Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN ANTARA SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PENYANDANG DIABETES MELITUS

(DM) TIPE 2 DI KELOMPOK PROLANIS UPTD PUSKESMAS CILACAP TENGAH 1

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CARE With QUALITY OF LIFE TYPE 2 DIABETES MELLITUS
IN THE PROLANIS GROUPUPTD PUSKESMAS CENTRAL CILACAP 1

Sofi Andriani1, Sodikin2, Engkartini2


1,2
Health Science Institute Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap
Jl.Cerme No.24 Sidanegara Cilacap

ABSTRAK
Prevalensi DM tipe 2 semakin bertambahnya usia seseorang. Upaya pemerintah Indonesia dalam
pengendalian penyakit kronis terutama diabetes telah dilaksanakan melalui Prolanis. Tujuan prolanis untuk
meningkatkan kualitas hidup secara optimal dengan mencegah terjadinya komplikasi. Pencegahan komplikasi
dapat diatasi apabila pasien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik untuk melakukan self care.
Penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara self care dengan kualitas hidup penyandang Diabetes
Melitus Tipe 2 di kelompok Prolanis. Desain penelitian menggunakan penelitian survei analtitik dengan
pendekatan cross sectional. Sampel adalah penyadang DM tipe 2 pada Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah
1 sebanyak 35 orang dengan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara self care dengan kualitas hidup Penyandang Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kelompok Prolanis (pv = 0,855, α = 0,05). Disarankan petugas kesehatan dapat meningkatkan
pemberian edukasi dan mengajak pasien diabetes melitus agar dapat meningkatkan aktivitas self care dengan
optimal sehingga komplikasi dapat diminimalisir.

Kata Kunci : Self Care, Kualitas Hidup, Diabetes Melitus Tipe 2, Prolanis

ABSTRACT
The prevalence of type 2 DM increases with age. The Indonesian government's efforts to control chronic diseases,
especially diabetes, have been implemented through Prolanis. The goal of prolanis is to optimally improve the
quality of life by preventing complications. Prevention of complications can be overcome if the patient has good
knowledge and ability to do self care. This study aims to determine the relationship between self care and the
quality of life of people with Type 2 Diabetes Mellitus in the Prolanis group. The research design used an
analytical survey research with a cross sectional approach. The sample was 35 people with type 2 DM at Prolanis
UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 with purposive sampling technique. Data analysis using chi-square test. The
results showed that there was no relationship between self care and the quality of life for Type 2 Diabetes Mellitus
in the Prolanis Group (pv = 0.855, = 0.05). Paramedic recommended can improve the provision of education and
information and invite diabetes mellitus patients to increase self-care activities that are carried out optimally so
that complications can be minimized.

Keyword : Self Care, Quality of Life, Type 2 Diabetes Mellitus, Prolanis

LATAR BELAKANG menyebabkan kematian bagi empat juta orang setiap


Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu tahunnya. Dengan demikian, DM merupakan
penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan. penyakit tidak menular pertama yang dinyatakan oleh
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai penyakit
penyakit metabolik dengan karakteristik yang memerlukan perhatian khusus bagi dunia
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi (Soegondo & Sukardji, 2008). DM tipe 2 merupakan
insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia tipe DM yang banyak diderita dengan jumlah
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan mencapai 95% dari jumlah keseluruhan penderita
jangka panjang disfungsi atau kegagalan beberapa DM. DM tipe 2 ini banyak diderita oleh seseorang
organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan yang telah memasuki usia lebih dari 40 tahun.
pembuluh darah (Shunmugam, 2017). Diabetes Seseorang yang telah memasuki usia lebih dari 40
melitus (DM) adalah salah satu penyakit yang tahun akan mengalami retensi insulin, hal ini dapat

1
menyebabkan meningkatnya kemungkinan seseorang terdiagnosa oleh dokter. Sementara yang belum
menderita DM tipe 2 terutama pada usia lansia terdiagnosa diyakini lebih banyak lagi. Riset
(Smeltzer & Bare, 2008). Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013
Prevalensi DM tipe 2 semakin meningkat seiring menunjukkan bahwa proporsi DM di Jawa Tengah
dengan usia dan perubahan pola hidup yang adalah sebesar 383.431.4 Profil Kesehatan Kota
cenderung tidak sehat. Menurut data World Health Semarang tahun 2015 menyebutkan bahwa pada
Organization (WHO), di prediksikan bahwa kasus tahun 2015 prevalensi DM di kota Semarang adalah
diabetes mellitus di dunia akan meningkat 2 kali lipat sebanyak 1.790 kasus.
pada tahun 2030 dengan jumlah penderita diabetes Di Kabupaten Cilacap, kejadian DM
mellitus sebanyak 366 juta. Prevalensi penyakit menunjukkan angka tertinggi yaitu 3,9 % pada tahun
diabetes mellitus penduduk dunia diperhitungkan 2009 (BPPK Kemenkes RI, 2009). Meskipun pada
pertahun mencapai 125 juta dan prediksi berlipat tahun 2012 prevalensi DM di Cilacap bukan yang
ganda mencapai 250 juta dalam 10 tahun mendatang. tertinggi, namun jumlah penderita DM tipe II
Prevalensi kasus diabetes mellitus akan meningkat di mencapai 7.064 orang (Dinkes Prop. Jawa Tengah,
negara berkembang dibandingkan dengan negara 2012). Hasil penelitian lain menunjukan Kasus
maju (khairani & Rita, 2016). Diabetes Melitus di Kabupaten Cilacap tercatat
Pada tahun 2014 prevalensi DM sebesar 8,3% sebanyak 9.295 kasus. Dengan perincian dilaporkan
dari keseluruhan penduduk di dunia yaitu 387 juta oleh Puskesmas sebanyak 3.025 dengan 374 Diabetes
kasus (IDF, 2015), pada tahun 2017 prevalensi militus tipe I atau Insulin Dependent Diabetes
penderita DM usia 20 – 70 tahun meningkat menjadi Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
sebesar 8,8% atau sekitar 424,9 juta kasus. Jumlah ini (DMTI), dan 2.651 merupakan diabetes militustipe II
diperkirakan akan meningkat menjadi 628,6 juta pada atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
tahun 2030 (IDF, 2017). Hasil data terbaru DM tahun (NIDDM) atau Diabetes Mellitus tak tergantung
2019 terdapat 463 juta orang dewasa berusia 20-79 insulin (DMTTI). Penyebaran kasus DM tipe II di
tahun menderita Diabetes Melitus, sekitar 10% dari Kabupaten Cilacap terbanyak sejumlah 390 kasus di
pengeluaran kesehatan global dihabiskan untuk wilayah Puskesmas Cilacap Tengah I (Dinas
Diabetes Melitus sekitar 760 miliar USD. Penderita Kesehatan Kabupaten Cilacap, 2014).
Diabetes Melitus sebanyak 79% bertempat tinggal di Upaya pemerintah Indonesia dalam
beberapa negara dengan penduduk ekonomi rendah pengendalian penyakit kronis terutama diabetes telah
dan menengah didapatkan 2 dari 3 penderita Diabetes dilaksanakan melalui Program Pengelolaan Penyakit
Melitus tinggal di daerah perkotaan (310,3 juta) dan Kronis (Prolanis). Prolanis adalah sebuah kegiatan
di Indonesia diperkirakan jumlah penderita Diabetes dalam bidang pelayanan Kesehatan dalam rangka
melitus (DM) akan terus meningkat pada tahun 2015 pemeliharaan Kesehatan bagi penderita penyakit
dari 10 juta orang menjadi 16,2 juta orang di 2040 kronis (khususnya penyakit hipertensi dan DM tipe
(International Diabetes Federation, 2019). 2) untuk mencapai kualitas hidup yang optimal
Kasus DM di Indonesia cenderung terus dengan menggunakan pendekatan proaktif yang
meningkat. Di Indonesia sendiri pada tahun 2018 dilakukan secara terintegratif yang melibatkan
terjadi peningkatan yang cukup signifikan terkait peseerta, fasilitas kesehatan dan Badan
prevalensi penyandang DM berdasarkan pemeriksaan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)
darah yang merujuk konsensus PERKENI 2011 yaitu (Sekardini, 2018). Prolanis juga merupakan salah
dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018. satu strategi promotive dan preventif yang dilakukan
Bahkan jika menggunakan standar konsensus BPJS Kesehatan untuk menurunkan atau mencegah
PERKENI 2015, maka prevalensi DM pada komplikasi penyakit kronik yang diderita oleh peserta
penduduk usia lebih atau sama dengan 15 tahun sekaligus sebagai kendali biaya pelayanan Kesehatan
mencapai 10,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2018). (Latifah & Maryati, 2018).
Prevalensi DM Jawa Tengah berada di urutan 12 Tujuan prolanis untuk meningkatkan kualitas
setelah Sulawesi Tengah. Prevalensi diabetes melitus hidup secara optimal bagi peserta BPJS yang
yang terdiagnosis dokter 1,6 % pada tahun 2013 dan memiliki riwayat penyakit kronik seperti penyakit
menjadi 2,1% pada tahun 2018. Angka tersebut lebih diabetes dan hipertensi. Prolanis mulai
tinggi dari prevalensi diabetes melitus yang diselenggarakan sejak awal tahun 2014 dimana
terdiagnosis dokter di Indonesia yaitu 2% program yang dilaksanakan pada pasien penyakit
(Kementrian Kesehatan RI, 2018). Data yang sama kronik yaitu konsultasi medis, edukasi Kesehatan
juga ditunjukkan oleh hasil riset kesehatan dasar peserta prolanis, reminder peserta Prolanis melalui
tahun 2013. Berdasarkan hasil riset tersebut, kejadian SMS gateway, pelayanan kunjungan rumah peserta
DM di provinsi Jawa Tengah lebih tinggi (1,6%) Prolanis, aktivitas club (senam), dan pemantauan
dibanding persentase kejadian DM di Indonesia status kesehatan (HDSS Sleman, 2017). Masalah DM
(1,5%). Data tersebut adalah data kejadian DM yang masih tinggi di Indonesia dan semakin diperparah

