Anda di halaman 1dari 32

BHINNEKA TUNGGAL IKA

UNIT 1
KITA DAN MASYARAKAT GLOBAL
Era globalisasi telah membawa manusia pada satu tahap peradaban yang cukup maju.
Masa ini ditandai oleh berbagai penemuan baru dan kemajuan di berbagai bidang. Bagi umat
manusia, perkembangan pesat ini sangat menguntungkan. Betapa tidak, mereka cukup
terbantu karena dipermudah dalam berbagai hal. Batas-batas geografis bukan lagi menjadi
penghalang, karena akses informasi bisa didapatkan sedemikian mudah
Berbagai perubahan yang menyertai era globalisasi ini, pada gilirannya juga memberikan
pengaruh pada cara pandang manusia terhadap kehidupan alam semesta. Nilai, norma, dan
pola hidup berubah teramat cepat dan menjadi tatanan baru. Tatanan itulah yang pada
akhirnya menjauhkan manusia dari kepastian nilai yang berpuluh-puluh tahun lamanya ia
pegang
Dari sini, muncullah perdebatan-perdebatan mengenai bagaimana cara menyikapi era
globalisasi ini. Karena bagaimanapun juga, globalisasi beserta masalah yang ditimbulkannya
merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, sebagai bagian dari dinamika sejarah hidup
manusia. Tentunya, dibutuhkan cara yang lebih arif dalam menyikapi berbagai keruwetan era
globalisasi ini.

A. Pengertian Globalisasi
Globalisasi berasal dari kata globalization. Global berarti mendunia, sementara ization
adalah prosesnya. Dalam Encyclopaedia Britannica (2015) disebutkan kalau fenomena ini
bukanlah situasi yang baru, karena banyak kerajaan maupun gerekan keagamaan yang telah
menjalani proses globalisasi. Secara sederhana, kita bisa memaknai globalisasi ini sebagai
proses masuknya ke ruang lingkup dunia (KBBI).

B. Faktor Globalisasi
Banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi. Perkembangan teknologi informasi
dan transportasi adalah di antaranya.
C. Dampak Positif dan Dampak Negatif Globalisasi
a. Dampak Positif Globalisasi
1. Dengan teknologi dan transportasi yang semakin canggih, transaksi dalam bidang ekonomi
antarnegara menjadi sangatmudah.
2. Pengiriman barang dan jasa bisa dengan sangat mudah dilakukan.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan, terjalinnya hubungan antarwarga dunia, informasi yang
sedemikian mudah diakses, dan aspek-aspek lainnya

b. Dampak Negatif Globalisasi

1. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, di satu sisi, memberi kemudahan bagi
publik dalam mengakses informasi, mengembangkan segenap potensinya serta tuntutan
perjuangan hidupnya, tapi di sisi lain, ia telah menjadi instrumen negara-negara industri
maju dan kekuatan elit minoritas pemilik modal guna melakukan hegemoni dan
dominasinya atas kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. (Korten, 2015)
2. Kekuatan ekonomi yang raksasa bergerak melampaui batas-batas teritorial suatu negara
guna melakukan ekspansi ekonomi di berbagai pelosok dunia. Kenyataan inilah yang
memberikan dampak akan semakin melemahnya posisi kekuatan ekonomi lokal.
3. Dalam ranah budaya, hegemoni ini tampak dalam penciptaan pola hidup konsumeristik
dan pop culture, yang memposisikan manusia sebagai objek distribusi produksi belaka.
Konsumerisme, hedonisme, serta pudarnya tata krama mulai terasa. Kehidupan pertanian
perlahan-lahan mulai ditanggalkan, karena pada saat yang sama, masyarakat kita bergerak
menjadi masyarakat industry
Kita merasakan bahwa kebudayaan luhur mulai mendapatkan tantangan dari budaya baru.

D. Respon Terhadap Globalisasi


Ada tiga respon yang bisa diberikan oleh sebuah kelompok terhadap fenomena globalisasi
ini.
1. Kelompok rejeksionis yang menolak mentah-mentah segala bentuk produk pemikiran era
globalisasi. Kelompok ini percaya bahwa yang berbau asing harus ditolak, karena tidak
sesuai dengan jati diri serat kepribadian bangsanya. Sikap ini sembari dibarengi dengan
sikap superior atau mengakui bahwa hanya kebudayaannya saja yang paling adiluhung,
sementara yang lain lebih rendah
2. Mereka yang menerima segala bentuk produk globalisasi dengan tidak pernah melakukan
filter terhadapnya. Ini kebalikan dengan sikap kelompok pertama. Mereka menerima tanpa
filter nilai, budaya, serta tradisi yang datang dari luar kebudayaannya.
3. Mereka yang memilih untuk bersikap adaptif, tidak menampik tetapi juga tidak
menerimanya begitu saja. Dengan kata lain, ada proses seleksi untuk memilih dan
memilah produk mana yang sesuai dengan nafas kehidupan bangsa sembari melakukan
refleksi kritis terhadap segala hal yang merupakan bentukan dari masa ini.

Seperti halnya masyarakat dunia yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan kita,
begitupun juga sebaliknya. Kehidupan kita sebagai sebuah bangsa turut membentuk identitas
masyarakat dunia. Apa yang kita miliki (nilai, tradisi, budaya dan lainnya) menjadi bagian
dari kekayaan kebudayaan dunia yang begitu kaya. Di antara kebudayaan itu, semuanya
memiliki keunggulan dan kelebihannya.

UNIT 2
KOLABORASI BUDAYA

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural (majemuk) terbesar di dunia.


Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari agama, budaya, bahasa, etnis, dan adat istiadat.
Kemajemukan Indonesia tergambar dalam lambang negara Republik Indonesia, yaitu
Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman Indonesia di satu sisi membawa berkah, tetapi di sisi lain
dapat pula menjadi bencana. Keragaman dapat menjadi berkah jika dapat dikelola dengan
baik. Ia dapat menjadi modal sosial (social capital) yang berharga bagi bangsa Indonesia.
Sebaliknya, dapat menjadi bencana jika tidak dapat dikelola
dengan baik. Keragaman berpotensi menimbulkan konflik antarmasyarakat. Untuk itu,
diperlukan berbagai upaya untuk melestarikan keragaman Indonesia agar dapat menjadi
modal sosial sekaligus mencegah potensi konflik di tengah masyarakat Indonesia. Salah
satunya adalah dengan melakukan kolaborasi budaya. Dengan adanya kolaborasi budaya,
antara masyarakat satu dengan masyarakat lain yang berbeda budaya akan terjalin
komunikasi lintas budaya.
A. Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya adalah proses komunikasi yang melibatkan orang orang yang
berasal dari latar belakang sosial budaya yang berbeda. Dengan kata lain, komunikasi lintas
budaya merupakan komunikasi yang para pesertanya berlatar belakang budaya berbeda dan
terlibat kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komunikasi lintas budaya ini diperlukan agar masyarakat mengenal budaya lain, sehingga
muncul sikap saling menghargai perbedaan dan keragaman budaya sekaligus mengikis
prasangka.

B. Manfaat Komunikasi Lintas Budaya


berapa manfaat komunikasi lintas budaya adalah:
1. Masyarakat mengenal budaya lain.
2. Muncul sikap saling menghargai perbedaan dan keragaman budaya.
3. Mengikis prasangka.

C. Contoh kolaborasi Budaya


Kolaborasi budaya ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti mengadakan pentas
budaya dan kesenian secara bersama-sama yang melibatkan berbagai pihak

D. Bentuk Kolaborasi Antar Budaya

Kolaborasi antar budaya ini bisa dilakukan dibeberapa sektor seperti ekonomi, politik,
sosial, dan lain sebagainya. Berikut bentuk kolabrasi yang bisa kamu ketahui:
1. Kolaborasi dalam kebudayaan
Kolaborasi budaya dapat terlihat dalam kebudayaan Indonesia yang merupakan hasil
campuran dari berbagai budaya yang ada di nusantara.
2. Kolaborasi dalam seni
Kolaborasi budaya juga terlihat dalam seni Indonesia, seperti lukisan, musik, dan tari.
3. Kolaborasi dalam ekonomi
Kolaborasi budaya juga terjadi dalam ekonomi Indonesia, terutama dalam bidang
perdagangan
E. Tujuan Kolaborasi Antar Budaya di Indonesia

Tujuan dari kolaborasi budaya adalah untuk menciptakan solusi yang inovatif dan bermanfaat
bagi semua pihak yang terlibat, serta untuk membangun relasi yang saling menghargai dan
memahami antar budaya.
Kolaborasi budaya bisa terjadi di berbagai bidang, seperti bisnis, pendidikan, sosial, dan
lainnya. Kolaborasi budaya dapat menciptakan produk-produk pariwisata yang unik dan
menarik, sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke destinasi pariwisata
tersebut.
F. Bentuk Kolaborasi Budaya di Indonesia

1. Pentas Seni Budaya


Pentas seni budaya adalah salah satu bentuk kolaborasi budaya yang dilakukan di Indonesia.
Pentas seni budaya bisa menampilkan beberapa kebudayaan yang ada di masyarakat.

Misalnya seperti pertunjukkan gamelan, musik keroncong, dan tarian tradisional, serta
kesenian lainnya.

2. Pameran Seni Budaya

Pameran seni budaya juga termasuk bentuk kolaborasi budaya di tengah masyarakat. Sama
seperti pertunjukkan seni, pameran juga menampilkan karya seni dari kebudayaan lain. Salah
satu bentuk pameran seni adalah pameran seni lukis, seni pahat, seni ukir, dan lainnya

3. Pertunjukkan Seni Budaya

Pertunjukkan seni adalah salah satu bentuk kolaborasi budaya yang bisa dilakukan Indonesia.

Melalui pertunjukkan seni, ada beberapa kebudayaan yang akan ditampilkan agar budaya
tersebut dapat dikenal masyarakat luas.

Contoh pertunjukkan seni budaya adalah seni teater, opera, operet, wayang kulit, dan
sebagainya.

4. Parade Budaya

Parade budaya juga merupakan bentuk kolaborasi budaya di Indonesia.


Parade budaya ini banyak diselenggarakan saat memperingati kemerdekaan Republik
Indonesia.
Di parade ini ditampilkan jenis-jenis kebudayaan di jalanan atau tempat umum.
Tak hanya seni tari saja, parade budaya juga menampilkan seni tata rias, busana tradisional,
seni bela diri, dan lainnya.

5. Upacara Kemerdekaan di Istana Negara

Upacara Kemerdekaan di Istana Negara Jakarta adalah bentuk kolaborasi budaya juga,


Selain memperingati kemerdekaan, di Istana Negara juga ada hiburan berupa pertunjukkan
budaya dari Sabang sampai Merauke.
Pertunjukkan itu bisa berupa paduan suara lagu tradisional, seni tari, seni bela diri, dan seni
alat musik tradisional.

6. Bazar dan Expo 

Bazar dan Expo juga termasuk sarana kolaborasi budaya di Indonesia.


Di sini, kolaborasi budaya dimanfaatkan untuk meraih keuntungan komersial.
Misalnya, di bazar ada karya seni berupa kain tradisional, kerajinan tradisional, hingga
makanan tradisional yang menjadi bagian dari budaya Indonesia.
Nah, itulah 6 bentuk kolaborasi budaya di Indonesia.
Manfaat dari adanya kolaborasi budaya adalah agar masyarakat Indonesia bisa mengerti
budaya Indonesia dengan segala keunikannya.
Dengan mengetahui beragam budaya tersebut, diharapkan akan tumbuh rasa cinta tanah air
dan sikap toleransi.
Hal ini dapat menimbulkan interaksi dan meningkatkan persatuan dan kesatuan Indonesia.

