UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, $030252-3 psw 161 Fax : 031-5022472
ESSAY REFLEKSL
DI RUANG NICU INTERMEDIET RSUD DR SOETOMO SURABAYA
Introduction .
Essay pada kasus ini menggunakan Gibss Reflection Cycle (1988). Melalui refleksi ini dapat
sebagai bahan untuk pengembangan diri dan pengetahuan saya kedepannya.
Description
Rotasi pertama kami di stase Maternal Neonatal Patologi dan Gawat Darurat adalah
mengenai neonatal patologis yang berada di ruang NICU Intermediet RSUD Dr. Soctomo
Surabaya. Rumah sakit RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit rujukan tersier dimana
terdiri dari kasus-kasus sulit dan penyakit yang membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih
lengkap dirujuk kesini. Penatalaksaan dalam suatu penyakit disini dilakukan secara
komprehensif disertai skrining kemungkinan lainnya, Umumnya neonatus yang berada disini
memiliki lebih dari satu diagnosis, dimulai dari neonatus aterm/preterm/late preterm.
Kebanyakan neonatus disini juga mempunyai berat badan lahir rendah (BBLR) dan disertai
penyakit atau kelainan lainnya, m
ti BBLR, hiperbilirubinemia, sepsis, kelainan jantung
seperti patent duktus arteriosus (PDA), anirium septum defect (ASD), gangguan pernafasan
seperti asfiksia, respiratory distress syndrom (RDS), persistent pulmonary hipertension in
neonate (PPHN), gangguan kongenital seperti down syndrome, meningoencephalocele,
omfalocele, spina bifida, dan masih banyak penyakit lain,
Hal yang menarik perhatian saya disini adalah bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan
hiperbilirubinemia. Disini saya menemukan perbedaan dalam acuan untuk mendiagnosis
hiperbilirubinemia. Sependek pengetahuan saya, gold standart dalam mendiagnosis
hiperbilirubinemia adalah pemeriksaan kadar bilirubin total dan direk. Hiperbilirubinemia
ditandai dengan kadar bilirubin total >12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan atau >10 mg/dl
pada neonatus kurang bulan. Seperti contoh pada kasus By. Ny. LM dengan NLP dan kadar
bilirubin total 11,69 mg/dl didiagnosis hiperbilirubinemia, namun pada By. Ny. D dengan NA
dan kadar bilirubin total 13,8 mg/dl tidak diiagnosis hiperbilirubinemia,
Perbedsan ini membuat saya bertanya, apa yang mendasari perbedaan dalam diagnosis
tersebut, padalah nilai kedua bilirubin total sama-sama melebihi batas normal, namun
‘mengapa tidak semua didiagnosis hiperbilirubinemia.UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, $030252-3 psw 161 Fax : 031-5022472
Evaluation
Hiperbilirubinemia adalah keadaan tingginya kadar akumulasi bilirubin dalam darah ditandai
dengan ikterus, yaitu timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku (Hosea, 2015).
Hiper
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil
ubinemia terjadi apabila terjadi peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
90 (Kosim et al, 2014). Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup
bulan dan Iebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus yang tampak dalam 24 jam
Pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan
diabetes atau infeksi, Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3, dan mencapai puncak pada
hari ke 3- 4 dan menurun pada hari ke 5 - 7 dan biasanya fisiologis (Saifuddin, 2009).
Hipe
yang bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang
ibinemia terjadi bila kadar bilirubin total >12,5 mg/dl
ilirubinemia atau ikterus non fisiologis dapat terjadi sebelum usia 24 jam, atau ikterus
bulan (Kosim et al, 2014). Hiperbi
pada neonatus cukup bulan atau lebih dari 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan. Atau ikterus
dengan peningkatan kadar bilirubin >Smg/dl per hari, dan peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi >1,5-2 mg/dl (Kosim et al, 2014).
Bila berpatok pada batasan kadar
bingung dalam pendiagnosisan hiperbilirubinemia disini. Karena tidak semua bayi yang
irubin normal di atas, terdapat hal yang membuat saya
didiagnosis hiperbilirubinemia berpatok pada angka tersebut. sebagai contoh pada kasus By.
ilirubin total 11,69 mg/dl
didiagnosis hiperbilirubinemia dan dilakukan fototerapi. Hal tersebut sesuai dengan patokan
Ny. LM yang merupakan neonatus late preterm dengan kadar
iatas yaitu kadar bilirubin lebih dari 10 mg/dl. Namun, di lain kasus seperti pada By. Ny. D
yang merupakan neonatus aterm dengan kadar bilirubin 13,8 mg/dl tidak didiagnosis
hiperbilirubinemia dan tidak dilakukan fototerapi. Padahal bila berpatokan dengan angkan
diatas seharusnya pada neonatus aterm hiperbilirubinemia didiagnosis bila kadar bilirubin
>12,5 mg/dl.
