Anda di halaman 1dari 12

Nama : Deden Kurniawan

NIM : 8111420296
Rombel :6
Mata Kuliah : Hukum Perdata
Hari/Tanggal : Kamis, 3 Juni 2021
Dosen Pengampu : Ubaidillah Kamal, S. Pd., M. H.
Dr. Dewi Sulistianingsih, S. H., M. H.
Resume Materi Kelompok 6
 Hukum Benda
1. Pengertian Benda
 Pengertian dalam arti luas : segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Yang
berarti benda sebagai obyek dalam hukum.
 Pengertian dalam arti sempit : barang yang dapat dilihat saja, ada juga dipakai
jika yang dimaksudkan kekayaan seorang.
 Pengertian secara hukum : terdapat dalam Pasal 499 BW yang berbunyi “Menurut
paham Undang-Undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan
tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.
2. Pengertian Hukum Benda
Hukum benda adalah setiap barang atau setiap hak yang dapat menjadi objek
kepemilikan, termasuk setiap apa yang melekat terhadap barang tersebut, dan setiap
hasil dari barang tersebut, baik hasil karena alam, maupun hasil karena tindakan
manusia. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan hukum benda atau hukum kebendaan
adalah seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang benda dengan segala
aspeknya, termasuk pengaturan tentang hakikat dan berbagai jenis benda, mengatur
juga hubungan antara benda dengan pemegang atau pemilik dari benda tersebut,
sehingga sebagian besar dari kaidah hukum benda mengatur tentang hak-hak
kebendaan. Salah satu karakter dari hukum benda adalah sifatnya tertutup. Artinya,
hukum benda tidak bisa ditambah atau diatur sendiri oleh para pihak di luar dari
pengaturan dari undang-undang. Dengan demikian, hukum benda adalah bersifat
hukum memaksa (dwingen recht, mandatory law) yakni hukum yang tidak dapat
dikesampingkan oleh ketentuan yang dibuat sendiri oleh mereka yang bersangkutan
dengan benda.
3. Macam-macam Benda
Macam-macam benda secara umum, antara lain:
a) Benda bergerak dan tidak bergerak
b) Benda berwujud dan tidak berwujud
c) Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
d) Benda yang sudah ada dan benda yang akan ada
e) Benda yang dapat dihaki secara pribadi dan benda milik umum
f) Benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
Macam-macam benda menurut Prof. Sri Soedewi Majvhoen Sofwan, antara lain:
a) Barang-barang yang berwujud (lichamelijk) dan barang-barang tidak berwujud
(onlichamelijk).
b) Barang-barang yang bergerak dan barang-barang yang tidak bergerak.
c) Barang-barang yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang yang
tidak dapat dipakai habis.
d) Barang-barang yang sudah ada (tegenwoordige zaken) dan barang-barang yang
masih akan ada (toekomstige zaken). Barang yang akan ada dibedakan menjadi:
e) Barang-barang yang pada suatu saat sama sekali belum ada
f) Barang-barang yang akan ada relatif, yaitu barang-barang yang pada saat itu sudah
ada, tetapi bagi orang-orang yang tertentu belum ada.
g) Barang-barang yang dalam perdagangan (zaken in de handel) dan barang-barang
yang di luar perdagangan (zaken buiten de handel).
h) Barang-barang yang dapat dibagi dan barang-barang yang tidak dapat dibagi.
Macam-macam Benda Menurut Undang-Undang, antara lain:
a) Benda yang dapat diganti dan yang tak dapat diganti
b) Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan
yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar perdagangan
c) Benda yang dapat dibagi dan yang tidak bisa dibagi
d) Benda yang bergerak dan yang tak bergerak
4. Asas-asas Kebendaan
 Asas hukum pemaksa (dwingendrecht)
 Asas dapat dipindahtangankan
 Asas Individualitas
 Asas Totalitas
 Asas tidak dapat dipisahukuman
 Asas Prioritas
 Asas Pencampuran
 Pengaturan berbeda terhadap benda bergerak dan tak bergerak
 Asas Publisitas
 Asas mengenai sifat perjanjian
5. Hak-Hak Kebendaan
Hak kebendaan adalah hak yang melekat atas suatu benda. Hak benda biasa disebut
hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan sendiri artinya hak yang memberikan
kekuasaan langsung terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun
juga.
