Anda di halaman 1dari 7

*Objek kajian filsafat*

Umumnya objek kajian ini dibagi menjadi dua objek, yaitu objek material dan

objek formal. Objek-objek tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Objek Material Filsafat Ilmu

Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu

pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,

sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.

Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat.

Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi),

dan filsafat tentang akhirat (teologi). Filsafat ketuhanan dalam konteks hidup

beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan. Antropologi, kosmologi

dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan

tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.

b. Objek Formal Filsafat Ilmu

Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek

menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu

pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem

mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara

memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah

yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan

ontologis, epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan

sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan

pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.

*E. Cabang-cabang Filsafat: Ontologi, epidemiologi dan aksiologi*

Ontologi : Hakikat Apa Yang Dikaji

Ontologi merupakan apa yang akan dikaji dalam ilmu pengetahuan atau

hakikat apa yang dikaji. Apa di sini adalah mengenai objek dari suatu peristiwa.

Dalam pembahasannya, ada metafisika yang membahas mengenai basic atau hal
yang dasar. Faktor panca indera akan sangat berperan dalam mengkaji objek-

objek dalam kehidupan. Panca indera akan membantu mengkaji mengenai teori

keberadaan, dimana sesuatu yang ada pasti nyata dan ada.

Ada dua tafsiran utama tentang metafisika, yaitu mengenai pemikiran

supernaturalisme dan naturalisme. Supernaturalisme berarti ada kekuatan yang

lebih tinggi dibandingkan kekuatan manusia yang ada pada dunia nyata. Dalam kehidupan, ada
semacam wujud gaib yang berupa roh yang menjadi kepercayaan.

Kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme adalah animisme,

dimana terdapat kepercayaan terhadap roh nenek moyang manusia. Ada juga

tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti pohon, jalan, dan air terjun.

Sementara itu, pemikiran yang merupakan lawan dari supernaturalisme adalah

pemikiran naturalisme, dimana orang beranggapan bahwa semua yang ada di alam

ini terjadi dengan sendirinya yang merupakan proses di alam nyata. Aliran yang

mengikuti pemikiran naturalisme ini adalah materialisme. Materialisme

memandang segala sesuatu itu berdasarkan wujud bahwa sesuatu itu dianggap ada

jika mempunyai wujud.

Adanya asumsi memungkinkan manusia untuk mengeluakan berbagai

kemungkinan-kemungkinan untuk menjawab persoalan. Persoalan yang ada akan

digunakan sebagai cara untuk memperoleh kesimpulan yang akan menjadi

pengetahuan. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan adanya

hukum, dimana hukum ini akan menjadi semacam aturan main agar bisa

digunakan unuk menjadi pengatur dalam proses pemecahan masalah. Di dalam

suatu asumsi biasanya terdapat pembatasan-pembatasan mengenai beberapa hal

yang menjadi inti kajian. Sebagai contoh ilmu fisika mengasumsikan bahwa hal-

hal yang dipelajari adalah mengenai keaadan fisik dan perhitungan di dalam alam

semesta. Sedangkan sosiologi membatasi bahasannya pada perilaku dan tindakan

masyarakat di dalam kehidupan.

Di dalam kehidupan, sifat ilmu tidak akan selamanya mutlak. Ketika ada

suatu permasalahan, ilmu akan memunculkan beberapa kemungkinan-

kemungkinan jawaban.
Epistimologi: Cara Mendapatkan Pengetahuan Yang Benar

Epistemologi merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan. Ketika

kita ingin mengetahi sesuatu, kita akan mencari cara bagaimana kita bisa mengetahui tentang apa
yang ingin kita ketahui. Itulah yang merupakan hakikat

epistemologi.

Cara yang ingin kita gunakan dalam mendapatkan suatu pengetahuan

bukan hanya sekedar cara yang penting kita bisa mengetahui sesuatu, namun

bagaimana cara yang benar. Pada abad pertengahan, segala sesuatu yang

diketahui dianggap sebagai pengetahuan. Konsep dasar pada waktu itu adalah

kesamaan. Kemudian ketika berkembang abad penalaran, konsep dasar yang

semula menggunakan kriteria kesamaan mulai berubah menjadi perbedaan.

Pohon pengetahuan pun mulai membentuk cabang-cabang baru yang lebih

kompleks. Pada saat itu juga terjadi diferensiasi bidang ilmu yang kemudian

mulai mengerucut menjadi ilmu alam dan juga ilmu sosial.

Gaya Berfilsafat

Ada beberapa gaya berfilsafat :

1. Berfilsafat yang terkait erat dengan sastra. Artinya, sebuah karya filsafat dipandang memiliki
nilai-nilai sastra yang tinggi. Acapkali orang mengidentikkan ilsafat dengan sastra sebab
ekspresi filsafat memang membutuhkan ungkapan bahasa yang tak jarang mengandung
nilai-nilai sastra, namun sesungguhnya kurang tepat mengatakan bahwa semua karya sastra
mengandung dimensi filsafat sebab masing-masing bidang memiliki kekhasannya sendiri-
sendiri.
2. Berfilsafat yang dikaitkan dengan sosial politik. Artinya, sebuah karya filsafat dipandang
memiliki dimensi-ddimensi ideologis yang relevan dengan konsep negara.
3. Berfilsafat yang terkait erat dengan metodologi. Artinya para filsuf menaruh perhatian besar
terhadap persoalan–persoalan metode ilmu. Sebagaimana yang dikatakan Descrates
bahwwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti kita harus mulai dengan meragukan
segala sesuatu, sikap yang demikian inilah disebut skeptis metodis. Namun ppada ahirnya
tidak ada satupun yang dapat diragukan.
4. Berfilsaat yang ddikaitkan dengan kegiatan analisis bahasa. Tujuan utama filsafat adalah
untuk mendapatkan klarifikasi logis tentang pemikiran bukan seperangkat doktrin,
melainkan suatu kegiatan.
5. Berfilsafat yang dikaitkan dengan menghidupkan kembali pemikiran filsafat di masa lampau.
Filsaat mengacu pada penguasaan sejarah filsafat. Mengkaji teksteks filoso is dari para filsuf
terdahulu merupakan cara mempelajari filsafat.
6. Berfilsafat dikaitakan dengan filsafat tingkah laku atau etika. Etika yang dipandang sebagai
satu-satunya kegiatan filsafat yang paling nyata sehingga dinamakan juga dengan
praksiologis, bidang ilmu praktis.

