Anda di halaman 1dari 14

TAUHID RUBUBIYYAH DAN TAUHID ULUHIYYAH

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Akidah Akhlak
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Nazir, M.A.

Oleh Kelompok 2:
Aini Akmal (12010226381)
Miftahul Jannah SY (12010226519)
Siti Khotimatus S (12010226071)

Semester : 3
Kelas : 3A

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah Akidah Akhlak yang berjudul “Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah”
dengan tepat pada waktunya. Tanpa bantuan Allah SWT Yang Maha Esa kami bukanlah siapa-
siapa. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman serta semua pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, makalah ini pasti
banyak terdapat kesalahan dan banyak kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan sebelumnya kami mengucapkan banyak terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2
BAB II ISI dan PEMBAHASAN
2.1. Tauhid ...................................................................................................................... 3
2.2. Tauhid Rububiyyah .................................................................................................. 3
2.3. Tauhid Uluhiyyah .................................................................................................... 5
2.4. Tauhid Al-Asma’ Was Shifat ................................................................................... 5
2.5. Perbedaan Antara Tauhid Rububiyyah Dan Tauhid Uluhiyyah .............................. 7
2.6. Beriman Kepada Allah SWT Melalui Pemantapan Tauhid Rububiyyah Dan Tauhid
Uluhiyyah Dalam Kehidupan .................................................................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
3.2. Saran ......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Inti dari ajaran agama Islam adalah dalam kajian ketauhidan. Karena itu dalam
berbagai kitab maupun buku ditegaskan bahwa kewajiban pertama seorang muslim adalah
mempelajari tauhid. Dari kajian tauhid yang secara mendalam dan dibarengi dengan dalil
naqli serta dalil aqli, maka umat Islam diharapkan menjadi semakin kuat akidahnya.
Agama Islam memerlukan tauhid sebagai dasar keyakinan. Tujuan dibentuknya ilmu
tauhid atau kalam adalah usaha pemahaman yang dilakukan para ulama (teolog muslim)
tentang akidah Islam yang terkandung dalam dalil naqli (Al-Qur‟an dan Hadits). Dan usaha
pemahaman itu adalah menetapkan, menjelaskan atau membela akidah Islam, serta
menolak akidah yang salah dan yang bertentangan dengan akidah Islam. Tauhid,
sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari agama Islam. Setiap orang yang
ingin menyelami seluk beluk agama Islam secara mendalam, perlu mempelajari tauhid.
Mempelajari tauhid akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada
landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh perubahan zaman.1
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia,
karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukannya. Beriman kepada
Allah SWT melalui pemantapan tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyyah akan
menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam
akhirat nanti. Allah berfirman: "Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-
laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-
Nahl: 97). Berdasarkan pada pentingnya peranan tauhid dalam kehidupan manusia, maka
wajib bagi setiap muslim untuk mempelajarinya.2

1
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah Dalam Makalah Ini Adalah :
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Tauhid?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Tauhid Rububiyyah?
3. Apa Yang Dimaksud Dengan Tauhid Uluhiyyah?
4. Apa Yang Dimaksud Dengan Tauhid Al-Asma’ Was Shifat?
5. Apa Perbedaan Antara Tauhid Rububiyyah Dan Tauhid Uluhiyyah?
6. Bagaimana Beriman Kepada Allah SWT Melalui Pemantapan Tauhid Rububiyyah Dan
Tauhid Uluhiyyah Dalam Kehidupan?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan Dari Penyusunan Makalah Ini Adalah :
1. Mengetahui Apa Itu Tauhid.
2. Mengetahui Apa Itu Tauhid Rububiyyah.
3. Mengetahui Apa Itu Tauhid Uluhiyyah.
4. Mengetahui Apa Itu Tauhid Al-Asma’ Was Shifat.
5. Mengetahui Apa Perbedaan Antara Tauhid Rububiyyah Dan Tauhid Uluhiyyah.
6. Mengetahui Bagaimana Cara Beriman Kepada Allah SWT Melalui Pemantapan Tauhid
Rububiyyah Dan Tauhid Uluhiyyah Dalam Kehidupan.

2
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Tauhid
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan kata benda yang
berarti keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal
dari bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada (‫ )وحد‬Yuwahhidu (‫ )يوحد‬Tauhidan (‫)توحدا‬.
Secara etimologi, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah
Esa, Tunggal, dan Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan
dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui akan
keesaan Allah”.

