Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DASAR HUKUM SURVEILANS

Mata Kuliah Epidemiologi

Disusun Oleh:

Kelompok 3

2 D-III B Kesehatan Lingkungan

1. Nissa Amalia P23133015041


2. Nurul Azizah P23133015042
3. Yuana Nuke H P23133015071
4. Zuraida Nur Kholifah P23133015072

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12120
2016
1. DASAR HUKUM SURVEILANS
a. Peraturan pemerintah R. No. 25 Tahun 2000
Pada Peraturan Pemerintah RI. No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, BAB II Pasal 2 ayat 3.10.j
menyatakan bahwa salah satu kewenangan Pemerintah di Bidang Kesehatan adalah
surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah
penyakit menular dan kejadian luar biasa, sementara pada BAB II Pasal 3 ayat 5.9.d
menyatakan bahwa salah satu kewenangan Propinsi di Bidang Kesehatan adalah
surveilans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan kejadian luar
biasa. Oleh karena itu, untuk mewujudkan visi Indonesia sehat dan tercapainya tujuan
nasional pembangunan kesehatan serta terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan
daerah yang spesifik dan lokal yang memerlukan penerapan konsep pengambilan
keputusan berdasarkan fakta, maka diselenggarakan sistem surveilans epidemiologi
kesehatan yang handal, sehingga para manajer kesehatan dapat mengambil keputusan
program yang berhasil guna (efektif) serta berdaya guna (efisien) sesuai dengan
masalah yang dihadapi.
b. UU No 4 Th 84 : Wabah Penyakit Menular.
c. UU No 23 Th 1992 : Kesehatan.
d. PP No 25 Th 2000 : Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonomi.
e. SK Menkes No. 130 Tahun 2000 tentang organisasi dan tata kerja Depkes.
f. Keputusan Dirjen PPM-PLP No. 914.1/PD.03.04.PB/1992 tentang penanggulangan
penyakit demam berdarah.

2. Jenis Penyelenggaraan

Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan satu cara atau


kombinasi dari beberapa cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi. Cara-cara
penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi berdasarkan atas metode
pelaksanaan, aktifitas pengumpulan data dan pola pelaksanaannya.

1. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan

a. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans


epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko
kesehatan.Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan
semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/
kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu
menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi
mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit.
Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan
kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et
al., 2006).

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:


1. Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services);
2. Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
3. Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural;
4. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,
pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans
(yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,
manajemen sumber daya);
5. Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang
penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda
(WHO, 2002).
b. Surveilans Epidemiologi Khusus, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor risiko atau situasi
khusus kesehatan.
c. Surveilans Sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah
kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas. Sentinel Surveilans
adalah kegiatan analisis data dengan cara pengumpulan dan pengolahan data
secara terus menerus yang dilakukan di wilayah/ unit yang terbatas atau sempit.
(Depkes RI, 2004). Surveilans Sentinel melakukan aktivitas pemantauan terhadap
suatu populasi luas atau suatu populasi tertentu yang difokuskan pada indikator
kesehatan kunci, antara lain sebagai berikut:

1. Sentinel kejadian kesehatan, yakni berupa kejadian penyakit, kecacatan atau


kematian yang dapat menjadi tanda penting bahwa upaya preventif atau
pengobatan yang sedang dijalankan perlu melakukan perbaikan. (Rutsein).
2. Surveilans Sentinel, yakni suatu sistem yang dapat memperkirakan insiden
penyakit pada suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans yang baik
berbasis populasi tanpa melakukan survei yang mahal. (Woodhall)

3. Penyelidikan Kejadian Luar Biasa

Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan
berbahaya lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran yang besar dalam
upaya penanggulangannya, berdampak padasektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi
menyebar luas lintaskabupaten/kota, provinsi, regional bahkan internasional yang
membutuhkan koordinasi dan penanggulangan.

