Disusun Oleh:
Kelompok 3
2. Jenis Penyelenggaraan
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan
berbahaya lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran yang besar dalam
upaya penanggulangannya, berdampak padasektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi
menyebar luas lintaskabupaten/kota, provinsi, regional bahkan internasional yang
membutuhkan koordinasi dan penanggulangan.
Menurut Kasubdit Surveilans dan Respon KLB Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
(PP) dan Penyehatan Lingkungan (PL) Kementerian Kesehatan DR Hari Santoso, M.Epid,
SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) merupakan sistem yang dirintis dan dikembangkan sejak
2007 oleh Departemen Kesehatan RI yang diadopsi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
yang dimodifikasi sesuai dengan karakter Indonesia dalam upaya mewujudkan tindakan atau
respon cepat terhadap adanya potensi atau munculnya KLB.
Sistem ini bekerja dengan cara memantau perkembangan tren suatu penyakit menular
potensial wabah/KLB dari waktu ke waktu dengan periode mingguan dan memberikan sinyal
peringatan (alert) kepada pengelola program bila kasus tersebut melebihi nilai ambang
batasnya sehingga mendorong program untuk melakukan respons. Alert atau signal yang
muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi merupakan pra-KLB yang
mengharuskan petugas untuk melakukan respons cepat agar tidak terjadi KLB.
TUJUAN :
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi
KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans
epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-
upaya dan tindakan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat. Peringatan kewaspadaan dini
KLB adalah pemberian informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode
waktu tertentu; (3) Deteksi dini KLB adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya
KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis
terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar
dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB. Kondisi rentan KLB adalah kondisi
masyarakat, lingkungan, perilaku dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merupakan
faktor risiko terjadinya KLB.
Ruang Lingkup : Kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, peringatan
kewaspadaan dini KLB dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana dan
prasarana kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/wabah.
Tujuan penyelenggaraan Kegiatan SKD KLB
Penyelenggaraan SKD KLB : Dalam penyelenggaraan SKD KLB dapat dilakukan dengan :
(1) Pengorganisasian, Sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap unit pelayanan
kesehatan, Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI wajib menyelenggarakan SKD KLB
dengan membentuk unit pelaksana yang bersifatfungsional atau struktural; (2) Sasaran,
sasaran SKD KLB meliputi penmyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB; (3) Kegiatan
SKD KLB.
Kajian Epidemiologi, Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian
secara terus menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan
menggunakan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah : Data surveilans epidemiologi
penyakit berpotensi KLB; Kerentanan masyarakat spt status gizi yang buruk, imunisasi yang
tdk lengkap, personal hygiene yang buruk dll; Kerentanan lingkungan spt sanitasi dan
lingkungan yang jelek; Kerentanan pelayanan kesehatan spt sumberdaya, sarana dan
prasarana yang rendah atau kurang memadai; Ancaman penyebaran penyakitberpotensi KLB
dari daerah lain; Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi.Sumber data
surveilans epidemiologi penyakit adalah :Laporan KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB,
Data epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya, Surveilans terpadu penyakit berbasis
KLB, Sistem peringatan dini KLB di rumah sakit.Sumber data lain dalam jejaring surveilans
epidemiologi adalah :Data surveilans terpadu penyakit, Data surveilans khusus penyakit
berpotensi KLB, Data cakupan program. Data cakupan program tersebut diantaranya adalah
Datalingkungan pemukiman, dataperilaku masyarakat, data pertanian, data meteriologi dan
fisika;Informasi masyarakat sebagai laporan kewaspadaan dini; Data terkait lainnya.
Suatu wilayah tertentu dinyatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb : (a) Angka kesakitan
dan atau angka kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan
kenaikan yang mencolok (bermakna) selama 3 kali masa observasi berturut-turut (Harian atau
Mingguan), (b) Jumlah penderita dan atau jumlah kematian di suatu wilayah
(Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu
(Harian, MIngguan, Bulanan) dibandingkan dengan rata-rata dalam satu tahun terakhir, (c)
Peningkatan CFR (case fatality rate) pada suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dalam
waktu satu bulan dibandingkan CFR bulan lalu, (d) Peningkatan jumlah kesakitan atau
kematian dalam periode waktu (Mingguan, Bulanan) di suatu wilayah (Desa/Kelurahan,
Kecamatan) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu.
Deteksi dini kondisi rentan KLB. Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan
terhadap timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan, perilaku dan kerentanan
pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi
atau PWS kondisi rentan.
Dalam penerapan cara surveilans epidemiologi terhadap KLB, dapat dilakukan dengan : (1)
Identifikasi kondisi rentan KLB, (2) Mengidentifikasi secara terus-menerus perubahan
kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah, (3) Pemantauan wilayah setempat
kondisi rentan KLB. Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi
rentan KLBmenurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun tabel dan grafik
PWS kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus-menerus dan secara
sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB, (4) Penyelidikan dugaan
kondisi rentan KLB. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan : Di Sarkes secara aktif
mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan
perubahan kondisi rentan oleh masyarakat,perorangan atau kelompok; Di Sarkes petugas
meneliti dan mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan lingkungan dan
perilaku masyarakat, status kesehatan masyarakat,status pelayanan kesehatan; Petugas
kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya
perubahan kondisi rentan KLB; Mengunjungi daerah yangdicurigai terdapat perubahan
kondisi rentan.