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Dari makna ini sesungguhnya dapat
dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa
Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun
seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak
dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid
Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Al-Asma’ Was Shifat.3 Meski keduanya
merupakan bagian dari ilmu tauhid, tauhid uluhiyah dan rububiyah merupakan dua hal
yang berbeda. Sebelum mengenal lebih jauh tentang perbedaan diantara ketiganya,
alangkah baiknya jika mengetahui masing-masing pengertiannya terlebih dahulu.

2.2. Tauhid Rububiyyah


Tauhid rububiyyah adalah Suatu keyakinan yang pasti bahwa Allah SWT satu-
satunya pencipta, pemberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur semua
urusan makhluk-makhluk-Nya tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dalil-dalil yang menunjukkan
tauhid rububiyyah ini diantaranya firman Allah SWT:
َ‫ب ا ْل ٰعلَمٰ ْين‬ ٰ ‫اَ ْل َح ْم ُد ٰ ه‬
ٰ ‫ّلِل َر‬
Artinya: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-Fatihah: 2)

3
Juga firman-Nya:

‫َار يَ ْطلُبُ ٗه‬


َ ‫ش يُ ْغشٰى الَّ ْي َل النَّه‬ ِۗ ٰ ‫علَى ا ْلعَ ْر‬
َ ‫ست َٰوى‬ ْ ‫ست َّ ٰة اَيَّ ٍام ث ُ َّم ا‬
ٰ ‫ت َو ْاْلَ ْرضَ ف ْٰي‬ ٰ ‫سمٰ ٰو‬ َّ ‫ق ال‬َ َ‫ٰي َخل‬ ْ ‫ّٰللاُ الَّذ‬
‫اٰنَّ َربَّكُ ُم ه‬
َ‫ب ا ْل ٰعلَمٰ ْين‬ ‫اْل ْم ِۗ ُر تَ ٰب َركَ ه‬
ُّ ‫ّٰللاُ َر‬ ُ ‫ت بٰا َ ْم ٰر ٖٓه اَ َْل لَهُ ا ْل َخ ْل‬
َ ْ ‫ق َو‬ ٍ ٍۢ ‫س َّخ ٰر‬
َ ‫س َوا ْلقَ َم َر َوالنُّ ُج ْو َم ُم‬َ ‫ش ْم‬ َّ ‫َحثٰ ْيثًا َّوال‬
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-A’raf:
54)
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa Dia-lah satu-
satunya pencipta dan pemilik seluruh alam semesta ini serta Dia pulalah yang mengaturnya
secara mutlak, tidak ada pengecualian (yang luput) dari-Nya sesuatupun. Di samping dua
ayat di atas, Allah juga menjelaskan tentang rububiyyah-Nya dengan firman-Nya :

‫س ٰه ْم نَ ْفعًا َّو َْل ض ًَّر ِۗا‬


ٰ ُ‫ّٰللاُ ِۗقُ ْل اَفَات َّ َخذْت ُ ْم ٰمنْ د ُْونٰهٖٓ اَ ْو ٰليَ ۤا َء َْل يَ ْم ٰلك ُْونَ ْٰلَ ْنف‬
‫ض قُ ٰل ه‬
ِۗ ٰ ‫ت َو ْاْلَ ْر‬
ٰ ‫سمٰ ٰو‬ ُّ ‫قُ ْل َمنْ َّر‬
َّ ‫ب ال‬
‫ّلِل ش َُرك َۤا َء َخلَقُ ْوا َك َخ ْلقٰه‬ ٰ ‫ظلُمٰ تُ َوالنُّ ْو ُر ەۚ اَ ْم َجعَلُ ْوا ٰ ه‬ ُّ ‫ستَ ٰوى ال‬ ْ َ‫ستَ ٰوى ْاْلَعْمٰ ى َوا ْلبَ ٰصي ُْر ە اَ ْم َه ْل ت‬ ْ َ‫قُ ْل َه ْل ي‬
ُ ‫ق ك ُٰل ش َْيءٍ َّوه َُو ا ْل َواحٰ ُد ا ْلقَه‬
‫َّار‬ ‫علَ ْي ٰه ِۗ ْم قُ ٰل ه‬
ُ ‫ّٰللاُ َخا ٰل‬ ُ ‫فَتَشَابَهَ ا ْل َخ ْل‬
َ ‫ق‬

Artinya: Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah:
"Maka Patutkah kamu mengambil pelindungpelindungmu dari selain Allah, Padahal
mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka
sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah
gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi
Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa
menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan
Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS. Ar-Ra’d: 16)1

