Anda di halaman 1dari 5

Biografi Abū Kāmil Shujā ibn Aslam

Nama lengkapnya adalah Abu Kamil Shuja Ibnu Aslam Ibnu Muhammad Ibnu
Shuja. Meski pengaruhnya dalam bidang matematika sungguh sangat besar, sosok
Ibnu Shuja tak sepopuler ahli matematika Muslim lainnya. Ilmuwan Muslim
terkemuka dari negeri piramida itu bergelar al-Hasib al-Misril. Ia sangat berjasa
dalam mengembangkan matematika. Buah pikirnya dalam ilmu hitung sangat
berpengaruh baik di dunia Islam maupun Barat.

Tak banyak sejarawan yang mengisahkan perjalanan hidup sang ilmuwan. Para
sejarawan hanya memperkirakan, Ibnu Shuja lahir  sekitar 850 M dan wafat sekitar
930 M. Ia merupakan penduduk asli Mesir.  Ia dikenal sebagai penerus  al-
Khawarizmi (780-850 M). Ibnu Shuja hidup sebelum era  Ali bin Ahmad Imrani
(955-956 M). Matematikawan yang oleh Mehdi Nakosteen, disebut sebagai pakar
aljabar terbaik abad ke-10 ini, tidak saja mengembangkan dasar-dasar aljabar al-
Khowarizmi tetapi juga lebih menyempurnakannya

Abu Kamil adalah salah seorang ahli matematika terbesar pada abad
pertengahan. Abu Kamil telah memberikan pengaruh besar pada perkembangan
aljabar di Eropa. Tulisan-tulisannya tentang geometri pun sangat berpengaruh
terhadap perkembangan geometri Barat, terutama sejumlah uraian aljabar terhadap
soal geometri. Sebagai penerus al-Khawarizmi, Ibnu Shuja adalah matematikus
Muslim yang berupaya menyempurnakan Aljabar karya al-Khawarizmi. Ia juga
mempelajari karya al-Khawarizmi  lain tentang matematika, seperti determinasi dan
konstruksi,  persamaan akar kuadrat, perkalian dan pembagian jumlah aljabar,
penambahan dan pengurangan akar-akar.

Ahli matematika abad Islam ini memberi pengaruh ke Eropa dalam aljabar dan
geometri, terutama dari karya-karyanya yang diterjemahkan dan dibawa oleh
Fibonacci. Fibonacci yang pernah berkelana ke wilayah Islam ini dengan dasar
berhitung dari Abu Kamil dan Al-Khoawarizmi kemudian menulis bukunya, “Liber
Abaci”pada tahun 1202 M.

Karya Abu Kamil tentang aljabar lebih dikenal lewat terjemahannya dalam
bahasa Latin. Hal tersebut dapat dilihat lewat sebuah hasil studi yang dilakukan oleh
L. C. Karpinski, seorang ahli matematika dan fisika Eropa, yang menuliskan hasil
penelitiannya dalam bidang matematika dalam sebuah buku berjudul “The Algebra of
Abu Kamil Shoja’ ben Asalam” oleh L.C. Karpinski. Ia menyusun buku tersebut
berdasarkan karya Abu Kamil versi bahasa Latin, khususnya bagian definisi jazr
(akar), mal (kapital), dan mufrad (numerik).

Karya-karya Abu Kamil banyak diterjemahkan oleh penulis-penulis Barat


lainnya seperti “Das Buch der Sletenheiten der Rechenkunst von Abu Kamil al-Misri”
oleh H. Suter, “On the Pentagon and Decagon” oleh Suter dan juga Sacherdote,
“Augmentum et Diminutio” oleh F. Woepcke (1863 M), dan lain-lain. Kebanyakan
karya-karyanya dalam waktu singkat diterjemahkan oleh Eropa ke dalam bahasa
Latin, Hebrew, Inggris, Spanyol, dll.