Penanggulangan KLB/wabahpenyakit menular diatur dalam UU No.4 tahun 1984 tentang


wabah penyakit menular, Permenkes no 949 tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan
SKD KLB dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan provinsi
sebagai daerah otonom yang berpengaruh terhadap penyelenggaran penggulangan
KLB/wabah serta peraturan terkait lainnya yang berhubungan dengan SKD KLB.

Menurut Kasubdit Surveilans dan Respon KLB Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
(PP) dan Penyehatan Lingkungan (PL) Kementerian Kesehatan DR Hari Santoso, M.Epid,
SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) merupakan sistem yang dirintis dan dikembangkan sejak
2007 oleh Departemen Kesehatan RI yang diadopsi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
yang dimodifikasi sesuai dengan karakter Indonesia dalam upaya mewujudkan tindakan atau
respon cepat terhadap adanya potensi atau munculnya KLB.

Sistem ini bekerja dengan cara memantau perkembangan tren suatu penyakit menular
potensial wabah/KLB dari waktu ke waktu dengan periode mingguan dan memberikan sinyal
peringatan (alert) kepada pengelola program bila kasus tersebut melebihi nilai ambang
batasnya sehingga mendorong program untuk melakukan respons. Alert atau signal yang
muncul pada sistem bukan berarti sudah terjadi KLB tetapi merupakan pra-KLB yang
mengharuskan petugas untuk melakukan respons cepat agar tidak terjadi KLB.

TUJUAN :

1. Menyelenggarakan Deteksi Dini KLB bagi penyakit menular


2. Stimulasi dalam melakukan pengendalian KLB penyakit menular
3. Meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB
4. Memonitor kecenderungan penyakit menular
5. Menilai dampak program pengendalian penyakit yang spesifik
6. Adanya respon cepat terhadap potensi Kejadian Luar Biasa

Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi
KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans
epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-
upaya dan tindakan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat. Peringatan kewaspadaan dini
KLB adalah pemberian informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode
waktu tertentu; (3) Deteksi dini KLB adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya
KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis
terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar
dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB. Kondisi rentan KLB adalah kondisi
masyarakat, lingkungan, perilaku dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merupakan
faktor risiko terjadinya KLB.

Ruang Lingkup : Kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, peringatan
kewaspadaan dini KLB dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana dan
prasarana kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/wabah.
Tujuan penyelenggaraan Kegiatan SKD KLB 

Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB,


seperti

1. Teridentifikasinya adanya ancaman KLB;


2. Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB;
3. Terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB;
4. Terdeteksinya secara dini adanya kondisi rentan KLB;
5. Terselenggaranya penyelidikan dugaan KLB.

Penyelenggaraan SKD KLB : Dalam penyelenggaraan SKD KLB dapat dilakukan dengan :
(1) Pengorganisasian, Sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap unit pelayanan
kesehatan, Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI wajib menyelenggarakan SKD KLB
dengan membentuk unit pelaksana yang bersifatfungsional atau struktural; (2) Sasaran,
sasaran SKD KLB meliputi penmyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB; (3) Kegiatan
SKD KLB.

Secara umum kegiatan SKD KLB meliputi :

Kajian Epidemiologi, Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian
secara terus menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan
menggunakan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah : Data surveilans epidemiologi
penyakit berpotensi KLB; Kerentanan masyarakat spt status gizi yang buruk, imunisasi yang
tdk lengkap, personal hygiene yang buruk dll; Kerentanan lingkungan spt sanitasi dan
lingkungan yang jelek; Kerentanan pelayanan kesehatan spt sumberdaya, sarana dan
prasarana  yang rendah atau kurang memadai; Ancaman penyebaran penyakitberpotensi KLB
dari daerah lain; Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi.Sumber data
surveilans epidemiologi penyakit adalah :Laporan KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB,
Data epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya, Surveilans terpadu penyakit berbasis
KLB, Sistem peringatan dini KLB di rumah sakit.Sumber data lain dalam jejaring surveilans
epidemiologi adalah :Data surveilans terpadu penyakit, Data surveilans khusus penyakit
berpotensi KLB, Data cakupan program. Data cakupan program tersebut diantaranya adalah 
Datalingkungan pemukiman, dataperilaku masyarakat, data pertanian, data meteriologi dan
fisika;Informasi masyarakat sebagai laporan kewaspadaan dini; Data terkait lainnya.