UNIT 3
INTERAKSI BUDAYA NUSANTARA
DI KANCAH DUNIA

Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi membuat dunia


seakan tidak berjarak (borderless). Globalisasi membuat batas teritorial negara seolah tidak
ada lagi. Globalisasi membuat negara-negara di dunia menjadi semacam global village (desa
buana), di mana satu negara dengan negara lain saling terhubung dan saling berinteraksi.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat maju, suatu peristiwa atau kejadian
di suatu negara dapat diketahui secara cepat di belahan bumi lain. Perkembangan teknologi
informasi dan juga transportasi meniscayakan seseorang atau sekelompok orang berinteraksi
dan berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai belahan dunia. Hal ini membawa
konsekuensi adanya pertukaran budaya di kancah global (internasional).
Siapa pun orangnya tidak dapat lepas dari budaya tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.
Dengan budaya yang mengakar di dalam dirinya, ia harus berbagi ruang dengan orang lain
dari budaya lain. Pertukaran budaya tersebut sangat mungkin berpotensi menimbulkan
konflik. Konflik dapat dicegah dengan munculnya kesadaran bahwa setiap orang harus
mampu dan mau memahami budaya orang lain yang berbeda dengannya. Cara berkomunikasi
sendiri sangat dipengaruhi oleh budaya masing-masing. Oleh karenanya, dalam
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dibutuhkan pemahaman lintas
budaya (cross-cultural understanding).
Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tentu saja tidak dapat menghindarkan diri
dan menutup/mengisolasi diri dari bangsa dan negara lain. Perjumpaan dan interaksi dengan
bangsa-bangsa lain merupakan suatu keniscayaan bagi bangsa mana pun, termasuk Indonesia.
Adanya globalisasi meniscayakan hilir mudiknya budaya lain dari satu negara ke negara lain
sehingga berpotensi mempengaruhi budaya negara setempat. Tidak ada satu pun bangsa yang
hidup tanpa pengaruh dari luar.
Sebagai bangsa yang besar, kita harus memiliki kelenturan budaya, sehingga mampu
mengadaptasi budaya-budaya luar yang baik dan sesuai dengan jati diri bangsa. Berbagai
budaya luar yang baik dan sesuai dengan jati diri bangsa dapat memperkaya nilai-nilai dan
kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar akan
menjadikan Indonesia terperosok ke dalam kekerdilan identitas. Sebaliknya, terlalu terobsesi
dengan budaya luar dan mengabaikan tradisi dan nilai-nilai lokal akan menjadikan Indonesia
kehilangan identitas nasionalnya. Jika demikian yang terjadi, maka bangsa Indonesia tidak
akan pernah mampu berdikari secara kultural dan menjadi diri sendiri. Sebagai bangsa yang
besar, kita harus mampu bergaul secara global dengan bangsa dan negara lain tanpa
kehilangan identitas keindonesiaan kita. Berpikir global bertindak lokal (think globally act
locally) merupakan adagium dan sikap moderat yang tepat bagi bangsa Indonesia dalam
menghadapi globalisasi.
Melestarikan apa yang baik dan mengadopsi hal-hal yang lebih baik dari bangsa lain,
merupakan sikap cerdas dan bijaksana. Sebaliknya, menolak atau meniru secara membabi
buta apa saja dari luar, bukanlah sikap bijak. Tidak semua yang berasal dari luar itu baik dan
juga tidak semua yang berasal dari luar itu buruk. Kita ambil yang baik dari mereka (baca:
bangsa luar) sembari mempertahankan dan melestarikan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal
bangsa Indonesia. Kendati setiap bangsa memiliki keunikan budaya dan tradisi masing-
masing, tetapi tidak menutup kemungkinan bekerja sama dan berkolaborasi secara global
untuk keadilan dan penciptaan dunia yang lebih aman dan manusiawi
UNIT 4
MERAWAT TRADISI LOKAL DAN KEBINEKAAN

A. Pengertian Tradisi Lokal

Tradisi lokal adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu,

Kebiasaan ini dilakukan secara terun-temurun yang kemudian membuat hal tersebut menjadi
tradisi yang melekat dalam diri masyarakat.

Kebebasan berserikat dan berpendapat dalam ruang demokrasi negara ini telah
disalahgunakan untuk saling membenturkan kelompok satu dengan kelompok yang lainnya
berdasarkan kebenarannya masing-masing

Untuk menahan gelombang negatif tersebut, menurutnya, ruang-ruang kebinekaan melalui


tradisi Indonesia Timur bisa menjadi perekat untuk mengembalikan kehidupan majemuk
yang harmonis. Argo mengungkapkan, semangat untuk dapat merawat kebinakaan dapat
dimunculkan lewat revitalisasi kondisi kehidupan sosial-budaya dengan merawat dan
mengelola keharmonisan dalam kehidupan yang beragam dari tingkat lokal, hingga nasional.

Sementara belajar dari kehidupan sosial masyarakat di Papua, mereka memiliki modal
budaya dalam merajut perbedaan. Hadir lewat budaya komunal, makan bersama, agama
bersaudara, satu tungku tiga batu, perkawinan di luar klan atau marga dapat menjadi perekat
sosial diantara mereka. “Walaupun sering terjadi konflik antar suku, namun komunitas-
komunitas adat tersebut memiliki cara lewat mekanisme budaya, seperti makan bersama,
bakar batu” dan disertai dengan pemotongan hewan kurban, sebagai penyelesaian.

Selain itu, meskipun ada jarak yang memisahkan antara komunitas yang satu dengan
kemunitas lainya karena perbedaan kondisi lingkungan alam dan sosial budayanya, namun
demikian mereka tetap membangun relasi-relasi pertukaran antara satu komunitas dengan
komunitas lainnya. Salah satunya terlihat dari jalur perdagangan atau pertukaran tradisional.
Perdagangan dengan cara barter atau pertukaran langsung masih dijumpai model pertukaran
tradisional yang melandasi sistem sosial orang Papua.

Maka dari itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh keberagaman karena banyaknya
tradisi lokal yang dimiliki.
Tradisi sendiri bisa diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan dalam waktu yang lama dan
menjadi bagian dari masyarakat.
Tradisi ini dapat dilakukan dalam lingkungan negara, kebudayaan, atau agama yang sama.
Jadi, tradisi lokal adalah kebiasaan yang dilakukan dalam lingkup masyarakat,
Tradisi lokal juga bisa diartikan sebagai suatu kebiasaan yang berkaitan dengan siklus
kehidupan bersama antarmasyarakat.
Tradisi lokal umumnya ada di berbagai daerah dan meliputi berbagai peristiwa besar.
Misalnya, peristiwa pernikahan, kematian, kelahiran, dan pertumbuhan anak.
Setiap tradisi dari berbagai daerah ini mempunyai keunikannya masing-masing, sehingga
menciptakan ciri khas bagi setiap daerah.

B. Cara Merawat Tradisi Lokal

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman tradisi lokal dari berbagai daerah.


Di tengah gempuran era globalisasi dan modernisasi, melestarikan tradisi lokal merupakan
hal yang penting.

Hal ini dilakukan agar tradisi lokal tidak berganti atau punah karena tradisi modern dari luar
negeri.

Melestarikan tradisi lokal ini bukan membuat kita menjadi ketinggalan zaman, tetapi dapat
mengembangkan tradisi lokal agar tetap lestari di era globalisasi.

Cara yang bisa dilakukan untuk melestarikan tradisi lokal antara lain:

1. Mempelajari tradisi lokal denan memahami informasi tentang budaya itu


2. Aktif mengikuti berbagai kegiatan tradisi lokal.
3. Mengenalkan tradisi lokal ke dunia internasional melalui media sosial, baik berupa
unggahan foto maupun video.
4. Menjadikan tradisi lokal sebagai identitas diri di era globalisasi.
5. Mempromosikan dan mengekspor tradisi lokal melalui kesenian ke luar negeri.
6. Memasukkan tradisi lokal sebagai pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah.

7. Mengembangkan tradisi lokal kepada masyarakat luas.


8. Mengadakan dan ikut serta dalam berbagai pentas seni tentang tradisi lokal di daerah
sekitar.
9. Tidak menjelek-jelekkan tradisi lokal dari daerah lain.
10. Saling menghormati tradisi lokal daerah lain.

C. Cara Mengatasi Tantangan dalam Melestarikan Tradisi Lokal bagi Generasi Muda

 Melestarikan tradisi lokal merupakan tugas seluruh masyarakat Indonesia, termasuk para


generasi muda.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan seperti tradisi.
Budaya ini terbentuk dari berbagai unsur, seperti  suku, bahasa, ras, agama, kesenian, dan lain
sebagainya.
Selain menjadi potensi, keragaman tradisi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa
Indonesia.
Melestarikan tradisi membutuhkan sumber daya manusia yang tidak terputus.
Setiap generasi harus ikut serta dalam melestarikan tradisi lokal, terlebih generasi muda.
Generasi muda akan menjadi penentu dari perkembangan zaman di masa depan.

D. Tantangan dalam Melestarikan Tradisi Lokal bagi Generasi Muda

Tantangan terbesar yang dihadapi generasi muda dalam melestarikan tradisi lokal adalah
globalisasi.
Era globalisasi memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mencari dan menerima
informasi.
Berbagai informasi bisa dengan mudah didapatkan melalui internet dan media sosial.
Sehingga, banyak budaya asing yang masuk ke Indonesia dan memengaruhi kehidupan
masyarakat, terutama para generasi muda.
Di era modern seperti saat ini, eksistensi tradisi lokal di Indonesia sudah mulai tergusur oleh
budaya-budaya asing yang masuk.

Hal ini membuat masyarakat dan generasi muda lebih tertarik pada tren kebudayaan asing
tersebut.
Jika terus dibiarkan, hal ini dapat berbahaya bagi tradisi lokal Indonesia karena akan hilang
dan punah.
Ketertarikan generasi muda terhadap budaya asing tidak lain karena lebih praktis dan sesuai
dengan tren saat ini.
Berbeda dengan tradisi lokal yang dianggap oleh sebagian orang sebagai tradisi yang kuno,
sehingga, tidak sedikit generasi muda yang lebih tertarik dengan budaya asing.
Meski begitu, mengikuti perkembangan zaman bukanlah yang yang keliru.
Hal ini karena masyarakat yang berkembang adalah masyarakat yang bisa beradaptasi dengan
kehidupannya.
Akan tetapi, masyarakat terutama generasi muda juga tetap harus menyaring hal-hal yang
baik dan berguna.
Hal ini penting dilakukan untuk menjadi tradisi lokal di Indonesia akan tetap terjaga
eksistensinya.

E. Cara Mengatasi Tantangan dalam Melestarikan Tradisi Lokal

Tantangan berupa arus globalisasi yang sangat cepat bisa diatasi dengan beberapa cara:

1. Mempelajari Tradisi Lokal

Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk memahami tradisi lokal dari daerah sendiri.

Ada berbagai sumber yang bisa kita pelajari, misalnya melalui internet, buku, dan lain
sebagainya.

Hal ini akan membuat kita lebih mudah mengetahui sejarah dan latar belakang tradisi lokal
tersebut.

2. Mengenalkan ke Luar Negeri

Era globalisasi tidak selalu berdampak negatif, kemajuan iptek karena globalisasi bisa
dimanfaatkan untuk memperkenalkan tradisi lokal Indonesia.

Kita bisa memperkenalkan tradisi lokal kepada negara-negara lain.

Melalui akses internet dan media sosial bisa memudahkan kita sebagai generasi muda untuk
melakukan hal tersebut.

