Anda di halaman 1dari 29

JURNAL PEMBELAJARAN TUTORIAL 2.

2 BLOK 13 KELOMPOK H

Nama Blok : 13 (Neurobehavior)

Koordinator Blok : dr. Inke Kusumastuti, M. Biomed, Sp. KJ

Mata Kuliah : Tutorial 2.2/ Neurobehavior

Dosen Tutor : dr. M. Hasan, M. Kes., Sp. OT

Tanggal Kegiatan : 01 September 2022

Learning Objective

1.Fisiologi (nyeri, tidur) brilli nafisah


Brilliantara Buaji (202010101074)

a. Nyeri

Nyeri merupakan mekanisme tubuh untuk mengetahui adanya abnormalitas pada


jaringan tertentu sehingga dibutuhkan reaksi untuk menghilangkan stimulus
penyebab nyeri. Nyeri berdasarkan kecepatannya dibedakan menjadi dua, yaitu:

· Nyeri cepat à nyeri yang timbul sekitar 0,1 detik. Nama lain dari nyeri
cepat di antaranya nyeri tajam, tertusuk, akut, dan tersetrum.

o Etiologi: stimulus mekanis atau suhu

o Jaras neospinotalamikus

o Neurotransmitter: Glutamat

o Dapat dilokalisasi dengan baik

o Perjalanan nyeri cepat: Serat nyeri cepat tipe A6 à lamina I pada


kornu dorsalis à rangsang neuron orde kedua traktus
neospinotalamikus à sinyal menyilang ke sisi medspin
berlawanan melalui komisura anterior à naik ke otak melalui
kolumna anterolateral à retikularis batang otak, thalamus, dan
berakhir di kompleks ventrobasal di traktus kolumna dorsalis-
lemniskus medialis.

· Nyeri lambat à nyeri yang timbul sekitar 1 detik atau lebih. Nama lain
dari nyeri lambat di antaranya nyeri terbakar lambat, nyeri tumpul,
nyeri berdenyut, nyeri mual, dan nyeri kronis.
o Etiologi: mekanis, suhu, dan kimiawi

o Jaras paleospinotalamikus

o Neurotransmitter: Substansi P

o Nyeri dilokalisasi kurang baik

o Perjalanan nyeri lambat: Serat nyeri tipe C perifer à lamina II


dan III kornu dorsalis (substansia gelatinosa) à lamina V +
kornu dorsalisnya à komisura anterior di sisi berlawanan à naik
melalui jaras anterolateral à batang otak, sebagian kecil di
thalamus dengan rincian salah satu dari berikut (1) nukleus
retikularis medulla, pons, dan mesensefalon; (2) area tektal
mesensefalon kolikuli superior dan inferior; (3) daerah
periaquaduktal grisea.

Nyeri dapat dirasakan oleh manusia disebabkan oleh reseptor nyeri yang tersebar
di seluruh tubuh. Apabila di bagian kepala, reseseptor nyeri berada di bagian
falks serta tentorium kepala. Reseptor nyeri memiliki karakteristik seperti ujung
saraf bebas, tidak mudah beradaptasi, dan pada beberapa kondisi dapat timbul
peningkatan sensitivitas nyeri atau hyperalgesia. Penyebab nyeri sangat beragam
di antaranya iskemia jaringan dan spasme otot.

Nyeri Kepala

Migraine Headache

● Umumnya terjadi pada wanita


● Muncul karena faktor tertentu → makanan, cuaca, cahaya terang,
suara keras, kurang tidur
● Muncul dengan onset 4 -72 jam
● Gejala

→ berat, unilateral, berdenyut yang makin nyeri saat pasien


beraktivitas atau mengenai faktor

→ Muntah

→Photofobia/Phonofobia

→Aura → visual→ seeing bright lights, zigzag lines, halusinasi

→ Neurological → afasia, tinitus/pusing

● Tatalaksana
○ Abortive Therapies
■ Asetaminofen dan NSAID lain → mild attacks
■ Triptan → First line → Kontraindikasi pada coronary artery
disease
■ Ergotamin → digidroergotamin sebagai alternatif
■ Dopamin antagonis →Metoklopramide dan proklorperazine
● Apabila ada muntah
● Profilaksis
○ Anti epilepsi→ Topiramate, gabapentin, asam valproat
○ Beta Blocker → propanolol

Cluster Headache

● Kasus paling jarang terjadi namun sering pada pria daripada wanita
● Muncul setiap hari selama 8 - 10 minggu/tahun dan muncul di waktu yang
sama setiap hari
● Muncul dan berlangsung selama 15 menit -3 jam
● Gejala→muncul secara heboh seperti ada nyeri tusuk dibelakang mata,
gangguan otonom seperti ptosis, miosis, menangis dan pilek berlebih,
kemerahan
● Tatalaksana
○ Abortive
■ Oksigen 100% dengan kecepatan 10-12 L/menit
■ Triptans
○ Profilaksis
■ Verapamil
■ Kortikosteroid
■ Litium

· Daerah sensitive nyeri ada pada tempurung kepala

· Jaringan otak tidak peka terhadap nyeri

· Nyeri hebat kepala dapat disebabkan oleh tarikan pada sinus venosus
sekitar otak, kerusakan tentorium, atau regangan pada dura di basis
otak, serta stimulus regangan pada pembuluh darah selaput otak
(utamanya arteri meningeal media)

