Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHSAN FTS

Menurut farmakope Indonesia edisi III. Tablet adalah sediaan padat,


kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Dimana zat tambahan yang
digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, zat pengikat, zat pelincir,
zat pengembang, zat pembasah atau zat lain yang cocok.

Menurut Farmakope IV (1995), tablet adalah sediaan padat yang


mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi . Pada praktikum
kali ini akan dibuat sediaan tablet dengan menggunakan bahan aktif yaitu
parasetamol atau asetominofen. Khasiat dari parasetamol yaitu sebagai
analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang.(Obat – Obat Penting , hlm :
318)

Paracetamol adalah turunan p-aminofenol yang mempunyai sifat


antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen
dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik
parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat
antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tidak digunakan sebagai
antirematik.

Aksi dari parasetamol yaitu menghambat prostaglandin di SSP tetapi


tidak memiliki efek anti-inflamasi diperifer ; mengurangi demam melalui
tindakan langsung pada hipotalamus pengatur pusat panas. Parasetamol
diindikasikan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang ; pengobatan
demam. Penggunaan berlabel (s): Nyeri dan demam setelah vaksinasi
profilaksis. (A to Z Drug fact)

Pada praktikum kali ini formula yang digunakan adalah


R/ Paracetamol = 15 gram
PVP = 780 mg
Amylum manihot = 1.950 mg
Mg Stearat = 390 mg
Lactose = 1.384,5mg
Untuk kemudian dibuat tablet dengan metode granulasi basah dengan bobot tablet 650
mg dengan hasil perkiraan 30tab per batch. Granulasi basah adalah metode pembuatan tablet
dengan pencampuran fase dalam tablet terlebih dahulu dengan pengikat yang basah , di
granulasi lalu di campurkan dengan fase luar tablet kemudian dicetak menjadi tablet.
Granulasi basah digunakan karena zat aktif dan bahan tambahan memiliki laju alir
yang buruk sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan metode kempa langsung. Fase
luar dan fase dalam sesuai fungsi dan karakteristik setiap zat. Fase dalam terdiri dari zat aktif
(paracetamol), zat pengisi (lactosa), zat penghancur (amylum) dan pelicin (Mg Stearat) dan
zat pengikat (PVP) yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu lama karena pada proses
pembuatan granulasi basah ini dilakukan pemanasan dalam oven untuk menghilangkan udara
setelah pembentukan granul.
Pada formulasi diatas paracetamol sebagai zat aktif memiliki efek farmakologi
sebagai zat antipiretik dan analgetik. Lactosa dan PVP merupakan tambahan zat dalam yang
digunakan sebagai pengisi, dan pengikat karena memiliki fungsi sebagai pengisi untuk
menambah massa dan avicel sebagai zat pengikat yang baik dan Mg stearate digunakan
sebagai zat tambahan fase luar. Mg stearat digunakan sebagai zat tambahan lubrikan yang
digunakan untuk mengurangi gesekan antara permukaan tablet dengan dinding lubang kempa
selama proses pengempaan dan pengeluaran tablet dari lubang kempa. Zat tambahan ini
digunakan pada fase luar untuk memberikan hasil yang baik pada tablet perbaikan
dibandingkan fase tambahan.
Pada praktikum sebelum nya kami sudah membahas mengenai tahap pencetakan
tablet maka pada pembahasan kali ini kami akan membahas tenatang uji evaluasi.
Hal yang pertama dilakukan yaitu uji keseragaman bobot sampel 20 tablet ditimbang
satu per satu di atas penimbangan analitik kemudian dicatat dan dihitung rata-ratanya, secara
teoritis hasil tersebut harus memenuhi persyaratan karena tidak ada 2 tablet yang masing-
masing menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari 7.5 % dan tidak ada 1 tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari 15 %. Pada kelompok kami mendapatkan hasil
rata rata yaitu 0,6 hal ini sudah sesuai dengan teoritis diatas.
Kemudian uji yang ke 2 yaitu tahap keseragaman ukuran yang merupakan
perbandingan diameter dan tebal pengukuran terhadap diameter tablet. ambil 5 tablet
paracetamol untuk di uji satu persatu menggunaan alat jangka sorong dengan keadaan
horizontal dan vertikal kemudian amati dan hitung rata ratanya, Hasil yang diperoleh
memenuhi persyaratan FI III karena rata-rata diameter tablet 12,946 cm dan tidak kurang
dari 1 1 lalu untuk rata-rata tebal didapatkan hasil 3,914 cm tablet dan tidak kurang dari 3.
Menurut FI III dan FI IV yaitu Keseragaman ukuran ini salah satu parameter
untuk kualitas dan estetika dari tablet. Syarat untuk uji keseragaman ukuran tablet
adalah tidak lebih dari tiga kali tebal dan tidak kurang dari 4/3 tebal tablet 
Selanjutnya yaitu uji Pengujian Reabilitas (kerapuhan) menggunakan alat Friabilator Tester
dilakukan dengan menggunakan 20 tablet parasetamol dimasukan ke dalam alat tersebut
dengan parameter yang diuji adalah kerapuhan tablet terhadap gesekan atau bantingan
selama waktu tertentu. Untuk mengetahui ketahanan tablet terhadap benturan dan
gesekan, dilakukan uji ini yang dijalankan selama 4menit dengan kecepatan 25rpm, Hal ini
sangat penting terutama pada saat pengemasan dalam pendistribusian. Hasil yang diperoleh
rata rata adalah 0,33 hasil ini menunjukan tablet yang dibuat sudah baik karena friksibilitas
tidak lebih dari 0,8.
Tablet dikatakan baik apabila kerapuhannya tidak lebih dari 0,8% (Lachman, dkk,
1994).

