Anda di halaman 1dari 6

A.

    PENGERTIAN PSIKOLOGI ABNORMAL

1.      Menurut pendapat umum

  Psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami
pola perilaku abnormal dan cara menolong orang yang mengalaminya.[1]

Abnormal berarti tidak normal, menyimpang dari suatu standar yang bisa berarti di atas
normal atau di bawah normal.

Perilaku abnormal (abnormal behavior) digunakan untuk menggambarkan tampilan


kepribadian dalam (inner personality) atau perilaku luar (outer behavior) atau keduanya. Yang
dimaksud dengan istilah ini adalah perilaku spesifik seperti fobia atau gangguan seperti skizofrenia.
Demikian juga dengan masalah kronik atau yang berlangsung lama, seperti intoksikasi obat-obatan
dengan simtom yang akut atau temporer.

Ulman (1980) mengusulkan definisi operasional mengenai tingkah laku abnormal sebagai
jenis tingkah laku menyimpang (deviance) yang memerlukan perhatian profesional dari psikiater,
psikolog atau tenaga profesional lain dalam bidang kesehatan jiwa.

Dalam definisi ini secara implisit terungkap bahwa jika seorang individu menunjukkan
tingkah laku yang berbeda, tidak mengikuti aturan yang berlaku, tidak pantas, mengganggu dan tidak
dapat dimengeti dengan kriteria yang biasa, maka tingkah laku tersebut dianggap abnormal.

2.      Menurut pendapat Islam  


      Abnormal adalah suatu perilaku menyimpang dari syariat-syariat islam yang dilakukan oleh
seseorang  baik kepada diri sendiri, orang lain ataupun Tuhan.

                  B.     FAKTOR PENYEBAB PERILAKU ABNORMAL

1.      Faktor-faktor umum penyebab perilaku abnormal :

a.       Faktor Biologis

Dalam memahami penyebab perilaku abnormal, para ahli kesehatan mental dengan hati-hati
mengevaluasi apa yang terjadi di tubuh seseorang yang dapat dihubungkan ke warisan genetis atau
gangguan fungsi fisik. Penyebab biologi yang pertama warisan genetis, seorang anak laki-laki atau
perempuan dari orang tua yang menderita depresi secara statistik memiliki kemungkinan mengalami
depresi. Kedua, gangguan fungsi medis misalnya kelenjar tiroid dapat menyebabkan tentang kondisi
mood dan emosi yang beragam. Ketiga, kerusakan otak yang disebabkan oleh trauma kepala
meskipun ringan, dapat mengakibatkan perilaku aneh dan perubahan emosi yang intens. Keempat,
paparan stimulus lingkungan seperti zat beracun atau zat penyebab alergi dapat
menyebabkanseseorang mengalami perubahan emosi dan perilaku yang mengganggu.

b.      Faktor Psikologis  

Jika faktor biologi dapat memberikan semua jawaban, maka kita menganggap gangguan
mental sebagai penyakit medis. Sesungguhnya, hal ini tidak hanya sekadar itu saja. Gangguan
umumnya muncul sebagai akibat pengalaman hidup yang bermasalah. Gangguan-ganggun itu
meliputi pengalaman traumatis, asosiasi yang dipelajari, persepsi yang terdestorsi, dan cara berpikir
yang salah.
c.       Faktor Sosiokultural

Istilah sosiokultural  mengacu pada berbagai lingkaran pengaruh sosial pada hidup kita
misalnya teman, rekan kerja, keluarga, dan juga budaya. Abnormalitas dapat pula disebabkan oleh
kejadin-kejdian pada salah satu konteks sosial tersebut. Penyebab sosiokultural misalnya, pertama
gangguan dalam hubungan asmara, hubungan samara yang gagal dapat menimbulkan depresi yang
memungkinkan tindakan bunuh diri. Kedua masalah dalam hubungan yang luas, dibesarkan oleh
orang tua yang sadis dapat pula menyebabkan seseorang membangun pola hubungan yang dicirikan
dengan kontrol dan luka emosional. Ketiga hura-hura politik atau sosial bahkan pada level yang
relatif lokal dapat memunculkan emosi dari kecemasan yang menganggu hingga ketakutan yang tak
tertahankan. keempat diskriminasi terhadap kelompok sosial seseorang terutama kaum minoritas
baik yang menyangkut ras, budaya, orientasi seksual, atau kecacatan.[2]

