Oleh:
Oleh:
Bagas Deo Renata
STB. F 111 16 153
Disetujui Untuk Diseminarkan/ Dibahas oleh tim yang ditunjuk oleh Jurusan
dalam forum Seminar Proposal
Yang Menyetujui
Dosen Pembimbing
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I. PENDAHULUAN
ii
3.5 Struktur Perkerasan Jalan Lentur ................................................................... III-5
3.3.1 Lapis Permukaan (Surface) .................................................................. III-6
3.3.2 Lapis Pondasi Atas (Base).................................................................... III-6
3.3.3 Lapis Pondasi Bawah (Subbase) .......................................................... III-7
3.3.4 Tanah Dasar (Subgrade)....................................................................... III-7
3.6 Sifat Perkerasan Lentur Jalan ....................................................................... III-8
3.7 Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur Jalan ............................................. III-9
3.8 Jenis-jenis Kerusakan Jalan ........................................................................... III-9
3.8.1 Retak Retak (Craking) ....................................................................... III-10
3.8.2 Distorsi ............................................................................................... III-13
3.8.3 Cacat Permukaan (Disintegration)..................................................... III-15
3.8.4 Pengausan Agregat (Polished aggregate)........................................... III-17
3.8.5 Kegemukan (Bleeding or flushing) .................................................... III-17
3.8.6 Penurunan pada bekas galian/penanaman utilitas .............................. III-17
3.9 Lalu Lintas ..................................................................................................... III-17
3.9.1 Analisis Volume Lalu Lintas ............................................................ III-17
3.9.2 Data Lalu Lintas ................................................................................ III-18
3.9.3 Jenis Kendaraan ................................................................................ III-18
3.9.4 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas ...................................................... III-19
3.9.5 Lalu Lintas Pada Jalur Rencana ........................................................ III-19
3.9.6 Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) ............................ III-20
3.9.7 Beban Sumbu Standar Kumulatif ..................................................... III-23
3.10 Metode Penilaian International Roughness Index (IRI).............................. III-23
3.11 Metode Penilaian Surface Distress Index (SDI).......................................... III-38
3.12 Penanganan Kerusakan Jalan ...................................................................... III-30
iii
4.4.1 Data Untuk Metode IRI ........................................................................ IV-2
4.4.2 Data Untuk Metode SDI ....................................................................... IV-4
4.5 Penentuan Jenis Penanganan ......................................................................... IV-5
iv
DAFTAR TABEL
v
Tabel 4.5 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan
Beban Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30juta ESA4 .....................................IV-7
Tabel 4.6 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan
Beban Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30juta ESA4 .....................................IV-8
Tabel 5.1 Nilai Kecepatan Rata-rata Dan Nilai IRI Kearah Utara........................V-7
Tabel 5.2 Nilai Kecepatan Rata-rata Dan Nilai IRI Kearah Selatan .....................V-8
Tabel 5.3 Rekap Nilai Kondisi Permukaan Jalan Metode IRI Kearah Utara........V-9
Tabel 5.4 Rekap Nilai Kondisi Permukaan Jalan Metode IRI Kearah Selatan.....V-11
Tabel 5.5 Data Hasil Pengumpulan Metode SDI ..................................................V-15
Tabel 5.6 Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan SDI ...................................................V-17
Tabel 5.7 Rekapitulasi LHR Jalan Trans Sulawesi Segmen Kayumalue Pajeko ..V-19
Tabel 5.8 Rekapitulasi Perhitungan CESAL.........................................................V-22
Tabel 5.9 Penentuan Jenis Penanganan Jalan .......................................................V-23
Tabel 5.10 Umur Rencana, Hubungan Nilai Pemicu Penanganan dan Jenis
Pelapisan Perkerasan .............................................................................V-23
Tabel 5.11 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan
Beban Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30juta ESA4 .....................................V-24
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 5.10 Grafik Nilai IRI Rata-rata Kearah Utara ......................................... V-10
Gambar 5.11 Grafik Nilai IRI Rata-rata Kearah Selatan ...................................... V-12
Gambar 5.12 Pengukuran Kerusakan Alur ........................................................... V-13
Gambar 5.13 Pengukuran Kerusakan Retak ......................................................... V-13
Gambar 5.14 Kerusakan Lubang Pada STA 7+000 - 7+100 ................................ V-14
Gambar 5.15 Grafik Nilai SDI .............................................................................. V-18
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
IRI merupakan rangkuman beda tinggi permukaan longitudinal jalan yang
dilalui roda, mewakili getaran akibat kekasaran permukaan jalan yang diinduksi oleh
mobil penumpang tipikal. Tantangan untuk menggunakan alat bantu dalam mengukur
IRI secara efektif dan efisien dapat dijawab dengan teknologi smartphone dan
aplikasinya. Aplikasi berbasis smartphone telah muncul dalam beberapa tahun
terakhir untuk menyelesaikan masalah lama dengan pendekatan baru yang lebih
efisien dan efektif. Aplikasi smartphone ini bernama RoadBump Pro yang merupakan
aplikasi untuk melakukan pengukuran nilai IRI.
SDI adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan dengan
pengamatan visual dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan.
Dalam pelaksanaan metode SDI di lapangan maka ruas jalan yang akan disurvei harus
dibagi ke dalam segmen-segmen. Menurut Road Condition Survey atau Survei
Kondisi Jalan untuk menghitung besaran nilai SDI, hanya diperlukan 4 unsur yang
dipergunakan sebagai dukungan yaitu: persen luas retak, rata-rata lebar retak, jumlah
lubang/km dan rata-rata kedalam rutting bekas roda.
Nilai kondisi jalan menggunakan kedua metode tersebut nantinya dijadikan
acuan untuk menentukan jenis program evaluasi jalan yang harus dilakukan. Program
evaluasi jalan meliputi program peningkatan, pemeliharaan berkala, dan pemeliharaan
rutin. Penelitian ini diharapkan memberi informasi tentang pemanfaatan aplikasi IRI
dalam menilai kondisi jalan dan cara melakukan penilaian dengan metode visual SDI.
I-2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kemantapan permukaan jalan Trans Sulawesi segmen
Kelurahan Kayumalue Pajeko berdasarkan nilai International Roughness
Index (IRI)
b. Untuk mengetahui kemantapan permukaan jalan Trans Sulawesi segmen
Kelurahan Kayumalue Pajeko berdasarkan hasil metode visual Surface
Distress Index (SDI)
c. Untuk mengetahui bentuk evaluasi yang tepat terhadap masalah kerusakan
jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan Kayumalue Pajeko.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan informasi kepada pihak, lembaga atau dinas terkait dalam
menentukan kebijakan mengenai penanganan dengan kondisi kerusakan
pada ruas jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan Kayumalue Pajeko.
b. Menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan tentang penilaian
kemantapan permukaan jalan berdasarkan metode International
Roughness Index (IRI) dan Surface Distress Index (SDI) serta bagaimana
evaluasi yang tepat untuk menanganginya.
c. Memberikan informasi kepada mahasiswa guna mengembangkan penelitian
tentang penilaian kemantapan permukaan jalan berdasarkan metode
International Roughness Index (IRI) dan Surface Distress Index (SDI).
I-3
b. Metode yang digunakan untuk menilai kondisi jalan secara visual
adalah metode Surface Distress Index (SDI).
c. Penyebab kerusakan jalan tidak dibahas.
2. Batasan Wilayah Penelitian
Daerah penelitian dilakukan di ruas jalan Trans Sulawesi segmen
Kelurahan Kayumalue Pajeko sepanjang 2700 m yang dimulai dari STA
5+000 di depan Warung Makan Sojol Indah hingga STA 7+700 di depan
Pertamina Kayumalue Pajeko.
I-4
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan semua hasil dan pembahasan yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan.
I-5
BAB II
II-1
2.2 Iklim dan Curah Hujan
Kota Palu terletak dibagian utara khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis
sehingga memiliki 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang terjadi antara bulan April
s/d September dan musim hujan yang terjadi antar bulan Oktober s/d Maret. Hasil
pencatatan data rata-rata parameter cuaca pada Stasiun Meteorologi Mutiara Palu
menurut bulan pada tahun 2015, curah hujan yang tertinggi terjadi dibulan Juni yaitu
112,5 mm dan terendah terjadi dibulan Desember yaitu 0 mm. Penyinaran matahari
tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 92,3% dan terendah dibulan Februari yaitu 55%.
Dibawah ini merupakan data rata-rata jumlah hari hujan, curah hujan dan penyinaran
matahari setiap bulan di Kota Palu pada tahun 2015.
Tabel 2.1 Data Curah Hujan Kota Palu
Curah Penyinaran
Jumlah Hujan
Bulan Hujan Matahari
Month The Number Length Of
Rainfall
Of Rain Daylaight
(Hari/Day) (mm) (%)
Januari/ January 18 55,9 54,2
Pebruari/ February 17 58 55
Maret/ March 14 64,6 62
April/ April 18 69,6 72
Mei/ May 10 32,4 76,6
Juni/ June 17 112,5 59,6
Juli/ July 4 21,2 92,3
Agustus/ August 3 4,5 90,1
September/ September 2 20 86,7
Oktober/ October 5 11,5 84,2
Nopember/ November 11 42,5 75,5
Desember/ December 6 0 72,9
Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu
II-2
Sistem jalan = Jalan primer
Tipe jalan = Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD)
Kelas jalan = Kelas jalan 1.
