Anda di halaman 1dari 9

Tugas 1

1. a)Lingkungan ekstern atau eksternal terdiri atas unsur-unsur yang berada di luar
organisasi, dimana unsur-unsur ini tidak dapat dikendalikan dan diketahui terlebih
dahulu oleh manajer, disamping itu juga akan mempengaruhi manajer didalam
pengambilan keputusan yang akan dibuat. Unsur-unsur lingkungan eksternal
organisasi contohnya yaitu perubahan perekonomian, peraturan pemerintah, perilaku
konsumen atau masyarakat, perkembangan teknologi, politik dan lain
sebagainya.Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua yaitu lingkungan mikro dan
lingkungan makro. Lingkungan eksternal mikro yaitu lingkungan yang mempunyai
pengaruh langsung terhadap kegiatan manajemen. Lingkungan eksternal mikro
diartikan sebagai faktor-faktor di luar rumah tangga produksi atau dunia usaha yang
berpengaruh langsung terhadap kegiatan dunia usaha.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan ekasternak mikro adalah :
 Penyedia/pemasok (supplier) dengan adanya pemasok faktor-faktor produksi,
muncul kegiatan produksi, disamping itu pemasok juga menunjang
kelangsungan hidup dunia usaha
 Perantara adalah pihak-pihak yang berperan dalam penyebaran hasil-hasil
produksi dari produsen ke tangan konsumen hingga siap dikonsumsi, misalnya
distributor, pengecer dan sebagainya.
 Teknologi berkaitan secara langsung dengan perkembangan proses
pengolahan yang berupa penemuan baru baik peralatan maupun metode
kerjanya. Lembaga yang berkecimpung dalam bidang ini misalnya lembaga
Ristek, Litbang dan sebagainya.
 Pasar dalam arti luas. Meskipun letaknya berada di luar kegiatan produksi,
tetapi karena seluruh hasil produksi adalah untuk melayani (dijual ke) pasar,
maka semua pihak yang terlibat dan berada di dalam pasar termasuk unsur
lingkungan eksternal mikro.
b. Lingkungan eksternal makro yaitu lingkungan yang mempunyai pengaruh tidak
langsung. Masing-masing anggota dunia usaha memiliki perbedaan dalam
memberikan faktor-faktor yang secara kongkret dapat dimasukkan ke dalam
lingkungan eksternal makro atau mikro. Hal ini disebabkan oleh sifat majemuk
kegiatan dunia usaha. Oleh karena itu pertimbangan pemilihan factor eksternal makro
dan mikro dilakukan secara umum.
Secara umum unsure-unsur lingkungan eksternal makro dunia usaha adalah
sebagai berikut :
 Keadaan alam.
 Politik dan hankam, keadaan politik dan pertahanan keamanan secara umum
menciptakan iklim ketenangan usaha.
 Hukum peraturan perundangan-undanagan yang berlaku misalnya undang-
undang perpajakan, perburuhan dan sebagainya.
 Perekonomian, tingkat pendapatan, pola-pola pemenuhan kebutuhan
masyarakat, tingkat investasi dan sebagainya.
 Pendidikan dan teknologi tingkat kecerdasan kehidupan masyarakat yang
berkaitan dengan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
teknologi pada umumnya.
 Sosial dan kebudayaan: pandangan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat
seperti terwujud dalam norma-norma etika dan sosial, kepercayaan, agama,
kesenian, pola hubungan antar individu dan sitem kerja samanya, serta strata
sosial.
 Kependudukan jumlah tingkat kelahiran-kematian, penyebaran penduduk
(misalnya urbanisasi dan transmigrasi), umur dan jenis kelamin.
 Hubungan internasional: mencakup banyak hal seperti proteksi bahan barang
dan jasa, nialai tukar mata uang teknologi, kebudayaan, polkam dan
sebagainya.

2. Adapun yang dimaksud dengan prinsip-prinsip anggaran adalah sebagai berikut :

1. Transparansi dan Akuntabilitas

Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran,
hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
dianggarkan. Anggota memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses
anggaran tersebut.
2. Disiplin

Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan
pada setiap pos atau pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan atau proyek yang
belum atau tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan setiap pos
anggaran harus sesuai dengan kegiatan atau proyek yang diusulkan.

3. Keadilan

Mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil tanpa diskriminasi dalam pemberian


pelayanan, karena pendapatan pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta karyawan
secara keseluruhan.

4. Efisiensi dan Efektivitas

Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna,


tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan. Dana
yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal.

5. Disusun Dengan Pendekatan Kinerja

Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian


hasil kerja (output atau outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah
ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang
telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap
unit kerja yang terkait.