Coleman (1984) membahas beberapa perspektif penyebab tingkah laku abnormal dengan
membedakan antara penyebab primer, penyebab predisposisi, penyebab yang mencetuskan dan
penyebab yang menguatkan (reinforcing).

a.       Penyebab primer adalah kondisi yang harus dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul,
meskipun dalam kenyataan gangguan tersebut tidak atau belum muncul. Contoh dalam bidang
psikologi adalah kecemasan yang terjadi ketika seorang anak masih kecil. Ini merupakan penyebab
primer yang harus ada untuk terjadinya suatu gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku, meskipun
perilaku menyimpang itu belum tentu dalam kenyataanya akan benar-benar terjadi.

    b.      Penyebab predisposisi  adalah keadaan sebelum munculnya suatu gangguan yang merintis
kemungkinan terjadinya suatu gangguan di masa yang akan datang. Misalnya sifat tertutup dapat
merupakan predisposisi gangguan perilaku menghindar di kemudian hari.

     c.       Penyebab yang mencentuskan  ialah suatu peristiwa yang sebenarnya tidak begitu parah namun
seolah-olah merupakan sebab timbulnya perilaku abnormal itu, padahal sebenarnya telah ada
predisposisi sebelumnya. Misalnya, seorang yang sejak lama sudah banyak memendam frustasi
(predisposisi), setelah terjadinya suatu peristiwa sepele (peristiwa pencetus) mengalami gangguan
jiwa.

   d.      Penyebab yang menguatkan (reinforcing)  ialah peristiwa yang terjadi pada seseorang yang
memantapkan suatu keadaan atau kecenderungan tertentu, yang telah ada sebelumnya. Misalnya
seorang yang sudah dendam pada sekelompok suku tertentu diberi informasi yang mendukung rasa
dendam itu.

2.      Faktor-Faktor penyebab perilaku Abnormal menurut islam

Ada dua faktor penyebab perilaku abnormal menurut islam, yaitu faktor internal dan
eksternal:

     a.       Faktor internal.

Seseorang yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi, dalam hal ini akan dapat
memperoleh ketenangan dan ketentraman batin dalam hidupnya. Apabila ia menghadapi suatu
problematika hidup, ia menghadapinya dengan sabar dan tidak mudah putus asa karena sebenarnya
dalam diri manusia yang beriman, tidak terjadi putus asa atau yang sifatnya merugikan.

Sikap yang diambil seseorang dalam menghadapi problematika hidup, juga berpengaruh


terhadap kesehatan mental. Bagi orang yang beragama, kesukaran atau bahaya sebesar apapun
yang harus dihadapinya, dia akan waras dan sabar, karena dia merasa bahwa kesukaran dalam hidup
itu merupakan bagian dari cobaan Allah terhadap hamba-Nya yang beriman. Dia tidak memandang
setiap kesukaran dan ancaman terhadap dirinya dengan cara yang negatif, tetapi sebaliknya melihat
bahwa di celah-celah kesukaran itu terdapat harapan-harapan. Dia tidak akan menyalahkan orang
lain atau mencari sebab-sebab negatif pada orang lain

Dengan beriman dan bertakwa, manusia mampu bersikap tenang dan sabar dalam
menghadapi problema hidup dan mampu berfikir secara seimbang serta kondisi kejiwaannya penuh
dengan ketentraman dan kedamaian karena selalu mengingat Allah. Menurut Ustman Najati,
mengingat Allah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ingat kepada Allah yang dapat
menimbulkan perasaan tenteram dan tenang. Di dalam jiwanya tidak ada perasaan bersalah. Ini
merupakan terapi bagi kegelisahan yang dirasakan manusia ketika ia merasa lemah dan tidak punya
penyangga serta penolong dalam menghadapi berbagai tekanan dan masalah kehidupan.[3]

b.      Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang, seperti keadaan
ekonomi, kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan
dan sebagainya.