II-3
Gambar 2.3 Lubang
II-4
Gambar 2.5 Pelepasan Butiran
II-5
2.6 Kondisi Lalu Lintas
Kendaraan yang melintasi ruas jalan Trans Sulawesi segmen Kayumalue
Pajeko terbilang padat. Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan yang berlangsung di kawasan
ini, yaitu kawasan perumahan dan kawasan pergudangan. Sehingga pada jam-jam
tertentu kondisi lalu lintas terbilang ramai. Berdasarkan pengamatan secara langsung
di lapangan kendaraan yang melintasi jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan
Kayumalue Pajeko meliputi:
1. Kendaraan berat/besar (Heavy Vehicle) terdiri dari truk dan tronton,
2. Kendaraan ringan (Light Vehicle) terdiri dari mobil penumpang, Pick-up dan taksi,
3. Sepeda motor (Motor Cycle) dan
4. Kendaraan tak bermotor (Unmotorised) seperti sepeda.
II-6
2.7 Kondisi Tataguna Lahan
II-7
Gambar 2.9 Kawasan Perumahan Kayumalue
II-8
Gambar 2.11 SMP Negeri 20 Palu
II-9
Gambar 2.13 Pertamina Kayumalue Pajeko
II-10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III-1
Selain tergantung dari bahan-bahan yang dipakai, kinerja perkerasan jalan
tergantung pula pada beberapa faktor sebagai berikut:
a. Keadaan iklim
b. Keadaan tanah dasar
c. Komposisi kendaraan yang lewat di atasnya
Guna memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, maka
konstruksi perkerasan jalan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
III-2
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan
lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.
(Sukirman, 1999).
Dalam peninjauan suatu ruas jalan terdapat hal-hal yang harus diperhatikan,
yaitu: fungsi, status, dan kelas jalan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan tipe
jalan dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3.
Jalan
Kelas Jalan I II III A III A III B III C
Nasional
Muatan
> 10 Jalan
Sumbu 10 ton 8 ton 8 ton 8 ton 8 ton Tidak Ditentukan
ton Provinsi
Berat
Tipe Jalan
Datar Bukit Gunung Datar Bukit Gunung Datar Bukit Gunung
Medan Kabupaten
Kemiringan Jalan
< 3% 3-25% >25% < 3% 3-25% >25% < 3% 3-25% >25%
Medan Kotamadya
III-3
Tabel 3.3 Jenis Jalan Tipe II
Fungsi Desain Traffic Kelas Kecepatan
Keterangan
Jalan Volume Teknis (km/jam)
Standar tertinggi, 4 lajur
Jl. Arteri 1 60
antar/ dalam kota
Primer Jl. Kolektor (>10.000) 1 60 Idem untuk kelas 1,
Standar tertinggi, 2 lajur
Jl. Kolektor (<10.000) 2 50-60 antar/dalam kota/distrik
Jl. Arteri (>20.000) 1 60 Idem untuk kelas 1,
Jl. Arteri (<20.000) 2 50-60 idem untuk kelas 2
Jl. Kolektor (>10.000) 2 50-60 Idem untuk kelas 3
standar sedang, 2 lajur
Sekunder Jl. Kolektor (<10.000) 3 30-40 antar distrik
Jl. Lokal (<500) 3 30-40 Idem untuk kelas 3
standar rendah, 1 lajur,
Jl. Lokal (>500) 4 20-30 akses kepemilikan tanah
di sisi jalan
(Sumber : Bina Marga, 1992)
Keterangan:
a. Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi.
b. Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pengambilan dengan
ciri-ciri perjalanan jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang.
c. Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah.
III-4
3. Kendaraan Berat
Kendaraan dengan roda lebih dari 4 meliputi : bis, truk 2 as, truk 3 as, dan
truk kombinasi, sesuai sistim klasifikasi Bina Marga.
4. Kendaaraan tak bermotor
Kendaraan tak bermotor dengan roda yang digerakkan oleh orang atau
hewan meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong, sesuai
klasifikasi Bina Marga.
III-5
Lapisan Permukaan (Surface Course)
III-6
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan yang dipakai untuk lapisan ini meliputi batu pecah, kerikil, pasir
atau campuran dari bahan-bahan tersebut dengan aspal kapur dan
sebagainya.
3.5.3 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase)
Lapisan pondasi bawah terletak di antara lapisan pondasi atas
(base) dengan lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan ini berfungsi
sebagai:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda
ketanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat.
b. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
d. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak terkumpul di lapisan
pondasinya.
e. Sebagai lapisan pertama, agar pekerjaan berjalan dengan lancar. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutupi tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung
tanah dasar menahan roda alat berat.
f. Lapisan untuk mencegah pertikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan
pondasi atas. Untuk itu lapisan pondasi bawah haruslah memenuhi
syarat filter.
III-7
3.6 Sifat Perkerasan Lentur Jalan
Menurut Sukirman (1999), Aspal yang dipergunakan pada konstruksi
perkerasan jalan berfungsi sebagai:
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis
yang baik.
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari
campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, factor
pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah
terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperature
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperature bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal
berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis
yang sama.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat
yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan,
III-8
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah
tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai.
Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi
yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
III-9
Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai
dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat kekasaran
permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan tanah dasar yang
tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan
sekitar.
Menurut Shahin (1994), jenis dan tingkat kerusakan untuk jalan raya ada 19
kerusakan yaitu: Retak Kulit Buaya (Aligator Craking), Kegemukan (Bleeding), Retak
Kotak-kotak (Block Craking), Cekungan (Bumb and Sags), Keriting (Corrugation),
Amblas (Depression), Retak Pinggir (Edge Cracking), Retak Sambung (Joint Reflec
Craking), Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off), Retak
Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse Cracking), Tambalan (Patching end
Utiliti Cut Patching), Pengausan Agregat (Polised Agregat), Lubang (Pothole), Rusak
Perpotongan Rel (Railroad Crossing), Alur (Rutting), Sungkur (Shoving), Patah Slip
(Slippage Craking), Mengembang Jembul (Swell), dan Pelepasan Butiran (Weathering
and Raveling).
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas:
3.8.1 Retak (Craking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan permukaan perkerasan sehingga
akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke lapisan
dibawahnya dan hal ini merupakan salah satu factor yang akan membuat
luas/parah suatu (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Didalam pendekatan
mekanika retak diasumsikan ada bagian yang lemah pada setiap material.
Ketika pembebanan terjadi, ada konsentrasi tegangan yang lebih tinggi
disekitar bagian tersebut, sehingga material tersebut tidak lagi memiliki
distribusi tegangan yang seragam dan terjadilah kerusakan/ retak pada bagian
tersebut dan berkembang ke bagian yang lainnya. Mekanika retak juga
menggambarkan perkembangan retak tergantung pada sifat material tersebut
(Roque, 2010).
III-10
Retak/craking yang umum diikenal dapat dibedakan atas:
a. Retak Halus (Hair Cracking)
Yang dimaksud retak halus adalah retak yang terjadi mempunyai lebar
celah ≤ 3 mm. Sifat penyebarannya dapat setempat atau luas pada
permukaan jalan. Kemungkinan penyebab:
1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik.
2. Pelapukan permukaan.
3. Air tanah pada badan perkerasan jalan.
4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.
b. Retak Kulit Buaya (Alligator Crack)
Lebar celah retak ≥ 3 mm dan saling berangkai membentuk
serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat
untuk kandang ayam. Umumnya daerah dimana terjadi retak kuliat buaya
tidak luas. Jika daerah terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini
disebabkan oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat
dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Kemungkinan penyebab:
1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik.
2. Pelapukan permukaan.
3. Air tanah pada badan perkerasan jalan
4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.
c. Retak Pinggir (Edge Crack)
Retak ini disebut juga dengan retak garis (lane cracks) dimana terjadi
pada sisi tepi perkerasan/ dekat bahu dan berbentuk retak memanjang
(longitudinal cracks) dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu.
Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar. Kemungkinan
penyebab:
1. Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat
jenis ekspansif clay pada tanah dasar .
2. Sokongan bahu samping kurang baik.
3. Drainase kurang baik.
4. Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab
terjadinya retak tepi
III-11
d. Retak Sambung Bahu dan Perkerasan (Edge Joint Crack)
Sesuai dengan namanya retak ini umumnya terjadi pada daerah
sambungan perkerasan dengan bahu yang beraspal. Retak ini berbentuk
retak memanjang (longitudinal cracks) dan biasanya terbentuknya pada
permukaan bahu beraspal. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang
saling sejajar. Kemungkinan penyebab:
1. Perbedaan ketinggian antara bahu beraspal dengan perkerasan, akibat
penurunan bahu.
2. Penyusutan material bahu/ badan perkerasan jalan
3. Drainase kurang baik.
4. Roda kendaraan berat yang menginjak bahu beraspal.
5. Material pada bahu yang kurang baik/ kurang memadai.
e. Retak Sambungan Lajur (Lane Joint Crack)
Sesuai dengan namanya retak ini terjadi pada sambungan dua jalur
lalu lintas dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks). Retak ini
dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar. Kemungkinan
penyebabnya adalah ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik.
f. Retak Sambungan Pelebaran Jalan (Widening Crack)
Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal cracks) yang
akan terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan
pelebaran. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar dan
akan meresapkan air pada lapisan perkerasan. Kemungkinan penyebab:
1. Ikatan sambungan yang kurang baik.
2. Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada jalan pelebaran
dengan jalan lama.
g. Retak Refleksi (Reflection Crack)
Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (overlay), dapat
berbentuk memanjang (longitudinal cracks), diagonal (diagonal cracks),
melintang (transverse cracks), ataupun kotak (blocks cracks) yang
menggambarkan pola retakan perkerasan dibawahnya. Retak ini dapat
terjadi bila retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara benar
III-12
sebelum pekerjaan pelapisan ulang (overlay) dilakukan. Kemungkinan
penyebab:
1. Pergerakan vertikal/ horizontal di bawah lapis tambahan (lapisan
overlay) sebagai akibat perubahan kadar air pada tanah dasar yang
ekspansif.
