FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT AKUNTABILITAS PUBLIK YANG
MEMPENGARUHI KINERJA PEMERINTAH
(PUBLIC ACCOUNTABILITY SUPPORTING AND OBSTACLING FACTORS AFFECTING GOVERNMENT PERFORMANCE) Nurul Khotimah Fauzi Jurusan Administrasi Publik ,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ,Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Email : Nurulkhotimahfauzi@gmail.com Abstrak Faktor pendukung adalah yang suatu faktor yang menginspirasi, meningkatkan partisipasi, dan bersedia berpartisipasi dalam mendukung suatu kegiatan.Sedangkan faktor penghambat adalah hal-hal yang berdampak pada suatu tindakan dan menghambat sesuatu.Didalam akuntabilitas public terdapat faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh dan manfaat bagi akuntabilitas public yaitu faktor pendukung.Sedangkan faktor yang harus dihindari dalam kelancaran berjalannya akuntabilitas publik ialah disebut faktor penghambat.Dalam artikel ini akan dibahas apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat akuntabilitas public yang mempengaruhi kinerja pemerintah.Terdapat sebelas faktor pendukung akuntabilitas public dan empat belas faktor penghambat bagi akuntabilitas public yang dapat mempengaruhi kinerja pemerintahan. Hakikatnya Akuntabilitas Publik harus mampu memberikan pelayanan yang baik untuk menciptakan pemerintahan yang sejahtera. Secara umum pelayanan diartikan sebagai tugas birokrat pemerintah yang harus dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh setiap organisasi yang menjalankan kewajiban dan fungsinya Maka dari itu terdapat faktor-faktor yakni faktor penghambat dan faktor prndukung akuntabilitas public yang dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja pemerintah. Abstract Supporting factors are factors that inspire, increase participation, and are willing to participate in supporting an activity. While inhibiting factors are things that have an impact on an action and hinder something. In public accountability there are factors that can have an influence and benefit for Public accountability is a supporting factor. While the factors that must be avoided in the smooth running of public accountability are called inhibiting factors. In this article, we will discuss what are the supporting factors and inhibiting factors for public accountability that affect government performance. barriers to public accountability that can affect government performance. In essence, Public Accountability must be able to provide good services to create a prosperous government. In general, service is defined as the task of government bureaucrats that must be carried out properly and in accordance with the rules that have been set by each organization that carries out its obligations and functions. Therefore, there are factors, namely inhibiting factors and factors supporting public accountability that can have an influence on government performance. . Kata Kunci : Faktor Pendukung, Faktor Penghambat, Akuntabilitas Publik, Kinerja Pemerintah. A. Pendahuluan Hakikatnya Akuntabilitas Publik harus mampu memberikan pelayanan yang baik untuk menciptakan pemerintahan yang sejahtera. Secara umum pelayanan diartikan sebagai tugas birokrat pemerintah yang harus dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh setiap organisasi yang menjalankan kewajiban dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, pemerintah sebagai aparatur berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (Afrizal et al., 2019). Pelayanan publik, sebagaimana didefinisikan oleh Hidayattullah (2017), adalah keinginan untuk menjawab kebutuhan masyarakat, baik itu kebutuhan akan jasa, barang, maupun kebutuhan administrasi berdasarkan undang-undang yang berlaku. Menyatakan bahwa pelayanan publik, khususnya pemberian pelayanan (melayani) kebutuhan masyarakat oleh lembaga atau organisasi sesuai dengan prinsip yang berlaku, menurut Kurniawan dalam Pasolong (2014: 128) Tuntutan individu setiap daerah untuk kemakmuran