2
dengan munculnya berbagai macam penyakit komplikasi yang timbul. Self Care management
komplikasi akibat DM. Penyakit diabetes melitus diabetes dapat secara efektif menurunkan resiko
juga akan mempengaruhi kualitas sumber daya penderita DM terhadap kejadian komplikasi jantng
manusia dan memiliki peningkatan resiko terjadinya koroner, selain itu Self Care juga dapat mengontrol
komplikasi apabila tidak diberikan penanganan dan kadar gula darah normal, mengurangi dampak
pengontrolan yang tepat. Hal tersebut dapat diatasi masalah akibat DM, serta mengurangi angka
apabila pasien memiliki pengetahuan dan mortalitas akibat DM. Self Care yang dilakukan
kemampuan yang baik untuk melakukan Self Care penderita DM yaitu meliputi diet atau pengaturan
(perawatan mandiri) terhadap penyakitnya (Sulistria, pola makan, olahraga, pemantauan kadar gula darah,
2013). obat, dan perawatan kaki diabetik (Suantika, 2014).
Perawat mengupayakan agar klien mampu Pada pasien DM untuk menjaga kadar gula
mandiri dalam memenuhi semua kebutuhannya, Self darah tetap dalam keadaan normal dan mencegah
Care dapat digunakan sebagai Teknik pemecahan terjadinya komplikasi maka diperlukan beberapa
masalah dalam kaitannya dengan kemampuan koping parameter sebagai target keberhasilan terapi DM.
dan kondisi karena penyakit diabetes. Banyak Sedangkan ketidakpatuhan pengelolaan pasien DM
penelitian yang telah membuktikan bahwa Self Care dapat dipengaruhi oleh: rencana terapi yang
meningkatkan kualitas hidup dengan menurunkan kompleks, pemahaman terapi pengobatan yang
nyeri, kecemasan dan keletihan, meningkatkan kurang, rendahnya aspek sosioekonomi, perhatian
kepuasan pasien, serta menurunkan penggunaan dan keyakinan dalam menjalani terapi pengobatan
tempat pelayanan kesehatan dengan menurunkan (Neto et al, 2011). Ketidakpatuhan tersebut dapat
jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan rumah, diatasi apabila pasien memiliki kemampuan Self
penggunaan obat dan lama rawat inap di rumah sakit Care dalam pengelolaan terapi hipoglikemi (Stanley
(Nursalam, 2013). Tingkat Self Care ini dapat et al, 2005). Kemampuan Self Care ini diantaranya
dipengaruhi dari pengetahuan pasien tentang dalam mengelola diet, menentukan aktifitas fisik
perawatan terhadap dirinya sendiri dan kebiasaan yang sesuai, monitoring kadar gula darah mandiri dan
dalam melakukan Self Care tersebut (Orem, 2001). patuh menjalankan terapi farmakologi DM (Collins et
Self Care merupakan kemampuan individu, al, 2009).
keluarga, dan masyarakat dalam upaya menjaga Tujuan pengobatan DM akan berhasil bila
kesehatan, meningkatkan status kesehatan, mencegah penatalaksanaan diabetes dilakukan berdasarkan
timbulnya penyakit, mengatasi kecacatan dengan atau kemampuan pasien untuk memulai dan melakukan
tanpa dukungan penyedia layanan Kesehatan tindakan secara mandiri melalui aktivitas self-care
(Putri,2017). Self Care merupakan kebutuhan (Asselstine, R.T.M, 2011). Kemampuan pasien DM
manusia terhadap kondisi dan perawatan diri sendiri dalam menjalankan kebiasaan self-care yang tepat
yang penatalaksanaannya dilakukan secara terus dan sukses berhubungan erat dengan angka
menerus dalam upaya mempertahankan Kesehatan morbiditas dan mortalitas dan secara signifikan
dan kehidupan, serta penyembuhan dari penyakit dan mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup
mengatasi komplikasi yang ditimbulkan (Dorothea (Ayele, et al., 2012).
Orem,1971). Self Care dibutuhkan oleh setiap Pasien diabetes melitus yang tidak dikelola
individu, baik wanita, laki-laki, maupun anak-anak. dengan baik akan meningkatkkan resiko terjadinya
Ketika Self Care tidak adekuat dan tidak dapat komplikasi. Ketika penderita diabetes melitus
dipertahankan maka akan mengakibatkan terjadinya mengalami komplikasi maka akan berdampak pada
kesakitan dan kematian. Hasil penelitian Chidir dkk menurunnya umur,harapan hidup, penurunan kualitas
(2017) Self Care yang tinggi berpengaruh terhadap hidup, serta meningkatkanya angka kesakitan. Pasien
kualitas hidup, penelitian Asnaniar (2019) terdapat DM membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan
hubungan Self Care dengan kualitas hidup pasien baik terhadap perubahan gaya hidup, Pencegahan dan
DM, tetapi pada penelitian Rantung dkk (2015) strategi penatalaksanaan menjadi sangat penting
hubungan Self Care dengan kualitas hidup menjadi dalam pemantauan DM.Pemantauan dan
tidak ada hubungan setelah dipengaruhi oleh jenis penatalakasanaan DM yang maksimal akan
kelamin dan deresi. memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan,
Tujuan dari Self Care adalah untuk terutama terhadap kualitas hidup dan umur harapan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tindakan hidup (Sikdar,K.C.,Wang,P.P.,MacDonald,
pengendalian DM yaitu mengupayakan tingkat kadar D.,&Gadag,V.G, 2010).
gula darah mendekati atau normal yang dapat Word Health Organization Quality of Life
mencegah kemungkinan berkembangnya komplikasi (WHOQoL) mengatakan bahwa dalam konteks
dalam jangka panjang (Kusniyah, 2010). Self Care budaya dan nilai, pendapat individu dengan kualitas
management diabetes bertujuan untuk mengontrol hidup dalam kehidupannya yaitu yang berhubungan
kadar glukosa darah secara optimal dan mencegah dengan harapan, tujuan, standar, dan tingkat