Ciri-ciri hak kebendaan yaitu:
a. Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapapun juga
b. Mengikuti benda, diatas mana hak itu melekat
c. Yang terjadi lebih dahulu tingkatannya jauh lebih tinggi Hak gugat dapat dilakukan
terhadap siapapun yang menggangu benda tersebut;
d. Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun juga
6. Wujud hak-hak kebendaan
1) Bezit
Menurut Prof.Subekti Bezit adalah suatu keadaan lahir (fakta), dimana
seseorang menguasai sautu benda seolah olah kepunyaannya sendiri, dengan tiidak
mempersoalkan siapa pemilik benda itu sebenarnya. Bezit diatur dalam (Ps. 529 s/d
568 BW). Secara harfiah berarti Penguasaan. Unsur bezit :
- unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus) ;
- unsur kemauan orang tersebut untuk memilikinya (animus).
Cara memperoleh Bezit
1) Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya
2) Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya.
2) Hak-Hak Kebendaan di atas Benda Orang Lain
 Erfdienstbaarheid atau servituut
 Hak Opstal
 Hak Erfpacht
 Vruchtgebruik
3) Pandrecht dan Hypotheek
Menurut BW, Pandrecht adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang
bergerak kepunyaan orang lain, yang semata-mata diperjanjikan dengan
menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan
suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih-
penagih lainnya (pasal 1150 BW). Kemudian menurut pasal 1162 BW, hypotheek
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk
mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu.

Resume Materi Kelompok 7


 Hukum Agraria dalam Cakupan Hukum Perdata
1. Hukum Agraria
Kata agraria berasal dari bahasa latin yaitu “ager” yang memiliki arti tanah atau
sebidang tanah. Sedangkan itu, kata agrarias memiliki arti sebagai perladangan,
persawahan, atau pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria
dapat diartikan sebagai suatu urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan
pemilikan tanah. Kata hukum agraria seringkali digunakan untuk dituju kepada suatu
perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan untuk mengadakan pembagian
atas tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan serta
kepemilikannya. Di dalam lingkungan administrasi pemerintahan Indonesia, sebuatan
kata agraria digunakan dalam arti tanah, baik itu tanah pertanian maupun tanah
nonpertanian.
Pengertian agraria dan hukum agraria dalam UUPA digunakan dalam artian yang
sangat luas. Definisi agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Selain itu dalam pasal 48, bahkan agraria juga meliputi ruang angkasa,
dimana ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang
dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan
bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan itu.
Dengan demikian, hukum agraria merupakan suatu keseluruhan kaidah-kaidah
hukum, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai agrarian,
dimana di dalamnya meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya bahkan dalam batas-batas yang ditentukan, serta mengenai ruang angkasa.

2. Hak-hak Agraria
Menurut Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1960, macam-macam hak agraria
antara lain:
 Hak Milik, adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
 Hak Pakai, adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh negara dan tanah milik orang lain dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya.
 Hak Guna Usaha, adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara.
 Hak Sewa, Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,
apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
 Hak Guna Bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling
lama 30 tahun.
 Hak Membuka Tanah & Memungut Hasil Hutan, adalah hak untuk
memanfaatkan sumber daya dalam hutan yang bersangkutan tanpa hutan tersebut
dimiliki oleh si penerima hak.
3. Hak-Hak atas Tanah
 Hak Bangsa Indonesia, merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan
meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah negara, yang merupakan tanah
bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain
atas tanah. Hak ini beraspek perdata dan public
 Hak Menguasai dari Negara, hak ini bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas
tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan
bangsa yang mengandung unsur publik.
 Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, adalah serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang
terletak dalam lingkungan wilayahnya (Urip Santoso, 2005:79). Hak ini beraspek
perdata dan publik.
 Hak Perorangan/Individual, adalah hak atas tanah sebagai hak seseorang atau
individu yang semuanya secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada
hak bangsa (Pasal 16 dan 51 UUPA), hukum ini beraspek perdata.
4. Sistem Pendaftaran Tanah
 Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Prof Boedi Harsono, antara lain:
1) Sistem Pendaftaran Akta
PPT (Pejabat Pendaftaran Tanah) bersikap pasif. Ia tidak melakukan pengujian
kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.
2) Sistem Pendaftaran Hak
Setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang
menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan dengan suatu akta.
Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar,
melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian.
Akta hanya sebagai sumber datanya.