Uji ke 4 yaitu uji kekerasan dengan menggunakan alat hardness tester terhadap 5 tablet
yang diambil secara acak dimana pengujian kekerasan berdasarkan luas permukaan tablet
dengan menggunakan beban yang dinyatakan dalam kg. hal yang pertama dilakukan yaitu
atur skala hardness tester pada posisi nol agar netral pada alat kemudian letakan tablet 1
persatu dengan posisi tegak lurus selanjutnya nyalakan mesin untuk menggerakan rotor
hingga tablet pecah kemudian lihat dan catat hasil skala yang muncul. Hasil yang diperoleh
yaitu uji kekerasan adalah 62,23 kg dan didapatkan nilai rata rata sebesar 12,44 kg. Uji
kekerasan dimaksudkan agar tablet cukup keras untuk tahan pecah dan tahan terhadap
goncangan pada saat pengemasan dan proses distribusi. Akan tetapi harus cukup lunak
untuk melarut dan akan menghancur sempurna begitu digunakan konsumen atau dapat
dipatahkan di antara jari-jari bila tablet perlu dibagi untuk pemakaiannya. Kekerasan tablet
yang ideal ± 70 N dan hasil yang diperoleh menunjukan kekerasan tablet yang dibuat cukup
baik.
Pada umumnya tablet dikatakan baik, apabila mempunyai kekerasan antara 4-8
kg (Parrott, 1970). Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima asalkan
kerapuhannya tidak melebihi batas yang ditetapkan.

Pengujian waktu hancur prinsipnya adalah menentukan waktu yang diperlukan suatu tablet
untuk hancur dengan cara menempatkan tablet pada alat penentuan waktu hancur yang
kondisinya sesuai dengan keadaan in vivo dan persyaratan monografi, alat yang digunakan
dalam uji ini adalah Desintegration Tester alat pengujian yang digunakan pada industri
farmasi untuk mengetahui berapa lama waktu hancur obat. Hal yang peertama di
lakukan yaitu memanaskan aquadest sebanyak 700 ml hingga suhu 38 derajat C
menggunakan thermometer, tujuan dari suhu tersebut disesuaikan dengan kondisi tubuh
manusia yaitu dengan suhu 38°C Ketentuan suhu tersebut ditetapkan dalam USP atau
Farmakope. Selanjutnya masukan 6 tablet kedalam tabung berbentuk keranjang pada alat
lalu atur waktu 10mnt/ 15 mnt maka tabung akan otomatis bergerak.waktu hancur yang
ideal menurut Farmakope Indonesia Edisi V adalah kurang dari 15 menit. Hasil yang
diperoleh telah memenuhi persyaratan tablet paracetamol karena pada ke 6 tablet kami waktu
hancur paling lama yaitu 120 detik atau 2 mnt saja, Faktor-faktor yang mempengaruhi
waktu hancur dari tablet adalah jenis, jumlah obat yang diracik, bahan pembantu
yang ditambahkan, gaya pencetakan yang digunakan, kekerasan tablet, sifat fisika
kimia granul (Voigt, 1984).

Syarat-syarat tablet yang baik, adalah sebagai berikut :


o Tablet harus kuat, tahan terhadap goncangan dan tahan abrasi pada saat

pengemasan dan distribusi.


o Memiliki keseragaman bobot dan kandungan obat.
o Tablet dapat terbioavailable.
o Memiliki karakteristik warna, bau, dan rasa sebagai identitas produk.

o Memiliki kestabilan yang baik dan dapat tereffikasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang di peroleh dapat disimpulkan bahwa

1. Metode pembuatan tablet Parasetamol dapat dilakukan dengan cara granulasi basah
karena berdasarkan kajian praformulasi, Parasetamol memiliki sifat tahan terhadap air
dan pemanasan.

2. Praktikan dapat melakukan uji Quality Control (QC) terhadap tablet parasetamol,
yang meliputi uji keseragaman bobot, uji keseragaman bentuk dan ukuran, uji
kekerasan, uji friabilitas & friksibilitas, dan uji waktu hancur.
3. Tablet yang dihasilkan yang memenuhi persyaratan adalah uji keseragaman bobot dan
uji waktu hancur
4. Tablet yang dihasilkan yang tidak memenuhi persyaratan seperti uji keseragaman
ukuran, uji kerapuhan tablet dan uji kekerasan tablet

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia III.


Jakarta.Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995.Farmakope Indonesia IV. Jakarta.
Indonesia.
Kasim,F. 2011. Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Solid. Institut Sains dan
Teknologi Nasional Program Studi Farmasi. Jakarta.
Sulistyowati. (2017) Kebutuhan Dasar Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan dan
Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Media

Wade, Ainley and Paul J Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical

excipients, Ed II. The Pharmaceutical Press Department of Pharmaceutical Sciences. London

Anda mungkin juga menyukai