3
kekhawatiran mereka. Kualitas hidup merupakan hal diakibatkan penyakit kronis sehingga kualitas hidup
yang sangat penting untuk setiap orang. Kualitas mengalami penurunan. Penyakit tidak menular
hidup adalah indikator penting untuk menilai (PTM) yang banyak diderita oleh lansia salah satunya
keberhasilan intervensi pelayanan Kesehatan, baik adalah DM. Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun
dari segi pencegahan maupun pengobatan. Kualitas 2013 DM menempati urutan kelima penyakit tidak
hidup tidak hanya mencangkup domain fisik, tetapi menular yang banyak diderita lansia. Keberadaan
juga kinerja dalam memainkan peran sosial, keadaan Prolanis bagi pasien dengan diabetes menjadi
emosional, fungsi intelektual dan kognitif serta esensial untuk melakukan pengukuran dan evaluasi
perasaan sehat dan kepuasan hidup. Terdapat lima berkala kualitas hidup peserta Pralinis diabetes tipe 2.
dimensi utama kualitas hidup diantaranya adalah Adanya data kualitas hidup dapat menjadi data dasar
kemampuan berjalan, perawatan diri, kegiatan yang sekaligus bahan evaluasi pelaksanaan Prolanis yang
bisa dilakukan, rasa sakit, dan depresi atau cemas telah bergulir (Noviyantini, 2020).
(Grivit dkk,2017). Kualitas hidup diartikan sebagai Penelitian yang dilakukan oleh Hariyono (2014)
persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di yang meneliti tentang Hubungan Self Care dengan
bidang kehidupan. Kualitas hidup juga bisa diartikan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus
penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam menunjukkan bahwa ada hubungan Self Care dengan
kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai kualitas hidup penderita diabetes melitus. Sehingga,
dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan Self Care yang baik akan meningkatkan kualitas
individu, harapan, standar serta apa yang menjadi hidup penderita diabetes melitus yang meliputi aspek
perhatian individu (Kreitler & Ben, 2004). fisik, psikologis, hubungan sosial, lingkungan dan
Kualitas hidup merupakan salah satu hal yang untuk lama menderita tidak mempengaruhi kualitas
penting untuk diperhatikan karena menurut konstitusi hidup penderita. Hasil yang berbeda ditunjukan dari
WHO tahun 1948, Kesehatan meliputi Kesehatan hasil penelitian Azalia (2020) yang meneliti tentang
fisik, mental, serta sosial secara keseluruhan. Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hiup Penderita
Pengukuran Kesehatan serta perawatan Kesehatan Diabetes Melitus di RS Umum Anutapura Kota Palu
tidak hanya ditunjukkan oleh perubahan frekuensi menunjukan bahwa tidak ada hubungan signifikan
dan beratnya penyakit, melainkan juga harus meliputi antara pengetahuan pola makan dan perawatan kaki
kenyamanan hidup yang dapat dinilai melalui dengan kualitas hidup penderita DM dengan nilai sig
peningkatan kualitas hidup (Azizah Rohmatul, 2016). 0,054 dan 0,147 (sig>0,05), sedangkan pemantauan
Kualitas hidup penderita DM dipengaruhi oleh gula darah, terapi obat insulin dan aktivitas fisik
berbagai faktor baik secara medis maupun psikologis. memiliki hubungan signifikan dengan kualitas hidup
Berbagai faktor tersebut diantaranya adalah penderita DM.
pemahaman terhadap diabetes, penyesuaian terhadap UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 merupakan
diabetes, depresi, regulasi diri, emosi negatif, efikasi Puskesmas yang telah menyelenggarakan program
diri, dukungan sosial, komplikasi, karakteristik PTM dan Prolanis secara berkelanjutan. Data pasien
kepribadian dan perilaku koping (Watkins, 2000). yang teridentifikasi menunjukkan penyakit DM
Pada pasien dengan DM terjadi penurunan merupakan penyakit PTM terbanyak kedua setelah
kualitas hidup, hal tersebut disebabkan oleh karena hipertensi. Jumlah peserta prolanis di Puskesmas
akibat penyakitnya secara fisik, proses pengobatan, Cilacap Tengah 1 tahun 2020 menunjukan jumlah
dan komplikasi yang ditimbulkannya (Rahmat, kunjungan pasien DM yang mengunjungi puskesmas
2010). Masalah kualitas hidup penting untuk diteliti untuk berobat sebanyak 1.346 orang. Jumlah pasien
karena dapat mengetahui kapasitas individu dalam DM tanpa komplikasi sebanyak 152 orang.
mengelola penyakitnya. Meski individu memiliki Sedangkan jumlah pasien DM dengan hipertensi
diabetes tapi diharapkan mampu menjaga sebanyak 43 orang.
kesehatannya dan memiliki kesejahteraan hidup Hasil wawancara singkat dengan 5 orang yang
jangka panjang (Rubin, 2000). menderita DM pada saat studi pendahuluan pada
Kualitas hidup lansia dipengaruhi berbagai prolanis UPTD puskesmas Cilacap Tengah 1
factor seperti Kesehatan fisik, Kesehatan psikologis, sebagian besar memiliki Self Care yang kurang,
hubungan sosial dan lingkungan (Kota et al, mereka mengatakan tidak memperhatikan pola
2018).Kualitas hidup lansia dapat dipengaruhi juga makan dan tidak melakukan diet DM, tidak
karena adanya penyakit kronis yang telah bertahun- melakukan olahraga secara rutin, mereka mempunyai
tahun diderita. Selain itu penyakit kronis merupakan alat cek DM sendiri, dan mengkonsumsi obat yang
penyakit yang penyembuhannya jarang sembuh dibeli di apotik. Sedangkan untuk kualitas hidup
secara total. Penyakit kronis yang diderita selama mereka juga memiliki kualitas hidup yang kurang
bertahun-tahun dapat menyebabkan komplikasi baik, mereka mengatakan kurang puas terhadap
apabila tidak ditangani secara tepat. Permasalahan kesehatannya saat ini, kurang menikmati hidupnya,
medis, sosial, dan psikologis dapat muncul tidak mampu berkonsentrasi dengan baik, sering

4
merasa lemas dan lelah dalam kehidupan sehari-hari, b. Tinggi 19 54,3
dan mereka sering susah tidur pada malam hari. Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2021
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
hubungan antara Self Care dengan kualitas hidup Tingkat pendidikan
penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelompok prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah sebagian besar penyandang Diabetes Melitus
1. (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis UPTD
Puskesmas Cilacap Tengah 1 adalah
METODE PENELITIAN berpendidikan dasar (48,6%). Tingkat
Desain penelitian menggunakan survey analtytic pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil pengetahuan dan informasi yang didapat
dengan teknik purposive sampling sebanyak 35 orang tentang perawatan DM tipe 2. Rendahnya
penyadang DM pada Prolanis UPTD Puskesmas tingkat pendidikan dan pengetahuan
Cilacap Tengah 1. Kriteria inklusi dalam penelitian merupakan dalah satu penyebab tingginya
ini adalah responden berusia ≥ 60 tahun, pendidikan angka kasus suatu penyakit (Yosmar, et al.
minimal SD, laki-laki, lama menderita DM ≥ 2 tahun,
2018).
mampu berkomunikasi dengan baik dan bersedia
menjadi responden. Instrumen penelitian Hal ini sesuai dengan teori yang
menggunakan kuesioner Summary of Diabetes Self- dikemukakan oleh Potter & Perry (2010) yang
Care Activity (SDSCA) yang dikembangkan oleh menerangkan bahwa tingkat pendidikan dapat
Toobert, Hampson & Glasgo w (2000) dan telah meningkatkan pengetahuan seseorang tentang
diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Kusniawati kesehatan. Semakin banyak informasi yang
(2011) dengan nilai uji validitas r berada pada masuk semakin banyak pula pengetahuan
rentang r= 0,363--0,728 dengan r tabel=0,361 dan yang didapat tentang kesehatan. Menurut
nilai reliabilitas alpha Cronbach’s = 0,812 sedangkan Akhsyari (2016) menjelaskan bahwa tingkat
kuesioner WHO QoL-BREF yang diterjemahkan pendidikan dapat berhubungan dengan
oleh Panjaitan (2019) dengan nilai uji validitas r kemampuan menerima informasi-informasi
berada pada rentang r= 0,66-0,87 dan nilai
kesehatan khususnya tentang diabetes melitus
reliabilitas alpha Cronbach’s = 0,91. Analisis data
menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan termasuk perawatan kesehatan.
uji statistik uji Chi-Square. Hasil ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Al-Rasheedi (2014) terhadap
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN pasien diabetes tipe II yang berkunjung ke
Rumah Sakit Universitas King Khalid selama
1. Karakteristik responden
periode 6 bulan pada 2012-2013
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat
Distribusi Frekuensi Karakteristik Penyandang pendidikan tinggi memiliki kesadaran yang
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis
UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 Berdasarkan
lebih baik tentang komplikasi dan tingkat
Pendidikan, Pekerjaan dan Kadar Gula Darah kepatuhan diet yang tinggi (70,5%).
Sewaktu (n = 35) Penelitian lain yang dilakukan oleh Pahlawati
N
Karakteristik Responden f % & Nugroho (2019) dan Latiifah (2020) yang
o menyatakan bahwa ada hubungan antara
1 Tingkat Pendidikan: Tingkat Pendidikan dengan kejadian Diabetes
a. Tidak sekolah 2 5,7
b. Dasar 17 48,6 Mellitus.
c. Menengah 11 31,4
d. Tinggi 5 14,3 Pekerjaan
2 Pekerjaan orang tua: Penyandang Diabetes Melitus (DM)
a. PNS 2 5,7 Tipe 2 di Kelompok Prolanis UPTD
b. Pegawai 2 5,7
c. Petani 1 2,9
Puskesmas Cilacap Tengah 1 mayoritas tidak
d. Wiraswasta 7 20,0 bekerja (34,3%). Menurut Akhsyari (2016),
e. Buruh 4 11,4 faktor status kerja ada hubungannya dengan
f. Tidak bekerja 12 34,3 kejadian diabetes melitus. pekerjaan
g. Lain-lain 7 20,0 seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas
3 Kadar gula darah sewaktu :
fisiknya, orang tidak bekerja memiliki
a. Normal 16 45,7
aktivitas fisik yang kurang sehingga

