Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN AKHIR KELOMPOK

KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN


MASALAH NYERI AKUT DI WISMA TERATAI
UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
PASURUAN
(Di Wisma Teratai UPT PSTW Pasuruan)
30 Mei – 17 Juni 2022
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Dosen Pembimbing: Alvin Abdillah S.Kep., Ns., M.AP., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok Wisma Teratai :

Devi Novia Lestari 2114901021


Faisal Wais Alkorni 2114901029
Ainur Rahman Wahid 2114901009
Ach. Baihaki 2114901003
Siti Duroiro 2114901102
Muda’i 2114901072
Migawati 2114901060

PROGRAM STUDI PRAKTEK PROFESI NERS


DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDIA HUSADA MADURA
2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat taufik
serta hidayah-Nya atas terselesaikannya Mini Riset yang berjudul “Laporan Akhir
Kelompok Keperawatan Gerontik dengan Masalah Nyeri Akut Di Wisma Teratai
UPT PSTW Pasuruan “
Mini riset ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam menyesuaikan
tugas program profesi keperawatan gerontik di Stikes Ngudia Husada Madura.
Pada penyusunan mini riset ini, tidak lepas dan kesulitan dan hambatan
namun berkat bimbingan pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga
dari mini riset ini dapat terselesaikan, untuk itu dengan segala hormat peneliti
sampaikan terma kasih kepada :
1 Dr. Mustofa Haris S.Kp., Ns., M. Kes selaku Ketua Yayasan Ngudia Husada
Madura.
2. Dr. M. Hasinudin S.Kep ., Ns., M.Kep selaku Ketua STIKES Ngudia Husada
Madura.
3. Kepala UPT PSTW Pasuruan Dra Cici Suarsih MSi yang telah memberikan
izin untuk menjadi lahan praktek dan memberikan ilmu pengetahuan yang baru
bagi kami
4. Mulia Mayangsari S.Kep ., Ns ., M.Kep Sp.KMB selaku Ketua Prodi Profesi
Keperawatan STIKES Ngudia Husada Madura.
5. Alvin Abdillah .,S. Kep NS. ,M.Kep selaku pembimbing yang banyak
meluangkan waktu, pikiran serta petunjuk demi perbaikan mini riset kami
6. Sri Neky Purwandari, S.Sos, M.Si selaku pembimbing lahan yang banyak
meluangkan waktu, pikiran serta petunjuk demi perbaikan mini riset kami
7. Dewi Senjayati dan Novita Maharani, S.Tr, Kep selaku pembimbing wisma
yang banyak meluangkan waktu, pikiran sera petunjuk demi perbaikan mini riset
kami
8. Semua klien wisma teratai yang telah yang banyak meluangkan waktu untuk
kami.
9. Semua rekan seperjuangan dalam suka dan duka yang membantu demi
terselesaikan mini riset ini

2
10. Bapak dan ibu yang selalu mensupport baik moral dan material hingga
terselesaikannya mini riset ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang di berikan
dan semoga mini riset ini berguna baik bagi penulis maupun pihak lain yang
memanfaatkan.

Pasuruan, 10 Juni 2022

Kelompok wisma teratai

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


LEMBAR KONSULTASI .......................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 5
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 7
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 10
2.1 Konsep Dasar Lansia .................................................................................... 10
2.2 Konsep Periaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ........................................ 29
2.3 Konsep Hipertensi ........................................................................................ 41
2.4 Konsep Dasar Nyeri ..................................... Error! Bookmark not defined.
2.5 Pengaruh pendidikan kesehatan PHBS terhadap pencegahan hipertensi.Error! Bookmark n
2.6 Profil UPT Pelayanan Sosisal Lanjut Usia PasuruanError! Bookmark not defined.
BAB 3 PENGKAJIAN GERONTIK .......................................................................... 53
3.1 Pengkajian .................................................................................................... 53
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................. 76
4.1 Tahap Pengkajian ......................................................................................... 77
4.2 Tahap Perencanaan ....................................................................................... 78
BAB 5 PENUTUP....................................................................................................... 87
5.1 Evaluasi ........................................................................................................ 87
5.2 Kesimpulan ................................................................................................... 88
5.3 Saran ............................................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 91
LAMPIRAN ................................................................................................................ 92

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia adalah seorang individu yang telah mencapai umur 60 tahun


atau lebih. Di Indonesia diperkirakan persentase penduduk lansia akan terus
melonjak. Akibat positif ataupun negatif akan bisa ditimbulkan dengan
semakin banyaknya jumlah lansia tersebut. Bila penduduk lansia ada dalam
kondisi sehat, aktif, dan produktif, dikatakan bahwa ini merupakan dampak
positif. Namun di sisi yang berbeda, dengan semakin banyaknya jumlah
lansia akan bisa menjadi beban bila mereka mempunyai masalah dalam
penurunan kesehatan yang akan berdampak pada semakin meningkatnya
biaya pengobatan, semakin berkurangnya penghasilan atau pendapatan,
peningkatan kecacatan, serta tidak tersedianya dukungan sosial dan
lingkungan yang kurang menyenangkan bagi lansia (Kemenkes, 2017).
Persentase penduduk tua meningkat drastis di negara maju ataupun
negara berkembang, dikarenakan semakin menurunnya fertilitas (angka
kelahiran) dan mortalitas (kematian), dan juga dengan semakin meningkatnya
life expectancy (angka harapan hidup), yang merubah susunan kependudukan
secara menyeluruh. Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi terjadinya
proses penuaan penduduk, seperti: pelayanan kesehatan, kebersihan diri dan
lingkungan, peningkatan gizi, sampai semakin baik dan majunya tingkat
pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. Secara umum total lansia
diperkirakan terus meningkat, dari tahun 2015 Asia dan Indonesia telah
memasuki ageing population (era penduduk menua) disebabkan persentase
lansia yang lebih dari angka 7% (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan angka perkiraan penduduk, ada 23,66 juta jiwa (9,03%)
jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2017. Diperkirakan tahun 2025,
penduduk lansia berjumlah sekitar 33,69 juta, dan sebanyak 40,95 juta di
tahun 2030, serta 48,19 juta pada tahun 2035.

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal.


Menurut Nurarif A.H. & Kusuma H. (2016) Hipertensi merupakan salah satu

5
masalah kesehatan yang cukup berbahaya di seluruh dunia karena hipertensi
merupakan faktor risiko utama yang mengarah kepada penyakit
kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit
ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit jantung iskemik dan stroke
menjadi dua penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2018).
Menurut Riskesdas (2018) penderita hipertensi di Indonesia mencapai
8,4% berdasarkan diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18 tahun,
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk prevalensi
penderita hipertensi di Indonesia adalah sekita 34,1%, sedangkan pada tahun
2013 hasil prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah sekitar 25,8%.
Lansia memiliki masalah yang berbeda-beda terhadap penyakit
hipertensinya, ada lansia yang tidak patuh minum obat dan tidak mengkontrol
tekanan darahnya secara rutin, dan ada juga lansia yang tidak mengontrol
makanan yang tinggi garam sehingga tekanan darah pada lansia meningkat,
dan juga lansia yang tidak membiasakan hidup sehat dengan olahraga dan
kurangnya pengetahuan terhadap cara mengontrol hipertensi. Faktor resiko
hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu faktor resiko yang
dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor resiko yang
tidak dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin dan keturunan. Faktor yang
dapat diubah yaitu obesitas, stress, merokok, kurang olahraga, mengkonsumsi
alkohol, konsumsi garam berlebih dan kelebihan lemak (Widyanto dkk,
2013).
Perawat gerontik sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional yang
berhubungan langsung dengan klien dan keluarganya dalam hal perilaku
hidup bersih dan sehat yang berada di Panti Werdha. Perawat memiliki
tanggung jawab terhadap derajat kesehatan komunitas dan
mengimplementasikan peran dan fungsinya melalui aktifitas promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sehingga seorang perwat harus
mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan komprahensif
yang meliputi pengkajian untuk menegakkan diagnosa masalah
keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai

6
mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah perilaku hidup
bersih dan sehat pada lansia di Panti Werdha.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan lansia di wisma
teratai didapatkan bahwa lansia di wisma teratai sebagian besar mengeluh
nyeri kepala, dan juga nyeri pada persendian serta kaki kesemutan. Ketika
berada di dalam wisma lansia menggunakan alas kaki khusus ketika berjalan
ke kamar mandi hal tersebut dapat meningkatkan resiko jatuh terhadap lansia.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada tanggal 31 Mei 2022
sebanyak 5 lansia mengalami hipertensi (tekanan darah tinggi) dengan nilai
diatas nilai normal. Selain itu pada perawatan diri cukup baik dalam perilaku
hidup bersih dan sehat dalam hal mandi, menggosok gigi, mencuci rambut,
mencuci tangan mencuci baju sendiri, bersih bersih di kamarnya sendiri.
Namun ada beberapa lansia yang masih kurang dalam menjaga kebersihan
dalam hal mandi, mencuci baju sendiri, dan membersihkan kamar sendiri.
Pada pasien dengan hipertensi dapat diberikan tindakan yang dapat
mengurangi nyeri kepala pada lansia yaitu ada beberapa cara, seperti
mengajarkan tehnik distraksi relaksasi pengurang rasa nyeri, rendam kaki
dengan air hangat, senam anti hipertensi dan juga diet hipertensi. Jika tidak
dapat diatasi maka dapat diberikan managemen obat – obatan.
Pada pasien lansia dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang masih
kurang dilakukan dapat diberikan intervensi berupa penyuluhan kesehatan
dan demonstrasi langsung yang dilakukan setiap pagi dan sore agar para lansia
mengikuti arahan untuk selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
agar para lansia di wisma selalu sehat.
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Setelah menyelesaikan pengalaman praktik keperawatan gerontik,
mahasiswa mampu menerapkan asuhan kepeawatan gerontik pada setiap
area pelayanan keperawatan khususnya pada lansia dengan pendekatan
proses keperawatan gerontik.

7
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menerapkan strategi yang tepat dalam mengkaji lansia.
b. Menentukan diagnosa kesehatan dan keperawatan gerontik
berdasarkan analisa data yang pengakajian.
c. Menerapkan pendidikan kesehatan yang spesifik untuk meningkatkan
kemandiarian dan kesejahteraan lansia
d. Melaksanakan perawatan kesehatan gerontik berdasarkan faktor resiko
personal, sosial dan lingkungan
e. Mengkoordinasi sumber-sumber yang ada untuk meningkatkan
kesehatan lansia
1.3 Manfaat

1.3.1 Untuk Mahasiswa


a. Dapat mengaplikasikan konsep keperawatan gerontik secara nyata
kepada lansia.
b. Belajar menjadi perawat profesional dalam menerapkan asuhan
keperawatan gerontik
c. Meningkatkan kemampuan berfikir kritis, analitis, dan bijaksana dalam
menghadapi dinamika di masyarakat
d. Meningkatkan keterampilan komunikasi, kemandirian dan hubungan
interpersonal.
1.3.2 Untuk Lansia
a. Mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
b. Mendapatkan kemampuan untuk mengenal, mengerti dan menyadari
dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat untuk
mencegah terjadinya hipertensi.
1.3.3 Untuk Pendidikan
a. Salah satu tolak ukur keberhasilan Program Studi Profesi Ners Stikes
Ngudia Husada Madura Program Profesi khususnya di bidang
keperawatan gerontik.
b. Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengembangan model
praktek keperawatan gerontik selanjutnya.

8
1.3.4 Untuk Profesi
a. Upaya menyiapkan tenaga perawat yang profesional, berpotensi secara
mandiri sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan.
b. Memberikan suatu model baru dalam keperawatan gerontik sehingga
profesi mampu mengembangkannya.

9
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia

tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,

dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Lansia merupakan suatu proses alami

yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Lilik, 2011).

Menurut undang-undang No 13 tahun 1988 tentang kesejahteraan

lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lansia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Dra. Ny Jos Masdani

(2000) dalam (Lilik, 2011) mengemukakan bahwa lansia merupakan

kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi jadi 4 bagian

pertama fase iufentus, antara 25-40 tahun, kedua fase vertilitas, antara 40

dan 50 tahun tahun ketiga, fase prasenium antara 55 dan 65 tahun dan

keempat fase senium, antara 65 hingga tutup usia.

Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75

tahun sebagai permulaan lanjut usia (Brunner dan suddart, 2001) dalam

(Lilik, 2011). Menurut surini dan Utomo (2003) dalam (Lilik, 2011), lanjut

usia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari proses

kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.

10
Stanley dan Beare (2007) mendifinisikan lansia berdasarkan

karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang yang telah

tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan

hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan

fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam

ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenui tugas ibu

rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu

pertamanya lahir.

2.1.2 Batasan Usia Lanjut

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (1999) dalam (Lilik,

2011), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut ini:

a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

b. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun

c. Usia tua (old) antara 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

Sedangkan menurut Nugroho (2000) dalam (Lilik, 2011)

menyimpulkan pembagian umur berdasarkan para ahli, bahwa yang

disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.

