Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK NAGARI (BUMNag) DALAM

MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT DI NAGARI KUMANGO


KEC.SUNGAI TARAB KAB.TANAH DATAR

A. Latar Belakang Masalah


Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan merupakan salah satu dari 9 visi
misi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla ketika mencalonkan diri
menjadi presiden dan wakil presiden republik Indonesia. Hal tersebut tertuang
dalam agenda prioritas nya yang diberi nama dengan Nawa-Cita. Nawa-Cita
sendiri diambil dari bahasa sansekerta yang memiliki arti Nawa (sembilan)
dan Cita (harapan, keinginan dan mimpi). Membangun daerah pinggiran yang
dimaksud bukan saja terkait wilayah yang berdekatan dengan perbatasan
negara tetangga, tetapi juga soal manusia yang terpinggirkan dan kurang
mampu secara ekonomi, pinggiran juga menunjukkan kondisi masih
minimnya pembangunan di wilayah tersebut.
Oleh karena itu pemerintah melalui UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa
meningkatkan anggaran untuk pembangunan daerah dan desa berupa Dana
Desa dari tahun ke tahun. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam peraturan
menteri keuangan republik Indonesia nomor: 205/PMK.072019 pasal 8
menyebutkan bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi Desa yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
kabupaten kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat.
Adapun prioritas penggunaan dana desa telah diatur dalam PDTT Nomor 7
Tahun 2021 pasal 5 ayat 2 yaitu Penggunaan Dana Desa diarahkan untuk
program dan/atau kegiatan percepatan pencapaian SDGs Desa melalui;
Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa;Program prioritas
nasional sesuai kewenangan Desa; dan Mitigasi dan penanganan bencana alam
dan non-alam sesuai kewenangan Desa. SDGs Desa atau yang disebut dengan
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu pembangunan yang
berorientasi pada kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
menjaga kualitas lingkungan hidup, serta pembangunan yang menjamin
keadilan dan terlaksananya tata kelola untuk menjaga kualitas hidup dari satu
generasi ke generasi berikutnya (dalam Boekoesoe & Maksum 2022).
Menurut Satmoko (2022) pada hakikatnya SDGs Desa merupakan bentuk
kristalisasi pembangunan total atas desa. Terdapat 18 role pembangunan
melalui SDGs Desa, yaitu;
1. Desa tanpa kemiskinan;
2. Desa tanpa kelaparan;
3. Desa sehat dan sejahtera;
4. Pendidikan desa berkualitas;
5. Desa berkesetaraan gender;
6. Desa layak air bersih dan sanitasi;
7. Desa yang berenergi bersih dan terbarukan;
8. Pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi desa;
9. Inovasi dan infrastruktur desa;
10. Desa tanpa kesenjangan;
11. Kawasan pemukiman desa berkelanjutan;
12. Konsumsi dan produksi desa yang sadar lingkungan;
13. Pengendalian dan perubahan iklim oleh desa;
14. Ekosistem laut desa;
15. Ekosistem daratan desa;
16. Desa damai dan berkeadilan;
17. Kemitraan untuk pembangunan desa; dan
18. Kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif
Secara umum tujuan SDGs Desa merupakan upaya terpadu untuk
mewujudkan desa ekonomi tumbuh merata. Hal ini sebagaimana relevan
dengan tujuan dibentuknya salah satu program pembangunan desa yang
dikenal dengan sebutan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
BUMDes adalah salah satu program strategis pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang ada di perdesaan
(Nugroho, 2021). BUMDes bergerak dalam bidang pengelolaan aset-aset dan
sumberdaya ekonomi desa dalam kerangka pemberdayaan masyarakat desa
(Dewi, 2014).
Pendirian BUMDes telah diamanatkan semenjak dikeluarkannya UU
No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, terdapat pada Pasal 213 ayat
(1), yang berbunyi Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai
dengan kebutuhan dan potensi desa. Selain itu juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa serta yang
terakhir diperkuat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 pasal 87 ayat (1),(2) dan (3) berbunyi
Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa;
BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan;
BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi masyarakat), serta mendasarkan
pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, emansipatif dan suitenable,dengan
dua prinsip yang mendasari, yaitu member base dan self help yang artinya
adalah profesionalime pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada
kemauan (kesepakatan) masyarakat banyak (member base), serta kemampuan
setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (self
help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun konsumsi
(sebagai konsumen) harus dilakukan secara professional dan mandiri (dalam
Ramadana, Ribawanto & Suwondo)
Cara kerja BUMDes yaitu dengan jalan menampung kegiatan-kegiatan
ekonomi masyarakat dalam sebuah bentuk kelembagaan atau badan usaha
yang dikelola secara profesional, namun tetap bersandar pada potensi asli
desa. (Hamid & Suzana 2021) Dengan hadirnya BUMDes diharapkan mampu
mendorong perekonomian masyarakat desa serta mampu mengurangi tingkat
pengangguran. Selain itu, BUMDes diharapkan mampu memberikan
kontribusi ke desa dalam bentuk Pendapatan Asli Desa (dalam Tilome,
Alkatiri & Djafar, 2020).
Namun kenyataannya banyaknya BUMDes yang hadir tidak selamanya
dapat memberikan dampak yang positif, faktanya masih banyak BUMDes
yang didirikan tidak dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sehingga
banyak BUMDes yang terbengkalai dan tidak dapak memberikan kontribusi
positif terhadap pembangunan desa (Solihat & Julia, dalam harkat, dkk 2022)
Hal ini dikarenakan pada dasarnya BUMDes yang terbentuk memiliki tingkat
perkembangan yang berbeda-beda, Potensi desa yang berbeda, Kemampuan
SDM, Ketersediaan modal, serta Kepedulian pemerintah desa dan masyarakat
dan lain sebagainya (Cen, 2019).
Berbagai permasalahan juga menjadi tantangan tersendiri yang harus
dihadapi dalam memajukan BUM Desa. Beberapa diantaranya adalah
permasalahan komunikasi diantara pengurus, pengelolaan unit usaha, masalah
personil, dan potensi desa yang belum dapat dimanfaatkan (Nugraha &
Kismartini, 2019). Permasalahan pengelolaan BUMDes dibeberapa daerah
antara lain jenis usaha yang dijalankan masih terbatas, keterbatasan sumber
daya manusia yang mengelola BUMDes dan partisipasi masyarakat yang
rendah karena masih rendahnya pengetahuan mereka (Agunggunanto, Arianti,
Kushartono & Darwanto, 2016). Selain itu, unit usaha BUM Desa belum
mampu memberdayakan masyarakat dan mengurangi tingkat pengangguran
karena total penyerapan tenaga kerja dari unit-unit usaha BUM Desa masih
sedikit sehingga belum mampu memberikan kontribusi terhadap Pendapatan
Asli Desa (Hidayah, Mulatsih, & Purnamadewi, 2019)
Terdapat salah satu BUMDes yang memiliki permasalahan dalam
pengelolaan dan pengembangannya. BUMDes tersebut berada di Provinsi
Sumatera Barat. BUMDes di Sumatera Barat dikenal dengan sebutan
BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari). BUMNag ini didirikan pada akhir
tahun 2017 dengan nama BUMNag Batang Simonce. BUMNag Batang
Simonce merupakan BUMNag yang berada di Nagari Kumango Kec.Sungai
Tarab Kabupaten Tanah Datar, pendirian BUMNag Batang Simonce didirikan
atas dasar instruksi dari pemerintah pusat yang menyatakan bahwa diharapkan
desa/nagari mendirikan suatu badan usaha milik desa/nagari untuk mengelola
potensi-potensi yang ada di desa/nagari.
Selama masa pendiriannya, BUMNag Batang Simonce selalu didukung oleh
penyertaan modal yang didapatkan dari pemerintah Nagari Kumango , dengan
rincian modal adalah sebagai berikut;