5
meningkatkan resiko obesitas. Jenis pekerjaan Tengah 1 Berdasarkan Usia dan Lama Menderita
dapat memicu timbulnya penyakit melalui ada (n = 35)
tidaknya aktivitas fisik didalam pekerjaan, No Karakteristik Mean Min-Max 95% CI
sehingga dapat dikatakan pekerjaan seseorang 64,93-
1 Usia 67,17 60-82
mempengaruhi aktivitas fisiknya. 69,41
Hal didukung oleh penelitian yang Lama
2 5,42 3-13 4,56-6,28
dilakukan oleh Latiifah (2020) yang Menderita
menyatakan bahwa pasien DM tipe 2 di Sumber : Data primer diolah tahun 2021
Puskesmas Purwosari Surakarta sebagian
besar tidak bekerja (67,4%). Penelitian lain Usia
yang dilakukan oleh Rahayu (2018) di Rata-rata umur penyandang Diabetes
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis
Kota Semarang menunjukkan bahwa lebih UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 adalah
dari sebagian responden tidak bekerja 67,17 tahun dengan umur terendah adalah 60
(67,7%). Sedangkan berdasarkan kadar gula tahun dan tertinggi adalah 82 tahun. Hal ini
darah diketahui bahwa lebih dari setengah menunjukkan bahwa semakin bertambahnya
responden memiliki kadar gula darah yang usia cenderung seseorang akan mengalami
tidak terkendali (60%). DM tipe 2. Hasil ini sesuai dengan teori
Sudoyo et.al., (2010) bahwa semakin tua usia
Kadar gula darah sewaktu seseorang maka risiko peningkatan kadar
Pemantauan hasil pengobatan pasien glukosa darah dan gangguan toleransi glukosa
DM dapat dilakukan dengan menggunakan akan semakin tinggi. Kenaikan kadar gula
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan darah puasa dalam satu dekade usia seseorang
glukometer. Gula darah tinggi jika yang telah melampaui usia 30 tahun akan naik
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu sekitar 1-2 mg/dL. Hasil ini diperkuat oleh
≥200mg/dl (PERKENI, 2015). Kadar gula Perkeni (2015) yang menegaskan bahwa
darah sewaktu pada penyandang Diabetes risiko untuk menderita intolerasi glukosa
Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 Semakin bertambahnya usia maka
mayoritas tinggi (54,3%). Hasil ini dapat individu akan mengalami penyusutan sel-sel β
disebabkan karena pada masa pendemi Covid- yang progresif. Organ tubuh yang melemah
19 yang telah melanda dunia menyebabkan akan mengalami penurunan fungsi organ
pasien fokus pada pencegahan penularan tubuh pada lansia termasuk sel β pankreas
Covid 19 sehingga pasien kurang yang bertugas menghasilkan insulin. Sel β
memperhatikan kadar gula darah dan jarang pankreas dapat mengalami degradasi sehingga
melakukan aktivitas fisik. menyebabkan hormon insulin yang dihasilkan
Hal ini sesuai dengan pendapat terlalu sedikit sehingga kadar glukosa darah
Simanjuntak et.al., (2020) yang menyatakan naik (Trisnawati et.al., 2013).
bahwa penyandang DM memiliki risiko tinggi Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
tertular Covid-19 dan memilik prognosis yang Kekenusa et.al., (2013) pada pasien rawat
buruk apabila terinfeksi Covid-19. Namun, jalan dalam blu poliklinik penyakit dalam
kebanyakan penyandang DM hanya fokus RSUP Prof. R.D. Kandou Manado didapatkan
pada pencegahan Covid-19 sehingga mereka bahwa ada hubungan yang bermakna antara
lupa untuk mengontrol kadar gula darah. umur dengan kejadian Diabetes mellitus tipe
Pasien DM tipe 2 jarang untuk memeriksa II, hasil penghitungan didapatkan responden
kadar gula darah, jarang minum obat, kurang yang berumur ≥ 45 tahun menderita DM lebih
melakukan aktifitas fisik dan kurang banyak (56,3%) dibandingkan yang berumur
memperhatikan pola makan. < 45 tahun, seorang yang berumur ≥ 45 tahun
memiliki risiko 8 x lebih besar terkena
Tabel 4.2 penyakit DM tipe II dibandingkan dengan
Analisis Statistik Distribusi Frekuensi Karakteristik orang yang berumur kurang 45 tahun.
Penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Penelitian lain yang dilakukan oleh Awad
Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap (2011) menunjukkan peningkatan jumlah

6
pasien DM Tipe 2 pada pasien yang berumur 2 Kurang baik 19 54,3
lebih dari 50 tahun. Jumlah 35 100
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2021
Lama menderita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Rata-rata lama menderita penyandang
self care pada penyandang Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok
(DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis UPTD
Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1
Puskesmas Cilacap Tengah 1 paling banyak
adalah 5 tahun dengan rentang 95 % berada
kurang baik sebanyak 19 orang (54,3%).
pada umur 4,5 tahun sampai 6 tahun. Semakin
Responden dalam melakukan self care selama
lama seseorang mengalami diabetes maka
1 minggu jarang melakukan kontrol kadar
semakin besar risiko komplikasi dan angka
gula darah. Hasil ini berdasarkan jawaban
kejadian neuropati diabetik semakin besar
responden pada item pertanyaan nomor 9
(LeMone & Burke, 2011). Responden dalam
dengan persentase jawaban terendah (17,6%).
penelitian ini adalah pasien yang tidak
Hal ini dapat disebabkan karena pada masa
mengalami ulkus diabetik karena pasien
pandemi Covid-19, responden takut
berumur dalam 95% dalam rentang 4,5 tahun
berkunjung ke fasilitas kesehatan karena takut
sampai 6 tahun.
tertular Covid-19 sehingga kadar gula darah
Hal ini sesuai dengan teori Riyanto
tidak terkontrol dengan baik yang dalam
(2007) bahwa ulkus kaki diabetik merupakan
penelitian sebagian besar dengan kategori
salah satu komplikasi yang sering terjadi
tinggi (54,3%).
terutama pada penderita DM yang telah
Hal ini sesuai dengan pendapat
menderita selama 10 tahun atau lebih.
Handayani (2020) yang menyatakan bahwa
Menurut Muhdar et.al., (2018), hal ini
pasien diabetes harus lebih waspada dan
dikerenakan lama menderita DM
disiplin dalam menjaga kadar gula darah
menyebabkan Hiperglikemik kronis sehingga
selama pandemi agar kondisinya sehat dan
terjadi vaskulopati dan neuropati pada ulkus
mencegah terjadinya komplikasi. Namun di
kaki diabetik. Semua penyandang DM yang
saat yang bersamaan terdapat kekhawatiran
disertai neuropati perifer harus diberikan
untuk melakukan kontrol gula darah ke
edukasi tentang perawatan kaki untuk
fasilitas kesehatan karena selalu dibayangi
mengurangi resiko ulkus kaki diabetik.
oleh penularan virus Covid-19.
Hasil penelitian ini didukung dengan
Berdasarkan data yang diperoleh
penelitian yang dilakukan oleh Betteng et.al.,
Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES) dari
(2014) yang telah membuktikan bahwa rata-
BPJS Kesehatan menyatakan bahwa
rata neuropati diabetik sudah mengalami
sepanjang pandemi Covid-19 terjadi
diabetes melitus selama 10 tahun. Lama
penurunan pemenuhan rasio pasien prolanis
menderita diabetes lebih dari 10 tahun
terkendali/RPPT (termasuk diabetes melitus)
memiliki resiko 19 kali lebih tinggi
yaitu turun hampir 50% (data bulan Februari
dibandingkan pasien dengan diabetes kurang
2020 dibandingkan Mei 2020) di seluruh
dari 10 tahun. Penelitian lain yang dilakukan
Indonesia; hal ini termasuk karena
oleh Hastuti (2008) menunjukkan bahwa lama
menurunnya angka kontak peserta JKN ke
menderita diabetes merupakan faktor resiko
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
terjadinya ulkus diabetik. Lama DM ≥ 10
juga sejumlah 42%. Di sisi lain, mayoritas
tahun mempunyai risiko terjadi ulkus
fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan
diabetika sebesar 6,0 kali dibandingkan
cukup terfokus untuk menangani pasien
dengan lama DM < 5 tahun.
positif Covid-19, sehingga kapasitas
pelayanan untuk penderita diabetes tidak
2. Gambaran self care
Tabel 4.3
semaksimal sebelumnya (Tarigan, 2020).
Distribusi Self care pada Penyandang Diabetes Self care yang jarang dilakukan oleh
Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis UPTD penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di
Puskesmas Cilacap Tengah 1 (n = 35) Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap
No Self care f % Tengah 1 adalah tidak melakukan olah raga.
1 Baik 16 45,7 Hasil ini berdasarkan jawaban responden item

