LP RPK Roland
LP RPK Roland
Disusun Oleh
2022207209176
FAKULTAS KESEHATAN
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : agitasi , gerakan mengancam , menyerang orang disekitar , berkata
kotor ; berteriak
Tindakan perawat : lanjutkan intervensi tahan 2 , dalam menjaga jarak pribadi ,
hangat (tidak mengancam) konsekuensi , cobalah untuk menjaga komunikasi.
hh respon maladaptif
Respon adaptif
a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri dengan
pasti dan merupakan komunikasi untuk menghormayi orang lain.individu
yang asertif berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat norma
dari individu lainnya dengan tepat sesuai dengan situasi. Pada saat berbicara
kontak mata langsung tapi tidak mengganggu, intinasi suara dalam berbicara
tidak mengancam.
Postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalaah bahwa individu
tersebut kuat tapi tidak mengancam.individu yang asertif dapat menolak
permintaan yang tidak beralasan dan menyampaikan resionalnya kepada
orang lain dan sebaliknya individu juga dapat menerima dan tidak merasa
bersalah bila permintaannya ditolak orang lain.individu yang asertif ingat
untuk mengungkapkan kasih sayang kepada siapa saja yang dekat,ujian
diberikan sepatutnya. Permintaan masukan yang positif juga termasuk
prilaku asertif (stuart&laraia, 2015; stuart, 2019.)
b. Pasif
Individu yang pasif sering mengenyampingkan haknya dari
persepsinya terhadap hak orang lain. Ketika seseorang pasif marah maka dia
berusaha menutupi kemarahannya senhingga meningkatkan tekanan pada
dirinya. Pola interaksi seperti ini dapat menyebabkan gangguan
perkembangan interpersonal ( stuart&laraia, 2005; struart, 2009). Perilaku
pasif dapat diekspresikan secara nonverbal, seorang yang pasif biasanya
bicara pelan, sering dengancara kekanak-kanakan dan kontak mata yang
sedikit. Individu tersebut mungkin dalam kondisi membungkuk, tangan
memegang tubuh dengan dekat (stuart, 2009)
c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang
kurang realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (( stuart&laraia,
2005)frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai
memiliki nila yang tinggi dalam kehidupan (keliat&sinaga,1991)
d. Agresif
Indifidu yang agresi tidak menghargai hak orang lain . indifidu mersa
harus bersaing untuk merasakan apa yang diinginkannya . sesorang yang
agresif didalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan ferbal .
perilaku agresif pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa
percaya diri (bushman & baumeister, 1998 dalam stuart & laraia , 2005;
stuart , 2009). Perilaku agresif juga dapat ditunjukan secara non verbal ,
seseorang yang agresif melanggar batas pribadi orang lain , bicaranya keras
dan lantang , biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,
postur kaku dan tampak mengancam (stuart , 2009).
e. Amuk
Amuk atau perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat yang disertai kehilangan kontrol diri sehingga
indifidu dapat merusak diri sendiri , orang lain dan lingkungan (keliat &
sinaga , 1991). Menurut stuart dan laraia (2009) perilaku kekerasaan
berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaitu yang disebut dengan
hiraki perilaku agresif dan kekerasan (gambar 2.1)
Hirarki Perilaku pada klien dengan perilaku kekerasan
Stresor presipirasi
Sumber koping
Mekanisme koping
Konstruktif Destruktif
2. Faktor resipitasi
a. Faktor bilogi
Sressor presipitasi adalah stimuli yang diterima indifidu sebagai
tantangan , ancaman atau tuntutan . stressor presipitasi perilaku kekerasan
dari faktor bioloigi dapat disebabkan oleh gangguan umpan balik diotak yang
mengatur jumlah dan waktu dalam proses imformasi . stimuli penglihatan dan
pengdengaran pada awalnya disaring oleh hipotalamus dan dikirim untuk
diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang sampaikan terlalu banyak
pada suatu waktu atau jika atau informasi tersebut salah, lobus frontal
mengirimkan pesan overload keganglia basal dan diingatkan lagi hipotalamus
untuk memperlambat tranmisi kolobus frontal . penurunan fungsi dari lobus
frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian
informasi yang menghasilkan proses informasi overload (stuart & laraia ;
2005 , stuart , 2009).