bersama diberikan izin untuk mengelola sendiri kekhawatiran rumah tangganya seiring berkembangnya otonomi daerah (Effendi, 2007). Seluruh masyarakat Indonesia tentunya ingin melihat tata pemerintahan yang baik (good governance) yang berhasil diterapkan. Akuntabilitas dianggap memiliki kekuatan untuk mengubah sistem pemerintahan yang tidak demokratis menjadi sistem yang dapat memberikan layanan publik berkualitas tinggi yang bebas dari korupsi. Publik akan mendukung pembentukan pemerintahan yang bertanggung jawab atas tindakannya. Masyarakat memiliki kepercayaan terhadap program-program publik karena program- program tersebut terorganisir dengan baik, terencana dengan baik, dan dilaksanakan dengan baik. Akuntabilitas menunjukkan dedikasi pemerintah dalam melayani masyarakat, yang merupakan cerminan positif bagi penyelenggara. (Riantiarno.2011). Maka dari itu terdapat faktor-faktor yakni faktor penghambat dan faktor prndukung akuntabilitas public yang dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja pemerintah. B. Kajian Literatur Dan Pembahasan A. Faktor Pendukung Akuntabilitas Publik 1. Penerapan Akuntansi Sistem Akuntansi di sektor publik sangat penting untuk mengumpulkan informasi tentang operasi dan pengeluaran keuangan pemerintah.Presiden menetapkan hukum lain yang menggaris bawahi signifikansinya antara lain UUD 1945 amandemen IV yang menjelaskan keuangan negara, dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 (Fungsi APBD). Untuk memastikan praktik akuntansi publik digunakan dengan baik dalam organisasi BUMN, harus ada tingkat pengawasan yang tinggi. 2. Mencapai Kejelasan Tujuan Anggaran-Anggaran yang secara umum dikenal sebagai Anggaran Usaha (business budget) atau anggaran (budget) adalah suatu rencana yang disusun secara metodis, meliputi semua kegiatan keuangan pemerintah, yang dinyatakan dalam satuan (unit moneter), dan berlaku untuk periode tertentu / mendatang, Munandar(2007) Agar penanggung jawab pencapaian target anggaran memiliki pemahaman yang jelas tentang anggaran, maka pentingnya tujuan anggaran ditentukan dengan jelas dan hati-hati dengan tujuan yang ada di pikiran, Solichin dan Suharono (2006). Otonomi pemerintah daerah menerapkan sistem keuangan pemerintah daerah yang tidak dapat dipisahkan dari akuntabilitas. Definisi Tujuan Anggaran Proyeksi pendapatan dan pengeluaran sektor publik tercermin dalam satuan moneter dalam anggaran sektor publik (Bastian, 2013). Ini merupakan dokumen/data yang menguraikan situasi keuangan organisasi, termasuk informasi tentang pendapatan, pengeluaran, dan operasi, dan proyeksi apa yang akan dicapai pemerintah di masa depan. Pemerintah menggunakan anggaran sebagai alat untuk menetapkan program kerja atau tindakan yang akan diambil untuk setiap kegiatan, yang dapat diarahkan dan dikelola dengan baik oleh pemangku kepentingan pemerintah di daerah. Harus ada kejelasan dan kekhususan yang tinggi dalam tujuan anggaran sehingga mereka yang bertugas menyusun dan melaksanakannya dapat memahaminya. Artinya, tujuan anggaran daerah harus diartikulasikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh penanggung jawab pelaksanaannya (Kenis, 1979). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam anggaran bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Mekanisme penyusunan anggaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh instansi pemerintah dipengaruhi oleh kejelasan tujuan anggaran. Menurut temuan Saputra (2014), target anggaran memiliki dampak yang cukup besar dan menguntungkan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Target anggaran terlalu berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, menurut Yulianti (2014). menurut Herawaty (2011) Bahwa mereka secara aktif menyerang anggaran tujuan memiliki dampak yang merugikan dan cukup besar terhadap akuntabilitas dan kinerja pemerintah. Semakin baik kinerja instansi pemerintah dan tentunya promosi tujuan organisasi maka semakin transparan anggaran yang digunakan. Menurut penelitian Abdullah (2004), salah satu faktor yang membantu instansi pemerintah daerah mewujudkan akuntabilitas public dalam kinerjanya adalah kejelasan target anggarannya. Peneliti menemukan bahwa kejelasan target anggaran merupakan upaya untuk mengontrol perilaku pegawai, menurut penelitian Kenis (1979). Para pelaksana anggaran akan merasa frustasi dan tidak bahagia jika tujuannya tidak jelas. Hal inilah yang akan berdampak negatif pada produktivitas karyawan. 