 Setelah berlakunya UUPA
Indonesia menganut sistem pendaftaran registration of titles. Sistem
pendaftaran ini digunakan karena peralihan hak atas tanah di Indonesia sesuai
dengan hukum adat yaitu:
1) Tunai, artinya penyerahan hak atas tanah oleh pemilik tanah (penjual)
dilakukan bersamaan dengan pembayaran harganya oleh pihak lain
(pembeli).
2) Riil/Nyata, artinya kehendak atau niat yang diucapkan harus diikuti dengan
perbuatan yang nyata menunjukkan tujuan jual beli tersebut, misalnya
dengan diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian di hadapan
kepala desa.
3) Terang, artinya untuk perbuatan hukum tersebut haruslah dilakukan
dihadapan kepala desa sebagai tanda bahwa perbuatan itu tidak melanggar
ketentuan hukum yang berlaku.
 Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
1) Sistem Publikasi Positif
Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak
sehingga harus ada register atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan
dan penyajian data yuridis dan sertifikat sebagai surat tanda bukti hak
2) Sistem Publikasi Negatif
Dalam sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kebenaran data
yang disajikan. Pendaftaran hak atas tanah tidaklah merupakan jaminan
pada nama yang terdaftar dalam buku tanah.
5. Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan hak atas tanah dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau peristiwa
yang disengaja dalam peralihan atau perpindahan hak kepemilikan sebidang tanah atau
beberapa bidang tanah dari pemilik semula kepada pemilik yang baru karena adanya
sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan
untuk memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk waktu
yang sementara atau permanen. Pemindahan hak atas tanah tersebut dapat dilakukan
melalui Jual Beli, Penghibahan Tanah, Pewarisan Tanah, dan Pewakafan Tanah.
 Jual-Beli
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), pendefinisian jual beli
tanah menurut hukum adat merupakan suatu perbuatan pemindahan hak yang
bersifat tunai, riil dan transparan. Tetapi, semenjak dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, suatu perbuatan
jual beli dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli dihadapan PPAT yang
membuat aktanya.
 Penghibahan Tanah
Penghibahan atau hibah tanah merupakan suatu perbuatan seseorang untuk
memberikan tanah kepada orang lain tanpa adanya penggantian apa pun itu
dengan dilakukan secara sukarela, tidak ada kontraprestasi dari pihak penerima
pemberian, dan pemberian itu dilakukan pada saat si pemberi masih hidup.
 Pewarisan Tanah
Pewarisan tanah merupakan suatu perolehan hak milik atas tanah yang terjadi
karena adanya suatu pewarisan dari pemilik kepada ahli waris (Pasal 26
UUPA).
 Pewakafan Tanah
Wakaf tanah hak milik merupakan suatu perbuatan hukum seseorang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah
hak milik dan melembagakan untuk selama-lamanya dalam kepentingan
peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Wakaf memutuskan hubungan kepemilikan antara pewakaf dengan yang
diwakafkan, yang kemudian statusnya menjadi milik masyarakat. Pewakaf tidak
bisa menarik kembali terhadap tanah yang telah diwakafkannya.
6. Hapusnya Peralihan Hak Atas Tanah,disebabkan oleh:
 Berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan,
 Tidak terpenuhinya syarat atas kewajiban yang tertuang dalam perjanjian
pemberian pemegang hak dan putusan pengadilan,
 Adanya suatu pelepasan/penyerahan secara sukarela oleh pemegang hak,
 Terjadi suatu pencabutan hak,
 Terjadi proses alamiah atau bencana alam yang menyebabkan tanah yang
bersangkutan musnah,
 Tanah yang bersangkutan telah ditelantarkan.
7. Hak Tanggungan
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah ialah
suatu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang- Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Tata cara pembebanan hak
tanggungan, antara lain:
 Sebagai lembaga hak jaminan atas tanah, tahap pertama yaitu pemberiannya
harus dilakukan di hadapan PPAT, lalu PPAT bertugas membuat atas angkutan.
 Kemudian diikuti tahap kedua yaitu, tahap pendaftarannya di kantor pertahanan
pendaftaran ini wajib dilakukan dalam rangka memenuhi syarat sahnya
kelahiran dan berlakunya hak jaminan yang diberikan terhadap pihak ketiga
dengan dilakukannya pendaftaran pihak ketiga yang kepentingannya mungkin
dapat dirugikan oleh adanya hak-hak istimewa kerja editor pemegang hak
tanggungan akan dengan mudah mengetahui bahwa objek yang bersangkutan
telah dibebani hak tanggungan hingga sebelum melakukan perbuatan hukum
mengenai objek tersebut dapat mengadakan usaha-usaha pengamanan.