2.1.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring dengan tahap kehidupan, lansia memiliki tugas

perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside (1979) dalam

(Potter dan Perry, 2005). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia

meliputi:

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

11
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring

terjadinya penuaan system tubuh, perubahan penampilan dan fungsi.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh

karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat

perubahan karena hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena

pensiunan ini biasanya telah diantisipasi, seseorang dapat berencana

kedepan untuk berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela,

mencari minat dan hobi baru, dan malajutkan pendidikannya.

Meskipun kebanyakan lansia diatas garis kemiskinan, sumber

financial secara jelas mempengaruhi permasalahan dalam masa

pension.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman dan

kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit di selesaikan. Apalagi

bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang

meninggalkannya dan sangat berarti baginya. Dengan membantu

lansia proses berduka, dapat membantu mereka menyesuaikan diri

tehadap kehilangan.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri

selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidkamampuannya

sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucu

untuk tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta

12
bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada

resiko yang besar.

e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya,

kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah rumah yang lebih kecil

dan untuk seorang diri. Beberapa masalah kesehatan lain mungkin

mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau temannya.

Perubahan rencana kehidupan bagi lansia mungkin membutuhkan

periode penyesuaian yang lama selama lansia memerlukan bantuan

dan dukungan professional perawatan kesehatan dan keluarga.

f. Mendefinisikan ulang hubungan anak yang dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan

anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah keterlibatan peran,

ketergantungan, konflik, peraaan bersalah, dan kehilangan

memerlukan pengenalan dan resolusi.

g. Menentukan cara untuk mempertahakan kualitas hidup

Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk

memeprtahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif

secara social sepanjang hidupnya mungkin merasa relative mudah

untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi,

seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin

menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiun.

2.1.4 Proses Menua

13
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut)

secara alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses

berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam

maupun luar tubuh. Menuanya manusia seperti ausnya suku cadang suatu

mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang bagian-bagiannya saling

mempengaruhi secara fisik atau somatic dan psikologik.

Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama

cepatnya dan snagat individual. Adakalany seseorang yang masih muda

umurnya, namun sudah terlihat tua dan begitu juga sebaliknya. Banyak

factor yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetic (keturunan),

asupan gizi, kondisi mental, pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan sehari

hari (Darmojo dan Martono, 2004) dalam (Lilik, 2011).

A. Teori Proses Menua

1. Teori Biologi

a. Teori Seluler

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah

tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk

membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh

dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel-sel

yang akan membelah terlihat sedikit (Watson, 1992) dalam (Lilik,

2011). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap

proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel

lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan

jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.

14
Pada beberapa system, seperti system saraf, musculoskeletal

dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalm system itu dapat

diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Ternyata

sepanjang kehidupan ini, sel pada system ditubuh kita cenderung

mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan

konsekuensi yang buruk karena system sel tidak dapat diganti

(Lilik, 2011).

b. Teori “Genetik Clock”

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik

untuk spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya

mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu

replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan

menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut

konsep ini, jika jam ini berhenti, maka spesies akan meninggal

dunia tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir

yang katastrofal (Lilik, 2011).

c. Sintesis Protein (kolagen dan elastin)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya

pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan

adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan

tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan

elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur

yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak

kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan

15
flesibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan

bertambahnya usia (Tortora dan anagnostakos, 1990) dalam

(Lilik, 2011).

d. Keracunan Oksigen

Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel

di dalam tubuh untuk memeprtahankan diri dari oksigen yang

mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa

mekanisme pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan

mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur

membrane sel mengalami perubahan rigid, serta terjadi kesalahan

genetic (Tortora dan anagnostakos, 1990) dalam (Lilik, 2011).

Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi

sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga

mengontrol proses pengambilan nutrient dengan proses ekskresi

zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada

membrane sel yang sangat penting bagi proses di atas,

dipengaruhi oleh rigiditas membrane tersebut. Konsekuensi dari

kesalahan genetic adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh

mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan

dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

kerusaan system tubuh.

e. Sistem Imun

16
Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada

masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan

system yang terdiri dari system limfatik dan khususnya sel darah

putih, juga merupakan factor yang berkonstribusi dalam proses

penuaan (Lilik, 2011).

f. Mutasi Somatik

Penuaan disebabkan oleh kesalahan yang beruntun dalam

jangka waktu yang lama melalui transkripsi dan translasi.

Kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah

dan berakibat pada metabolisme yang salah, sehingga mengurangi

fungsional sel (Lilik, 2011).

g. Teori Menua akibat Metabolisme

Darmojo dan Martono (2004) dalam (Lilik, 2011),

pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat

pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur

karena kalori tersebut antara lain disebabkan karena menuurnnya

salah satu atau beberapa proses metabolism. Terjadi penurunan

pengeluaran hormone yang merangsang pruferasi sel misalnya

insulin dan hormone pertumbuhan.

h. Kerusakan akibat Radikal Bebas

Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan di

dialam tubuh di fagosit (pecah) dan sebagai produk sampingan di

dalam rantai pernapasan di dalam mitokondria. Untuk organisasi

aerobic radikal bebas terutama terbentuk waktu respirasi (aerob)

17
di dalam mitokondria. Karena 90% oksigen yang diambil tubuh

termasuk di dalam mitokondria. RB bersifat merusak, karena

sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein,

asam lemak tak jenuh, seperti di dalam membrane sel, dan dengan

gugus SH. Makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk

sehingga proses pengerusakan terus terjadi, kerusakan organel sel

semakin banyak dan akhirnya sel mati (Lilik, 2011).

2. Teori Psikologis

a. Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Seseorang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara

keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun

dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini

menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka

yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan social. Ukuran

optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut.

Mempertahankan hubungan antara system social dan individu

agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho,

2000) dalam (Lilik, 2011).

b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada

lanjut usia. Identity pada lansia mantap memudahkan dalam

memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan

masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal.

Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan terjadi pada

18
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe

personality yang dimilikinya (Kuntjoro, 2002) dalam (Lilik,

2011).

c. Teori pembebasan (Disengagement theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan

kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000)

dalam (Lilik, 2011). Teori ini menyatakan bahwa dengan

bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari

pergaulan sekitarnya. Keadaaan ini mengakibatkan interaksi

social lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas

sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:

1) Kehilangan peran (loss of role)

2) Hambatan kontak social (restriction of contact and

relationships)

3) Berkurangnya komitmen (reduce commitment to social

mores and values).

2.1.5 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Perubahan system penglihatan pada lansia erat kaitannya

dengan presbiopi yaitu lensa kehilangan elastisitas dan kaku.

Sistem pendengaran pada lansia mengalami presbiaskus

19
(gangguan pada pendengaran) oleh karena kehilangan

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam.

Sistem integumen pada lansia mengalami atrofi, kendur,

tidak elastic, kering, yang disebabkan atrofi glandula sebasea dan

glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit

dikenal dengan liver spot (Lilik, 2011).

2) Sistem Muskuloskeletal

a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin) mengalami

bentangan yang tidak teratur, sehingga menimbulkan dampak

berupa nyeri, penurunan kemampuan pengunaan kekuatan

otot.

b) Kartilago mengalami granulasi dan akhirnya permukaan

sendi menjadi rata, konsekuensinya kartilago pada persendian

menjadi rentan terhadap gesekan akibatnya sendi mengalami

peradangan, kaku, nyeri.

c) Tulang mengalami pengurangan kepadatan, yang akan

mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis lebih lanjut

mengakibatkan nyeri , deformitas, dan fraktur.

3) Kardiovaskuler dan respirasi

a) Sistem Kardiovaskuler

Massa jantung bertambah, ventrikel kiri hipertrofi

karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan

lipofusin dan klasifikasi SA node dan jaringan konduksi

berubah menjadi jaringan ikat (Lilik, 2011).

20
b) Sistem Respirasi

Terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total

paru tetap, tetapi volume cadangan paru betambah untuk

mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang

mengalir ke paru berkurang (Lilik, 2011).

4) Pencernaan dan metabolisme

Penurunan produksi sebagai produksi yang nyata.

Kehilangan gigi: adalah penyebab utama adalah periodontal

disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun. Atropi indra

pengecap (80%), pada lambung rasa lapar menurun, peristaltik

lemah, fungsi absorbs menurun. Pada usia lanjut, obat-obatan

dimetabolisme dalam jumlah sedikit, kecenderungan terjadi

peningkatan efek samping, overdosis dan reaksi yang merugikan

dari obat (Lilik, 2011).

5) System perkemihan

Penurunan glomerolus filtration rate (GFR), ekskresi,

dan absorpsi ginjal. Mereka kehilangan kemampuan untuk

mengekskresikan obat atau produk metabolism. Pola berkemih

tidak normal, banyak berkemih dimalam hari, sehingga

mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini

menunjukkan bahwa inkontinensia urine meningkat (Ebersole

and hess, 2001) dalam (Lilik, 2011).

6) Sistem Saraf

21
Mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif

pada serabut saraf lansia. Penurunan persepsi sensori dan respon

motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor

proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada

lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan

tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif (Surini dan

Utomo, 2003) dalam (Lilik, 2011).

7) Sistem Reproduksi

Ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi

atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi

spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-

angsur. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun

(asal kondisi kesehatan baik), yaitu dengan kehidupan seksual

dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lender vagina

menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang,

dan reaksi sifatnya menjadi alkali (Watson,2003) dalam (Lilik,

2011).

b. Perubahan kognitif

1) Memory (daya ingat, ingatan)

Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah

satu fungsi kognitif yang sering kali paling awal mengalami

penurunan. Ingatan jangka panjang (long term memory) kurang

mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek (Short

term memory) atau seketika 0-10 menit memburuk (Lilik, 2011).

22
2) IQ (Intellegent Quocient)

Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi

matematika (analitis, linier, sekuensial) dan perkatan verbal.

Tetapi persepsi dan daya membayangkan (fantasi) menurun.

Walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensia kurang

memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan lansia (Cockburn

dan smith, 1991) dalam (Lumbantobing, 2006).

Tabel 2.1 Perubahan kemampuan kognitif pada penuaan

Kemampuan Kognitif Perubahan


1. Pemecahan masalah a. Terjadi penurunan sampai akhir usia 60-
an
b. Banyak perubahan dapat ditanggulangi
dengan bimbingan dan latihan
2. Memori a. Sedikit mengalami penurunan
a. Sensori b. Tidak ada perubahan
b. Memori pendek c. Beberapa menurun, penurunan terutama
c. Memori panjang pada proses encoding
d. Memori jangka panjang d. Penurunan dimulai pada awal usia 50-an
kemampuan psikomotor e. Tidak mampu diubah dengan intervensi
3. Proses Informasi a. Penurunan dimulai pada usia awal 50-an
b. Tidak mampu diubah dengan intervensi
4. Kemampuan Verbal a. menurun sebelum usia 80 tahun
5. Alasan Abstrak a. Mungkin terjadi penurunan
c. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lansia makin berintegerasi dalam

kehidupannya. Lansia makin teratur dalam kehidupan

keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak

sehari-hari (Nugroho, 2000) dalam (Lilik, 2011). Spiritualitas lansia

bersifat universal, intrinsic, dan merupakan proses individual yang

berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus

kehilangan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup

tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif harapan dari

kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara

23
menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan

akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan

memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religious

untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai

kematian (Lilik, 2011).

Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari

orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal

ini menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut

terhadap konsep dan realitas kematian. Pada tahap perkembangan

usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian (Lilik, 2011).

d. Perubahan psikososial

1) Pensiun

Menurut Budi Darmojo dan Martono (2004) dalam

(Lilik, 2011), bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan

mengalami kehilangan-kehilangan antara lain:

a) Kehilangan Finansial

b) Kehilangan status

c) Kehilangan teman atau kenalan

d) Kehilangan kegiatan atau pekerjaan

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar pada lansia

dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam

kenyataannya sering dirasakan sebaliknya, karena pensiun sering

diartikan sebagai kehilangan pnghasilan, kedudukan, jabatan,

peran, kegiatan, status dan harga diri. Dampak postif lebih

24
menentramkan diri lansia dan dampak negative akan

mengganggu kesejahteraan hidup lansia (Kuntjoro, 2002) dalam

(Lilik, 2011).

2) Perubahan aspek kepribadian

Dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psikomotor

tersebut, lansia mengalami perubahan kepribadian. Menurut

Kuntjoro (2002), kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi 5

tipe kepribadian yaitu tipe kepribadian konstruktif (construction

personality), mandiri (independent personality), Tipe kepribadian

tergantung (dependent personality), bermusuhan (hostile

personality), tipe kepribadian defensive, dan tipe kepribadian

kritik diri (self hate personality), (Lilik, 2011).

e. Penurunan fungsi dan potensi seksual

Menurut Kuntjoro (2002) dalam (Lilik, 2011), factor

psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan seksualitas,

antara lain seperti rasa tabu atau malu bila memeprtahankan

kehidupan seksual pada lansia. Sikap keluarga dan masyarakat yang

kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. Adanya

kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam

kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal, dan disfungsi

seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa

lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan lainnya yang

mengakibatkan fungsi dan potensi seksual pada lansia mengalami

perubahan.