*F. Prinsip-prinsip dalam berfilsafat*

Proses berpikir adalah pondasi pertama untuk akal yang sehat. Akal yang sehat dihasilkan dari proses
berpikir yang sehat. Pikiran yang sehat akan melahirkan pikiran yang jernih dan mengedapankan
pandangan positif dalam banyak hal. Berpikir adalah pondasi utama dalam berfilsafat. Karena itu,
dalam prosesnya seorang filsuf selalu berangkat dari hal-hal mendasar.

Beberapa prinsip-prinsip berpikir dalam filsafat akan dijelaskan

Pada uraian berikut.

Berpikir Radikal

Yaitu berpikir sampai ke akar-akarnya, sampai pada hakikat atau substansi, esensi yang dipikirkan.
Sifat filsafat adalah radikal atau mendasar, bukan sekedar mengetahui mengapa sesuatu menjadi
demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu itu, apa maknanya.

Berpikir Universal

Yaitu berpikir kefilsafatan sebagaimana pengalaman umumnya. Misalnya melakukan penalaran


dengan menggunakan rasio atau empirisnya, bukan dengan intuisinya. Sebab, tidak semua orang
dapat memperoleh kebenaran dengan intuisinya, hanya orang tertentu saja semata.

a. Berpikir Logis

Berpikir logis artinya proses berpikir dengan meggunakan logika rasional (lawan dari irasional) dan
dapat diterima oleh akal sehat.
Berpikir Konseptual

Yaitu berpikir melampaui batas pengalaman sehari-hari manusia, sehingga menghasilkan pemikiran
baru yang terkonsep dengan terstruktur dan sistematis.

Berpikir Koheren dan Konsisten

Proses berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan kaidah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya
saling kait-mengait antara satu konsep dengan konsep lainnya.

Berpikir Sistematis

Yaitu dalam berpikir kefilsafatan antara satu konsep dengan konsep yang lain memiliki keterkaitan
berdasarkan azas keteraturan untuk mengarah suatu tujuan tertentu.

Berpikir Komprehensif

Yaitu dalam berpikir filsafat, hal, bagian, atau detail-detail yang dibicarakan harus mencakup secara ,
dipengaruhi oleh pengalaman sejarah ataupun pemikiran pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai
kehidupan sosial budaya, adat istiadat, maupun religius. Berpikir Bertanggung Jawab Yaitu dalam
berpikir kefilsafatan harus bertanggung jawab terutama terhadap hati nurani sebagai
pertanggungjawaban atas diri sendiri dan kehidupan sosial.

Referensi

Buku

Adib, Mohammad. 2019. “Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi,

Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan”. Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

AP, Sumarno. 1993. “Pengantar Studi Komunikasi Politik”. Bandung:

Orba Sakti.

Ginting, Rahmanita. 2021. Etika Komunikasi dalam Media Sosial: Saring


Sebelum Sharing. Cet.1. Cirebon: Penerbit Insania.

Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Soyomukti, Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Cet.1. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media.

Tafsir, Ahmad. 2010. “Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan

Aksiologi Pengetahuan”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Cet.

II. Jakarta: PT Indeks.

Jurnal

Lukmantoro, Triyono. 2008. Starr dalam Zelizer, Jurnal FISIP UNDIP

Semarang: “Peran Komunikasi Dalm Demokratisasi”.

Sari, Afna Fitria. 2020. Etika Komunikasi (Menanamkan Pemahaman Etika

Komunikasi Kepada Mahasiswa). Tanjak: Jounal of Education and

Teaching. Vol. 1. No. 2.

Tanyid, Maidiantius. 2014. Etika dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang

Krisis Moral Berdampak Pada Pendidikan. JURNAL JAFFRAY,

Vol. 12, No. 2.

Zuwirna. 2016. Komunikasi Yang Efektif. E-TECH Jurnal Ilmiah

Teknologi Pendidikan. Vol.I No.1.

Website

BBC News Indonesia. 2017. Dwi Hartanto dan kebohongan menembus

verifikasi media - BBC News Indonesia.

Dok UU RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

https://www.komnasham.go.id/.

Mulyana, Asep. 2015. Hak atas informasi dalam bingkai HAM.

https://referensi.elsam.or.id/2015/01/hak-atas-informasi-dalambingkai-ham/.

Pram, Hanif. Etika dan Moral. https://www.pinhome.id/blog/etika-danmoral/.

Rahadi, Fernan. 2017. Belajar dari Kasus Dwi Hartanto. Belajar dari Kasus
Dwi Hartanto | Republika Online.

Rahayu, Ira. 2017. Kasus Pemberitaan Dwi Hartanto dan Kaitannya dengan

FIlsafat Komunikasi. https://medium.com/@kusmariahsri/kasuspemberitaan-dwi-hartanto-dan-


kaitannya-dengan-filsafatkomunikasi-1bffb1418277.

Anda mungkin juga menyukai