2. Perbedaan penurunan (settlement) dari timbunan/ pemotongan badan
jalandengan struktur perkerasan.
h. Retak Susut (Shrinkage Crack)
Retak yang terjadi tersebut saling bersambungan membentuk kotak
besar dengan sudut tajam atau dapat dikatakan suatu interconnected cracks
yang membentuk suatu seri blocks cracks. Umumnya penyebaran retak ini
menyeluruh pada perkerasan jalan. Kemungkinan penyebab:
1. Perubahan volume perkerasan yang mengandung terlalu banyak aspal
dengan penetrasi rendah.
2. Perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
i. Retak Slip (Slippage Crack)
Kerusakan ini sering disebut dengan parabolic cracks, shear cracks,
atau crescent shaped cracks. Bentuk retak lengkung menyerupai bulan sabit
atau berbentuk seperti jejak mobil disertai dengan beberapa retak. Kadang-
kadang terjadi bersama denganterbentuknya sungkur (shoving).
Kemungkinan penyebab:
1. Ikatan antar lapisan aspal dengan lapisan bawahnya tidak baik yang
disebabkan kurangnya aspal/ permukaan berdebu
2. Pengunaan agregat halus terlalu banyak.
3. Lapis permukaan kurang padat/ kurang tebal
4. Penghamparan pada temperature aspal rendah atau tertarik roda
penggerak oleh mesin penghampar aspal/ mesin lainnya.
3.8.2 Distorsi
Jenis kerusakan lentur atau flexible berupa distorsi dapat terjadi atas
lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga
terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Untuk kerusakan jalan
yang satu ini dibagi atas beberapa jenis diantaranya:
III-13
a. Alur (Ruts)
Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini
adalah longitudinal ruts, atau channel/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi
pada lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur. Kemungkinan
penyebab:
1. Keteblan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan
beban lalu lintas.
2. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.
3. Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah
sehingga terjadi deformasi plastis.
b. Keriting (Corrugation)
Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu, Ripples.bentuk
kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat
dikatakan alur yang arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga dengan
Plastic Movement. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya
kendaraan, akibat pengereman kendaraan. Kemungkinan penyebab:
1. Stabilitas lapis permukaan yang rendah.
2. Penggunaan material atau agregat yang tidak tepat, seperti
digunakannya agregat yang berbentuk bulat licin.
3. Terlalu banyak menggunakan agregat halus.
4. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.
5. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang
menggunakan aspal cair).
c. Sungkur (Shoving)
Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu
yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas akan mendorong
berlawanan dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan
perkerasan. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil
dan terangkat ketika menerima beban dari kendaraan. Kemungkinan
penyebab:
1. Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.
2. Daya dukung lapis permukaan yang tidak memadai.
III-14
3. Pemadatan yang kurang pada saat pelaksanaan.
4. Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat.
5. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.
d. Amblas (Grade Depressions)
Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya
permukaan lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu
(setempat) dengan atau tanpa retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya
lebih dari 2 cm dan akan menampung atau meresapkan air. Kemungkinan
penyebab:
1. Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian
bawah perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya.
2. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar
3. Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.
e. Jembul (Upheaval)
Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar sepanjang
lapisan perkerasan yang berangsur-angsur mengombak kira-kira
panjangnya 10 kaki (10m). Mengembang jembul dapat disertai dengan retak
lapisan perkerasan dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau
tanah yang menjembul keatas.
3.8.3 Cacat Permukaan (Disintegration)
Jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi
dan mekanis dari lapisan permukaan, yang termasuk cacat permukaan adalah
sebagai berikut:
a. Lubang (Pothiles)
Kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang
bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan
meresapkan air sampai ke dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan
semakin parahnya kerusakan jalan.
III-15
b. Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat tidak baik.
c. Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.
2. Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah lepas
akibat pengaruh cuaca.
3. System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul
dalam lapis perkerasan.
4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap
masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
b. Pelepasan Butiran (Raveling)
Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang kehilangan
aspal atau tar pengikat dan tercabutnya partikel-partikel agregat. Kerusakan
ini menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan
gaya dorong roda kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini
dapat disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal pengikat
lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena
terkena tumpahan minyak bahan bakar. Kemungkinan penyebab :
1. Pelapukan material pengikat atau agregat.
2. Pemadatan yang kurang.
3. Penggunaan material yang kotor.
4. Penggunaan aspal yang kurang memadai.
5. Suhu pemadatan kurang.
c. Pelepasan Lapisan Permukaan (Stripping)
Kerusakan stripping atau pengelupasan lapisan permukaan dapat
terjadi dikarenakan kurangnya ikatan antara lapisan bawah jalan dan lapisan
permukaan, atau lapisan permukaan yang terlampau tipis. Untuk kerusakan
seperti ini, langkah perbaikan yang bisa dilakukan bukanlah dengan
penambalan melainkan bagian yang rusak terlebih dahulu harus digaruk,
kemudian diratakan. Barulah setelah itu dilapisi dengan buras.
3.8.4 Pengausan Agregat (Polished aggregate)
Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang
berulangulang dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan
dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya
III-16
tidak sempurna. Pada pengurangan kecepatan roda atau gaya pengereman,
jumlah pelepasan butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu
dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan agregat yang licin.
Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistence test
adalah rendah. Kemungkinan penyebab:
1. Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan.
2. Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin (buakan hasil
dari mesin pemecah batu).
3.8.5 Kegemukan (Bleeding or flushing)
III-17
1. Beban gandar kendaraan komersial;
2. Volume lalu lintas yang dinyatakan dalam beban sumbu standar.
Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survei yang diperoleh dari:
1. Survei lalu lintas, dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Survei dapat
dilakukan secara manual mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan
Lalu Lintas (Pd T-19-2004-B) atau menggunakan peralatan dengan
pendekatan yang sama.
2. Hasil–hasil survei lalu lintas sebelumnya.
3. Nilai perkiraan dari butir 4.10 untuk jalan dengan lalu lintas rendah.
Dalam analisis lalu lintas, penentuan volume lalu lintas pada jam
sibuk dan lalu lintas harian rata–rata tahunan (LHRT) mengacu pada
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Penentuan nilai LHRT
didasarkan pada data survei volume lalu lintas dengan mempertimbangkan
faktor k.
3.9.2 Data Lalu Lintas
Akurasi data lalu lintas penting untuk menghasilkan desain
perkerasan yang efektif. Data harus meliputi semua jenis kendaraan
komersial. Apabila diketahui atau diduga terdapat kesalahan data, harus
dilakukan penghitungan lalu lintas khusus sebelum perencanaan akhir
dilakukan.
3.9.3 Jenis Kendaraan
Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan dalam Pedoman Survei
Pencacahan Lalu Lintas (Pd T-19-2004-B). Beban gandar kendaraan
penumpang dan kendaraan ringan sampai sedang cukup kecil sehingga
tidak berpotensi menimbulkan kerusakan struktural pada perkerasan.
Hanya kendaraan niaga dengan jumlah roda enam atau lebih yang perlu
diperhitungkan dalam analisis.
3.9.4 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan data–data pertumbuhan
series (historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor
pertumbuhan lain yang berlaku. Jika tidak tersedia data maka Tabel 3.5.
dapat digunakan (2015 – 2035).
III-18
Tabel 3.5 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)
Rata-rata
Jenis Jalan Jawa Sumatera Kalimantan
Indonesia
III-19
Perencanaan Teknis Jalan berkaitan rasio antara volume dan kapasitas
jalan yang harus dipenuhi.
Tabel 3.6 Faktor Distribusi Lajur
III-20
3. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina Marga.
Timbangan survei beban gandar yang menggunakan sistem statis
harus mempunyai kapasitas beban roda (tunggal atau ganda) minimum 18
ton atau kapasitas beban sumbu tunggal minimum 35 ton.
Kondisi beban faktual yang belum terkendali diasumsikan
berlangsung hingga tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban
kendaraan sudah terkendali dengan beban sumbu nominal terberat (MST)
12 ton. Namun demikian, untuk keperluan desain, Direktorat Jenderal Bina
Marga dapat menentukan waktu penerapan efektif beban terkendali
tersebut setiap waktu.
Jika survei beban gandar tidak mungkin dilakukan oleh perencana
dan data survei beban gandar sebelumnya tidak tersedia, maka nilai VDF
pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 menunjukkan nilai VDF regional masing-masing jenis
kendaraan niaga yang diolah dari data studi WIM yang dilakukan Ditjen
Bina Marga pada tahun 2012 – 2013. Data tersebut perlu diperbarui secara
berkala sekurang-kurangnya setiap 5 tahun.
Untuk periode beban faktual (sampai tahun 2020), digunakan nilai
VDF beban nyata. Untuk periode beban normal (terkendali) digunakan
VDF dengan muatan sumbu terberat 12 ton. Perkiraan beban gandar
kawasan dengan lalu lintas rendah dapat mengacu Tabel 3.8.
III-21
Tabel 3.8 Nilai VDF Masing – masing Jenis Kendaraan Niaga
Bali, Nusa Tenggara,
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi
Maluku dan Papua
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
VDF 4
VDF 5
5B 1.0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1.0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
6A 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5 0.55 0.5
6B 4,5 7,4 3,4 4,6 5,3 9,2 4,0 5,1 4,8 8,5 3,4 4,7 4,9 9,0 2,9 4,0 3,0 4,0 2,5 3,0
7A1 10,1 18,4 5,4 7,4 8,2 14,4 4,7 6,4 9,9 18,3 4,1 5,3 7,2 11,4 4,9 6,7 - - - -
7A2 10,5 20,0 4,3 5,6 10,2 19,0 4,3 5,6 9,6 17,7 4,2 5,4 9,4 19,1 3,8 4,8 4,9 9,7 3,9 6,0
7C1 15,9 29,5 7.0 9,6 11,0 19,8 7,4 9,7 11,7 20,4 7,0 10,2 13,2 25,5 6,5 8,8 8,0 11,9 6,5 8,8
7C2A 19,8 39,0 6,1 8,1 17,7 33,0 7,6 10,2 8,2 14,7 4,0 5,2 20,2 42,0 6,6 8,5 - - - -
7C2B 20,7 42,8 6,1 8,0 13,4 24,2 6,5 8,5 - - - - 17,0 28,8 9,3 13,5 - - - -
III-22
3.9.7 Beban Sumbu Standar Kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single
Axle Load (CESAL) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas
desain pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai
berikut:
Menggunakan VDF masing-masing kendaraan niaga
ESATH-1 = (ΣLHRJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R .……………. (Pers.2)
Dengan
ESATH-1: kumulatif lintasan sumbu standar ekuivalen
(equivalent standard axle) pada tahun pertama.
