UNIT 1
KITA DAN MASYARAKAT GLOBAL
Era globalisasi telah membawa manusia pada satu tahap peradaban yang cukup maju.
Masa ini ditandai oleh berbagai penemuan baru dan kemajuan di berbagai bidang. Bagi umat
manusia, perkembangan pesat ini sangat menguntungkan. Betapa tidak, mereka cukup
terbantu karena dipermudah dalam berbagai hal. Batas-batas geografis bukan lagi menjadi
penghalang, karena akses informasi bisa didapatkan sedemikian mudah
Berbagai perubahan yang menyertai era globalisasi ini, pada gilirannya juga memberikan
pengaruh pada cara pandang manusia terhadap kehidupan alam semesta. Nilai, norma, dan
pola hidup berubah teramat cepat dan menjadi tatanan baru. Tatanan itulah yang pada
akhirnya menjauhkan manusia dari kepastian nilai yang berpuluh-puluh tahun lamanya ia
pegang
Dari sini, muncullah perdebatan-perdebatan mengenai bagaimana cara menyikapi era
globalisasi ini. Karena bagaimanapun juga, globalisasi beserta masalah yang ditimbulkannya
merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, sebagai bagian dari dinamika sejarah hidup
manusia. Tentunya, dibutuhkan cara yang lebih arif dalam menyikapi berbagai keruwetan era
globalisasi ini.
A. Pengertian Globalisasi
Globalisasi berasal dari kata globalization. Global berarti mendunia, sementara ization
adalah prosesnya. Dalam Encyclopaedia Britannica (2015) disebutkan kalau fenomena ini
bukanlah situasi yang baru, karena banyak kerajaan maupun gerekan keagamaan yang telah
menjalani proses globalisasi. Secara sederhana, kita bisa memaknai globalisasi ini sebagai
proses masuknya ke ruang lingkup dunia (KBBI).
B. Faktor Globalisasi
Banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi. Perkembangan teknologi informasi
dan transportasi adalah di antaranya.
C. Dampak Positif dan Dampak Negatif Globalisasi
a. Dampak Positif Globalisasi
1. Dengan teknologi dan transportasi yang semakin canggih, transaksi dalam bidang ekonomi
antarnegara menjadi sangatmudah.
2. Pengiriman barang dan jasa bisa dengan sangat mudah dilakukan.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan, terjalinnya hubungan antarwarga dunia, informasi yang
sedemikian mudah diakses, dan aspek-aspek lainnya
1. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, di satu sisi, memberi kemudahan bagi
publik dalam mengakses informasi, mengembangkan segenap potensinya serta tuntutan
perjuangan hidupnya, tapi di sisi lain, ia telah menjadi instrumen negara-negara industri
maju dan kekuatan elit minoritas pemilik modal guna melakukan hegemoni dan
dominasinya atas kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. (Korten, 2015)
2. Kekuatan ekonomi yang raksasa bergerak melampaui batas-batas teritorial suatu negara
guna melakukan ekspansi ekonomi di berbagai pelosok dunia. Kenyataan inilah yang
memberikan dampak akan semakin melemahnya posisi kekuatan ekonomi lokal.
3. Dalam ranah budaya, hegemoni ini tampak dalam penciptaan pola hidup konsumeristik
dan pop culture, yang memposisikan manusia sebagai objek distribusi produksi belaka.
Konsumerisme, hedonisme, serta pudarnya tata krama mulai terasa. Kehidupan pertanian
perlahan-lahan mulai ditanggalkan, karena pada saat yang sama, masyarakat kita bergerak
menjadi masyarakat industry
Kita merasakan bahwa kebudayaan luhur mulai mendapatkan tantangan dari budaya baru.
Seperti halnya masyarakat dunia yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan kita,
begitupun juga sebaliknya. Kehidupan kita sebagai sebuah bangsa turut membentuk identitas
masyarakat dunia. Apa yang kita miliki (nilai, tradisi, budaya dan lainnya) menjadi bagian
dari kekayaan kebudayaan dunia yang begitu kaya. Di antara kebudayaan itu, semuanya
memiliki keunggulan dan kelebihannya.
UNIT 2
KOLABORASI BUDAYA
Kolaborasi antar budaya ini bisa dilakukan dibeberapa sektor seperti ekonomi, politik,
sosial, dan lain sebagainya. Berikut bentuk kolabrasi yang bisa kamu ketahui:
1. Kolaborasi dalam kebudayaan
Kolaborasi budaya dapat terlihat dalam kebudayaan Indonesia yang merupakan hasil
campuran dari berbagai budaya yang ada di nusantara.
2. Kolaborasi dalam seni
Kolaborasi budaya juga terlihat dalam seni Indonesia, seperti lukisan, musik, dan tari.
3. Kolaborasi dalam ekonomi
Kolaborasi budaya juga terjadi dalam ekonomi Indonesia, terutama dalam bidang
perdagangan
E. Tujuan Kolaborasi Antar Budaya di Indonesia
Tujuan dari kolaborasi budaya adalah untuk menciptakan solusi yang inovatif dan bermanfaat
bagi semua pihak yang terlibat, serta untuk membangun relasi yang saling menghargai dan
memahami antar budaya.
Kolaborasi budaya bisa terjadi di berbagai bidang, seperti bisnis, pendidikan, sosial, dan
lainnya. Kolaborasi budaya dapat menciptakan produk-produk pariwisata yang unik dan
menarik, sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke destinasi pariwisata
tersebut.
F. Bentuk Kolaborasi Budaya di Indonesia
Misalnya seperti pertunjukkan gamelan, musik keroncong, dan tarian tradisional, serta
kesenian lainnya.
Pameran seni budaya juga termasuk bentuk kolaborasi budaya di tengah masyarakat. Sama
seperti pertunjukkan seni, pameran juga menampilkan karya seni dari kebudayaan lain. Salah
satu bentuk pameran seni adalah pameran seni lukis, seni pahat, seni ukir, dan lainnya
Pertunjukkan seni adalah salah satu bentuk kolaborasi budaya yang bisa dilakukan Indonesia.
Melalui pertunjukkan seni, ada beberapa kebudayaan yang akan ditampilkan agar budaya
tersebut dapat dikenal masyarakat luas.
Contoh pertunjukkan seni budaya adalah seni teater, opera, operet, wayang kulit, dan
sebagainya.
4. Parade Budaya
UNIT 3
INTERAKSI BUDAYA NUSANTARA
DI KANCAH DUNIA
Tradisi lokal adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu,
Kebiasaan ini dilakukan secara terun-temurun yang kemudian membuat hal tersebut menjadi
tradisi yang melekat dalam diri masyarakat.
Kebebasan berserikat dan berpendapat dalam ruang demokrasi negara ini telah
disalahgunakan untuk saling membenturkan kelompok satu dengan kelompok yang lainnya
berdasarkan kebenarannya masing-masing
Sementara belajar dari kehidupan sosial masyarakat di Papua, mereka memiliki modal
budaya dalam merajut perbedaan. Hadir lewat budaya komunal, makan bersama, agama
bersaudara, satu tungku tiga batu, perkawinan di luar klan atau marga dapat menjadi perekat
sosial diantara mereka. “Walaupun sering terjadi konflik antar suku, namun komunitas-
komunitas adat tersebut memiliki cara lewat mekanisme budaya, seperti makan bersama,
bakar batu” dan disertai dengan pemotongan hewan kurban, sebagai penyelesaian.
Selain itu, meskipun ada jarak yang memisahkan antara komunitas yang satu dengan
kemunitas lainya karena perbedaan kondisi lingkungan alam dan sosial budayanya, namun
demikian mereka tetap membangun relasi-relasi pertukaran antara satu komunitas dengan
komunitas lainnya. Salah satunya terlihat dari jalur perdagangan atau pertukaran tradisional.
Perdagangan dengan cara barter atau pertukaran langsung masih dijumpai model pertukaran
tradisional yang melandasi sistem sosial orang Papua.
Maka dari itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh keberagaman karena banyaknya
tradisi lokal yang dimiliki.
Tradisi sendiri bisa diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan dalam waktu yang lama dan
menjadi bagian dari masyarakat.
