*Tulisan untuk pengantar seminar interaktif Haluan Aksara ,‘Menghasilkan
Uang Secara Cepat.
Jangan buru-buru menaikkan alis saat melihat kata
‘revolusi’ di dalam sebuah judul artikel ini, karena kata itu sebenarnya sering kita alami dan rasakan seperti contoh yang diperlihatkan Bumi saat mengelilingi matahari. Mengakibatkan pergantian siang malam, pergantian musim dan dampak yang sangat luas lainnya.
Itu adalah revolusi.
Dan revolusi dalam kehidupan manusia sudah
seperti momok yang ‘menakutkan’, sedikit konspiratif. Perubahan yang sangat cepat dalam hubungannya dengan budaya hukum sosial politik dan ekonomi dan dampak yang sangat luas lainnya.
Industri sebagai kegiatan dari ekonomi juga pernah
mengalami revolusi. Kejadiannya di Inggris yang berdampak pada semua aspek kehidupan manusia secara besar-besaran. Singkatnya, revolusi industri adalah masa pekerjaan manusia di berbagai bidang mulai digantikan oleh mesin.
Dan revolusi itu terjadi lagi sekarang.
Dengan menambahkan angka 4.0 di belakang industri maka mesin itu pun bertambah menjadi mesin teknologi.
Namanya adalah Revolusi Industri 4.0.
Dikutip dari laman resminya Menkominfo bahwa
Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama.
Siapa yang pernah merasakan dampak integrasi
itu?
Saya tak akan menjawab Qris, Gopay atau
Marketplace lainnya.
Karena ini ranah industri kreatif, saya yang aktif di
industri perfilman juga sempat mengalami dampak saat seluruh bioskop tutup karena larangan kerumunan, hingga film saya gagal tayang di bioskop.
Dan akhirnya Production House (PH) sekelas
Visinema membangun sayap usahanya yaitu Bioskop Online. Sebuah aplikasi/website untuk menonton di layar komputer dan ponsel. Perhatikan namanya. Bioskop Online.
Saya juga sempat ditawari oleh salah satu aplikasi
film untuk menayangkan film di platformnya, tapi akhirnya urung karena keterbatasan biaya.
Membuat film untuk tayang di aplkasi tentu berbeda
menulis novel di aplikasi bukan? (ngeles).
Saya gagap waktu itu. Nonton film di ponsel??
Tapi walaupun begitu kegagapan saya ditemani
oleh sutradara maestro Hollywood bernama Martin Scorsese yang mengkritik habis-habisan film yang ditayangkan oleh Netflix. Dan akibatnya seluruh filmnya dihapus di Netflix.
Lihat. Tidak ada yang bisa melawan sebuah
keniscayaan di dalam sebuah revolusi.
Karena apa yang terjadi di dunia film juga terjadi
ranah industri kreatif lainnya seperti musik novel dll. Orang tidak lagi membaca novel di buku tapi di online, Tidak lagi mendengar musik di kaset tapi di sebuah aplikasi
Hingga akhirnya kita menganggap kalau yang
tersisa dari buku adalah nilai sensasi dan prestius. Alasan penolakannya yang sama diberikan oleh Martin Scorsese kepada Netflix karena menonton di bioskop itu sangat prestisius daripada memegang kotak layar persegi.
Dan apapun yang terjadi di sisa revolusi industri
dari Inggris ini hanyalah sensasi dan prestisius. Sama seperti halnya orang yang mengoleksi pita kaset setelah musik digantikan oleh format Mp3.
Dalam sebuah industri sastra novel, tanah air kita
memiliki perusahaan penerbitan yang dibangun pertama kali oleh Belanda di tahun 1908. Tentu membangun perusahaan di negeri yang dikuasainya pasti memiliki sebuah agenda, yaitu untuk menekan laju pemikiran sosialis yang gencar dilakukan tahun itu sampai akhirnya Belanda kecolongan di tahun 1927 saat PKI melakukan gerakan sosial.
Makanya terlihat di dalam novel sebagai puncak
karya sastra jaman itu dari Balai Pustaka seorang author Marah Rusli ‘Siti Nurbaya’ yang berlatar belakang perang antara penguasa Belanda dengan adat karena perebutan tanah adat. Dalam sosialis kiri tanah memang dikuasai oleh rakyat, tapi dalam kapatalis dikuasai oleh pemilik modal.
Ok. Sebelum ngelantur bedah novel jadul itu, kita
akhirnya dihadapkan pada pertanyaan… Bagaimana dengan industri novel saat ini? Yang sudah bergerak dari penerbitan cetak ke penerbitan online (Industri 4.0)?
Bukan tak mungkin kalau industri novel yang
sebagian besar dari perusahaan luar negeri memiliki agenda yang sama seperti Belanda membangun Balai Pustaka? kampanye gay? sex bebas? dan perilaku lainnya yang tidak sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia?
Sudah tahu bukan nama-nama platform yang
menayangkan bacaan seperti itu? Darimana perusahaannya? Negara apa?