25
2.1.6 Permasalahan Pada Lansia

Masalah yang kerap muncul pada usia lanjut, yang disebutnya

sebagai a series of I’s, yang meliputi immobility (imobilisasi), instability

(instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual

impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of

vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation

(depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune

deficiency (menurunnya kekebalan tubuh) (Sari, 2010) dalam (Lilik,

2011). Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi lansia adalah sebagai

berikut :

a. Demensia

Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang

umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada

orang yang berusia > 65 tahun.

b. Stres

Gangguan stres merupakan hal yang terpenting dalam problem

lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi atau stres

tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang

dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada

lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat

keluhan somatik.

c. Skizofrenia

Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa

muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita

26
skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal

adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.

d. Gangguan Delusi

Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat

terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering

yaitu : waham kejar dan waham somatik.

e. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia,

gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan

stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik

pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia

pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama,

jika tidak lebih dapat menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia.

Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang

dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara

kronis.

Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya.

Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa

dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas.

Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan

kecemasan setelah suatu stresor yang berat. Gangguan stres lebih sering

pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan

mudah terbentuk suatu cacat fisik.

f. Gangguan Somatiform

27
Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan

apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis

adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan

pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki

penyakit yang mematikan. Terapi pada gangguan ini adalah dengan

pendekatan psikologis dan farmakologis.

g. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain

Riwayat minum/ketergantungan alkohol biasanya memberikan

riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja/dewasa.

Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan

riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis

seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff. Presentasi klinis

pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk,

malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan

nikotin sering disalahgunakan. Di sini harus diperhatikan adanya

gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun

tidak obat- obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

h. Gangguan Tidur / Insomnia

Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan

dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur atau insomnia.

Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda

adalah gangguan tidur, ngantuk siang hari dan tidur sejenak di siang

hari. Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang

berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi

28
yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem

regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia

adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum,

faktor sosial dan lingkungan. Gangguan tersering pada lansia pria

adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan

gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak

napas, nyeri perut. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih

banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam

tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi

yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia (Lilik,

2011).

2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia

Dikemukakan oleh Lilik (2011) bahwa ada empat penyakit yang

sangat erat hubungannya dengan proses menua, yakni :

a. Gangguan sirkulasi darah, seperti: hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pembuluh darah di otak (coroner), dan ginjal.

b. Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.

c. Gangguan pada persendian, seperti: osteoarthritis, gout artritis, ataupun

penyakit kolagen lainnya.

2.2 Konsep Periaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

2.2.1 Definisi

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan suatu bentuk

perilaku keseharian yang sangat penting untuk dilakukan karena

29
mendukung terciptanya kualitas hidup yang lebih baik. Setiap kelompok

umur diharapkan mampu menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari.

Termasuk dalam hal ini adalah kelompok usia lanjut (lansia) (Ronasari,

2019). Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah cara memberikan atau

menciptakan pengalaman belajar pada perseorangan, keluarga, kelompok

dan masyarakat, dengan memberikan informasi dan membuka jalan,

membuka edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku,

dengan cara pemberdayaan masyarakat sebagai upaya membantu

masyarakat dalam mengatasi masalahnya sendiri agar dapat menerapkan

cara-cara hidup sehat, dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan

kesehatan.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan

orientasi hidup sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat,

yang bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi

kesehatannya baik secara fisik, mental, spiritual, maupun social (kemensos

ri, 2020). Perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,

kelompok, keluarga, dengan membuka jalur komunikasi, informasi, dan

edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, serta perilaku sehingga

masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih

dan sehat. Melalui PHBS diharapkan masyarakat dapat mengenali dan

mengatasi masalah sendiri dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat

dengan menjaga, memeli hara dan meningkatkan kesehatannya

(Notoadmodjo S, 2007).

30
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan hak asasi manusia untuk

tetap mempertahankan hidupnya hal ini telah disepakati oleh dunia pada

tahun 1948 bahwa setiap individu memiliki hak atas derajat kesehatan

yang setinggi tingginya tanpa membedakan agama, ras , politik yang

dianut dan tingkat sosial ekonomi ( Sri, 2015, ressy dkk, 2019). Perilaku

hidup bersih dan sehat merupakan perilaku kesehatan yang erat kaitannya

dengan perilaku individu. Pembentukan perilaku sangat dipengaruhi oleh

tingkat pengetahuan individu. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan

domain dasar yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

atau overt behavior. Tingkat pendidikan berkaitan dengan tingkat

pengetahuan. Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah

dalam menyerap informasi, sehingga pengetahuannya akan tinggi.

2.2.1 Manfaat PHBS

a. Manfaat PHBS secara umum

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau dan mampu

menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut menjadi penting

untuk dilakukan agar masyarakat sadar dan dapat mencegah serta

mengantisipasi atau menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang

mungkin muncul. Selain itu, dengan menerapkan dan mempraktikan

PHBS diharapkan masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang

sehat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Berdasarkan

penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan (Huon Dkk,

2012).

b. Manfaat PHBS secara khusus

31
PHBS merupakan upaya masyarakat untuk menerapkan serta

mempraktikkan pola hidup bersih dan sehat dalam rangka

menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Penerapan PHBS ini

diharapkan dapat mencegah, meminimalisir munculnya serta

penyebaran penyakit. Selain itu masyarakat mampu memanfaatkan

pelayanan fasilitas kesehatan dan mengembangkan kesehatan yang

bersumber dari masyarakat.

2.2.2 Indikator PHBS

Penerapan PHBS dalam kehidupan sehari-hari memiliki tolak ukur

yang dapat digunakan sebagai ukuran bahwa seseorang dikatakan sudah

melakukan atau memenuhi kriteria menjalankan perilaku hidup bersih dan

sehat. Berikut adalah indikator-indikator PHBS:

a. Menggunakan air bersih

b. Mencuci tangan mengggunakan sabun dengan benar

c. Menggunakan jamban yang sehat

d. Memberantas jentik nyamuk seminggu sekali secara rutin

e. Makan makanan yang sehat dan bergizi

f. Melakukan aktifitas fisik setiap hari

g. Tidak merokok, minum alcohol, dan menggunakan obat-obatan

terlarang.

2.2.3 Gambaran PHBS

Berikut adalah gambaran jenis-jenis perilaku hidup sehat yang

harus dipahami, diterapkan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari

agar hidup sehat dan terjaga dari serangan penyakit, (Depkes RI, 2007):

32
a. Mandi

Perilaku mandi menggunakan sabun mandi dan air bersih dilakukan

minimal 2x sehari pada pagi dan sore hari yang bertujuan untuk :

1. Menjaga kebersihan kulit.

2. Mencegah penyakit kulit/ gatal-gatal.

3. Menghilangkan bau badan.

4. Menghilangkan kuman dan virus.

b. Mencuci rambut atau keramas

Perilaku mencuci rambut dilakukan 2x seminggu menggunakan shampo

dan air bersih, bertujuan untuk membersihkan rambut dan kulit kepala

dari kotoran dan memberikan rasa segar.

c. Membersihkan hidung

Perilaku membersihkan lubang hidung perlu dilakukan pada setiap kali

mandi guna membuang kotoran yang ada dan melancarkan jalan udara

untuk bernafas. Namun demikian, saat situasi berjangkitnya virus

korona, sebaiknya tidak sembarangan menyentuh atau membersihkan

hidung, mata, mulut dan menyentuh muka dengan tangan yang tidak

yakin bersih. Hal-hal tersebut akan mempermudah masuknya virus ke

dalam tubuh. Tutuplah mulut dan hidung dengan siku terlipat saat batuk

atau bersin.

d. Membersihkan telinga

Sama halnya dengan hidung, telinga juga harus di bersihkan saat mandi.

Bersihkan bagian daun telinga ataupun luar telinga. Hindari mengorek

telinga terutama dengan mengunakan benda-benda yang tidak aman dan

33
tajam seperti penjepet rambut. Jika ada kotoran yang mengeras, minta

banduan dokter untuk membersihkannya.

e. Menggosok gigi

Perilaku menggosok gigi dilakukan minimal 2 x sehari dengan

memakai pasta gigi/odol yang dilakukan setelah makan dan sebelum

tidur malam. Gosok gigi (Depkes RI, 2007) bertujuan untuk:

a. Menjaga kebersihan gigi dan mulut.

b. Mencegah kerusakan pada gusi dan gigi.

c. Mencegah bau mulut tidak sedap.

f. Kesehatan mata

Perilaku membersihkan mata adalah salah satu upaya menjaga

kesehatan mata. Salah satu cara menjaga kesehatan mata adalah

memperhatikan intensitas cahaya pada saat membaca. Intensitas cahaya

harus cukup terang, jarak pembaca dengan buku sepanjang penggaris

(30 cm), yang dibaca tidak boleh bergerak/bergoyang.

g. Mencuci tangan pakai sabun

Perilaku mencuci tangan dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan

dari kotoran dan kuman yang dapat menyebabkan penyakit. Kotoran

dan bakteri yang menempel pada tangan dapat menyebabkan bebagai

macam penyakit seperti penyakit diare, kecacingan, dan infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA), kurang gizi, dll. 7. Mencuci tangan pakai sabun

Dalam diagram di samping, penyebaran kuman terpetakan, kuman dan

bakteri yang berasal dari kotoran hewan, manusia, sampah busuk, dll

disebarkan melalui berbagai cara yaitu lalat, debu, tangan, air, dll.

34
Tangan yang kotor menjadi salah satu media penyebaran penyakit. Cuci

tangan pakai sabun di waktu-waktu penting dapat mengurangi resiko

terkena penyakit diare sebanyak 42-48% dan secara signifikan dapat

mengurangi penyakit pernafasan akut termasuk mencegah terjakit Virus

Corona.

h. Memotong kuku

Perilaku memotong dan membersihkan kuku dilakukan minimal 1x

seminggu dengan tujuan untuk:

a. Mencegah penyakit yang dapat ditularkan melalui sisa kotoran yang


terselip pada kuku dan jari jemari tangan.

b. Mencegah luka akibat garukan kuku. Perlu diperhatikan bahwa


tidak boleh mengorek hidung dengan jari/ kuku tangan yang kotor,

tidak memasukkan jari ke mulut atau menggigiti kuku.

i. Menggunakan alas kaki

Anak-anak terkadang saat bermain tidak meggunakan alas kaki.

Penggunaan alas kaki perlu dilakukan agar:

a. Kaki tidak terluka atau tertusuk benda tajam.

b. Mencegah penyakit, misalnya penyakit cacingan akibat menginjak


kotoran.

j. Kebersihan pakaian

Pakaian harus selalu bersih dan diganti setiap hari. Hal ini bertujuan

agar kita terhindar dari penyakit kulit yang disebabkan pakaian basah

atau kotor.

k. Makan makanan gizi dan seimbang

35
Gizi seimbang adalah nutrisi dan zat gizi yang disesuaikan dengan

kebutuhan tubuh, tidak berlebihan juga tidak kekurangan. Makanan gizi

seimbang adalah mengkonsumsi makanan yang mengandung nutrisi

dan gizi disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dengan tetap

memperhatikan berbagai prinsip seperti keberagaman jenis makanan,

aktifitas tubuh, berat badan ideal serta faktor usi.

Fungsi dari makanan dalam piramida makanan meliputi:

1. Zat tenaga. Tenaga diperlukan manusia untuk melakukan berbagai

kegiatan sehari-hari. Zat tenaga dihasilkan dari : karbohidrat, lemak

dan protein.

2. Zat Pembangun. Zat pembangun diperlukan untuk membangun dan

mengganti sel-sel atau jaringan didalam tubuh yang telah rusak. Zat

pembangun dihasilkan dari protein.

3. Zat Pengatur. Zat pengatur diperlukan untuk mengatur berbagai

proses kimia dalam proses pencernaan makanan.

Prinsip gizi seimbang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk

menyeimbangkan antara “zat gizi yang masuk dan zat gizi yang keluar”

dengan memantau berat badan secara berkala. Konsumsi proporsional

keragaman 4 jenis makanan ditunjukkan dengan prinsip piring makanku

pada gambar berikut ini.

2.3 Konsep Hipertensi

2.3.1 Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dari arteri yang bersifat

siskemik atau berlangsung secara terus – menerus untuk jangka waktu

36
yang lama. Hipertensi tidak akan terjadi secara tiba – tiba, melainkan

melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah tinggi yang tidak

dikontrol pada waktu tertentu akan dapat menyebabkan tekanan darah

yang permanen biasa disebut hipertensi. Hipertensi juga diartikan sebagai

keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan sistolik merupakan tekanan

saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sedangkan tekanan

diastolik merupakan tekanan saat otot jantung relaksasi dan menerima

darah yang kembali dari seluruh tubuh (Ulinnuha, 2018).

Menurut kemenkes RI tahun 2018 definisi hipertensi merupakan

peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran selang

waktu sekitar lima menit dalam keadaan istirahat atau tenang. Peningkatan

tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat

menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (jantung

koroner) dan otak yang bisa menyebabkan stroke bila tidak dideteksi

secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI,

2018).