Ada dua buku Abu Kamil yang sangat terkenal seperti tertulis dalam “Al-
Fihrist” (sebuah daftar buku dan pengarang muslim) karya An-Nadim,, yaitu yang
pertama “Kitab fi al-Jami’ wa at-Tafrik” (tentang penambahan dan pengurangan)
yang sempat menjadi bahan diskusi berkepanjangan oleh para ahli dan mengandung
kerumitan. Yang kedua, “At-Ta’arif” yang banyak diterjemahkan dan mengandung
bahasan yang menyeluruh tentang persamaan-persamaan tak tentu. Bahasan tersebut
muncul di India (±1150 M) oleh Baskhara, dan diperkenalkan oleh Aryabhata. Karya
unggul Abu Kamil yang lain dapat disebut antara lain dengan judul “Kitab al-
Khata’ayn” (tentang dua kesalahan). Sedang, karya-karya Abu Kamil yang lain sudah
sulit untuk dirujuk judul aslinya.
Biografi Nasir al-Din al-Thusi

Nashir al-Din al-Thusi dikenal sebagai “Ilmuwan serba bisa“ (Multi talented).
Julukan (laqob) itu rasanya amat pantas disandangnya karena sumbangannya bagi
perkembangan ilmu pengetahuan modern sungguh tak ternilai besarnya. Selama
hidupnya, ilmuwan Muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk
mengembangkan berbagai ilmu, seperti astronomi, biologi, kimia, matematika,
filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama islam.

Sarjana Muslim yang kemansyhurannya setara dengan teolog dan filsuf besar
sejarah gereja seperti Thomas Aquinas, memiliki nama lengkap Abu Jafar
Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan Nasiruddin Ath-Thusi. Ia lahir pada
tanggal 18 Februari tahun 1201 M / 597 H, di kota Thus yang terletak di dekat
Mashed, disebelah timur lautan Iran. Sebagai seorang Ilmuan yang amat kondang
pada zamannya, Nasiruddin memiliki banyak nama antara lain, Muhaqqiq, Ath-Thusi,
Khuwaja Thusi, dan Khuwaja Nasir.

Nasiruddin lahir pada awal abad ke 13 M, ketika itu dunia islam telah
mengalami masa-masa sulit. Pada saat itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat
menginvensi wilayah kekuasaan Islam yang amat luas. Kota-kota Islam dihancurkan
dan penduduknya dibantai habis tentara Mongol dengan sangat kejam. Hal itu
dipertegas J.J.O‟Connor dan E.F.Robertson, bahwa pada masa itu, dunia diliputi
kecemasan. Hilang rasa aman dan ketenangan itu membuat banyak ilmuwan sulit
untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Nasiruddin pun tak dapat mengelak
dari konflik yang melanda negerinya. Sejak kecil, Nasiruddin digembleng ilmu oleh
ayahnya yang berprofesi sebagai ahli hukum di sekolah Imam Kedua Belas.

Selain digembleng ilmu agama di sekolah itu, Ath-Thusi mempelajari Fiqih,


Ushul, Hikmah dan Kalam, terutama Isyarat-nya Ibnu Sina, dari Mahdar Fariduddin
Damad,dan Matematika dari Muhammad Hasib, di Nishapur. Dia kemudian pergi ke
Baghdad di sana, dia mempelajari ilmu pengobatan dan Filsafat dari Qutbuddin,dan
juga Matematika dari Kamaluddin bin Yunus dan Fiqih serta Ushul dari Salim bin
Bardan.

Pada tahun 1220 M, invasi militer Mongol telah mencapai Thus dan kota
kelahiran Nasiruddin pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu,
penguasa Islamiyah Abdurahim mengajak sang ilmuwan untuk bergabung. Tawaran
itu tidak disia-siakannya, Nasiruddin pun bergabung menjadi salah seorang pejabat
istana Islamiyah. Selama mengabdi di istana itu, Nasiruddin mengisi waktunya untuk
menulis beragam karyanya yang penting tentang logika,filsafat, matematika, serta
astronomi. Karya pertamanya adalah kitab Akhlaq-I Nasiri yang ditulisnya pada tahun
1232 M.