Sehingga, orang-orang dari negara lain dapat mengenali tradisi lokal yang menjadi kekayaan
bangsa Indonesia.

3. Mengadakan Lomba

Tradisi lokal tidak akan hilang jika terus dilestarikan, salah satu caranya dengan mengadakan
lomba tentang tradisi lokal.
Lomba ini bisa dibuat sebagai sarana memperkenalkan budaya lokal bagi masyarakat secara
luas,

Nah, itulah beberapa cara mengatasi tantangan dalam melestarikan tradisi lokal bagi generasi
muda.

G. Merawat jati diri kebinekaan dalam gotong royong

Masih ingatkah kita, arak-arakan model anak-anak dengan pakaian adat nusantara
yangberbeda-beda saat perayaan Hari Besar Nasional? Saat peringatan penjelasan,di bulan
Kemerdekaan Republik Indonesia contohnya, banyak kita temui pawai busana adat seperti
ini. Saat pentas seni di sekolah, kerap pula ditemui penampilan kreasi pelajar dengan pernak-
pernik adat dan budaya

Begitu halnya, ketika acara ruwatan atau ritual di desa-desa, tidak pernah sepi dari khazanah
tradisi budaya. Perayaan tradisi lokal yang juga sarat apresiasi seni-budaya dan pelestarian
nilai-nilai tradisi warisan para leluhur bangsa. 

Meski sebagai tradisi Jawa, acara ruwatan desa tak jarang memunculkan kekhasan budaya
lain, seperti Bali, Aceh hingga Papua. Semua lengkap dengan atribut dan busana masing-
masing. 

Semua contoh di atas sejatinya adalah cerminan kebanggaan pada kekayaan kebinekaan yang
dimiliki bangsa ini. Juga, sebagai ekspresi rasa syukur nikmat dan menghargai kearifan lokal,
yang ingin terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. 

Hampir dua tahun terakhir, euforia bernuansa kebinekaan nusantara ini tak lagi didapati dan
bisa dirayakan dalam riuh pawai karnaval. Situasi pandemi memang membatasi ruang bagi
perayaan seperti ini. Bangsa Indonesia kini lebih banyak mengenal kebinekaan Indonesia dari
narasi dalam literatur atau konten platform media. 

Akan tetapi,bukan berarti tidak ada sama sekali kekhawatiran ancaman bagi kekuatan
kebinekaan bangsa kini. Terlebih, bagi generasi anak-cucu bangsa kelak, tidak berlebihan
sekiranya kita juga khawatir atas rasa bangga dan cinta kebinekaan Indonesia mendatang.  

Sebagai anak bangsa, kita semestinya sadar dan bisa memaknai kebinekaan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebhinekaan dalam arti sebenarnya sebagai kenyataan
kemajemukan bangsa, dengan ras, bahasa, agama dan adat-istiadat budaya yang berbeda-
beda. Kemajemukan bangsa ini sudah disepakati para tokoh pendiri bangsa, menjadi bagian
falsafah dan dasar negara. Yakni, Bhinneka Tunggal Ika, artinya 'Berbeda-beda, namun Tetap
Satu.'

Bahkan, kebinekaan Indonesia ini adalah jati diri bangsa. Jati diri dalam keberagaman bangsa
yang semestinya bisa dibanggakan selama-lamanya, dimanapun dan dalam situasi apapun. 
'Bhinneka Tunggal Ika' yang sebenarnya ikrar kesetiaan bangsa, sehingga akan senantiasa
merasa saling menyadari keberagaman, dan tetap menjaga persatuan dalam berbagai
perbedaan yang ada.

Maka, memaknai kebinekaan Indonesia bukanlah sempit, sekadar jargon simbolik yang
hanya bisa diwakili gambar atau penampilan berbeda-beda berbagai suku bangsa. Akan
tetapi, kebinekaan yang kaya perbedaan, yang harus saling dihargai satu sama lain dalam
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.  

Kebinekaan kita kerap menghadapi tantangan dan ujian. Demokrasi melahirkan alam
kebebasan, dan berdampak pada kehidupan sosial-kemasyarakatan dan kemanusiaan sesama
bangsa. 

Masalah kesenjangan kesejahteraan masyarakat misalnya, akan mudah mengganggu stabilitas


kemajemukan bangsa ini. Kemakmuran yang tak berkeadilan, bisa memperlebar kesenjangan
dan memunculkan kecemburuan yang berakibat perpecahan bangsa.  

H. Menjaga dan merawat kebhinekaan demi keutuhan NKRI

Keberagaman dalam kehidupan bangsa Indonesia yang ditandai letak geografis terdiri atas
berbagai pulau dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote - merupakan
sebuah anugerah yang jarang ditemui di dunia. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kita sebagai
bangsa yang dikodratkan hidup dalam lingkungan plural, rukun, aman, nyaman dan damai.

Dalam kehidupan yang pluralitas ini tidak hanya sebatas geografis, namun keberagaman
ditunjukkan dengan beraneka suku, adat, tradisi budaya, bahasa etnis maupun agama,
termasuk para penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tersebar di masing-
masing tempat.

Melihat kondisi demikian, banyak orang asing/luar Indonesia sangat terkagum dengan
kehidupan yang penuh keanekaragaman tersebut.  
"Semangat negara ini (Indonesia) adalah toleransi. Semangat itu adalah salah satu pembeda
Indonesia, karakter penting yang harus dicontoh semua negara, 'Bhinneka Tunggal Ika''

Kalau bangsa lain saja menghargai dan mengapresiasi tentang keberagaman yang dimiliki
bangsa Indonesia, pastinya kita yang secara langsung merupakan bagian didalamnya
disamping bangga memiliki karakter demikian juga patut untuk merawat serta menjaganya
jangan sampai ada pihak-pihak tertentu hendak meretakkan nilai persatuan dan kesatuan yang
sudah tertanam sejak para pahlawan dari berbagai suku di nusantara ini berjuang hingga
meraih kemerdekaan.

Dalam telaah berperspektif sejarah, betapa berterima kasihnya kita kepada kegigihan serta
jiwa besar para founding fathers, para ulama, para tokoh agama, dan para pejuang
kemerdekaan dari seluruh nusantara sehingga terbangun kesepakatan dalam masyarakat
majemuk yang dapat mempersatukan kita sebagai bangsa Indonesia.

Hal yang tak bisa dilupakan tentunya dasar pijakan sebagai ideologi dalam menjalani
kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah tercakup dalam nilai-nilai Pancasila sebagai
hasil dari rangkaian proses panjang yang disampaikan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945.

Sebagai penerus cita-cita bangsa, tentunya kita wajib merawat serta menjaganya serta
meneguhkan komitmen untuk mendalami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai luhur
Pancasila sebagai dasar berbagai giat sehari-hari dalam bidang apapun.
   
Hanya saja dalam perjalannannya, kemungkinan menghadapi berbagai ancaman yang harus
dihindari. Masuknya organisasi-organisasi radikal yang membawa ideologi bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila tetap harus selalu diwaspadai agar kehidupan berbangsa dan
bernegara tetap kondusif.

Demikian pula proses perkembangan atas nama demokrasi (sejak reformasi) hingga  kini
tengah berlangsung masih cenderung belum menampakkan citranya. Dilihat dari
perkembangan maupun dinamika sosial yang terjadi masih ditengarai rentan terhadap konflik,
fragmentasi dan polarisasi sosial.

Seperti halnya beberapa lembaga sosial dan politik yang ada selama ini masih belum
menampakkan perubahan paradigma dalam berdemokrasi. Di kalangan partai politik,
organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan lainnya masih menampakkan
konfliknya.

Munculnya kubu-kubuan di kalangan parpol di parlemen, dan juga adanya koalisi-koalisi


yang nampak selama ini menandakan adanya pengkotak-kotakan atau pertarungan
kepentingan. Dan jika masing-masing parpol tidak mampu mengkonsolidasi diri bisa jadi
akan berdampak lebih luas.

Tak terkecuali menyangkut kerukunan umat beragama (atau menurut penulis: kerukunan
umat Berketuhanan Yang Maha Esa) yang belakangan ini sering digelar, dilakukan
diberbagai kesempatan, dialog antar tokoh umat, semuanya bertujuan untuk mencegah
terjadinya konflik antar umat. Terlebih menjelang/memasuki tahun politik 2018 dan 2019
tidak menutup kemungkinan agama akan disusupi kepentingan politik tertentu.

Hal-hal tersebut menjadi persoalan mendasar dan patut dicatat untuk kemudian diantisipasi
bilamana kita berkomitmen untuk selalu menjaga, merawat dan menjunjung kebhinekaan,
menjadi bangsa yang berjati diri, santun, jiwa gotong royong, penuh toleransi sebagaimana
telah tercakup dalam nilai-nilai luhur Pancasila, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

UNIT 5
STEREOTIP, DISKRIMINASI, DAN BULLYING

A. Pengertian Stereotip

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Jumalis Walter Lippmann (1992), yang dimaknai
sebagai the little pictures we carry around inside our head, di mana gambarangambaran
tersebut merupakan skema mengenai kelompok. "Manstead dan Hewstone mendefinisikan
stereotip sebagai societally shared beliefs about the characteristics (such as personality traits,
expected behaviors, or personal values) that are perceived to be true of social groups and their
members" (keyakinan tentang karakteristik seseorang (seperti ciri kepribadian, perilaku, nilai
pribadi) yang diterima sebagai kebenaran kelompok sosial. Stereotip adalah proses kognitif,
bukan emosional, sehingga ia tidak selalu mengarah kepada tindakan yang sengaja dilakukan
untuk melecehkan. Stereotip ini seringkali digunakan untuk menyederhanakan dunia tanpa
melihat perbedaan-perbedaan yang detail di dalamnya. Contohnya, seseorang akan terkejut
jika menjumpai sopir taksi perempuan, karena profesi sopir taksi biasanya dijalankan oleh
laki-laki.
Prasangka atau Prejudice Penilaian yang telah dimiliki sebelumnya terhadap suatu kelompok
dan masing-masing anggota kelompoknya. Pada dasarnya, prasangka bisa bersifat positif,
bisa pula bersifat negatif.

Stereotip adalah konsep yang dimiliki seseorang atas sifat suatu golongan tertentu. Konsep
tersebut dapat berupa konsep yang negatif atau bisa juga positif. Stereotip sering kali
membuat sebagian orang menggeneralisasi golongan tertentu memiliki sifat yang sama
semua, tanpa mempertimbangkan bahwa setiap orang punya kepribadian dan ciri khasnya
masing-masing
Terdapat beberapa definisi mengenai istilah stereotip. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata stereotip atau stereotipe memiliki arti sebuah konsep yang dimiliki individu
mengenai sifat suatu golongan tertentu. Konsepsi tersebut didasarkan atas prasangka yang
subjektif dan tidak tepat.

Menurut kamus Merriam-Webster, stereotip adalah sikap yang merujuk pada serangkaian


gambaran mental seseorang yang terstandarisasi terhadap individu atau kelompok sosial
tertentu. Gambaran dapat berupa pendapat yang disederhanakan, sikap berprasangka, dan
bisa juga berupa penilaian yang tidak kritis terhadap individu atau kelompok sosial lain.
Namun meski kita sering mendengarkan nasihat itu, tetap saja kadang sangat mudah untuk
menjatuhkan penilaian pada seseorang hanya berdasarkan dari kulit luarnya saja.

Bagaimanapun, ketika kita bertemu seseorang untuk pertama kalinya, penampilan akan
menjadi hal pertama yang kita perhatikan. Namun kamu juga harus ingat, bahwa penampilan
luar seseorang bisa sangat menipu penilaian kita terhadapnya.