Tradisi ini dapat dilakukan dalam lingkungan negara, kebudayaan, atau agama yang sama.
Jadi, tradisi lokal adalah kebiasaan yang dilakukan dalam lingkup masyarakat,
Tradisi lokal juga bisa diartikan sebagai suatu kebiasaan yang berkaitan dengan siklus
kehidupan bersama antarmasyarakat.
Tradisi lokal umumnya ada di berbagai daerah dan meliputi berbagai peristiwa besar.
Misalnya, peristiwa pernikahan, kematian, kelahiran, dan pertumbuhan anak.
Setiap tradisi dari berbagai daerah ini mempunyai keunikannya masing-masing, sehingga
menciptakan ciri khas bagi setiap daerah.
B. Cara Merawat Tradisi Lokal
Hal ini dilakukan agar tradisi lokal tidak berganti atau punah karena tradisi modern dari luar
negeri.
Melestarikan tradisi lokal ini bukan membuat kita menjadi ketinggalan zaman, tetapi dapat
mengembangkan tradisi lokal agar tetap lestari di era globalisasi.
Cara yang bisa dilakukan untuk melestarikan tradisi lokal antara lain:
C. Cara Mengatasi Tantangan dalam Melestarikan Tradisi Lokal bagi Generasi Muda
Tantangan terbesar yang dihadapi generasi muda dalam melestarikan tradisi lokal adalah
globalisasi.
Era globalisasi memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mencari dan menerima
informasi.
Berbagai informasi bisa dengan mudah didapatkan melalui internet dan media sosial.
Sehingga, banyak budaya asing yang masuk ke Indonesia dan memengaruhi kehidupan
masyarakat, terutama para generasi muda.
Di era modern seperti saat ini, eksistensi tradisi lokal di Indonesia sudah mulai tergusur oleh
budaya-budaya asing yang masuk.
Hal ini membuat masyarakat dan generasi muda lebih tertarik pada tren kebudayaan asing
tersebut.
Jika terus dibiarkan, hal ini dapat berbahaya bagi tradisi lokal Indonesia karena akan hilang
dan punah.
Ketertarikan generasi muda terhadap budaya asing tidak lain karena lebih praktis dan sesuai
dengan tren saat ini.
Berbeda dengan tradisi lokal yang dianggap oleh sebagian orang sebagai tradisi yang kuno,
sehingga, tidak sedikit generasi muda yang lebih tertarik dengan budaya asing.
Meski begitu, mengikuti perkembangan zaman bukanlah yang yang keliru.
Hal ini karena masyarakat yang berkembang adalah masyarakat yang bisa beradaptasi dengan
kehidupannya.
Akan tetapi, masyarakat terutama generasi muda juga tetap harus menyaring hal-hal yang
baik dan berguna.
Hal ini penting dilakukan untuk menjadi tradisi lokal di Indonesia akan tetap terjaga
eksistensinya.
Tantangan berupa arus globalisasi yang sangat cepat bisa diatasi dengan beberapa cara:
Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk memahami tradisi lokal dari daerah sendiri.
Ada berbagai sumber yang bisa kita pelajari, misalnya melalui internet, buku, dan lain
sebagainya.
Hal ini akan membuat kita lebih mudah mengetahui sejarah dan latar belakang tradisi lokal
tersebut.
Era globalisasi tidak selalu berdampak negatif, kemajuan iptek karena globalisasi bisa
dimanfaatkan untuk memperkenalkan tradisi lokal Indonesia.
Melalui akses internet dan media sosial bisa memudahkan kita sebagai generasi muda untuk
melakukan hal tersebut.
Sehingga, orang-orang dari negara lain dapat mengenali tradisi lokal yang menjadi kekayaan
bangsa Indonesia.
3. Mengadakan Lomba
Tradisi lokal tidak akan hilang jika terus dilestarikan, salah satu caranya dengan mengadakan
lomba tentang tradisi lokal.
Lomba ini bisa dibuat sebagai sarana memperkenalkan budaya lokal bagi masyarakat secara
luas,
Nah, itulah beberapa cara mengatasi tantangan dalam melestarikan tradisi lokal bagi generasi
muda.
Masih ingatkah kita, arak-arakan model anak-anak dengan pakaian adat nusantara
yangberbeda-beda saat perayaan Hari Besar Nasional? Saat peringatan penjelasan,di bulan
Kemerdekaan Republik Indonesia contohnya, banyak kita temui pawai busana adat seperti
ini. Saat pentas seni di sekolah, kerap pula ditemui penampilan kreasi pelajar dengan pernak-
pernik adat dan budaya
Begitu halnya, ketika acara ruwatan atau ritual di desa-desa, tidak pernah sepi dari khazanah
tradisi budaya. Perayaan tradisi lokal yang juga sarat apresiasi seni-budaya dan pelestarian
nilai-nilai tradisi warisan para leluhur bangsa.
Meski sebagai tradisi Jawa, acara ruwatan desa tak jarang memunculkan kekhasan budaya
lain, seperti Bali, Aceh hingga Papua. Semua lengkap dengan atribut dan busana masing-
masing.
Semua contoh di atas sejatinya adalah cerminan kebanggaan pada kekayaan kebinekaan yang
dimiliki bangsa ini. Juga, sebagai ekspresi rasa syukur nikmat dan menghargai kearifan lokal,
yang ingin terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Hampir dua tahun terakhir, euforia bernuansa kebinekaan nusantara ini tak lagi didapati dan
bisa dirayakan dalam riuh pawai karnaval. Situasi pandemi memang membatasi ruang bagi
perayaan seperti ini. Bangsa Indonesia kini lebih banyak mengenal kebinekaan Indonesia dari
narasi dalam literatur atau konten platform media.
Akan tetapi,bukan berarti tidak ada sama sekali kekhawatiran ancaman bagi kekuatan
kebinekaan bangsa kini. Terlebih, bagi generasi anak-cucu bangsa kelak, tidak berlebihan
sekiranya kita juga khawatir atas rasa bangga dan cinta kebinekaan Indonesia mendatang.
Sebagai anak bangsa, kita semestinya sadar dan bisa memaknai kebinekaan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebhinekaan dalam arti sebenarnya sebagai kenyataan
kemajemukan bangsa, dengan ras, bahasa, agama dan adat-istiadat budaya yang berbeda-
beda. Kemajemukan bangsa ini sudah disepakati para tokoh pendiri bangsa, menjadi bagian
falsafah dan dasar negara. Yakni, Bhinneka Tunggal Ika, artinya 'Berbeda-beda, namun Tetap
Satu.'
Bahkan, kebinekaan Indonesia ini adalah jati diri bangsa. Jati diri dalam keberagaman bangsa
yang semestinya bisa dibanggakan selama-lamanya, dimanapun dan dalam situasi apapun.
'Bhinneka Tunggal Ika' yang sebenarnya ikrar kesetiaan bangsa, sehingga akan senantiasa
merasa saling menyadari keberagaman, dan tetap menjaga persatuan dalam berbagai
perbedaan yang ada.
Maka, memaknai kebinekaan Indonesia bukanlah sempit, sekadar jargon simbolik yang
hanya bisa diwakili gambar atau penampilan berbeda-beda berbagai suku bangsa. Akan
tetapi, kebinekaan yang kaya perbedaan, yang harus saling dihargai satu sama lain dalam
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Kebinekaan kita kerap menghadapi tantangan dan ujian. Demokrasi melahirkan alam
kebebasan, dan berdampak pada kehidupan sosial-kemasyarakatan dan kemanusiaan sesama
bangsa.
Keberagaman dalam kehidupan bangsa Indonesia yang ditandai letak geografis terdiri atas
berbagai pulau dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote - merupakan
sebuah anugerah yang jarang ditemui di dunia. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kita sebagai
bangsa yang dikodratkan hidup dalam lingkungan plural, rukun, aman, nyaman dan damai.
Dalam kehidupan yang pluralitas ini tidak hanya sebatas geografis, namun keberagaman
ditunjukkan dengan beraneka suku, adat, tradisi budaya, bahasa etnis maupun agama,
termasuk para penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tersebar di masing-
masing tempat.
