat dan
banjir.
b. Temperatur dan kelembaban Perbedaan temperatur dan kelembaban yang
tinggi dapat mempercepat proses pelapukan kayu dan membuat retak pada
beton.
c. Hewan pengganggu Hewan pengganggu ini seperti rayap dan semut,
berdasarkan penelitian secara umum dapat dianggap bahwa di daerah
tropis sekitar 10% bangunan telah diserang oleh rayap.
d. Penggunaan bahan bangunan di bawah kualitas untuk lingkungan tertentu
Penggunaan bahan bangunan yang tidak tepat dalam pelaksanaan
pembangunan dapat mempercepat kerusakan bangunan itu sendiri.
e. Kimia Perusakan beton akibat pengaruh pengasaman, penggaraman, dan
sebagainya
f. Umur Tidak semua bahan bangunan yang digunakan akan mengalami
penurunan mutu yang sama cepat.
E. Analisis Kerusakan Bangunan
Analisis kerusakan bangunan pada hakekatnya dilakukan berdasar pada
pengetahuan tentang konstruksi bangunan secara umum. Penilaian mengenai
kerusakan bangunan dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
• Analisis berdasarkan stabilitas.
• Analisis berdasarkan Hogrotermal
Kedua kelompok tersebut kemudian
diklasifikasikan lagi menjadi bagianbagian yang lebih detail dan kerusakan
yang telah terjadi pada bangunan diklasifikasikan berdasarkan gejala-gejala
yang nampak pada konstruksi. Namun pada penelitian kali ini analisis yang
dilakukan hanya analisis stabilitas. Analisis berdasarkan stabilitas menurut Cook
dan Hinks (1992) dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
a. Struktur dan stabilitas
b. Distorsi dan kriteria
c. Pengaruh bentuk struktur terhadap gejala kerusakan
d. Ketidakstabilan : tinjauan dari beban luar
e. Ketidakstabilan : bentuk struktur dan definisi
f. Ketidakstabilan didalam struktur : tinjauan dari struktur bawah
g. Ketidakstabilan dalam proses produksi
h. Ketidakstabilan material
i. Ukuran ketidakstabilan : pergerakan air
j. Ukuran ketidakstabilan : pergerakan suhu
F. Struktur dan Stabilitas
Untuk semua model konstruksi kaku (rigid), stabilitas struktur tergantung
pada reaksi gaya-gaya dalam maupun gaya luar. Tingkat Keamanan (Safety)
yang diambil sangat berpengaruh terhadap desain struktur terutama berkaitan
dengan bagian yang harus menerima beban atau elemen-elemen yang dilalui
oleh beban, serta bagian yang mana tidak didesain untuk beban.
Ketidakstabilan struktur menurut Cook dan Hinks, (1992) dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Kesalahan saat penyelidikan tanah
b) Desain yang tidak mencukupi
c) Pembebanan yang tidak terduga
d) Kondisi sekitar yang tidak terduga
e) Penggunaan material dibawah standar
f) Kurangnya keahlian kerja
g) Kurangnya pengawasan
h) Perawatan yang tidak layak/mencukupi
G. Distorsi dan Kriteria
Kriteria untuk menentukan struktur mengalami distorsi pada bangunan
biasanya difokuskan pada lebar keretakan yang terjadi sebagai akibat puntiran
(Distortion). Keretakan merupakan gejala akibat gaya yang bekerja atau
banyak kombinasi yang melebihi dari pada kapasitas bangunan atau
komponen materialnya.
H. Pengaruh Bentuk Struktur Terhadap Gejala Kerusakan
Terjadinya kesalahan pada struktur yang tidak stabil mungkin disebabkan oleh
gaya luar, selain itu juga karena ketidakstabilan alami, atau dari pengaruh
suhu dan pengaruh pergerakan pada kulit atau permukaan material. Menurut
Cook dan HInks, (1992).
I. Ketidakstabilan Akibat Gaya Luar
Dalam hal ini yang dapat dimasukkan kedalam gaya luar diantaranya ialah :
beban angin, beban salju, beban gempa, getaran. Bangunan yang fleksibel
akan terkena efek dari beban angin apabila beban yang terjadi menimbulkan
percepatan pada bangunan antara 30 – 50 mm/detik. Pada kondisi ini
bangunan sudah tidak nyaman untuk dipakai, meskipun penentuan tingkat
fleksibelitas ini sulit ditentukan. Gempa dapat mengakibatkan bangunan
bergoyang dan menyebabkan struktur retak. Getaran yang terjadi di sekitar
bangunan juga dapat mengakibatkan retak diagonal pada dinding di lantai
atas.
J. Ketidakstabilan Pada Struktur dan Defisiensi
Gaya luar dapat berpengaruh buruk pada struktur, seperti kombinasi pada
beban tidak sentris dapat berpotensi membuat keadaan tidak stabil, sebagai
hasil dari ketidakseragaman beban yang terjadi pada element. Menurut Cook
dan Hinks, (1992).
K. Ketidakstabilan Pada Struktur Bawah
Hal ini dapat terjadi akibat beberapa faktor, antara lain : kerusakan pada
pondasi yang terjadi, tanah tidak mampu lagi menerima beban, kesalahan pada
transfer beban, adanya tanah lempung, dan kemungkingan akibat pengaruh
dari akar tumbuhan
L. Ketidakstabilan Material
Ketidakstabilan material maksud disini adalah kemampuan material untuk
menerima pengaruh dari lingkungan diluarnya. Sebagai contoh adalah
masuknya larutan garam pada material yang kemudian mengkristal, serangan
CL, S, masalah agregat, serangan cuaca dingin, reaksi CO2, serta korosi.
Menurut Cook dan Hinks, (1992)
M. Ukuran Ketidakstabilan Oleh Gerakan Air
Gerakan air diartikan sebagai variasi ukuran pada material sebagai respon
mereka terhadap efek kandungan air. Beton dapat mengalami kerusakan
akibat adanya korosi yang terjadi pada tulang yang ditimbulkan oleh adanya
reaksi kimia antara (Fe) dengan air (H2O) serta zat asam (O2). Karat Fe2O3
mempunyai volume lebih besar enam kali (6x) jika dibandingkan dengan
volume bahan semula, sehingga sebagai akibatnya adalah beton mengalami
penegangan dan akan meledak sehingga keruntuhan bangunan semakin besar.
(Sagel dkk, 1993).
N. Tingkat Kerusakan Bangunan Berdasarkan Lebar Keretakan
Analisis Tingkat Kerusakan Bangunan Berdasarkan Lebar Keretakan,
kerusakan bangunan yang sering terjadi bisa berupa keretakan, patah,
keruntuhan, lengkung, puntiran, dan lendutan. Kerusakan tersebut biasanya
ditandai dengan gejala awal yang berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Pada analisis ini mencakup semua jenis keretakan tanpa memandang
penyebab keretakan. Tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan dapat
ditentukan dengan cara mengukur lebar retak pada elemen yang mengalami
retak. Semakin besar lebar keretakan yang terjadi maka semakin tinggi tingkat
kerusakan yang terjadi.