· Nyeri alih pada kepala diantaranya:

o Nyeri pada tempurung serebri di atas tentorium à impuls nyeri


pada saraf kelima sehingga menimbulkan nyeri kepala di
separuh bagian depan kepala daerah somatosensorik nervus
kelima

o Nyeri yang berasal dari bawah tentorium à impuls nyeri masuk


ke dalam saraf servikal kedua, glosofaringeal, dan vagus à
daerah nyeri berada di kulit kepala atas, belakang, dan sedikit
di bawah telinga

o Nyeri subtentorial à impuls nyeri sakil kepala oksipital

· Jenis nyeri kepala intracranial

o Meningitis à peradangan selaput otak (dura dan sekeliling sinus


venosus yang sensitive nyeri à nyeri kepala hebat di seluruh
kepala

o Tekanan rendah cairan CSF à otak tidak lagi mengambang,


berat otak meregang à mengubah permukaan durameter à
induksi nyeri kepala

o Migren à vasospasme pembuluh darah arteri otak à iskemia


pada jaringan otak à tonus pembuluh darah abnormal à dilatasi
dan berdenyut à nyeri kepala

o Nyeri kepala alkoholik à alkohol bersifat iritan pada selaput


otak à nyeri kepala

· Jenis nyeri kepala ekstrakranial

o Spasme otot à ketegangan otot-otot kepala à nyeri superfisial


pada kepala

o Iritasi hidung dan anatomi sekitarnya à mukosa hidung + sinus


nasalis sensitive nyeri à apabila terinduksi à nyeri kepala di
daerah belakang mata, frontal dahi, atau kulit kepala

Kelainan mata à spasme otot fasial dan ekstraokular à nyeri.


Kelainan mata akibat cahaya à iritasi konjungtiva à nyeri
permukaan kepala atau orbital.
Gambar daerah nyeri yang diinduksi oleh beberapa anatomi sensitive nyeri pada
kepala

John E. Hall, P., 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 12 Ed. 12 penyunt.
Washington: Elsivier Saunders.

Nafisah Hani Asyifah Rahma 202010101155

FISIOLOGI TIDUR

Kenapa kita tidur? Karena kita mengantuk?

Kita butuh tidur…

- Memberikan efek restorative terhadap otak (kalu kita tidur maka otak akan di
pulihkan)

- Menjaga agar tubuh berfungsi dengan normal

- Berkaitan dengan konsolidasi Long-term memory

Stage of Sleep
Memejamkan mata → masuk ke REM → Trasition states → Slow-wave sleep delta waves

Saat kita tidur gelombang otak itu bisa direkam dengan alat EEG (elektro enchepalo graphy)

0. Awake

Saat kondisi terjaga, 2 jenis gelombang EEG yg dapat terjadi: Saat kondisi terjaga, 2 jenis
gelombang EEG yg dapat terjadi:
1. Alpha Waves

Ketika memejamkan mata & tanpa aktivitas cerebral

2. Beta Waves

Ketika cerebral berfokus thd suatu stimulus yg sedang terjadi (missal bunyi)

(Gelombangya sering-fase terjaga)

1. REM (Stage 1)

Stage 1 / Paradoxical Sleep, fase dimana terjadi:

- Rapid Eye Movement (REM)

- Muscle Atonia (tubuh yang melemas/paralisis)

- EEG Desynchronized (rapid & irreguler waves)

à kalo kebangun tidur akan terasa capek

+ merupakan fase terjadinya mimpi

Segala macam tempat atau hal yang pernah di alami dan di simpan ingatan itu di dalam
cerebrum.

2. Transition States (Stage 2 & 3)


Stage 2 dapat terjadi Sleep Spindles & K Complex

Stage 3 dapat terjadi Delta Waves

3. Slow-wave Sleep (Stage 4)

Merupakan aktivitas tidur terdalam, EEG Synchronized (Delta Waves), non-REM

Bangun-bangun akan segar

Sleep Mechanism

Tidur dikendalikan oleh 3 Faktor: Homeostasis, Alostasis, & Ritme Sirkadian

Bagian organ yg berkaitan dgn Siklus Bangun-Tidur: (yang mengkontrol)

- Ventro-lateral Pre Optic Area (VlPOA)

- Lateral Hypothalamic (LH)

- Arousal System: Brainstem & Forebrain


1. Awake

Kondisi terang + lapar à aktivasi Orexinergic Neuron pd Lateral Hepotalamic


àAktivasi Arousal System à Pelepasan ACh, NE, Serotonin, Histamin àTerjaga

Note: neurotransmiter terkait Arousal System (yang membuat terjaga)


2. Sleep

Aktivitas otak yg lama à penumpukan adenosin à aktivasi VlPOA. Selain itu ditambah
rangsangan kenyang + Melatonin dari siklus gelap à Inhibisi LH Orexinergic Neuron à
Inhibisi Arousal System à penurunan neurotransmitter à Tidur

2.Patologi neurologic
● Headache
Shinta Ahmada Rahmaputri (202010101013)
Olesen, J. 2018. Headache classification committee of the international headache society (ihs)
the international classification of headache disorders, 3rd edition. Cephalalgia. 38(1):1–211.

Shankar Kikkeri N, Nagalli S. Trigeminal Neuralgia. [Updated 2022 Jul 9]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554486/

Menurut The International Classification of Headache Disorders, nyeri kepala digolongkan


menjadi 3, yaitu nyeri kepala primer, nyeri kepala sekunder, dan Painful Cranial
Neuropathies, nyeri fasial lain, dan nyeri kepala lainnya.

a. Painful lesions of the cranial nerves and other facial pain

Sebenarnya ada banyak sekali jenis nyeri kepala karena lesi nevus kranialis, seperti
trigeminal neuralgia, neuropati glossofaringeal, neuralgia nervus intermedius, dan neuralgia
oksipital.

Trigeminal neuralgia
Definisi

Neuralgia trigeminal (TN) adalah kondisi nyeri kronis yang ditandai dengan episode singkat
berulang dari nyeri seperti sengatan listrik yang mempengaruhi saraf kranial (trigeminal)
kelima, yang memasok dahi, pipi, dan rahang bawah. Kondisi ini hampir selalu unilateral dan
dapat melibatkan satu atau lebih dari cabang saraf trigeminal.