Ada banyak orang yang dari luar terlihat begitu sederhana dan bersahaja. Pakaian yang
dipakai pun jauh dari brand-brand ternama, bahkan masih
menggunakan smartphone keluaran lama. Namun siapa sangka, jika dia justru orang yang
memiliki banyak harta?
Kebalikannya, ada juga orang yang terlihat kaya dengan pakaian mewah
dan smartphone keluaran terbaru. Namun nyatanya semua yang dia punya adalah hasil
berutang sana-sini.
Bagaimanapun, kita hanya melihat luarnya saja. Bukan isi hati, isi kepala, apalagi masa
lalunya. Kita tidak mengenal dia seutuhnya seperti kita mengenal kawan-kawan terdekat kita.
Gawatnya, kebiasaan menilai seseorang dari luar ini kadang lama-kelamaan bisa
menimbulkan stereotip tersendiri. Hah, stereotip? Apa itu?

Stereotip Adalah Konsepsi tentang Seseorang atau Kelompok


Stereotip, istilah ini cukup familiar di telinga banyak orang. Namun hanya sedikit yang tahu
arti dari kata ini. Kalau kamu adalah salah satunya, stereotip adalah penilaian kaku seseorang
kepada orang lain yang dibuat berdasarkan prasangka sendiri.

B. Faktor Penyebab Munculnya Stereotip

Sama seperti semua hal, stereotip juga tidak muncul tiba-tiba. Seseorang berani membuat
stereotip berdasarkan dari pengalaman pribadinya sendiri, biasanya pengalamannya buruk.
Namun selain pengalaman, stereotip juga bisa muncul karena beberapa faktor. Berikut
beberapa faktor penyebab munculnya stereotip pada seseorang!
1. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal seorang anak. Keluarga juga menjadi
tempat seorang anak untuk tumbuh besar dan jadi dewasa. Disisi lain, orang-orang dalam
sebuah keluarga juga tanpa sadar menjadi guru pertama bagi seorang anak.
Karena anak-anak adalah seorang peniru yang handal, maka dia akan meniru segala hal yang
dia pelajari dari keluarganya. Tanpa sadar, seorang anak juga akan memegang teguh apa yang
diberitahu oleh orangtuanya padanya.
Misalnya ketika seorang ibu mengatakan bahwa anak perempuan harus bisa memasak dan
laki-laki tidak, maka kedua anaknya akan menjadikan kalimat itu sebagai stereotip hingga
dewasa yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya kelak.
Memang benar, bagus kalau perempuan bisa masak. Tapi belajar untuk bisa memasak
sebenarnya bukan hanya untuk perempuan. Laki-laki juga harus bisa masak, minimal mereka
menguasai berbagai masakan dasar yang mudah dibuat.

2. Teman Sepermainan

Pernah dengar pepatah “Bergaul dengan tukang minyak tanah akan membuat kamu bau
mintak tanah, tapi bergaul dengan tukang minyak wangi akan membuat kamu wangi“?
Jawabannya pasti pernah, kan? Selain keluarga, teman-teman kita juga memiliki andil dalam
membentuk diri kita hari ini.
Jika seorang anak berteman dengan orang-orang baik, besar kemungkinan anak itu akan
tumbuh menjadi orang yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, seorang anak yang baik bisa
jadi begitu buruk perangainya jika dia berteman dengan anak-anak yang perilaku dan sifatnya
buruk.
Apalagi dengan hubungan pertemanan yang erat, kita cenderung mempercayai perkataan
teman kita begitu saja. Memang sih, teman yang baik tidak akan menjerumuskan kamu ke
hal-hal buruk. Namun kadang kita juga lupa bahwa teman kita juga manusia biasa yang bisa
melakukan kesalahan.

3. Sekolah

Sekolah menjadi tempat kedua di mana seorang anak menghabiskan waktunya dalam sehari.
Di sekolah, kita bukan hanya bertemu dengan teman-teman sepantaran namun juga guru-
guru. Guru-guru ini juga akan membentuk pribadi kita. Apa yang mereka ajarkan akan selalu
diingat.
Termasuk soal stereotip ini juga. Di sekolah misalnya, guru-guru mengatakan bahwa anak-
anak yang duduk di depan akan lebih pintar ketimbang anak yang duduk di belakang.
Stereotip lainnya adalah, bahwa anak yang nilainya pas-pasan bahkan jelek tidak akan sukses
jika dewasa.

4. Media

Faktor lain yang memicu munculnya stereotip adalah media. Tidak dipungkiri apa yang kita
lihat, apa yang kita dengar, dan apa yang kita baca, dapat memengaruhi pikiran kita. Media
jugalah yang juga membentuk pendapat kita terhadap seseorang atau sebuah peristiwa.
Di Amerika Serikat dan beberapa negara barat misalnya, seringkali hanya memberitakan hal-
hal buruk tentang Islam. Karena terbiasa melihat berita buruk tentang Islam, kama-kelamaan
membuat mayoritas masyarakat di sana membentuk stereotip bahwa Islam itu buruk dan
bahwa semua muslim itu jahat.

Banyak dari mereka percaya pada media, tanpa sekali pun mengecek kebenarannya. Tanpa
sekali pun mencoba berdiskusi dengan seorang muslim, atau membaca Al-Qur’an untuk
mempelajari tentang Islam.
Karena stereotip yang sudah berakar kuat, muncullah istilah Islamphobia atau ketakutan
berlebihan pada agama dan pemeluk agama Islam. Bukan hanya memperlakukan umat
Muslim dengan kasar, bukan sekali dua kali kita mendengar berita pembantaian umat Muslim
di negara-negara Barat.
Memang ada satu dua orang yang jahat, namun kejahatan seseorang tidak dilakukan karena
agamanya. Bagaimanapun agama mengajarkan kebaikan, tapi itu semua toh kembali kepada
pemeluk agama tersebut. Mau mendengarkan dan menjadi orang yang baik, atau tidak.

C. Jenis-jenis Stereotip yang Perlu Diketahui

Selain faktor penyebab, stereotip juga dibagi menjadi beberapa macam. Berikut penjelasan
lengkapnya!

1. Stereotip Gender

Stereotip gender menjadi stereotip yang paling umum terjadi, bukan hanya di Indonesia tetapi
juga di banyak negara dunia. Stereotip gender sendiri adalah kepercayaan akan perbedaan ciri
antara oleh laki-laki dan perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan lah yang paling
banyak menjadi korban stereotip ini, terutama dalam dunia kerja.
Di banyak negara, perempuan seringkali dianggap sebagai sosok yang emosional dan lemah
ketimbang laki-laki. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa laki-laki lebih unggul atau
pintar dalam bekerja ketimbang perempuan. Tidak peduli sekeras atau setinggi apapun
prestasi perempuan, dia tidak akan mendapatkan posisi atau bahkan gaji yang setara atau
lebih dari laki-laki.

2. Stereotip Suku

Kalau stereotip gender mengelompokkan orang berdasarkan gender laki-laki dan perempuan,
maka stereotip suku berhubungan dengan suku atau etnik tertentu. Di Indonesia sendiri,
stereotip suku adalah yang paling sering kita dengar. Dengan banyaknya suku yang ada di
Indonesia, hal ini sebenarnya cukup masuk akal.
Contoh dari stereotip suku adalah bahwa orang Batak itu kasar, orang Jawa itu keras kepala,
dan orang Sunda itu lemah lembut. Mungkin ada banyak Jawa yang keras kepala, atau Sunda
yang lemah lembut.
Banyak orang menyebut Suku Batak itu kasar karena logat bicara mereka yang tegas dan
suara yang kadang keras. Namun logat bicara adalah pembawaan, dan itu tidak berarti bahwa
mereka kasar. Lagipula, kasar, lemah lembut, dan juga keras kepala adalah sifat manusia.
Kamu juga tidak bisa melabeli sebuah suku dengan sifat tertentu karena setiap manusia toh
memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda.
3.Stereotip Pekerjaan

Stereotip terakhir adalah stereotip pekerjaan, dimana seseorang dilabeli dengan sebuah
karakter atau sifat berdasarkan pekerjaan yang mereka lakoni. Para artis sering disebut
sombong dan para pengusaha dikaitkan dengan kehidupan mewah.

Mungkin benar bahwa banyak artis yang sombong dan pengusaha yang menjalani kehidupan
mewah. Namun toh tidak semuanya begitu! Banyak artis yang sebenarnya memiliki attitude
yang baik, dan rendah hati. Banyak diantaranya bahkan dengan senang hati melayani
permintaan fans seperti foto bersama.
Hal yang sama juga berlaku untuk pengusaha. Benar bahwa banyak pengusaha hidup mewah,
namun tidak semua pengusaha begitu. Banyak pengusaha yang benar-benar sukses dengan
bisnis sana-sini justru memilih hidup sederhana dan jauh dari kemewahan. Alih-alih
menghamburkan uang, mereka bahkan lebih memilih mendonasikan kekayaannya untuk
orang yang lebih membutuhkan.

D. Dampak Buruk dari Stereotip Negatif

Segala hal yang negatif hanya akan memberikan dampak negatif. Itu juga berlaku bagi
stereotip negatif, akan memberikan dampak buruk bagi orang lain yang menjadi korbannya,
bahkan juga bagi diri kita sendiri. Berikut 5 dampak buruk dari stereotip negatif yang perlu
kamu ketahui!

1.Stereotip Membuat Lingkaran Pertemanan Kamu jadi Terbatas

Memiliki banyak teman adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan. Namun dengan
menerapkan stereotip tertentu pada seseorang atau sekelompok orang akan membuat kamu
rugi besar.
Ketika kamu melabeli seseorang atau sebuah kelompok dengan stereotip negatif, tanpa sadar
kamu juga sedang mengisolasi dirimu sendiri. Karena stereotip yang belum jelas
kebenarannya, kamu jadi enggan berteman dengan mereka. Hal itu pada akhirnya memaksa
kamu hanya berteman dengan orang yang itu-itu saja dan membuat lingkaran pertemananmu
jadi semakin sempit.
Padahal, saat memasuki usia dewasa, memperbanyak pertemanan adalah hal yang sangat baik
untuk dilakukan. Ketika kamu memperbanyak teman, tanpa sadar kamu juga memperbanyak
koneksi kamu. Koneksi ini penting sekali, terutama dalam dunia kerja.

2. Membuat Kamu Memiliki Banyak Musuh

Bukan hanya kehilangan teman, seenaknya memberikan stereotip negatif kepada orang lain
juga berpotensi menambah musuh. Bagaimana tidak, dengan memberikan stereotip negatif,
tanpa sadar akan membuat kamu memperlakukan orang dengan cara yang berbeda.
Ketika bersama dengan orang yang kamu anggap baik, kamu akan bersikap baik. Sementara
dengan orang yang sejak awal sudah kamu labeli negatif, kamu akan memperlakukannya
dengan buruk. Perbedaan perlakuan ini tentu akan membuat orang lain merasa sangat
tersinggung dan akhirnya membenci kamu.

3.Kamu Mengisolasi Orang Lain

Ketika kamu memberikan stereotip negatif kepada seseorang, artinya kamu juga menutup
mata dari berbagai hal baik yang mungkin orang lain itu miliki. Tidak peduli sebaik apapun
dia, kamu akan tetap melihatnya sebagai hal yang buruk.
Benar bahwa orang yang kamu labeli negatif memiliki kekurangan, namun kekurangannya
tidak membuatnya menjadi orang paling buruk sedunia. Selain kekurangan, dia juga memiliki
kelebihan dan hal-hal baik yang bahkan tidak pernah kamu miliki. Dengan memberikan
stereotip negatif, kamu telah kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik yang dimiliki
oleh seseorang.