Stressor prespitasi yang lain adanya apnormal pada pintu mekanisme pada
klien skizofrenia. Pintu mekanisme adalah proses elektrik yang melibatkan
elektrolit hal ini memicu penghambatan syaraf dan rangsang aksi dan umpan
balik yang terjadi pada sistem syaraf. Penurunan pintu mekanisme/gating
proses ini di tujukan dengan ketidak mampuan indifidu dalam memilih
stimuli secara efektif (hong et al., 2007 dalam stuart, 2009). Faktor bioogis
lainnya yang predisposisi dapat menjadi presipitasi dengan memperhatikan
asal stressor, baik internal atau lingkungan eksternal individu. Waktu dan
frekuensi terjadinya stressor prilaku kekerasan penting untuk di kaji (struat &
laraia , 2005)
b. Faktor psikologis
Pemicu prilaku kekerasan dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap
frustasi yang rendah , koping indifidu yang tidak efektif , implusive dan
membayangkan atau cara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan
dirinya , tubuh atau kehidupan . dalam ruang perrawatan perilaku kekerasan
dapat terjadi karena profokasi petugas , perilaku kekerasan klien terjadi pada
setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap oktoriter dan cenderung
mengatur / kontroling ; mengatur apa yang dapat dilakukan oleh klien ;
menahan klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk
minum obat , semua itu berkontribusi terjadi konflik petugas dan klien
(fontaine , 2009).
c. Faktor sosial budaya
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden
kekerasan lebih besar terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang
besar kurang prifasi atau tidak bebas . menurut fagan – pyor et al ., (2003
dalam stuart, 2009) petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja
memicu perilaku klien untuk melakukan kekerasan, ketidak pengalamn
petugas, profokasi petugas , manajemen lingkungan yang buruk, ketidak
fahaman petugas, pertemuan fisik yang terlalu dekat , penetapan batasan yang
tidak kosisen dan budaya kekerasan mempengaruhi prilaku kekerasan klien.
akhirnya pemahaman terhadap situasi dan peneimaan lingkungan, koknitif
dan stress komunikasi serta respon efektif klien perlu diidentifikasi oleh
petugas. selanjutnya akan dikaji asal sressor sosiokultural, waktu dalam suatu
waktu (stuart & laraia , 2005 ). Dengan demikian banyak sekali stressor
sosiokultural yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab ataupun
penyetus perilaku kekerasan.
3. Penilaiian sressor
Model stess diatesis dalam sebuah karya klasik oleh liberman dan
rekan (2014) menjelaskan bahwa gejala skizofronia berkembang berdasarkan
pada hubungan antara jumlah stress dalam pengaalaman seseorang dan toleransi
internal terhadap ambang stress. Ini adalah model penting karena
mengintegrasikan faktok budaya biologis, psikologis,dan social,cara ini miri
dengan stress adaptasi model struart yang di gunakan sebagai kerangka kerja
konseptual (struat,2009). Menurut wuarker (2000) model adaptasi ini membantu
menjelaskan hubungan stres dengan skrizofenia, meskipun tidak ada penelitian
ilmiah telah menunjukan bahwa stres menyebabkan skizofrenia, namun semakin
jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya menyebabkan
stres,tetapi juga di perparah oleh sres ( stressor , dan masalah yang terkait dengan
koping untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala .
4. Sumber koping
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat
menjengkelkan yang memerlukan penyesuaiaan baik bagi klien dan keluarga .
proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase : (1) disonansi kognitif
(psikosis aktif ) , (2) pencapaiin wawasan , (3) stabilitas dalam semua aspek
kehidupan ( ketetapan kognitif ), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau
tujuan pendidikan (ordinariness) . proses multifase penyesuaian dapat
berlangsung 3 sampai 5 tahun (moller , 2006 , dalam stuart , 2009):
a. Efikasi / kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu
6 sampai 12 bulan .
b. Awal pengenalan diri isight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan
realitas yang dapat diandalkan . pencapaiian keterampilan ini memakan
waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan
dukungan yang berkelanjutan .
c. Setelah mencapai pengenalan diri /insight , proses pencapaiin kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reenganging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan sekolah
dan bekerja . fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun .
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari
mencerminkan tujuan prepsychosis . fase ini berlangsung minimal 2 tahun .
sumber daya keluarga , seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit ,
keuangan , ketersediaan waktu dan energi , dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalannya
penyesuaiaan postpsychotic.
5. Mekanisme koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa meknisme
pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan
yang diseababkan oleh penyakit mereka . regresi adalah berkaitan dengan
masalah informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam
upaya untuk mengelola kegelisahan , menyiksakan sedikit untuk hidup sehari –
hari. proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi membingungkan dengan
menetapkan responsibility kepada seseorang atau sesuatu . penarikan diri ini
berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan dengan
pengalaman internal .