Sebenarnya faktor internal itu lebih dominan pengaruhnya dibandingkan dengan faktor


eksternal. Hal ini sesuai dengan pendapat Daradjat (1982: 15), bahwa sesungguhnya ketenangan
hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin itu tergantung dari faktor ekonomi, adat kebiasaan
dan sebagainya. Akan tetapi lebih tergantung pada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor
tersebut.

            C.    MODEL REHABILITASI PERILAKU ABNORMAL

1.      Model rehabilitasi menurut pendapat umum

                               a.            Psikoterapi

Psikoterapi (psychoterapy) adalah suatu interaksi sistematis antara klien dengan terapis yang
menyertakan prinsip-prinsip psikologis untuk melakukan perubahan pada perilaku, pikiran, dan
perasaan klien, dengan tujuan untuk membantu klien mengatasi perilaku abnormal, memecahkan
masalah dalam kehidupan, atau berkembang sebagai individu.

1)      Terapi Psikodinamika.

Terapi psikodinamika berasal dari psikoanalisis, yaitu pendekatan penanganan yang


dikembangkan oleh Freud. Psikoanalisis menggunakan teknik-teknik seperti asosiasi bebas dan
analisis mimpi untuk membantu orang-orang memperoleh insight tentang konflik bawah sadar
mereka dan mengatasinya berdasarkan kepribadian dewasa. Tujuannnya lebih pada menggantikan
perilaku defensif dengan perilaku yang lebih adaptif.. Terapi psikodinamika masa kini biasanya lebih
singkat dan lebih terarah dalam pendekatannya menggali mekanisme pertahanan diri dan hubungan
transference klien.
2)      Terapi Perilaku.

Terapi perilaku menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk membantu mereka melakukan


perubahan perilaku adaptif. Teknik terapi perilaku mencakup desensitisasi sistematis, pemaparan
bertahap, modeling, pendekatan operant conditioning, dan pelatihan keterampilan sosial. Terapi
kognitif behavioral mengintegrasikan pendekatan behavioral dan kognitif dalam penanganan.

3)      Terapi Humanistik.

Terapi humanistik memfokuskan pada pengalaman subjektif dan kesadaran klien pada saat
ini. Terapi terpusat individu dari Roger membantu orang-orang untuk menigkatkan kesadaran dan
penerimaan terhadap perasaan dari ddalam yang dihukum secara sosial dan tidak diakui. Terapis
terpusat individu yang efektif memiliki kualitas-kualitas penerimaan ositif tanpa syarat, empati,
ketulusan dan kongruen.

4)      Terapi Kognitif.

Terapi kognitif berfokus untuk memodifikasi kognisi maladaptif yang dipercaya mendasari
masalah emosional dan perilaku self-defeating. Ada dua pendekatan dari terapi kognitif:

a)      Terapi perilaku rasional emotif.

Terapi ini berfokus untuk menyanggah keyakinan irrasional yang menyebabkan distres
emosional dan menggatinya dengan perilaku dan keyakinan yang adaptif.

b)      Terapi kognitif dari Beck.

Terapi ini berfokus untuk membantu klien mengidentifikasi, menantang, dan mengganti
kognisi yang terdistorsi, seperti kecenderungan untuk membesar-besarkan kejadian negatif dan
mengecilkan pencapaian pribadi.

5)      Terapi Kognitif-behavioral.

Terapi kognitif-behavioral adalah bentuk yang lebih luas dari terapi perilaku yang
mengitegrasikan teknik-teknik kognitif dan behavioral dalam penanganannya.

6)      Terapi Elektrik

Suatu pendekatan psikoterapi yang menggabungkan prinsip-prinsip atau teknik-teknik dari


berbagai sistem teori.

Ada dua bentuk utama dari terapi elektrik:

a)      Elektrik teknik : pendekatan pragmatis yang mengambil teknik-teknik dari aliran tetapi berbeda
tanpa merasa perlu menggunakan posisi teoretis yang diwakili aliran-aliran ini.

b)      Elektrik integratif : suatu pendekatan yang mencoba mempersatukan dan mengintegrasikan


pendekatan teoritis berbeda dalam satu model terapi integratif.