Melihat kondisi demikian, banyak orang asing/luar Indonesia sangat terkagum dengan
kehidupan yang penuh keanekaragaman tersebut.
"Semangat negara ini (Indonesia) adalah toleransi. Semangat itu adalah salah satu pembeda
Indonesia, karakter penting yang harus dicontoh semua negara, 'Bhinneka Tunggal Ika''
Kalau bangsa lain saja menghargai dan mengapresiasi tentang keberagaman yang dimiliki
bangsa Indonesia, pastinya kita yang secara langsung merupakan bagian didalamnya
disamping bangga memiliki karakter demikian juga patut untuk merawat serta menjaganya
jangan sampai ada pihak-pihak tertentu hendak meretakkan nilai persatuan dan kesatuan yang
sudah tertanam sejak para pahlawan dari berbagai suku di nusantara ini berjuang hingga
meraih kemerdekaan.
Dalam telaah berperspektif sejarah, betapa berterima kasihnya kita kepada kegigihan serta
jiwa besar para founding fathers, para ulama, para tokoh agama, dan para pejuang
kemerdekaan dari seluruh nusantara sehingga terbangun kesepakatan dalam masyarakat
majemuk yang dapat mempersatukan kita sebagai bangsa Indonesia.
Hal yang tak bisa dilupakan tentunya dasar pijakan sebagai ideologi dalam menjalani
kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah tercakup dalam nilai-nilai Pancasila sebagai
hasil dari rangkaian proses panjang yang disampaikan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945.
Sebagai penerus cita-cita bangsa, tentunya kita wajib merawat serta menjaganya serta
meneguhkan komitmen untuk mendalami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai luhur
Pancasila sebagai dasar berbagai giat sehari-hari dalam bidang apapun.
Hanya saja dalam perjalannannya, kemungkinan menghadapi berbagai ancaman yang harus
dihindari. Masuknya organisasi-organisasi radikal yang membawa ideologi bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila tetap harus selalu diwaspadai agar kehidupan berbangsa dan
bernegara tetap kondusif.
Demikian pula proses perkembangan atas nama demokrasi (sejak reformasi) hingga kini
tengah berlangsung masih cenderung belum menampakkan citranya. Dilihat dari
perkembangan maupun dinamika sosial yang terjadi masih ditengarai rentan terhadap konflik,
fragmentasi dan polarisasi sosial.
Seperti halnya beberapa lembaga sosial dan politik yang ada selama ini masih belum
menampakkan perubahan paradigma dalam berdemokrasi. Di kalangan partai politik,
organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan lainnya masih menampakkan
konfliknya.
Tak terkecuali menyangkut kerukunan umat beragama (atau menurut penulis: kerukunan
umat Berketuhanan Yang Maha Esa) yang belakangan ini sering digelar, dilakukan
diberbagai kesempatan, dialog antar tokoh umat, semuanya bertujuan untuk mencegah
terjadinya konflik antar umat. Terlebih menjelang/memasuki tahun politik 2018 dan 2019
tidak menutup kemungkinan agama akan disusupi kepentingan politik tertentu.
Hal-hal tersebut menjadi persoalan mendasar dan patut dicatat untuk kemudian diantisipasi
bilamana kita berkomitmen untuk selalu menjaga, merawat dan menjunjung kebhinekaan,
menjadi bangsa yang berjati diri, santun, jiwa gotong royong, penuh toleransi sebagaimana
telah tercakup dalam nilai-nilai luhur Pancasila, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
UNIT 5
STEREOTIP, DISKRIMINASI, DAN BULLYING
A. Pengertian Stereotip
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Jumalis Walter Lippmann (1992), yang dimaknai
sebagai the little pictures we carry around inside our head, di mana gambarangambaran
tersebut merupakan skema mengenai kelompok. "Manstead dan Hewstone mendefinisikan
stereotip sebagai societally shared beliefs about the characteristics (such as personality traits,
expected behaviors, or personal values) that are perceived to be true of social groups and their
members" (keyakinan tentang karakteristik seseorang (seperti ciri kepribadian, perilaku, nilai
pribadi) yang diterima sebagai kebenaran kelompok sosial. Stereotip adalah proses kognitif,
bukan emosional, sehingga ia tidak selalu mengarah kepada tindakan yang sengaja dilakukan
untuk melecehkan. Stereotip ini seringkali digunakan untuk menyederhanakan dunia tanpa
melihat perbedaan-perbedaan yang detail di dalamnya. Contohnya, seseorang akan terkejut
jika menjumpai sopir taksi perempuan, karena profesi sopir taksi biasanya dijalankan oleh
laki-laki.
Prasangka atau Prejudice Penilaian yang telah dimiliki sebelumnya terhadap suatu kelompok
dan masing-masing anggota kelompoknya. Pada dasarnya, prasangka bisa bersifat positif,
bisa pula bersifat negatif.
Stereotip adalah konsep yang dimiliki seseorang atas sifat suatu golongan tertentu. Konsep
tersebut dapat berupa konsep yang negatif atau bisa juga positif. Stereotip sering kali
membuat sebagian orang menggeneralisasi golongan tertentu memiliki sifat yang sama
semua, tanpa mempertimbangkan bahwa setiap orang punya kepribadian dan ciri khasnya
masing-masing
Terdapat beberapa definisi mengenai istilah stereotip. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata stereotip atau stereotipe memiliki arti sebuah konsep yang dimiliki individu
mengenai sifat suatu golongan tertentu. Konsepsi tersebut didasarkan atas prasangka yang
subjektif dan tidak tepat.
Bagaimanapun, ketika kita bertemu seseorang untuk pertama kalinya, penampilan akan
menjadi hal pertama yang kita perhatikan. Namun kamu juga harus ingat, bahwa penampilan
luar seseorang bisa sangat menipu penilaian kita terhadapnya.
Ada banyak orang yang dari luar terlihat begitu sederhana dan bersahaja. Pakaian yang
dipakai pun jauh dari brand-brand ternama, bahkan masih
menggunakan smartphone keluaran lama. Namun siapa sangka, jika dia justru orang yang
memiliki banyak harta?
Kebalikannya, ada juga orang yang terlihat kaya dengan pakaian mewah
dan smartphone keluaran terbaru. Namun nyatanya semua yang dia punya adalah hasil
berutang sana-sini.
Bagaimanapun, kita hanya melihat luarnya saja. Bukan isi hati, isi kepala, apalagi masa
lalunya. Kita tidak mengenal dia seutuhnya seperti kita mengenal kawan-kawan terdekat kita.
Gawatnya, kebiasaan menilai seseorang dari luar ini kadang lama-kelamaan bisa
menimbulkan stereotip tersendiri. Hah, stereotip? Apa itu?
Sama seperti semua hal, stereotip juga tidak muncul tiba-tiba. Seseorang berani membuat
stereotip berdasarkan dari pengalaman pribadinya sendiri, biasanya pengalamannya buruk.
Namun selain pengalaman, stereotip juga bisa muncul karena beberapa faktor. Berikut
beberapa faktor penyebab munculnya stereotip pada seseorang!
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal seorang anak. Keluarga juga menjadi
tempat seorang anak untuk tumbuh besar dan jadi dewasa. Disisi lain, orang-orang dalam
sebuah keluarga juga tanpa sadar menjadi guru pertama bagi seorang anak.
Karena anak-anak adalah seorang peniru yang handal, maka dia akan meniru segala hal yang
dia pelajari dari keluarganya. Tanpa sadar, seorang anak juga akan memegang teguh apa yang
diberitahu oleh orangtuanya padanya.
Misalnya ketika seorang ibu mengatakan bahwa anak perempuan harus bisa memasak dan
laki-laki tidak, maka kedua anaknya akan menjadikan kalimat itu sebagai stereotip hingga
dewasa yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya kelak.
Memang benar, bagus kalau perempuan bisa masak. Tapi belajar untuk bisa memasak
sebenarnya bukan hanya untuk perempuan. Laki-laki juga harus bisa masak, minimal mereka
menguasai berbagai masakan dasar yang mudah dibuat.