2.3.2 Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang

spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac

output atau peningkatan tekanan perifer. Beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi, antara lain (Trijayanti, 2019):

37
a. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekresi atau

transport Na.

b. Obesitas : level insulin yang tinggi akan mengakibatkan tekanan darah

meningkat

c. Stress lingkungan.

d. Hilangnya elastisitas jaringan dari arterosklerosis pada usia lanjut serta

pelebaran pembuluh darah.

2.3.3 Manifestasi

Manifestasi Klinis Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya

kelainan apapun selain hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi. Klien

yang menderita hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala

(asimtomatik). Pada lansia ditegakkan jika rata-rata hasil pemeriksaan

darah pada dua kunjungan berturut-turut berada pada nilai tekanan sistolik

lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

didiagnosis sebagai hipertensi (Manuntung, 2018).

Pada tahap awal penyakit hipertensi tidak menunjukkan tanda dan

gejala yang dikeluhkan oleh klien, jika keadaan terus tidak terdeteksi

selama pemeriksaan rutin, klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan

darahnya tersebut naik. Jika kondisi tersebut dibiarkan tidak terdiagnosis

maka tekanan darah akan terus naik, sehingga manifestasi klinis akan

menjadi jelas dan klien akan mengeluhkan sakit kepala terus menerus,

kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur atau

penglihatan ganda atau mimisan (Arintoko, 2018). Saat hipertensi pada

lansia kambuh dapat mengakibatkan beberapa masalah yang akan timbul

38
seperti kelelahan berlebih, pusing, jantung berdebar dan gangguan pola

istirahat tidur yang dapat mengakibatkan kualitas tidur lansia menjadi

tergganggu (Sari, 2019).

2.3.4 Faktor Resiko

Menurut Manuntung (2018) mengatakan faktor resiko yang tidak

dapat dimodifikasi yaitu faktor genetik, usia, jenis kelamin dan etnis.

Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stress, obesitas dan

nutrisi.

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin sangat erat terhadap terjadinya hipertensi dimana

pada usia muda dan paruh baya lebih tinggi pada laki – laki dan pada

wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita

mengalami masa menopause.

b. Usia

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan

bertambahnya usia seseorang. Seseorang yang berumur diatas 60 tahun,

50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar sama dengan 140/90

mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang

yang bertambah usianya.

c. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga dengan hipertensi juga memberikan resiko

terkena hipertensi sebanyak 75%.

d. Stress

39
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi

karena hubungan antara stress dengan hipertensi melalui aktivitas saraf

simpatis, peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara tidak

menentu.

e. Obesitas

Meningkatnya berat badan pada masa usia pertengahan resiko

hipertensi akan meningkat.

2.3.5 Penatalaksanaan

Kemenkes RI (2018) mengatakan penatalaksanaan hipertensi dapat

dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup dan menggunakan obat –

obatan. Memodifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi

asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari, menurunkan berat badan,

menghindari minuman berkafein, rokok dan minuman beralkohol. Olah

raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi seperti jalan sehat, jogging,

bersepeda 20-25 menit dengan frekuensi 3 – 5 per minggu. Penting juga

cukup istirahat sekitar 6-8 jam dan mengendalikan stress. Adapun

makanan – makanan yang harus dibatasi bagi penderita hipertensi, antara

lain :

a. makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (minyak kelapa, gajih, otak,

paru)

b. makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,

crackers, keripik dan makanan – makanan yang asin)

c. makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, soft drink)

40
d. susu full cream, margarin, keju mayonnaise, serta sumber protein

hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau kambing,

kuning telur dan kulit ayam

e. alcohol dan makanan yang mengandung alcohol seperti durian dan tape.

Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi

diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan

dengan memodifikasi diet serta gaya hidup ataupun obat-obatan

sehingga komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan.

2.4 Konsep Dasar Nyeri

2.4.1 Pengertian Nyeri


Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual dan
potensial yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian
tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif diman jaringan
rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, perasaan takut dan
mual (judha, 2012) dalam Dian (2018).

2.4.2 Tipe dan Karakteristik Nyeri

Tipe terbagi menjadi lima, yaitu berdasarkan durasi, nyeri berdasarkan


intensitas, nyeri berdasarkan transmisi, nyeri berdasarkan sumber atau asal
nyeri (Lukma, 2012) dalam (Dian, 2018)

a. Nyeri berdasarkan Durasi

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit
atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat 29 dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsung
untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013) dalam Dian (2018).

41
Nyeri akut berdurasi singkat dan akan menghilang tanpa
hambatansetelah area yang rusak pulih kembali.

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang yang intermiten yang


menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung lama
dengan intesitas yang bervariasi dan berlangsung lebih dari 6 bulan
(Potter & Perry, 2013) dalam Dian (2018).

b. Berdasarkan intensitas

Nyeri digolongkan nyeri berat, nyeri sedang dan nyeri ringan.

2.4.3 Pengukuran Intensitas nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan


oleh individu. Pengukuran intesitas nyeri bersifat sangat subjektif dan
nyeri dalam intesitas yang sam adiraskan berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri, (yudiyanta, 2015) dalam Dian (2018). Berikut ini merupakan
beberapa skala intensitas nyeri yang biasa digunakan:

a. Visual analog scale (VAS)


Skala analog visual (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan
untuk menilai nyerri. Rentang nyeri diwakili sebagai garis panjang 10
cm, dengan atau tannpa tanda tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung
garis dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang
satunya meakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung lainnya mewakili
rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
b. Verbal rating scale (VRS)
Skala verbal menggunakan data-data dan bukan garis atau angka
untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakn dapat
berupa tidak ada nyeri, sedang, parah.

42
2.4.4 Komplikasi
Nyeri dapat menimbulkan efek yang membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Nyeri akut yang tidak kunjung reda
dapat mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal,
endokrin dan immunoligi. Sam aseperti halnya nyeri akut, nyeri kronis pun
juga mempunyai efek yang merugikan salah satunya dapat meningkatkan
pertumbuhan tumor akibat dari supresi fungsi imun, serta nyeri kronis juga
sering mengakibatkan depresi dan ketidak mampuan. (Smeltzer, 2013)
dalam Dian (2018).

2.4.5 Penatalaksanaan Nyeri


Menurunkan nyeri sampai tingkat yang dapat ditoleransi pernah di
anggap sebagi tujuan dari penatalaksaan nyeri. Namun begitu, pasien yang
menggambarkan nyeri telah hilang sekalipun sering melaporkan gangguan
tidur dan jelas tertekan karena nyeri yang dialaminya. Mengingat efek
membahayakan nyeri dan dan penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat,
tujuan yang hanya membuat nyeri dapat ditoleransi telah digantikan oleh
tujuan menghilangkan nyeri.
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis
dan non farmakologis. Analgesic yang tepat digunakan sesuai dengan yang
diresepkan dan jangan dianggap hanya sebagai upaya terakhir ketika
tindakan pereda nyeri lainnya tidak berhasil. Semua intervensi akan
berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah. Mengenai nyeri
melalui intervensi farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter
atau pemberi perawatan utama lainnya dan pasien. Obat-obatan tertentu
untuk penatalaksanaan nyeri mungkin diresepkan untuk pemberian dosis
awal. Kemudian diikuti dengan perawat yang mempertahankan analgesia,
mengkaji keefektifannya dan melaporkan jika intervensi tersebut tidak
efektif bahkan menimbulkan efek samping.
Selain intervensi farmakologis, menangani nyeri dengan intervensi
nonfarmakologis pun sudah banyak dilakukan saat ini. Metode Pereda
nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah.

43
Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan,
tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat
episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam
hal lain, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam 32
atau berhari-hari, mengkombinasikan tehnik nonfarmakologis dengan
obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri.
Penanganan nyeri melalui tehnik nonfarmakologis pun beragam
diantaranya yaitu tehnik masase, tetapi es dan panas, stimulasi saraf
elektris transkutan, distraksi, tehnik relaksasi yang sudah sangat umum
dilakukan dalam menangani nyeri, imajinasi terbimbing, serta hypnosis
(Smeltzer, 2013) dalam Dian (2018).
2.5 Pengaruh Pendidikan Kesehatan PHBS Terhadap Pencegahan

Hipertensi

Menurut hasil penelitian Medyna, Ikrima, et.al (2022) Bahwa terdapat

pengaruh pendidikan kesehatan yakni terjadinya peningkatan pengetahuan

pada kategori baik dari yang sebelum dilakukan penyuluhan sebesar 57% dan

setelah dilakukannya penyuluhan menjadi 83,34%. Hasil statistik

menggunakan uji Wilcoxon (p-value=0,039) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan bermakna rata-rata skor pengetahuan tentang pencegahan dan

pengendalian hipertensi antara sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan.

Penyuluhan tentang Hipertensi Pada Lansia dan pentingnya Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) penting untuk diterapkan. Hipertensi adalah

suatu kondisi ketika tekanan darah terhadap dinding arteri terlalu tinggi.

Faktor penyebab hipertensi sering terjadi oleh para lansia sehingga Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) penting untuk diterapkan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Purba, Rawalven, et al (2021)

Bahwa terdapat pengaruh yakni peningkatan pengetahuan melalui kegiatan

44
penyuluhan kesehatan diharapkan mampu merubah sikap masyarakat

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan diet hipertensi. Proses

pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan seperti salah

satunya adalah rangsangan pengetahuan. Sebuah hasil penelitian

membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan berpengaruh terhadap

peningkatan pengetahuan, sikap dan motivasi (Sikumbang, 2019).

2.6 Profil UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan

FORMAT PENGKAJIAN KELOMPOK

UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA PASURUAN

2.6.1 IDENTITAS PANTI

A. Nama Panti : UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

B. Alamat Panti : Jl. Dr. Soetomo Pandaan, Kec. Pandaan, Kab. Pasuruan

Telepon/Fax : (0343) 631255 – Pandaan – Pasuruan

C. Type Panti : Tipe A

2.6.2 LATAR BELAKANG PENDIRIAN PANTI

a.Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan ini

didirikan pada tanggal 1 Oktober 1979 dengan nama SASANA TRESNA

WERDHA (STW) "SEJAHTERA" PANDAAN yang pada awalnya

melayani 30 orang,

b. Pada tanggal 17 Mei 1982 diresmikan pemakaiannya oleh Menteri Sosial

Bapak Saparjo dengan dasar KEP.MENSOS RI NO. 32/HUK /

KEP/VI/82 di bawah pengendalian Kanwil Depsos Propinsi Jawa Timur

dengan kapasitas tampung 107 orang dan menempati areal seluas 16.454

45
c. Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaan UPT Pusat / Panti /

Sasana dilingkungan Departemen Sosial dengan SK. Mensos RI

No.14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha “

Sejahtera " Pandaan.

d. Dalam perkembangan waktu dan perkembangan kebutuhan akan

pelayanan lanjut usia terjadi perubahan dengan Melalui SK.Mensos RI.

No.8/HUK/1998 ditetapkan menjadi Panti percontohan Tingkat Propinsi

dengan kapasitas 107 orang. 35

e. Melalui Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2000. tentang Dinas Sosial

Propinsi Jawa Timur bahwa Panti Sosial Tresna Werdha “ Sejahtera “

Pandaan, merupakan Unit Pelaksana Tehnis Dinas Sosial Propinsi Jawa

Timur.

f. Sejalan dengan perkembangan jangkauan pelayanan pada lanjut usia

melalui Perda No.14 Tahun 2002 tentang perubahan atas Perda No.12

Tahun 2000 tentang Dinas Sosial, bahwa Panti Sosial Tresna Werdha

Pandaan berubah nama menjadi : Panti Sosial Tresna Werdha

Pandaan, Bangkalan, yang jangkauan pelayanannya bertambah untuk

wilayah Madura dengan penambahan Unit Pelayanan Sosial lanjut Usia

di Bangkalan.

g. Berdasarkan pada Peraturan Gubernur No. 119 tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi

Jawa Timur, Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan- Bangkalan berubah

menjadi : Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Pasuruan dengan jangkauan pelayanan wilayah Kabupaten Pasuruan dan

46
Kab./Kota sekitarnya ditambah Pelayanan Sosial Lanjut Usia di

Lamongan dengan jangkauan pelayanan wilayah Kabupaten Lamongan

dan Kabupaten sekitarnya.

h. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 108 T tentang nomenklatur susunan

organisasi, uraian tugas dan fungsi serta tata kerja unit pelaksana teknis

dinas social provimsi jawa timur 2016 bahwa UPT Pelayanan Sosial

Lanjut Usia Pasuruan berubah nama menjadi UPT Pelayanan Sosial

Tresna Werdha Pasuruan

i. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 85 tahun 2018 tentang

nomenklatur, susunan organisasi, uraian tugas dan fungsi serta tata kerja

unit pelaksanaan teknis dinas provinsi jawa timur

2.6.3 VISI, MISI DAN MOTTO PANTI

a. Visi : Terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan sosial bagi lanjut

usia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Misi :

1. Melaksanakan tugas pelayanan dan rehabilitasi bagi lanjut usia

dalam upaya memenuhi kebutuhan rohani, jasmani dan sosial

sehingga dapat menikmati hari tua yang diliputi kebahagiaan dan

ketentraman lahir batin.