Tabel 1.2 Penilaian kerusakan bangunan gedung berdasarkan lebar keretakan.


Sumber : Diadopsi dari “Building Research Establishment Digest 251 :
British Crown Copyright” dalam Buku “Appraising Building
Defects”,Cook dan Hinks, 1992.

Penentuan tingkat kerusakan ditentukan dengan menggunakan nilai angka yang


dimulai dengan nilai 1 sebagai tanda tingkat kerusakan yang paling ringan, dan 6
sebagai nilai yang terbesar, yang menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi
pada bangunan sudah mengalami tingkat yang serius dan memerlukan perawatan
yang kompleks. Secara rinci dan tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan
gedung dikategorikan seperti pada Tabel 1.2 di atas.
2.1.4 Proses Pembongkaran Bangunan

A. Pengertian Pembongkaran dan Alasan Dilakukan Pembongkaran


Pembongkaran merupakan suatu tahapan pekerjaan dalam konstruksi
bangunan. Pembongkaran dapat didefinisikan sebagai tindakan perusakan. Ini
mungkin termasuk menghancurkan apa-apa tapi lebih sering dikaitkan dengan
bangunan. Bangunan adalah struktur dengan atap, dinding dan berdiri, ia
memiliki keberadaan gubuk-gubuk yang lebih permanen. Pembongkaran
bangunan disimpulkan sebagai tindakan menghancurkan struktur dengan atap
dan dinding. Pembongkaran dapat dinyatakan sebagai tugas yang brutal, tapi
diperlukan. Pembongkaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan
kehancuran dalam cara yang terkontrol.
Pembongkaran adalah merobohkan bangunan dan struktur lainnya.
Pembongkaran kontras dengan dekonstruksi, yang melibatkan mengambil
sebuah bangunan terpisah dengan hati-hati menjaga elemen berharga untuk
digunakan kembali. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan
bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya. (UU RI no.28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung). Pembongkaran bangunan adalah tindakan
merusak struktur yang sudah ada dalam rangka untuk membuat ruang untuk
konstruksi baru. Pembongkaran bangunan disimpulkan sebagai tindakan
menghancurkan struktur dengan atap dan dinding. Alasan dilakukannya
pembongkaran menurut UU no.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
adalah :
• bangunan gedung yang tidak layak fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi;
• bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan bahaya bagi
pengguna, masyarakat, dan lingkungannya; dan/atau
• bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung.

bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan bahaya bagi pengguna,


masyarakat, dan lingkungannya
bangunan gedung yang tidak layak fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi

B. Proses Pembongkaran Bangunan


Ukuran bangunan menentukan apa jenis pembongkaran yang paling cocok
untuk proyek tersebut. Jenis, jumlah, dan jarak ke struktur di sekitarnya juga
menentukan apa jenis teknik pembongkaran dapat digunakan untuk
menghancurkan struktur. Berdasarkan peraturan tahapan pembongkaran
terdiri dari :
Ø Tahap penetapan
- Identifikasi bangunan gedung yang akan ditetapkan untuk dibongkar
berdasarkan hasil pemeriksaan yang meliputi bangunan yang tidak layak
fungsi pertama bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan
bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan lingkungannya Gambar kedua
bangunan gedung yang tidak layak fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi
dan tidak dapat diperbaiki lagi, pemanfaatannya menimbulkan bahaya bagi
pengguna, masyarakat dan lingkungan, tidak memiliki izin mendirikan
gedung.
- Rencana pekerjaan pengangkutan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum
pekerjaan pembongkaran dimulai. o Semua instalasi, listrik, gas, air, dan uap
harus dimatikan, kecuali apabila diperlukan sepanjang tidak membahayakan.
- Semua bagian-bagian kaca, bagian-bagian yang lepas, bagian-bagian yang
mencuat harus disingkirkan sebelum pekerjaan pembongkaran dimulai.
- Pekerjaan pembongkaran harus dilakukan tingkat demi tingkat dimulai dari
atap dan seterusnya ke bawah.
- Tindakan-tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindarkan
bahaya rubuhnya bangunan.
Ø Tahap pelaksanaan
- Pembongkaran bangunan gedung dapat dilakukan oleh pemilik dan/atau
pengguna bangunan gedung dan dapat menggunakan penyedia jasa
pembongkaran bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
- Khusus untuk pembongkaran bangunan gedung yang menggunakan
peralatan berat dan/atau bahan peledak harus dilaksanakan oleh penyedia
jasa pembongkaran bangunan gedung.
- Dalam hal pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang
pembongkarannya ditetapkan dengan surat sebagaimana dimaksud dalam
tidak melaksanakan pembongkaran dalam batas waktu yang ditetapkan,
surat persetujuan pembongkaran dicabut kembali.
- Pembongkaran bangunan gedung yang pelaksanaannya dapat menimbulkan
dampak luas terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus
dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang disusun oleh
penyedia jasa perencanaan teknis yang memiliki sertifikat sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
- Rencana teknis pembongkaran harus disetujui oleh pemerintah daerah,
kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, setelah mendapat
pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung.
- Dalam hal pelaksanaan pembongkaran berdampak luas terhadap
keselamatan umum dan lingkungan, pemilik dan Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan pemberitahuan tertulis kepada
masyarakat di sekitar bangunan gedung, sebelum pelaksanaan
pembongkaran. o Pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung mengikuti
prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
- Dalam hal tenaga kerja atau orang lain mungkin tertimpa bahaya yang
disebabkan oleh kejatuhan bahan atau benda dari tempat kerja yang lebih
tinggi, harus dilengkapi dengan penadah yang kuat atau daerah berbahaya
tersebut harus dipagar.
- Dinding-dinding tidak boleh dirubuhkan kecuali lantai dapat menahan
tekanan yang diakibatkan oleh runtuhnya dinding tersebut.
- Tenaga kerja harus dilindungi terhadap debu dan pecahan-pecahan yang
berhamburan.
- Apabila tenaga kerja sedang membongkar lantai harus tersedia papan yang
kuat yang ditumpu tersendiri bebas dari lantai yang sedang dibongkar.
- Tenaga kerja dilarang melakukan pekerjaan di daerah bawah lantai yang
sedang dibongkar dan daerah tersebut harus dipagar.
- Konstruksi baja harus dibongkar bagian demi bagian sedemikian rupa
sehingga terjamin kestabilan konstruksi tersebut agar tidak membahayakan
sewaktu dilepas.
- Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin agar tenaga kerja dan
orang-orang lain tidak kejatuhan bahan-bahan atau benda-benda dari atas
sewaktu cerobong-cerobong yang tinggi dirubuhkan Adapun tahapan-
tahapan pelaksanaan pembongkaran yang digunakan secara umum sebagai
berikut:
1. Menyiapkan peralatan baik berat maupun ringan untuk pembongkaran
suatu gedung atau bangunan.
2. Mematikan seluruh aliran seperti air, listrik, gas, kabel optik dan lain-
lain yang dianggap berbahaya dan mengganggu proses pekerjaan
pembongkaran.
3. Memastikan peralatan pada posisinya masing-masing.
4. Memeriksa seluruh gedung untuk memastikan tidak ada seorang pun di
dalam gedung saat proses dimulai.
5. Mengatur jarak aman (1,5 kali tinggi gedung) pada area proyek agar
tidak menimbulkan cedera maupun kerugian yang lain.
6. Memulai pembongkaran mulai dari atap hingga pondasi jika
menggunakan alat berat seperti excavator. Jika menggunakan peledak,
mengatur peletakan bom/dinamit pada gedung serta waktu peledakan
agar bisa sesuai dengan yang direncanakan.
7. Memastikan pekerjaan pembongkaran dilakukan oleh yang ahli dan
tidak diberikan kepada orang yang berbeda secara bergantian acak dalam
melaksanakan tugas.
8. Melakukan proses pengangkutan terhadap material sisa puing puing
bangunan dan pengangkutan dengan alat berat harus sesuai dengan SOP
yang berlaku.
9. Pelaksanaan pembongkaran mengikuti prinsip-prinsip K3.
Ø Tahap pengawasan.
- Pengawasan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung dilakukan oleh
penyedia jasa pengawasan yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
- Hasil pengawasan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung dilaporkan
secara berkala kepada pemerintah daerah.
- Pemerintah daerah melakukan pengawasan secara berkala atas kesesuaian
laporan pelaksanaan pembongkaran dengan rencana teknis pembongkaran.
(Sumber : UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG
BANGUNAN GEDUNG)
C. Pembongkaran dengan Peledakan
Peledakan adalah cara yang efisien untuk menghancurkan bangunan. Metode
ini digunakan untuk bangunan besar. Biasanya menggunakan TNT, C4
nitrogliserin dan kabel detonator. Ini memiliki keuntungan dari efisiensi dan
efektivitas biaya. Tetapi memiliki banyak bahaya. Bahan peledak ditanam di
kolom dinding tiap lantai yang akan dihancurkan. Adapun beberapa syarat
pembongkaran dengan bahan peledak antara lain :
– Rencanakan jarak dari struktur yang akan dibongkar
– Tentukan area aman dari sisa puing-puing peledakan 133
– Tentukan zona eksklusif untuk terhindar dari bahaya peledakan Setiap
operasi peledakan harus memiliki Ahli Peledakan/”Blaster-in-Charge”
(BIC). Individu ini memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk semua
aspek dari operasi peledakan baik sebelum peledakan, saat peledakan dan
setelah peledakan, serta bahaya peledakan umum dan spesifik lokasi dan
dampak lingkungan harus didefinisikan untuk setiap lokasi ledakan.
Kualifikasi ahli peledakan diantaranya yaitu (OSHA 29 CFR Part 1926):
Ada beberapa persyaratan untuk ahli peledakan, yaitu :
a. Ahli peledakan dapat memahami dan dapat memberikan perintah tertulis
dan lisan pada saat operasi peledakan.
b. Ahli peledakan harus dalam kondisi fisik yang baik dan tidak kecanduan
narkotika, alkohol atau sejenis obat-obatan yang lain.
c. Ahli peledakan harus memenuhi kualifikasi dengan disertai pelatihan,
pengetahuan dalam penyimpanan, penanganan dan penggunaan bahan
peledak. Serta mengetahui regulasi terkait bahan peledak,
d. Ahli peledakan wajib memberikan bukti kompetensi sebagai ahli
peledakan.
e. Ahli peledakan memiliki pengetahuan dan kompeten dalam penggunaan
setiap jenis metode peledakan. (Sumber : OSHA 29 CFR Part 1926 –
Construction).