Epidemiologi

Neuralgia trigeminal mempengaruhi 4 hingga 13 per 100.000 orang setiap tahun. Wanita
lebih terpengaruh dibandingkan pria. Rasio prevalensi pria-wanita berkisar dari 1 hingga 1,5
hingga 1 hingga 1,7. Sebagian besar kasus terjadi setelah usia 50 tahun; beberapa kasus
terlihat pada dekade kedua dan ketiga dan sangat jarang terlihat pada anak-anak.

Perkembangan neuralgia trigeminal pada orang muda harus meningkatkan kecurigaan


multiple sclerosis. Prevalensi TN pada pasien dengan multiple sclerosis adalah antara 1 dan
6,3%. Dilaporkan juga bahwa pasien dengan hipertensi memiliki insiden TN yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.

Etiologi

Saraf trigeminal adalah saraf kranial kelima dan bertanggung jawab untuk suplai sensorik
wajah dan suplai motorik dan sensorik ke otot-otot pengunyahan. Nervus trigeminal dimulai
dari pons dan bercabang menjadi tiga cabang:

● Oftalmik (V1): Menyuplai mata, kelopak mata atas, dan dahi


● Maxillary (V2): Memasok kelopak mata bawah, pipi, lubang hidung, bibir atas, dan
gusi atas
● Mandibula (V3): Menyuplai bibir bawah, gusi bawah, rahang, dan otot pengunyahan

Saraf trigeminal dimulai di pons. Sebagian besar kasus neuralgia trigeminal disebabkan oleh
kompresi akar saraf trigeminal dalam beberapa milimeter setelah masuk ke pons. Antara 80%
dan 90% kasus TN disebabkan oleh kompresi oleh arteri atau vena yang berdekatan.
Pembuluh darah, yang paling banyak terlibat pada sekitar 75% sampai 80% kasus, adalah
arteri serebelar superior. Pembuluh darah lain yang diketahui menyebabkan TN termasuk
arteri serebelar inferior anterior, arteri vertebralis, dan vena petrosus. Beberapa penyebab lain
dari kompresi saraf termasuk meningioma, neuroma akustik, kista epidermoid, dan jarang
malformasi arteri atau aneurisma sakular. Sklerosis multipel merupakan faktor risiko TN, dan
dilaporkan pada sekitar 2% hingga 4% pasien dengan TN.

Diagnosis

Neuralgia trigeminal biasanya didiagnosis berdasarkan riwayat dan deskripsi gejala oleh
pasien. Untuk pasien dengan kecurigaan klinis TN, dianjurkan untuk melakukan studi
neuroimaging untuk membedakan TN klasik dari TN sekunder. MRI otak lebih disukai
daripada CT, karena MRI membantu dalam mengevaluasi lesi kecil yang berdekatan juga.

Ada kriteria diagnostik tertentu yang ditetapkan oleh ICHD-3, yang dapat membantu dalam
diagnosis TN. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

A) Paroksismal rekuren nyeri wajah unilateral pada distribusi nervus trigeminus dan
memenuhi kriteria B dan C.

B) Nyeri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

● Nyeri berlangsung sepersekian detik hingga sekitar 2 menit


● Nyeri dengan intensitas yang parah
● Seperti sengatan listrik atau nyeri tembak dengan kualitas tajam

C) Rangsangan yang tidak berbahaya memicu rasa sakit pada distribusi yang terkena

D) Tidak ada diagnosis alternatif ICHD-3 yang lebih menjelaskan gejalanya

Subtipe TN didefinisikan oleh ICHD-3 sebagai berikut:

● TN klasik → TN yang terkait dengan kompresi vascular sehingga memerlukan

demonstrasi kompresi pada MRI atau selama operasi untuk kompresi

neuromuskular, dengan perubahan morfologi terkait pada akar saraf trigeminal.

● TN Sekunder → TN karena tumor di sepanjang saraf trigeminal atau TN karena

penyakit yang mendasarinya seperti multiple sclerosis.

● TN idiopatik → TN tanpa kelainan yang terlihat pada tes MRI atau

elektrofisiologis.

Studi neuroimaging seperti MRI Brain atau CT Head dapat membantu mengidentifikasi
penyebab seperti tumor sudut cerebellopontine atau multiple sclerosis, yang dapat
menyebabkan TN sekunder. Pencitraan resonansi magnetik atau MRI resolusi tinggi dapat
membantu mengidentifikasi kompresi vaskular sebagai penyebab TN klasik. Dengan cara ini,
pencitraan seluruh jalur saraf trigeminal dapat diperoleh, dan pembuluh darah yang
menyebabkan kompresi dapat diidentifikasi.

Oleh karena itu, meskipun TN adalah diagnosis klinis, MRI otak dengan dan tanpa kontras
dianjurkan untuk menyingkirkan lesi otak struktural pada semua pasien dengan dugaan klinis
TN.

Tatalaksana

Terapi Farmakologi

● Pengobatan lini pertama untuk pasien dengan TN klasik dan TN idiopatik adalah
terapi farmakologis. Obat yang paling umum digunakan adalah obat antikonvulsan
carbamazepine. Biasanya dimulai dengan dosis rendah yaitu 50 – 100 mg, dan
dosisnya ditingkatkan secara bertahap yaitu 600 – 1200 mg sampai rasa sakitnya
terkontrol. Kemungkinan efek samping carbamazepine termasuk kantuk, pusing,
penglihatan ganda, dan mual.
● Oxcarbazepine adalah obat yang lebih baru dan semakin banyak digunakan sebagai
terapi lini pertama untuk TN pada pasien yang tidak merespon atau tidak dapat
mentoleransi carbamazepine. Kemungkinan efek samping termasuk penglihatan
ganda, pusing, dan hyponatremia.
● Baclofen adalah relaksan otot yang dapat digunakan untuk mengobati TN. Efek
samping termasuk pusing, sedasi, dan dispepsia.
● Obat lain termasuk lamotrigin, fenitoin, gabapentin, clonazepam, dan asam valproat.