Deteksi dini KLB. Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB
dengan mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap
penyakit-penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB : (1) Identifikasi kasus
berpotensi KLB. Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke UPK diwawancarai
kemungkinan adanya penderita lain disekitar tempat tinggal kemudian dilanjutkan dengan
penyelidikan kasus; (2) PWS penyakit berpotensi KLB.Setiap UPK melakukan analisis
adanya dugaan peningkatan penyakit dan faktor risiko yang berpotensi KLB diikuti
penyelidikan kasus; (3) Penyelidikan dugaan KLB. Penyelidikan dugaan KLB dilakukan
dengan cara : Di UPK setiap petugas menanyakan kepada setiap pengunjung UPK tentang
kemungkinan adanya peningkatansejumlah penderita yang diduga KLB pada lokasi tertentu;
Di UPK setiap petugas meneliti register rawat jalan dan rawat inap khususnya yang berkaitan
dengan alamat penderita, umur dan jensis kelamin atau karakteristiklain; Petugas kesehatan
mewawancarai kepala desa atau pihak yang terkait yang mengetahui keadaan masyarakat
tentang adanya peningkatan kasus yang diduga KLB; Membuka pos pelayanan di lokasi
yangdiduga terjadi KLB; Mengunjungi rumah-rumah penderita yang dicurigai memunculkan
KLB.
Deteksi dini KLB dapat dilakukan melalui : pelaporan kewaspadaan KLB oleh masyarakat,
Perorangan dan organisasi yang wajib membuat laporan kewaspadaan KLB antara lain :
Orang yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB;
Petugas kesehatan yang memeriksa penderita yangberpotensi KLB; Kepala instansi
yangterkait seperti kepala pelabuhan, kepala stasiun kereta api, kepala bandara udara dll serta
UPK lainnya; Nahkoda kapal, pilot dan sopir.
Peran Unit SKD KLB dan Mekanisme Kerja. Masing masing unit yang ada dijajaran
kesehatan dapat berperan sebagai berikut : (1)Peran Dinas Kesehatan Provinsi : Kajian
Epidemiologi Ancaman KLB; Peringatan Kewaspadaan Dini KLB; Peningkatan
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB; Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan
SKD KLB,(2) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kajian Epidemiologi Ancaman
KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan
Terhadap KLB, Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB, Pengembangan SKD
KLB Darurat; (3) Peran Puskesmas : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan
Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, (4)
Peran Masyarakat (perorangan, kelompok dan masyarakat): Peningkatan kegiatan
pemantauan perubahan kondisi rentan; Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan
penyakit dengan melapor kepada puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan
kewaspadan dini; Melaksanakan
Indikator Kinerja : Indikator kinerja SKD KLB adalah : (1) Kajian dan peringatan
kewaspadaan dini KLB secara teratur setidak-tidanya setiap bulan dilaksanakan oleh Dikes
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Depkes RI; (2) Terselenggaranya deteksi dini KLB penyakit
berpotensi KLB prioritas di puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium, (3) Kegiatan
penyelidikan dan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat terlaksana kurang dari 24 jam
sejak teridentifikasi adanya KLB atau dugaan KLB, (4) Tidak terjadi KLB yang besar dan
berkepanjangan.
(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986;
Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan
secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak.
Pemastian diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan
(Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).
1. Persiapan Penelitian Lapangan
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam
pertama sesudah adanya informasi. Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986)
dalam Maulani (2010) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a. Pemantapan (konfirmasi) informasi
b. Pembuatan rencana kerja
c. Pertemuan dengan pejabat setempat.
5. Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya
KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik
adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva
epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk
menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat
tipe kurva epidemik, sebagai berikut:
1. Kurva epidemik dengan tipe point common source
(penularan berasal dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi
pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu
yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan
(misalnya: kolera, typoid).
2. Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini
terjadi pada KLB dengan cara penularan kontak dari orang
ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara
puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata
rata penyakit tersebut.
3. Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan
propagated. Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada
awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber
secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari
orang ke orang (kasus sekunder).
6. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau
diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan
ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB
dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara
penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber
dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat
dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang
luas. Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat
dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita
yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk
mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam
Maulani, 2010).
b. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih
diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara
penularannya. Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971.
Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun
demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil
penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara
penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber
penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982
dalam Maulani, 2010).
c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah
diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih
memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya. Sebagai contoh:
suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber
penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat
dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih
diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan
laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al.,
1987 dalam Maulani, 2010).
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara
penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan. Sebagai
contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru
dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi
dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani,
2010).
2. Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi
dokumen perencanaan, menggerakan dan mengkoordinasikn
seluruh komponen dan semua pihak yang terkait.
3. Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan
benar-benar dilaksanakan sesuai dengan dokumen
perencanaan.
(Pickett dan John, 2009).
b. Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:
1. Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa
adalah untuk mengetahui keadaan penyebab KLB dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga
dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang
efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).