Flowchart Tahapan Peledak


Prosedur peledakan yang benar dan aman sangatlah penting ketika kita
akan melakukan peledakan bangunan karena bahaya dari peledakan
sangatlah banyak. Prosedur tersebut sebagai berikut :
1. Pengamanan selama persiapan
Pengamanan ini lebih ditujukan kepada orang atau karyawan yang
mendekati atau melewati daerah peledakan, maka untuk itu harus
diberi tanda peringatan hingga orang lain tahu bahwa saat itu ada
kegiatan persiapan peledakan. Tanda peringatan ini dapat berupa
bendera dengan warna yang mencolok dan ukuran yang cukup dapat
dilihat dari jauh. Untuk jadwal peledakan, sebaiknya hari-hari
peledakan setiap minggu serta jam-jam peledakan pada hari-hari
tersebut, diatur dengan jadwal yang tetap dan semua krayawan atau
orang-orang yang ada disekitar penambangan harus mengetahui hal
itu. Pengamanan bahan peledak sangatlah penting. Setelah bahan
sampai dilapangan maka secepatnya bahan peledak tersebut
langsung dibagibagikan ke dekat lubang yang telah disiapkan, sesuai
dengan kebutuhan jumlah masing-masing lubang. Demikian juga
dengan detonator listrik dan primer/dinamit.
2. Pembuatan Primer Primer berfungsi untuk menghentakkan (shock)
ANFO atau blasting agant lainnya. Sedangkan primer itu sendiri
dihentakkan (dishock) dengan detonator atau sumbu ledak. Primer
ada yang sudah dibuat atau langsung dari pabrik, tetapi dapat dibuat
sendiri dari dinamit. Ukuran atau berat dari dinamit yang diperlukan
disesuaikan dengan diameter dan dalamnya lubang ledak. Untuk
diameter lubang ledak yang kecil ( 3 cm ), primer dapat dibuat dari
½ atau 1/3 dodol dinamit, dengan berat satu dodol 200 gram,
sedangkan untuk ukuran yang besar ( 10 cm ), primer dapat dibuat
dari 3 atau 6 dodol yang disatukan. Dalam hal ini detonator atau
sumbu ledak hanya dimasukkan ke salah satu dari dodol dinamit.
Dalam pembuatan primer baik dengan detenator atau dengan sumbu,
hal - hal seperti dibawah ini harus diperhatikan : - Detenator atau
sumbu ledak harus benar-benar masuk dalam dinamit, artinya
detenator atau sumbu bersentuhan dengan dinamit. - Detenator atau
sumbu ledak harus terikat dengan dinamit sedemikian rupa sehingga
tidak mudah lepas. Pembuatan primer dengan sumbu bakar : Salah
satu ujung dodol dinamit dengan sedalam 5 – 7,5 cm dengan tongkat
kecil dari kayu, ukuran diameter tongkat sama dengan ukuran
diameter detonator. Selanjutnya detenator didorong kedalam lubang
tadi sampai masuk penuh. Kemudian sumbu diikat ke dalam dodol
dengan benang. Pembuatan Primer dengan sumbu ledak : Dalam hal
ini detenator tidak dibutuhkan, hanya sumbu ledak yang melalui
dodol dinamit secara memanjang dari samping. Sumbu ledak harus
diikat ke dodol dengan benang atau pita perekat. Pembuatan Primer
dengan Detenator Listrik : Detenator harus masuk dan bersentuhan
dengan isi dodol dinamit. Pengikat dapat dilakukan dengan leg
wirenya sendiri. Sebelum detenator atau sumbu ledak dimasukan ke
dalam dinamit maka harus terlebih dahulu diperiksa keadaannya.
Untuk detenator biasa periksa apakah ada benda-benda kecil
didalamnya. Untuk sumbu bakar, periksa keadaan ujung sumbu
apakah lembab atau tidak baik lagi. Sebiknya ujung sumbu sebelum
dipakai selalu diotong sedikit. Untuk sumbu ledak diperiksa keadaan
ujung, apakah lembab atau isinya berkurang. Untuk detenator listrik
sebaiknya 135 ditest dengan blasting ohm meter. Pada waktu
pengetesan detenator dimasukkan ke dalam lubang ledak yang masih
kosong. Setelah ditest kedua ujung leg wirenya harus diikat kembali
satu sama lain. Penempatan Primer : Collar Priming adalah
penempatan primer dibagian atas atau ujung dari lubang tembak.