4. Stereotip Negatif Membuat Kamu Mengambil Keputusan yang Salah

Setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda. Dan sifat mereka tidak tergantung pada
penampilan luar, apalagi suku atau gendernya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya,
stereotip negatif akan membuat kamu kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik
setiap orang.
Memang dalam kehidupan sehari-hari hal ini tidak memberikan dampak berarti, namun sisi
buruk dari stereotip ini baru akan muncul ketika kamu harus mengambil keputusan yang ada
kaitannya dengan nasib banyak orang. Ketika kamu memilih orang dalam kelompok kerja
misalnya.
Kamu hanya akan memilih orang dari ras atau penampilan tertentu dan mengabaikan orang
yang sebenarnya kompeten hanya karena dia sudah terkena stereotip negatif yang kamu buat.
Alih-alih menghasilkan tim yang baik, kamu justru akan merusak pekerjaan kalian dengan
memilih orang-orang yang kamu sukai tapi ternyata memiliki attitude kerja yang buruk.

Sekali lagi, stereotip adalah penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat
berdasarkan prasangka sendiri. Dan karena dasar dari stereotip ini hanya berdasarkan
prasangka semata, maka kebenarannya pun perlu dipertanyakan.
Lebih parahnya lagi, ada orang yang membangun stereotip negatif dan menyebarkannya
kepada orang lain hanya atas dasar tidak suka. Hal-hal sepele seperti inilah yang akhirnya
membuat suasana yang tadinya tenang dan damai menjadi panas.
Bahkan bukan tidak mungkin stereotip yang diciptakan seseorang kemudian membesar dan
akhirnya memicu sebuah perpecahan antar kelompok.

E. Contoh stereotip adalah

Setelah kita membahas tentang beberapa definisi dari stereotip, pada bagian ini akan
dijelaskan mengenai contoh dari stereotip. Secara garis besar, stereotip dibagi menjadi dua
yaitu stereotip negatif dan stereotip positif. Stereotip positif memiliki maksud sebagai asumsi
jelek seseorang terhadap kelompok tertentu. Sedangkan stereotip positif memiliki maksud
sebagai asumsi baik seseorang terhadap kelompok tertentu
Di bawah ini merupakan beberapa contoh stereotip di Indonesia dan negara-negara lainnya.
1. Rasisme

Jenis pertama dari stereotip adalah rasisme. Rasisme merujuk pada sikap berprasangka
terhadap ras atau kelompok nasional seseorang. Bentuk paling umum dari rasisme adalah
sikap berprasangka yang didasarkan pada warna kulit. Warna kulit memang menjadi salah
satu tanda utama yang paling jelas dari ras seseorang. 

Contoh sederhananya adalah ketika melihat seseorang yang berkulit gelap, terkadang muncul
pikiran bahwa orang tersebut jorok dan tidak menjaga kebersihan. Padahal belum tentu
pikiran tersebut benar, belum tentu mereka yang berkulit putih dan cerah lebih menjaga
kebersihan daripada mereka yang berkulit hitam.

2. Seksisme

Seksisme merupakan stereotip berdasarkan gender. Sedari dulu sampai sekarang, seksisme
mayoritas terjadi pada perempuan, walaupun memang sejatinya hal tersebut dapat juga terjadi
pada laki-laki. Contoh sederhananya adalah pandangan sebelah mata dari kaum laki-laki
terhadap perempuan di tempat kerja, menganggap perempuan tidak lebih mampu dibanding
laki-laki ketika berurusan dengan pekerjaan.

3. Classism

Contoh lainnya dari stereotip adalah classism. Jenis ini merujuk pada perlakuan berbeda
terhadap individu atau kelompok sosial lain atas kelas sosial mereka. Classism terjadi karena
mereka yang berada di kelas sosial atas ingin menjadi lebih dominan terhadap mereka yang
berada di kelas sosial bawah. Akibat paling buruk yang dapat ditimbulkan
oleh classism adalah kesenjangan sosial yang memperjauh jarak antara si kaya dan si miskin.

4. Ageism

Ageism merupakan sebuah istilah stereotip yang merujuk pada perlakuan berbeda terhadap
individu atau kelompok sosial lain atas usia mereka, baik itu muda maupun tua.
Istilah ageism pertama kali digagas oleh Robert Neil Butler pada tahun 1969, di mana ia
mendeskripsikan tentang diskriminasi yang dihadapi oleh orang-orang berusia lanjut.

5. Homofobia

Jenis lainnya dari stereotip adalah homofobia. Homofobia secara konstan dihadapi oleh
mereka yang berada dalam kelompok LGBTQIA+. Homofobia merupakan perasaan irasional
seperti ketakutan, kebencian, ketidaknyamanan, dan ketidakpercayaan seseorang terhadap
kaum lesbian, gay, dan biseksual. Stereotip jenis ini sangat membahayakan bagi mereka yang
termasuk dalam kategori LGBTQIA+, di mana stereotip tersebut dapat menimbulkan
persekusi serta mengancam nyawa dan hak hidup mereka.

6. Xenofobia

Xenofobia adalah ketakutan atau kebencian terhadap sesuatu yang dianggap asing atau aneh.
Perasaan ketakutan dan kebencian tersebut dapat berbentuk kecurigaan seseorang terhadap
kegiatan kelompok sosial tertentu, keinginan untuk menghapus keberadaan kelompok sosial
tertentu, dan menghilangkan identitas etnis, ras, serta nasional mereka. Xenofobia dan
rasisme merupakan dua stereotip negatif yang saling berkaitan satu sama lain.

7. Stereotip terhadap agama

Stereotip terhadap agama adalah sikap berprasangka seseorang terhadap agama yang dianut
seseorang atau kelompok tertentu. Contoh sederhananya adalah mengidentikkan umat Islam
yang bercelana cingkrang, berjenggot, dan yang menggunakan pakaian hitam bercadar
dengan kegiatan terorisme atau termasuk anggota kelompok teroris.

8. Nasionalisme

Contoh terakhir dari stereotip adalah nasionalisme. Nasionalisme merupakan sebuah


anggapan atau gerakan yang mengampanyekan ketertarikan seseorang terhadap kelompok
maupun kebangsaan lain. Mereka yang memiliki pemikiran semacam ini secara tidak sadar
akan merasa lebih hebat ketimbang individu yang berasal dari etnis, latar belakang agama,
dan budaya lain.

Cara menekan stereotip

Perlu diakui bahwa stereotip merupakan pola pikir yang terkadang sulit untuk dihindari.
Empati kita perlu dilatih untuk menerima perbedaan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan
merupakan hal yang biasa, tidak perlu dilebih-lebihkan. Apabila kita berhasil melatih empati,
maka kita akan lebih mudah memahami dan menempatkan diri pada posisi orang
lain. Beberapa cara untuk menekan stereotip adalah sebagai berikut.
a. Menggalakkan dukungan dan membangun kesadaran menolak hal-hal yang berkaitan
dengan stereotip.
b. Mengintensifkan interaksi sosial dengan mereka yang berasal dari kelompok sosial lain.
c. Membantu orang lain sadar terhadap fakta bahwa kemungkinan prinsip seseorang bisa
berubah.
d. Mendukung pembentukan hukum serta regulasi penerapan keadilan bagi seluruh
kelompok manusia, tidak memandang etnis, ras, gender, nasionalitas, seksualitas, umur,
dan lain-lain.

F. Pengertian Diskriminasi

Diskriminasi merupakan perilaku negatif atau membahayakan terhadap anggota kelompok


tertentu semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Swim (dalam
(Byrne, 1991) menyatakan bahwa diskriminasi adalah tindakan negatif terhadap orang yang
menjadi obyek prasangka seperti rasial, etnik, agama, sehingga dapat dikatakan bahwa
diskriminasi adalah prejudice in action.

Diskriminasi adalah perilaku menolak, membedakan atau membatasi perlakuan yang


ditujukan kepada seseorang atau suatu kelompok berdasarkan atribut-atribut khas seperti ras,
warna kulit, bentuk fisik tubuh, jenis kelamin, kesukubangsaan, agama atau kelas sosial
dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan seseorang atau kelompok tersebut
dalam mendapatkan sumber daya.

Istilah diskriminasi berasal dari bahasa latin yaitu discriminatus yang artinya membagi atau
membedakan. Istilah tersebut biasanya ditujukan untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak
mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat
dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi.

Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
menyebutkan bahwa diskriminasi adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian,
pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan
atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

G. Jenis-jenis Diskriminasi 

Menurut Liliweri (2005), secara umum diskriminasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Diskriminasi langsung. Tindakan membatasi suatu wilayah tertentu, seperti pemukiman,


jenis pekerjaan, fasilitas umum, dan sebagainya dan juga terjadi manakala pengambil
keputusan diarahkan oleh prasangka-prasangka terhadap kelompok tertentu.
2. Diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi tidak langsung dilaksanakan melalui
penciptaan kebijakan-kebijakan yang menghalangi ras/etnik tertentu untuk berhubungan
secara bebas dengan kelompok ras/etnik lainnya, yang mana aturan/prosedur yang mereka
jalani mengandung bias diskriminasi yang tidak tampak dan mengakibatkan kerugian
sistematis bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu.

Sedangkan menurut Fulthoni dkk (2009), berdasarkan diskriminasi yang sering terjadi di
masyarakat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Diskriminasi berdasarkan suku/etnis, ras, dan agama/keyakinan.
2. Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender (peran sosial karena jenis kelamin).
Contohnya, anak laki-laki diutamakan untuk mendapatkan akses pendidikan dibanding
perempuan; perempuan dianggap hak milik suami setelah menikah; dan lain-lain (dll).
3. Diskriminasi terhadap penyandang cacat. Contoh: penyandang cacat dianggap sakit dan
tidak diterima bekerja di instansi pemerintahan.
4. Diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Contoh: penderita HIV/AIDS dikucilkan dari
masyarakat dan dianggap sampah masyarakat.
5. Diskriminasi karena kasta sosial, Contoh: di India, kasta paling rendah dianggap sampah
masyarakat dan dimiskinkan atau dimarjinalkan sehingga kurang memiliki akses untuk
menikmati hak asasinya.

H. Faktor Penyebab Diskriminasi 

Diskriminasi umumnya sering diawali dengan prasangka. Melalui prasangka terbentuk


pembedaan antara satu orang dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari sering terucap
istilah kita dan mereka. Pembedaan ini terjadi karena manusia adalah makhluk sosial yang
secara alami ingin berkumpul dengan orang yang memiliki kemiripan yang sama. Prasangka
seringkali didasari pada ketidakpahaman, ketidakpedulian pada kelompok lain, atau
ketakutan atas perbedaan.

Menurut Unsriana (2011), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
diskriminasi, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Mekanisme pertahanan psikologi (projection). Seseorang memindahkan kepada orang
lain ciri-ciri yang tidak disukai tentang dirinya kepada orang lain. 
2. Kekecewaan. Setengah orang yang kecewa akan meletakkan kekecewaan mereka kepada
kambing hitam. 
3. Mengalami rasa tidak selamat dan rendah diri. Mereka yang merasa terancam dan
rendah diri untuk menenangkan diri maka mereka mencoba dengan merendahkan orang
atau kumpulan lain. 
4. Sejarah. Ditimbulkan karena adanya sejarah pada masa lalu. 
5. Persaingan dan eksploitasi. Masyarakat kini adalah lebih materialistik dan hidup dalam
persaingan. Individu atau kumpulan bersaing diantara mereka untuk mendapatkan
kekayaan, kemewahan dan kekuasaan. 
6. Corak sosialisasi. Diskriminasi juga adalah fenomena yang dipelajari dan diturunkan dari
satu generasi kepada generasi yang lain melalui proses sosialisasi. Seterusnya terbentuk
suatu pandangan stereotip tentang peranan sebuah bangsa dengan yang lain dalam
masyarakat, yaitu berkenaan dengan kelakuan, cara kehidupan dan sebagainya. Melalui
pandangan stereotip ini, kanak-kanak belajar menghakimi seseorang atau sesuatu ide.
Sikap prejudis juga dipelajari melalui proses yang sama.