Tahapan tersebut merupakan urutan-urutan seri tugas yang saling


berhubungan dan diadakan untuk menjamin pelaksanaan kerja yang seragam.
Prosedur ini biasanya terdiri dari bagan alur (flowchart), formulir, dan uraian
tugas yang ditetapkan dalam standard operating procedures (SOP)
organisasi.
1. Tahap Persiapan
Anggaran yang akan dibuat pada tahun yang akan datang sebaiknya disiapkan beberapa
bulan sebelum tahun anggaran berikutnya dimulai. Dengan demikian anggaran yang
dibuat dapat digunakan pada awal tahun anggaran. Tahun anggaran biasanya dimulai
tanggal 1 Januari sampai 31 Desember tahun yang sama. Sebelum menyusun anggaran,
lebih dahulu penyusuan anggaran melakukan 2 (dua) hal, yaitu:
Menetapkan rencana besar organisasi, seperti tujuan, kebijakan, asumsi sebagai dasar
penyusunan anggaran,Membentuk panitia penyusunan anggaran yang terdiri dari
ketua,sekretaris, dan anggota.
2. Tahap Penyusunan
a. Menyusun rancangan rencana keuangan yang terdiri dari rencana pendapatan,
rencana biaya (belanja) dan rencana pembiayaan,
b. Melibatkan pihak-pihak terkait dengan bidang yang direncanakan.
3. Tahap Ratifikasi (Pengesahan)
a. Melakukan perundingan untuk menyesuaikan rencana akhir setiap komponen
anggaran,
b. Melakukan koordinasi dan penelaahan setap komponen anggaran,
c. Mengesahkan dan mendistribusikan anggaran kepada pengguna anggaran.
4. Tahap Implementasi dan Pertanggungjawaban
a. Melaksanakan kegiatan / pekerjaan berdasarkan anggaran yang sudah disahkan.
b. Menyusun laporan realisasi anggaran bagi setiap pengguna anggaran,
c. Melakukan analisa variance (selisih) dan disampaikan ke pimpinan
organisasi dan pihak terkait lainnya

3. Menurut Wibowo (2008), kinerja memiliki pengertian yang berasal dari kata
performance. Pengertian dari performance yaitu hasil kerja ataupun prestasi kerja. Namun,
kinerja sesungguhnya memiliki pengerian yang lebih luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi
juga bagaimana suatu proses kerja berlangsung hingga memberikan suatu hasil. Armstrong
dan Baron dalam Wibowo (2008) pun menyatakan pendapata bahwa kinerja merupakan
hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan
konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Kinerja memiliki dua dimensi, yaitu
(i) indicator yang berkaitan dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indicator
yang berkaitan dengan posisi perusahaan di masa akan datang.
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian
peningkatan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya oleh
perusahaan. Stefan Tangen dalam Engelbert Christian (2010) menyatakan bahwa sistem
pengukuran kinerja yang baik adalah sekumpulan ukuran kinerja yang menyediakan perusahaan
dengan informasi yang berguna sehingga membantu mengelola, mengontrol, merencanakan dan
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Berikut ini terdapat beberapa
metode pengukuran kinerja.

1. Balanced Scorecard (BSC)


       Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan (1992) dan Norton (1996) dengan
berpandangan kepada empat perspektif., yaitu : (i) perspectif keuangan, (ii) perspektif pelanggan,
(iii) perspektif internal, dan (iv) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. BSC bukan
merupakan daftar pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk melaksanakan dan
menyelaraskan program-program yang berfokus pada strategi. Scorecard menerjemahkan visi
dan strategi unit bisnis ke dalam tujuan dan ukuran di empat perspektif yang berbeda.
2. Performance Pyramid System (PPS)
PPS adalah sebuah sistem yang saling terkait dari variable kinerja yang berbeda, yang
dikontrol pada tingkat organisasi yang berbeda. Tujuan dari kinerja piramida adalah link suatu
strategi organisasi dengan operasi-operasi dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari atas ke
bawah (prioritas pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas. Pengukuran kinerja ini
mencakup empat tingkat tujuan yang membahas efektivitas organisasi eksternal (sisi kiri
piramida) dan efisiensi internal (sisi kanan piramida).
ynch dan Cross (1992) menyatakan bahwa kinerja piramida berguna untuk menggambarkan
bagaimana tujuan dikomunikasikan sampai ke tingkat operasional dan bagaimana langkah-
langkah yang disampaikan kembali ke tingkat yang lebih tinggi. Kekuatan utama PPS adalah
usahanya untuk mengintergrasikan tujuan-tujuan perusahaan dengan indokator kinerja
operasional. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan mekanisme untuk mengidentifikasi
indicator kinerja kunci dan juga tidak secara eksplisit mengintegrasikan konsep perbaikan terus-
menerus.