Bottom Priming adalah penempatan primer dibagian bawah atau
ujung dalam dari lubang tembak.
3. Pengisian lubang ledak - Periksa terlebih dahulu keadaan lubang.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pantulan sinar dari sepotong
cermin atau tongkat kayu yang cukup panjang. Pada waktu
memasukkan primer ke dalam lubang harus berhati-hati sehingga
detenator atau sumbu tidak terlepas dari dalam dinamit, serta sumbu
atau leg wirenya tidak terluka. - Hindari pemakaian leg wire yang
terlalu pendek, namun kalau terpaksa sambungan-sambungan harus
diisolasi dengan baik. - Dilarang memadatkan primer (tapping). -
Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila
waktu memasukkan primer agak susah turunnya kedalam lubang
maka dapat dibantu/didorong dengan tongkat kayu dengan
perlahanlahan. - Setelah primer telah sampai benar-benar didasar
lubang maka bahan peledak dapat diamsukkan. Bila memakai bahan
peledak ANFO maka dilarang memadatkannya sehingga berat
jenisnya bertambah. - Pengisian bahan peledak paling banyak 2/3
dari tinggi lubang ledak. - Dilarang memakai bahan peledak yang
sudah rusak.
4. Stemming. - Bahan stemming, dari tanah liat atau pasir halus. -
Jangan memakai bahan-bahan kertas bekas pembungkus bahan
peledakan atau daun-daunan. - Steaming harus dibuat cukup padat,
untuk itu perlu dipadatkan (ditapping) dengan tongkat kayu. -
Stemming yang baik akan mengurangi suara ledakan.
5. Penyambungan Rangkaian.
a. Sumbu Bakar
- Bila peledakan untuk beberapa lubang sekaligus
maka sumbu di permukaan sebaiknya memakai sumbu khusus
(Igniter Cord) dan untuk sambungan-sambungan memakai
penyambung khusus (Conector).
- Bila peledakan untuk beberapa lubang sekaligus tetapi tidak
memakai conector maka waktu penyalaan sumbu harus dilakukan
oleh 2 orang, dimana salah seorang adalah berfungsi sebagai
pengawas.
- Penyalaan hanya diizinkan dilakukan oleh orang yang benar-benar
mengerti dan cukup pengalaman.
b. Sumbu Ledak
- Sambungan harus memenuhi persyaratan
sebagaimana telah diberikan dalam petunjuk sebelumnya.
- Rangkaian harus dapat rapih dan efektif.
- Dilarang memotong sumbu ledak dengan alat dari besi.
- Pada waktu memotong sumbu ledak sebaiknya tidak digenggam
apalagi dililitkan di tangan.
c. Detonator Listrik
- Sambungan leg wire dengan kabel pembantu
harus lebih baik dan kuat.
- Penyambungan rangkaian antar semua lubang ledak harus
dilaksanakan secepatnya dan ujung rangkaian diikat satu sama
lain. Sebelum dihubungkan dengan kabel utama.
- Rangkaian harus dibuat lebih rapih dan efektif. Hindari kabel agar
tidak kusut dan terlipat. Sebelum rangkaian antar ledak disambung
dengan kabel utama, maka tahanan listrik dan kesinambungan arus
dari rangkaian harus ditest dengan Blasting Ohm Meter. Tahanan
listrik rangkaian harus sesuai dengan perhitungan teoritis, namun
dengan toleransi 10% dapat dianggap baik.
- Secara terpisah kebel utama juga harus ditest sama seperti di atas.
6. Perlindungan Untuk Pemegang Ekspoder/Blansting Machine
a. Tambang Bawah Tanah
- Harus memperhitungkan arah angin/ventilasi, ambil posisi di atas
angin.
- Bila peledakan memakai sumbu bakar harus dipertimbangkan lebih
dahulu ke arah mana dan dimana tempat berlindung yang lebih
aman.
- Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung terhadap kejatuhan
benda atau batuan khususnya dari batuan atap.
- Pemegang eksploder Blasting Machine harus orang yang cukup
pengalaman.
b. Tambang Terbuka
- Harus dipertimbangkan arah dan jarak lemparan/layangan batu
dengan mengambil posisi yang berlawanan.
- Periksakeadaan sekeliling tempat berlindung, khususnya bila ada
bongkahan-bongkahan batuan lepas yang berukuran besar