LHRJK : lintas harian rata – rata tiap jenis kendaraan niaga
(satuan kendaraan per hari).
VDFJK : Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)
tiap jenis kendaraan niaga Tabel 4.4. dan Tabel 4.5.
DD : Faktor distribusi arah.
DL : Faktor distribusi lajur (Tabel 4.2).
CESAL : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama
umur rencana.
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif
III-23
Gambar 3.2 Skala International Roughness Index (IRI)
(Sumber: Sayers, dkk., 1986)
III-24
kendaraan alat pengukur, sifat dan jenis alat roughometer, serta kondisi jalan yang
diukur. Nilai IRI di Indonesia digunakan untuk mengetahui dan mengevaluasi kondisi
kemantapan permukaan infrastruktur jalan. Direktorat Jenderal Bina Marga
menetapkan nilai batas IRI yang dapat dipakai untuk mengevaluasi kekasaran
infrastruktur jalan yang terbagi dalam empat kondisi kekasaran infrastruktur jalan
yaitu baik, sedang, rusak ringan, dan rusak berat (Siahaan dan Surbakti 2011).
Tantangan untuk menggunakan alat bantu dalam mengukur IRI secara efektif
dan efisien dapat dijawab dengan teknologi smartphone dan aplikasinya. Perangkat ini
semakin populer saat ini dan dengan daya pemrosesan yang tinggi, serta kemampuan
untuk mentransfer data melalui jaringan nirkabel. Aplikasi berbasis smartphone telah
muncul dalam beberapa tahun terakhir untuk menyelesaikan masalah lama dengan
pendekatan baru yang lebih efisien dan murah. Perbandingan antara IRI yang
menggunakan alat bantu, seperti roughometer, dan IRI yang menggunakan aplikasi
software IRI belum dilakukan. Karena itu, penelitian ini menjadi penting untuk
memberikan informasi tambahan mengenai hubungan antara pengukuran oleh aplikasi
dan pengukuran langsung dengan alat. Pada studi dilakukan analisis hubungan
antara pengukuran alat roughometer dan aplikasi android Roadbump Pro.
Tingkat kerataan jalan (IRI) ini merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan
(functional performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada
kenyamanan (riding quality). Kerataan permukaan jalan dianggap sebagai resultante
kondisi perkerasan jalan secara menyeluruh. Jika cukup rata maka jalan dianggap baik
mulai dari lapis bawah sampai dengan lapis atas perkerasan jalan dan demikian
sebaliknya (Iskandar, 2005). Nilai IRI dinyatakan dalam meter turun naik per
kilometer panjang jalan (m/km). jika nilai IRI = 10 m/km, artinya jumlah amplitude
III-25
(naik dan turun) permukaan jalan sebesar 10 m dalam tiap km panjang jalan. Semakin
besar nilai IRI-nya, maka semakin buruk keadaan permukaan perkerasan. IRI adalah
sebuah standar pengukuran kekasaran yang mengacu pada Response-Type Road
Roughness Measurement System (RTRRMS).
Menurut Saleh dkk. (2008) pada dasarnya penetapan kondisi jalan minimal
adalah sedang. Jika IRI menunjukkan di bawah 4,0 artinya jalan masih dalam tahap
pemeliharaan rutin, sementara jika IRI antara 4,1 sampai 8,0 yang dikategorikan pada
kondisi sedang, berarti jalan sudah perlu dilakukan pemeliharaan berkala (periodic
maintenance) yakni dengan pelapisan ulang (overlay). Sedang jika IRI berkisar antara
8 sampai 12, artinya jalan sudah perlu dipertimbangkan untuk peningkatan. Sementara
jika IRI > 12 berarti jalan sudah tidak dapat dipertahankan, sehingga langkah yang
harus dilakukan adalah rekonstruksi.
Jika kekasaran permukaan infrastruktur jalan tidak dipelihara dan dirawat
secara berkala maka akan berdampak buruk pada pengguna jalan dan infrastruktur
jalan itu sendiri. Dampak langsung kekasaran jalan yang buruk diantaranya,
memberikan tekanan pada struktur kendaraan, menurunkan tingkat kenyamanan bagi
pengguna jalan, meningkatkan beban dinamis pada permukaan jalan oleh roda
kendaraan sehingga dapat mempercepat kerusakan pada struktur jalan, dan
mengurangi keefektifan transmisi kendaraan, khususnya yang berhubungan dengan
pengemudian dan tindakan pengereman karena hal ini sangat berhubungan dengan
risiko kecelakaan dan peningkatan kelelahan pengguna jalan (Cantisani dan
Loprencipe, 2010). Dampak tidak langsung kondisi kekasaran jalan yang buruk yaitu
bertambahnya biaya operasional kendaraan diantaranya, biaya konsumsi bahan bakar
minyak (BBM), biaya keausan ban, biaya perawatan dan perbaikan kendaraan, serta
biaya depresiasi (Robbins dan Tran 2016; Tehrani, 2015; Ng, 2015).
III-26
Gambar 3.3 Hubungan Antara Kondisi, Umur, dan Jenis Penanganan Jalan
(Sumber: Saleh dkk,2008)
Tabel 3.9 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan Metode IRI
Rusak
8,0 < IRI rata-rata < 12 Peningkatan Jalan
Ringan
Jalan Tidak Mantap
Rusak
IRI rata-rata > 12 Peningkatan Jalan
Berat
(Sumber: Bina Marga 2011b)
III-27
3.11 Metode Penilaian Surface Distress Index (SDI )
Tata cara menilai Surface Distress Index (SDI ) adalah survei kondisi jalan dari
skala tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, dapat diperoleh dari hasil pengukuran
melalui pengamatan secara visual. Beberapa faktor yang diamati antara lain kondisi
permukaan jalan, kondisi retak di permukaan jalan, jumlah dan ukuran lubang, bekas
roda, kerusakan pada tepi jalan, dan lain-lain.
Panduan Survai Kondisi Jalan Nomor SMD-03/RCS adalah panduan survai
kondisi per km jalan, SDI per km dihitung dengan menjumlahkan hasil survai kondisi
per 100 meter. Untuk perhitungan segmen kondisi jalan per 100 meter dapat dilakukan
dengan cara mengalikan 10 parameter jumlah lubang (number of potholes) terlebih
dahulu, sebelum dimasukkan dalam formula penilaian SDI Number of Potholes.
Menurut Survei Kondisi Jalan (SKJ) / Road Condition Survey (RCS) untuk
menghitung besaran nilai SDI, hanya diperlukan 4 unsur yang dipergunakan sebagai
dukungan yaitu: persen luas retak, rata-rata lebar retak, jumlah lubang/km dan rata-
rata kedalam rutting bekas roda. Dapat dilihat seperti bagan dibawah ini:
4. >30% SDIa=40
1.Surface Distress
Index (SDI )
III-28
Tabel 3.10 Penilaian Luas Retak
Angka Kategori Luas Retak Nilai SDIa
1 Tidak ada -
2 <10% 5
3 10-30% 20
4 >30% 40
(Sumber: Bina Marga 2011b)
III-29
Tabel 3.14 Hubungan Antara Nilai SDI dengan Kondisi Jalan
Kondisi Jalan Nilai SDI
Baik < 50
Sedang 50 -100
Rusak Ringan 100 - 150
Rusak Sedang > 150
(Sumber: Bina Marga, 2011b)
III-30
Tabel 3.15 Penentuan Kondisi Segmen Jalan
Nilai Nilai SDI
IRI < 50 50 -100 100 - 150 > 150
<4 Baik Sedang Sedang Rusak Ringan
4-8 Sedang Sedang Rusak Ringan Rusak Ringan
8-12 Rusak Ringan Rusak Ringan Rusak Berat Rusak Berat
>12 Rusak Berat Rusak Berat Rusak Berat Rusak Berat
(Sumber: Bina Marga 2011b)
Tabel 3.17 Hubungan Nilai Pemicu Penanganan dan Jenis Pelapisan Perkerasan
Kriteria Beban
Lalulintas (juta < 0,5 0,5 – < 30 ≥ 30
ESA4)
- rekonstruksi – 20 tahun
Umur Rencana seluruh
- overlay struktural – 1 0 tahun
Perkerasan penanganan:
- overlay non struktural – 1 0 tahun
Lentur 10 tahun
- penanganan sementara – sesuai kebutuhan
Pemicu tahap - IRI
- IRI
perencanaan - visual
- IRI - visual
pemrograman - lendutan interval ≤ 500 m
- visual - lendutan
(tingkat - core atau test pit setiap
interval 500 m
jaringan) 5000 m
(Sumber: Manual desain perkerasan, 2017)
III-31
Nilai pemicu didefinisikan sebagai nilai batas yang menyatakan kapan
penanganan perlu atau layak dilaksanakan
3. Gunakan Tabel 3.18. hingga Tabel 3.21. untuk memilih jenis atau beberapa jenis
penanganan yang optimum dan dapat menggunakan pertimbangan (judgment) jika
diperlukan.
Tabel 3.19 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun < 1 juta ESA4
III-32
Tabel 3.20 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30 juta ESA4
Jenis Penanganan Pemicu untuk setiap jenis penanganan
Hanya pemeliharaan Lendutan dan IRI di bawah Pemicu 1, luas kerusakan
1
rutin serius < 5% terhadap total area.