3. Akuntabilitas untuk Anggaran Pengeluaran Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Sebagai Deputi IV BPKP (dalam Haspiarti, 2012), manajemen menyusun laporan kinerja pada akhir tahun anggaran untuk digunakan sebagai bahan masukan untuk perbaikan tahun berikutnya dan sebagai sarana pertanggungjawaban kepada publik . Laporan kinerja ini mencakup baik laporan keuangan (seperti neraca, laporan realisasi anggaran, dan laporan arus kas) dan laporan kinerja non-keuangan. Dalam hal meminta pertanggungjawaban instansi pemerintah atas kinerjanya, penelitian Haspiarti (2012) menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja memiliki dampak yang signifikan dan positif. Artinya akuntabilitas kinerja dapat dicapai dengan mengungkapkan informasi tentang bagaimana badan tersebut membelanjakan anggarannya.Hal ini dikarenakan akuntabilitas merupakan suatu keniscayaan, terutama bagi pengguna anggaran yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mencapai tujuan organisasi. 4. Sistem input/output Akuntansi dan pelaporan keuangan dipandang sebagai sarana untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyebarluaskan data yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan pengukuran kinerja organisasi dalam jangka panjang. Misalnya laporan keuangan eksternal seperti laporan surplus/defisit dan realisasi anggaran, laporan pendapatan dan arus kas serta indikator kinerja instansi yang dibutuhkan instansi pemerintah,.Fungsinya untuk mengawasi pelaksanaan anggaran, yang bersifat penting supaya dapat memiliki sistem pelaporan. Theodore (2005). 5. Pengendalian Kualitas Pelaporan Keuangan Berkenaan dengan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001, istilah "pengawasan" digunakan untuk menggambarkan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintah daerah beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti yang didefinisikan oleh Kamus Besar Akuntansi (2000), laporan keuangan mencakup informasi tentang kesehatan keuangan dan kinerja organisasi selama periode waktu tertentu. Asmo (2005) mendefinisikan akuntansi dan laporan keuangan sektor publik sebagai pengumpulan, pemrosesan, dan penyebaran informasi yang berguna dalam membuat keputusan dan dalam menilai kinerja organisasi. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh instansi pemerintah daerah harus memenuhi persyaratan kualitas laporan keuangan agar dapat diperiksa oleh pemerintah. Apa yang lebih penting dari sekedar pengawasan, bagaimanapun, adalah apakah laporan keuangan pemerintah dapat digunakan untuk membuat keputusan yang menguntungkan masyarakat umum atau tidak. Penelitian yang dilakukan oleh Yudianto (2005) menemukan bahwa kualitas laporan keuangan instansi pemerintah berpengaruh terhadap tingkat akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hal ini disebabkan karena pengawasan yang dilakukan selama ini memiliki peran yang signifikan dalam pencapaian tata kelola pemerintahan yang baik. Pengawasan yang efektif mendorong efisiensi dan efektivitas dengan mendorong pengembangan akuntabilitas kinerja. 