disekitarnya.
- Bila keadaan lapangan sedemikian rupa sehingga tidak ada tempat
berlindung yang cukup aman maka perlindungan khusus untuk itu
dapat dibuat (sheleter).
- Pemegang exploder harus sudah cukup berpengalaman.
c. Tanda peringatan sebelum peledakan
- Sebelum dilakukan peledakan maka orang-orang disekitar daerah
pengaruh gas dan lemparan batu peledakan harus diberi aba-aba
peringatan agar berlindung atau menyingkir. Demikian juga halnya
dengan perlatan, sebelumnya sudah harus diamankan/disingkirkan. -
Aba-aba bisa berupa teriakan, sirine, pluit, sempritan atau
megaphone.
- Tenggang waktu antara aba-aba peringatan dengan saat peledakan
harus cukup untuk memberi kesempatan kepada orang-orang untuk
berlindung.
- Sebaiknya aba-aba dilakukan dalam beberpa tahap dan tiap tahap
mempunyai arti tersendiri dan dimengerti setiap orang khususnya
pemegang eksploder.
- Bila di dekat lapangan peledakan terdapat jalan lalu lintas utama
tambang maka jalan tersebut harus ditutup atau diblokir.
- Sebelum aba-aba yang terakhir maka mandor lapangan atau
pengawas ledakan harus memriksa daerah dan sekitar peledakan.
- Contoh Tahapan Aba-aba Peringatan dan Pengertiannya. Aba-aba
pertama : Semua orang yang ada didekat daerah peledakan harus
menyngkir dan berlindung. Semua jalan tambang didekat peledakan
harus ditutup dan diblokir. Pada saat ini kedua ujung kabel utama
masih tetap terkait satu sama lain dan belum disambung ke exploder.
Aba-aba Kedua : Hal seperti diatas sudah dilaksanakan dan mandor
atau pengawas peledakan sedang melakukan pemeriksaan terakhir.
Kondensator di dalam eksploder sedang diisi dengan arus kabel
listrik dari baterainya. Kabel utama telah disambung dengan
exploder. Bila tejadi penundaan peledakan, karena sesuatu hal yang
masih aman, maka komunikasinya dapat dibuat aba-aba khusus.
Aba-aba ketiga (peledakan) : Peledakan dapat dilakukan. Tombol
atau tungkai pada exploder ditekan dan ledakan terjadi.
7. Beberapa persyaratan sebelum peledakan dimulai:
- Menyelesaikan ijin tertulis dengan pejabat atasan langsung, pejabat
konsultan terkait, safety engineer dan lain-lain.
- Pengumuman bagi masyarakat sekeliling beberapa minggu
sebelumnya dengan melalui ijin pejabat terkait didaerah tersebut,
yaitu RT, RW, Lurah, Kepala Desa, Pemuka Masyarakat, Camat,
Kapolsek dan pejabat terkait lainnya.
- Menjelang diadakan peledakan, kepala bagian peledakan melihat
sekeliling secara visual. Jika ada orang disekitar daerah area
peledakan maka harus segera diperingatkan untuk keluar dari area
peledakan. Jarak aman seseorang terhadap hulu ledak ± 200 m – 500
m, tergantung besar kecilnya bahan peledak.
- Daerah yang masih dianggap berbahaya harus diberi batas yang jelas
agar orang selain petugas bagian peledakan tidak masuk ke daerah
tersebut.
- Sebelum peledakan, kepala bagian peledakan harus mengadakan
pemberitahuan dengan pengeras suara pada sekeliling daerah
peledakan.
- Membunyikan sirene tanda bahaya.
- Peledakan dapat dimulai.
8. Pemeriksaan / Pengamanan Setelah Peledakan Setelah seperempat
jam ledakan terakhir, pemeriksaan dilakukan terhadap gas-gas
beracun dan peledakan mangkir. Bila ada lubang ledak yang mangkir
maka harus segera ditangani dan dilaporkan kepada atasan. Lubang
ledak yang mangkir tersebut diberi tanda dengan bendera. Bila
seandainya semua meledak dengan baik dan konsebtrasi gas sudah
cukup aman maka diberi aba-aba lagi tanda peledakan telah berakhir
dan keadaan aman. Tanda-tanda lubang ledak yang mangkir :
1. Permukaan tanah di atas lubang ledak masih utuh.
2. Terdapat bongkahan-bongkahan besar yang tidak lazim dan tidak
seperti bongkahan lubang ledak yang lain.