Lendutan melebihi Pemicu Lendutan 2 atau
Penambalan berat permukaan rusak berat dan luas area dari seluruh
2
(Heavy Patching) segmen jalan yang membutuhkan heavy patching
lebih kecil dari 30% (jika lebih besar lihat 6 atau 7).
Kupas dan ganti
Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI >
3 material di area
Pemicu IRI 2 dan hasil pertimbangan teknis.
tertentu
Lendutan kurang dari Pemicu Lendutan 1, indeks
4 Overlaynon struktural
kerataan lebih besar dari pemicu IRI 1 .
Lebih besar dari Pemicu Lendutan 1 dan kurang dari
5 Overlay struktural
Pemicu Lendutan 2
Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal
6 Rekonstruksi
<100mm.
Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal >
7 Daur ulang
100mm.
(Sumber: Manual desain perkerasan, 2017)
Tabel 3.21 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun > 30 juta ESA4
III-33
Jenis Penanganan Pemicu untuk setiap jenis penanganan
Analisis biaya selama umur pelayanan harus dilakukan
Daur ulang atau terhadap semua opsi yang layak, termasuk daur ulang,
7
rekonstruksi rekonstruksi perkerasan lenturdan rekonstruksi perkerasan
kaku.
(Sumber: Manual desain perkerasan, 2017)
III-34
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Bagan dan Alur Penelitian
Bagan Alir Penelitian digunakan sebagai dasar pelaksanaan penelitian serta
untuk lebih mempermudah dalam penelitian tersebut. Bagan alir atau tahapan
penelitian yang dilakukan, dapat dilihat pada gambar berikut :
Rumusan Masalah
Pustaka
Tujuan Penelitian
Survey Pendahuluan
Pengumpulan Data
Jenis
Penanganan
Kerusakan
IV-1
4.2 Survey Pendahuluan
Dalam usaha mendapatkan data lapangan yang dibutuhkan, sebelum
melakukan penelitian atau survey sesungguhnya maka, terlebih dahulu peneliti
melakukan survey pendahuluan. Survey pendahuluan ini dimaksudkan untuk
mengetahui lokasi dan keadaan lapangan sehingga peneliti bisa merencanakan strategi
pengambilan data. Survey awal dilakukan dengan mengamati secara langsung kondisi
di lokasi penelitian, berupa mengidentifikasi jenis-jenis kerusakan pada jalan serta
mengamati kondisi lingkungan di sepanjang jalan dan lalu lintas kendaraan. Survey
pendahuluan ini dilakukan oleh peneliti pada tanggal 23 Juni 2020.
IV-2
RoadBum Pro. Aplikasi ini hanya dapat digunakan pada jenis handphone
android, cara kerja aplikasi ini dengan menggunakan sensor getaran built-in di
ponsel pintar untuk mengumpulkan data nilai kekasaran jalan dalam bentuk
grafik kemudian di komulatifkan menghasilkan nilai IRI per 100 m.
Penggunaan Roadbump Pro dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Smartphone yang sudah memiliki aplikasi Roadbump Pro diletakkan di
dashboard mobil dengan alas antislip atau dipasang di kaca depan bagian
dalam mobil;
2. Aplikasi disetel berdasarkan pilihan: (a) unit of measure: metric; (b)
minimum speed: 32 km/jam, vehicle/device factor: 1,1 untuk MPV dan
accelerometer rate: fastest-maximize accuracy; serta
3. Tombol start ditekan pada titik awal jalan yang akan diukur, mobil
berjalan dengan kecepatan lebih tinggi dari 32 km/jam dan bervariasi
normal kemudian tombol stop ditekan ketika sudah mencapai titik akhir
ruas jalan yang ditinjau.
IV-3
STA 5+000 STA 7+700
1.Surface Distress
Index (SDI )
IV-4
Untuk obyektivitas hasil penilaian, personil survey/surveyor harus berjumlah
minimal 3 (tiga) orang dengan rincian tugas sebagai berikut:
1. 1 orang surveyor sebagai penilai/pengamat serta pencatat hasil
pengamatan,
2. 2 orang surveyor sebagai pengukur dengan menggunakan roll meter dan
penggaris,
Metode pengambilan data dilakukan secara visual dan Alat yang diperlukan
pada metode ini yaitu roll meter, penggaris, format penilaian jalan, dan kamera
sebagai dokumentasi.
IV-5
Tabel 4.2 Umur Rencana, Hubungan Nilai Pemicu Penanganan dan Jenis Pelapisan
Perkerasan
Kriteria Beban
Lalulintas (juta < 0,5 0,5 – < 30 ≥ 30
ESA4)
- rekonstruksi – 20 tahun
Umur Rencana seluruh
- overlay struktural – 1 0 tahun
Perkerasan penanganan:
- overlay non struktural – 1 0 tahun
Lentur 10 tahun
- penanganan sementara – sesuai kebutuhan
Pemicu tahap - IRI
- IRI
perencanaan - visual
- IRI - visual
pemrograman - lendutan interval ≤ 500 m
- visual - lendutan
(tingkat - core atau test pit setiap
interval 500 m
jaringan) 5000 m
(Sumber: Manual desain perkerasan, 2017)
4. Gunakan Tabel 4.3. hingga Tabel 4.6. untuk memilih jenis atau beberapa jenis
penanganan yang optimum dan dapat menggunakan pertimbangan (judgment) jika
diperlukan.
IV-6
Tabel 4.4 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30juta ESA4
Tabel 4.5 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30juta ESA4
Jenis Penanganan Pemicu untuk setiap jenis penanganan
Hanya Lendutan dan IRI di bawah Pemicu 1, luas kerusakan
1
pemeliharaan rutin
serius < 5% terhadap total area.
Lendutan melebihi Pemicu Lendutan 2 atau permukaan
Penambalan berat rusak berat dan luas area dari seluruh segmen jalan yang
2
(Heavy Patching) membutuhkan heavy patching lebih kecil dari 30% (jika
lebih besar lihat 6 atau 7).
Kupas dan ganti
Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI >
3 material di area
Pemicu IRI 2 dan hasil pertimbangan teknis.
tertentu
Overlaynon Lendutan kurang dari Pemicu Lendutan 1, indeks
4
struktural kerataan lebih besar dari pemicu IRI 1 .
Lebih besar dari Pemicu Lendutan 1 dan kurang dari
5 Overlay struktural
Pemicu Lendutan 2
Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal
6 Rekonstruksi
<100mm.
Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal >
7 Daur ulang
100mm.
(Sumber: Manual desain perkerasan, 2017)
IV-7
Tabel 4.6 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30juta ESA4
IV-8
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
STA 5+800
STA 6+200
STA 6+600
STA 7+100
STA 5+000
STA 5+300
STA 5+700
STA 5+900
STA 6+300
STA 6+800
STA 7+200
STA 5+100
STA 7+300
STA 5+200
STA 6+000
STA 6+400
STA 6+900
STA 7+400
STA 7+500
STA 6+100
STA 6+500
STA 7+000
STA 7+600
STA 7+700
STA 7+800
V-1
5.2 Hasil Nilai Kondisi Perkerasan Menggunakan Metode IRI
Berdasarkan hasil survey kondisi permukaan jalan dengan metode IRI
menggunakan aplikasi Roadbump Pro pada tanggal 15 Juli 2020 dengan menggunakan
alat-alat sebagai berikut:
a. Smartphone
b. Stand Holder
c. Mobil Jenis MPV
(a) (b)
(c)
Gambar 5.2 Alat-alat Pengumpulan Data IRI
V-2
Langkah-langkah melakukan penelitian dengan metode IRI yaitu sebagai
berikut:
1. Mengukur tekanan ban depan dan belakang
V-3
2. Meletakan stand holder dan smartphone yang sudah terinstall aplikasi
road bump pro dibagian kaca depan diatas dashboard
V-4
4. Setelah semua alat terpasang dapat dilakukan pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan cara tombol start ditekan pada
titik awal jalan yang akan diukur, mobil berjalan dengan kecepatan
lebih tinggi dari 32 km/jam dan bervariasi normal kemudian tombol
stop ditekan ketika sudah mencapai titik akhir ruas jalan yang ditinjau.
Pengukuran dilakukan dengan 3 kali pengambilan data per 100 m ruas
kiri dan kanan.
Dari hasil pengumpulan data yang telah dilakukan dapat diperoleh salah satu
contoh data pada STA 5+000 – 5+100 seperti dibawah, untuk data lengkapnya
terdapat pada lampiran pada halaman (L-11 sampai L-91).
Gambar 5.7 Grafik Dan Hasil Nilai IRI 1 STA 5+000 – 5+100
V-5
Gambar 5.8 Grafik Dan Hasil Nilai IRI 2 STA 5+000 – 5+100
Gambar 5.9 Grafik Dan Hasil Nilai IRI 3 STA 5+000 – 5+100
Dari gambar 5.7, gambar 5.8 dan gambar 5.9 dapat diketahui bahwa pada STA
5+000 – 5+100 nilai IRI 1, IRI 2, dan IRI 3 dengan kecepatan rata-ratanya yang
kemudian dimasukan dalam tabel 5.1 dan 5.2.