Pasien dengan TN sekunder juga dapat merespon dengan baik terhadap farmakoterapi.
Namun, dianjurkan untuk mengobati lesi atau penyakit yang mendasarinya.

Suntikan Toksin Botulinum

Bagi beberapa pasien, terutama orang paruh baya dan orang tua yang tidak dapat mentolerir
terapi medis karena efek sampingnya.

Terapi Bedah

● Pasien yang refrakter terhadap terapi medis dapat dipertimbangkan untuk operasi.
● Dekompresi mikrovaskular: salah satu prosedur paling umum yang digunakan untuk
mengobati neuralgia trigeminal. Ini melibatkan kraniotomi dan eksplorasi fossa
posterior untuk mengidentifikasi dan menggerakkan pembuluh darah yang menekan
saraf trigeminal. Bantalan lembut kemudian dimasukkan di antara saraf dan pembuluh
darah untuk memungkinkan saraf pulih, yang pada akhirnya mengurangi rasa sakit.
Pada beberapa pasien, prosedur ini dapat menghilangkan rasa sakit yang
berkelanjutan selama lebih dari 10 tahun. Meskipun ini adalah prosedur yang paling
efektif, ini juga yang paling invasif. Beberapa komplikasi yang terkait dengannya
adalah penurunan pendengaran, hematoma serebelar, kebocoran CSF, infark, dan
kelemahan wajah.

Diagnosis banding

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat membantu membedakan neuralgia
trigeminal dari kondisi serupa lainnya.

● Neuralgia postherpetic: sekunder dari Herpes zoster akut. Ini biasanya muncul dengan
ruam sebelumnya yang parah. Seringkali melibatkan cabang pertama saraf trigeminal,
dan rasa sakit biasanya terus menerus. Nyeri TN intermiten dan berlangsung beberapa
detik.
● Sakit gigi: nyeri terus menerus dan intraoral, yang bisa tumpul atau berdenyut. Nyeri
TN biasanya tajam, intermiten, dan seperti sengatan listrik. Juga, kelainan ditemukan
pada pemeriksaan mulut jika rasa sakit berasal dari sumber gigi.
● Neuropati trigeminal: Kondisi ini muncul dengan rasa sakit yang persisten dan dapat
dikaitkan dengan kehilangan sensorik.
● Sindrom sendi temporomandibular: Kondisi ini muncul dengan rasa sakit yang
persisten. Nyeri tekan lokal dan kelainan rahang dapat ditunjukkan.
● Neuralgia glosofaringeal: Pasien datang dengan rasa sakit di lidah, mulut, dan
tenggorokan. Rasa sakit dipicu oleh mengunyah, berbicara, dan menelan.

Prognosis

Neuralgia trigeminal bukanlah kondisi yang mengancam jiwa. Namun, itu dapat
menyebabkan rasa sakit seumur hidup dan dapat melumpuhkan. Beberapa pasien mungkin
mengalami episode yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan, diikuti dengan
interval bebas rasa sakit. Pada beberapa pasien, serangan nyeri memburuk dari waktu ke
waktu. Diagnosis yang benar dan manajemen yang tepat dapat bermanfaat bagi pasien dan
mengarah pada prognosis yang baik.
Komplikasi

● Rasa sakit pada neuralgia trigeminal begitu parah dan melemahkan sehingga pasien
dapat mengalami depresi jika tidak diobati secara memadai.
● Pasien yang diobati dengan obat antikonvulsan dalam jangka panjang dapat memiliki
efek obat yang merugikan.
● Beberapa pasien mengalami mati rasa wajah secara permanen di sisi yang terkena.

b. Other headache disorders/ gangguan sakit kepala lain

- Sakit kepala yang tidak diklasifikan

- Sakit kepala yang tidak dijelaskan

Ghaiska Najma Amnur (202010101109)

Tension Type Headache

Definisi

Tension type headache (TTH) atau nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri kepala bilateral yang
sifatnya menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang, tidak berdenyut,
tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, tidak disertai mual, tetapi dapat disertai fonofobia atau
fotofobia

Penyebab, faktor risiko, dan faktor pencetus

Secara umum penyebab TTH diklasifikasikan sebagai berikut:19

a) organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifilis

b) gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout,
ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang direfleksikan.

Patofisiologi

Patofisologi TTH secara pasti belum diketahui, namun beberapa penelitian menyatakan
bahwa sensitisasi perifer (nosisepsi dari jaringan miofasial perikranium) dan sensitisasi
sentral (peningkatan rangsangan pada central nervus system) memegang peranan penting
pada patofisiologi TTH

Karakteristik Diagnosis

a) Nyeri kepala terjadi selama 30 menit sampai 7 hari

b) Nyeri kepala memiliki setidaknya 2 dari karakteristik berikut:

- Lokasi bilateral

- Bersifat menekan/mengikat dan tidak berdenyut

- Intensitas nyeri dari ringan hingga sedang

- Tidak diperburuk dengan aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik tangga

c) Memiliki semua karakteristik:

- Tidak ada mual (anoreksia dapat terjadi)

- Fotofobia atau fonofobia (dapat terjadi salah satu tapi tidak keduanya)

d) Tidak ada hubungan/kaitan ke penyakit lain

Klasifikasi

IHS (International Headache Society) membagi TTH menjadi beberapa subklasifikasi

1. TTH episodic jarang : min. 1 serangan per bulan

2. TTH episodic sering : lebih dari 1 serangan, < 15 kali per bulan

3. TTH kronik : > 15 kali per bulan


Nyeri Kepala Sekunder

Berikut ini adalah beberapa diagnosis kritis yang paling penting dari sakit kepala sekunder
untuk dipertimbangkan dan fitur klinis utama mereka:
· Subarachnoid Hemorrhage
oSakit kepala "Thunderclap" yang tiba-tiba, dengan nyeri maksimal saat onset dan sering
digambarkan sebagai "sakit kepala terburuk dalam hidup saya."
oBerhubungan dengan mual atau muntah, nyeri leher dan/atau kekakuan, dan defisit
neurologis fokal.
oTemuan pemeriksaan fisik mungkin termasuk hemotimpanum, defisit neurologis fokal, atau
kaku kuduk.