Resume Materi Kelompok 8
 Hak Waris
1. Cara Mendapatkan Warisan
Asas Hukum Waris menyebutkan bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan yang dapat diwariskan. Dalam pepatah
Perancis hal itu disebut “le mort saisit le vif” dan pihak yang mewarisi disebut
“Saisiine”. Namun, ada beberapa pengecualian seperti ahli waris berhak menuntut hak-
haknya dalam lapangan hukum keluarga dan ada beberapa hak yang terkait dengan
hukum kebendaan atau pewarisan yang tidak dapat diwariskan seperti perjanjian
perkongsian dagang yang berakhir karena meninggalnya si pewaris. Menurut Pasal 834
KUHPerdata yang berbunyi “Ahli waris juga dapat berhak menuntut supaya semua hal
apa saja yang termasuk harta peninggalan si pewaris diserahkan kepadanya berdasarkan
haknya sebagai ahli waris” Hak ini menyerupai hak penuntutan seseorang pemilik suatu
benda dan menurut maksudnya hak penuntutan ini ditujukan kepada orang yang
menguasai suatu benda dengan maksud untuk memilikinya.
2. Unsur-unsur Pewarisan
1) Pewaris
Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan
2) Ahli Waris
Ahli waris adalah mereka yang untuk seluruhnya atau untuk sebagian secara
berimbang, berhak menerima harta warisan dari pewaris yang disebut “penerima hak
berdasar atas hak hukum”.
3) Harta Warisan
Harta warisan adalah kekayaan (vermogen), kumpulan aktiva dan pasiva yang
ditinggalkan pewaris.
3. Hak Mewarisi Menurut Undang-undang
 Golongan Ahli Waris Menurut Ketentuan Undang-Undang (ab instentato)
1) Golongan I = Anak-anak dan keturunannya, suami/istri yang hidup terlama
2) Golongan II = Orang tua, saudara laki-laki / perempuan dan keturunannya
3) Golongan III = Keluarga sedarah dalam garis lurus keatas sesudah orang tua
4) Golongan IV = Paman dan bibi (keturunan dari garis menyamping sampai derajat
keenam) baik dari ayah atau ibu
 Orang yang tidak berhak mewarisi
1) Orang yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris.
Dalam hal ini sudah ada keputusan hakim, akan tetapi jika sebelum keputusan
hakim dijatuhkan, si pembunuh telah meninggal dunia, maka ahli warisnya dapat
menggantikan kedudukannya.
2) Orang yang dengan keputusan hakim, pernah dipersalahkan memfitnah pewaris,
berupa fitnah melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman lima tahun atau
lebih berat. Harus ada putusan hakimnya.
3) Orang yang karena kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk
membuat atau mencabut surat wasiatnya.
4) Orang yang menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris.
 Ahli Waris ditunjuk dalam Surat Wasiat
Ahli waris yang ditunjuk berdasarkan surat wasiat terjadi apabila pewaris
menentukan sendiri tentang harta kekayaannya sehingga dalam hal ini pewaris
membuat surat wasiat untuk menunjuk siapa yang berhak mewarisi harta
peninggalannya, hal ini disebutkan dalam pasal 899 KUHPerdata. Wasiat yang
diatur dalam dalam Pasal 875 KUHPerdata adalah suatu akta yang berisi pernyataan
seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan olehnya
dapat ditarik kembali.
4. Menerima dan Menolak Warisan
 Menerima Warisan
Suatu warisan dapat diterima secara murni atau dengan hak istimewa untuk
mengadakan pencatatan harta peninggalan. Sikap seorang ahli waris di dalam
menerima warisan ada dua, antara lain:
 Menerima warisan dengan sepenuhnya
Ahli waris dapat menerima warisan secara tegas dan diam-diam. Secara tegas
dengan suatu akta otentik atau menerima kedudukannya sebagai ahli waris
 Menerima warisan bersyarat
Ahli waris mau menerima warisan kalau memang semua isinya adalah hak
dan tidak ada kewajiban, seperti: membayar utang pewaris, dan lain
sebagainya.
 Menolak Warisan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1057 KUHPerdata, menolak warisan harus
dilakukan secara tegas di hadapan Pengadilan Negeri di mana pewaris tinggal.