Dari pengertian ayat di atas, tiada keraguan bagi orang yang berakal tentang
rububiyyah Allah bahwa Dia-lah satu-satunya Dzat yang mampu menciptakan langit dan
bumi, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan. Demikian pula pengakuan mereka
(orang-orang Quraisy) ketika ditanya tentang siapa pencipta langit dan bumi? Dan siapa

4
Rabb langit dan bumi? Mereka akan mengatakan: ”Allah”. Berdasarkan beberapa
penjelasan di atas dapat kami pahami bahwa rububiyah Allah terbagi dalam tiga, yaitu:
a. Tauhid Kholqiyah (penciptaan)
b. Tauhid Hukum dan Kekuasaan
c. Tauhid Mutaba’ah

2.3. Tauhid Uluhiyyah


Uluhiyah berasal dari kata Ilahun yaitu Tuhan. Jika dimasuki alif lam syamsiyah
menjadi kata Al-Ilah dan digabungkan menjadi Allah. Jadi, kata Allah adalah ma’rifah dan
Ilah. Secara etimologi, kata Ilah mempunyai makna sesuatu yang disembah (Al-Ma’bud),
yaitu sesuatu yang memiliki kekuasaan yang besar dan tidak terbatas. Yang dimaksud
tauhid uluhiyah ialah merupakan semata-mata ibadah hanya kepada Allah. Keyakinan akan
uluhiyah ini merupakan pokok yang disepakati oleh kaum muslimin tanpa perbedaan
pendapat sepanjang sejarah Islam. Beribadah hanya kepada Allah, menghindari manusia
beribadah kepada selain-Nya, mengingat segala sesuatu selain Dia itu adalah makhluk-Nya
semata yang tidak pantas dijadikan sebagai tujuan ibadah atau pengabdian. Tauhid
uluhiyah itu menjadi lawan kata “syirik dalam ibadah”.4
Kata Allah berasal dari kata Ilah yang dikhususkan bagi nama Allah Sang Pencipta
karena kekhususan itu pula sesuai dengan firman Allah SWT:

ࣖ ‫َر ُّب ال َّسمٰ ٰو ٰت َو ْ َاْل ْر ٰض َو َما بَ ْينَ ُه َما فَا ْعبُ ْدهُ َوا ْص َط ٰب ْر ٰل ٰعبَا َدت ِٰۗه َه ْل تَ ْعلَ ُم لَ ٗه سَمٰ يًّا‬
Artinya: Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya.
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
(QS. Maryam: 65)

2.4. Tauhid Al-Asma’ Was Shifat


Tauhid asma' was shifat yaitu mengesakan Allah dengan cara menetapkan bagi
Allah nama-nama dan sifat-sifat yang ditetapkan sendiri oleh-Nya (dalam firmannya) atau
yang disebutkan oleh Rasul-Nya (dalam hadits), tanpa mengilustrasikan (Takyif),

5
menyerupakan dengan sesuatu (Tamtsil), menyimpangkan makna (Tahrif), atau bahkan
menolak nama atau sifat tersebut (Ta’thil).

Dalam Al-Qur'an disebutkan ayat yang artinya "Tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura:
11) Lafal ayat “Tidak ada yang serupa dengan-Nya,” merupakan bantahan kepada orang
yang menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Sedangkan lafal “Dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” adalah bantahan kepada orang yang menafikan
(mengingkari/menolak) adanya sifat bagi Allah. Dalam hal ini, Imam Syafi’i meletakkan
kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:
“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa
yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari
Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah” .

Adapun macam-macam sifat Allah, yaitu:

a. Sifat Tsubutiyyah adalah setiap sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi diri-Nya di
dalam Al-Qur-an atau melalui perkataan Rasulullah. Contohnya: Hayaah (hidup),
‘Ilmu (mengetahui), Qudrah (berkuasa), Istiwaa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy,
Nuzuul (turun) ke langit terendah, Wajh (wajah), Yad (tangan) dan lain-lainnya.
b. Sifat Dzaatiyyah adalah sifat yang senantiasa dan selamanya tetap ada pada Diri
Allah SWT. Seperti, Hayaah (hidup), Kalam (berbicara): ‘Ilmu (mengetahui),
Qudrah (berkuasa), Iradah (ke-inginan), Sami’ (pendengaran), Bashar
(penglihatan), Izzah (kemuliaan, keperkasaan), Hikmah (kebijaksanaan), ‘Uluw
(ketinggian, di atas makhluk), ‘Azhamah (keagungan).
c. Sifat Fi’liyyah adalah sifat yang terikat dengan masyi-ah (kehendak) Allah SWT.
Seperti Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy dan Nuzul (turun) ke langit terendah,
ataupun datang pada hari Kiamat.
d. Sifat Salbiyyah setiap sifat yang dinafikan (ditolak) Allah SWT bagi diri-Nya
melalui Al-Qur-an atau sabda Rasul-Nya. Contohnya maut (kematian), naum
(tidur), jahl (kebodohan), nis-yan (kelupaan), ‘ajz (kelemahan, ketidakmampuan),
ta’ab (kelelahan).5