•Tatalaksana : aneurisma à Surgical clipping atau coiling endovascular u/ mencegah
rebleeding
•Kontrol tekanan darah

Meningitis dan Ensefalitis


Gejala mungkin termasuk demam, sakit kepala, kaku kuduk, perubahan status mental,
prodromal seperti flu non-spesifik, mual, muntah, defisit neurologis fokal, fotofobia, dan
kejang.
Sejarah mungkin termasuk non-vaksinasi, keadaan immunocompromised, hidup jarak dekat,
perjalanan baru-baru ini, gigitan kutu atau nyamuk, dan kontak yang sakit.
Temuan pemeriksaan fisik mungkin termasuk tanda Kernig (ekstensi lutut yang menyakitkan
pada fleksi pinggul), tanda Brudzinski (fleksi pinggul pasif pada fleksi leher aktif),
papilledema, atau ruam petekie.
Ceftriaxon iv
Ampisilin iv. neonatus
Tatalaksana TIK naik osmotic diuretic mannitol 25%. Angkat kepala 30 derajat, intubasi

● Vertigo dan gangguan keseimbangan luthfiyyah mbak lia


Luthfiyyah Nuur Haniifah (202010101038)

Vertigo merupakan rasa pusing yang menimbulkan sensasi palsu bahwa seseorang
atau lingkungan di sekitarnya berputar atau bergerak. Kondisi ini juga dapat terjadi secara
tiba-tiba pada seseorang. Perlu diketahui bahwa vertigo bukanlah sebuah penyakit, melainkan
gejala dari gangguan kesehatan yang mendasarinya. Pada kasus yang parah, kondisi ini juga
dapat menghambat aktivitas sehari-hari.

Lantaran dikarenakan kondisi ini dapat menyebabkan disorientasi (kebingungan) dan hilang
keseimbangan. Serangan vertigo bahkan bisa menyebabkan pengidapnya sampai terjatuh.
Kondisi ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

● Vertigo perifer. Vertigo ini terjadi ketika ada masalah dengan telinga bagian dalam.
● Vertigo sentral. Terjadi ketika ada masalah dengan otak. Penyebabnya bisa termasuk
infeksi, tumor otak, cedera otak traumatis atau stroke.

Penyebab Vertigo
Vertigo merupakan gejala dari gangguan kesehatan tertentu yang dapat terjadi pada telinga
atau otak. Berikut adalah beberapa penyebab umum dari kondisi tersebut:

● Vertigo Posisional Paroksismal Benigna (BPPV)

Merupakan penyebab paling umum dari vertigo dan menciptakan perasaan intens
dan singkat bahwa pengidapnya berputar atau bergerak. Episode ini dipicu oleh
perubahan cepat dalam gerakan kepala, seperti pukulan ke kepala.

● Infeksi

Infeksi virus pada saraf vestibular, yang disebut neuritis vestibular atau labirin, dapat
menyebabkan vertigo yang intens dan konstan.

● Penyakit Meniere

Ketika cairan berlebihan menumpuk di telinga bagian dalam, hal ini dapat memicu
episode vertigo mendadak. Perlu diketahui bahwa episode tersebut dapat berlangsung
selama beberapa jam.

● Migrain

Vertigo akibat migrain dapat berlangsung beberapa menit hingga berjam-jam.

● Cedera kepala atau leher

Vertigo merupakan salah satu gejala umum akibat cedera traumatis pada kepala atau
leher. Terutama jika cedera menyebabkan kerusakan pada sistem vestibular.

● Penggunaan obat-obatan

Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan vertigo, bersamaan dengan munculnya


gejala lain. Misalnya seperti pusing, gangguan pendengaran, dan tinnitus (telinga
berdenging).

Faktor Risiko Vertigo

Ada beberapa faktor risiko yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi
vertigo, yaitu:
● Berusia lebih dari 50 tahun.
● Wanita.
● Pernah atau sedang memiliki luka di kepala.
● Sering menggunakan obat-obatan tertentu seperti antidepresan.
● Ada anggota keluarga yang memiliki riwayat vertigo.
● Mengalami infeksi pada telinga.
● Sedang stres berat.
● Sering mengonsumsi alkohol.

Gejala Vertigo

Salah satu gejala kondisi vertigo yang paling umum adalah pusing, yang biasanya
memburuk dengan gerakan kepala. Gejala ini biasanya digambarkan oleh pengidapnya
sebagai sensasi berputar, dengan ruangan atau benda di sekitar mereka tampak bergerak.
Selain itu, ada beberapa gejala vertigo lain yang juga dapat terjadi, seperti:

● Peningkatan keringat.
● Mual.
● Muntah.
● Sakit kepala.
● Telinga terasa berdengung.
● Timbulnya Gangguan pendengaran.
● Gerakan mata yang tidak disengaja.
● Kehilangan keseimbangan.

Serangan awal kondisi vertigo biasanya berlangsung selama beberapa jam saja. Namun, jika
tidak segera ditangani, vertigo akan selalu kambuh yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
stroke.

Diagnosis Vertigo

Dokter dapat mendiagnosis kondisi ini dengan melakukan pemeriksaan klinis dan
mengumpulkan informasi tentang gejala dan riwayat medis. Selanjutnya, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Termasuk pada telinga dan saraf pada
pasien yang mengalaminya.
Jika dibutuhkan, tes dan pengamatan klinis tertentu juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis
vertigo.

Contohnya seperti pengujian impuls kepala atau manuver Dix-Hallpike.

Dalam beberapa kasus, tes penunjang lainnya seperti tes pencitraan, pemeriksaan
pendengaran, dan tes keseimbangan juga mungkin akan dilakukan untuk menetapkan
diagnosis.