Berdasarkan pada contoh kasus tersebut saya menemukan bahwa dalam mendiagnosis
hiperbilirubinemia tidak hanya berpacu pada angka tersebut dan angka tersebut tidak dapat
berlaku universal terhadap semua bayi. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
‘mendiagnosis hiperbiliribunemia, seperti usia gestasi, berat lahir, kondisi postnatal dan faktor
risiko. Disamping itu faktor-faktor tersebut mempunyai patokan tersendiri untuk didiagnosis,
‘menjadi hiperbilirubinemia dan untuk dilakukan tindakan fototerapi.UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
J. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, 5030252-3 psw 161 Fax : 031-5022472
SE
Analysis
Diagnosis hiperbilirubinemia dilakukan dengan anamnesis faktor risiko, pemeriksaan fisik
dan laboraturium. Pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan visual menggunakan metode
Kramer. Apabila ditemukan bayi kuning secara visual, dianjurkan untuk melakukan
konfimasi kadar bilirubin, baik secara invasif, non invasif, maupun kurang invasif dengan
pemeriksaan penunjang (Rohsiswatmo dan Amandito, 2018). Pemeriksaan laboratorium
merupakan Gold standard dalam menentukan kadar bilirubin. Bilirubin serum untuk
‘menentukan kadar dan apakah bilirubin tak terkonjugasi atau terkonjugasi..
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa pemeriksaan visual tidak akurat dalam menentukan
kadar dari bilirubin dalam mendiagnosis hiperbilirubinemia (Barrington, 2014). Apalagi
apabila telah dilakukan fototerapi. Setelah fototerapi pewarnaan ikterus berkurang, maka
metode kramer tidak dapat digunakan untuk pengukuran kadar bilirubin (Percival, 2009).
American Academy of Pediatrics
eee Table 1. Risk Score for Neonatal
(2004) merekomendasikan universal _Hyperbilirubinemia
skrining untuk hiperbilirubinemia
Variable Score
‘menggunakan kadar dari total serum
bilirubin (TSB) atau transcutaneous _ Birthweight:
Bat 2,000 to 2,500 9 (4b, 7 02 to 5 Ib, 8 02)
bilirubin (TeB), atau dengan | _9'591 19 3,000.9 (Sb, Boz 106 lb, 1002)
menambahkan sl 3,001 10 3,500 g (6b, 10 02 t0 7 Ib, 11 02)
3,501 to 4,000 g (7b, 11 oz to 8 Ib, 13 02)
4,001 to 4,500 9 (8b, 13 o2t091b, 1502) 1
TSB/TcB dapat akurat 4,501 t0 5,000.9 (9Ib, 15 oz 10 11 Ib, 102)
‘mengidentifikasi bayi dengan kadar — Oxytocin (itocin) used during delivery
Vacuum-asssted delivery
Breast and bottle feeding
berdasarkan usia, Beberapa studi Exclusive breastfeeding
menemukan bahwa menggunakan Gestational age < 38 weeks
skoring dari faktor risiko dapat yore: total score of 8 or more suggests an increased risk of hyper
ing Dlitubinemia; total serum bilubn or transcutaneous birubin level
menjadi salah satu universal skrining Shouu be opened, ae
wauwo
faktor risiko. Universal skrining
ween
TSB lebih dari 95 _persentil
yang akurat. Kombinasi dari Acted wth permsson from Keren f Bhutani VK. Luan X
; ‘intianowa 5, Chaan 4, Schwartz IS. Identihing nenborns at risk of
universal krining (TSB/TeB) dan | signfcant hyperiiubinaemia: a comparson of two recommended
Sporoaches. Arch D8 Chi. 2005:90/0417.
skoring faktor risiko dapat menjadi “ ss
pilihan yang paling efektif untuk mengidentifikasi adanya hiperbilirubinemia (Karen, 2014).UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
J. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, $030252-3 psw 161 Fax : 031-5022472
Total serum bilirubin digunakan
untuk menentukan kadar bilirubin |
tak terkonjugasi dan terkonjugasi. | * EI te <
Guna _mengantisipasi_komplikasi | § e
a
digunakan grafik seperti di samping
ini,
yang —mungkin timbul, maka | §
5
TSB atau TcB harus diperiksa | * j
apabila bayi mengalami ikterus |
dalam 24 jam pertama. Kebutuhan Pome Ae urs)
dan waktu untuk pemeriksaan ulan TSB dan TeB tergantung pada usia bayi dan dimana zona
‘TSB pada grafik tersebut. Kemudian TSB dan TeB juga harus dilakukan pada penampakan
ikterus bayi berdasarkan usianya. Semua level bilirubin harus ditafsirkan berdasarkan usianya
yang ditunjukan oleh grafik di atas.
American Academy of Pediatrics juga merekomendasikan beberapa _pemeriksaan
laboraturium pada bayi dengan ikterus dan membutuhkan fototerapi, yaitu: pemeriksaan
golongan darah, uji Coombs direk dan indirek untuk mendeteksi antibodi maternal dalam
critrosit dan serum janin, apusan darah perifer, hitungan sel darah putih untuk mendeteksi
infeksi, dan assay GOPD.
Fototerapi adalah terapi utama untuk hiperbilirubinemia. Panjang gelombang paling efektif
yang digunakan untuk fototerapi adalah antara (460-490) nm dari spektrum biru. Terapi sinar
intensif mempercepat proses penurunan bilirubin sehingga terjadi pengurangan lama
penyinaran maupun tindakan transfusi tukar yang sangat bermakna. Waktu terapi sinar dapat
berkurang hingga 12 jam, durasi perawatan di rumah sakit dan durasi anak terpisah dengan
ibu menjadi jauh berkurang (Donneborg, 2018).
Berikut adalah petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan
menurut American Academy of Pediatric
= Kadar Bilirubin Serum (mg/dL atau um«
Transfusi Tukar | Transfusi Tukar
Fototerapi | jika Fototerapi | & Fototerapi
Usia_| Pertimbangkan
Gam) | Fototerapi Intensif Gagal Intensif
25-48_|_>12(170)_| 215260) | >2040) 325 (430)
49-72 | > 15 (260) | > 1810) | _> 25 (430) > 30 (510)
>72_|_= 1790) | >20 G40) | > 25 (430) > 30510)UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
41. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-$020251, $030252-3 psw 161 Fax : 031-5022472
———
Kemudian, berdasarkan berat badan, penatalaksanaan hiperbilirubinemia dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Berat Badan Terapi
<1000 Foto Tx dimulai dalam 24 jam
pertama
‘Tranfusi tukar pada kadar 10-12
mg/dl
1000-1500 Foto Tx pada kadar 7-9 mg/dl
‘Tranfusi tukar pada kadar 12-15
mg/dl
1500-2000 Foto Tx pada kadar 10-12 mg/dl
‘Tranfusi tukar pada kadar 15-18
mg/dl
2000-2500 Foto Tx pada kadar 13-15 mg/dl
‘Tranfusi tukar pada kadar 18-20
mg/dl
32500 dan bayi sakit Foto Tx pada kadar 12-15 mg/dl
‘Tranfusi tukar pada kadar 18-20
mg/dl
Conclusion and Action Plan
Pada diagnosis hiperbilirubinemia neonatus, tidak dapat menggunakan satu patokan angka
yang secara universal dapat diterapkan pada semua bayi. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mendiagnosis hiperbiliribunemia, seperti usia gestasi, berat lahir, kondisi
Postnatal dan faktor risiko. Disamping itu faktor-faktor tersebut mempunyai patokan
tersendiri untuk didiagnosis menjadi hiperbilirubinemia dan untuk dilakukan tindakan
fototerapi.
‘American Academy of Pediatrics (2004) merekomendasikan universal skrining untuk
hiperbilirubinemia menggunakan kadar dari total serum bilirubin (TSB) atau transcutaneous
bilirubin (TeB), atau dengan menambahkan skrining berdasarakan faktor risiko. Kombinasi
dari universal krining (TSB/TeB) dan skoring faktor risiko dapat menjadi pilihan yang paling
Sedang fototerapi adalah
efektif untuk mengidentifikasi adanya_hiperbilirubinemi
penatalaksanaan yang efektif untuk hiperbilirubinemia.UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
41. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telp. 031-5020251, 5030252-3 psw 161 Fax : 031-5022472
Referens
American Academy of Pediatrics. 2004. Clinical Practice Guideline: Management of
Hyperbilirubinemia in the Newbom Infant. Pediatrics, vol 114 (1), pp. 297-315.
Barrington KJ, Sankaran K. 2014. Guidelines for detection, management and prevention of
hyperbilirubinemia in term and late preterm newborn infants. Canadian Paediatric Society:
Fetus and New-born Committee.
Donneborg M, Vandborg P, Hansen B, Rodrigo-Domingo M, Ebbesen F. 2018. Double
versus single intensive phototherapy with LEDs in treatment of neonatal hyperbilirubinemia.
J Perinatol, vol 38, pp.154.
Hosea, Mellisa., Risa Etika, Puji Lestari. 2015. Hyperbilirubineia treatment of neonatus in
Dr. Soetomo Hospital Surabaya. Folia Medica Indonesia, vol. 51(3), pp. 183-186.
Karen, E. Muchwski. 2014. Evaluation and treatment of neonatal hyperbilirubinemia,
American Family and Physician, vol 89 (11), pp. 873-878.
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.l., Usman, A. 2014. Buku Ajar Neonatology.
Jakarta: DAI.
Percival, Jennifer., Catley Christina. McGregor Caroline., James Andrew. 2009. A Design
for Modelling the Impact of Information and Communication Technologies on Patient
Journeys in Neonatal Intensive Care Units. Studies in Computational Intelligence, vol. 189,
pp.147-169.
Rohsiswatmo, Rinawati dan Radhian Amandito. Hiperbilirubinemia pada neonatus >35
minggu di Indonesia: pemeriksaan dan tatalaksana terkini. Sari Pediatri, vol. 20 no. 2, pp.
115-122.
Saifuddin, A.B., G, Adriaanz., G.H., Wiknjosastro dan D, Waspodo 2009. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.