3. The Tableau de Bord (TdB)

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh para insinyur yang sedang mencari cara untuk
meningkatkan proses produksi mereka dengan pemahaman yang lebih baik. Metode ini pertama
kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1930-an. Menurut Epstein dan Manzoni, tujuan awal
ini yang memberikan manajer uraian dan parameter kunci untuk mendukung pengambilan
keputusan yang memiliki dua implikasi penting. Pertama, TdB tidak dapat menjadi dokumen
tunggal yang berlaku sama baik untuk seluruh perusahaan karena setiap sub-unit memiliki
tanggung jawab dan objektif yang berbeda. Ini menyebabkan harus adanya TdB untuk setiap
sub-unit. Kedua, berbagai TdBs yang digunakan dalam perusahaan tidak boleh terbatas pada
indikator-indikator keuangan.
Kelemahan terbesar yang mungkin berasal dari TdB adalah struktur yang tidak
terdefinisikan. Hal ini dikarenakan kurangnya daerah kerja yang ditetapkan. Risiko yang dapat
terjadi yaitu manajer melaksanakan TdB dengan seperangkat indikator kinerja yang tidak
seimbang dalam hal keuangan dan non-keuangan, lead dan lag, strategis dan operasional dan
terkait dengan efektivitas dan efisiensi.

4.  Productivity Measurement and Enchancement System (ProMES)

ProMES dikembangkan oleh Pritchard pada awalnya. ProMES didasarkan pada teori
perilaku kerja. Dalam teori ini, motivasi dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber
daya ke seluruh tindakan dan tugas, dimana sumber daya tersebut adalah waktu dan
tenaga seseorang. Pritchard dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan motivasi
seseorang adalah hasil dari tindakan, produk, evaluasi, hasil dan terpenuhinya kebutuhan
orang tersebut. Sistem ProMES dapat dikembangkan dan diimplementasikan dengan
tujuh langkah sebagai berikut :

 Membentuk tim desain yang terdiri dari orang-orang yang akan diukur, pengawas
dan fasilitator yang mengerti ProMES
 Identifikasi tujuan untuk unit.
 Mengidetifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif (indikator) untuk setiap tujuan
yang ditetapkan.
 Menetapkan kemungkinan.
 Desain sistem umpan balik.
 Menanggapi umpan balik.
 Memonitoring proyek dari waktu ke waktu.

Salah satu fitur yang paling menarik dari ProMES adalah pendekatan bottom-up.
Namun, pendekatan ini juga memiliki kekurangan yaitu bahwa konsistensi vertikal tidak
dapat diterima begitu saja yang dapat mengakibatkan pengukuran kinerja unit bisnis
tidak sejalan dengan pengukuran kinerja perusahaan. Kelemahan dari ProMES adalah
bahwa indikator tidak harus selalu diimbangi jika tujuan tidak seimbang.

5.  Activity-Based Costing (ABC)


Johnson dan Kaplan telah mengembangkan sebuah pendekatan untuk akuntansi biaya
pada tahun 1980-an yang disebut activity-based costing (ABC). Teknik dasar ABC
adalah untuk menganalisis biaya tidak langsung dalam perusahaan dan untuk
menemukan kegiatan yang menyebabkan biaya-biaya tersebut. Menurut Maskell,
beberapa contoh kasus menunjukan bahwa metode ABC dapat digunakan untuk menilai
harga produk, pengambilan keputusan produksi, pengurangan biaya overhead dan
peningkatan berkesinambungan.

6. Sink and Tuttle


Metode pengukuran kinerja Sink and Tuttle adalah sebuah pendekatan klasik yang
menyatakan bahwa kinerja suatu organisasi memiliki keterkaitan yang rumit antar tujuh
kriteria kinerja. Ketujuh kriteria kerja tersebut, antara lain :

 Efektivitas
 Efisiensi
 Kualitas
 Produktivitas
 Kualitas kehidupan kerja
 Inovasi
 Profitabilitas/ budgetability

7. Theory of Constrains
TOC dikembangkan oleh Goldratt pada pertengahan tahun 1980-an sebagai suatu
proses perbaikan yang berkelanjutan. TOC dilakukan dengan cara sebagai berikut :

     Mengidentifikasi kendala sistem


     Memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala
     Tidak memprioritaskan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.
     Meningkatkan sistem kendala
     Ketika sebuah kendala rusak, kembali ke langkah (1)

    
    Dalam pengukurannya, TOC digunakan untuk menilai kemampuan bisnis suatu
organisasi. Pengukuran global metode TOC yaitu laba bersih, ROI dan Cash Flow.
Keuntungan dari metode ini yaitu metode ini mudah untuk diakses dan dipahami.
Namun, metode TOC dinilai masih kurang lengkap untuk melakukan pengukuran
kinerja.