6. Kompetensi Aparatur Kompetensi dengan Aparatur Ini adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau tugas dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan, serta sikap kerja yang diperlukan untuk pekerjaan itu. Kompetensi (Wibowo, 2008). “Kompetensi” diartikan sebagai kemampuan berpikir, berperilaku, dan bertindak, serta menarik kesimpulan yang dapat dilaksanakan dan dipertahankan seseorang pada waktu tertentu, menurut Mocheriono (2009). Definisi Aparatur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015, versi 1.4) adalah perangkat, alat (negara, pemerintah), pegawai (negara, pemerintah), aparatur negara, terutama di bidang kelembagaan, kepengurusan, dan kepegawaian. aparatur negara sehari-hari; pegawai negeri sipil Pemerintah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perangkat daerah adalah komponen yang membantu kepala daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dan menjadi kewenangan daerah. Dari definisi-definisi yang diberikan di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi pemerintah daerah adalah kemampuan perangkat daerah (yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. 7. Hukum dan peraturan yang harus dipatuhi Menurut temuan Soleman (2007), akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah sangat dipengaruhi oleh kompetensi aparat pemerintah daerah, pelaksanaan akuntabilitas keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Menurut Suryadi (2006), survei perpajakan di wilayah Jawa Timur menyimpulkan bahwa pemeriksaan pajak, penegakan hukum, dan kompensasi pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Sistem hukum suatu negara ditentukan oleh sistem yang dianutnya, baik Civil Law maupun Common Law. Setiap aspek kehidupan sehari-hari di bawah hukum perdata diatur oleh seperangkat undang-undang dan peraturan, termasuk aturan akuntansi, yang dikodifikasikan ke dalam satu undang-undang. Kegiatan common law, di sisi lain, didasarkan pada kesepakatan politik yang dikembangkan kasus per kasus. Secara umum diterima bahwa lembaga pemerintah dapat menggunakan standar apa pun. Agar lembaga pemerintah dapat dimintai pertanggungjawaban atas kinerjanya, sangat penting bagi mereka untuk mematuhi semua undang-undang dan peraturan yang berlaku. Untuk menjaga agar roda pemerintahan tetap berputar, undang-undang diberlakukan untuk memastikan bahwa peraturan benar-benar dilaksanakan dan tindakan tegas diambil untuk setiap pelanggaran. 8. Komitmen Organisasi Hubungan psikologis antara karyawan dan organisasi dapat digambarkan sebagai "komitmen organisasi." Tiga sumber komitmen organisasi telah diidentifikasi oleh Meyer, Allen, dan Smith (1993) sebagai berikut. Keterikatan emosional dan keterlibatan karyawan dalam perusahaan merupakan dua faktor yang berkontribusi terhadap komitmen afektif. Dengan kata lain, karyawan akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan terbaiknya bagi perusahaan. Komitmen manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi pada pegawai, serta komitmen normatif, yaitu terkait dengan rasa kewajiban untuk tetap bekerja dalam organisasi berdasarkan keyakinan tentang apa yang benar dan masalah moral. Akibatnya, lembaga pemerintah akan lebih bertanggung jawab atas kinerja mereka jika mereka memiliki tingkat komitmen manajemen yang lebih tinggi. Sebagai hasil dari komitmen manajemen yang tinggi, karyawan menjadi berinvestasi di masa depan organisasi dan bekerja untuk membantu mengarahkannya ke arah yang lebih positif. Oleh karena itu hipotesis berikut diajukan. 9. Fungsi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Untuk mewujudkan good governance dan birokrasi yang bersih, Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (APIP) (2013:1) menyatakan bahwa APIP berfungsi sebagai pengawas internal pemerintah (clean government). Sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peran APIP, khususnya dalam hal: (1) memberikan jaminan yang cukup bahwa kepatuhan, ekonomi, efisiensi, dan efektivitas akan diberikan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah; (2) memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah (kegiatan konsultasi). Akibatnya, departemen audit internal yang kuat dapat membantu pemerintah berkinerja lebih baik. 10. Efektivitas Manajerial Tujuan, sasaran, visi, dan misi organisasi semuanya dijelaskan oleh manajer di wilayah tanggung jawabnya (Putra, 2008). Untuk mencapai tujuan organisasi, kinerja pegawai harus diarahkan. Penting bagi instansi pemerintah untuk bekerja sesuai dengan peraturan dan sistem. Efisiensi dan efektivitas suatu organisasi, khususnya yang bersifat publik, dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerjanya. Menurut Saputra (2014), efektivitas manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Berdasarkan temuan penelitian ini, peneliti percaya bahwa kinerja manajerial yang lebih baik dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja badan publik daerah. 