Akibat dari penolakan warisan ini, maka menurut undang-undang; la dianggap tidak
pernah jadi ahli waris (Pasal 1058 KUHPerdata). Bagian dari seorang ahli waris
yang menolak warisan itu jatuh kepada ahli waris lainnya, yang seakan-akan yang
menolak warisan itu tidak pernah ada (Pasal 1059 KUHPerdata). Hak untuk menolak
warisan tidak dapat gugur karena daluwarsa. Jika penolakan itu terjadi karena
paksaan atau penipuan, maka penolakan itu dapat ditiadakan.
5. Wasiat (Testament)
Surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang
olehnya dapat dicabut kembali. Sebuah testament harus berbentuk suatu tulisan yang
dapat dibuat dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta otentik dan berisikan
pernyataan kehendak yang dapat diartikan sebagai tindakan hukum sepihak.
 Syarat membuat wasiat
1) Sudah mencapai 18 tahun
2) Sudah dewasa
3) Sudah menikah meskipun belum berusia 18 tahun
 Macam-macam wasiat
1) Wasiat Olographis
Wasiat olographis adalah wasiat yang ditulis tangan sendiri dan ditanda-
tangani oleh pewaris, kemudian diserahkan kepada notaris untuk disimpan.
2) Wasiat Umum
Wasiat umum adalah wasiat yang dibuat dihadapan Notaris.
3) Wasiat Rahasia
Wasiat rahasia atau tertutup adalah wasiat yang ditulis tangan sendiri atau
ditulis tangan oleh orang lain, dan ditandatangani oleh pewaris.

Resume Materi Kelompok 9


 Hukum Waris
1. Pengertian Hukum Waris
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi
dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia. Dengan kata lain, mengatur
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-
akibatnya bagi ahli waris.
 Pengertian Hukum Waris menurut para ahli
1) R.Santoso Pudjosubroto
Hukum waris ialah hukum yang mengatur apakah dengan bagaimanakah hak-hak
dan kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia
akan beralih kepada orang lain yang masih hidup
2) B.Ter Haar Bzn
Hukum waris ialah aturan-aturan hukum mengenai cara bagaimana dari abad ke
abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak
berwujud dan dari generasi ke generasi.
 Hukum Waris yang berlaku di Indonesia
1) Hukum waris adat
Menurut Ter Haar,seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul
Beginselen en Stelsel van het Adatrecht (1950). Hukum waris adat adalah aturan-
aturan hukum yang mengatur penerusan dan peeralihandari abad ke abad baik
harta kekayaan berwujud atau yang tidak berwujud dari generasi ke generasi.
2) Hukum waris islam
Hukum waris islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan
diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Islam, yaitu materi hukum islam
yang ditulis 229 Pasal Perdata. Dalam hukum waris islam menganut prinsip
kewarisan individual bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan
demikian pewaris bisa berasal dari pihak Ibu atau Bapak.
3) Hukum perdata barat
Hukum waris perdata atau yang biasa disebut hukum waris barat berlaku untuk
masyarakat non-muslim ,termasuk warga negara Indonesia keturunan ,baik
Tionghoa maupun Eropa yang ketentuanya diatur dalam KUH Perdata. Hukum
waris perdata sendiri menganut sistem individual sehingga mendapatkan warisnya
bedasarkan bagian masing-masing.
2. Fidei Commis
Dari rumusan Pasal 879 ayat 2 KUH Perdata, J.Satrio merumuskan definisi fidei
commis atau pewarisan secara lompat tangan sebagai “suatu ketetapan dalam surat
wasiat,dimana ketentuan bahwa orang yang menerima harta si pewaris,atau Sebagian
daripadanya termasuk penerima hak daripada mereka,berkewajiban untuk menyimpan
yang mereka terima ,dan sesudah suatu jangka waktu tertentu atau pada waktu matinya
si penerima, menyampaikan atau menyerahkan kepada seorang pihak ke tiga. Pada
dasarnya Fidei Commis adalah suatu ketentuan dalam surat wasiat yang mensyaratkan
bahwa penerima harta pewaris sampai jangka waktu tertentu atau sampai matinya
penerima harta tersebut,untuk kemudian diserahkan pada pihak ke tiga.