I. Bentuk Tindakan Diskriminasi 

Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2008, berbagai bentuk tindakan diskriminasi antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di
tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain.
2. Berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau
tempat lainnya yang dapat didengar orang lain. 
3. Mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum
atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain. 
4. Melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul,
pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras
dan etnis.

H. Tindak Pidana Diskriminasi 

Berdasarkan Undang-undang No. 40 Tahun 2008 pasal 15 menyebutkan beberapa sanksi


pidana terkait tindakan diskriminasi, yaitu:
 Pasal 16. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembedaan, pengecualian,
pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan
pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia
dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 
 Pasal 17. Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci
kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah). 
 Pasal 18. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perampasan nyawa orang,
penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau
perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari masing-
masing ancaman pidana maksimumnya. 

I. Bullying (Perundungan)

Istilah “bully” dalam Bahasa Inggris bermakna menggertak atau menindas. Kata bullying ini
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan perundungan. Secara sederhana,
perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan
sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang
lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Perundungan
biasanya dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis; fisik, verbal, dan mental.

J. Komponen Penting Bullying

Kekuatan yang tidak seimbang (power imbalance)

Ketika ada ketidakseimbangan kekuatan, sulit bagi target untuk mempertahankan dirinya
terhadap serangan pelaku. Perbedaan kekuatan ini bisa secara fisik atau psikologis. Misalnya,
dalam kasus-kasus ketidakseimbangan fisik, pelaku bullying mungkin lebih tua, lebih besar,
atau lebih kuat. Atau, mungkin ada geng pengganggu yang menargetkan korban.

Sementara itu, ketidakseimbangan psikologis lebih sulit untuk dibedakan, tetapi contohnya
termasuk memiliki status sosial yang lebih tinggi, cerewet, atau lebih banyak pengaruh di
sekolah. Akibat dari ketidakseimbangan kekuatan membuat target intimidasi terasa lemah,
tertindas, terancam, dan rentan diserang.

Sesuatu yang berulang (repetitive actions)

Biasanya, bullying bukanlah tindakan kejam atau perilaku kasar. Sebaliknya, itu biasanya
berkelanjutan dan terus menerus diulang. Pengganggu sering menargetkan korban mereka
beberapa kali. 

Tindakan yang disengaja (intentional actions)

Aspek lain yang membedakan pelaku bullying dari perilaku jahat atau kasar lainnya adalah 
pelaku bullying bermaksud untuk melukai target. Pengganggu melecehkan orang lain dengan
sengaja. 

K. Jenis-Jenis Bullying

Bullying juga terjadi dalam beberapa bentuk tindakan. Menurut Coloroso (2007), bullying
dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Bullying Fisik

Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling dapat diidentifikasi
diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian penindasan fisik terhitung
kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan oleh siswa. Jenis penindasan secara
fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit,
memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan,
serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barangbarang milik anak yang tertindas.
Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini,
bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.

2. Bullying Verbal 

Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh anak
perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan
dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. 

Penindasan verbal dapat diteriakkan di taman bermain bercampur dengan hingar binger yang
terdengar oleh pengawas, diabaikan karena hanya dianggap sebagai dialog yang bodoh dan
tidak simpatik di antara teman sebaya. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan,
fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau
barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang
berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta
gosip.

3. Bullying Relasional 

Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasionaladalah pelemahan harga diri si
korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau
penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang
terkuat. 

Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan
mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau
menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku
ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata,
helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.

4. Cyber bullying 

Ini adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi, internet
dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus mendapatkan pesan negative dari
pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya. Bentuknya seperti,
mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar, meninggalkan pesan
voicemail yang kejam, menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-
apa (silent calls), membuat website yang memalukan bagi si korban, si korban dihindarkan
atau dijauhi dari chat room dan lainnya, dan “Happy slapping” – yaitu video yang berisi
dimana si korban dipermalukan.
L. Penyebab Bullying

Perilaku atau fenomena perundungan atau bullying ini dapat terjadi dengan penyebab yang
sangat beragam. Berkaitan dengan penyebab munculnya perilaku ini tidak serta merta hanya
melihat dari satu sisi saja, melainkan harus melihat dari semua pihak yang terlibat. Berikut ini
penjelasan singkat mengenai penyebab dari perilaku bullying dilihat dari pelaku, korban
dan bystanders.
1. Pelaku
Biasanya pelaku perundungan melakukan perilaku ini karena beberapa hal yang bisa saja
berbeda-beda dari satu individu ke individu lain. Seunagal (2021) menjelaskan bahwa
beberapa hal yang bisa menjadi penyebabnya seperti merasa bahwa pihak lawan sebagai
“bahaya” (perceived of threats), adanya keinginan untuk memiliki power sehingga dapat
lebih berkuasa, balas dendam, hingga adanya trauma masa lalu yang belum terselesaikan.
Sebagai contoh kasus bullying, seorang senior di klub berenang yang bernama Rai
merundung seorang juniornya yang bernama Nio karena Rai merasa juniornya ini dapat
menjadi sosok yang lebih powerful dan lebih disukai oleh rekan-rekan di klub tersebut.
2. Korban
Selain pelaku, perundungan juga dapat disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan dengan
atau berada pada diri korbannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa korban
perundungan atau bullying karena memiliki karakteristik psikologis tertentu, seperti sering
mengalami emosi negatif berupa kesedihan, marah, hingga insecure (Emamzadeh, 2018).
Pada kasus tertentu, individu yang menjadi korban perundungan cenderung memiliki suatu
sisi yang lebih baik daripada pelaku sehingga pelaku merasa dalam bahaya jika bersaing
dengan korban, seperti lebih skillfull, cekatan, pintar dan sebagainya (Gordon, 2020).
Contohnya Nio mengalami perundungan oleh Rai bukan hanya karena ia junior, tetapi
ternyata Nio sendiri merupakan individu yang sering merasa insecure dengan kemampuan
berenangnya yang belum sebaik para anggota klub lainnya. Dengan adanya kesempatan
tersebut serta perceived of threats karena merasa Nio lebih mudah berteman dengan anggota
klub, makaRai tidak segan untuk merundung Nio.
3. Bystanders
Saksi atau bystanders yang melihat perundungan dapat berperan dalam keberlangsungan
perilaku perundungan itu sendiri. Bystanders yang tidak bertindak atau hanya diam saja
ketika perundungan terjadi cenderung meningkatkan perilaku bullying tersebut.
Diamnya bystanders ini dapat membawa beragam akibat, seperti pelaku maupun korban
merasa bystanders ini setuju dengan perundungan yang terjadi sehingga pelaku terus
melakukannya sedangkan korban semakin merasa sendirian (Assistant Secretary for Public
Affairs, 2019).

M.Tipe Bullying

Perilaku bullying jika dilihat secara general dan berdasarkan pada definisi yang telah
disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat dipahami bahwa memiliki beragam tipe atau
bentuk. Tipe perilaku bullying ini dapat dibedakan menjadi beberapa hal berdasarkan
kategori tertentu. Secara garis besar dan general terdapat dua tipe bullying, yakni tradisional
dan cyberbullying (Smith, 2018).
1. Perundungan tradisional merupakan jenis bullying yang mana sebuah perilaku
perundungan yang dilakukan secara offline dan cenderung ditemukan di kehidupan
sehari-hari. Contoh dari perilaku ini misalnya saja memalak, memukul, mengatai secara
langsung, menjauhi dan lain sebagainya.
2. Cyberbullying adalah bentuk dari perilaku perundungan yang dilakukan dengan media
internet atau secara online. Pada awalnya tipe bullying ini masih jarang ditemukan, tetapi
seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang pesat,
perilaku cyberbullying ini juga mengalami peningkatan. Contoh dari cyberbullying ini
mudah ditemukan misalnya saja Afi seorang pelajar mendapatkan komentar yang
merendahkan pada foto yang baru saja ia unggah di sosial media.
Selain dua bentuk bullying tersebut, masih terdapat beberapa bentuk atau tipe dari perilaku
perundungan lainnya. Menurut New Zealand Ministry of Education (t.t.) terdapat setidaknya
tiga bentuk perilaku bullying jika dilihat dari sasaran atau bentuk perilakunya.
Ketiga tipe perilaku bullying tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Bullying fisik: merupakan salah satu dari bentuk perundungan tradisional yang di
dalamnya terdapat perilaku ataupun intensi untuk melukai fisik pihak lawan (New
Zealand Ministry of Education, t.t.). Contoh perilaku bullying fisik ini misalnya saja
memukul, menendang, mencubit, mencuri dan/atau merusak barang milik orang lain,
menjambak dan masih banyak lainnya. Tipe perundungan ini yang biasanya lebih banyak
ataupun lebih mudah diketahui, karena memang jelas terlihat oleh masyarakat atau
komunitas yang ada di sekitarnya.
2. Bullying verbal: memiliki persamaan dengan dengan tipe perundungan fisik, karena juga
lebih mudah untuk ditemui baik pada perundungan tradisional maupun cyberbullying. Hal
ini dikarenakan perundungan verbal bullying biasanya dilakukan dengan menuliskan dan
atau mengucapkan kata-kata atau kalimat yang tidak mengenakan (New Zealand Ministry
of Education, t.t.). Misalnya saja, seorang karyawati baru bernama Ina mendapatkan
kalimat sarkasme yang menyakiti hati setiap kali ia tidak dapat mengerjakan tugas yang
diberikan oleh rekan-rekan yang lebih senior.
3. Bullying sosial: Berbeda dengan bullying fisik dan verbal yang cenderung dilakukan
secara langsung terhadap individu, perundungan sosial merupakan bentuk perundungan
yang bertujuan untuk merusak hubungan atau reputasi seseorang (New Zealand Ministry
of Education, t.t.). Tipe perundungan sosial ini sebenarnya sering terjadi di tengah
masyarakat, tetapi tidak banyak yang menyadari akan hal tersebut. Perilaku perundungan
sosial bisa terjadi misalnya dalam bentuk Via mengajak teman-temannya agar tidak
berteman dengan Nini karena ia siswa baru di sekolah dan berasal dari desa.