2. Mengembangkan sumber potensi bagi lanjut usia potensial, sehingga

dapat mandiri dan dapat menjalankan fungsi sosial secara wajar.

3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut usia

terlantar.

c. Motto : “Tua berguna dan berkualitas!”

47
2.6.4 TUJUAN PANTI

a. Tujuan Umum : Memberikan tempat pelayanan sosial serta kasih

sayang terhadap para Lanjut Usia terlantar ( potensial dan tidak

potensial ) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

b. Tujuan Khusus :

1) Terpenuhinya kebutuhan rohani meliputi: Ibadah sesuai dengan

Agama masing-masing, kebutuhan kasih sayang, peningkatan

semangat hidup dan rasa percaya diri.

2) Terpenuhinya kebutuhan jasmani meliputi : Kebutuhan pokok

secara layak ( Sandang, pangan dan papan ), pemeliharaan

kesehatan, pemenuhan kebutuhan rekreatif untuk mengisi waktu

luang

3) Terpenuhinya kebutuhan sosial, terutama bimbingan sosial antar

penghuni panti, pembina maupun dengan masyarakat.

2.6.5 PRINSIP PELAYANAN PANTI

a. Menerima klien apa adanya


b. Menghormati harkat & martabat klien
c. Menjaga kerahasiaan data
d. Tidak memberikan stigma
e. Tidak mengucilkan
f. Menghindari sikap sensitif
g. Pemenuhan kebutuhan secara tepat dan komprehensif.
h. Menghindari sikap belas kasihan
i. Pelayanan yang cepat dan tepat, bermutu, efisien dan efektif dan
akuntabel.
2.6.6 PERSYARATAN MASUK PANTI
a. Laki / perempuan usia 60 tahun keatas

48
b. Terlantar secara sosial dan ekonomi
c. Potensial dan Tidak potensial
d. Atas kemauan sendiri dan tidak ada unsur paksaan
e. Berbadan sehat tidak mempunyai penyakit menular yang dinyatakan
dengan surat keterangan sehat dari Dokter.
f. Direkomendasi dari kantor Dinas sosial / Pemda setempat.
g. Calon klien dinyatakan lulus seleksi oleh petugas panti.
2.6.7 KAPASITAS PANTI
A. Jumlah Usia Lanjut berdasarkan Kriteria di UPT PSTW
1. Perempuan : 110 Orang
2. Laki-Laki : 55
2.7.8 SARANA DAN PRA SARANA PANTI
a. Nama UPT : UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan
b. Lokasi Pandaan – Pasuruan :
➢ Luas Lahan / Tanah : 13.968 m2
➢ Tanah makam : 3.222 m2
➢ Daya listrik terpasang : 16.000 Kwh
➢ Jumlah bangunan :
a) Wisma Klien : 9 unit
b) Wisma Perawatan Khusus : 2 unit 38
c) Gedung PoliKlinik : 1 unit
d) Gedung Dapur Umum : 1 unit
e) Gedung Kantor : 2 unit
f) Gedung Serba Guna : 1 unit
g) Gedung Lokal Kerja : 1 unit
h) Wisma 2 Lantai : 16 Kamar
i) Masjid : 1 unit
j) Rumah Dinas Kepala : 1 unit
k) Pos Keamanan : 1 unit
l) Ruang Jenset : 1 unit
m) Sumur bor : 1 unit
n) Tandon air besar : 2 unit

49
o) Water tower : 8 unit
p) Kandang ternak : 2 unit
q) Kolam ikan : 7 petak
r) Tempat pemandian jenazah : 1 unit
s) Gazebo : 1 unit
t) Keranda Jenazah : 1 buah
u) Mobil dinas Kepala : 1 unit
v) Mobil Ambulance : 1 unit
w) Sepeda motor : 2 unit
x) Perabot karawitan : 1 set
y) Electone (keyboard) : 1 unit
z) Sound system : 1 set
➢ Jumlah lansia : 165 orang
➢ Lokasi : Pandaan : Jl. Dr. Sutomo Pandaan, Kec. Pandaan,
Kab. Pasuruan Telepon/Fax : (0343) 631255
2.7.9 HUBUNGAN LINTAS PROGRAM DAN SEKTORAL
A. Lintas Program 1. Departemen Agama dalam bimbingan mental agama
2. Dinas Pendidikan, Kebudayaan, dan Pariwisata dalam bimbingan
ketrampilan kesenian 3. Dinas Kesehatan (Puskesmas, RSUD)
membantu bidang kesehatan 4. Sekolah/Perguruan Tinggi/Akademisi
dalam rangka pengembangan Ilmu Pengetahuan dan sebagai pusat
informasi di masyarakat.
B. Lintas Sektoral 1. Pemerintah Kabupaten atau Kota Madya khususnya di
wilayah kerja UPT.PSTW.PASURUAN 2. Muspika Kecamatan 3.
Tokoh Masyarakat/LSM
2.7.10 DATA KESEHATAN PER BULAN JANUARI – MEI 2022
A. Urutan (5) Lima Penyakit terbanyak pada Usia Lanjut
Chapter 2 Hipertensi
Chapter 3 Arthritis reumatoid
Chapter 4 Gangguan pendengaran
Chapter 5 Gangguan penglihatan
Chapter 6 Resiko jatuh

50
A. Tempat Pelayanan Kesehatan & Keperawatan
1. Rumah Sakit : Rumah sakit rujukan bekerja sama dengan RSUD
Bangil - Pasuruan dan RSSA (Rumah Sakit Saiful Anwar) Malang
2. Puskesmas : Puskesmas rujukan bekerja sama dengan Puskesmas
Pandaan
3. Dokter Praktik : dr. Praktik di Puskesmas Pandaan

DENAH UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA PASURUAN

51
52
BAB 3

PENGKAJIAN GERONTIK

PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WISMA TERATAI

Asuhan keperawatan gerontik adalah suatu kerangka kerja untuk


memecahkana masalah kesehatan yang ada di dalam wisma secara sistematis dan
rasional yang didasarkan pada kebutuhan dan masalah yang terdapat dalam
wisma. Penerapan ilmu dan kiat asuhan keperawatan gerontik yang akan ada pada
wisma dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan untuk dapat mencapai tujuan
yang kita harapkan.

3.1 Pengkajian

Dari pengkajian di Wisma Teratai pada tanggal 31 Mei 2022 - 2 Juni


2022 didapatkan :

3.1.1 DATA DEMOGRAFI


Hasil data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi yang

dilakukan oleh mahasiswa dapat disajikan sebagai berikut:

1. Distribusi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin


No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 0 0%
2 Perempuan 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Observasi dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar lansia di wisma


Teratai berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 7 lansia dengan
persentase 100%.

53
2. Distribusi Warga Berdasarkan Agama/Kepercayaan
No Agama Jumlah Persentase
1 Protestan 1 14%
2 Islam 6 86%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar lansia di wisma


teratai beragama Islam dengan jumlah 6 lansia (86%) dan 1 lansia beragama
kristen (14%).

3. Distribusi Lansia Berdasarkan Umur


No Umur Jumlah Persentase
1 45-59 tahun 0 0%
2 60-70 tahun 5 71%
3 75-90 tahun 2 29%
4 >90 tahun 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Dari tabel di atas didapatkan bahwa sebagian besar lansia di Wisma


Teratai berusia 60-70 tahun dengan jumlah 5 lansia (71%)

4. Distribusi lansia Berdasarkan Pendidikan


No Pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 1 14%
2 SMP 1 14%
3 SMA 2 29%

4 PT 0 0
5 Tidak Sekolah 3 43%
Total 7 100%
Sumber : Wawamcara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha
Pasuruan

54
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data bahwa sebagian besar

lansia tidak sekolah dengan jumlah 3 orang lansia (43%).

5. Distribusi lanasia Berdasarkan lama tinggal di panti


No Lama tinggal di panti Jumlah Persentase
1 <1 tahun 1 14%
2 1-3 tahun 1 14%
3 >3 tahun 5 72%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan data bahwa sebagian besar lansia

tinggal di Wisma Teratai lebih dari 3 tahun sebanyak 5 lansia dengan

persentase (72%).

6. Distribusi lansia Berdasarkan Riwayat Pekerjaan


No Riwayat Pekerjaan Jumlah Persentase
1 Petani 1 20%
2 Swasta 4 80%
3 Pemulung 0 0
4 Lain lain 2 0
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data bahwa hampir sebagian lansia

memiliki riwayat pekerjaan yaitu swasta dengan jumlah 4 orang lansia (80%).

55
3.1.2 DATA KESEHATAN LANSIA
Dari 7 lansia yang didata, didapatkan data kesehatan lansia sebagai
berikut:

1. Distribusi Lansia berdasarkan keluhan yang dirasakan saat ini


No Keluhan yang dirasakan saat ini Jumlah Persentase
1. Pusing/Sakit Kepala 3 43%
2. Nyeri kesemutan 1 14%
3. Nyeri sendi 2 29%
4. Penglihatan kabur 1 14%
Total 7 100%
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data bahwa yang dirasakan
lansia dengan Pusing/Sakit Kepala 43%.

2. Distribusi Lansia berdasarkan keluhan yang dirasakan 3 bulan terakhir


No Keluhan yang dirasakan 3 bulan Jumlah Persentase
terakhir
1. Pusing/Sakit Kepala 3 44%
2. Nyeri sendi 2 28%
3. Penglihatan kabur 2 28%
Total 7 100%

Sumber : Wawancara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data bahwa yang dirasakan


lansia dengan sakit kepala/pusing 44%.

3. Distribusi lansia berdasarkan penyakit saat ini


No Jenis Penyakit Jumlah Persentase
1 Hipertensi 4 57%
2 Rheumatoid Arthritis 2 29%
2 Diabetes Melitus 1 14%

56
Total 7 100%
Sumber : Observasi dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Berdasarakan tabel di atas, didapatkan bahwa mayoritas penyakit


yang diderita lansia adalah hipertensi sebanyak 4 lansia (57%)

4. Distribusi lansia berdasarkan skala nyeri Pre Intervensi

No Skala Nyeri Jumlah Persentase

1 tidak nyeri 1 14%

2 1-3 (nyeri ringan) 0 0%

3 4-6 (nyeri sedang) 6 86%

4 7-9 (nyeri berat) 0 0%

5 10 ( tidak tertahankan) 0 0%

Total 7 100%

Sumber : Observasi dan Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
Wisma Teratai

Berdasarakan tabel diatas, didapatkan bahwa sebagian besar skala


nyeri yang diderita lansia adalah nyeri sedang sebanyak 6 lansia (86%)

5. Distribusi lansia berdasarkan skala nyeri Post Intervensi

No Skala Nyeri Jumlah Persentase

1 tidak nyeri 1 14%

2 1-3 (nyeri ringan) 6 86%

3 4-6 (nyeri sedang) 0 0

4 7-9 (nyeri berat) 0 0

5 10 ( tidak tertahankan) 0 0

Total 7 100%

57
Sumber : Observasi dan Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
Wisma Teratai

Berdasarakan tabel diatas, didapatkan bahwa mayoritas skala nyeri


yang diderita lansia adalah nyeri ringan yaitu 6 lansia (86%)

6. Distribusi lansia berdasarkan hasil test pre dan post 9 Juni -11 Juni 2022

No. Nama Klien Pre (mmHg) Post (mmHg)


1. Ny. S 145/90 127/81
2. Ny. T 136/89 102/73
3. Ny. S 148/79 119/97
4. Ny. M 101/62 128/67
5. Ny. S 158/51 102/63
6. Ny. S 161/90 125/85
7. Ny. S 144/80 114/74
Sumber : Observasi di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa ada beberapa


lansia yang terjadi penurunan dan ada beberapa lansia yang tekanan
darahnya tetap stabil (normal).

3.1.3 STATUS FISIOLOGIS


1. Distribusi lansia berdasarkan postur tulang belakang

No Postur tulang belakang Jumlah Persentase


1 Bungkuk 3 29%
2 Tegap 4 71%
3 Kifosis 0 0%
4 Lordosis - -
5 Skoliosis - -
Total 7 100%
Sumber : Observasi dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Berdasarkan table diatas, didapatkan mayoritas keadaan fisik lansia adalah


tegap yaitu sebesar 5 lansia (71%).

58
3.1.4 PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Distribusi lansia berdasarkan hubungan dengan orang lain dalam wisma

No Hubungan dengan orang lain Jumlah Persentase


1 Tidak dikenal 0 0%
2 Sebatas kenal 0 0%
3 Mampu berinteraksi 4 57%
4 Mampu kerjasama 3 43%
Total 7 100%
Sumber : Observasi dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Berdasarkan table diatas, didapatkan mayoritas hubungan lansia dengan orang lain
dalam wisma mampu berinteraksi sebanyak 4 lansia (57%)

2. Distribusi lansia berdasarkan kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma


lainnya dalam panti

No Kebiasaan lansia Jumlah Persentase


1 Selalu 2 29%
2 Sering 3 43%
3 Jarang 1 14%
4 Tidak pernah 1 14%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa lansia sebagian besar


sering berhubungan dengan orang lain sebanyak 3 lansia dengan persentase 43%.