2. Teman Sepermainan
Pernah dengar pepatah “Bergaul dengan tukang minyak tanah akan membuat kamu bau
mintak tanah, tapi bergaul dengan tukang minyak wangi akan membuat kamu wangi“?
Jawabannya pasti pernah, kan? Selain keluarga, teman-teman kita juga memiliki andil dalam
membentuk diri kita hari ini.
Jika seorang anak berteman dengan orang-orang baik, besar kemungkinan anak itu akan
tumbuh menjadi orang yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, seorang anak yang baik bisa
jadi begitu buruk perangainya jika dia berteman dengan anak-anak yang perilaku dan sifatnya
buruk.
Apalagi dengan hubungan pertemanan yang erat, kita cenderung mempercayai perkataan
teman kita begitu saja. Memang sih, teman yang baik tidak akan menjerumuskan kamu ke
hal-hal buruk. Namun kadang kita juga lupa bahwa teman kita juga manusia biasa yang bisa
melakukan kesalahan.
3. Sekolah
Sekolah menjadi tempat kedua di mana seorang anak menghabiskan waktunya dalam sehari.
Di sekolah, kita bukan hanya bertemu dengan teman-teman sepantaran namun juga guru-
guru. Guru-guru ini juga akan membentuk pribadi kita. Apa yang mereka ajarkan akan selalu
diingat.
Termasuk soal stereotip ini juga. Di sekolah misalnya, guru-guru mengatakan bahwa anak-
anak yang duduk di depan akan lebih pintar ketimbang anak yang duduk di belakang.
Stereotip lainnya adalah, bahwa anak yang nilainya pas-pasan bahkan jelek tidak akan sukses
jika dewasa.
4. Media
Faktor lain yang memicu munculnya stereotip adalah media. Tidak dipungkiri apa yang kita
lihat, apa yang kita dengar, dan apa yang kita baca, dapat memengaruhi pikiran kita. Media
jugalah yang juga membentuk pendapat kita terhadap seseorang atau sebuah peristiwa.
Di Amerika Serikat dan beberapa negara barat misalnya, seringkali hanya memberitakan hal-
hal buruk tentang Islam. Karena terbiasa melihat berita buruk tentang Islam, kama-kelamaan
membuat mayoritas masyarakat di sana membentuk stereotip bahwa Islam itu buruk dan
bahwa semua muslim itu jahat.
Banyak dari mereka percaya pada media, tanpa sekali pun mengecek kebenarannya. Tanpa
sekali pun mencoba berdiskusi dengan seorang muslim, atau membaca Al-Qur’an untuk
mempelajari tentang Islam.
Karena stereotip yang sudah berakar kuat, muncullah istilah Islamphobia atau ketakutan
berlebihan pada agama dan pemeluk agama Islam. Bukan hanya memperlakukan umat
Muslim dengan kasar, bukan sekali dua kali kita mendengar berita pembantaian umat Muslim
di negara-negara Barat.
Memang ada satu dua orang yang jahat, namun kejahatan seseorang tidak dilakukan karena
agamanya. Bagaimanapun agama mengajarkan kebaikan, tapi itu semua toh kembali kepada
pemeluk agama tersebut. Mau mendengarkan dan menjadi orang yang baik, atau tidak.
Selain faktor penyebab, stereotip juga dibagi menjadi beberapa macam. Berikut penjelasan
lengkapnya!
1. Stereotip Gender
Stereotip gender menjadi stereotip yang paling umum terjadi, bukan hanya di Indonesia tetapi
juga di banyak negara dunia. Stereotip gender sendiri adalah kepercayaan akan perbedaan ciri
antara oleh laki-laki dan perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan lah yang paling
banyak menjadi korban stereotip ini, terutama dalam dunia kerja.
Di banyak negara, perempuan seringkali dianggap sebagai sosok yang emosional dan lemah
ketimbang laki-laki. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa laki-laki lebih unggul atau
pintar dalam bekerja ketimbang perempuan. Tidak peduli sekeras atau setinggi apapun
prestasi perempuan, dia tidak akan mendapatkan posisi atau bahkan gaji yang setara atau
lebih dari laki-laki.
2. Stereotip Suku
Kalau stereotip gender mengelompokkan orang berdasarkan gender laki-laki dan perempuan,
maka stereotip suku berhubungan dengan suku atau etnik tertentu. Di Indonesia sendiri,
stereotip suku adalah yang paling sering kita dengar. Dengan banyaknya suku yang ada di
Indonesia, hal ini sebenarnya cukup masuk akal.
Contoh dari stereotip suku adalah bahwa orang Batak itu kasar, orang Jawa itu keras kepala,
dan orang Sunda itu lemah lembut. Mungkin ada banyak Jawa yang keras kepala, atau Sunda
yang lemah lembut.
Banyak orang menyebut Suku Batak itu kasar karena logat bicara mereka yang tegas dan
suara yang kadang keras. Namun logat bicara adalah pembawaan, dan itu tidak berarti bahwa
mereka kasar. Lagipula, kasar, lemah lembut, dan juga keras kepala adalah sifat manusia.
Kamu juga tidak bisa melabeli sebuah suku dengan sifat tertentu karena setiap manusia toh
memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda.
3.Stereotip Pekerjaan
Stereotip terakhir adalah stereotip pekerjaan, dimana seseorang dilabeli dengan sebuah
karakter atau sifat berdasarkan pekerjaan yang mereka lakoni. Para artis sering disebut
sombong dan para pengusaha dikaitkan dengan kehidupan mewah.
Mungkin benar bahwa banyak artis yang sombong dan pengusaha yang menjalani kehidupan
mewah. Namun toh tidak semuanya begitu! Banyak artis yang sebenarnya memiliki attitude
yang baik, dan rendah hati. Banyak diantaranya bahkan dengan senang hati melayani
permintaan fans seperti foto bersama.
Hal yang sama juga berlaku untuk pengusaha. Benar bahwa banyak pengusaha hidup mewah,
namun tidak semua pengusaha begitu. Banyak pengusaha yang benar-benar sukses dengan
bisnis sana-sini justru memilih hidup sederhana dan jauh dari kemewahan. Alih-alih
menghamburkan uang, mereka bahkan lebih memilih mendonasikan kekayaannya untuk
orang yang lebih membutuhkan.
Segala hal yang negatif hanya akan memberikan dampak negatif. Itu juga berlaku bagi
stereotip negatif, akan memberikan dampak buruk bagi orang lain yang menjadi korbannya,
bahkan juga bagi diri kita sendiri. Berikut 5 dampak buruk dari stereotip negatif yang perlu
kamu ketahui!
Memiliki banyak teman adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan. Namun dengan
menerapkan stereotip tertentu pada seseorang atau sekelompok orang akan membuat kamu
rugi besar.
Ketika kamu melabeli seseorang atau sebuah kelompok dengan stereotip negatif, tanpa sadar
kamu juga sedang mengisolasi dirimu sendiri. Karena stereotip yang belum jelas
kebenarannya, kamu jadi enggan berteman dengan mereka. Hal itu pada akhirnya memaksa
kamu hanya berteman dengan orang yang itu-itu saja dan membuat lingkaran pertemananmu
jadi semakin sempit.
Padahal, saat memasuki usia dewasa, memperbanyak pertemanan adalah hal yang sangat baik
untuk dilakukan. Ketika kamu memperbanyak teman, tanpa sadar kamu juga memperbanyak
koneksi kamu. Koneksi ini penting sekali, terutama dalam dunia kerja.
Bukan hanya kehilangan teman, seenaknya memberikan stereotip negatif kepada orang lain
juga berpotensi menambah musuh. Bagaimana tidak, dengan memberikan stereotip negatif,
tanpa sadar akan membuat kamu memperlakukan orang dengan cara yang berbeda.
Ketika bersama dengan orang yang kamu anggap baik, kamu akan bersikap baik. Sementara
dengan orang yang sejak awal sudah kamu labeli negatif, kamu akan memperlakukannya
dengan buruk. Perbedaan perlakuan ini tentu akan membuat orang lain merasa sangat
tersinggung dan akhirnya membenci kamu.