11. Kekuatan untuk Membuat Keputusan Dengan kata lain, menurut Cavalluzo dan Ittner (2004), otoritas pengambilan keputusan adalah kemampuan untuk membuat keputusan dengan persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya untuk mencapai tujuan strategis organisasi. Kinerja organisasi ditingkatkan ketika pemimpin mendelegasikan pengambilan keputusan wewenang kepada bawahannya. Menurut Silvia (2013), kemampuan pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban lembaga atas kinerjanya dapat dipengaruhi oleh mereka yang memiliki otoritas pengambilan keputusan. Akuntabilitas dapat dipengaruhi oleh otoritas pengambilan keputusan dari pembuat keputusan. Akan lebih mudah untuk meminta pertanggungjawaban lembaga pemerintah jika organisasi dalam pemerintahan membuat keputusan strategis yang tepat. B. Faktor Yang Menghambat Alasan mengapa pekerjaan instansi pemerintah tidak memiliki akuntabilitas yang baik dapat dilihat pada faktor-faktor penjelasan berikut: 1) Low Rate of Literacy Mereka cenderung mentolerir akuntabilitas yang rendah, malpraktik, nepotisme, penyuapan, dan korupsi dalam populasi yang kurang peduli tentang hak dan masalah sosial mereka. Semakin rendah tingkat gotong royong antara warga dan kelompok masyarakat dalam suatu masyarakat, maka semakin besar pula rasa ketidakpedulian pemerintah. Individu begitu sibuk dengan diri mereka sendiri sehingga mereka gagal untuk melihat kekurangan dalam pelaksanaan tugas pemerintah, yang mengakibatkan kurangnya akuntabilitas. 2) Poor Quality of Life Pekerja berupah rendah lebih cenderung mencari sumber pendapatan lain untuk membantu menghidupi keluarga mereka. Ketika Anda berada dalam situasi seperti ini, Anda diharapkan untuk melakukan segala upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar Anda. Orang-orang mulai percaya bahwa korupsi dan pembayaran suap hanyalah bagian dari kehidupan ketika dihadapkan pada kekurangan sumber daya dan ketidakpastian mencari pekerjaan. Orang yang berpenghasilan kurang dari upah minimum cenderung mencari uang ekstra. Hal ini menyebabkan kurangnya akuntabilitas dan mendorong terjadinya malpraktik administrasi publik. 3) A Decline in Morality as a Whole Kurangnya akuntabilitas didorong oleh pola pikir konsumtif dan pandangan hidup yang materialistis. Dalam menentukan apakah suatu nilai baik atau buruk, pandangan moral seseorang sangat penting. Kesadaran akan tujuan dan komitmen pegawai pemerintah terhadap orang-orang yang mereka layani dapat dirusak oleh budaya konsumerisme. Seringkali, ini mendorong karyawan untuk berusaha keras untuk mendapatkan uang ekstra, yang pada gilirannya berdampak negatif pada orang lain. 4) Allowing Others To Make Their Own Decisions Orang akan lebih cenderung melanggar aturan jika nilai moral sedang menurun. Seolah-olah mereka berlomba satu sama lain untuk keuntungan pribadi dengan mengorbankan apa yang terbaik bagi negara secara keseluruhan. Hak publik untuk mengetahui tentang kebijakan pemerintah dan cara pelaksanaannya juga diabaikan, yang memiliki konsekuensi serius bagi akuntabilitas. 5) Cultural Factors Must Be Taken Into Consideration Dalam masyarakat di mana pejabat pemerintah memprioritaskan kebutuhan keluarga dan teman mereka di atas kebutuhan masyarakat umum, budaya akuntabilitas tidak dipupuk. Korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur di lingkungan seperti ini. Meskipun para pejabat ini telah ada untuk sementara waktu, ini masih terlalu sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar negara-negara ini masih memiliki budaya kemiskinan yang kuat, yang menyebabkan orang-orang saling berkelahi dan tidak suka mengantri. 