Pengobatan Vertigo

Sebenarnya beberapa kasus vertigo bisa sembuh tanpa pengobatan. Sebab, otak berhasil
beradaptasi dengan perubahan pada telinga bagian dalam. Namun, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, kondisi ini bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala dari suatu
masalah kesehatan.

Maka dari itu, jika dibutuhkan penanganan, hal ini akan berfokus pada penyebab yang
mendasarinya. Berikut adalah beberapa perawatan kondisi vertigo yang umum dilakukan:

● Penggunaan obat. Mengobati penyebab vertigo dapat membantu meringankan gejala.


Misalnya, jika vertigo adalah produk sampingan dari infeksi, dokter dapat meresepkan
antibiotik, atau steroid untuk membantu mengurangi peradangan.
● Rehabilitasi vestibular. Jika vertigo adalah akibat dari masalah telinga bagian dalam,
jenis terapi fisik ini dapat membantu mengurangi gejala. Rehabilitasi vestibular dapat
membantu memperkuat indra yang lain sehingga dapat mengimbangi episode vertigo.
● Canalith repositioning procedure (CRP). Jika seseorang memiliki BPPV (Vertigo
posisi paroksismal jinak), manuver reposisi canalith dapat dilakukan. Perawatan ini
bertujuan untuk membantu memindahkan endapan kalsium ke ruang telinga bagian
dalam.
● Pembedahan. Ketika vertigo disebabkan oleh masalah mendasar yang serius, seperti
tumor otak atau cedera leher, pembedahan mungkin diperlukan.

Komplikasi Vertigo

Tergantung penyebabnya, vertigo yang tidak segera ditangani dapat mengakibatkan


komplikasi yang serius dan kerusakan permanen. Berikut adalah beberapa risiko
komplikasinya:
● Kesulitan melakukan tugas sehari-hari.
● Masalah saraf yang menyebabkan nyeri, mati rasa atau kesemutan.
● Cedera traumatis karena jatuh.
● Kegelisahan.
● Kerusakan otak.
● Depresi.
● Menurunnya kualitas hidup secara keseluruhan.
● Terganggunya keseimbangan dan koordinasi tubuh.
● Kelumpuhan.
● Gangguan pendengaran permanen.
● Penyebaran infeksi.
● Tidak sadar dan koma.

Pencegahan Vertigo

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah gejala-gejala vertigo muncul, yaitu:

● Menghindari gerakan secara tiba-tiba agar tidak terjatuh.


● Segera duduk jika vertigo menyerang.
● Gunakan beberapa bantal agar posisi kepala saat tidur menjadi lebih tinggi.
● Gerakkan kepala secara perlahan-lahan.
● Hindari gerakan kepala mendongak, berjongkok, atau tubuh membungkuk.
● Bagi pengidap penyakit Meniere (ketika cairan berlebihan menumpuk di telinga
bagian dalam), Dianjurkan batasi konsumsi garam dalam menu sehari-hari.

Kusnul Amalia (182010101150)


Gangguan keseimbangan postural merupakan hal yang sering terjadi pada lansia.
Apabila keseimbangan postural lansia tidak terkontrol, maka akan dapat meningkatkan risiko
jatuh. Faktor risiko jatuh pada lansia meliputi:

1. Faktor intrinsik (host) terdiri dari:


a. Permasalahan keseimbangan dan berjalan
b. Kelemahan otot
c. Riwayat jatuh sebelumnya
d. Penggunaan alat bantu
e. Permasalahan penglihatan
f. Radang sendi
g. Depresi
h. Permasalahan kognitif
i. Usia lebih dari 80 tahun
2. Faktor ekstrinsik (environmental) meliputi:
a. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat
b. Permukaan lantai yang licin atau kasar
c. Pencahayaan yang kurang
d. Banyaknya hambatan yang terdapat pada lingkungan

Setiap tahunnya terdapat satu per tiga lansia di dunia yang berumur di atas 65 tahun
mengalami jatuh. Angka ini cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sekitar
30-73% lansia yang mengalami jatuh cenderung akan terjadi jatuh yang berulang. Jatuh yang
berulang menjadi alasan utama ketergantungan lansia pada lingkungan sekitar. Efek panjang
yang dirasakan lansia yaitu berkurangnya rasa percaya diri, depresi, hingga terisolasi secara
sosial. Penurunan keseimbangan pada lansia disebabkan oleh berbagai macam faktor di
antaranya adalah adanya:

1. Gangguan pada sistem sensorik → gangguan pada sistem visual, vestibular, dan

somatosensory

Sistem visual seperti sistem organ lain mengalami degenerasi karena proses
penuaan. Pada sistem visual lansia, terjadi penebalan jaringan fibrosa dan atrofi
serabut saraf, berkurangnya sel-sel reseptor di retina, serta perubahan elastisitas lensa
dan otot siliaris. Penurunan fungsi visual tersebut, menyebabkan masalah dalam
persepsi bentuk dan kedalaman serta informasi visual mengenai posisi tubuh yang
diperlukan untuk kontrol postural. Sistem lain yang mengalami penurunan fungsi
adalah sistem vestibular. Perubahan degeneratif tersebut mengenai organ vestibular
seperti: otolith, epithelium sensorik dan sel rambut, nervus vestibularis, dan
serebelum. Makula secara progresif mengalami demineralisasi dan menjadi terpecah-
pecah. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan dalam menjaga respon postural
terhadap gravitasi dan pergerakan linear. Sistem somatosensori memberikan informasi
tentang posisi tubuh dan kontak dari kulit melalui tekanan, taktil sensor, getaran, serta
proprioseptor sendi dan otot. Sensasi kulit melalui sentuhan, getaran dan tekanan
sensor penting dalam setiap aktivitas sehari-hari, terutama yang melibatkan gerakan.
Sensitivitas kulit berkurang dengan bertambahnya usia. Kurangnya masukan dari
taktil, tekanan dan getaran reseptor membuatnya sulit untuk berdiri atau berjalan dan
mendeteksi perubahan dalam pergeseran, yang penting dalam menjaga keseimbangan.