Ketika kamu memberikan stereotip negatif kepada seseorang, artinya kamu juga menutup
mata dari berbagai hal baik yang mungkin orang lain itu miliki. Tidak peduli sebaik apapun
dia, kamu akan tetap melihatnya sebagai hal yang buruk.
Benar bahwa orang yang kamu labeli negatif memiliki kekurangan, namun kekurangannya
tidak membuatnya menjadi orang paling buruk sedunia. Selain kekurangan, dia juga memiliki
kelebihan dan hal-hal baik yang bahkan tidak pernah kamu miliki. Dengan memberikan
stereotip negatif, kamu telah kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik yang dimiliki
oleh seseorang.
Setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda. Dan sifat mereka tidak tergantung pada
penampilan luar, apalagi suku atau gendernya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya,
stereotip negatif akan membuat kamu kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik
setiap orang.
Memang dalam kehidupan sehari-hari hal ini tidak memberikan dampak berarti, namun sisi
buruk dari stereotip ini baru akan muncul ketika kamu harus mengambil keputusan yang ada
kaitannya dengan nasib banyak orang. Ketika kamu memilih orang dalam kelompok kerja
misalnya.
Kamu hanya akan memilih orang dari ras atau penampilan tertentu dan mengabaikan orang
yang sebenarnya kompeten hanya karena dia sudah terkena stereotip negatif yang kamu buat.
Alih-alih menghasilkan tim yang baik, kamu justru akan merusak pekerjaan kalian dengan
memilih orang-orang yang kamu sukai tapi ternyata memiliki attitude kerja yang buruk.
Sekali lagi, stereotip adalah penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat
berdasarkan prasangka sendiri. Dan karena dasar dari stereotip ini hanya berdasarkan
prasangka semata, maka kebenarannya pun perlu dipertanyakan.
Lebih parahnya lagi, ada orang yang membangun stereotip negatif dan menyebarkannya
kepada orang lain hanya atas dasar tidak suka. Hal-hal sepele seperti inilah yang akhirnya
membuat suasana yang tadinya tenang dan damai menjadi panas.
Bahkan bukan tidak mungkin stereotip yang diciptakan seseorang kemudian membesar dan
akhirnya memicu sebuah perpecahan antar kelompok.
Setelah kita membahas tentang beberapa definisi dari stereotip, pada bagian ini akan
dijelaskan mengenai contoh dari stereotip. Secara garis besar, stereotip dibagi menjadi dua
yaitu stereotip negatif dan stereotip positif. Stereotip positif memiliki maksud sebagai asumsi
jelek seseorang terhadap kelompok tertentu. Sedangkan stereotip positif memiliki maksud
sebagai asumsi baik seseorang terhadap kelompok tertentu
Di bawah ini merupakan beberapa contoh stereotip di Indonesia dan negara-negara lainnya.
1. Rasisme
Jenis pertama dari stereotip adalah rasisme. Rasisme merujuk pada sikap berprasangka
terhadap ras atau kelompok nasional seseorang. Bentuk paling umum dari rasisme adalah
sikap berprasangka yang didasarkan pada warna kulit. Warna kulit memang menjadi salah
satu tanda utama yang paling jelas dari ras seseorang.
Contoh sederhananya adalah ketika melihat seseorang yang berkulit gelap, terkadang muncul
pikiran bahwa orang tersebut jorok dan tidak menjaga kebersihan. Padahal belum tentu
pikiran tersebut benar, belum tentu mereka yang berkulit putih dan cerah lebih menjaga
kebersihan daripada mereka yang berkulit hitam.
2. Seksisme
Seksisme merupakan stereotip berdasarkan gender. Sedari dulu sampai sekarang, seksisme
mayoritas terjadi pada perempuan, walaupun memang sejatinya hal tersebut dapat juga terjadi
pada laki-laki. Contoh sederhananya adalah pandangan sebelah mata dari kaum laki-laki
terhadap perempuan di tempat kerja, menganggap perempuan tidak lebih mampu dibanding
laki-laki ketika berurusan dengan pekerjaan.
3. Classism
Contoh lainnya dari stereotip adalah classism. Jenis ini merujuk pada perlakuan berbeda
terhadap individu atau kelompok sosial lain atas kelas sosial mereka. Classism terjadi karena
mereka yang berada di kelas sosial atas ingin menjadi lebih dominan terhadap mereka yang
berada di kelas sosial bawah. Akibat paling buruk yang dapat ditimbulkan
oleh classism adalah kesenjangan sosial yang memperjauh jarak antara si kaya dan si miskin.
4. Ageism
Ageism merupakan sebuah istilah stereotip yang merujuk pada perlakuan berbeda terhadap
individu atau kelompok sosial lain atas usia mereka, baik itu muda maupun tua.
Istilah ageism pertama kali digagas oleh Robert Neil Butler pada tahun 1969, di mana ia
mendeskripsikan tentang diskriminasi yang dihadapi oleh orang-orang berusia lanjut.
5. Homofobia
Jenis lainnya dari stereotip adalah homofobia. Homofobia secara konstan dihadapi oleh
mereka yang berada dalam kelompok LGBTQIA+. Homofobia merupakan perasaan irasional
seperti ketakutan, kebencian, ketidaknyamanan, dan ketidakpercayaan seseorang terhadap
kaum lesbian, gay, dan biseksual. Stereotip jenis ini sangat membahayakan bagi mereka yang
termasuk dalam kategori LGBTQIA+, di mana stereotip tersebut dapat menimbulkan
persekusi serta mengancam nyawa dan hak hidup mereka.
6. Xenofobia
Xenofobia adalah ketakutan atau kebencian terhadap sesuatu yang dianggap asing atau aneh.
Perasaan ketakutan dan kebencian tersebut dapat berbentuk kecurigaan seseorang terhadap
kegiatan kelompok sosial tertentu, keinginan untuk menghapus keberadaan kelompok sosial
tertentu, dan menghilangkan identitas etnis, ras, serta nasional mereka. Xenofobia dan
rasisme merupakan dua stereotip negatif yang saling berkaitan satu sama lain.
Stereotip terhadap agama adalah sikap berprasangka seseorang terhadap agama yang dianut
seseorang atau kelompok tertentu. Contoh sederhananya adalah mengidentikkan umat Islam
yang bercelana cingkrang, berjenggot, dan yang menggunakan pakaian hitam bercadar
dengan kegiatan terorisme atau termasuk anggota kelompok teroris.
8. Nasionalisme
Perlu diakui bahwa stereotip merupakan pola pikir yang terkadang sulit untuk dihindari.
Empati kita perlu dilatih untuk menerima perbedaan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan
merupakan hal yang biasa, tidak perlu dilebih-lebihkan. Apabila kita berhasil melatih empati,
maka kita akan lebih mudah memahami dan menempatkan diri pada posisi orang
lain. Beberapa cara untuk menekan stereotip adalah sebagai berikut.
a. Menggalakkan dukungan dan membangun kesadaran menolak hal-hal yang berkaitan
dengan stereotip.
b. Mengintensifkan interaksi sosial dengan mereka yang berasal dari kelompok sosial lain.
c. Membantu orang lain sadar terhadap fakta bahwa kemungkinan prinsip seseorang bisa
berubah.
d. Mendukung pembentukan hukum serta regulasi penerapan keadilan bagi seluruh
kelompok manusia, tidak memandang etnis, ras, gender, nasionalitas, seksualitas, umur,
dan lain-lain.
F. Pengertian Diskriminasi
Istilah diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya membagi atau
membedakan. Istilah tersebut biasanya ditujukan untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak
mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi.
Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
menyebutkan bahwa diskriminasi adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian,
pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan
atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
G. Jenis-jenis Diskriminasi
Menurut Liliweri (2005), secara umum diskriminasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Sedangkan menurut Fulthoni dkk (2009), berdasarkan diskriminasi yang sering terjadi di
masyarakat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Diskriminasi berdasarkan suku/etnis, ras, dan agama/keyakinan.
2. Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender (peran sosial karena jenis kelamin).
Contohnya, anak laki-laki diutamakan untuk mendapatkan akses pendidikan dibanding
perempuan; perempuan dianggap hak milik suami setelah menikah; dan lain-lain (dll).