Ok ya. Kita tidak bahas platform mereka tapi seperti
sudah dijelaskan di paragraf awal kalau sebuah revolusi akan berdampak pada tatanan sosial politik dan ekonomi. Singkatnya revolusi industri di Inggris telah mengubah masyarakat klasik menjadi modern.
Dan ketika eropa ini berekspansi (menjajah) ke
timur, akhirnya mereka membawa aliran dan membentuk pola pikir kita bahwa sesuatu yang dari barat itu modern. Di luar itu adalah Tradisional, primitif, konservatif dan sejenisnya
Bukankah begitu pola pikir kita? Sampai sekarang?
Seharusnya tidak berlaku lagi, karena Industri 4,0 perlahan mengubah modern itu menjadi postmodern. Sebuah gagasan yang lahir karena modern telah gagal membuat masyarakat sejahtera (1917).
Gagasan yang lahir tepat saat mesin telepon yang
diciptakan Alexander Graham Bell berubah menjadi mesin telepon teknologi nirkabel oleh Reginald Aubrey.
Gagasan itu pun akhirnya berkembang sampai saat
ini saat revolusi industri 4.0 semakin menancapkan kukunya di tengah-tengah masyarakat.
Namun di masa modernisme, ranah sastra hanya
dimiliki oleh kaum elite atau dengan kata lain seorang penulis mestilah harus dari kalangan terpelajar, bangsawan ataupun profesi yang berkaitan dengan itu seperti jurnalis.
Namun dalam postmodernisme, semua itu
terbantahkan. Irving Howe, seorang kritikus sastra bahkan menyebut puisi dalam postmodernisme menjadi sulit dibedakan diary penulisnya atau tampak seperti penulis sedang curhat dalam puisinya Dan saat ini kita sama-sama lihat dan tahu kalau seorang ibu rumah tangga yang jemarinya ngulek cabe pun bisa menulis, Kuli bangunan yang tangannya kasar juga bisa. Tukang ojek juga bisa menulis. Dan mereka bisa menghasilkan uang di penulisan.
Dimana mereka menulis?
Jawabannya adalah di industri 4.0. Lebih tepatnya
di novel platform alias novel online.
Bukan lagi kemampuan seni sastra yang menjadi
acuan dasarnya seperti yang terjadi di era modern.
Mereka yang menulis ini hanya bermodalkan
gagasan besar yang akhirnya diwujudkan dalam sebuah tulisan dan entah kenapa jika melihat di kolom komentar dari novel mereka pasti menemukan ‘Update thor’ Tambah thor! dan banyak perintah ataupun pujian thor lainnya. Maka tepatlah definisi author dan writer yang ribuan jumlah situsnya menyebut para pembaca itu sebagai author bukan sebagai writer, (definisi lengkap perbedaan keduanya bisa digugling sendiri,,hhee)
Dan sangat disayangkan kalau gagasan besar ini
‘diboncengi’ oleh agenda dari novel platform perusahaan luar negeri.
Untuk itu Goodwill –yang bila diterjemahkan berarti
‘Niat Baik’-- hadir di tengah belantara novel platform di Indonesia untuk bersama-sama membuat sebuah karya yang berkualitas sesuai dengan jati diri kita sebagai bangsa.
Filsafat seperti modernisme dan postmodernisme
adalah sebuah aliran kehidupan dan sudah sepantasnya dia mengalir seperti anak sungai. Jika modernisme mengalir berasal dari barat maka postmodern berangkat dari timur.
Siapa timur?
Ya kita. Indonesia.
Jepang sudah memulainya dengan Naruto yang
jelas sekali mengangkat Ninjitsu dan ribuan manga dan animenya. Cina dengan Wuxia dan dengan genre ‘entah berantah’ yang mereka buat sendiri seperti Malebook dengan turunannya seperti Dewa Perang dll.
Nah Indonesia harus mampu, karena jumlah
penduduk kita hanya kalah empat tingkat di bawah cina. Apapun latar belakang si calon author atau yang sudah menjadi author lalu ikut-ikutan karena selera pasar cina, mohon hentikan.
Goodwill juga menolak dengan tegas naskah
romance yang mengandung ‘adult’, porn dan sejenisnya apalagi tulisan berbaum kaum lubang anus haram jadah.
Tidak. Kami akan tegas menolaknya. Kami tidak
mau menjadi boneka dari agenda asing ke negeri kita yang akan kita titipkan ke generasi nanti.
Mari kita buat sesuatu. Mari kita alirkan gagasan
besar kita sebagai author dalam platform yang sebentar lagi akan rilis nanti
Goodwill akan mengawali dan menemani langkah
kalian seperti kami yang akan memisahkan fantasi timur menjadi fantasi nusantara dengan turunannya seperti Cerita Silat (Cersil).
Sekian artikel sebagai pembuka dan seminar
interaktif kita hari ini. Adapun tema besar seminar kita yang berjudul ‘Menghasilkan Uang Secara Cepat akan dibahas dalam diskusi interaktif kita.