3. Distribusi lansia berdasarkan stabilitas emosi

No Hubungan dengan orang lain Jumlah Persentase


1 Labil 2 29%
2 Stabil 5 71%

59
3 Iritabel 0 0%
4 Datar 0 0%
Total 7 100%

Sumber : Observasi, Wawancara dan data klinik di UPT Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Pasuruan

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa lansia sebagian besar


emosi stabil sebanyak 5 lansia dengan persentase 71%.

3.1.5 PENGKAJIAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN


Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi

1. Distribusi lansia berdasarkan frekuensi makan

No Frekuensi makan Jumlah Persentase


1 1 kali sehari 0 0%
2 2 kali sehari 0 0%
3 3 kali sehari 7 100%
4 Tidak teratur 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


frekuensi makan 3 kali sehari dengan persentase 100%.

2. Distribusi lansia berdasarkan jumlah makanan yang dihabiskan

No Jumlah makanan Jumlah Persentase


1 1 porsi dihabiskan 6 86%
2 ½ porsi dihabiskan 1 14%
3 < dari ½ porsi dihabiskan 0 0%
4 Lain-lain 0 0%
Total 7 100%

60
Sumber : Observasi, Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar


makanan dihabiskan sebanyak 6 lansia dengan persentase 86%.

Pola pemenuhan cairan

1. Distribusi lansia berdasarkan frekuensi minum

No Frekuensi minum Jumlah Persentase


1 <3 gelas sehari 0 0%
2 >3 gelas sehari 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


frekuensi minum >3 gelas sehari dengan persentase 100%

2. Distribusi lansia berdasarkan jenis minum

No Jenis Jumlah Persentase

1 Air putih 7 100%

2 Teh 0 0

3 Kopi 0 0

4 Lain-lain 0 0

Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


jenis minuman yang diminum adalah air putih dengan persentase 100%

Pola kebiasaan tidur


1. Distribusi lansia berdasarkan jumlah waktu tidur
No Frekuensi tidur Jumlah Persentase
1 <4 jam 0 0%

61
2 4-6 jam 0 0%
3 >6 jam 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


frekuensi tidur lansia >6 jam sehari dengan persentase 100%

2. Distribusi lansia berdasarkan gangguan tidur

No Gangguan tidur Jumlah Persentase


1 Insomnia 0 0%
2 Sering terbangun 0 0%
3 Sulit mengawali 0 0%
4 Tidak ada gangguan 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


tidak ada gangguan tidur sebanyak 7 lansia dengan persentase 100%

3. Distribusi lansia berdasarkan penggunaan waktu luang ketika tidak tidur

No Penggunaan waktu luang Jumlah Persentase


1 Santai 6 86%
2 Diam Saja 0 0%
3 Menjahit 1 14%
4 Kegiatan Keagamaan 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar


penggunaan waktu luang ketika tidak tidur dengan santai sebanyak 6 lansia
dengan persentase 86 %.

Pola Eliminasi BAB


62
1. Distribusi lansia berdasarkan frekuensi BAB

No Frekuensi Jumlah Persentase


1 1 kali sehari 6 86%
2 2 kali sehari 1 14%
3 Lain-lain 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar


frekuensi BAB lansia 1 kali sehari sebanyak 6 lansia dengan 86%.

2. Distribusi lansia berdasarkan konsistensi BAB

No Konsistensi Jumlah Persentase


1 Encer 0 0%
2 Keras 0 0%
3 Lembek 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


konsistensi BAB lansia lembek dengan persentase 100%.

3. Distribusi lansia berdasarkan gangguan BAB

No Gangguan BAB Jumlah Persentase


1 Ingkontinensia Alvi 0 0%
2 Konstipasi 0 0%
3 Diare 0 0%
4 Tidak Ada 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table di atas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia


tidak ada gangguan dalam BAB dengan persentase 100%.
63
Pola Eliminasi BAK

1. Distribusi lansia berdasarkan frekuensi BAK

No Frekuensi Jumlah Persentase


1 1-3 kali sehari 2 29%
2 4-6 kali sehari 5 71%
3 >6 kali sehari 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar


frekuensi BAK lansia 4-6 kali sehari dengan persentase 71%.
2. Distribusi lansia berdasarkan warna urine
No Warna urine Jumlah Persentase
1 Kuning jernih 7 100%
2 Putih jernih 0 0%
3 Kuning keruh 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table di atas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh warna


urine lansia kuning jernih dengan persentase 100%

3. Distribusi lansia berdasarkan gangguan BAK

No Gangguan BAB Jumlah Persentase


1 Ingkontinensia urine 0 0%
2 Euneresis 0 0%
3 Retensi urine 0 0%
4 Tidak Ada 7 100%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

64
Berdasarkan table di atas, dapat diinterpretasikan bahwa seluruh lansia
tidak ada gangguan dalam BAK dengan persentase 100%

Pola Aktifitas

1. Distribusi lansia berdasarkan kegiatan produktif lansia yang sering


dilakukan

No Kegiatan Jumlah Persentase


1 Pekerjaan rumah tangga 0 0%
2 Menjahit 2 14%
3 Tidak ada kegiatan 5 86%
Total 7 100%
Sumber : Observasi dan Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan
Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar


tidak ada kegiatan sebanyak 6 lansia dengan persentase 86%.

Pola Pemenuhan kebersihan diri

Indikator Personal Jumlah


Hygiene
Kebersihan Kulit 5 Orang
Kebersihan Kepala dan 5 Orang
Rambut
Kebersihan Gigi dan 4 Orang
Mulut
Kebersihan Kuku Tangan 5 Orang
dan Kaki
Kebersihan Genetalia 7 Orang

65
1. Tingkat kerusakan intelektual

No SPMSQ Jumlah Persentase


1 Salah 0-2 3 43%
2 Salah 3-4 1 14%
3 Salah 5-7 3 43%
4 Salah >8 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa tingkat kerusakan


intelektual salah 0-2 sebanyak 3 lansia dengan persentase 43%, kerusakan
intelektual salah 5-7 sebanyak 3 lansia dengan persentase 43%.

Identifikasi Aspek Kognitif

No MMSE Jumlah Persentase


1 24-30 3 43%
2 18-23 0 0%
3 0-17 4 57%
Total 7 100%
Sumber : Wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma Teratai

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar


identifikasi aspek kognitif 0-17 sebanyak 4 lansia dengan persentase 57%.
2. Indek kemandirian pada aktivitas sehari - hari
No Indeks KATZ Jumlah Persentase
A Kemandirian dalam hal 4 71%
makan,BAB/BAK, menggunakan
pakaian, pergi ke kamar mandi,
berpindah dan mandi
B Mandiri semuanya kecuali salah 0 0%
satu saja dari fungsi di atas
C Mandiri dalam semua aktivitas 3 29%
hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D Mandiri kecuali mandi, 0 0%

66
berpakaian, ke toilet dan satu
fungsi lain
E Mandiri kecuali mandi, 0 0%
berpakaian, ke toilet berpindah
dan satu fungsi lain
F Ketergantungan untuk semua 0 0%
fungsi di atas
G Lain-lain 0 0%
Total 7 100%
Sumber : Observasi dan wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pasuruan Wisma
cendan

Berdasarkan table diatas, dapat diinterpretasikan bahwa sebagian


besar lansia di wisma indeks katz adalah A dengan sebanyak 5 lansia dengan
persentase 71%.

3.1.6 DATA LINGKUNGAN FISIK WISMA TERATAI


1. Data wisma berdasarkan kebersihan wisma
Dari hasil observasi keadaan di wisma teratai adalah bersih

2. Data wisma berdasarkan keamanan terhadap lansia dengan resiko jatuh


Berdasarkan hasil observasi di wisma teratai 1 dari 7 lansia memiliki
pegangan atau alat bantu berjalan keamanan untuk menghindari resiko
jatuh pada lansia akan tetapi setiap kamar mandi terdapat keset dan
kondisi lantai ketika basah sedikit licin, lansia juga menggunakan alas
kaki khusus ketika berada dalam wisma

67
ANALISA DATA

Nama Wisma : Wisma Teratai


Tanggal/hari : 3 Juni 2022

NO DATA (DS/DO) PROBLEM ETIOLOGI


1. DS : Defisit perawatan diri Penurunan motivasi
atau minat
2 dari 7 Lansia mengatakan
mengatakan mandi hanya 1 kali
sehari
DO :
a. 2 dari 7 lansia di Wisma
Teratai hanya ganti
pakaian 1 kali sehari
b. 2 lansia ditemukan mandi
hanya 1 kali sehari
c. 2 dari 7 lansia ditemukan
berpakaian lusuh dan
berbau tidak sedap

2.
DS :
a. 6 dari 7 Lansia mengatakan
Nyeri akut Agen pencedera
mengeluh nyeri kepala,
fisiologi
sendi (lutut) dan kaki
kesemutan.
DO :
a. Jumlah lansia dengan
hipertensi berjumlah 4
orang, 2 orang dengan
rheumatoid arthritis, dan 1
dengan diabetes melitus.
b. Jumlah lansia dengan
keluhan nyeri sedang
berjumlah 6 lansia dan
tidak nyeri 1 lansia.

68
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama wisma : Wisma Teratai


Hari/tanggal : 3 Juni 2022

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Terjadinya nyeri akut pada kelompok lansia di Wisma Teratai berhubungan
dengan agen pencedera fisik, agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan
mengeluh nyeri dan tampak meringis, gelisah, bersikap protektif

2. Terjadinya defisit perawatan diri pada kelompok lansia di Wisma Teratai


berhubungan dengan penurunan motivasi atau minat dibuktikan dengan menolak
melakukan perawatan diri,minat melakukan perawatan diri kurang

69
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN GERONTIK
Nama wisma : Wisma Teratai
Hari/tanggal : 3 Juni 2022

No. Dx Kep SLKI SIKI IMPLEMENTASI EVALUASI


1. Terjadinya nyeriSetelah dilakukan Intervensi utama : manajemen S : 6 dari 7 Lansia mengatakan
akut padaintervensi makanyeri O1 : Menanyakan kepada
sering mengalami nyeri
kelompok lansiadidapatkan tingkat nyeriObservasi pasien lokasi, , durasi, ,
kualitas, pada lutut (persendian) dan
di Wisma Teratai menurun dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi,
berhubungan hasil : karakteriristik, durasi, nyeri kepala
R/ nyeri dibagian sendi, dan
dengan agen 1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
nyeri kepala menjalar ke O : Kesadaran lansia
pencedera fisik, menurun intensitas nyeri Composmentis
tengkuk nyeri hilang
agen pencedera 2. Meringis 2. Identifikasi skala nyeri GCS 4-5-6
timbul,nyeri seperti
fisiologis menurun 3. Identifikasi respon 6 dari 7 lansia mengatakan
ditusuk-tusuk.
dibuktikan 3. Kesulitan tidur nyeri non verbal masih nyeri dibagian
dengan mengeluh menurun 4. Identifikasi faktor O2 : menanyakan kepada pasien persendian dan nyeri kepala
nyeri dan tampak 4. Sikap protektif yang memperberat dan skala nyeri 6 dari lansia masih meringis
meringis, gelisah, menurun memperingan nyeri karena nyeri yang
bersikap protektif Terapeutik R/ skala nyeri 6 dirasakan.
1. Berikan tekhnik non Lansia sering terbangun
farmakologis untuk O3 :menanyakan respon nyeri
tengah malam karna nyeri
mengurangi nyeri non verbal kepada pasien
yang dirasakan.
2. Fasilitasi istirahat dan
R/ lansia mengatakan nyeri
tidur A : Nyeri Akut belum teratasi
Edukasi O4 : menanyakan hal-hal yanag

70
1. Jelaskan penyebab, dapat memperberat dan P : intervensi dilanjutkan
periode dan penyebab memperingan nyeri
nyeri 1. Identifikasi lokasi,
2. Jelaskan strategi R/ nyeri yang dirasakan lansia karakteriristik, durasi,
meredakan nyeri ketika beraktifitas dan frekuensi, kualitas,
3. Anjurkan memonitor ringan ketika beristirahat intensitas nyeri
nyeri secara mandiri 2. Identifikasi skala nyeri
T1 : Memberikan kompres 3. Identifikasi respon nyeri
Kolaborasi
hangat untuk mengurangi non verbal
1. Kolaborasi pemberian
nyeri 4. Identifikasi faktor yang
analgetik, jika perlu
memperberat dan
R/ lansia melakukan kompres
memperingan nyeri
hangat jika terasa nyeri
5. Berikan tekhnik non
T2 : menyarankan pasien untuk farmakologis untuk
beristirahat dan tidur yang mengurangi nyeri
cukup 6. Fasilitasi istirahat dan
tidur
R/ beberapa pasien mengatakan 7. Jelaskan strategi
sering terbangun pada meredakan nyeri
malam hari