3. Diskriminasi terhadap penyandang cacat. Contoh: penyandang cacat dianggap sakit dan
tidak diterima bekerja di instansi pemerintahan.
4. Diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Contoh: penderita HIV/AIDS dikucilkan dari
masyarakat dan dianggap sampah masyarakat.
5. Diskriminasi karena kasta sosial, Contoh: di India, kasta paling rendah dianggap sampah
masyarakat dan dimiskinkan atau dimarjinalkan sehingga kurang memiliki akses untuk
menikmati hak asasinya.
Menurut Unsriana (2011), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
diskriminasi, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Mekanisme pertahanan psikologi (projection). Seseorang memindahkan kepada orang
lain ciri-ciri yang tidak disukai tentang dirinya kepada orang lain.
2. Kekecewaan. Setengah orang yang kecewa akan meletakkan kekecewaan mereka kepada
kambing hitam.
3. Mengalami rasa tidak selamat dan rendah diri. Mereka yang merasa terancam dan
rendah diri untuk menenangkan diri maka mereka mencoba dengan merendahkan orang
atau kumpulan lain.
4. Sejarah. Ditimbulkan karena adanya sejarah pada masa lalu.
5. Persaingan dan eksploitasi. Masyarakat kini adalah lebih materialistik dan hidup dalam
persaingan. Individu atau kumpulan bersaing diantara mereka untuk mendapatkan
kekayaan, kemewahan dan kekuasaan.
6. Corak sosialisasi. Diskriminasi juga adalah fenomena yang dipelajari dan diturunkan dari
satu generasi kepada generasi yang lain melalui proses sosialisasi. Seterusnya terbentuk
suatu pandangan stereotip tentang peranan sebuah bangsa dengan yang lain dalam
masyarakat, yaitu berkenaan dengan kelakuan, cara kehidupan dan sebagainya. Melalui
pandangan stereotip ini, kanak-kanak belajar menghakimi seseorang atau sesuatu ide.
Sikap prejudis juga dipelajari melalui proses yang sama.
Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2008, berbagai bentuk tindakan diskriminasi antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di
tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain.
2. Berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau
tempat lainnya yang dapat didengar orang lain.
3. Mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum
atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain.
4. Melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul,
pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras
dan etnis.
I. Bullying (Perundungan)
Istilah “bully” dalam Bahasa Inggris bermakna menggertak atau menindas. Kata bullying ini
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan perundungan. Secara sederhana,
perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan
sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang
lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Perundungan
biasanya dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis; fisik, verbal, dan mental.
Ketika ada ketidakseimbangan kekuatan, sulit bagi target untuk mempertahankan dirinya
terhadap serangan pelaku. Perbedaan kekuatan ini bisa secara fisik atau psikologis. Misalnya,
dalam kasus-kasus ketidakseimbangan fisik, pelaku bullying mungkin lebih tua, lebih besar,
atau lebih kuat. Atau, mungkin ada geng pengganggu yang menargetkan korban.
Sementara itu, ketidakseimbangan psikologis lebih sulit untuk dibedakan, tetapi contohnya
termasuk memiliki status sosial yang lebih tinggi, cerewet, atau lebih banyak pengaruh di
sekolah. Akibat dari ketidakseimbangan kekuatan membuat target intimidasi terasa lemah,
tertindas, terancam, dan rentan diserang.
Biasanya, bullying bukanlah tindakan kejam atau perilaku kasar. Sebaliknya, itu biasanya
berkelanjutan dan terus menerus diulang. Pengganggu sering menargetkan korban mereka
beberapa kali.
Aspek lain yang membedakan pelaku bullying dari perilaku jahat atau kasar lainnya adalah
pelaku bullying bermaksud untuk melukai target. Pengganggu melecehkan orang lain dengan
sengaja.
K. Jenis-Jenis Bullying
Bullying juga terjadi dalam beberapa bentuk tindakan. Menurut Coloroso (2007), bullying
dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Bullying Fisik
Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling dapat diidentifikasi
diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian penindasan fisik terhitung
kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan oleh siswa. Jenis penindasan secara
fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit,
memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan,
serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barangbarang milik anak yang tertindas.
Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini,
bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.
2. Bullying Verbal
Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh anak
perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan
dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi.
Penindasan verbal dapat diteriakkan di taman bermain bercampur dengan hingar binger yang
terdengar oleh pengawas, diabaikan karena hanya dianggap sebagai dialog yang bodoh dan
tidak simpatik di antara teman sebaya. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan,
fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau
barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang
berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta
gosip.
3. Bullying Relasional
Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasionaladalah pelemahan harga diri si
korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau
penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang
terkuat.
Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan
mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau
menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku
ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata,
helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.
4. Cyber bullying
Ini adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi, internet
dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus mendapatkan pesan negative dari
pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya. Bentuknya seperti,
mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar, meninggalkan pesan
voicemail yang kejam, menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-
apa (silent calls), membuat website yang memalukan bagi si korban, si korban dihindarkan
atau dijauhi dari chat room dan lainnya, dan “Happy slapping” – yaitu video yang berisi
dimana si korban dipermalukan.
L. Penyebab Bullying
Perilaku atau fenomena perundungan atau bullying ini dapat terjadi dengan penyebab yang
sangat beragam. Berkaitan dengan penyebab munculnya perilaku ini tidak serta merta hanya
melihat dari satu sisi saja, melainkan harus melihat dari semua pihak yang terlibat. Berikut ini
penjelasan singkat mengenai penyebab dari perilaku bullying dilihat dari pelaku, korban
dan bystanders.
1. Pelaku
Biasanya pelaku perundungan melakukan perilaku ini karena beberapa hal yang bisa saja
berbeda-beda dari satu individu ke individu lain. Seunagal (2021) menjelaskan bahwa
beberapa hal yang bisa menjadi penyebabnya seperti merasa bahwa pihak lawan sebagai
“bahaya” (perceived of threats), adanya keinginan untuk memiliki power sehingga dapat
lebih berkuasa, balas dendam, hingga adanya trauma masa lalu yang belum terselesaikan.
Sebagai contoh kasus bullying, seorang senior di klub berenang yang bernama Rai
merundung seorang juniornya yang bernama Nio karena Rai merasa juniornya ini dapat
menjadi sosok yang lebih powerful dan lebih disukai oleh rekan-rekan di klub tersebut.
2. Korban
Selain pelaku, perundungan juga dapat disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan dengan
atau berada pada diri korbannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa korban
perundungan atau bullying karena memiliki karakteristik psikologis tertentu, seperti sering
mengalami emosi negatif berupa kesedihan, marah, hingga insecure (Emamzadeh, 2018).
Pada kasus tertentu, individu yang menjadi korban perundungan cenderung memiliki suatu
sisi yang lebih baik daripada pelaku sehingga pelaku merasa dalam bahaya jika bersaing
dengan korban, seperti lebih skillfull, cekatan, pintar dan sebagainya (Gordon, 2020).
Contohnya Nio mengalami perundungan oleh Rai bukan hanya karena ia junior, tetapi
ternyata Nio sendiri merupakan individu yang sering merasa insecure dengan kemampuan
berenangnya yang belum sebaik para anggota klub lainnya. Dengan adanya kesempatan
tersebut serta perceived of threats karena merasa Nio lebih mudah berteman dengan anggota
klub, makaRai tidak segan untuk merundung Nio.
3. Bystanders
Saksi atau bystanders yang melihat perundungan dapat berperan dalam keberlangsungan
perilaku perundungan itu sendiri. Bystanders yang tidak bertindak atau hanya diam saja
ketika perundungan terjadi cenderung meningkatkan perilaku bullying tersebut.
Diamnya bystanders ini dapat membawa beragam akibat, seperti pelaku maupun korban
merasa bystanders ini setuju dengan perundungan yang terjadi sehingga pelaku terus
melakukannya sedangkan korban semakin merasa sendirian (Assistant Secretary for Public
Affairs, 2019).