Beberapa metode yang telah dijabarkan di atas merupakan sebagian besar metode
pengukuran kinerja yang telah berlaku dan diterapkan sebelumnya. Seiring dengan
perkembangan zaman, metod pengukuran kinerja pun dapat terus bekerja. Pada
dasarnya, tidak ada metode pengukuran yang dapat dinilai sebagai metode yang paling
tepat dan benar. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan memiliki focus, ruang lingkup
dan lingkungan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap
pemimpin perusahaan dapat menggunakan metode pengukuran kinerja yang sesuai
dengan perusahaan dan perkembangan zaman.

4. Biasanya perusahaan memberikan kompensasi kepada karyawannya dengan beberapa


pertimbangan. Berikut ini adalah pertimbangan suatu perusahaan dalam memberikan
kompensasi:

1. Harga pekerjaan

Kompensasi untuk pekerjaan yang berat tentu akan berbeda dengan kompensasi untuk pekerjaan
yang ringan. Perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan bahwa uang
yang dikeluarkan untuk kompensasi sesuai dengan kerja keras atau usaha yang dikerahkan oleh
karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.

Untuk menaksir berapa harga yang layak diberikan sebagai kompensasi, perusahaan biasanya
melihat tingkat kesulitan, kerumitan, serta keahlian yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Tidak hanya itu, perusahaan juga bisa membandingkan kompensasi yang diberikan
oleh perusahaan lain untuk tipe kerja yang sama.

2. Sistem kompensasi

Setelah menentukan harga pekerjaan, perusahaan biasanya membuat sistem kompensasi yang
lebih mendetail. Dasar sistem kompensasi di sini adalah prestasi dan waktu. Dengan
menggunakan prestasi sebagai dasar kompensasi, dapat memberikan motivasi bagi para
karyawan untuk meningkatkan performa kinerja masing-masing karyawan. Sedangkan dengan
sistem waktu, karyawan akan mendapatkan kompensasi jika mereka bekerja melebihi jam kerja
yang telah ditentukan, misalnya uang lembur.

5. Ada beberapa tahap dalam membangun inovasi dalam organisasi. Berikut penjelasan
selengkapnya.

1.   Tahap Permulaan Pengetahuan dan Kesadaran

Inovasi harus disadari sebagai suatu ide atau material yang dapat diterima oleh
penerimanya. Sebelum memulai itu, inovasi dapat terlihat sebagai salah satu upaya untuk
menyelesaikan masalah yang ada. Keputusan untuk membuat inovasi ini wajib disadari
oleh seluruh orang di dalam organisasi. Apalagi dengan persaingan yang ada, sudah pasti
pimpinan organisasi tidak ingin organisasinya ketinggalan dari yang lain.

2.   Tahap Pembentukan Sikap Terhadap Inovasi


Sekarang waktunya membentuk sikap terhadap inovasi. Ada dua hal dari sikap yang dapat
dirasakan oleh anggota organisasi:

 Sikap terbuka dengan mau mempertimbangkan inovasi, mempertanyakan inovasi, dan


meyakini bahwa inovasi tersebut mampu meningkatkan kemampuan organisasi.
 Memiliki persepsi tentang potensi inovasi tersebut. Biasanya ditandai dengan meyakini
organisasi mampu menggunakan inovasi tersebut. Selain itu komitmen untuk siap
menghadapi timbulnya masalah ketika penerapan inovasi dijalankan.

3.   Tahap Pembentukan Pengambilan Keputusan

Inovasi yang sudah dijalankan akan mendapatkan feedback dari berbagai individu
yang ada di dalam organisasi. Langkah ini dilakukan untuk melihat apakah inovasi
itu dapat diterima atau tidak di dalam organisasi. Kalau memang inovasi ini
membawa manfaat besar, maka seharusnya diterapkan terus. Sebaliknya, jika
ternyata dianggap tidak bermanfaat, maka ditolak saja. Seluruh anggota organisasi
harus ikut dalam tahap ini agar hasilnya adil.

4.   Tahap Implementasi

Tahap implementasi menjadi langkah selanjutnya ketika mulai menerapkan inovasi.


Ada dua langkah yang bisa dilakukan, yakni:

 Langkah awal: Langkah ini dimulai dengan organisasi yang menerapkan sebagian
dari inovasi tersebut. Contohnya seperti menjalankan sebuah inovasi yang hanya
diterapkan di satu divisi. Berangkat dari cara itu, maka inovasi tersebut dapat
berlaku untuk semua divisi.
 Langkah Lanjutan: Jika penerapan awal dari inovasi itu berhasil dan para anggota
organisasi memahami pengalaman serta tahu cara menerapkannya, maka tinggal
dilanjutkan saja.

Anda mungkin juga menyukai