Peringatan Kewaspadaan, Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan


KLB pada daerah tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3 – 6 bulan yang akan datang)
dan disampaikan kepada semua unitterkait di Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI, sektor
terkait dan masyarakat sehingga mendorong peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
terhadap KLB di unit pelayanan kesehatan dan program terkait serta peningkatan
kewaspadaan masyarakat perorangan dan kelompok.Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat
juga dilakukan terhadap penyakit berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun
yangakan datang) agarterjadi kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat dijadikan acuan
perumusan perencanaan strategis program penanggulangan KLB.

Suatu wilayah tertentu dinyatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb : (a) Angka kesakitan
dan atau angka kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan
kenaikan yang mencolok (bermakna) selama 3 kali masa observasi berturut-turut (Harian atau
Mingguan), (b) Jumlah penderita dan atau jumlah kematian di suatu wilayah
(Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu
(Harian, MIngguan, Bulanan) dibandingkan dengan rata-rata dalam satu tahun terakhir, (c)
Peningkatan CFR (case fatality rate) pada suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dalam
waktu satu bulan dibandingkan CFR bulan lalu, (d) Peningkatan jumlah kesakitan atau
kematian dalam periode waktu (Mingguan, Bulanan) di suatu wilayah (Desa/Kelurahan,
Kecamatan) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu.

Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap KLB. Kewaspadaan dan peningkatan


kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini
kondisi rentan KLB, peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini KLB, penyelidikan
epidemiologi adanya dugaan KLB, kesiapsiagaan menghadapi KLB dan mendorong segera
dilaksanakan tindakan penggulangan KLB.

Deteksi dini kondisi rentan KLB. Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan
terhadap timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan, perilaku dan kerentanan
pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi
atau PWS kondisi rentan.

Dalam penerapan cara surveilans epidemiologi terhadap KLB, dapat dilakukan dengan : (1)
Identifikasi kondisi rentan KLB, (2) Mengidentifikasi secara terus-menerus perubahan
kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah, (3) Pemantauan wilayah setempat
kondisi rentan KLB. Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi
rentan KLBmenurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun tabel dan grafik
PWS kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus-menerus dan secara
sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB, (4) Penyelidikan dugaan
kondisi rentan KLB. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan : Di Sarkes secara aktif
mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan
perubahan kondisi rentan oleh masyarakat,perorangan atau kelompok; Di Sarkes petugas
meneliti dan mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan lingkungan dan
perilaku masyarakat, status kesehatan masyarakat,status pelayanan kesehatan; Petugas
kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya
perubahan kondisi rentan KLB; Mengunjungi daerah yangdicurigai terdapat perubahan
kondisi rentan.

Deteksi dini KLB. Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB
dengan mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap
penyakit-penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB : (1) Identifikasi kasus
berpotensi KLB. Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke UPK diwawancarai
kemungkinan adanya penderita lain disekitar tempat tinggal kemudian dilanjutkan dengan
penyelidikan kasus; (2) PWS penyakit berpotensi KLB.Setiap UPK melakukan analisis
adanya dugaan peningkatan penyakit dan faktor risiko yang berpotensi KLB diikuti
penyelidikan kasus; (3) Penyelidikan dugaan KLB. Penyelidikan dugaan KLB dilakukan
dengan cara : Di UPK setiap petugas menanyakan kepada setiap pengunjung UPK tentang
kemungkinan adanya peningkatansejumlah penderita yang diduga  KLB pada lokasi tertentu;
Di UPK setiap petugas meneliti register rawat jalan dan rawat inap khususnya yang berkaitan
dengan alamat penderita, umur dan jensis kelamin atau karakteristiklain; Petugas kesehatan
mewawancarai kepala desa atau pihak yang terkait yang mengetahui keadaan masyarakat
tentang adanya peningkatan kasus yang diduga KLB; Membuka pos pelayanan di lokasi
yangdiduga terjadi KLB; Mengunjungi rumah-rumah penderita yang dicurigai memunculkan
KLB.