M.Tipe Bullying
Perilaku bullying jika dilihat secara general dan berdasarkan pada definisi yang telah
disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat dipahami bahwa memiliki beragam tipe atau
bentuk. Tipe perilaku bullying ini dapat dibedakan menjadi beberapa hal berdasarkan
kategori tertentu. Secara garis besar dan general terdapat dua tipe bullying, yakni tradisional
dan cyberbullying (Smith, 2018).
1. Perundungan tradisional merupakan jenis bullying yang mana sebuah perilaku
perundungan yang dilakukan secara offline dan cenderung ditemukan di kehidupan
sehari-hari. Contoh dari perilaku ini misalnya saja memalak, memukul, mengatai secara
langsung, menjauhi dan lain sebagainya.
2. Cyberbullying adalah bentuk dari perilaku perundungan yang dilakukan dengan media
internet atau secara online. Pada awalnya tipe bullying ini masih jarang ditemukan, tetapi
seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang pesat,
perilaku cyberbullying ini juga mengalami peningkatan. Contoh dari cyberbullying ini
mudah ditemukan misalnya saja Afi seorang pelajar mendapatkan komentar yang
merendahkan pada foto yang baru saja ia unggah di sosial media.
Selain dua bentuk bullying tersebut, masih terdapat beberapa bentuk atau tipe dari perilaku
perundungan lainnya. Menurut New Zealand Ministry of Education (t.t.) terdapat setidaknya
tiga bentuk perilaku bullying jika dilihat dari sasaran atau bentuk perilakunya.
Ketiga tipe perilaku bullying tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Bullying fisik: merupakan salah satu dari bentuk perundungan tradisional yang di
dalamnya terdapat perilaku ataupun intensi untuk melukai fisik pihak lawan (New
Zealand Ministry of Education, t.t.). Contoh perilaku bullying fisik ini misalnya saja
memukul, menendang, mencubit, mencuri dan/atau merusak barang milik orang lain,
menjambak dan masih banyak lainnya. Tipe perundungan ini yang biasanya lebih banyak
ataupun lebih mudah diketahui, karena memang jelas terlihat oleh masyarakat atau
komunitas yang ada di sekitarnya.
2. Bullying verbal: memiliki persamaan dengan dengan tipe perundungan fisik, karena juga
lebih mudah untuk ditemui baik pada perundungan tradisional maupun cyberbullying. Hal
ini dikarenakan perundungan verbal bullying biasanya dilakukan dengan menuliskan dan
atau mengucapkan kata-kata atau kalimat yang tidak mengenakan (New Zealand Ministry
of Education, t.t.). Misalnya saja, seorang karyawati baru bernama Ina mendapatkan
kalimat sarkasme yang menyakiti hati setiap kali ia tidak dapat mengerjakan tugas yang
diberikan oleh rekan-rekan yang lebih senior.
3. Bullying sosial: Berbeda dengan bullying fisik dan verbal yang cenderung dilakukan
secara langsung terhadap individu, perundungan sosial merupakan bentuk perundungan
yang bertujuan untuk merusak hubungan atau reputasi seseorang (New Zealand Ministry
of Education, t.t.). Tipe perundungan sosial ini sebenarnya sering terjadi di tengah
masyarakat, tetapi tidak banyak yang menyadari akan hal tersebut. Perilaku perundungan
sosial bisa terjadi misalnya dalam bentuk Via mengajak teman-temannya agar tidak
berteman dengan Nini karena ia siswa baru di sekolah dan berasal dari desa.
N. Dampak Bullying
O. Cara Mengatasi Bullying
Memahami sebuah fenomena rasanya kurang lengkap jika tidak mempelajari cara
mencegah bullying dan mengatasinya. Dengan mengetahui cara atau solusi mengatasi
bullying, maka diharapkan dapat menentukan langkah yang tepat ketika menemukan atau
mengalami perundungan.
Secara umum terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan
perundungan yang terjadi pada diri sendiri (kita sebagai korban) maupun yang terjadi pada
orang lain.
1. Komunikasikan dengan orang yang terpercaya mengenai perundungan yang dialami, baik
kepada atasan, guru, teman, saudara, pasangan, dan sebagainya.
2. Apabila terjadi di lingkungan formal seperti kantor maupun sekolah, jangan ragu untuk
melapor kepada departemen, bagian atau pihak khusus yang dapat dimintai bantuan,
seperti bimbingan konseling, wali kelas, bagian atau departemen human resources atau
Sumber Daya Manusia.
3. Amy Cooper Hakim dalam Barth (2017) menyampaikan bahwa ketika menghadapi
pelaku bullying kita harus berupaya untuk tampil percaya diri untuk menunjukkan bahwa
Anda kuat tanpa harus membalas dengan kekerasan.
4. Saat berdialog atau menjawab perlakuan pelaku, jawab secara asertif tetapi tanpa emosi
untuk menunjukkan bahwa Anda tidak mau dijadikan korban, tidak mau “meminta maaf”
atas yang mereka tuduhkan, tetapi juga tidak mencari ribut dengan mereka (Signe
Whitson dalam Barth, 2017).
5. Buat batasan yang jelas atas hal yang bisa diselesaikan secara profesional dan tetap tegas
agar perundungan tidak semakin berkembang (Chrissy Scivicque dalam Barth, 2017).
6. Apabila kondisi semakin tidak kondusif dan ancaman yang ada semakin meningkat, maka
jangan pernah ragu untuk mencari bantuan kepada kepolisian untuk mencegah perluasan
kekerasan.
7. Selain itu, carilah bantuan profesional kesehatan baik fisik maupun psikologis jika
diperlukan untuk meminimalisir dampak pada diri Anda.
Apabila Anda tidak mengalami perundungan, tetapi menjadi bystanders maka penting untuk
tetap berupaya membantu menghentikan tindakan tersebut. Berikut terdapat beberapa cara
untuk membantu menghentikan atau mengatasi perundungan bagi para saksi mata
atau bystanders. Beberapa cara yang diberikan pada bagian ini dikembangkan dari
artikel Becoming an Upstander to Bullying Just Got Easier! (2018)
1. Tanyakan tentang perilaku perundungan kepada pelaku, seperti apakah yang ia lakukan
benar atau tidak? Adakah dasar tertentu untuk melakukan itu (hukuman yang ada
peraturannya dan sebagainya)?
2. Alihkan perhatian pelaku melalui aktivitas tertentu untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya perundungan yang semakin tidak terkendali.
3. Apabila ada orang lain yang turut melihat atau menjadi bystanders, maka dapat bersama-
sama untuk menunjukkan kepada perundung bahwa para saksi tidak setuju dengan
perilaku mereka.
4. Hal terpenting adalah dekati korban dan yakinkan bahwa ia tidak sendirian.
5. Jika memang tidak bisa secara langsung turut andil, Anda dapat membantu untuk
membuat laporan kepada pihak yang berwenang maupun memberikan dukungan kepada
korban.
Demikian sedikit pembahasan dan penjelasan mengenai perundungan atau bullying yang
akhir-akhir ini banyak terjadi di sekitar kita. Melalui artikel ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran, kepedulian dan juga keberanian untuk bangkit bagi para korban.
Apabila Anda atau orang di sekitar mengalami perundungan, jangan ragu untuk melakukan
beberapa cara yang telah disampaikan dan pastinya disesuaikan dengan kebutuhan serta
kondisi yang dihadapi. Selain itu, ketika kondisi sudah diluar kendali dan telah mengalami
dampaknya, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.
UNIT 1
SENGKETA BATAS WILAYAH BLOK AMBALAT ANTARA INDONESIA DAN
MALAYSIA
Kini kita akan membahas tentang cara-cara penyelesaian sengketa internasional secara
damai. Pembahasan tema ini akan mengantarkan kita mengetahui secara utuh terhadap
sengketa batas wilayah, termasuk kasus Blok Ambalat, yang cara penyelesaiannya
menggunaka cara-cara damai, sebagaimana menjadi aturan internasional.
Penyelesaian secara damai dalam sengketa antarnegara merupakan langkah ideal daripada
menempuh cara-cara kekerasan atau gencatan senjata. Upaya damai ini mutlak dilakukan
sebelum mengarah pada konflik yang lebih besar berupa kontak senjata.