2. Gangguan pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem muskuloskeletal

Lansia juga mengalami penurunan dalam kemampuan motorik. Hal ini


berhubungan dengan penurunan terhadap kontrol neuromuskular, perubahan sendi,
dan struktur lainnya. Menurunnya sistem muskuloskeletal berpengaruh terhadap
keseimbangan tubuh lansia karena terjadinya atrofi otot yang menyebabkan
penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas bawah, sehingga menyebabkan
langkah kaki lansia menjadi lebih pendek, jalan menjadi lebih lambat, tidak dapat
menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, serta ada kecenderungan untuk
tersandung. Hal ini mengakibatkan lansia menjadi kurang percaya diri dan lebih
berhati-hati dalam berjalan. Penurunan kekuatan otot pelvis dan tungkai juga menjadi
faktor kontribusi bagi penurunan respon postural tersebut. Secara bersamaan, hampir
seluruh gerakan menjadi tidak elastis dan halus. Gangguan motorik ini utamanya
disebabkan oleh mulai hilangnya neuron-neuron di medulla spinalis, otak, dan
serebelum. Oleh karena itu, penurunan fungsi setiap sistem pada lansia akan
menyebabkan penurunan pada keseimbangan.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keseimbangan

1. Usia

Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada anak anak
letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif lebih besar dari kakinya yang
lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, dimana semakin
rendah letak titik berat terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau stabil posisi
tubuh.

2. Jenis Kelamin

Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak


berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan terkait pengaruh
jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh berdasarkan jenis
kelamin antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat.
Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita
letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya. Pada wanita letak titik beratnya rendah
karena panggul dan paha wanita relatif lebih berat dan tungkai-nya pendek.

3. Indeks massa tubuh (IMT)

Merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa. IMT tidak bisa digunakan untuk anak-anak, bayi baru lahir, dan wanita hamil
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. 4.
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah suatu gerakan fisik yang dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Aktivitas fisik dapat meningkatkan kebugaran
jasmani, koordinasi, kekuatan otot yang berdampak pada perbaikan keseimbangan
tubuh.

4. Hipertensi

Pada penderita dengan hipertensi, sirkulasi darah menurun sejalan dengan usia
karena perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang tentu saja dipengaruhi oleh
proses arteriosclerosis. Aterosklerosis dapat menyebabkan ketidakseimbangan ketika
terjadi lesi periventrikuler yang mempengaruhi serat sensoris dan motoris yang
menghubungkan area korteks dengan thalamus, ganglia basalis, serebelum, dan
medulla spinalis.

5. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolik kronis yang


dikarakteristikkan dengan tingginya kadar glukosa darah atau hiperglikemia. DM
dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satu komplikasi dari DM adalah
neuropati diabetik. Neuropati diabetik adalah kerusakan saraf yang dapat bersifat
fokal atau difus terjadi akibat paparan dari hiperglikemia kronis. Iskemia pada saraf
dan proses perubahan fungsi saraf terkait dengan komplikasi neuropati diabetik juga
menyebabkan iskemia dan perubahan fungsi saraf yang mengatur keseimbangan.
Proses keseimbangan yang diatur oleh kerja sama saraf sensorik, motorik, dan proses
biomekanik mengalami perubahan akibat hiperglikemia kronis. Sistem sensorik yang
terdiri dari sistem vestibular, sistem proprioseptif dan sistem visual mengalami
penurunan fungsi pada pasien DM.

Tes Kesimbangan pada Lansia → Test Romberg dan Tes Romberg Dipertajam
Tes Romberg adalah alat untuk mendiagnosis adanya gangguan gaya berjalan yang
disebabkan karena penurunan propioseptif, ataksia sensorik.Sensitif dan akurat untuk
penilaian klinis pasien dengan disequilibrium. Tes Romberg menunjukan hilangnya kontrol
postural. Dikatakan positif jika pasien bergoyang atau jatuh dengan keadaan mata tertutup
sambil berdiri.

● Tumor otak
M. Dyan Tambora S. (202010101118)

Definisi

Tumor otak adalah satu pertumbuhan abnormal di jaringan otak yang bersifat jinak (benign)
ataupun ganas (malignant), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakranial)
atau disusun tulang belakang (medulla spinalis). Pada saat tumor otak terjadi, pertumbuhan
sel yang tidak diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan dan kerusakan pada sel-
sel lain diotak dan mengganggu fungsi otak bagian tersebut.

Etiologi

Faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya suatu tumor otak adalah:

1) Genetik

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
Meningioma, Astrocytoma dan Neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Struge-Weber yang dapat dianggap sebagai
manisfestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.

2) Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai


morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada Kraniofaringioma, terotoma intrakranial dan
kordoma.

3) Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

4) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma
tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.

5) Substansi-substansi karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

Patofisiologi

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis yang progresif yang disebabkan oleh dua
faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK).

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau
invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai
darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak yang mengakibatkan terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat diperparah dengan
gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan
neuron akibat kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti


bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi CSS.
Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh
perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan
edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan volume
intrakranial dan meningkatkan TIK.

Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena
itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini
meliputi volume darah intrakranial, volume CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi
sel parenkim otak.

Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan herniasi unkus serebellum. Herniasi
unkus timbul jika girus medialis lobus melalui insisura tentorial karena adanya lobus
temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam
hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ke 3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti
nafas terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan intrakranial
yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan.