Deteksi dini KLB dapat dilakukan melalui : pelaporan kewaspadaan KLB oleh masyarakat,
Perorangan dan organisasi yang wajib membuat laporan kewaspadaan KLB antara lain :
Orang yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB;
Petugas kesehatan yang memeriksa penderita yangberpotensi KLB; Kepala instansi
yangterkait seperti kepala pelabuhan, kepala stasiun kereta api, kepala bandara udara dll serta
UPK lainnya; Nahkoda kapal, pilot dan sopir.

Kesiapsiagaan menghadapi KLB. Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap SDM,


sistem konsultasi dan referensi, sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi
dan tim penanggulangan KLB serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB kabupaten/kota,
provinsi dan pusat.

Tindakan Penanggulangan KLB yang Cepat dan Tepat. Setiap daerah menetapkan


mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan dilakukan tindakan
penanggulangan dengan cepat dan tepat. Tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan
tepat dilakukan dengan : Advokasi dan Asistensi Penyelenggaran SKD KLB Advokasi dan
asistensi tujuannya agar SKD KLB berjalan secara terus menerus dengan dukungan daripihak
yang terkait;  Pengembangan SKD KLB Darurat.Untuk menghadapi ancaman terjadinya
KLB penyakit tertentu yang sangat serius dapat dikembanghkan dan atau ditingkatkan SKD
KLB penyakittertentu dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas.

Peran Unit SKD KLB dan Mekanisme Kerja. Masing masing unit yang ada dijajaran
kesehatan dapat berperan sebagai berikut : (1)Peran Dinas Kesehatan Provinsi : Kajian
Epidemiologi Ancaman KLB; Peringatan Kewaspadaan Dini KLB; Peningkatan
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB; Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan
SKD KLB,(2) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kajian Epidemiologi Ancaman
KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan
Terhadap KLB, Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB, Pengembangan SKD
KLB Darurat; (3) Peran Puskesmas : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan
Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, (4)
Peran Masyarakat (perorangan, kelompok dan masyarakat): Peningkatan kegiatan
pemantauan perubahan kondisi rentan; Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan
penyakit dengan melapor kepada puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan
kewaspadan dini; Melaksanakan

penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di tengah masyarakat; Melakukan


identifikasi penderita, pengenalan tatalaksana kasus dan rujukan serta upaya pencegehan dan
pemberantasan tingkat awal

Indikator Kinerja : Indikator kinerja SKD KLB adalah : (1) Kajian dan peringatan
kewaspadaan dini KLB secara teratur setidak-tidanya setiap bulan dilaksanakan oleh Dikes
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Depkes RI; (2) Terselenggaranya deteksi dini KLB penyakit
berpotensi KLB prioritas di puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium, (3) Kegiatan
penyelidikan dan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat terlaksana kurang dari 24 jam
sejak teridentifikasi adanya KLB atau dugaan KLB, (4) Tidak terjadi KLB yang besar dan
berkepanjangan.

LANGKAH-LANGKAH  PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya
(penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1. Mempersiapkan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan diagnosa etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9. Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986;
Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan
secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak.
Pemastian diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan
(Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).
1. Persiapan Penelitian Lapangan
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam
pertama sesudah adanya informasi.  Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986)
dalam Maulani (2010) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a. Pemantapan (konfirmasi) informasi
b. Pembuatan rencana kerja
c. Pertemuan dengan pejabat setempat.

2. Pemastian Diagnosis Penyakit


Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan
gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi
frekuensi gejala klinisnya.
3. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang
tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada
populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB
juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada penyakit
yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik pola
maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

4. Identifikasi kasus atau paparan


Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan
teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan
KLB. Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis
penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber
penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan
mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama
pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB
keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk
penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).

5. Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya
KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik
adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva
epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk
menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat
tipe kurva epidemik, sebagai berikut:
1. Kurva epidemik dengan tipe point common source
(penularan berasal dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi
pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu
yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan
(misalnya: kolera, typoid).
2. Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini
terjadi pada KLB dengan cara penularan kontak dari orang
ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara
puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata
rata penyakit tersebut.
3. Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan
propagated. Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada
awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber
secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari
orang ke orang (kasus sekunder).

b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat


Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk
mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat
(tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka
kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat
tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan
limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi
air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui
vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010).
c. Deskripsi kasus berdasarkan orang
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber
penularan atau etiologi penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel
umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah
laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus
dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan
memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis
kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific
rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna
untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau
sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit
(MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al.,
1986 dalam Maulani, 2010).

6. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau
diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan
ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB
dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara
penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber
dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat
dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang
luas. Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat
dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita
yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk
mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985 dalam
Maulani, 2010).

b.  Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih
diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara
penularannya. Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971.
Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun
demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil
penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara
penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber
penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982
dalam Maulani, 2010).

c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah
diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih
memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya. Sebagai contoh:
suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber
penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat
dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih
diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan
laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al.,
1987 dalam Maulani, 2010).

d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara
penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan. Sebagai
contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru
dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi
dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani,
2010).

7. Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB


a. Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan
membuktikan adanya agent pada sumber penularan.

b. Identifikasi keadaan penyebab KLB


Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan
keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan.

8. Perencanaan penelitian lain yang sistematis


Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB
merupakan kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai
tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik
untuk melakukan penelitian. Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan
epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui
kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan
informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.
b. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
c. Evaluasi terhadap program kesehatan.
9. Penyusunan Rekomendasi
a. Program Pengendalian
Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya
menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Tahapan – tahapan program, yaitu:
1. Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi
masalah, penetapan masalah prioritas, inventarisasi alternatif
pemecahan masalah, penyusunan dokumen perencanaan.
Dokumen perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang
ingin dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap
kegiatan, volume, rincian kebutuhan biaya, adanya petugas
penanggungjawab setiap kegiatan, metode pengukuran
keberhasilan.

2. Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi
dokumen perencanaan, menggerakan dan mengkoordinasikn
seluruh komponen dan semua pihak yang terkait.
3. Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan
benar-benar dilaksanakan sesuai dengan dokumen
perencanaan. 
(Pickett dan John, 2009).
b. Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:
1. Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa
adalah untuk mengetahui keadaan penyebab KLB dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga
dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang
efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).

2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita


termasuk tindakan karantina. Tujuannya adalah:
a. Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar
sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi
sumber penularan.

b. Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya


sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga
secara potensial dapat menularkan penyakit (carrier).

3. Pencegahan dan pengendalian


Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi
perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi
mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai
terjangkit penyakit.

4. Pemusnahan penyebab penyakit


Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan
terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan
atau benda yang mengandung bibit penyakit.

5. Penanganan jenazah akibat wabah


Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu
penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk
menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.

6. Penyuluhan kepada masyarakat


Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi
yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat
menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit,
sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan
apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain.
Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan
serta aktif dalam menanggulangi wabah.

7. Upaya penanggulangan lainnya


Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan
khusus masing-masing penyakit yang dilakukan dalam rangka
penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010)

10. Penyusunan laporan KLB


Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang
berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada
instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan
pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis
diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat
dipergunakan untuk merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans
yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta
dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.
Daftar Pustaka
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1116/MENKES/SK/VIII/2003 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
www.diskes.baliprov.go.id
bkp.kerincikab.go.id
Enjang, indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Maryani, Lidya dan rizki muliani. 2000. Epidemiologi Kesehatan. Jakarta. Graha Ilmu.
Noor, Noor Nasri. 2000. Dasar Epidemiologi. Jakarta. Rineka Cipta.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1479/MENKES/SK/X/2003

Anda mungkin juga menyukai