Pada dasarnya fidei commis adalah terlarang karena terdapat benda yang tidak bergerak
yang untuk waktu lama dan tidak tertentu akan tersingkirkan oleh lalu lintas
hukum.Tetapi terdapat fidei commis yang diperbolehkan yaitu fidei commis de residuo
pada pasal 990 KUH Perdata dan fidei commis kepada cucu dan saudara-saudara yang
diatur dalam Pasal 973-988 KUH Perdata. Dan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 881
KUH Perdata yang berakibat pada dalam hal ketentuan (beschikking),yang mana
seorang pihak ketiga menjadi ahli waris atau legataris ,dalam hal ahli waris atau
legataris yang sebarnya terpanggil untuk mewarisi itu,tidak dapat menikmatinya,karena
misalnya telah meninggal dunia terlebih dahulu,menolak warisan atau tidak cakap
bertindak.
3. Legitieme Portie
Legitieme Portie (atau wettelijk erfdeel), secara harfiah diterjemahkan dari bahasa
Belanda yang berarti “sebagai warisan menurut Undang-Undang”. Dikalangan praktisi
hukum legitieme portie dikenal sebagai “bagian mutlak”. Pengertian Legitieme Portie
terdapat Pada pasal 913 KUHPerdata menyebutkan “Bagian Mutlak atau legitime
Portie, adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris,
dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak
diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup,
maupun selaku wasiat”. Seseorang yang berhak atas legitieme portie dinamakan
“legitimaris”.
Tujuan adanya legitieme portie agar terdapat bagian harta peninggalan yang
dilindungi oleh hukum, bagi mereka yang memiliki hubungan kekeluargaan yang
sangat dekat dengan si pewaris sehingga pembuat undang-undang menganggap tidak
pantas apabila mereka tidak menerima apa-apa sama sekali. Untuk ahli waris dalam
garis kebawah, pembagian besarnya legitieme portie bagi anak-anak yang sah
ditetapkan oleh pasal 914 BW yaitu sebagai berikut:
1) 1 Orang anak, Jika hanya seorang anak yang sah, maka legitieme portie berjumlah
½ dari bagian yang sebenarnya, akan diperolehnya sebagai ahliwaris menurut
undang-undang.
2) 2 Orang anak, Jika ada dua orang anak yang sah, maka jumlah legitieme portie
untuk masing-masing 2/3 dari bagian yang sebenarnya, akan diperolehnya sebagai
ahliwaris menurut undang-undang.
3) 3 Orang anak atau lebih, Jika ada tiga orang anak yang sah atau lebih tiga orang,
maka jumlah legitieme portie itu untuk masing-masing menjadi ¾ dari bagian yang
sebenarnya, akan diperolehnya sebagai ahliwaris menurut undang-undang.
4) Untuk ahli waris dalam garis lencang keatas misalnya orang tua atau kakek/nenek,
besarnya bagian mutlak menurut ketentuan Pasal 915 KUHPerdata, selamanya ½
dari bagian menurut undang-undang. Sedangkan bagian mutlak dari anak luar
kawin yang telah diakui (Pasal 916 KUHPerdata) selamanya ½ dari bagian
menurut ketentuan Undang-Undang.
Apabila terdapat penolakan legitieme portie oleh seorang legitimaris maka bagian
itu akan diterima oleh legitimaris lainnya. Hal ini terjadi hanya jika para legitimaris
menuntutnya. Sedangkan besarnya pembagian legitieme portie yang didapatkan
tetaplah sama dengan hak legitieme portie sebelumnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal
914 KUHPerdata.
4. Executeur Testamentair
Executeur testamentair adalah orang yang dipercaya untuk melaksanakan isi
wasiat. Ketentuan Pasal 1005 KUHPerdata memberikan hak kepada pewaris guna
mengangkat satu orang/lebih pelaksana surat wasiat langsung melalui wasiat atau akta
bawah tangan menurut ketentuan Pasal 935 KUHPerdata ataupun akta notaris khusus.
Pasal 1011 KUHPerdata mengatur bahwa Executeur testamentair wajib mengupayakan
agar keinginan pewaris bisa dilaksanakan dan ketika terjadi perselisihan, Executeur
testamentair dapat mengajukan gugatan di pengadilan agar dapat mempertahankan
berlakunya surat wasiat, maka berdasarkan ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa
seorang Executeur testamentair memiliki kewenangan berdasarkan hukum untuk
menjamin terlaksananya wasiat.