Keluarga sering mengekspresikan penolakan ketika mereka
mempelajari pertama kali diagnosis relatif mereka . ini sama dengan penolakan
yang terjadi ketika seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut
dan kecemasan . hal ini memungkinkan waktu seseorang untuk mengumpulkan
sumber daya internal dan eksternal dan kemudian beradaptasi dengan stressor
secara bertahap. pada klien menyesuaikan postpsychotic proses aktif
menggunakan mekanisme koping adaptif juga. ini termasuk kognitif, emosi,
interpersonal, fisiologis, dan spiritual strategi penanggulangan yang dapat
berfungsi sebagai dasar untuk menyusun intervensi keperawatan (stuart,2009)
C. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA DAN PERLU DIKAJI
1. Pohon masalah
Menurut keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasaan adalah sebagai
berikut:
risiko mencederai diri sendiri risiko mencederai orang lain dan
lingkungan
D. DIAGNOSIS
1. Diagnosis keperawatan: risiko perilaku kekerasan
E. RENCANA TINDAKAN
1. Rencana tindakan keperawatan generalis :
DIAGNOSA SP/KEMAMPUAN
SP/KEMAMPUAN KLIEN
KEPERAWATAN KELUARGA
Risiko perilaku SP 1: SP 1:
kekerasan Identifikasi, tanda & Diskusikan masalah yang
gejala,PK yang dirasakan dalam merawat
dilakukan, akibat PK pasien
Jelaskan cara Jelaskan pengertian,
mengkontrol pk: fisik, tanda& gejala dan proses
obat, verbal, spiritual terjaninya PK (gunakan
Latihan cara mengkontrol booklet)
PK secara fisik: tarik Jelaskan cara merawat PK
napas dalam dan pukul Latih satu cara merawat
kasur dan bantal PK dengan melakukan
Masukan pada jadwal kegiatan fisik: tarik napas
kegiatan untuk latihan dalam dan pukul kasur
fisik dan bantal
Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan
memberi pujian
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan
fisik, beri pujian keluarga dalam
Latih cara mengkontrol merawat/melatih pasien
PK dengan obat (jelaskan fisik, beri pujian
6 benar: jenis, guna, Jelaskan 6 benar cara cara
dosis, frekuensi, cara, memberi obat
kontinuitas minum obat) Latih cara
Masukan pada jadwal memberikan/membimbin
kegiatan untuk latihan g minum obat
fisik dan minum obat Anjurkan membantu
Masukan pada jadwal pasien sesuai jadwal dan
kegiatan untuk latihan beri pujian
fisik dan minum oba
SP 3: SP3:
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan
fisik & obat, beri pujian keluarga dalam
Latih cara mengkontrol merawat/melatih pasien
PK secara verbal (3 cara fisik, memberikan obat,
yaitu: mengungkapkan, beri pujian
meminta, menolak Latih cara membimbing:
dengan benar) cara bicara yang baik
Memasukan pada jadwal Latih cara membimbing
kegiatan untuk latihan kegiatan spiritual
fisik, minum obat dan Anjurkan membantu
verbal pasien sesuai jadwal dan
memberi pujian
SP 4: SP4:
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan
fisik & obat, beri pujian keluarga dalam
Latih cara mengontrol merawat /melatih pasien
spiritual (2 kegiatan) fisik,memberikan
Masukan pada jadwal obat,latihan bicara yang
kegiatan untuk latihan baik & kegiatan spiritual,
fisik,minum obat, verbal beri pujian
dan spiritual Jelasakan follow up ke
RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan
Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
SP 5 1. Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat/ melatih
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik pasien fisik, memberikan
1, 2 & obat & verbal & obat, cara bicara yg baik &
spiritual. Beri pujian kegiatan spiritual dan follow
2. Nilai kemampuan yang telah up. Beri pujian
mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga
3. Nilai apakah PK terkontrol merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke
RSJ/PKM
https://www.studocu.com/id/document/universitas-jenderal-soedirman/ilmu-keperawatan-
akreditasi-b-kelas-reguler-kelas-internasional/lp-kepjiwa-rpk-ika-risiko-perilaku-kekerasan-
keperawatan-jiwa
Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D. & Amimi, R. 2020, ‘Analisis Tanda dan Gejala
Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia’, Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, vol. 3, no. 1,p. 65.
Muhith, A. 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi, Andi, Yogyakarta.
PPNI 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1, DPP PPNI, Jakarta.
Siauta, M., Tuasikal, H. & Embuai, S. 2020, ‘Upaya Mengontrol Perilaku Agresif pada
Perilaku Kekerasan dengan Pemberian Rational Emotive Behavior Therapy’,
Jurnal Keperawatan Jiwa, vol. 8, no. 1, p. 27. Stuart & Laraia 2009, Buku Saku
Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.