7
pertanyaan nomor 7 dengan persentase separuh dengan kategori baik (45,7%).
jawaban terendah kedua (19,2%). Kurangnya Berdasarkan jawaban responden, kegiatan self
olah raga pada penyandang DM tipe II dapat care yang sering dilakukan terletak pada
disebabkan karena pasien DM tipe 2 domain perawatan kaki yang ditunjukkan
cenderung lebih fokus menangani pada item pernyataan nomor 12 (82%) dan
penyakitnya dengan terapi obat dan diet nomor 14 (70,6%). Hasil ini dapat disebabkan
sehingga mengabaikan olah raga. karena responden adalah pesereta Prolanis
Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmadi yang telah diberikan edukasi bahwa ulkus
et.al., (2017) bahwa penderita DM terkadang kaki diabetik dapat memberi dampak yang
lebih fokus dalam menangani masalah signifikan terhadap penurunan kualitas
peningkatan gula darahnya dengan cara sumber daya manusia dan peningkatan biaya
mengkonsumsi obat-obatan dan mengatur kesehatan sehingga responden rajin dalam
pola diet. Aspek yang sering diabaikan adalah melakukan perawatan kaki (Rahmawati et.al.
aktivitas olahraga atau latihan fisik. 2016).
Berdasarkan informasi dari UPT Puskesmas Hal ini sesuai dengan pendapat Perkeni
Cilacap Tengah I (2021) bahwa selama (2015) bahwa edukasi memegang peranan
pandemi kegiatan senam lansia ditiadakan. penting dalam penatalaksanaan DM tipe 2
Hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor karena pemberian edukasi kepada penderita
kurangnya olah raga pada lansia karena lansia dapat merubah perilaku pasien dalam
tidak mempunyai motivasi untuk melakukan melakukan pengelolaan DM secara mandiri
olah raga. yang berkenaan dengan: perawatan kaki
Febrianto et.al., (2012) menjelaskan secara berkala. Menurut Notoatmodjo (2010),
bahwa kurangnya olahraga pada lansia edukasi kesehatan adalah upaya persuasi atau
disebabkan karena lansia tidak termotivasi pembelajaran kepada masyarakat agar
dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan masyarakat mau melakukan tindakan untuk
olahraga senam lansia, sebagian besar lansia memelihara, dan meningkatkan taraf
akan melakukan olahraga senam lansia jika kesehatannya.
sudah didorong oleh keluarganya, dan tenaga Hal ini didukung oleh penelitian yang
kesehatan untuk melaksanakan olahraga. dilakukan oleh Vatankhah et.al., (2009) yang
Faktor fisik lansia juga dapat mempengaruhi menunjukkan bahwa pemberian edukasi
motivasi lansia melakukan olah raga. Kondisi tentang perawatan kaki dapat memperbaiki
fisik lansia yang lemah dapat menyebabkan perilaku perawatan kaki. Hasil penelitian
lansia tidak mampu untuk melakukan olah lainnya oleh Beiranvand et.al., (2015)
raga. menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
Hal ini didukung oleh penelitian yang signifikan antara kelompok yang telah
dilakukan oleh Dewi (2018) bahwa lansia diberikan edukasi dengan kelompok yang
yang memiliki permasalahan kesehatan tidak diberikan edukasi terhadap praktik
umumnya mengalami keterbatasan aktivitas perawatan kaki (p <0,000).
fisik. Menurunnya aktivitas fisik ini justru
bisa semakin memperburuk kondisi kesehatan 3. Gambaran kualitas hidup
dan kualitas hidup lansia. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Febrianto et.al., (2012) Tabel 4.4
menunjukkan bahwa ada hubungan antara Distribusi Kualitas Hidup pada Penyandang
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis
faktor fisik dengan motivasi lansia melakukan UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 (n = 35)
senam lansia di Panti Sosial Lanjut Usia
(PSLU) Kabupaten Mojokerto tahun 2012 (pv No Kualitas Hidup f %
1 Baik 31 88,6
= 0,000).
2 Buruk 4 11,4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jumlah 35 100
self care penyandang Diabetes Melitus (DM) Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2021
Tipe 2 di Kelompok Prolanis UPTD
Puskesmas Cilacap Tengah 1 kurang dari

8
Tabel 4.5
Distribusi Kualitas Hidup Berdasarkan Skor Terbesar pada Masing-masing Domain
di Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 (n = 35)
Total
No Item WHOQOL-BREF Kategori % %
Skor
A. Domain Fisik
1. Item No.15 134 76,57
Sebarapa baik kemampuan Buruk 8,6
anda dalam bergaul? Biasa biasa saja 17,1
Baik 57,1
Sangat baik 17,1

B. Domain Psikologi
1. Item No.11 149 85,14
Apakah anda dapat Sedang 22,9
menerima penampilan tubuh Seringkali 28,6
anda? Sepenuhnya dialami 48,6
2. Item No.7 147 84,00
Seberapa baik anda mampu Biasa biasa saja 20,0
berkonsentrasi? Memuaskan 40,0
Sangat memuaskan 40,0
C. Domain Dukungan Sosial
1. Item No.20
Seberapa puaskah anda Tidak memuaskan 11,4 134 76,57
dengan hubungan Biasa-biasa saja 20,0
personal/ sosial anda? Memuaskan 42,9
(interaksi dengan orang Sangat memuaskan 25,7
lain)
D. Domain lingkungan
1. Item No.8 144 82,29
Seberapa aman yang anda Tidak sama sekali 2,9
rasakan dalam kehidupan Sedikit 2,9
sehari-hari? Dalam jumlah sedang 20,0
Sangat sering 28,6
Dalam jumlah 45,7
berlebih
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2021

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Responden belum mengalami gangguan


kualitas hidup pada penyandang Diabetes konsentrasi sehingga tidak mempengaruhi
Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis kualitas hidup responden.
UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 sebagian Penelitian ini didukung teori Potter &
besar baik (88,6%). Berdasarkan jawaban Perry (2010) yang menyatakan bahwa
responden dengan persentase terbesar terdapat perubahan dalam penampilan, struktur atau
pada domain psikologis yaitu item pernyataan fungsi tubuh memerlukan penyesuaian citra
nomor 11: responden dapat menerima tubuh. Menurut Keliat, et.al. (2011),
penampilan tubuhnya (85,1%) dan nomor 7: komplikasi ulkus diabetikum pada pasien DM
responden tidak mengalami gangguan dapat berefek pada citra tubuh mereka. Citra
konsentrasi (84%). Hal ini disebabkan karena tubuh merupakan kumpulan dari sikap
responden dalam penelitian ini belum individu yang disadari dan tidak disadari
mengalami ulkus diabetik dan komplikasi terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa
sehingga tidak mempengaruhi citra tubuhnya.

9
lalu dan sekarang, serta perasaan tentang psikologis sehingga kualitas hidup lansia
struktur, bentuk, dan fungsi tubuh. menjadi rendah
Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Penyandang Diabetes Melitus (DM)
Ningsih (2008) tentang pengalaman Tipe 2 di Kelompok Prolanis UPTD
psikososial pasien ulkus diabetikum Puskesmas Cilacap Tengah 1 menyatakan
menyimpulkan bahwa perubahan fungsi bahwa merasakan aman yang berlebih
bagian tubuh pada penderita ulkus diabetikum (45,7%). Hal ini menunjukkan bahwa
baik karena kaki yang tidak bisa berfungsi lingkungan keluarga dapat memberikan rasa
secara optimal ataupun penurunan fungsi aman kepada responden. Hal ini sesuai
tubuh secara keseluruhan karena DM akan dengan pendapat Setiadi (2008) bahwa
membuat responden merasa tidak berdaya keluarga sebagai sebuah tempat yang aman
karena tidak dapat menjalankan perannya dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
sehari-hari, mempunyai perasaan menjadi membantu penguasaan terhadap emosi.
beban keluarga dan menjadi tidak sebebas dan Dukungan emosional merupakan bentuk
seaktif dulu ketika tidak mengalami ulkus dukungan atau bantuan yang dapat
diabetikum. Hal inilah akhirnya memberikan rasa aman, cinta kasih,
mempengaruhi citra tubuh. Penelitian lain membangkitkan semangat dan mengurangi
yang dilakukan oleh Ignasia, et.al., (2021) putus asa. Menurut Fadillah (2013), dukungan
menyatakan bahwa lansia sering memiliki keluarga adalah semua bantuan yang
perasaan negatif seperti sudah tidak mampu diberikan oleh keluarga sehingga memberikan
berkonsentrasi dengan baik pada saat sedang rasa aman secara fisik dan psikologis pada
bekerja sehingga hal-hal tersebut sangat individu yang sedang merasakan tertekan atau
mempengaruhi terutama pada domain stress.
Tabel 4.6
Distribusi Kualitas Hidup Berdasarkan Skor Terendah pada Masing-masing Domain
di Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1
Total
No Item WHOQOL-BREF Kategori % %
Skor
A. Domain Fisik
1. Item No.3 100 57,14
Sejauh mana anda merasa Dalam jumlah 11,4
bahwa sakit fisik berlebih 34,3
menghalangi anda Sangat sering 14,3
melakukan aktivitas? Dalam jumlah sedang 37,1
Sedikit 2,9
2. Item No.4 Tidak sama sekali 101 57,71
Seberapa sering anda 5,7
membutuhkan terapi medis Dalam jumlah 40,0
untuk menunjang kehidupan berlebih 17,1
sehari- hari anda? Sangat sering 34,3
Dalam jumlah sedang 2,9
Sedikit
Tidak sama sekali
B. Domain Psikologi
1. Item No.5
Seberapa jauh anda Sangat tidak memuaskan 5,7 128 73,14
menikmati hidup? Biasa-biasa saja 28,6
Memuaskan 54,3
Sangat memuaskan 11,4
C. Domain Dukungan Sosial
1. Item No.20
Seberapa puaskah anda Sangat tidak memuaskan 20,0 104 59,43
terhadap kehidupan Tidak memuaskan 11,4
seksual anda? Biasa-biasa saja 31,4

10
Memuaskan 25,7
Sangat memuaskan 11,4
D. Domain lingkungan
1. Item No.14 74 42,29
Seberapa sering anda Tidak sama sekali 37,1
memiliki kesempatan Sedikit 25,7
untuk bersenang- Dalam jumlah sedang 25,7
senang/ rekreasi? Sangat sering 11,4
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2021

Kualitas hidup pada penyandang menunjang kehidupan sehari- harinya


Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok (40%).
Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah Hal ini didukung penelitian yang
1 sebagian kecil dengan kategori buruk dilakukan oleh Arifin et.al., (2020) yang
(11,4%). Kualitas hidup yang buruk dapat menyatakan bahwa hasil kualitas hidup yang
disebabkan karena responden tidak pernah rendah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
mempunyai kesempatan berekreasi dengan RSUD Sinjai disebabkan karena rata-rata
keluarga (42,3%). Hal ini dapat disebabkan responden merasa hidupnya kurang puas
karena responden sudah merasakan sedikit akibat perubahan fisik yang dialami oleh
merasakan sakit (37,1%) bahkan sering pasien diabetes melitus. Perubahan fisik yang
merasakan sakit fisik (34,3%) sehingga dirasakan seperti rasa sakit yang mengganggu
menghalangi melakukan aktivitas dan sangat saat beraktivitas dan kurangnya kesempatan
sering membutuhkan terapi medis untuk untuk rekreasi.
4. Hubungan self care dengan kualitas hidup

Tabel 4.7
Hubungan Antara Self care Dengan Kualitas Hidup Penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
di Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1
Kualitas Hidup Total Pv 2
No Self care Baik Buruk n %
f % f %
1 Baik 14 87,5 2 12,5 16 100
2 Kurang baik 17 89,5 2 10,5 19 100 0,855 0,033
Jumlah 31 88,6 4 11,4 35 100
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2021

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fajriyah, 2018). Meningkatnya keaktifan


penyandang DM Tipe 2 pada kelompok dalam kelompok dukungan sosial atau
Prolanis di UPTD Puskesmas Cilacap Tengah prolanis dapat menguatkan kemampuan
I dengan self care yang baik sebagian besar individu dalam mengatasi permasalahan
mempunyai kualitas hidup yang baik (93,8%), hidup sehingga meningkatkan kualitas
begitu pula penyandang DM Tipe 2 dengan hidupnya (Antari et.al., 2012)
self care yang kurang baik sebagian besar Dukungan emosional muncul ketika
mempunyai kualitas hidup yang baik (89,5%). anggota kelompok bisa saling 4memuji,
Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain saling menunjukkan rasa hormat terhadap
salah satunya adalah responden aktif kemampuan anggota lain, mendengarkan
mengukuti kegiatan Prolanis. Adanya masalah anggota lain tanpa mengkritik,
keaktifan diabetisi tipe 2 dalam kelompok mencoba memberi saran dan saling berbagi
dukungan prolanis akan mendapatkan perasaan (Syailendrawati, 2012). Dukungan
keuntungan terkait fungsi kelompok, sosial dapat mempengaruhi kondisi fisik dan
diantaranya dukungan sosial. Dukungan psikologis diabetisi tipe 2 dengan
sosial tersebut dapat berupa dukungan melindunginya dari efek negatif yang timbul
informasional dan emosional (Wicaksono & dari tekanan yang dialami oleh diabetisi tipe

11
2. Semakin aktif dalam wadah kelompok yang berperan dalam hubungan self care
dukungan akan tumbuh perasaan aman, dengan kualitas hidup. Pasien DM perempuan
nyaman sehingga akan meningkatkan memiliki kualitas hidup rendah dibandingkan
perhatian terhadap diri sendiri dan motivasi laki-laki. Mardia (2017) menambahkan
untuk melakukan pengelolaan penyakit, bahwa salah satu faktor penentu kualitas
kondisi ini akan mencegah munculnya stres hidup adalah jenis kelamin. Jenis kelamin
pada diabetisi tipe 2. Stres akan memicu laki-laki memiliki kualitas hidup yang lebih
peningkatkan kortisol dalam tubuh yang akan baik dibandingkan dengan perempuan. Ini
mempengaruhi peningkatkan kadar glukosa dikarenakan adanya perbedaan dalam peran
darah dengan meningkatkan glukoneogenesis, serta akses dan kendali dari banyak sumber,
katabolisme lemak dan protein. Selain itu, sehingga kebutuhaan mereka juga akan
kortisol juga akan mengganggu ambilan berbeda.
glukosa oleh sel tubuh sehingga dapat
mempengaruhi kadar glukosa darah. Kondisi SIMPULAN
ini dapat menyebabkan terjadinya Penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
ketidakseimbangan kadar gula dalam darah di Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap
dan jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama Tengah 1 sebagian besar berpendidikan dasar
maka risiko munculnya komplikasi akan (48,6%), tidak bekerja (34,3%), kadar gula darah
meningkat (Antari et.al., 2012). sewaktu tinggi (54,3%), rata-rata umur
Hasil analisis statistik membuktikan penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
bahwa tidak ada hubungan antara self care adalah 67,17 tahun dan rata-rata lama menderita
dengan kualitas hidup Penyandang Diabetes DM tipe II adalah 5,42 tahun. Self care pada
Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok Prolanis penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di
UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1 (pv = Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap
1,00). Hasil ini didukung oleh penelitian Tengah 1 sebagian besar kategori kurang baik
Rantung et.al., (2015) yang menyatakan (54,3%). Kualitas hidup pada penyandang
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Kelompok
antara self-care dengan kualitas hidup Pasien Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap Tengah 1
Diabetes Melitus di Persatuan Diabetes sebagian besar kategori baik (88,6%). Tidak ada
Indonesia (PERSADIA) Cabang Cimahi (pv hubungan antara self care dengan kualitas hidup
= 0,069). Penelitian lain yang dilakukan oleh Penyandang Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di
Azalia (2020) menyatakan bahwa tidak ada Kelompok Prolanis UPTD Puskesmas Cilacap
hubungan antara pengaturan pola makan dan Tengah 1 (pv = 0,855, α = 0,05).
perawatan kaki dengan kualitas hidup
penderita DM (pv = 0,054 dan 0,147). SARAN
Namun demikian hasil penelitian ini UPTD Puskesmas Cilacap Utara I
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan disarankan untuk meningkatkan pemberian
oleh Chaidir et.al., (2017) yang menyatakan edukasi dan informasi serta mengajak pasien
bahwa korelasi antara self care dengan diabetes melitus agar dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien Diabetes Melitus yaitu aktivitas self care yang dilakukan dengan
sebesar 0.432, maka dapat disimpulkan optimal sehingga komplikasi dapat diminimalisir
bahwa hubungan antara self care dengan sehingga pasien Diabetes Melitus dapat
kualitas hidup pasien Diabetes Melitus menjalankan hidup dengan normal. Hasil
diwilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh penelitian ini diharapkan dapat menjadi
berbanding lurus dan memiliki tingkat informasi tambahan dan masukan bagi
korelasi sedang. Perbedaan hasil penelitian ini pendidikan keperawatan khususnya keperawatan
dapat disebabkan karena dalam responden keluarga untuk mensupport self care. Pasien DM
dalam penelitan ini adalah laki-laki yang Tipe 2 disarankan untuk dapat meningkatkan
sebagian besar mempunyai kualitas hidup kualitas hidupnya dengan menyempatkan waktu
yang baik (88,6%). untuk berekreasi dengan keluarganya. Bagi
Hal ini sesuai dengan Rantung (2015), peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan
jenis kelamin merupakan salah satu faktor lebih lanjut pada penelitian sejenis, seperti

12
membahas tentang faktor lama menderita dan Azalia, M. (2020). Hubungan Self Care Dengan
dukungan keluarga dalam kaitannya dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus
peningkatan kualitas hidup pasien diabetes di RS. Umum Anutapura Palu. Naskah
melitus. Publikasi: Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Tadulako Palu.
DAFTAR PUSTAKA Azizah Rohmatul, 2016).
Beiranvand, S, Fayazi, S. & Asadizake. M. (2015).
Ahmadi, C., Hasneli, Y. & Woferst, R. (2017). Effect of Educational Programs on The
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Knowledge, Attitude and Practice of Foot
Aktivitas Olahraga Penderita Diabetes Care in Patients With Diabetes. Jundishapur
Melitus. Naskah Publikasi: Program Studi J chronic dis care 4(2).
Ilmu Keperawatan Universitas Riau
Betteng, R., Pangemanan, D. & Mayulu, N. (2014).
Akhsyari, F.Z. (2016). Karakteristik Pasien Diabetes Analisis Faktor Risiko Penyebab Terjadinya
Melitus di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Usia
Sragen. Naskah publikasi: Universitas Produktif di Puskesmas Wawanosa. Jurnal e-
Muhammadiyah Surakarta Biomedik, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
Al-Rasheedi A.A. (2014). The Role of Educational Chaidir, R., Wahyuni, A.S. & Furkhani, D.W.
Level in Glycemic Control among Patients (2017). Hubungan Self Care Dengan Kualitas
with Type II Diabetes Mellitus. Int J Health Hidup Pasien Diabetes Melitus. Journal
Sci (Qassim). 2014;8(2):177-187. Endurance 2(2) June 2017 (132-144).
doi:10.12816/0006084
Dewi, S.K. (2018). Level Aktivitas Fisik dan Kualitas
American Diabetes Association (ADA). (2012). Hidup Warga Lanjut Usia. Jurnal MKMI, Vol.
Medical Advice For People With Diabetes In 14 No. 3, September 2018, DOI:
Emergency Situations. American Diabetes http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v14i3.4604.
Association Journal.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. (2016). Profil
American Diabetes Association (ADA). (2016). Kesehatan Kota Semarang 2015. Tersedia
Diabetes Management guidelines, diakses secara online di
tanggal 15 Juli 2021 dari http://dinkes.semarangkota.go.id/?
http://www.ndei.org/ADA-diabetes- p=halaman_ mod&jenis=profil.
management-guildelinesdiagnosisA1C-
testing.aspx. Fadillah, Z. S. (2013). Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Depresi Penderita Kusta
Antari, G.A.A., Rasdini, I.G.A. & Triyani, G.A.P. di Dua Wilayah Tertinggi Kusta di
(2012). Besar Pengaruh Dukungan Sosial Kabupaten Jember. Diakses pada tanggal 15
terhadap Kualitas Hidup pada Penderita Oktober 2015
Diabetes Militus tipe 2 di poliklinik Interna
RSUP Sanglah. Naskah Publikasi: Febrianto, E.W., Syarifah, A.S. & Kolifah. (2012).
Universitas Udayana Bali. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Motivasi Lansia Melakukan Olah Raga
Arifin, H., Afrida & Ernawati. (2020). Hubungan Senam Lansia di Panti Sosial Lanjut Usia
Self Care Dengan Kualitas Hidup pada (Pslu) Kabupaten Mojokerto. Naskah
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Publikasi: STIKES Pemkab Jombang.
Sinjai. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis
Volume 15 Nomor 4 Tahun 2020, eISSN: Grivit dkk,2017).
2302-2531. Handayani, I. (2020). Kematian Pasien Covid-19
Asnaniar (2019) yang Komorbid Diabetes Sangat Tinggi,
diakses tanggal 25 November 2020 dari :
Awad, N., Langi, Y., dan Pandelaki, K. (2011). https://www.beritasatu.com/
Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes kesehatan/702665/kematian-pasien-covid19-
Melitus Tipe II Di Poliklinik Endokrin yang-komorbid-diabetes-sangat-tinggi
Bagian/Smf Fk-Unsrat Rsu Prof.Dr. R.D
Kandou Manado Periode Mei 2011 - Oktober Hariyono (2014)
2011 (Skripsi). Universitas Sam Ratulangi, Hastuti, R T. (2008). Faktor-Faktor Resiko Ulkus
Manado. Diabetika pada Penderita Diabetes Melitus

13
(Studi Kasus di RSUD dr. Moewardi DR. Soedarso Dan Klinik Kitamura
Surakarta) Tahun 2008. Naskah Publikasi: Pontianak. Naskah Publikasi: Fakultas
Program Studi Magister Epidemologi, Kesehatan Masyarakat Universitas
Universitas Diponegoro Semarang. Muhamadiyah Pontianak.
Ignasia, D.P., Grace D.K. & Wulan, J.P.K. (2021). Muhdar, R., Siwu, J. & Katuuk, M.E. (2018).
Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Hubungan Lama Menderita Dan Perawatan
Kualitas Hidup Pada Lansia Di Desa Kaki Diabetes Dengan Resiko Ulkus Kaki
Salurang Kecamatan Tabukan Selatan Diabetik di Klinik Husada Sario Manado,
Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe. ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 6 No
Jurnal KESMAS, Vol. 10, No. 6, Juni 2021. 2, November 2018.
Internasional Diabetes Federation. (2013). Analisis Ningsih, E. S. P. (2008). Pengalaman Psikososial
Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Dengan Ulkus Kaki Diabetes Dalam
Usia Produktif Dengan Pendekatan Who Konteks Asuhan Keperawatan Diabetes
Stepwise Step 1 (Core/Inti) di Puskesmas. Mellitus. Naskah Publikasi: Universitas
Indonesia.
International Diabetes Federation (IDF). (2019).
Diabetes facts and figures. Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan.
http://www.idf.org/diabetesatlas. Jakarta: Rineka Cipta.
Kekenusa, Jhon S, dkk. 2013. Analisis Hubungan Notoatmojo, N. (2018). Metodologi Penelitian
Umur dan Riwayat keluarga menderita DM Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
dengan kejadian DM Tipe II pada Pasien rawat
Noviyantini, A. L. (2019). Kualitas Hidup Peserta
Jalan Dalam Blu Poliklinik RSUP Prof. Dr. R.
Prolanis Diabetes Tipe 2 Di Yoyakarta.
D. Kandou Manado. FKM Sam Ratulangi
Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia,
Keliat, B. A., Helena. N., & Farida. P. (2011). Vol.4, No.2, DOI:
Manajemen keperawatan psikososial & http://dx.doi.org/10.32419/jppni.v4i2.183
kader kesehatan jiwa (ed.2). Jakarta: EGC.
Nurhidayati. (2017). Pengembangan Alat Ukur
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Kualitas Hidup Indonesia. Jurnal Psikologi
Infodatin : Pusat Data Dan Informasi Insight Vol. 3, No. 1, April 2019.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pahlawati, A. & Nugroho, P.S. (2019). Hubungan
Khairani, R. (2016). Prevalensi Diabetes Melitus dan Tingkat Pendidikan dan Usia dengan
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja
Lanjut Usia di Masyarakat. Puskesmas Palaran Kota Samarinda Tahun
2019, Jurnal: Borneo Student Research,
Latiifah, I.R.N. (2020). Hubungan Antara
Universitas Muhammadiyah
Karakteristik Responden Dengan Kadar
KalimantanTimur, Samarinda.
Glukosa Darah Puasa pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental of
Purwosari Surakarta. Naskah Publikasi: Nursing: Consepts, Process, and Practice
Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu (4th edition). St Louis, MI: Elsevier Mosby.
Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Purwanti L.E, Magfirah S. (2015). Faktor Resiko
Surakarta.
Komplikasi Kronis (Ulkus Diabetik) Dalam
LeMone, P.T. & Burke, K.M. (2011). Medical- Diabetes Melitus Tipe 2. Ponorogo: Fakultas
Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah
Care, Single Volume, 4th Edition. New Ponorogo. The Indonesia Journal of Health
Jersey: Prentice Hall Health. Science, Vol 7, No 1.
Mardia. (2017). Kualitas hidup orang dengan Putri, L. R. (2017). Gambaran Self Care Penderita
HIV/AIDS berdasarkan kriteria diagnosis Diabetes Melitus (Dm) Di Wilayah Kerja
dan faktor lain di Surakarta. Berita Puskesmas Srondol Semarang, Jurnal
Kedokteran Masyarakat (BKM Journal of Institutional Repository (UNDIP-IR).
Community Medicine and Public Health)
Rahayu, K.B. Saraswati, L.D. & Setyawan, H.
Volume 33 Nomor 3 Halaman 147-152.
(2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Mitasari G. (2014). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita
Dengan Kejadian Ulkus Kaki Diabetika Diabetes Melitus Tipe 2 (Studi Di Wilayah
Pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD. Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota

14
Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e- Sulistria, Y. M. (2013). Tingkat Self Care Pasien
Journal) Volume 6, Nomor 2, April 2018 Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di
(ISSN: 2356-3346) Puskesmas Kalirungkut Surabaya, 1-11.
Rahmawati, Tahlil, T. & Syahrul. (2016). Pengaruh Syailendrawati, E. (2012). Pengaruh Keterlibatan
Program Diabetes Self Management Aktif dalam Kelompok Dukungan (Persadia)
Education Terhadap Manajemen Diri Pada terhadap Tingkat Kepatuhan Pengobatan
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Penderita Diabetes Militus di Puskesmas
Ilmu Keperawatan, Vol 4 No.1, Hal 46-58. Pakis Surabaya, Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental Vol.1 No.02, Agustus
Rantung, J., Yetti, K. & Herawati, T. (2015).
2012.
Hubungan Self-Care Dengan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Melitus (DM) di Persatuan Tarigan, M. (2020). Manajeman Diabetes Tidak
Diabetes Indonesia (Persadia) Cabang Hanya Penting Untuk Tenaga Kesehatan,
Cimahi. Jurnal Skolastik Keperawatan Vol. 1, tapi Juga Pasien. Tempo.com.
No.1 Januari Juni 2015 ISSN: 2443 0935, E- https://gaya.tempo.co/
ISSN: 2443 – 1699. read/1405951/manajeman-diabetes-tidak-
hanya-penting-untuk-tenaga-kesehatan-
Riskesdas. (2014). Badan Penelitian Pengembangan
tapi-juga-pasien
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2013.
Riset Kesehatan Daerah. Jakarta: Riskesdas Trisnawati, S.K. & Setyorogo, S. (2013). Faktor
Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018,
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta
diakses dari : http//www.depkes.go.id
Barat Tahun 2012, Jurnal Ilmiah Kesehatan,
Riyanto, B. (2007). Infeksi pada Kaki Diabetik. 5(1); Jan 2013.
Dalam: Darmono, dkk, editors. Naskah
Utami, M.H., Hasneli, Y. & Erwin. (2018).
Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau dari
Hubungan Komplikasi Diabetes Mellitus
Berbagai Aspek Penyakit dalam rangka
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Purna Tugas Prof Dr.dr. RJ Djokomoeljanto.
Mellitus, Jurnal JOM FKp, Vol. 5, No. 2 (Juli-
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Desember) 2018, h.459-467.
Diponegoro Semarang
Vatankhah, N., Khamseh, M.E., Noudeh, Y.J.,
Sarinah, S.W. (2020). Peningkatan Self Care Melalui
Aghili, R., Baradaran, H.R., & Haeri, N.S.
Metode Edukasi Brainstorming Pada Pasien
(2009). The Effectiveness of Foot Care
Diabetes Melitus Tipe 2, 7-16.
Education on People with Type 2 Diabetes in
Sekardini, 2018). Tehran, Iran. Primary Care Diabetes, 3, 73–
Setiadi. (2008). Konsep & Keperawatan Keluarga. 77.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Watkins, 2000).
Simanjuntak, G.V., Simamora, M. & Sinaga, J. Wicaksono, S. & Fajriyah, N.N. (2018). Hubungan
(2020). Optimalisasi Kesehatan Penyandang Keaktifan dalam Klub Prolanis Terhadap
Diabetes Melitus Tipe II Saat Pandemi Peningkatan Kualitas Hidup Diabetisi Tipe
Covid-19, Journal of Community 2, Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) Vol XI, No
Engagement in Health Vol.3 No.2. Sep 2020, I, Maret 2018 ISSN 1978-3167, E-ISSN
ISSN: 2620-3758 (print); 2620-3766. 2580-135X.
(online)
World Health Organization (2009). Self-care in The
http://jceh.orghttps://doi.org/10.30994/
Context of Primary Healhcare. 2009, diakses
jceh.v3i2.59, p.171-175.
dari http://www.who.int/.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever,
Yosmar, R. (2018). Survei Risiko Penyakit Diabetes
K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s:
Melitus Terhadap Masyarakat Kota Padang,
Textbook of Medical-Surgical Nursing. 11th
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, Vol. 5 No. 2
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
(Agustus 2018), pp. 134–141.
Wilkins. 2008
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,
K.M. & Setiati, S. (2010). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III (5th ed). Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

15

Anda mungkin juga menyukai