E1 : memberikan penjelasan
kepada pasien penyebab
nyeri yang dirasakan

R/ pasien memahami penjelasan


dari perawat

71
E2 : mengajari pasien tekhnik
relaksasi napas dalam
untuk meredakan nyeri

R/ pasien melakukan praktik


tekhnik relaksasi napas
dalam

K1 : memberikan pasien obat


anti nyeri

R/ pasien meminum amlodipin


2 x 10 mg atau Piroxicam 2 x
20 mg

O : Mengobservasi TTV

R/ TTV : TD : 191/82 mmHg

N : 67x/menit

72
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN GERONTIK

Nama wisma : Wisma Teratai


Hari/tranggal : 3 Juni 2022

No. Dx Kep SLKI SIKI IMPLEMENTASI EVALUASI

2. Terjadinya defisitSetelah dilakukan asuhan Intervensi utama : dukungan O1 : bertanya kepada pasien S : 1 dari 7 Lansia mengatakan
perawatan dirikeperawatan maka perawatan diri : mandi tentang usia dan budaya mengatakan mandi hanya 1 kali
pada kelompok didapatkan perawatan diri pasien terkait kebersihan sehari
Observasi
lansia di Wisma meningkat dengan kriteria diri
hasil : 1. Identifikasi usia dan budaya O : -Kesadaran lansia
Teratai R/ rata-rata lansia di Wisma
a. Kemampuan mandi dalam membantu Composmentis.
berhubungan Teratai berumur 60-70
b. Kemampuan
dengan kebersihan diri tahun, 2 dari 7 lansia GCS 4-5-6.
mengenakan pakaian
penurunan meningkat 2. Identifikasi bantuan yang mengatakan mandi hanya 1
2 dari 7 lansia masih
motivasi atau c. Kemampuan ke toilet dibutuhkan x sehari.
mengganti pakai 1 kali dalam
minat dibuktikan (BAB/BAK) O2 : bertanya tentang bantuan
3. Monitor kebersihan tubuh sehari.
dengan menolak meningkat yang dibutuhkan lansia
melakukan d. Minat melakukan (mis. Rambut mulut, R/ lansia masih dapat mandi 2 dari 7 lansia masih dipaksa
perawatan perawatan diri kulit,kuku) sendiri untuk mandi
diri,minat meningkat 4. Monitor integritas kulit O3 :melihat dan memantau
e. Mempertahankan 1 dari 7 lansia masih belum
melakukan Terapeutik kebersihan tubuh lansia,
kebersihan diri mau mencuci baju sendiri
perawatan diri (rambut,mulut,kulit dan
meningkat 1. Sediakan peralatan mandi
kurang kuku) A : Defisit perawatan diri belum
2. Fasilitasi mandi, sesuai R/ para lannsia memotong teratasi
kebutuhan rambut jika rambut dirasa sudah

73
3. Pertahankan kebiasaan panjang, kulit bersih dan kuku P : Intervensi dilanjutkan
kebersihan diri sudah dipotong
1. Identifikasi bantuan yang
4. Berikan bantuan sesuai dibutuhkan
O4 : memeriksa kerusakan
tingkat kemandirian
kulit/jaringan pada lansia 2. Monitor kebersihan tubuh
Edukasi R/ tidak ada lansia yang (mis. Rambut mulut,
1. Jelaskan manfaat mandi dan mengalami luka kulit,kuku)
dampak tidak mandi
3. Monitor integritas kulit
terhadap kesehatan T2 : menemani atau membantu
pasien untuk mandi 4. Fasilitasi mandi, sesuai
R/ 1 dari 7 lansia menggunakan kebutuhan
walker pada saat beraktivitas
5. Pertahankan kebiasaan
termasuk mandi
kebersihan diri
T3 : Memantau dan menanyakan 6. Berikan bantuan sesuai
mandi dann ganti pakaian tingkat kemandirian
setiap hari
7. Jelaskan manfaat mandi
R/ 2 dari 7 lansia yang mandi
dan dampak tidak mandi
hanya 1 kali dan ganti pakaian
terhadap kesehatan
1 kali dalam sehari

E1 : Memberikan Edukasi
kepada para lansia tentang
pentingnya mandi dan dampak
jika tidak mandi
R/melakukan penyuluhan tentang

74
PHBS kepada para lansia

75
BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengkajian ada perbedaan pada skala nyeri sebelum dan

sesudah diberikan intervensi. Hasil pengukuran tersebut dilakukan 2 kali yakni

pre dan post. Salah satu dari penanganan dalam penatalaksanaan nyeri yaitu

dengan pemberian edukasi kesehatan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat),

terapi non farmakologis dengan teknik distraksi relaksasi nafas dalam, dan

rendam kaki dengan air hangat di Wisma Teratai UPT PSTW Pasuruan.

Menurut hasil penelitian Medyna, Ikrima, et.al (2022) Bahwa terdapat

pengaruh pendidikan kesehatan yakni terjadinya peningkatan pengetahuan pada

kategori baik dari yang sebelum dilakukan penyuluhan sebesar 57% dan setelah

dilakukannya penyuluhan menjadi 83,34%. Hasil statistik menggunakan uji

Wilcoxon (p-value=0,039) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna

rata-rata skor pengetahuan tentang pencegahan dan pengendalian hipertensi antara

sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan. Hal ini sejalan dengan penelitian

Purba, Rawalven, et al (2021) Bahwa terdapat pengaruh yakni peningkatan

pengetahuan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan diharapkan mampu merubah

sikap masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan diet hipertensi.

Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan seperti salah

satunya adalah rangsangan pengetahuan. Sebuah hasil penelitian membuktikan

bahwa penyuluhan kesehatan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan,

sikap dan motivasi (Sikumbang, 2019).

76
Relaksasi napas dalam pernapasan pada abdomen dengan frekuensi lambat

serta perlahan, berirama, dan nyaman dengan cara memejamkan mata saat

menarik nafas, Efek dari terapi ini ialah distraksi atau pengalihan perhatian

(Setyoadi dkk,2011) dalam (Retno, 2020). Teknik relaksasi napas dalam berkerja

dengan merelaksasikan otot-otot skelet, yang disebabkan oleh peningkatan

prostaglandin sehingga meningkatkan terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan

akan meningkatkan aliran darah, teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang

tubuh untuk melepaskan endogen yaitu endorphin dan enkefalin, prinsip yang

mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi system

saraf otonom yang merupakan bagian dari system saraf perifer yang

mempertahankan system homeostatis lingkungan internal individu (Ngatwadi,

2018).

Proses keperawatan sebagai model pendekatan yang bersifat ilmiah yaitu,

pengkajian, perencanaan, pelaksaan, evaluasi. Dari beberapa masalah yang

muncul dapat dirumuskan beberapa model pendekatan ilmiah yang digunakan

untuk kemudian dibahas satu-persatu yaitu sebagai berikut:

4.1 Tahap Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh mahasiswa di Wisma

Teratai ditemukan berbagai permasalahan kesehatan diantaranya :

1. Terjadinya nyeri akut pada kelompok lansia berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis

2. Terjadinya defisit perawatan diri pada kelompok lansia berhubungan dengan

penurunan motivasi atau minat.

77
4.2 Tahap Perencanaan

Perencanaa disusun oleh mahasiswa dan dilakukan Implementasi serta

evaluasi berdasarkan dari masalah atau diagnosa yang ditemukan di Wisma

Teratai yaitu :

1. Terjadinya nyeri akut pada kelompok lansia di Wisma Teratai


berhubungan dengan agen pencedera fisik, agen pencedera fisiologis
dibuktikan dengan mengeluh nyeri dan tampak meringis, gelisah,
bersikap protektif.

Intervensi utama : manajemen nyeri


Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteriristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan penyebab nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Terjadinya defisit perawatan diri pada kelompok lansia di Wisma


Teratai berhubungan dengan penurunan motivasi atau minat
dibuktikan dengan menolak melakukan perawatan diri,minat
melakukan perawatan diri kurang

Intervensi utama : dukungan perawatan diri : mandi


Observasi
1. Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
2. Identifikasi bantuan yang dibutuhkan

78
3. Monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut mulut, kulit,kuku)
4. Monitor integritas kulit
Terapeutik
1. Sediakan peralatan mandi
2. Fasilitasi mandi, sesuai kebutuhan
3. Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
4. Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi
1. Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan

79
4.3 Tahap Implementasi
Pelaksanaan implementasi dilaksanakan berdasarkan rencana intervensi yang telah dibuat berdasarkan dari masing –
masing diagnose keperawatan yang muncul, yaitu dilaksanakan selama 3 hari tanggal 9 Juni 2022 – 11 Juni 2022.
1. Terjadinya nyeri akut pada kelompok lansia di Wisma Teratai berhubungan dengan agen pencedera fisik, agen
pencedera fisiologis dibuktikan dengan mengeluh nyeri dan tampak meringis, gelisah, bersikap protektif.

KAMIS JUMAT SABTU

O1 : Menanyakan kepada pasien O1 : Menanyakan kepada pasien O1 : Menanyakan kepada pasien lokasi,
lokasi, , durasi, , kualitas, lokasi, , durasi, , kualitas, , durasi, , kualitas,

R/ nyeri dibagian sendi, dan nyeri R/ nyeri dibagian sendi, dan nyeri R/ nyeri dibagian sendi, dan nyeri kepala
kepala , nyeri seperti ditusuk- kepala sudah berkurang, nyeri sudah berkurang
tusuk, nyeri di kepala menjalar hilang timbul.
ke tengkuk nyeri hilang O2 : menanyakan kepada pasien skala
timbul. O2 : menanyakan kepada pasien nyeri
skala nyeri
O2 : menanyakan kepada pasien R/ skala nyeri 3
skala nyeri R/ skala nyeri 3
O3 :menanyakan respon nyeri non
R/ skala nyeri 4 O3 :menanyakan respon nyeri non verbal kepada pasien
verbal kepada pasien
O3 :menanyakan respon nyeri non R/ lansia mengatakan nyeri
verbal kepada pasien R/ lansia mengatakan nyeri
O4 : menanyakan hal-hal yanag dapat
R/ lansia mengatakan nyeri O4 : menanyakan hal-hal yanag memperberat dan memperingan
dapat memperberat dan nyeri
80
memperingan nyeri
O4 : menanyakan hal-hal yanag R/ nyeri yang dirasakan lansia ketika
dapat memperberat dan R/ nyeri yang dirasakan lansia beraktifitas dan ringan ketika
memperingan nyeri ketika beraktifitas dan ringan beristirahat
ketika beristirahat
R/ nyeri yang dirasakan lansia ketika T1 : Memberikan kompres hangat untuk
beraktifitas dan ringan ketika T1 : Memberikan kompres hangat mengurangi nyeri
beristirahat untuk mengurangi nyeri
R/ lansia melakukan kompres hangat
T1 : Memberikan kompres hangat R/ lansia melakukan kompres jika terasa nyeri
untuk mengurangi nyeri hangat jika terasa nyeri
T2 : menyarankan pasien untuk
R/ lansia melakukan kompres hangat T2 : menyarankan pasien untuk beristirahat dan tidur yang cukup
jika terasa nyeri beristirahat dan tidur yang
cukup R/ pasien sudah tidak terbangun lagi
T2 : menyarankan pasien untuk ketika malam hari, dan dapat tidur
beristirahat dan tidur yang R/ pasien memilih istirahat/tidur dengan nyaman.
cukup untuk mengalihkan rasa nyeri
yang dirasakan E1 : memberikan penjelasan kepada
R/ beberapa pasien mengatakan pasien penyebab nyeri yang
sering terbangun pada malam hari E1 : memberikan penjelasan kepada dirasakan
pasien penyebab nyeri yang
E1 : memberikan penjelasan kepada dirasakan R/ pasien memahami penjelasan dari
pasien penyebab nyeri yang perawat
dirasakan R/ pasien memahami penjelasan dari
perawat E2 : mengajari pasien tekhnik relaksasi
R/ pasien memahami penjelasan dari napas dalam untuk meredakan nyeri
perawat E2 : mengajari pasien tekhnik

81
relaksasi napas dalam untuk
E2 : mengajari pasien tekhnik meredakan nyeri R/ pasien melakukan praktik tekhnik
relaksasi napas dalam untuk relaksasi napas dalam
meredakan nyeri R/ pasien melakukan praktik tekhnik
relaksasi napas dalam K1 : memberikan pasien obat anti nyeri
R/ pasien melakukan praktik tekhnik dan hipertensi
relaksasi napas dalam K1 : memberikan pasien obat anti
nyeri dan hipertensi R/ pasien meminum amlodipin 2 x 10
K1 : memberikan pasien obat anti mg atau Piroxicam 2 x 20 mg
nyeri dan hipertensi R/ pasien meminum amlodipin 2 x
10 mg atau Piroxicam 2 x 20 mg O : Mengobservasi TTV
R/ pasien meminum amlodipin 2 x
10 mg atau Piroxicam 2 x 20 mg O : Mengobservasi TTV R/ TTV : TD : 164/83 mmHg

