Anda di halaman 1dari 32

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
1. Trauma kepala (Skull Defect) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Musliha, 2010)
2. Trauma kepala (Skull Defect) adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun tajam (Muttaqin, 2008)
3. Trauma kepala (Skull Defect) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Judha, 2011)

B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan, dan morfologi cedera.
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi ( tabrakan mobil ) Kecepatan rendah
(terjatuh, dipukul)
b. Trauma Tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2. Keparahan Cedera
a. Ringan : skala koma glasglow (Glasglow Coma Scale,GCS) 14- 15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/ Stelatum ; Depresi/ Non depresi ;
Terbuka/ tertutup. Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan
serebrospinaldengan/ tanpak kelumpuhan nervus VII
b. Lesi Intrakranial : Fokal : epidural, subdural, intraserebral Difus : Konkusi
ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus (Batticaca, 2008)

1
C. Etiologi
Penyebab cedera terbagi atas 2 :
1. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olahraga
2. Cedera terbuka : Peluru atau pisau (Muttaqin, 2008)

D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak (Musliha, 2010).
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan
suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak
yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer,
yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan
hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer
dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat

2
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra
kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi
terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Batticaca, 2008).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas (Musliha, 2010).

E. Manifestasi klinik
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Pucat
d. Mual dan muntah
e. Pusing kepala
f. Terdapat hematoma
g. Kecemasan
h. Sukar untuk dibangunkan
i. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari hidung
(rhinorrea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal (Judha, 2011)

F. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat : untuk

3
mengetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah
injury.
b. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan /edema), fragmen tulang.
f. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak [5]
h. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
i. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan TIK
j. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan TIK
k. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008)

G. Komplikasi
a. Hemorhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat menyertai
cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala terbuka. Pada
perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel neuron dan vascular
tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran

4
dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketiak hematoma
meluas dan edema interstisial memburuk.
b. Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi dan
tetap ada (Batticaca, 2008)

H. Penatalaksanaan
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan (Musliha, 2010)

5
6
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
 Gejala : – merasa lemah, lelah, kaku, hilangnya keseimbangan
 Tanda : - Perubahan kesadaran, lethargi
- Hemiparese, quadriparesis
- Ataksia
- Cedera ortopedik
- Kehilangan tonus otot, otot spastic
2. Sirkulasi
 Gejala : - Normal/ terjadinya perubahan tekanan darah (hipertensi)
- Perubahan frekuensi jantung ( bradikardi, takikardi yang
diselingi dengan bradikardi, disritmia ).
3. Integritas Ego
 Gejala : – Perubahan tingkah laku
 Tanda : – Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
4. Eliminasi
 Gejala : – Disfungsi/ inkontinensia blader/ bowel
5. Makanan/ cairan
 Gejala : – Mual/ muntah, perubahan napsu makan
 Tanda : – Muntah ( mungkin proyektil )
- Gangguan menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia )
6. Neurosensori
 Gejala : - Kehilangan kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,
hilang pendengaran, tingling, mati rasa pada ekstremitas

7
- Perubahan visual : ketajaman, diplopia, fotofobia, kehilangan
sebagian lapang pandang
- Perubahan sensasi rasa dan bau ( pengecapan dan penciuman )
 Tanda : – Perubahan kesadaran bisa sampai koma
- Perubahan status mental ( orientasi, perhatian,
konsentrasi,pemecahan masalah, pengaruh emosi/ tingkah laku
dan memori ).
- Perubahan pupil ( respon terhadap cahaya, simetris ), deviasi
pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
- Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan
pendengaran
- Wajah tidak simetris
- Genggaman lemah, tidak seimbang
- Kejang, seizure
- dekortisasi, deserebrasi
- Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan
7. Nyeri/ kenyamanan
 Gejala : – Sakit kepala ( bervariasi )
 Tanda : – Wajah menyeringai (Grimace), respon withdrawl, gelisah tidak
bisa beristirahat, merintih.
8. Pernapasan
 Tanda : - Perubahan pola napas ( apnea yang diselingi oleh hiperventilasi ),
napas
bunyi, stridor, tersedak.
- Ronchi, wheezing
9. Keamanan
 Tanda : - Fraktur/ dislokasi
- Gangguan penglihatan

8
- Kulit; laserasi, abrasi, perubahan warna seperti “ raccoon eye “,
tanda battle disekitar telinga, adanya aliran cairan dari telinga/
hidung ( CSS ).
- Gangguan pola piker
- Gangguan ROM, tonus otot hilang, paralisis
- Demam, perubahan pengaturan suhu tubuh
10. Interaksi Sosial
 Tanda : - Afasia motorik/ sensorik
- bicara tanpa arti dan berulang – ulang
- disartria, anomia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Nyeri
3. Risiko infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Ketidakefektifan pola nafas
6. Hambatan komunikasi verbal
7. Hambatan mobilitas fisik

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan, Jakarta : Salemba Medika.

Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi 6.


Mocomedia : Elsevier

Herdman, Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi


& Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Judha, Muhammad dan Hamdani Rahil Nazwar, 2011. Sistem Persarafan dalam
Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Musliha, 2010. Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika

Muttaqin, Arif, 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Saraf.
Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5.


Mocomedia : Elsevier

32

Anda mungkin juga menyukai