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mewajibkan kepada setiap anggota
negara yang tergabung di dalamnya maupun kepada negara-negara yang memang memilih
tidak bergabung ke dalam PBB, agar dalam penyelesaian sengketa internasional dilakukan
secara damai, sehingga tidak mengganggu keamanan dan keharmonisan.
Adapun langkah-langkah penyelesaian damai itu dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
a. Negosiasi Cara ini merupakan penyelesaian sengketa paling sederhanan dan dianggap
tradisional tetapi cukup efektif untuk mencegah konflik. Model penyelesaian negosiasi
tidak perlu melibatkan pihak ketiga, melainkan fokus pada diskusi tentang hal-hal yang
menjadi persoalan oleh pihak terkait. Perbedaan persepsi yang terjadi antar-kedua belah
pihak akan memperoleh jalan keluar dan memungkinkan mudah untuk dipecahkan.
Namun demikian, jika salah satu pihak menolak cara negosiasi ini, akan mengalami jalan
buntu.
b. Mediasi dan jasa-jasa baik (mediation and good offices) Mediasi tidak jauh beda dengan
negosiasi, hanya saja, yang membedakannya pada pelibatan pihak ketiga, yang bertindak
sebagai perantara untuk mencapai kesepakatan. Komunikasi bagi pihak ketiga itu disebut
sebagai good offices. Pihak ketiga yang menjadi mediator tentu dipersepsikan oleh kedua
belah pihak sebagai orang yang secara aktif terlibat dalam usaha-usaha mencari solusi
yang tepat agar memperoleh kesepakatan antar pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi
bisa terlaksana jika pihak yang bersengketa bersepakat dalam pencarian solusi perlu
melibatkan pihak ketiga, dan menerima syara-syarat tertentu yang diberikan oleh pihak
yang bersengketa.
c. Konsiliasi (conciliation) Istilah konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, suatu metode dalam
proses penyelesaian sengketa yang diselesaikan secara damai dengan dibantu melalui
perantara negara lain atau badan penyelidikan dan komite tertentu yang dinilai tidak
berpihak kepada salah satu yang bersengketa. Kedua, suatu metode penyelesaian konflik
yang dilakukan dengan cara menyerahkannya kepada sebuah komite untuk membuat
semacam laporan investigasi dan memuat usul penyelesaian kepada pihak yang bertikai.
Ketentuan Konvensi PBB 1982 Tentang Hukum Laut UNCLOS merupakan singkatan dari
United Nations Conventions on The Law Sea, suatu lembaga di bawah naungan PBB, sejak
tahun 1982. Indonesia telah meratfikasi konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985. Sejak
saat itu, semua negara, termasuk Indonesia, yang menjadi bagian atau anggota PBB, wajib
menaati aturan yang terkandung dalam UNCLOS 1982 terkait aturan hukum laut.
UNCLOS, jika dilihat akar sejarahnya, adalah hasil dari konferensi-konferensi PBB
mengenai hukum laut yang berlangsung sejak tahun 1973 hingga 1982. Sampai sat ini, lebih
dari 150 negara telah menyatakan bergabung dengan UNCLOS, termasuk Uni Eropa.
Konvensi itu memiliki peran penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Karena,
Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan, memperoleh pengakuan dunia
internasional setelah diperjuangkan melalui forum UNCLOS selama 25 tahun
Negara kepulauan, menurut UNCLOS 1982, adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri
dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Dalam
pemahamn ini, negara kepulauan dapat menarik garis dasar atau pangkal lurus kepulauan
yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu.
Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan itu kemudian
diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Kepulaun Indonesia telah menjadi
satu kesatuan politik, pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi.
UNIT 3
PENYELESAIAN SENGKETA BATAS WILAYAH BLOK AMBALAT
Sengketa batas wilayah kasus Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia merefleksikan
tentang bagaimana cara menyelesaikan konflik ini. Jika mengacu pada aturan hukum
internasional dan mempertimbangkan kedekatan kedua negara tersebut, upaya penyelesaian
konflik dapat ditempuh setidaknya empat langkah.
Pertama, perundingan bilateral. Langkah ini memberi kesempatan kepada masing-masing
negara untuk menyampaikan argumentasinya terhadap wilayah yang dipersengketakan.
Namun bagaimana jika belum mencapai kesepakatan damai? Indonesia sudah pasti akan
menggunakan Pasal 47 UNCLOS 1982, sebagai negara kepulauan dan dapat menarik garis di
pulau terluarnya sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatannya. Sementara
Malaysia, kemungkinan besar akan mengguna kan argumen peta 1979.
Kedua, menetapkan wilayah yang disengketakan sebagai status quo dalam kurun waktu
tertentu. Langkah ini sebagai tindak lanjut, jika cara yang pertama gagal, sehingga diperlukan
cooling down antarkedua belah pihak. Pada tahap ini, Blok Ambalat dimungkinkan sebagai
tempat untuk melakukan eksplorasi, sehingga timbul rasa saling percaya kedua belak pihak
(confidence building measures). Pola ini pernah dijalankan Indonesia-Australia dalam
mengelola Celah Timor.
Ketiga, jika langkah pertama dan kedua masih gagal, perlu memanfaatkan ASEAN
sebagai organisai regional, melalui High Council,sebagaimana disebutkan dalam Treaty of
Amity and Cooperation yang pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Namun demikian,
kemungkinan besar Malaysia tidak akan menempuh langkah ini, sebab klaimnya terhadap
Blok Ambalat menuai protes dari negara-negara lain, seperti Singapura, Thailand, dan
Filipina.
Keempat, jika langkah ketiga masih gagal, jalan terakhir dari penyelesaian sengketa ini
adalah dengan membawanya ke Mahkamah Internasional (MI). Indonesia, mungkin saja,
“trauma” karena pernah kalah hingga menyebabkan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Namun, dalam kasus Blok Ambalat, dan juga wilayah-wilayah lain, jika memang Indonesia
mampu menunjukkan bukti-bukti yuridis, serta fakta lain yang valid atau kuat, tentu tidaklah
mustahil Indonesia akan memenangkannya.
Jika dikaji dengan seksama, pasal-pasal yang ada di UNCLOS 1982 sebenarnya cukup
menguntungkan Indonesia. Bukti sejarah, berdasarkan kajian ilmiah, Blok Ambalat masuk
dalam wilayah Kalimantan Timur, bagian dari Kerajaan Bulungan. Itu berarti, Indonesia
berpeluang besar menyadarkan Malaysia kalau selama ini, klaim terhadap kepemilikan Blok
Ambalat sesungguhnya salah.
B. Sistem Keamanan dan Pertahanan di Laut
Pemerintah Indonesia berupaya keras menjaga keamanan dan pertahanan di jalur laut
dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-
undang tersebut mengatur pembentukan badan keamanan laut (Bakamla) yang diberi
kewenangan untuk melaksanan penegakan hukum di laut. Selain pembentukan Bakamla, juga
mengatur pembelian kapal beserta perlengkapan senjata, jika memang dibutuhkannya.
Upaya menjaga keamanan di laut merupakan satu kesatuan dalam menjaga kedaulatan
NKRI. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, menyebutkan bahwa:
1. Untuk mengelola kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara di wilayah laut,
dibentuk sistem pertahanan laut.
2. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia.
3. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Beberapa pasal lain dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang
memberi kewenangan dalam penegakan hukum di laut, termasuk pula tentang bagaimana
menyikapi setiap pelanggaran yang dilakukan oleh negara lain, termaktub sebagai berikut:
Pasal 59 Ayat (2): "Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal
asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional"; Ayat (3):
"Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya
dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi Indonesia dibentuk Badan Keamanan Laut".
Selanjutnya Pasal 61 menyebutkan: "Badan Keamanan Laut mempunyai tugas melakukan
patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi
Indonesia".
Dari aturan undang-undang di atas, tampak jelas bahwa pemerintah Indonesia mem beri
perhatian serius dalam hal keamanan dan pertahanan di laut. Ini menunjukkan bahwa upaya
menjaga kedaulatan NKRI tidak hanya di darat, tetapi juga di semua sektor.