N. Dampak Bullying

Perilaku bullying atau perundungan seperti yang disampaikan di atas memang dapat terjadi di


mana saja tanpa memandang usia maupun status korbannya. Banyak contoh
perilaku bullying yang terjadi di berbagai setting mulai dari institusi pendidikan, tempat kerja
bahkan lingkungan tempat tinggal. Disadari maupun tidak, perundungan memberikan
dampak negatif tertentu bagi seluruh pihak yang terlibat, baik korban, pelaku,
maupun bystander.
Korban perundungan atau bullying dapat mengalami beragam hal dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Secara umum, dampak jangka pendek yang dapat ditemukan pada
korban bullying, seperti trauma, psikosomatis, rasa marah, depresi, cemas, penurunan
prestasi, motivasi menurun hingga pemikiran untuk bunuh diri (“The Long Term Effects of
Bullying,” t.t.; Wolke & Lereya, 2015).
Pada jangka panjang, efek dari perundungan dapat berakibat pada berkurang atau tidak
mampunya seseorang untuk beradaptasi saat sudah dewasa, seperti kesulitan
mempertahankan hubungan romantis dalam jangka panjang, sulit adaptasi saat bekerja dan
sebagainya (Wolke & Lereya, 2015).
Sedangkan dari sisi pelaku, perilaku perundungan yang ia lakukan juga dapat berdampak
buruk bagi dirinya sendiri, terutama ketika beranjak dewasa. Beberapa diantaranya adalah
cenderung lebih banyak terlibat dalam kegiatan kriminal berupa perusakan, penyalahgunaan
napza, menjadi sosok yang abusive, dan sebagainya (Assistant Secretary for Public Affairs,
2019).
Dampak bullying tidak hanya pada korban dan pelaku, bystander juga dapat merasakan
dampak buruk yang ada. Pada kasus pelajar, dampaknya dapat berupa membolos dan pada
konteks yang lebih luas bystander dapat mengalami peningkatan penggunaan napza, rokok,
serta mengalami gangguan kesehatan psikologis seperti kecemasan dan depresi maupun fisik
(Assistant Secretary for Public Affairs, 2019).

O. Cara Mengatasi Bullying

Memahami sebuah fenomena rasanya kurang lengkap jika tidak mempelajari cara
mencegah bullying dan mengatasinya. Dengan mengetahui cara atau solusi mengatasi
bullying, maka diharapkan dapat menentukan langkah yang tepat ketika menemukan atau
mengalami perundungan.
Secara umum terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk  menghentikan
perundungan yang terjadi pada diri sendiri (kita sebagai korban) maupun yang terjadi pada
orang lain.
1. Komunikasikan dengan orang yang terpercaya mengenai perundungan yang dialami, baik
kepada atasan, guru, teman, saudara, pasangan, dan sebagainya.
2. Apabila terjadi di lingkungan formal seperti kantor maupun sekolah, jangan ragu untuk
melapor kepada departemen, bagian atau pihak khusus yang dapat dimintai bantuan,
seperti bimbingan konseling, wali kelas, bagian atau departemen human resources atau
Sumber Daya Manusia.
3. Amy Cooper Hakim dalam Barth (2017) menyampaikan bahwa ketika menghadapi
pelaku bullying kita harus berupaya untuk tampil percaya diri untuk menunjukkan bahwa
Anda kuat tanpa harus membalas dengan kekerasan.
4. Saat berdialog atau menjawab perlakuan pelaku, jawab secara asertif tetapi tanpa emosi
untuk menunjukkan bahwa Anda tidak mau dijadikan korban, tidak mau “meminta maaf”
atas yang mereka tuduhkan, tetapi juga tidak mencari ribut dengan mereka (Signe
Whitson dalam Barth, 2017).
5. Buat batasan yang jelas atas hal yang bisa diselesaikan secara profesional dan tetap tegas
agar perundungan tidak semakin berkembang (Chrissy Scivicque dalam Barth, 2017).
6. Apabila kondisi semakin tidak kondusif dan ancaman yang ada semakin meningkat, maka
jangan pernah ragu untuk mencari bantuan kepada kepolisian untuk mencegah perluasan
kekerasan.
7. Selain itu, carilah bantuan profesional kesehatan baik fisik maupun psikologis jika
diperlukan untuk meminimalisir dampak pada diri Anda.
Apabila Anda tidak mengalami perundungan, tetapi menjadi bystanders maka penting untuk
tetap berupaya membantu menghentikan tindakan tersebut. Berikut terdapat beberapa cara
untuk membantu menghentikan atau mengatasi perundungan bagi para saksi mata
atau bystanders. Beberapa cara yang diberikan pada bagian ini dikembangkan dari
artikel Becoming an Upstander to Bullying Just Got Easier! (2018)
1. Tanyakan tentang perilaku perundungan kepada pelaku, seperti apakah yang ia lakukan
benar atau tidak? Adakah dasar tertentu untuk melakukan itu (hukuman yang ada
peraturannya dan sebagainya)?
2. Alihkan perhatian pelaku melalui aktivitas tertentu untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya perundungan yang semakin tidak terkendali.
3. Apabila ada orang lain yang turut melihat atau menjadi bystanders, maka dapat bersama-
sama untuk menunjukkan kepada perundung bahwa para saksi tidak setuju dengan
perilaku mereka.
4. Hal terpenting adalah dekati korban dan yakinkan bahwa ia tidak sendirian.
5. Jika memang tidak bisa secara langsung turut andil, Anda dapat membantu untuk
membuat laporan kepada pihak yang berwenang maupun memberikan dukungan kepada
korban.
Demikian sedikit pembahasan dan penjelasan mengenai perundungan atau bullying yang
akhir-akhir ini banyak terjadi di sekitar kita. Melalui artikel ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran, kepedulian dan juga keberanian untuk bangkit bagi para korban.
Apabila Anda atau orang di sekitar mengalami perundungan, jangan ragu untuk melakukan
beberapa cara yang telah disampaikan dan pastinya disesuaikan dengan kebutuhan serta
kondisi yang dihadapi. Selain itu, ketika kondisi sudah diluar kendali dan telah mengalami
dampaknya, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

UNIT 1
SENGKETA BATAS WILAYAH BLOK AMBALAT ANTARA INDONESIA DAN
MALAYSIA

A. Batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia


a. Batas-Batas Wilayah Indonesia di Sebelah Utara
Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia (bagian timur), tepatnya di sebelah
utara Pulau Kalimantan. Malaysia merupakan negara yang berbatasan langsung
dengan wilayah darat Indonesia. Wilayah laut Indonesia sebelah utara berbatasan
langsung dengan laut lima negara, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam
dan Filipina.

b. Batas-Batas Wilayah Indonesia di Sebelah Barat


Sebelah barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan langsung
dengan Samudera Hindia dan perairan negara India. Tidak ada negara yang
berbatasan langsung dengan wilayah darat Indonesia di sebelah barat. Walaupun
secara geografis daratan Indonesia terpisah jauh dengan daratan India, tetapi
keduanya memiliki batas-batas wilayah yang terletak di titik-titik tertentu di sekitar
Samudera Hindia dan Laut Andaman. Dua pulau yang menandai perbatasan
Indonesia-India adalah Pulau Ronde di Aceh dan Pulau Nicobar di India.

c. Batas-Batas Wilayah Indonesia di Sebelah Timur


Wilayah timur Indonesia berbatasan langsung dengan daratan Papua Nugini dan
perairan Samudera Pasifik. Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati
hubungan bilateral antarkedua negara tentang batas-batas wilayah, tidak hanya
wilayah darat melainkan juga wilayah laut. Wilayah Indonesia di sebelah timur,
yaitu Provinsi Papua berbatasan dengan wilayah Papua Nugini sebelah barat, yaitu
Provinsi Barat (Fly) dan Provinsi Sepik Barat (Sandaun).

d. Batas-Batas Wilayah Indonesia di Sebelah Selatan


Indonesia di sebelah selatan berbatasan langsung dengan wilayah darat Timor Leste,
perairan Australia dan Samudera Hindia. Timor Leste adalah bekas wilayah
Indonesia yang telah memisahkan diri menjadi negara sendiri pada tahun 1999,
dahulu wilayah ini dikenal dengan Provinsi Timor Timur. Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah Provinsi yang berbatasan langsung dengan wilayah Timor Leste,
tepatnya di Kabupaten Belu. Selain itu, Indonesia juga berbatasan dengan perairan
Australia. Awal tahun 1997, Indonesia dan Australia telah menyepakati batas-batas
wilayah negara keduanya yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas
landas kontinen

B. Kronologi Sejarah Timbulnya Sengketa Batas Wilayah antara Indonesia dan


Malaysia

Perbatasan wilayah Indonesia dengan negara-negara lain seringkali menimbulkan


kesalahpahaman yang berakhir dengan konflik, meski pada akhirnya selalu dapat diselesaikan
dengan cara damai. Karena itu, batas wilayah negara telah diatur berdasarkan regulasi
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun
2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menurut Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 2008 adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan
wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut
dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
yang terkandung di dalamnya.
Wilayah perbatasan, dengan demikian, memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik
itu dilihat dari sudut pandang perbatasan kabupaten/kota dalam satu provinsi atau perbatasan
kabupaten/kota antar provinsi.
Mengacu pada Pasal 2 ayat 1 Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, hal itu karena
menyangkut pertahanan dan keamanan suatu negara, sosial, ekonomi, dan budaya, sehingga
untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, perlu memberikan kejelasan dan
kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu daerah.
Dikenal sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar 17.500 pulau dengan luas
2/3 wilayahnya adalah lautan. Dari pulau-pulau itu, terdapat sejumlah pulau terluar yang
wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Karena itulah, sengketa batas wilayah sering terjadi, terutama yang paling intensif antara
Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini seringkali berurusan dalam kasus sengketa
wilayah, meski selalu berakhir damai.
Di antara kasus sengketa wilayah yang menyedot perhatian publik adalah Blok Ambalat,
yang terjadi sejak 1969. Tanggal 27 Oktober 1969, Indonesia dan Malaysia menandatangani
Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen. Kemudian pada 7 November 1969, Indonesia
meratifikasinya.
Namun demikian, pada tahun 1979, secara sepihak Malaysia memasukkan Ambalat ke
dalam wilayah negaranya. Akibat yang ditimbulkan, Malaysia memperoleh protes tidak
hanya oleh Indonesia, tetapi juga oleh negara-negara lain, seperti Inggris, Thailand, China,
Filipina, Singapura, dan Vietnam.
Tahun 1980, Indonesai secara tegas menyatakan protes terhadap pelanggaran itu. Klaim
Malaysia tersebut oleh Indonesia dinilai merupakan keputusan politik, dan sama sekali tidak
mempunyai dasar hukum. Bagi Indonesia, dan juga oleh negara-negara lain, garis batas yang
ditentutakan Malaysia keluar dari ketentuan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), sejauh 200 mil
laut.
Apa motivasi Malaysia hendak mengklaim kepemilikan Blok Ambalat? Tentu saja, karena
potensi minyak bumi yang sangat besar di tempat itu.
Akibat dari perbedaan pandangan dan saling klaim tersebut, Malaysia, menurut hukum
internasional (UNCLOS: United Nations Convention Law of the Sea, tahun 1982) yang
diyakini oleh Indonesia, seringkali melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah
NKRI.
Pada 7 Januari 2005, kapal laut Malaysia (KD Sri Melaka) pernah dilaporkan dan
terpantau melakukan pengejaran, bahkan melakukan penembakan terhadap kapal nelayan
Indonesia (KD Jaya Sakti 6005, KM Wahyu-II, KM Irwan) di Laut Sulawesi.
Berikutnya, pada 16 Februari 2005, Malaysia pernah mengumumkan kalau Blok ND-6 dan
ND-7 sebagai wilayah (konsensi) perminyakan baru yang dioperasikan oleh Petronas Carigali
dan Shell. Padahal wilayah ini masih dekat, dan menjadi bagian dari wilayah Ambalat,
terutama Ambalat Timur
Berdasarkan data yang terkumpul hingga tahun 2012, terjadi sebanyak 475 kali pelanggran
yang dilakukan oleh Malaysia, baik dilakukannya di darat, laut, maupun udara. Perinciannya
sebagai berikut: (a) Tahun 2005 ada 38 kali pelanggaran, (b) Tahun 2006 ada 62 kali
pelanggaran, (c) Tahun 2007 ada 143 kali pelanggaran, (d) Tahun 2008 ada 104 kali
pelanggaran, (e) Tahun 2009 ada 25 kali pelanggaran, (f ) Tahun 2010 ada 44 kali
pelanggaran, (g) Tahun 2011 ada 24 kali pelanggaran, dan (h) Tahun 2012 ada 35 kali
pelanggaran.

C. Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Klaim Malaysia terhadap kepemilikan Blok Ambalat berdasarkan hasil Keputusan


Mahkamah Internasional (International Court of Justice) No. 102 Tahun 2002, yang
memutuskan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan menjadi hak milik Malaysia. Atas putusan ini,
Malaysia melakukan klaim sepihak sebagai negara kepulauan yang telah memiliki hak legal
terhadap pengelolaan kedua pulau tersebut.
Padahal, Malaysia bukanlah negara kepulauan, dan ini membawa konsekuensi terhadap
batas wilayah kelautan. Malaysia, jika merujuk pada UNCLOS 1982, hanya diperbolehkan
menarik pangkal biasa (normal baselines) atau garis pangkal lurus (straight baselines), dan itu
berarti tidak diperbolehkan menarik garis pangkal laut dari Pulau Sipadan dan Ligitan.
Indonesia tetap berpegang teguh pada UNCLOS 1982 yang menyebutkan bahwa landas
kontinen dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pangkalnya (UNCLOS 1982, Pasal 76 dan
57). Selain itu, Indonesia telah lebih dulu dikenal sebagai negara kepulauan (archipelagic
state) melalui Deklarasi Djuanda 1957, yang kemudian diperjuangan masuk ke dalam forum
UNCLOS.
Setelah cukup lama berselisih pendapat, hingga nyaris konflik terbuka, tahun 2009, kedua
negara tersebut bersepakat untuk mengakhiri perselisihan, melakukan apa yang lazim disebut
de-eskalasi. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Indonesia waktu itu, bersama
Abdullah Ahmad Badawi, Perdana Menteri Malaysia, berusaha keras mencegah konflik
kedua negara.
Pilihan damai dan mengakhiri konflik dalam kasus sengketa Blok Ambalat ini, bagi
pemerintah Indonesia melalui Presiden SBY, memiliki sejumlah pertimbangan. Pertama,
kedekatan kultur atau budaya Indonesia dengan Malaysia yang sudah terjalin ratusan tahun
lamanya. Kedua, terdapat jutaan penduduk Indonesia yang berada di Malaysia. Ketiga,
hubungan bilateral kedua negara yang sangat baik sebagai sesama pendiri ASEAN.
Meski demikian, Indonesia tetap meyakini Ambalat merupakan kelanjutan alamiah dari
lempeng benua Kalimantan. Fakta inilah yang menjadi prinsip dan menguat kan keyakinan
bahwa Ambalat berada dalam kedaulatan Indonesia.
UNIT 2
CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI

A. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai

Kini kita akan membahas tentang cara-cara penyelesaian sengketa internasional secara
damai. Pembahasan tema ini akan mengantarkan kita mengetahui secara utuh terhadap
sengketa batas wilayah, termasuk kasus Blok Ambalat, yang cara penyelesaiannya
menggunaka cara-cara damai, sebagaimana menjadi aturan internasional.
Penyelesaian secara damai dalam sengketa antarnegara merupakan langkah ideal daripada
menempuh cara-cara kekerasan atau gencatan senjata. Upaya damai ini mutlak dilakukan
sebelum mengarah pada konflik yang lebih besar berupa kontak senjata.
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mewajibkan kepada setiap anggota
negara yang tergabung di dalamnya maupun kepada negara-negara yang memang memilih
tidak bergabung ke dalam PBB, agar dalam penyelesaian sengketa internasional dilakukan
secara damai, sehingga tidak mengganggu keamanan dan keharmonisan.
Adapun langkah-langkah penyelesaian damai itu dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
a. Negosiasi Cara ini merupakan penyelesaian sengketa paling sederhanan dan dianggap
tradisional tetapi cukup efektif untuk mencegah konflik. Model penyelesaian negosiasi
tidak perlu melibatkan pihak ketiga, melainkan fokus pada diskusi tentang hal-hal yang
menjadi persoalan oleh pihak terkait. Perbedaan persepsi yang terjadi antar-kedua belah
pihak akan memperoleh jalan keluar dan memungkinkan mudah untuk dipecahkan.
Namun demikian, jika salah satu pihak menolak cara negosiasi ini, akan mengalami jalan
buntu.
b. Mediasi dan jasa-jasa baik (mediation and good offices) Mediasi tidak jauh beda dengan
negosiasi, hanya saja, yang membedakannya pada pelibatan pihak ketiga, yang bertindak
sebagai perantara untuk mencapai kesepakatan. Komunikasi bagi pihak ketiga itu disebut
sebagai good offices. Pihak ketiga yang menjadi mediator tentu dipersepsikan oleh kedua
belah pihak sebagai orang yang secara aktif terlibat dalam usaha-usaha mencari solusi
yang tepat agar memperoleh kesepakatan antar pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi
bisa terlaksana jika pihak yang bersengketa bersepakat dalam pencarian solusi perlu
melibatkan pihak ketiga, dan menerima syara-syarat tertentu yang diberikan oleh pihak
yang bersengketa.
c. Konsiliasi (conciliation) Istilah konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, suatu metode dalam
proses penyelesaian sengketa yang diselesaikan secara damai dengan dibantu melalui
perantara negara lain atau badan penyelidikan dan komite tertentu yang dinilai tidak
berpihak kepada salah satu yang bersengketa. Kedua, suatu metode penyelesaian konflik
yang dilakukan dengan cara menyerahkannya kepada sebuah komite untuk membuat
semacam laporan investigasi dan memuat usul penyelesaian kepada pihak yang bertikai.

Ketentuan Konvensi PBB 1982 Tentang Hukum Laut UNCLOS merupakan singkatan dari
United Nations Conventions on The Law Sea, suatu lembaga di bawah naungan PBB, sejak
tahun 1982. Indonesia telah meratfikasi konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985. Sejak
saat itu, semua negara, termasuk Indonesia, yang menjadi bagian atau anggota PBB, wajib
menaati aturan yang terkandung dalam UNCLOS 1982 terkait aturan hukum laut.
UNCLOS, jika dilihat akar sejarahnya, adalah hasil dari konferensi-konferensi PBB
mengenai hukum laut yang berlangsung sejak tahun 1973 hingga 1982. Sampai sat ini, lebih
dari 150 negara telah menyatakan bergabung dengan UNCLOS, termasuk Uni Eropa.
Konvensi itu memiliki peran penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Karena,
Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan, memperoleh pengakuan dunia
internasional setelah diperjuangkan melalui forum UNCLOS selama 25 tahun
Negara kepulauan, menurut UNCLOS 1982, adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri
dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Dalam
pemahamn ini, negara kepulauan dapat menarik garis dasar atau pangkal lurus kepulauan
yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu.
Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan itu kemudian
diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Kepulaun Indonesia telah menjadi
satu kesatuan politik, pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi.

UNIT 3
PENYELESAIAN SENGKETA BATAS WILAYAH BLOK AMBALAT

A. Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat

Sengketa batas wilayah kasus Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia merefleksikan
tentang bagaimana cara menyelesaikan konflik ini. Jika mengacu pada aturan hukum
internasional dan mempertimbangkan kedekatan kedua negara tersebut, upaya penyelesaian
konflik dapat ditempuh setidaknya empat langkah.
Pertama, perundingan bilateral. Langkah ini memberi kesempatan kepada masing-masing
negara untuk menyampaikan argumentasinya terhadap wilayah yang dipersengketakan.
Namun bagaimana jika belum mencapai kesepakatan damai? Indonesia sudah pasti akan
menggunakan Pasal 47 UNCLOS 1982, sebagai negara kepulauan dan dapat menarik garis di
pulau terluarnya sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatannya. Sementara
Malaysia, kemungkinan besar akan mengguna kan argumen peta 1979.
Kedua, menetapkan wilayah yang disengketakan sebagai status quo dalam kurun waktu
tertentu. Langkah ini sebagai tindak lanjut, jika cara yang pertama gagal, sehingga diperlukan
cooling down antarkedua belah pihak. Pada tahap ini, Blok Ambalat dimungkinkan sebagai
tempat untuk melakukan eksplorasi, sehingga timbul rasa saling percaya kedua belak pihak
(confidence building measures). Pola ini pernah dijalankan Indonesia-Australia dalam
mengelola Celah Timor.
Ketiga, jika langkah pertama dan kedua masih gagal, perlu memanfaatkan ASEAN
sebagai organisai regional, melalui High Council,sebagaimana disebutkan dalam Treaty of
Amity and Cooperation yang pernah digagas dalam Deklarasi Bali 1976. Namun demikian,
kemungkinan besar Malaysia tidak akan menempuh langkah ini, sebab klaimnya terhadap
Blok Ambalat menuai protes dari negara-negara lain, seperti Singapura, Thailand, dan
Filipina.
Keempat, jika langkah ketiga masih gagal, jalan terakhir dari penyelesaian sengketa ini
adalah dengan membawanya ke Mahkamah Internasional (MI). Indonesia, mungkin saja,
“trauma” karena pernah kalah hingga menyebabkan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Namun, dalam kasus Blok Ambalat, dan juga wilayah-wilayah lain, jika memang Indonesia
mampu menunjukkan bukti-bukti yuridis, serta fakta lain yang valid atau kuat, tentu tidaklah
mustahil Indonesia akan memenangkannya.
Jika dikaji dengan seksama, pasal-pasal yang ada di UNCLOS 1982 sebenarnya cukup
menguntungkan Indonesia. Bukti sejarah, berdasarkan kajian ilmiah, Blok Ambalat masuk
dalam wilayah Kalimantan Timur, bagian dari Kerajaan Bulungan. Itu berarti, Indonesia
berpeluang besar menyadarkan Malaysia kalau selama ini, klaim terhadap kepemilikan Blok
Ambalat sesungguhnya salah.
B. Sistem Keamanan dan Pertahanan di Laut

Pemerintah Indonesia berupaya keras menjaga keamanan dan pertahanan di jalur laut
dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-
undang tersebut mengatur pembentukan badan keamanan laut (Bakamla) yang diberi
kewenangan untuk melaksanan penegakan hukum di laut. Selain pembentukan Bakamla, juga
mengatur pembelian kapal beserta perlengkapan senjata, jika memang dibutuhkannya.
Upaya menjaga keamanan di laut merupakan satu kesatuan dalam menjaga kedaulatan
NKRI. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, menyebutkan bahwa:
1. Untuk mengelola kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara di wilayah laut,
dibentuk sistem pertahanan laut.
2. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia.
3. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Beberapa pasal lain dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang
memberi kewenangan dalam penegakan hukum di laut, termasuk pula tentang bagaimana
menyikapi setiap pelanggaran yang dilakukan oleh negara lain, termaktub sebagai berikut:
Pasal 59 Ayat (2): "Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal
asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional"; Ayat (3):
"Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya
dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi Indonesia dibentuk Badan Keamanan Laut".
Selanjutnya Pasal 61 menyebutkan: "Badan Keamanan Laut mempunyai tugas melakukan
patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi
Indonesia".
Dari aturan undang-undang di atas, tampak jelas bahwa pemerintah Indonesia mem beri
perhatian serius dalam hal keamanan dan pertahanan di laut. Ini menunjukkan bahwa upaya
menjaga kedaulatan NKRI tidak hanya di darat, tetapi juga di semua sektor.

Anda mungkin juga menyukai