3. Terdapat serakan bahan peledak yang masih utuh di permukaan


atau di sela-sela bongkahan. Peledakan umumnya digunakan
untuk memindahkan volume besar dari beton dengan
menempatkan bahan peledak pada lubang – lubang pada tempat
yang akan diledakkan :
· Dapat digunakan diberbagai hal dan fleksibel dalan kondisi
keluaran kerja
· Getaran dan letusan udara bisa merusak struktur lingkungan
· Pertimbangan keselamatan tertinggi dibutuhkan dibandingkan
dengan metode pembongkaran Pola peledakan adalah pengaturan
dari lubang tembak yangmana akan diledakkan dahulu (dalam
satu baris) dan barismana meledak kemudian, yang menentukan
disini hanya pada pemakaian delay detonator nya. Ada dua pola
(cara) peledakan yang umum digunakan, yaitu :
1. Simultaneous blasting. Simultanious blasting adalah
peledakan dimana seluruh lobang tembak yang ada
diledakkan secara serentak.
2. Delay blasting. Delay blasting adalah peledakan secara
beruntun perbaris sesuai dengan nomor delay yang dipakai.
Untuk lobang tembak yang memakai nomor delay yang lebih
kecil akanmeledak terlebih dahulu. Jadi pengaturan delay
pada lubang tembak dapat disebut pola peledakan. Ada
beberapa keuntungan dengan menggunakan metode delay
blasting yaitu :
a. Arah dari lemparan batuan/material dapat dikontrol
b. Adanya kemungkinan untuk mengurangi getaran-getaran
dari peledakan
c. Mengurangi kemungkinan terjadinya fly rock
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya toe (tonjolan-tonjolan
pada permukaan akibat hasil peledakan) Peralatan
peledakan adalah semua bahan atau alat-alat yangdapat
digunakan lebih dari satu kali pemakaian dalamoperasional
peledakan, antara lain :
1. Blasting Machine (Exploder). Blasting Machine
(Exploder) adalah mesin ledak yang berfungsi sebagai
penghasil atau penyimpanan arus listrik untuk
meledakkan detonator dan bahan peledak.
2. Circuit tester (Blasting Ohmmeter). Blasting ohmmeter
adalah alat yang berfungsi untuk mengetes rangkaian
peledakan.
3. Leading Wire.Kabel utama yang berasal dari sumber
tenaga listrik berhubungan dengan Connecting
Wirepada rangkaian peledakan
4. Tongkat. Tongkat yang terbuat dari kayu dengan
diameter ±3 cm dan panjang lebih dari kedalaman
lubang bor. Fungsi dari alat ini adalah untuk membantu
dalam pengontrolan lubang tembak sebelum diisi
dengan bahan peledak. Perlengkapan peledakan adalah
semua bahan atau alat-alatyang hanya dapat digunakan
untuk satu kali peledakan, antara lain :
3. Detonator Listrik. Detonator listrik adalah peledak awal yang
berfungsi untuk meledakkan sumbu ledak bahan peledak.
Detonator listrik dapat meledak karena adanya arus listrik.
4. Leg Wire. Leg Wire adalah kabel yang terdapat pada setiap
detonator yang berfungsi untuk menghubungkan kedua ujung
rangkaian peledakan dan dihubungkan ke sumber arus listrik
pada Blasting Machine.
5. Connecting Wire. Connecting wire adalah kabel penghubung
yang digunakanuntuk menyambung antara kabel detonator
yang satu dengan yang lainnya dalam satu rangkaian
peledakan atau menyambung leg wire yang terlalu pendek
Rencana Gawat Darurat Peledakan/Blast Emergency Plan
sebuah rencana yang bertujuan untuk mempersiapkan personil
pada saat keadaan darurat atau pada saat keadaan yang tidak
diinginkan pada saat peledakan. Berikut ini adalah hal yang
dipersiapkan pada Blast Emergency Plan diantaranya yaitu:
a. Menyediakan semua telepon penting seperti pemadam
kebakaran, polisi, rumah sakit, badan pengawas dari
pemerintah dan seluruh nomer telepon dari pengawas dan
pekerja peledakan.
b. Blast Emergency Plan dikomunikasikan secara jelas dan
dapat dipahami pada semua personil peledakan.
c. Menentukan prosedur pemberitahuan dengan waktu yang
telah tersusun.
d. Penyediaan lokasi dan personil Pertolongan Pertama.
Dalam menangani pelaksanaan proyek yang terpaksa menggunakan
bahan peledak, perlu memperhatikan perencanaan jadwal khusus
pekerjaan peledakan ini. Terutama untuk pekerjaan persiapannya, yaitu
berupa pengurusan ijin, sosialisasi kepada masyarakat sekeliling,
pengamanan dan pelaksanaannya. Disarankan agar pengurusan ijin ini
direncanakan waktunya yang aman, karena pekerjaan non teknis seperti ini
sukar diprediksi durasinya.
DAFTAR PUSTAKA