TAHUN MODAL
2018 Rp. 100.000.000,-
2019 Rp.98.000.000,-
2021 Rp. 295.409.800,-
2022 Rp. 88.811.150,-

Semua modal tersebut bersumber dari dana nagari yang dipisahkan


untuk mengelola BUMNag Batang Simonce yang ada di Nagari Kumango.
Sebagaimana yang diketahui bahwa modal merupakan aset utama dalam
mengelola dan mengembangkan Badan Usaha Milik Nagari, namun pada
kenyataannya selama pendirian BUMNag Batang Simonce belum mengalami
perkembangan, berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan di Nagari
Kumango dengan Wali Nagari Kumango (Bapak Zamora) beliau menyatakan
bahwa
“Selama didirikannya BUMNag Batang Simonce dari tahun ke tahun
belum mengalami perkembangan, BUMNag ini juga belum mampu
menghasilkan keuntungan baik untuk berkonstribusi dalam
meningkatkan pendapatan asli desa maupun keuntungan bagi badan
usaha itu sendiri, justru sejauh ini BUMNag Batang Simonce selalu
mengalami kerugian atas setiap unit usaha yang dijalankannya”

BUMNag Batang Simonce juga pernah mendapatkan pelatihan


pengelolaan dan pengembangan BUMNag dalam bentuk sosialisasi yang
diadakan oleh Pemerintah Provinsi / Kabupaten yang mejadi tupoksi dari
DPMD Prov/Kab, namun kenyataannya sejauh ini upaya tersebut belum
mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan pengelolaan
BUMNag Batang Simonce, berdasarkan permasalahan tersebut peneliti
tertarik untuk mengangkat penelitian ini dengan judul “ANALISIS
PENGELOLAAN BUMNAG BATANG SIMONCE DALAM
MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT DI NAGARI KUMANGO
KEC.SUNGAI TARAB KAB.TANAH DATAR”

B. Fokus Penelitian

C. Sub Fokus Penelitian


D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat dan Luaran Penelitian
F. Definisi Istilah
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho.,R (2021).Badan Usaha Milik Desa Bagian 2 Pendirian BUMDES.


Jakarta:PT.Alex Media Komputindo.

Junaidi.,A (2022). PERANAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES)


DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT
DITINJAU MENURUT EKONOMI ISLAM (STUDI KASUS BADAN
USAHA MILIK DESA MURNI JAYA DESA RAMBAIAN KECAMATAN
GAUNG ANAK SERKA)
Pengertian analisis, tujuan analisis, macam-macam analisis

Anda mungkin juga menyukai