V-6
Tabel 5.1 Nilai Kecepatan Rata-rata Dan Nilai IRI Kearah Utara
Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Nilai IRI Nilai IRI Nilai IRI
Jarak STA Rata-rata Rata-rata Rata-rata
No 1 2 3
1 2 3
(m) (km/jam) (km/jam) (km/jam) (m/km) (m/km) (m/km)
1 5+000 - 5+100 34.17 34.14 34.2 9.93 10.06 9.64
2 5+100 - 5+200 33.82 33.76 33,99 11.10 11.13 11.11
3 5+200 - 5+300 33.31 33.50 34.14 11.35 11.32 11.07
4 5+300 - 5+400 34.62 34.55 34.40 14.11 14.05 14.14
5 5+400 - 5+500 34.09 34.09 34.1 17.73 17.74 17.88
6 5+500 - 5+600 34.31 34.31 34.31 12.54 12.22 11.93
7 5+600 - 5+700 33.72 33.78 33.84 18.43 18.35 18.37
8 5+700 - 5+800 33.65 33.64 33.68 12.48 12.27 12.21
9 5+800 - 5+900 33.88 33.86 33.85 8.81 8.81 8.71
10 5+900 - 6+000 33.75 33.76 33.76 10.24 9.99 9.96
11 6+000 - 6+100 33.38 33.44 33.48 8.65 8.64 8.64
12 6+100 - 6+200 34.51 34.52 34.52 10.16 10.17 10.22
13 6+200 - 6+300 33.57 33.66 33.66 9.62 9.62 9.64
14 6+300 - 6+400 34.27 33.58 34.28 8.84 8.84 8.85
15 6+400 - 6+500 34.41 34.39 34.32 12.14 12.17 12.11
16 6+500 - 6+600 33.92 33.93 34.76 9.23 9.23 9.23
17 6+600 - 6+700 33.75 33,77 33.81 8.10 8.08 8.04
18 6+700 - 6+800 33.97 33.88 33.67 9.04 9.06 9.27
19 6+800 - 6+900 33.76 33.68 33.07 9.86 9.86 9.85
20 6+900 - 7+000 33.14 33.92 33.17 12.85 12.72 12.78
21 7+000 - 7+100 32.88 32.92 33.33 11.45 11.46 11.35
22 7+100 - 7+200 32.99 33.74 33.03 12.79 12.72 12.82
23 7+200 - 7+300 33.99 33.15 34 13.14 13.15 13.14
24 7+300 - 7+400 33.83 33.79 33.76 11.33 11.27 11.22
25 7+400 - 7+500 33.37 33.39 33.44 15.49 15.24 15.22
26 7+500 - 7+600 34.05 34.10 34.10 13.53 13.54 13.49
27 7+600 - 7+700 34.69 34.71 34.74 9.67 9.72 9.76
V-7
Tabel 5.2 Nilai Kecepatan Rata-rata Dan Nilai IRI Kearah Selatan
Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Nilai IRI Nilai IRI Nilai IRI
Jarak STA Rata-rata Rata-rata Rata-rata
No 1 2 3
1 2 3
(m) (km/jam) (km/jam) (km/jam) (m/km) (m/km) (m/km)
1 7+700 - 7+600 33.55 34.11 33.65 7.76 7.81 7.72
2 7+600 - 7+500 33.97 33.93 33.26 7.80 7.83 7.79
3 7+500 - 7+400 34.48 34.70 34.58 7.60 7.52 7.60
4 7+400 - 7+300 33.89 33.82 33.75 9.25 9.18 9.18
5 7+300 - 7+200 32.81 32.85 33.01 8.02 8.06 7.98
6 7+200 - 7+100 34.22 34.16 34.14 8.07 8.06 8.07
7 7+100 - 7+000 34.89 33.71 34.93 8.60 8.68 8.47
8 7+000 - 6+900 33.91 33.93 33.94 10.16 10.11 10.21
9 6+900 - 6+800 34.02 33.98 33.90 8.48 8.62 8.71
10 6+800 - 6+700 33.56 33.54 33.52 12.00 12.05 12.31
11 6+700 - 6+600 33.48 33.43 33.40 13.25 13.21 13.22
12 6+600 - 6+500 33.41 33.59 33.93 10.69 10.65 10.59
13 6+500 - 6+400 33.62 33.65 33.71 10.46 10.31 10.48
14 6+400 - 6+300 33.66 33.58 33.62 13.34 13.20 13.34
15 6+300 - 6+200 33.28 34.15 33.31 14.28 14.27 14.29
16 6+200 - 6+100 33.58 33.88 33.63 13.42 13.29 13.35
17 6+100 - 6+000 34.21 34.47 33.86 11.52 11.50 11.54
18 6+000 - 5+900 33.56 34.02 33.53 9.40 9.50 9.51
19 5+900 - 5+800 33.78 33.71 33.76 14.00 13.99 13.99
20 5+800 - 5+700 33.13 33.22 33.17 21.40 21.44 21.33
21 5+700 - 5+600 34.27 34.31 34.31 21.40 21.23 21.32
22 5+600 - 5+500 33.97 33.94 33.92 8.20 8.20 8.18
23 5+500 - 5+400 33.50 33.48 33.47 10.88 10.85 10.74
24 5+400 - 5+300 33.17 33.18 33.35 10.55 10.49 10.50
25 5+300 - 5+200 34.06 34.21 33.25 10.34 10.33 10.34
26 5+200 - 5+100 34.83 34.83 34.84 10.56 10.59 10.61
27 5+100 - 5+000 34.16 34.20 34.14 12.31 12.31 12.31
V-8
Dari tabel 5.1 diketahui bahwa nilai IRI kearah utara pada segmen
5+000–5+100 yaitu IRI 1 = 9,93 m/km dengan kecepatan rata-rata 1 = 34,17
km/jam, IRI 2 = 10,06 m/km dengan kecepatan rata-rata 2 = 34,14 km/jam, dan
IRI 3 = 9,64 m/km dengan kecepatan rata-rata 1 = 34,20 km/jam. Sehingga
diperoleh nilai rata-rata dalam satu segmen yaitu:
9,93+10,06+9,64
1. Nilai IRI Rata − rata = = 9,88 m/km
3
34,17+34,14+34,20
2. Kecepatan Rata − rata = = 34,17 km/jam
3
Dari hasil perhitungan data direkap pada tabel 5.3 dan tabel 5.4 beserta penilaian
kondisinya yang dapat dilihat pada tabel 3.9 pada halaman (III-27) , dan nilai kondisi
jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan Kayumalue Pajeko dapat disajikan dalam
grafik pada gambar 5.10 dan gambar 5.11 sebagai berikut:
Tabel 5.3 Rekap Nilai Kondisi Permukaan Jalan Metode IRI Kearah Utara
Kecepatan Nilai IRI
Jarak STA
No Rata-rata Rata-rata Kondisi
(m) (km/jam) (m/km)
1 5+000 - 5+100 34.17 9.88 Rusak Ringan
2 5+100 - 5+200 33.79 11.12 Rusak Ringan
3 5+200 - 5+300 33.65 11.25 Rusak Ringan
4 5+300 - 5+400 34.52 14.10 Rusak Berat
5 5+400 - 5+500 34.09 17.78 Rusak Berat
6 5+500 - 5+600 34.31 12.23 Rusak Berat
7 5+600 - 5+700 33.78 18.38 Rusak Berat
8 5+700 - 5+800 33.66 12.32 Rusak Berat
9 5+800 - 5+900 33.86 8.78 Rusak Ringan
10 5+900 - 6+000 33.76 10.06 Rusak Ringan
11 6+000 - 6+100 33.43 8.64 Rusak Ringan
12 6+100 - 6+200 34.52 10.18 Rusak Ringan
13 6+200 - 6+300 33.63 9.63 Rusak Ringan
14 6+300 - 6+400 34.04 8.84 Rusak Ringan
15 6+400 - 6+500 34.37 12.14 Rusak Berat
16 6+500 - 6+600 34.20 9.23 Rusak Ringan
17 6+600 - 6+700 33.78 8.07 Rusak Ringan
18 6+700 - 6+800 33.84 9.12 Rusak Ringan
19 6+800 - 6+900 33.50 9.86 Rusak Ringan
20 6+900 - 7+000 33.41 12.78 Rusak Berat
V-9
Kecepatan Nilai IRI
No Jarak STA Kondisi
Rata-rata Rata-rata
(m) (km/jam) (m/km)
21 7+000 - 7+100 33.04 11.42 Rusak Ringan
22 7+100 - 7+200 33.25 12.78 Rusak Berat
23 7+200 - 7+300 33.71 13.14 Rusak Berat
24 7+300 - 7+400 33.79 11.27 Rusak Ringan
25 7+400 - 7+500 33.40 15.32 Rusak Berat
26 7+500 - 7+600 34.08 13.52 Rusak Berat
27 7+600 - 7+700 34.71 9.72 Rusak Ringan
Jl. Trans Sulawesi Kayumalue
33.86 11.54 Rusak Ringan
Pajeko
6+900 - 7+000
5+100 - 5+200
5+200 - 5+300
5+300 - 5+400
5+400 - 5+500
5+500 - 5+600
5+600 - 5+700
5+700 - 5+800
5+800 - 5+900
5+900 - 6+000
6+000 - 6+100
6+100 - 6+200
6+200 - 6+300
6+300 - 6+400
6+400 - 6+500
6+500 - 6+600
6+600 - 6+700
6+700 - 6+800
6+800 - 6+900
7+000 - 7+100
7+100 - 7+200
7+200 - 7+300
7+300 - 7+400
7+400 - 7+500
7+500 - 7+600
7+600 - 7+700
V-10
Tabel 5.4 Rekap Nilai Kondisi Permukaan Jalan Metode IRI Kearah Selatan
Kecepatan Nilai IRI
Jarak STA
No Rata-rata Rata-rata Kondisi
(m) (km/jam) (m/km)
1 7+700 - 7+600 33.77 7.76 Sedang
2 7+600 - 7+500 33.72 7.81 Sedang
3 7+500 - 7+400 34.59 7.57 Sedang
4 7+400 - 7+300 33.82 9.20 Rusak Ringan
5 7+300 - 7+200 32.89 8.02 Rusak Ringan
6 7+200 - 7+100 34.17 8.07 Rusak Ringan
7 7+100 - 7+000 34.51 8.58 Rusak Ringan
8 7+000 - 6+900 33.93 10.16 Rusak Ringan
9 6+900 - 6+800 33.97 8.60 Rusak Ringan
10 6+800 - 6+700 33.54 12.12 Rusak Berat
11 6+700 - 6+600 33.44 13.23 Rusak Berat
12 6+600 - 6+500 33.64 10.64 Rusak Ringan
13 6+500 - 6+400 33.66 10.42 Rusak Ringan
14 6+400 - 6+300 33.62 13.29 Rusak Berat
15 6+300 - 6+200 33.58 14.28 Rusak Berat
16 6+200 - 6+100 33.70 13.35 Rusak Berat
17 6+100 - 6+000 34.18 11.52 Rusak Ringan
18 6+000 - 5+900 33.70 9.47 Rusak Ringan