6) Monopoly by the Government Dalam situasi di mana pemerintah mengendalikan semua sumber daya dan setiap keputusan publik menjadi tanggung jawab pemerintah, semakin sulit untuk mengelola, memantau, dan mengevaluasi tanggung jawab tersebut. Pelaksanaan akuntabilitas selama ini terhambat oleh birokrasi yang tumbuh terlalu besar dan berbelit-belit. Karena publik tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dalam sistem yang sepenuhnya terpusat, akuntabilitas tidak diperlukan. 7) Accounting System Deficits Akuntabilitas hanya dapat dicapai jika informasi yang andal dan dapat dipercaya dapat dikumpulkan dari sistem akuntansi yang buruk. Pelaksanaan pelaporan yang baik memerlukan akuntabilitas yang didukung oleh sistem informasi akuntansi yang memadai. Sistem informasi yang tidak dapat diandalkan dan tidak memadai, kontrol internal yang tidak memadai, dan manajemen yang ceroboh hanyalah beberapa kekurangan yang perlu diatasi. 8) Secrets of the Bureaucracy Budaya inkompetensi dalam administrasi pemerintahan akan terjadi jika pemerintah melakukan kontrol yang ketat atas media, ekonomi, dan berita, karena tidak seorang pun akan diizinkan untuk menentang praktik administrasi pemerintah. Agar pejabat pemerintah bisa melakukan kesalahan, masyarakat tidak berani mengungkapkan pandangannya dalam situasi seperti itu. 9) Inconsistency in Approach and Weak Dukungan Kelembagaan Kurangnya transparansi dan akuntabilitas di sektor publik diperparah dengan rimbunnya birokrasi yang melingkupi banyak program pemerintah. Instansi pemerintah jarang membuat informasi publik tentang tujuan mereka dan metode yang mereka gunakan untuk mencapainya tersedia, sehingga sulit untuk menilai kinerja mereka secara keseluruhan. 10) Quality of Officers Akuntabilitas mencakup dua aspek kualitas petugas: a. Agar semua program pemerintah dapat dibiayai, harus ada pegawai pemerintah dalam jumlah besar. Produk berkualitas rendah telah mengakibatkan pemborosan, inefisiensi dan kurangnya akuntabilitas, di antara masalah lainnya. b. Kurangnya fasilitas pelatihan dan peningkatan profesionalisme berkontribusi pada inefisiensi dan rendahnya motivasi birokrat karena kurangnya bahan yang tersedia. 11) Technology Obsolescence and an Inadequate Monitoring System Sejauh yang saya ketahui, belum ada teknologi yang mendukung efisiensi kerja. Akibatnya, semakin sulit untuk mendapatkan model teknologi yang lebih baru, terutama teknologi informasi. Pelaksanaan akuntabilitas akan jauh lebih sulit tanpa adanya informasi yang akurat, andal, dan dapat dipercaya. 12) Historic Sites of the Colonial Era Untuk mengubah praktik pemerintahan otokratis para penjajah di negara yang telah dijajah setidaknya selama 40 atau 50 tahun itu sulit. Praktik pemerintah era kolonial kemungkinan besar akan terus berlanjut di tanah air, terutama di tangan para pemimpinnya. Masyarakat umum tidak memiliki suara tentang bagaimana tindakan pemerintah dilakukan dan tidak dapat melakukan kontrol apa pun atas implementasi itu. Karena itu, implementasi akuntabilitas menderita. 13) Defines in the Laws Concerning Acquittance Ketika seseorang dituduh melakukan kejahatan, dia dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Dibutuhkan banyak waktu dan uang untuk membuktikan atau menyangkal kesalahan atau ketidakbersalahan seseorang. Yang bersalah sering dibebaskan di pengadilan karena kemampuan mereka untuk bersembunyi. Karena itu, ada sedikit pertanggungjawaban. Pemeriksaan terbalik mungkin dapat mengatasi masalah ini. 14) Emergency Situations Pada saat kerusuhan politik, orang mengalami rasa takut dan ketakutan. Ketakutan dan kurangnya akuntabilitas adalah dua efek samping dari kondisi ini. Karena situasi dan kondisi yang berubah dengan cepat, birokrat dapat langsung meminta pengunduran diri.
C. Kinerja Instansi Pemerintah Terhadap Transparansi dan Akuntabilitas
Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang telah ditetapkan digambarkan dalam organisasi sektor publik oleh kinerja instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah (PP No. 24 2005). Dengan konsep otonomi daerah dan pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, tuntutan kinerja yang baik ini hampir ditemukan di semua pemerintahan (Bharata, 2015). Kinerja konstruksi dapat dilihat dalam pelaksanaannya. “Good Governance” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses pelaksanaan pembangunan,yang dipikirkan dengan kinerja pemerintah yang telah dipercayakan untuk mengelola urusan publik (Ibrahim, 2015). Penyediaan layanan publik yang buruk merupakan akar dari kinerja pemerintah daerah yang kurang memuaskan. Dalam beberapa tahun terakhir, keluhan masyarakat yang paling umum adalah ketidakmampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan publik dengan baik. Untuk mengetahui seberapa baik pemerintah melakukan tugasnya, harus dimungkinkan untuk melacak kemajuannya. Evaluasi seberapa baik suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan dan, yang lebih penting, apakah telah mencapai hasil yang diinginkan dicapai melalui pengukuran kinerja. Keluaran dan hasil unit kerja sektor publik untuk masyarakat dapat dipantau dengan membuat indikator kinerja yang memungkinkan mereka melakukannya. Metrik keluaran, manfaat, dan dampak digunakan untuk mengukur kinerja dalam kaitannya dengan indikator kinerja. Hal ini membantu pengambil keputusan memantau dan meningkatkan kinerja organisasi sehingga memenuhi persyaratan akuntabilitas publik (Nordiawan & Hertianti, 2010). Menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pemerintah di semua tingkatan terus mendapat nilai C atau lebih rendah pada skala kinerja (KemenPAN RB). Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) mengungkapkan kepada MenPAN RB Asman Abnur nilai rata- rata 2016 hanya 49,87 untuk pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia (www.beritagar.id)
D. Simpulan Dan Saran
1. Simpulan Pelaksanaan kinerja pemerintahan demi terciptanya pemerintahan yang baik harus didukung oleh faktor-faktor yang dapat mendukung akuntabilitas publik terhadap pemerintah, yaitu seperti diketahui ada 11 faktor yang dapat mendukung akuntabilitas publik terhadap pemerintah, yang meliputi: penerapan akuntansi publik , kejelasan sasaran anggaran, akuntabilitas anggaran, sistem pelaporan, pengendalian mutu laporan, kompetensi aparatur, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, efektivitas manajerial Sementara itu, faktor yang menyebabkan hambatan harus kita hindari agar pemerintahan berjalan lancar dan tanpa kendala. Kemajuan pemerintah harus dapat dilacak untuk menentukan seberapa baik kinerjanya. Evaluasi apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan dan, yang lebih penting, apakah telah menghasilkan hasil yang diinginkan yang diukur dengan kinerja. Keluaran dan hasil unit kerja sektor publik bagi masyarakat dapat dilacak dengan mengembangkan indikator kinerja. Dalam indikator kinerja, metrik keluaran, manfaat, dan dampak digunakan untuk mengukur kinerja. Ini meningkatkan kinerja organisasi dan pengambilan keputusan, memungkinkannya memenuhi persyaratan akuntabilitas publik. 2. Saran Pemerintah harus terus meningkatkan faktor pendukung akuntabilitas publik, terutama dalam hal peningkatan komitmen organisasi untuk mencapai akuntabilitas kinerja di setiap instansi pemerintah.Demi mencapai perkembangan akuntabilitas, baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. E. Pustaka Acuan
Andriani, Rinda. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi terwujudnya
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah kota Tanjungpinang. Darwanis, Chairunnisa, Sephi. (2013). Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi Vol. 6 No. 2 Juli 2013 Hlm. 150-174 https://massofa.wordpress.com/2008/10/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi- implementasi akuntabilitas/ Irawati, Anik; Agesta, Caesar. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi Akuntabilitas Kinerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Volume 10 No. 1: 56-70 Mulyono, Dody. (2017). Analisis Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Pelaksanaan Pelayanan Publik Di Kelurahan Pondok Kacang Timur Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Vol IX Edisi 2 Riantiarno, Reynaldi., Azlina, Nur (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pendis jurnal. Volume 3. 560- 568 Sumarni, Nurni. Muchsin, Slamet. Sekarsari, Retno Wolan. (2019). Pelaksanaan Akuntabilitas Pelayanan Publik Di Kantor Kelurahan Dinoyo Kota Malang. Jurnal Respon Publik. Vol. 13, no. 6, Tahun 2019, Hal : 59 - 61. Tahir, Harsya, K., Popustra, T. Agus., Warongan, Jessy, D, L. Faktor-faktor yang memperngaruhi penerapan sistem Akuntabilitas Pemerintah (SAKIP) Pada pemerintah proνinsi Sulawesi Utara Wulandari, Ferida Ovy. (2018). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Zulfiandri, Andri. (2017) Faktor-faktor yang memengaruhi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Volume 2 No. 1: 102-105 Novatiani, A., Rusmawan Kusumah, R. W., & Vabiani, D. P. (2019). Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal Ilmu Manajemen Dan Bisnis, 10(1), 51–62. https://doi.org/10.17509/jimb.v10i1.15983