5. Bewindvoerder
Bewindvoerder adalah seseorang yang ditentukan dalam wasiat untuk mengurus
kekayaan, sehingga para ahli waris/legataris hanya menerima penghasilan dari harta
peninggalan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai kekayaan tersebut
dihabiskan dalam waktu singkat oleh para ahli waris/legataris. Penunjukan
bewindvoerder ini berguna untuk :
1. Mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaan dan kepentingan-kepentingan si
tidak hadir
2. Untuk membela hak-hak si yang tidak hadir
3. Mewakilinya
Di Indonesia pada asasnya yang ditunjuk sebagai bewindvoerder adalah Balai
Harta Peninggalan dan sebagai bewindvoerder Balai Harta Peninggalan perlu
dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan untuk dapat mengurus dan mewakili si
tidak hadir. Namun dalam hal yang ditunjuk sebagai Bewindvoerder adalah anggota
keluarga sendiri atau suami/istri, maka menurut Pasal 463 ayat (3) Burgerlijk Wetboek
(KUHPerdata) kewajiban satu-satunya adalah dengan mengembalikan harta kekayaan
itu kepada si tidak hadir atau apabila telah tidak ada lagi harta kekayaan tersebut
harganya, setelah harta tersebut dikurangi dengan segala hutang dan kewajiban si tidak
hadir yang sementara itu dibayar/dilunasi oleh Bewindvoerder, sedangkan hasil dan
pendapatan dari harta kekayaan yang muncul selama masa Bewind, menjadi hak dari
Bewindvoerder.
6. Pembagian Warisan
"Boedel-scheiding" dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang
bermaksud untuk mengakhiri suatu keadaan, dimana terdapat suatu kekayaan bersama
yang belum terbagi. Hak untuk menuntut supaya diadakan pembagian suatu kekayaan
bersama, adalah suatu hak yang tidak boleh dikurangi apalagi dihapuskan. Sebaliknya
bagi orang-orang yang mempunyai piutang terhadap si meninggal, oleh undang-undang
diberikan hak untuk mengadakan perlawanan terhadap pembagian warisan selama
piutang-piutang itu belum dilunasi. Dalam undang-undang, tata cara mengadakan
boedelscheiding yaitu tergantung pada keadaan. jika diantara para ahli waris ada anak
yang masih dibawah umur atau yang telah ditaruh dibawah curatele (pengampunan),
maka pembagian warisan itu harus dilakukan dengan suatu akte notaris dan dihadapkan
weeskamer. Dalam hal waris terdapat istilah "inbreng" yaitu pengembalian benda-
benda kedalam boedel. Menurut undang-undang yang diharuskan melakukan inbreng
tersebut ialah para ahli waris dalam garis lencang ke bawah.
7. Harta Peninggalan Tak Terurus
Pengertian Harta peninggalan tak terurus berdasarkan pasal 1126, 1127, 1128
KUHPerdata, maka istilah harta peninggalan tak terurus adalah “Jika suatu warisan
terbuka, tiada seorang pun menuntutnya ataupun semua ahli waris yang terkenal
menolaknya, maka dianggaplah warisan itu sebagai tak terurus”.
Unsur-unsur harta peninggalan tak terurus yaitu:
 Adanya orang yang meninggal dunia
 Tidak ada ahli waris atau jika ada para ahli waris menolak warisan tersebut
 Tidak terdapat bukti otentik yang berisikan pengurusan harta peninggalan itu.
Seperti telah ditentukan dalam Pasal 520 BW, yaitu benda-benda pewaris yang
meninggal dunia tanpa ahli waris atau yang harta peninggalannya telah ditinggalkan
atau ditelantarkan menjadi milik negara. Menurut Pasal 832 ayat 2 BW¸ negara wajib
memenuhi utang dari pewaris sejauh nilai benda-benda itu mencukupi. Negara dalam
rangka pengelolaan harta peninggalan tak terurus (onbeheerde Nalatenschap) disini
tidak dapat melaksanakan kewenangan pengelolaannya secara sendiri, namun dalam hal
ini negara diwakili oleh suatu Lembaga yang khusus yang memang menangani masalah
tentang kewarisan.Lembaga hukum termaksud adalah Lembaga Balai Harta
Peninggalan (weeskamer). Pasal 1127 BW, mengatur demi hukum Balai Harta
Peninggalan wajib mengurus harta peninggalan tak terurus milik pewaris tersebut.
Lembaga Balai Harta Peninggalan disini merupakan representasi dari negara selaku
pihak yang mengelola harta peninggalan tak terurus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai