Dogeng 5
Dogeng 5
Seperti pada malam-malam musim kemarau, malam ini bulan terlihat begitu
terang, cantik menciptakan tenteram. Aktivitas manusia di desa perbukitan sudah
tidak lagi ramai. Pintu-pintu rumah sudah tertutup dan terkunci sejak selepas salat
isya’, lampu-lampu rumah juga sudah dimatikan, hanya sebagian kecil saja yang
masih menyala. Menemani penghuninya yang tetap terjaga.
“Kenapa memangnya?”
“Mereka menilai sesuatu baik atau tidak seringkali hanya dengan standar
pikirannya sendiri, yang sangat terbatas pula.” Belalang yang memulai percakapan
setelah menyadari ada seekor kumbang yang singgah di sampingnya, di atas satu
daun rumput yang sama, menghirup udara pagi yang begitu segar, menikmati
pemandangan dan tumbuh-tumbuhan yang semalaman penuh dibasahi oleh
gerimis. Setelah itu kembali berpisah, terbang menuju tujuan masing-masing.
Sejak saat itu, dalam dongeng fabel ini dikisahkan, mereka selalu bertemu di
tempat yang sama dan waktu yang sama pula, untuk saling bercerita tentang
perjalanannya. Belalang yang mampu mengepakkan sayapnya sampai enam belas
jam dalam sehari semalam, dan kumbang dengan keindahannya serta
kepandaiannya bisa bersahabat dengan makhluk lain dan juga melindungi diri dari
musuh dengan trik cerdasnya.
Meskipun begitu, mereka tetap membutuhkan teman untuk mengartikan
kehidupan dan tempat yang nyaman untuk sekedar melepas kelelahan. Taman
kecil di samping langgar Pak Jauhar, tempat anak-anak kampung mengaji menjadi
tempat yang cukup nyaman dan aman bagi mereka.
“Kamu sudah punya persediaan makanan untuk musim dingin?” Tanya Belalang
“Apa cukup?”
“Kita bukan serangga negara empat musim, jadi tidak perlu hibernasi musim dingin,
dasar kau ini. Kumbang Bintik sepertiku tidak membutuhkan makanan terlalu
banyak. Lagi pula di sini dekat dengan rumah-rumah manusia.”
“Apa cinta itu sebuah dosa?” tanya Belalang, serangga yang bahkan setelah
kematiannya tetap suci.
“Untuk menjadi lebih baik, karena ليبلوكم ايكم احسن عمال bukan “ اكثر عمال
“Apalagi itu?”
“Untuk menguji siapa yang paling baik amalnya, bukan yang paling banyak.” jelas si
kumbang.
“Padahal manusia-manusia lain sudah bahas investasi di luar angkasa, dia masih
sibuk nangisin cinta”, canda si Kumbang.
Menyela percakapan dalam dongeng fabel ini, seekor siput tua yang sudah lebih
banyak menyaksikan berbagai kehidupan berkata, “Setiap fase yang kita lewati
memberikan pelajaran yang begitu berarti. Beberapa kisah harus tercipta untuk
membuat kisah-kisah lain menjadi sempurna.