Manifestasi Klinis

(a) Sakit kepala


Meskipun tidak selalu ada tetapi ini banyak terjadi pada pagi hari dan menjadi buruk oleh
karena batuk, menegang atau melakukan gerakan yang tiba-tiba. Keadaan ini disebabkan oleh
serangan tumor, tekanan atau penyimpangan struktur sensitive nyeri, atau oleh karena edema
yang mengiringi adanya tumor.

(b) Muntah

Kadang-kadang dipengaruhi oleh asupan makanan, yang selalu disebabkan adanya iritasi
pada pusat vagal di medulla.

(c) Papil edema (edema pada saraf optic)

Ada sekitar 70%-75% dari pasien dan dihubungkan dengan gangguan penglihatan seperti
penurunan tajam penglihatan, diplopia (pandangan ganda) dan penurunan lapang pandangan.

(d) Perubahan kepribadian

Adanya variasi penurunan focal motorik, sensor dan disfungsi saraf cranial.

(e) Gejala terlokalisasi

Lokasi gejala-gejala terjadi spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena,
menyebabkan tanda-tanda yang ditunjukkan local, seperti pada ketidaknormalan sensori dan
motorik, perubahan penglihatan dan kejang:

(1) Tumor korteks motorik memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan


seperti kejang yang terletak pada satu sisi tubuh yang disebut kejang jacksonian.

(2) Tumor serebelum menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau


gaya berjalan yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot-
otot tidak terkoordinasi dan mistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja)
biasanya menimbulkan gerakan horizontal.

(3) Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status
emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental, pasien kurang merawat
diri.

(4) Tumor lobus oksipital menimbulkan manifestasi visual, hemianopsia homonim


kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandangan pada sisi yang
berlawanan dari tumor) dan halusinasi penglihatan.

(5) Tumor sudut serebropontin biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan
memberikan rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada
tumor otak. Yaitu: tisnitus dan kelihatan vertigo, kesemutan dan terasa gatal-gatal
pada wajah dan lidah, terjadi kelemahan atau paralisis, karena pembesaran tumor
menyerang serebelum mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik.

(6) Tumor intrakranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan


fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan terutama pada pasien lansia.
Nicholas Jirezra Gianevan (202010101139)
DIAGNOSIS TUMOR OTAK (1) ANAMNESIS ; - Keluhan yang sifatnya kronis-progresif.
- Misalnya : Nyeri kepala m.l.m hebat dlm bbrp minggu / bulan. Atau nyeri kepala ,kmdn
diikuti defisit neurologik yang lain mis :gangguan motorik, sensorik,sensibel.
DIANOSIS TUMOR OTAK (2) INGAT GEJALA UMUM: 1.Sefalgia : berdenyut, terasa
pagi hari, meningkat bila mengejan, batuk atau angkat berat. 2. Muntah : pagi hari, tak bhb
dg makanan ,sifatnya proyektil. 3.Kejang : fokal / umum, tumor dekat girus pre sentralis. 4.
Perubahan mental: demensia,apatis,gangg. berpikir dan daya ingat. 5.Papiledema dgn pem
funduskopi. 6.Pembesaran kepala anak. 7.Bradikardi dan hipertensi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG TUMOR OTAK (1) 1. X FOTO KRANIUM: -sejak 1895 :
William Roentgent -Gambaran destruksi sella tursika - Kalsifikasi (+) pada astrositoma -
Sutura kepala anak : melebar 2. EEG: kumpulan gelombang lambat, menunjukkan lokasi
tumor. 3.ARTERIOGRAFI: - sejak 1927 : Monitz - tampak pbl.darah di otak sebagai :
neovaskularisasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG TUMOR OTAK (2). 1. BRAIN CT SCAN : -Sejak 1972 :
Godfrey Hounsfield -Dapat melihat : letak tumor,besar, jumlah, adanya edema otak,
kalsifikasi . 2.MAGNETIC RESONANCE IMAGING(MRI). -Ditemukan sejak 1980, masuk
Indonesia 1990.,Hasilnya lebih unggul dari CT Scan, terutama tumor otak yang letaknya di
fossa kranii posterior.
PENGELOLAAN TUMOR OTAK(1) 1. TERAPI KONSERVATIF. A. Sefalgia : R/
Analgetika. B. Kejang diberikan anti kejang. C. Pemberian antiedema, misalnya ; R/
Asetolamide(Diamox) S 3dd I R/ Dexametason S 4dd I.
2. TERAPI PEMBEDAHAN. - Tujuannya adalah dekompresi , mereduksi efek massa ,
penyelamatan jiwa. -Craniotomy , diupayakan pengangkatan secara intoto , pembedahan
faliatif dilakukan utk mengurangi TIK tinggi, bila terjadi hidrosefalus, dengan pemasangan
VP shunt, sebelum operasi tumor dillaksanakan. - Pembedahan berupa reseksi partial ,sering
memerlukan radioterapi pd tumor yg radiosensitif.
3.RADIOTERAPI : - untuk tumor radioresponsif, post kraniotomi atau yg tak mungkin
dioperasi. - perhatikan toleransi jar. otak sehat. - diperlukan tehnik pemberian radiasi dg.
presisi yang tinggi, steriostaksik. - 6000 rad dg dosis terbagi.
4. TERAPI SITOSTATIKA. -Kurang memuaskan -Dapat diberikan secara sistemik atau
intratekal , misalnya : vinkristin, metrotexate, nitrosuria (BCNU). 5. REHABILITASI
MEDIK. - Untuk memulihkan defisit neurologi ke arah kehidupan sehari-hari (ADL) yang
lebih baik .
PROGNOSIS TUMOR OTAK TERGANTUNG : 1. Jenis tumor : intraaksial(glial) atau
ekstra aksial (non glial ) 2. Ukuran tumor : kecil, sedang, besar. 3. Lokasi tumor : tempat
penting atau daerah silence area. 4. Malignancy : ganas atau jinak. 5. Diagnosis dini atau
terlambat. 6. Pengaruh pembedahan / penyinaran.

Anda mungkin juga menyukai