O : Mengobservasi TTV R/ TTV : TD : 185/69 mmHg N : 62x/menit

R/ TTV : TD : 145/90 mmHg N : 75x/menit

N : 88x/menit

82
2. Terjadinya defisit perawatan diri pada kelompok lansia di Wisma Teratai berhubungan dengan penurunan motivasi
atau minat dibuktikan dengan menolak melakukan perawatan diri,minat melakukan perawatan diri kurang
KAMIS JUMAT SABTU
O1 : bertanya kepada pasien tentang O1 : bertanya kepada pasien tentang O1 : bertanya kepada pasien tentang
usia dan budaya pasien terkait usia dan budaya pasien terkait usia dan budaya pasien terkait
kebersihan diri kebersihan diri kebersihan diri
R/ rata-rata lansia di Wisma Teratai R/ rata-rata lansia di Wisma Teratai R/ rata-rata lansia di Wisma Teratai
berumur 60-70 tahun, 2 dari 7 berumur 60-70 tahun, 1 dari 7 berumur 60-70 tahun, 1 dari 7
lansia mengatakan mandi lansia mengatakan mandi lansia mengatakan mandi hanya 1
hanya 1 x sehari. Dan 2 dari 7 hanya 1 x sehari. 1 dari 7 x sehari.
lansia masih menggunakan lansia tidak mengganti baju
pakaian yang sama atau tidak seharian. O2 : bertanya tentang bantuan yang
mengganti baju. dibutuhkan lansia
O2 : bertanya tentang bantuan yang O2 : bertanya tentang bantuan yang R/ lansia masih dapat mandi sendiri
dibutuhkan lansia dibutuhkan lansia O3 :melihat dan memantau kebersihan
R/ lansia masih dapat mandi sendiri R/ lansia masih dapat mandi sendiri tubuh lansia, (rambut,mulut,kulit
O3 :melihat dan memantau O3 :melihat dan memantau dan kuku)
kebersihan tubuh lansia, kebersihan tubuh lansia, R/ para lannsia memotong rambut jika
(rambut,mulut,kulit dan kuku) (rambut,mulut,kulit dan kuku) rambut dirasa sudah panjang, kulit
R/ para lannsia memotong rambut R/ para lannsia memotong rambut bersih dan kuku sudah dipotong
jika rambut dirasa sudah panjang, jika rambut dirasa sudah panjang,
kulit bersih dan kuku sudah kulit bersih dan kuku sudah O4 : memeriksa kerusakan kulit/jaringan
dipotong dipotong pada lansia
R/ tidak ada lansia yang mengalami

83
O4 : memeriksa kerusakan O4 : memeriksa kerusakan luka
kulit/jaringan pada lansia kulit/jaringan pada lansia
R/ tidak ada lansia yang mengalami R/ tidak ada lansia yang mengalami T2 : menemani atau membantu pasien
luka luka untuk mandi
R/ 1 dari 7 lansia menggunakan walker
T2 : menemani atau membantu T2 : menemani atau membantu pada saat beraktivitas termasuk mandi
pasien untuk mandi pasien untuk mandi
R/ 1 dari 7 lansia menggunakan R/ 1 dari 7 lansia menggunakan T3 : Memantau dan menanyakan mandi
walker pada saat beraktivitas walker pada saat beraktivitas dann ganti pakaian setiap hari
termasuk mandi termasuk mandi R/ 1 dari 7 lansia yang mandi hanya 1
kali dan ganti pakaian 1 kali dalam
T3 : Memantau dan menanyakan T3 : Memantau dan menanyakan sehari
mandi dann ganti pakaian setiap mandi dann ganti pakaian setiap
hari hari E1 : Memberikan Edukasi kepada para
R/ 2 dari 7 lansia yang mandi hanya R/ 1 dari 7 lansia yang mandi hanya lansia tentang pentingnya mandi dan
1 kali dan ganti pakaian 1 kali 1 kali dan ganti pakaian 1 kali dampak jika tidak mandi
dalam sehari dalam sehari R/melakukan penyuluhan tentang PHBS
kepada para lansia
E1 : Memberikan Edukasi kepada E1 : Memberikan Edukasi kepada
para lansia tentang pentingnya para lansia tentang pentingnya
mandi dan dampak jika tidak mandi dan dampak jika tidak
mandi mandi
R/melakukan penyuluhan tentang R/melakukan penyuluhan tentang
PHBS kepada para lansia PHBS kepada para lansia

84
Tabel Distribusi Hasil Pre dan Post Skala Nyeri Intervensi Di Wisma Teratai

No. Skala Nyeri Pre Post

1. Tidak Nyeri 1 3

2. 1-3 (Nyeri ringan) - 4

3. 4-6 (Nyeri sedang) 6 -

4. 7-9 (Nyeri berat) - -

5. 10 (Tidak tertahankan) - -

Total 7 7

Sumber : Observasi dan wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha


Pasuruan Wisma Teratai
Terjadi penurunan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
pada 7 lansia di wisma teratai yang dilakukan intervensi selama 3 hari. Pada saat
pre lansia yang mengalami nyeri sedang dengan skala ( 4-6 ) sebanyak 6 orang,
dan lansia yang tidak nyeri sebanyak 1 orang. Sedangkan setelah diberikan
intervensi nyeri ringan dengan skala ( 1-3 ) sebanyak 4 orang, dan tidak nyeri
sebanyak 3 orang.

Tabel Distribusi Personal Hygiene Setelah Dilakukan Intervensi Di Wisma


Teratai

Indikator Jumlah

Baik 6

Cukup 1

Kurang 0

Total 7

Sumber : Observasi dan wawancara di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha


Pasuruan Wisma Teratai

85
Terjadi peningkatan perawatan diri sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi pada 7 lansia di Wisma Teratai yang dilakukan intervensi selama 3 hari.
Setelah diberikan intervensi kriteria defisit perawatan diri baik sebanyak 6 lansia
dan cukup sebanyak 1 lansia.

4.4 Tahap Evaluasi Tanggal

Kegiatan evaluasi yang digunakan adalah menggunakan model SOAP dimana


evaluasi dilakukan secara langsung setelah implementasi dilakukan kepada
lansia.

1. Beberapa lansia setelah diberikan intervensi yang masih mengeluhkan


nyeri ringan dengan skala ( 1-3 ) sebanyak 4 orang, dan tidak nyeri
sebanyak 3 orang.

2. Lansia mampu menerapkan PHBS, Diet Hipertensi, Senam Hipertensi dan


mengurangi nyeri dengan terapi distraksi relaksasi napas dalam dan
rendam kaki air hangat.

86
BAB 5

PENUTUP

5.1 Evaluasi

5.1.1 Evaluasi proses


Dalam melakukan tindakan selama 1 minggu terhitung mulai tanggal
31-Mei – 9 Juni 2022 dilakukan pengkajian sampai dengan evaluasi dimana
lansia di Wisma Teratai mengikuti satuan acara penyuluhan PHBS dengan
seksama, semua lansia menyimak materi yang diberikan, kooperatif,
kompak memakai seragam, dan aktif bertanya kepada mahasiswa Ners
sebagai pemberi penyuluhan Kesehatan.
Adapun hambatan-hambatan selama proses pengkajian-evaluasi
adalah sebagai berikut:
a. Adanya lansia yang mengalami gangguan komunikasi yang sulit untuk
dipahami mahasiswa
b. Adanya lansia yang mengalami gangguan pendengaran sehingga saat
dilakukan komunikasi mahasiswa harus mengeraskan suara

5.1.2 Evaluasi Hasil

Dalam melakukan tindakan selama 3 minggu dilakukan pengkajian

sampai evaluasi dimana lansia di Wisma Teratai patuh dalam menerapkan

perilaku hidup bersih dan sehat. Terjadi penurunan skala nyeri sebelum dan

sesudah diberikan intervensi pada 6 lansia yang mengalami nyeri dimana

lansia yang mengalami nyeri ringan (1-3) sebanyak 4 lansia dan lansia yang

sudah tidak mengalami nyeri sebanyak 3 lansia. Selain itu terjadi

peningkatan perawatan diri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada

7 lansia di Wisma Teratai yang dilakukan intervensi selama 3 hari. Setelah

diberikan intervensi kriteria defisit perawatan diri baik sebanyak 6 lansia

dan cukup sebanyak 1 orang.

87
5.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian dan pembahasan dapat dirumuskan


kesimpulan sebagai berikut:
1. Terjadi penurunan skala nyeri sebelum dan sesudah
diberikan intervensi pada 6 lansia yang mengalami nyeri dimana lansia yang
mengalami nyeri ringan (1-3) sebanyak 4 lansia dan lansia yang sudah tidak
mengalami nyeri sebanyak 3 lansia.

2. Terjadi peningkatan perawatan diri sebelum dan sesudah dilakukan


intervensi pada 7 lansia di Wisma Teratai yang dilakukan intervensi
selama 3 hari. Setelah diberikan intervensi kriteria defisit perawatan diri
baik sebanyak 6 lansia dan cukup sebanyak 1 orang.
3. Ada penurunan tekanan darah setelah dilakukan intervensi edukasi
kesehatan dan senam hipertensi sebanyak 5 lansia mengalami penurunan
tekanan darah.
Distribusi tabulasi silang skala nyeri pre dan post intervensi (9-11
Juni 2022)
No. Skala Nyeri Pre Post
1 Tidak nyeri 1 3
2 Nyeri ringan (1-3) - 4
3 Nyeri sedang (4-6) 6 -
4 Nyeri berat (7-9) - -
5 Tidak tertahankan (10) - -
Total 7 7

88
Distribusi tabulasi silang tekanan darah pre dan post intervensi (9-11
Juni 2022 )
No. Nama Klien Pre Post
1. Ny. S 145/90 127/81
2. Ny. T 136/89 102/73
3. Ny. S 148/79 119/97
4. Ny. M 101/62 128/67
5. Ny. S 158/51 102/63
6. Ny. S 161/90 125/85
7. Ny. S 144/80 114/74

Distribusi tabulasi silang Personal Hygiene pre dan post intervensi (9-
11 Juni 2022 )
No. Indikator Pre Post
1. Kurang 2 -
2. Cukup - 1
3. Baik 5 6
Total 7 7

5.3 Saran

6.2.1 Bagi Mahasiswa


Diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan harus lebih
ditingkatkan lagi khususnya asuhan keperawatan gerontik untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia pada umumnya.
6.2.2 Bagi Lansia
Diharapkan lansia dapat meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat dan perawatan diri bagi lansia. Selain itu kegiatan yang telah
dilakukan selama oleh praktekan di Wisma Teratai dapat dilanjutkan
kembali dengan teman lansia yang lain.

89
6.2.3 Bagi Petugas Panti
Diharapkan pengawai panti untuk terus melakukan pemantauan dan
pendampingan kepada para lansia di Wisma Teratai dalam melakukan
aktivitas fisik dan dalam melakukan perilaku hidup bersih dan sehat,
misalkan mengontrol tekanan darah lansia, menganjurkan lansia senam anti
hipertensi, rendam kaki dengan air hangat, makanan apa saja yang menjadi
pantangan bagi lansia dengan hipertensi selain itu mengontrol lansia apakah
sudah mandi apa belum di pagi dan sore hari, dan apakah baju yang sudah
dipakai dicuci atau dimasukan kembali ke dalam lemari.
6.2.4 Bagi Institusi Pedidikan
Diharapkan pihak institusi lebih menekankan dalam pemberian
materi tentang keperawatan gerontik demi tercapainya mahasiswa yang
berkompeten dan professional dalam bidang keperawatan terutama
keperawatan gerontik

90
DAFTAR PUSTAKA

Kholid, A. 2014. Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media,


dan Aplikasinya. Ed. 2, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Linuwih, Prabaswara Ulung. Et. al. 2021. "Peningkatan Kesadaran PHBS Pada
Masyarakat Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat di Dusun
Ngandong Yogyakarta." Jurnal Abdimas Madani dan Lestari
(JAMALI) 3.02 (2021): 71-74.
Medyna, Ikrima, et al. 2022. "PENYULUHAN PENCEGAHAN HIPERTENSI
DENGAN DENGAN DISIPLIN (DIET DASH, ISI PIRINGKU, PHBS
UNTUK LINDUNGI KELUARGA DARI
HIPERTENSI)." SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat
Berkemajuan 6.2 (2022): 842-847.
Muhith, A. & Siyoto, S. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Ed. 1,
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Purba, Rawalven, et al. 2021. "PELATIHAN PENERAPAN PENCEGAHAN
ISPA, HIPERTENSI DAN PHBS DI DUSUN V BANJARAN
KECAMATAN BIRU-BIRU TAHUN 2019." Jurnal Pengabdian
Masyarakat Putri Hijau 1.2 (2021): 11-17.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

91
LAMPIRAN

1. Sesi foto bersama keluarga besar Wisma Teratai

Implementasi keperawatan
a. Penyuluhan kesehatan

92
b. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

93
c. Pemeriksaan Tekanan darah secara berkala setiap hari pagi dan sore

d. Pemeriksaan kadar glukosa darah

94
e. Senam anti hipertensi bersama keluarga wisma teratai

f. Merendam kaki air hangat

95
g. Pembuatan Mading di Wisma Teratai

96

Anda mungkin juga menyukai