19 5+900 - 5+800 33.75 13.99 Rusak Berat
20 5+800 - 5+700 33.17 21.39 Rusak Berat
21 5+700 - 5+600 34.30 21.32 Rusak Berat
22 5+600 - 5+500 33.94 8.19 Rusak Ringan
23 5+500 - 5+400 33.48 10.82 Rusak Ringan
24 5+400 - 5+300 33.23 10.51 Rusak Ringan
25 5+300 - 5+200 33.84 10.34 Rusak Ringan
26 5+200 - 5+100 34.83 10.59 Rusak Ringan
27 5+100 - 5+000 34.17 12.31 Rusak Berat
Jl. Trans Sulawesi Kayumalue
33.82 11.24 Rusak Ringan
Pajeko
V-11
Nilai IRI Rata-rata Kearah Selatan
24.00
22.00 21.39 21.32
20.00
Nilai IRI (m/Km)
18.00
16.00
14.00 13.23 14.28 13.99
13.29 13.35 12.31
12.00 12.12 11.52 10.82 10.51 10.59
10.00 9.20 10.16 10.64 10.42 10.34
9.47
8.00 7.767.817.57 8.028.07 8.58 8.60 8.19
6.00
4.00
2.00
0.00
6+400 - 6+300
7+700 - 7+600
7+600 - 7+500
7+500 - 7+400
7+400 - 7+300
7+300 - 7+200
7+200 - 7+100
7+100 - 7+000
7+000 - 6+900
6+900 - 6+800
6+800 - 6+700
6+700 - 6+600
6+600 - 6+500
6+500 - 6+400
6+300 - 6+200
6+200 - 6+100
6+100 - 6+000
6+000 - 5+900
5+900 - 5+800
5+800 - 5+700
5+700 - 5+600
5+600 - 5+500
5+500 - 5+400
5+400 - 5+300
5+300 - 5+200
5+200 - 5+100
5+100 - 5+000
Jarak STA (m)
Dari tabel dan gambar hasil nilai kondisi kemantapan permukaan jalan
menggunakan metode IRI secara keseluruhan pada jalan Trans Sulawesi segmen
Kelurahan Kayumalue Pajeko dapat diketahui bahwa nilai IRI rata-rata pada arah utara
yang diperoleh yaitu 11,54 m/km dengan kecepatan rata-rata 33,86 km/jam dan nilai
IRI rata-rata pada arah selatan yang diperoleh yaitu 11,24 m/km dengan kecepatan
rata-rata 33,82 km/jam, menurut tabel 3.9 pada halaman (III-27) kedua ruas jalan
tersebut dalam kondisi rusak ringan dengan tingkat kemantapan jalan tidak mantap.
V-12
Gambar 5.12 Pengukuran Kerusakan Alur
V-13
Gambar 5.14 Lubang Pada STA 7+000 - 7+100
V-14
Tabel 5.5 Data Hasil Pengumpulan Metode SDI
Rata-Rata
Panjang Lebar Luas Retak Luas Retak Total Luas Rata-Rata
Jarak STA Lebar Retak Total Jumlah Kedalaman Alur Kedalaman
No Retak (P) Retak (L) (PxL) Per Segmen Retak Lebar Retak
Lubang Alur
(m) (m) (m) (m²) (m²) (%) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 5+000 - 5+100 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 5+100 - 5+200 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 5+200 - 5+300 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 1 11 12 10 11 11 11
4 5+300 - 5+400 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 5+400 - 5+500 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 5+500 - 5+600 2.20 0.13 0.29 700 0.04 6 8 8 7 7 7.2 0 14 16 13 14 15 14.4
7 5+600 - 5+700 0.40 0.25 0.10 700 0.01 4 5 4 4 5 4.4 0 0 0 0 0 0 0
8 5+700 - 5+800 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 5+800 - 5+900 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
10 5+900 - 6+000 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 6+000 - 6+100 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 6+100 - 6+200 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 6+200 - 6+300 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 6+300 - 6+400 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 6+400 - 6+500 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 6+500 - 6+600 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 14 15 13 14 13 13.8
17 6+600 - 6+700 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 9 10 9 11 10 9.8
18 6+700 - 6+800 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 6+800 - 6+900 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 6+900 - 7+000 3 1 3 700 0 4 4 5 7 6 5.2 4 0 0 0 0 0 0
21 7+000 - 7+100 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
22 7+100 - 7+200 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
23 7+200 - 7+300 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 7+300 - 7+400 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 7+400 - 7+500 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
26 7+500 - 7+600 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
27 7+600 - 7+700 0 0 0 700 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
V-15
Contoh perhitungan SDI pada STA 5+500 - 5+600
Menghitung Total Luas Retak (SDIa)
a. Luas Perkerasan Jalan Persegmen
Panjang Persegmen (P) = 100 m
Lebar Jalan (L) =7m
P x L = 100 x 7 = 700 m2 (100%)
b. Total Luas Retak
Panjang Retak (P) = 2.2 m
Lebar Area Retak (L) = 0.13 m
P x L = 2,2 x 0.13 = 0,29 m2
Maka,
0,29
Persentase Luas Retak = 𝑥 100 = 0.04 %
700
Menurut tabel 3.10 Penilaian Luas Retak karena nilai persentase luas
retak <10% maka nilai SDIa = 5
Menghitung rata-rata lebar retak (SDIb)
6+8+8+7+7
Rata-rata lebar retak = = 7,2 𝑚𝑚
5
Menurut Tabel 3.11 Penilaian Lebar Retak maka nilai SDIb adalah
SDIb = SDIa x 2 = 5 x 2 = 10
Menghitung Total Jumlah Lubang (SDIc)
Menurut tabel 3.12 Penliaian Jumlah Lubang karena jumlah lubang
pada segmen ini tidak ada maka nilai SDIc = 10
Menghitung Rata-rata Kedalaman Alur (SDI)
14+16+13+14+15
Rata-rata kedalaman alur = 5
= 14,4 𝑚𝑚 =1,44 cm
V-16
Tabel 5.6 Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan SDI
Total Rata-Rata Rata-Rata
Jarak STA Luas Lebar Total Kedalaman Nilai
No Retak Retak Jumlah Alur Kondisi
SDI
Lubang
(m) (%) (mm) (mm)
1 5+000 - 5+100 0 0 0 0 0 BAIK
2 5+100 - 5+200 0 0 0 0 0 BAIK
3 5+200 - 5+300 0 0 1 11 25 BAIK
4 5+300 - 5+400 0 0 0 0 0 BAIK
5 5+400 - 5+500 0 0 0 0 0 BAIK
6 5+500 - 5+600 0.04 7.2 0 14.4 20 BAIK
7 5+600 - 5+700 0.01 4.4 0 0 10 BAIK
8 5+700 - 5+800 0 0 0 0 0 BAIK
9 5+800 - 5+900 0 0 1 0 15 BAIK
10 5+900 - 6+000 0 0 0 0 0 BAIK
11 6+000 - 6+100 0 0 0 0 0 BAIK
12 6+100 - 6+200 0 0 0 0 0 BAIK
13 6+200 - 6+300 0 0 0 0 0 BAIK
14 6+300 - 6+400 0 0 0 0 0 BAIK
15 6+400 - 6+500 0 0 0 0 0 BAIK
16 6+500 - 6+600 0 0 0 13.8 10 BAIK
17 6+600 - 6+700 0 0 0 9.8 10 BAIK
18 6+700 - 6+800 0 0 0 0 0 BAIK
19 6+800 - 6+900 0 0 0 0 0 BAIK
20 6+900 - 7+000 0.43 5.2 4 0 25 BAIK
21 7+000 - 7+100 0 0 1 0 15 BAIK
22 7+100 - 7+200 0 0 1 0 15 BAIK
23 7+200 - 7+300 0 0 0 0 0 BAIK
24 7+300 - 7+400 0 0 0 0 0 BAIK
25 7+400 - 7+500 0 0 1 0 15 BAIK
26 7+500 - 7+600 0 0 2 0 15 BAIK
27 7+600 - 7+700 0 0 0 0 0 BAIK
Total Nilai SDI (STA 5+000 – STA 7+700) 175 SEDANG
V-17
Nilai SDI
30
28 25 25
26
24 20
22
20
NILAI SDI
18 15 15 15 15 15
16
14 10 10 10
12
10
8
6
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2
0
6+400 - 6+500
5+000 - 5+100
5+100 - 5+200
5+200 - 5+300
5+300 - 5+400
5+400 - 5+500
5+500 - 5+600
5+600 - 5+700
5+700 - 5+800
5+800 - 5+900
5+900 - 6+000
6+000 - 6+100
6+100 - 6+200
6+200 - 6+300
6+300 - 6+400
6+500 - 6+600
6+600 - 6+700
6+700 - 6+800
6+800 - 6+900
6+900 - 7+000
7+000 - 7+100
7+100 - 7+200
7+200 - 7+300
7+300 - 7+400
7+400 - 7+500
7+500 - 7+600
7+600 - 7+700
JARAK STA (M)
Nilai SDI
V-18
penilaian kondisi kerusakan jalan dengan metode IRI memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai metode SDI.