Pasukan Mangol yang dipimpin Hulagu Khan cucu Chinggis Khan pada tahun
1251 M akhirnya menguasai Istana Alamut dan meluluh lantakkannya. Nyawa
Nasiruddin selamat karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu
pengetahuan. Hulagu yang dikenal bengis dan kejam, tapi Nasiruddin diperlakukan
dengan penuh hormat. Dia pun diangkat Hulagu menjadi panesehat dibidang Ilmu
Pengetahuan. Meskipun telah menjadi panesehat pasukan Mangol, Nasiruddin tidak
mampu menghentikan ulah dan kebiadapan Hulagu Khan yang membumi hanguskan
kota metropolis intelektual dunia yaitu kota Baghdad, pada tahun 1258 M. Terlebih
disaat itu, dinasti Abbasiyah berada dalam kekuasaan Khalifah Al-Musta’sim yang
lemah. Terbukti pada militer Abbasiyah tak mampu membendung gempuran pasukan
Mongol.

Meskipun tak mampu mencegah terjadinya serangan bangsa Mongol, paling


tidak Nasiruddin bisa menyelamatkan diri dan masih berkesempatan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. “Hulagu sangat bangga sekali
karena berhasil menakhlukkan Baghdad dan lebih bangga lagi karena ilmuan
terkemuka seperti Ath-Thusi bisa bergabung bersamanya” paparan O’Connor dan
Robertson dalam tulisannya tentang Sejarah Nasiruddin sebagaimana dalam tulisan
Heri Ruslan.

Hulagu sangat senang sekali ketika Nasiruddin mengungkapkan rencananya


untuk membangun Observatorium di Maragha. Saat itu, Hulagu telah menjadikan
wilayah Malagha yang berada wilayah Azerbaijan sebagai ibu kota pemerintahannya.
Pada tahun 1259 M. Nasiruddin pun mulai membangun Observatorium yang megah.
Jejak dan bekas bangunan observatorium itu masih ada dan dapat kita jumpai sampai
sekarang ini. Observatorium Maragha mulai beroperasi pada tahun 1262 M.
pembangunan dan operasional observatorium itu melibatkan serjana dari Persia
dibantu astronom dari Cina. Teknologi yang digunakan di observatorium itu terbilang
canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi penguak luar angkasa
yang digunakan di observatoriumitu ternyata merupakan penemuan dari Nasiruddin,
yang salah satunya yaitu Kuadran Azimuth. Selain itu juga, dia membangun
perpustakaan di observatorium itu, koleksi buku-bukunya terbilang lengkap yakni
terdiri dari beragam Ilmu-ilmu pengetahuan. Ditempat itu, Nasiruddin tak cuma
mengembangkan bidang astronomi saja. Dia pun turut mengembangkan filsafat dan
matematika.

Di observatorium yang dipimpinnya itu, Nasiruddin Ath-Thusi berhasil


membuat table pergerakan planet yang akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting
bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-Ilkhani yang ditulis dalam bahasa
Persia dan lalu diterjemahkan kedalam bahasa arab. Kitab itu disusuns telah 12 tahun
memimpin observatorium Maragha. Selain itu Nasiruddin juga berhasil menulis kitab
terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira fi’ilm Al-hay’a (Memoar Astronomi).
Nasiruddin mampu memodifikasi model semesta apisiklus Ptolomeus dengan prinsip-
prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Nasiruddin
meninggal dunia pada tahun 672 H / 1274 M dikota Baghdad, yang pada saat itu
dibawah pemrintahan Abaqa (Pengganti Hulagu) yang masih mendapat dukungan
sampai akhir hayatnya.

Anda mungkin juga menyukai