6
2.5. Perbedaan Tauhid Rububiyyah Dan Tauhid Uluhiyyah
Perbedaan antara tauhid rububiyyah dengan tauhid uluhiyyah dapat diringkas pada
poin-poin berikut:

a. Perbedaan akar kata. Kata rububiyyah diambil dari salah satu nama Allah,
yaitu Rabb, sedang kata uluhiyyah diambil dari akar kata Ilah.
b. Tauhid rububiyyah terkait dengan masalah-masalah kauniyah (alam) seperti:
menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan dan semacamnya.
Sedang tauhid uluhiyyah terkait dengan perintah dan larangan, seperti: wajib,
haram, makruh dan lain-lain.
c. Kaum Musyrikin meyakini kebenaran tauhid rububiyyah tetapi menolak mengakui
tauhid uluhiyyah. Ini dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya:
َّ ‫ّلِل ٱلدٰي ُن ۡٱل َخالٰصُ ۚ َوٱلَّذٰينَ ٱت َّ َخذُواْ مٰ ن دُونٰ ۤ ٰهۦ أَ ۡو ٰليَا ٖٓ َء َما نَ ۡعبُ ُدهُمۡ إٰ َّْل ٰليُقَ ٰربُونَا ٖٓ إٰلَى‬
ٰ‫ٱّلِل‬ ٰ َّ ٰ ‫) أَ َْل‬b
َ ‫ٱّلِل َْل يَ ۡهدٰى َم ۡن ه َُو َك ٰـذ ٌٰ۬ب‬
‫ڪفَّ ٌ۬ار‬ َ َّ َّ‫زُ ۡلفَ ٰ ٖٓى إٰن‬
َ َّ َّ‫ٱّلِل يَ ۡحكُ ُم بَ ۡينَ ُهمۡ فٰى َما هُمۡ فٰي ٰه يَ ۡختَ ٰلفُونَ ِۗ إٰن‬

Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).
dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah
dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (QS. az-Zumar: 3)

d. Substansi tauhid rububiyyah bersifat ilmiah (pengetahuan) sedang substansi


tauhid uluhiyyah bersifat amaliah (aplikatif).
e. Tauhid uluhiyyah adalah konsekuensi pengakuan terhadap tauhid rububiyyah.
Maksudnya, tauhid uluhiyyah itu berada di luar tauhid rububiyyah, tetapi
tauhid rububiyyah tidak dianggap teraplikasi dengan benar kecuali bila
ditidaklanjuti dengan tauhid uluhiyyah. Dan bahwa tauhid uluhiyyah sekaligus
mengandung pengakuan atas tauhid rububiyyah dalam artian bahwa
tauhid rububiyyah merupakan bagian dari tauhid uluhiyyah.
f. Tidak semua yang beriman pada tauhid rububiyah secara otomatis menjadi Muslim,
tetapi semua yang beriman pada tauhid uluhiyyah otomatis menjadi Muslim.

7
g. Tauhid rububiyyah adalah pengesaan Allah SWT dengan perbuatan-perbuatan-Nya
sendiri, seperti mengesakan Dia sebagai Pencipta dan semacamnya. Sedang tauhid
uluhiyyah adalah pengesaan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba-Nya, seperti
shalat, puasa, zakat, haji, cinta, benci, rasa harap, rasa takut, rasa cemas dan
semacamnya. Karenanya tauhid uluhiyyah sering pula disebut
tauhid iradah dan thalab (kemauan dan permohonan).6

2.6. Beriman kepada Allah SWT melalui Pemantapan Tauhid Rububiyyah dan Tauhid
Uluhiyyah dalam Kehidupan

Banyak sekali buku agama yang membahas tauhid uluhiyyah dan rububiyyah, tapi
tidak semua orang memahami realisasinya. Meskipun konsep tauhid sudah cukup
dipahami, tapi keduanya cukup dekat sehingga agak sulit membedakan praktiknya dalam
kehidupan.

a. Realisasi Tauhid Rububiyyah

Rububiyyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu
Rabb. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-murabbi (pemelihara), an-nasir
(penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-
wali (wali).

Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyyah berarti: “percaya


bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan
takdirnya-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
sunnah-sunnah-Nya”. Tauhid rububiyYah mencakupi dimensi-dimensi keimanan berikut
ini: Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya,
menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai. Kedua, beriman
kepada takdir Allah. Ketiga, beriman kepada dzat Allah.

b. Realisasi Tauhid Uluhiyyah

Kata uluhiyyah diambil dari akar kata ilah yang berarti yang disembah dan yang
ditaati. Kata ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil. Pengertian

8
tauhid uluhiyyah dalam terminologi syari’at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua
makna tersebut. Definisinya mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau
mengesakan Allah dalam perbuatan seperti sholat, puasa, zakat, haji, nazar, menyembelih
sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan: yaitu bahwa
kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan
semata-mata untuk mencari ridho Allah.

Oleh sebab itu, realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan
dua dasar: Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah Swt, semata
tanpa adanya sekutu yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah
Allah dan meninggalkan larangan-Nya melakukan masiat.7

9
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini
Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan)-Nya dan wahdaniyah (keesaan)-Nya; dan bukan pula sekedar mengenal
asma' dan shifat-Nya. Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui
ke-Esaan dan ke-Mahakuasaan Allah dengan permintaannya kepada Allah melalui Asma'
dan Shifat-Nya. Dan sesungguhnya, misi para rasul adalah untuk menegakkan tauhid dalam
pengertian tersebut, mulai dari rasul pertama hingga rasul terakhir, Nabi Muhammad.

Misi utama Nabi Muhammad SAW adalah mendakwahkan aqidah atau tauhid
kepada umatnya. Pendidikan Aqidah berintikan penumbuhan, penghayatan dan
pengamalan Islam dalam arti yang sesungguhnya, yaitu melaksanakan perintah dan
menjauhi laranganNya, dan dapat mewujudkan sifat dan tingkah laku terpuji serta
menjauhi sifat dan tingkah laku tercela. Aqidah merupakan fondasi yang utama dalam
pembentukan pribadi manusia seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya
pribadi yang bertauhid merupakan hal pertama yang harus dilakukan, sebab akan
melandasi kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan. Dalam Sahih Bukhari, hal
ini terlihat, bahwa Imam Bukhari meletakkan bab khusus tentang aqidah dalam bukunya.
Pendekatan Imam Bukhari yang meletakkan bab khusus tentang aqidah dalam kitab
sahihnya tersebut menunjukkan bahwa masalah aqidah adalah sesuatu yang sangat urgent
dalam kehidupan.8

3.2. Saran
Kami menyadarai bahwa makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan,
kekeliruan, dan kesalahan. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun, demi menuju kesempurnaan makalah-makalah kami yang akan datang.
Atas saran dan kritik saudara saya kami ucapkan terima kasih.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmat Pauji Hasibuan. Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah Dan Pengakuan Kaum
Musyrikin Terhadapnya. academia.edu. 2016:12.
2. At-Tamimi SM. Kitab Tauhid. Qalam; 1995.
3. Ii BAB. Tinjauan Umum Tetantang Tauhid. 1986:18-41.
4. Kamaluddin. Ilmu Tauhid Yang Terpikat Dan Yang Terikat. Padang Rios Multicipta.
2012:47.
5. Wikimedia Foundation I. Pengesaan Terhadap Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah.
Wikipedia.org. https://id.wikipedia.org/wiki/Tauhid_Asmaa%27_dan_Sifat. Published
2007. Accessed September 28, 2021.
6. Tuntunanislam. Beda Tauhid Rububiyah – Uluhiyah | TUNTUNAN ISLAM.
Tuntunanislam.id. https://tuntunanislam.id/beda-tauhid-rububiyah-uluhiyah/. Published
2015. Accessed September 28, 2021.
7. Berita Terkini. Tauhid Uluhiyah Dan Rububiyah Dalam Kehidupan . Kumparan.
https://kumparan.com/berita-terkini/tauhid-uluhiyah-dan-rububiyah-dalam-kehidupan-
1usLjvZm6U0/full. Published 2020. Accessed September 28, 2021.
8. Lubis A. Pendidikan Aqidah Dalam Kitab Shahih Bukhari. AL-IRSYAD. 2019;6(2).

11

Anda mungkin juga menyukai