V-19
Contoh Perhitungan ESAL Bus Besar (5b) :
1. Diketahui data lalu lintas harian rata-rata 2 arah sebagai berikut.
Lintas Harian Rata-
Jenis Kendaraan Klasifikasi rata 2 Arah 2018
(kend/hari)
Sepeda Motor 1
Kendaraan Ringan 2,3,4 12357
Bus Kecil 5a
Bus Besar 5b 25
Truk 2 As (1.1) 6a 88
Truk 2 as (1.2) 6b 507
Truk 3 as (1.22) 7a1 71
Truk 3 as (1.1.2) 7a2 8
Truk Gandeng (1.2+2.2) 7b 1
Truk Semi Trailer 4 as (1.2-
7c1 12
22)
Truk Semi Trailer 5 as (1.2-
7c2a 3
222)
Truk Semi Trailer 5 as
7c2b 19
(1.22-22)
Truk Semi Trailer 6 as
7c3 0
(1.22-222)
Kendaraan tak bermotor 8 8
Lainnya 0
2. Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun 4,75 % (Tabel 3.5). Data awal
2018; tahun pertama setelah pembukaan untuk lalu lintas 2020 (2 tahun
setelah 2018); permulaan periode beban normal MST 12 ton tahun 2024
(6 tahun setelah 2018). Nilai distribusi arah (DD) untuk jalan dua arah
umumnya diambil 0,50.
3. LHR 2020 = LHR 2018 x (1+0,0475)2
= 25 x (1+0,0475)2
= 27,902 = 28 kendaraan
4. LHR 2024 = LHR 2018 x (1+0,0475)6
= 25 x (1+0,0475)6
= 33,593 = 34 kendaraan
5. Nilai VDF4 faktual, Nilai VDF4 normal, Nilai VDF5 faktual, Nilai
VDF5 normal dapat dilihat pada tabel 3.8 pada halaman (III-22)
V-20
6. Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas R(2020-2024) dan R(2025-2030) dihitung
(1+0,01 𝑖)𝑈𝑅 − 1
dari formula R = dengan UR masing-masing 4 dan 6 maka:
0,01 𝑖
(1+0,01 𝑥 4,75)4 − 1
R(2020-2024) = 0,01 𝑥 4,75
= 4,294
(1+0,01 𝑥 4,75)6 − 1
R(2025-2030) = 0,01 𝑥 4,75
= 6,759
7. ESA4 (’20-’24) = LHR 2020 x VDF4 Faktual x 365 x DD x R(2020-2024)
= 28 x 0,55 x 365 x 0,50 x 4,294
= 12025,901
8. ESA4 (’25-’30) = LHR 2024 x VDF4 Normal x 365 x DD x R(2025-2030)
= 34 x 0,55 x 365 x 0,50 x 6,759
= 22790,516
9. ESA5 (’20-’24) = LHR 2020 x VDF5 Faktual x 365 x DD x R(2020-2024)
= 28 x 0,50 x 365 x 0,50 x 4,294
= 10932,637
10. ESA5 (’25-’30) = LHR 2024 x VDF5 Normal x 365 x DD x R(2025-2030)
= 34 x 0,50 x 365 x 0,50 x 6,759
= 20718,651
Dari Contoh Perhitungan Maka Tabel Rekapitulasi Nilai CESAL yaitu
sebagai berikut :
V-21
Tabel 5.8 Rekapitulasi Perhitungan CESAL
LHR (2 arah)
LHR 2020 LHR 2024 VDF4 VDF4 VDF5 VDF5 ESA4 ESA4 ESA5 ESA5
Jenis Kendaraan 2018
(kend/hari) (kend/hari) (kend/hari) Faktual Normal Faktual Normal ('20-'24) ('25-'30) ('20-'24) ('25-'30)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Mobil Penumpang
dan kendaraan 12357 13559 16325 - - - - - - - -
ringan lain
5b 25 28 34 0.55 0.55 0.5 0.5 12025.901 22790.516 10932.637 20718.651
6a 88 97 116 4.9 2.9 9 4 370776.093 415862.897 681017.315 573603.996
6b 507 556 670 7.2 4.9 11.4 6.7 3138870.713 4048307.979 4969878.629 5535441.522
7a1 71 77 93 9.4 3.8 19.1 4.8 570413.420 437000.577 1159031.524 552000.729
7a2 8 9 11 - - - - - - - -
7b 1 1 1 - - - - - - - -
7c1 12 13 15 13.2 6.5 25.5 8.8 131339.054 122565.951 253723.172 165935.442
7c2a 3 3 4 20.2 6.6 42 8.5 54589.483 33801.664 113502.886 43532.446
7c2b 19 21 25 17 9.3 28.8 13.5 275649.865 285777.705 466983.301 414838.605
7c3 0 0 0 28.7 6.9 59.6 8.8 0.000 0.000 0.000 0.000
4553664.530 5366107.290 7655069.464 7306071.391
Jumlah ESA 9919771.820 14961140.855
V-22
Dari tabel 5.8 diperoleh nilai Cumulative Equivalent Single Axe Load (CESAL)
yaitu CESA4 = 9919771.820 dan CESA5 = 14961140.855.
V-23
3. Gunakan Tabel dibawah ini untuk memilih jenis penanganan yang
optimum
Tabel 5.11 Pemilihan Jenis Penanganan Perkerasan Lentur Eksisting Dengan Beban
Lalu Lintas 10 Tahun 1 – 30 juta ESA4
Jenis Penanganan Pemicu untuk setiap jenis penanganan
Hanya pemeliharaan Lendutan dan IRI di bawah Pemicu 1, luas kerusakan
1
rutin serius < 5% terhadap total area.
Lendutan melebihi Pemicu Lendutan 2 atau
Penambalan berat permukaan rusak berat dan luas area dari seluruh
2
(Heavy Patching) segmen jalan yang membutuhkan heavy patching
lebih kecil dari 30% (jika lebih besar lihat 6 atau 7).
Kupas dan ganti
Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI >
3 material di area
Pemicu IRI 2 dan hasil pertimbangan teknis.
tertentu
Lendutan kurang dari Pemicu Lendutan 1, indeks
4 Overlaynon struktural
kerataan lebih besar dari pemicu IRI 1 .
Lebih besar dari Pemicu Lendutan 1 dan kurang dari
5 Overlay struktural
Pemicu Lendutan 2
Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal
6 Rekonstruksi
<100mm.
Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal >
7 Daur ulang
100mm.
(Sumber: Manual desain perkerasan, 2017)
Jadi dari hasil evaluasi menurut metode MDP 2017 penanganan yang dapat
dilakukan pada jalan Trans Sulawesi Kelurahan Kayumalue Pajeko yaitu
pemeliharaan rutin atau rekontruksi yang dilakukan secara terus menerus sepanjang
tahun. Misalnya, perbaikan kerusakan kecil, penambalan lubang, pemburasan,
perbaikan kerusakan tepi perkerasan, perawatan trotoar.
V-24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan serta tujuan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil penilaian kondisi kemantapan permukaan jalan menggunakan
metode IRI secara keseluruhan pada jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan
Kayumalue Pajeko dapat diketahui bahwa nilai IRI yang diperoleh yaitu nilai
11,54 m/km kearah utara, IRI = 11,24 m/km kearah selatan artinya ruas jalan
tersebut dalam kondisi rusak ringan dengan tingkat kemantapan jalan tidak
mantap.
2. Dari hasil nilai kondisi kemantapan permukaan jalan menggunakan metode
sdi secara keseluruhan pada jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan
Kayumalue Pajeko dapat diketahui bahwa nilai sdi yang diperoleh yaitu 175
artinya ruas jalan tersebut dalam kondisi sedang.
3. Bentuk evaluasi yang tepat menurut peneliti terhadap masalah kerusakan pada
ruas jalan Trans Sulawesi segmen Kelurahan Kayumalue Pajeko menurut
MDP 2017 yaitu melakukan pemeliharaan rutin.
6.2 Saran
Penilaian menggunakan metode SDI kurang mewakili keadan dilapangan
sehingga hasil yang diperoleh kurang akurat untuk menggambarkan keadaan
dilapangan karena pada metode SDI hanya menilai hanya menilai 4 unsur yang
dipergunakan sebagai dukungan yaitu: persen luas retak, rata-rata lebar retak, jumlah
lubang/km dan rata-rata kedalam rutting bekas roda. Sedangkan banyak kerusakan
berupa kegemukan atau bleding yang tidak terukur oleh SDI dan membuat nilai IRI
menjadi besar olehnya itu kedepannya untuk metode visual sebaiknya menggunakan
metode Pavement Condition Index (PCI) yang mencakup 19 kerusakan sehingga lebih
optimal dalam penilaian.
VI-1
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi., Saleh, S.M., dan Anggraini, R. (2008). Tinjauan Kondisi Perkerasan Jalan
Dengan Kombinasi Nilai International Roughness Index (IRI) Dan Surface
Distress Index (SDI) Pada Jalan Takengon-Blangkejeren. Jurnal Teknik Sipil
Perkerasan Jalan Dan Geometrik, vol. 1, no. 3.
Cantisani, G. dan Loprencipe, G. (2010). Road Roughness and Whole Body Vibration
: Evaluation Tools and Comfort Limits. J. Transp. Eng., vol. 136, no. 9, pp.
818–826.
Gillespie, T. D. (1992). Everything You Always Wanted To Know About The IRI, But
Were Afraid to Ask. Road Profile Users Gr. Meet.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2009. Pemeliharaan Jalan Raya. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina
Marga. (2017). Manual Desain Perkerasan Jalan, No/02/M/BM/2017.
Jakarta.
Peterson, W.D.O. (1987). Road Deterioration And Maintenance Effects: Models For
Planning And Management.
Setiawan, A., Novita P., dan Ferra C.M. (2019). Pemanfaatan Aplikasi Smartphone
Untuk Mengukur Kemantapan Permukaan Jalan Berdasarkan International
Roughness Index. Jurnal Transportasi vol. 19, no. 3.
P-1
Sayers, M. W. dan Karamihas, S. M. (1986). The Little Book Of Profiling. Univ.
Michigan.
Sukirman S, 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung
P-2