https://plus.google.com/105995521668657692188/posts/J5vV6oZVGjG .
Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005
https://dokumen.tips/documents/metode-pelaksanaan-konstruksi-jalan raya
https://docplayer.info/70957248-Metode-pelaksanaan-konstruksi-bendung.html
Sulaiman, L., & Fisu, A. A. (2020). Pengaruh Campuran Terhadap Kuat Tekan Beton
Agregat Recycle. Rekayasa Sipil, 14(1), 35-42. [2] Cook G.K., Hinks A.J., 1992.
Apraising Building Defect, Longman Scientific & Technical, England. [3] Fintel Mark.
1987, Buku Pegangan Tentang Teknik Beton, PT. PradnyaParamitha, Jakarta. [4]
Nakazawa K., Sosrodarsono S., 1994, Mekanika tanah & Teknik Pondasi, PT. Pradnya
Paramitha, Jakarta. [5] Ossenbruggen Paul J., 1984, System Analysis For Civil
Engineering, JohnWiley & Sons Inc. [6] Badaron, S. F., Gecong, A., Anies, M. K.,
Achmad, W. M., & Setiani, E. P. (2019). Studi Perbandingan Kuat Tarik Tidak Langsung
terhadap Campuran Aspal Beton dengan menggunakan Limbah Marmer dan Abu Sekam
Padi sebagai Filler. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik, 4(2), 145-155. [7]
Sulaiman, L. (2018). Evaluasi Kuat tekan Beton recycle Agregat Dengan Campuran Air
Laut dan Prediksi Modulus Elastisitasnya. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Teknik, 3(1), 25-36. [8] Sulaiman, L., & Suppa, R. (2019). Studi Kuat Tekan Beton
Recycle Agregat Terhadap Lingkungan Air Laut. Pena Teknik: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Teknik, 4(1), 1-9. [9] Mattotorang, U. H. (2019). Studi Pengaruh Lebar Sungai Terhadap
Karakteristik Aliran Sedimen Di Dasar. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Teknik, 4(1), 77-87. [10] Sulaiman, L., & Nurhidayah, N. (2018). Analisis Perbandingan
Kuat Tekan Mortar Dari Material Pasir Putih Dan Pasir Biasa Sungai Masamba. PENA
TEKNIK: Jurnal Ilmiah IlmuIlmu Teknik, 3(2), 207-218. [11] Hadi, A. K., Supardi, S.,
Maruddin, M., Yusuf, A. A. A., & Samsuddin, R. H. (2021). Pengaruh Metode Self
Compacting Concrete (Scc) Terhadap Sifat Mekanis Beton. PENA TEKNIK: Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik, 6(1), 32-38. [12] Sulaiman, L., Sedek, M., Maing, S., & Fisu,
A. A. (2018, December). Studi Kuat Tekan Beton Recycle Agregat Dengan Campuran
Air Laut. In Seminar Nasional Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat
(Snp2m). [13] Fisu, A. A. (2018). ANALISIS LOKASI PADA PERENCANAAN
TERMINAL TOPOYO MAMUJU TENGAH. PENA TEKNIK: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Teknik, 3(1), 1-12. [14] FISU, A. A. STUDI AWAL LOKASI RENCANA
PELABUHAN DI TELUK PRIGI KABUPATEN TRENGGALEK. [15] [16] Prandeni,
2004., Analisis Kerusakan Bangunan Perumahan, (Tugas Akhir Tidak Dipublikasikan),
Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya [17] Peck R.B., Hanson W.E., Thornburn
T.H., 1974, Foundation Engineering,John Wiley & Sons Inc. [18] Sagel Ing R., Kole Ing
P., Kusuma G., Pedoman Pengerjaan Beton, Erlangga,Jakarta
http://lecturer.ppns.ac.id/luqmanashari/wp-content/uploads/sites/60/2018/02/MODUL-
K3-KONSBANG-5-PEMBONGKARAN.pdf

Anda mungkin juga menyukai