7)      Terapi Kelompok, Keluarga, dan Perkawinan.

a)      Terapi kelompok : terapi yang menggunakan metode sebuah kelompok yang anggotanya terdiri dari
para klien bersama dengan seorang terapis. Terapi ini memberi kesempatan untuk saling
mendukung dan berbagi pengalaman belajar di dalam kelompok untuk membantu individu
mengatasi kesulitan psikologis dan mengembngkan perilaku yang lebih adaptif.
b)      Terapi keluarga : terapi dimana keluarga (bukan individu) yang menjadi unit penanganan. Terapi
keluarga memfokuskan pada klarifikasi komunikasi keluarga, mengatasi konflik peran, menghindari
adanya kambing hitam dari anggota keluarga dan membantu anggota keluarga mengembangkan
otonomii yang lebih besar.

c)      Terapi pasangan : terapi yang berfokus pada pemecahan konflik pada pasangan yang mengalami
stress.

                              b.            Terapi Biomedis.
Dalam psikiatri Amerika berkembang penekanan terhadap terapi biomedis, khususnya
pada penggunaan (juga disebut obat psikotropika). Terapi biomedis biasanya dilakukan oleh
dokter medis, banyak diantara mereka yang mengikuti pelatihan spesialisasi dalam psikiatri
atau psikofarmakologi.
Terapi biomedis utama adalah terapi obat dan terapi elektrokonvulsif (ECT). Obat-
obatan antikecemasan seperti Valium, dapat mengatasi kecemasan jangka pendek, tetapi tidak
secara langsug membantu orang untuk memecahkan masalah mereka atau mengatasi stress.
Atipsikotik membantu mengontrol simtom psiotik yang menonjol, tetapi penggunaaan obat-
obatan ini diasosiasikan dengan risisko efek samping serius. Antidepresan dapat mengurangi
depresi dan Litium membantu menstabilkan perubahan mood pada orang-orang  dengan
gangguan bipolar. ECT sering mengarah pada pembahasan dramatis dari
depresi. Psyhosurgery telah nyaris hilang sebagai bentuk penanganan karena konsekuensinya.

                                c.            Hospitalisasi dan perawatan  berbasis komunitas.


                        Rumah sakit jiwa memberikan penanganan lingkungan yang terstruktur untuk
orang-orang dalam krisis akut dan bagi mereka yang tidak dapat beradaptasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Pusat kesehatan mental komunitas berusaha mencegah munculnya kebutuhan
untuk hospitalisasi psikiatrik dengan menyediakan layannan intervensi dan alternatif dari
hospitalisasi penuh.

2.      Menurut pendapat Islam


       Rehabilitasi abnormal seperti halnya yaitu:
a.       Dengan cara di rukiah yaitu dengan cara menghilangkan dan menyadarkan dengancara
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an.
b.      Rehabilitasi dengan cara di pondok pesantren agar individu yang terkena masalah dapat
menghilangkan atau bisa melupakan masalahnya
c.       Dengan cara rutin membaca Al-Qur’an
Yang dimaksud adalah biar hati menjadi tenang sehingga dapat melupakan permasalahan
yang dihadapinya.

Daftar Pustaka
`          
Nevid S Jeffrey, Rathrus A Spencer,Greene Beverly. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta :. Erlangga.
Richard P. Halgin dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Salemba Humanika.
http : //Nuruladzkiyah.blogspot.com/ diakses pada tanggal 10 Februari 2017 pukul
10.00 WIB
[1] Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal, jilid 1, edisi 5, (Jakarta :. Erlangga,
2003),  hal. 4.
        [2] Richard P. Halgin dkk, Psikologi Abnormal, jilid 1, edisi 6, (Yogyakarta : Salemba Humanika,
2006), hal.9.
[3] Nuruladzkiyah.blogspot.com diakses pada tanggal 10 Februari 2017 pukul
10.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai