Anda di halaman 1dari 9

SKENARIO 3

Anak Muda Labil


Nn. Eri, mahasiswi berusia 20 tahun, dibawa keluarganya ke praktik dokter karena
tidak mau makan selama tiga hari terakhir. Sekitar sebulan terakhir pasien memang banyak
diam di kamar, makan sedikit, dan mandi tidak tiap hari. Keluarga sebelumnya tidak terlalu
khawatir pasien seperti itu karena ia memang sedang libur kuliah. Mereka bahkan lega
karena pasien menjadi tidak secerewet dan se-‘hiperaktif’ biasanya. Sebelumnya pasien
dikenal sebagai orang yang disukai teman-temannya karena kepribadiannya yang secara
umum ceria, ‘rame’, mudah bergaul, dan pada beberapa waktu, ia akan sering mentraktir
makan teman-temannya. Ibu pasien bahkan sempat marah karena menurutnya kadang
kebaikan pasien tidak masuk akal. Lima bulan lalu lalu pasien pernah memberikan hampir
seluruh uang saku untuk teman laki-lakinya, Dino, yang ternyata digunakan oleh Dino untuk
membeli ganja dan minuman keras. Saat dimarahi, pasien dengan santai menjawab, “Nggak
papa, namanya juga anak muda. Harus banyak belajar dari pengalaman, Bu, termasuk
pengalaman pakai narkoba gitu. Nanti pasti bisa lah kembali ke jalan yang benar, kan dia
temenan sama aku.
Nanti aku kasih contoh yang baik biar dia ikutan baik.” Selanjutnya untuk
‘memberikan contoh baik’ itu, pasien bekerja paruh waktu di dua tempat sambil tetap aktif
kuliah dan berkegiatan non akademis di kampus. Saat itu ia hanya tidur 2-3 jam sehari tetapi
tidak pernah tampak kelelahan. Meskipun begitu, empat bulan lalu keluarga akhirnya
memaksa pasien menghentikan aktivitasnya yang berlebihan itu karena penyakit kejang
pasien kambuh lagi setelah sempat setahun bebas kejang.
Pasien marah saat kegiatannya berhenti karena ia harus dirawat inap. Saat di RS, ia
bahkan sempat ‘kerasukan’; menyumpah-nyumpah, dan mengatakan, “Saya Dewa Api yang
membakar semua yang menghalangi jalan Eri untuk kaya raya dan berjaya dalam cinta!
Wahai Dino si tukang tikung! Kamu layak dibumihanguskan!” Saat itu kebetulan pasien baru
putus dari pacarnya, Felix, yang ternyata selingkuh dengan Dino. Setelah tidak lagi
kesurupan, selama sekitar sebulan pasien masih tampak frustrasi. Ia jadi sering menarik-
narik rambutnya dan berulang kali mencuci tangan sambil berkata, “aduh najis ini, pernah
dipegang Dino.” Selama seminggu rawat inap saat itu, pasien menghabiskan sebagian besar
waktunya dengan main HP. Belakangan ibu pasien tahu bahwa pasien main game dan
berjudi online. Pasien sudah menghabiskan hampir lima juta rupiah dalam satu minggu
untuk berjudi dan membeli skin untuk online game yang dimainkannya. Keluarga
mengatakan ‘lelah mental’ menghadapi pasien, dan berharap pasien bisa hidup normal,
tidak terus-menerus labil dan berulah.
Klarifikasi Istilah
1. Hiperaktif mas sakti, nafisah
2. Frustasi putri, shinta
3. Kerasukan nicho, brilli
4. Minuman keras diego, tambora
5. Labil mbak lia, ghaiska
Labil menurut KBBI
1. Goyah; tidak mantap; tidak kokoh (tentang bangunan, pendirian, dan sebagainya)
2. Goyang; tidak tenang (tentang kendaraan, kapal, pesawat terbang, dan sebagainya)
3. Tidak tetap; mudah berubah-ubah; naik turun (tentang harga barang, nilai uang, dan
sebagainya)
4. Tidak stabil; cenderung berubah
5. Fis tidak seimbang dan mudah berubah
Jadi labil adalah kondisi di saat seseorang mudah berubah keadaan perasaan dan
kejiwaannya, dari sedih berubah menjadi marah, sering marah-marah dikarenakan sesuatu
yang tidak jelas, dan sikap-sikap lainnya. Sifat labil ini biasanya dimiliki oleh anak yang
tergolong muda. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi orang dewasa juga miliki sikap
labil. Gangguan bipolar merupakan salah satu penyebab suasana hati labil.
Orang yang labil dalam kehidupan sehari-hari biasanya kurang mampu mengendalikan
emosinya. Kondisi ini membuat orang-orang sekitarnya menjadi kurang nyaman. Emosi
seseorang yang labil bisa menandakan gangguan kepribadian ambang. Keadaan ini akan
terjadi setelah beberapa jam kemudian. Pengidap gangguan ambang akan merasa kosong,
hampa, dan sulit mengendalikan emosi.

Rumusan Masalah
1. Apa kemungkinan penyebab pasien mengalami kondisi tidak mau makan selama 3
hari, banyak diam di kamar, makan sedikit, dan mandi tidak tiap hari? dan
mengapa terjadi perubahan kepribadian pada pasien? Philip, luthfiyyah
Afek depresi
Adanya factor stress yg mempengarhui kondisi pasien
gg. obsesif konfulsif  cuci tangan terus-menerus
2. Apakah terdapat gangguan pada proses pikir pasien? Shinta
Bentuk(arus+isi)-arus (alur)-isi
Waham  mudah tersinggung, penarikan diri pd lingkungan sekitar.
3. Mengapa pasien tidur 2-3 jam sehari namun tidak tampak kelelahan? Nicho
Gg bipolar fase mania (more powerfull)
4. Mengapa penyakit kejang pasien kambuh lagi setelah setahun bebas kejang? Putri,
diego
5. Bagaimana kaitan kondisi pasien 5 bulan yang lalu dengan kondisi sekarang?
Luthfiyyah. mas sakti
6. Mengapa pasien kerasukan, menyumpah - nyumpah dan bagaimana kerasukan
secara medis? mbak lia. Tambora
Fenomena kerasukan sering juga disebut dengan kesurupan atau kemasukan setan.
Dipercaya, seseorang bisa kesurupan karena tubuhnya dirasuki atau dikendalikan oleh hal-
hal gaib, seperti roh atau hantu. Padahal, menurut medis, kesurupan tergolong salah satu
jenis gangguan mental yang disebut Possession Trance Disorder / Dissociative Trance
Disorder.
Penjelasan Kesurupan Menurut Medis
Possession Trance Disorder termasuk ke dalam kategori gangguan disosiatif, yakni
kategori gangguan mental yang ditandai dengan hilangnya sebagian atau seluruh integrasi
akan pikiran, memori, identitas diri, kontrol gerakan tubuh, serta lingkungan sekitar.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan International Classification of Diseases 11th
(ICD 11), Possession Trance Disorder merupakan gangguan yang terjadi ketika seseorang
kehilangan identitas pribadi dan kesadaran akan lingkungannya secara sementara. Nah,
umumnya, orang yang mengalami Possession Trance Disorder menunjukkan gejala atau
tanda seperti berikut:
1. Kehilangan kendali atas tindakan yang dilakukannya
2. Kehilangan kesadaran terhadap lingkungan sekitar
3. Kehilangan memori atau ingatan
4. Kehilangan identitas pribadi  identitas normal seseorang diganti atau seolah-olah
dimiliki oleh hal eksternal dari dirinya yang dipercaya seperti roh, hantu, kekuatan,
dewa, atau orang lain
5. Kesulitan berkonsentrasi
6. Kesulitan membedakan kenyataan dan imajinasi
7. Perubahan nada suara
8. Perubahan perilaku
9. Keyakinan yang kuat bahwa terjadi perubahan penampilan tubuh
Gejala kesurupan biasanya mengakibatkan penderitaan yang signifikan atau gangguan
signifikan pada seseorang dalam menjalankan fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Penyebab dan Penanganan Possession Trace Disorder
Hingga kini, penyebab possession trance disorder belum diketahui secara pasti. Namun,
ada beberapa faktor yang diduga bisa memengaruhi berkembangnya gangguan mental ini,
yaitu:
1. Faktor genetik atau keturunan
2. Faktor lingkungan dan budaya yang memengaruhi pembentukan watak dan
kepribadian seseorang
3. Stres psikososial, seperti kesulitan ekonomi, kematian kerabat dekat, serta konflik
agama atau budaya
4. Peristiwa traumatis di masa lalu, terutama pada masa anak-anak, misalnya
mengalami kekerasan seksual, terlibat dalam perang, atau menyaksikan tindakan
bunuh diri
Mengingat kondisi possession trance disorder sering dikaitakan dengan agama, budaya,
dan lingkungan, maka untuk mendiagnosis kondisi ini, psikolog atau psikiater tidak akan
hanya memeriksa kondisi psikis dan fisik pasien saja, tapi juga latar belakang lingkungan dan
budaya di mana pasien dibesarkan. Seseorang baru bisa didiagnosis mengalami possession
trance disorder jika ia mengalami gejala-gejala di atas tanpa disengaja, terjadi di luar praktik
keagamaan dan budaya, serta tidak dipengaruhi oleh kondisi medis tertentu, seperti cedera
otak, epilepsi, dan efek zat psikoaktif apa pun.
Nah, apabila pasien memang benar didiagnosis menderita possession trance disorder,
umumnya kondisi tersebut akan ditangani dengan kombinasi psikoterapi dan konsumsi
obat-obatan seperti antidepresan, obat antikecemasan, dan obat antipsikotik untuk
mengendalikan gejala. Di samping itu, dokter spesialis kejiwaan akan meminta pasien untuk
menjalani psikoterapi. Perawatan ini meliputi konseling, terapi wicara, dan terapi
psikososial. Terapis akan membantu pasien memahami penyebab kondisi dan membentuk
cara baru untuk mengatasi keadaan stres.
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM V) kesurupan masuk
dalam kategori Other Specified Dissociative Disorder. Kondisi pada kategori ini ditandai
dengan penyempitan atau hilangnya kesadaran akan lingkungan sekitar sehingga orang
tersebut tidak responsif atau tidak peka terhadap rangsangan lingkungan. Ketidakmampuan
merespons rangsangan lingkungan ini bisa disertai hal-hal kecil yang kerap tidak disadari
atau tidak dapat dikendalikan oleh orang tersebut seperti gerakan tertentu pada jari hingga
kelumpuhan sementara atau hilangnya kesadaran.
7. Mengapa pasien masih tampak frustasi, menarik - narik rambutnya, dan berulang
kali mencuci tangan? Nafisah. ghaiska
8. Berdasarkan heteroanamnesis, apa diagnosis dan diagnosis banding pasien? Brilli
Gg afektif bipolar fase mania
Dd: skizoafektif, kejang, gg disosiatif tipe trans, gg obsesif konfulsif, gg kebiasaan & inpuls
(uang habis 5 jt)
9. Bagaimana tata laksana yang terpat untuk pasien? Philip

Learning Objective
1. Gangguan Afektif
a. Depresi Tambora Diego
b. Depresi Berulang Luthfiyyah Putri
c. Gangguan Bipolar Mas Terang Nico
d. Manik Mbak Lia Brilli
Episode Manik (F30)
Definisi
Ditunjukkan dengan suasana perasaan yang cenderung meningkat disertai dengan
peningkatan aktivitas fisik dan mental serta iritabel. Diagnosis episode manik ditegakkan
apabila gejala timbul sebagai episode tunggal. Dalam episode manik, dapat ditemukan tiga
atau lebih gejala berikut ini: rasa percaya diri berlebihan, waktu tidur berkurang,
pembicaraan yang banyak dengan gagasan yang berpindah, hiperaktivitas psikomotor yang
bertujuan. konsentrasi mudah dialihkan & sering melakukan tindakan tanpa dipikirkan
akibatnya lebih lanjut. Gejala-gejala ini menetap minimal seminggu.
Klasifikasi
F30.0 Hipomania
Manifestasi Klinis
Perasaan bahagia berlebihan atau iritabel yang menetap selama paling sedikit
4 hari secara berturut-turut disertai minimal tiga dari gejala berikut: peningkatan
aktivitas (umumnya aktivitas seksual), meningkatnya sosiabilitas & keramahan,
bicara yang banyak, cenderung ceroboh, tidak butuh tidur. konsentrasi mudah
dialihkan dan distraktibilitas. Episode ini tidak disebabkan oleh penggunaan zat
psikoaktif maupun gangguan mental organik.
Pedoman Diagnostik (menurut PPDG J-III):

 Gangguan suasana perasaan lebih ringan dibanding mania, afek meninggi


bersamaan dengan peningkatan aktivitas atau agitasi. Gejala ini menetap
selama minimal 4 hari berturut-turut dan tidak disertai halusinasi maupun
waham.
 Terdapat gangguan ringan pada pekerjaan maupun aktivitas sosial.
 Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi /
berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan
melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak disertai
halusinasi atau waham
 Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas social memang sesuai
dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau
menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan
F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik
Manifestasi Klinis
Dapat ditemukan mood yang meningkat atau iritabel yang menetap minimal
selama 1 minggu. Selain itu, terjadi minimal tiga dari gejala berikut: peningkatan
aktivitas fisik (terutama gairah seksual), keinginan untuk terus berbicara dengan
flight of ideas, berkurang hingga hilangnya inhibisi sosial, tidak butuh tidur,
distraktibilitas, adanya ide kebesaran & cenderung ceroboh. Episode ini tidak
disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif maupun gangguan mental organik.
Pedoman Diagnostik (menurut PPDGJ-III):

 Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat


sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
social yang biasa dilakukan
 Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan
tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran / “grandiose ideas” dan terlalu
optimistic
F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul sama dengan manifestasi klinis mania lainnya. Dapat
ditemukan waham kejar atau waham kebesaran dengan halusinasi, delirium,
hiperaktivitas motorik. flight of ideas yang sangat cepat. Episode ini tidak disebabkan
oleh penggunaan zat psikoaktif maupun gangguan mental organik.
Pedoman Diagnostik (menurut PPDG J-III):

 Gambaran klinik merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania
tanpa gejala psikotik)
 Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan kecurigaan
menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi
“sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood congruent)
F30.8 Episode Manik Lainnya
F30.9 Episode Manik YTT

e. Siklotimia Nafisah Ghaiska


f. Distimia Shinta Philip
g. Hipomanik Luthfiyyah Tambora
h. Reaksi Terhadap Stress Dan Gangguan Lain Terhadap Stress Brilli Nafisah
2. Gangguan Kepribadian
a. Gangguan Kepribadian Khas
i. Gangguan Kepribadian Skizoid Diego Shinta
ii. Gangguan Kepribadian Dissosial / Antisosial Putri Nico
iii. Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil Ghaiska Mas Terang
iv. Gangguan Kepribadian Histrionik Philip Mbak Lia
Gangguan Kepribadian Histrionik
Pasien memiliki tingkat emosionalitas yang berlebihan dan berusaha menarik
perhatian orang lain. Gangguan ini memiliki ciri sifat pervasif dengan awitan usia dewasa
muda. Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III:

 Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:


o Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self-dramatization) seperti bersandiwara
(theatricality), yang dibesar-besarkan (exaggerated)
o Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan /
factor eksternal
o Keadaan afektif yang dangkal dan labil
o Terus menerus mencari kegairahan (excitemenr), penghargaan (appreciation)
dari orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian
o Penampilan dan perilaku “merangsang” (seductive) yang tidak memadai
o Terlalu peduli dengan daya tarik fisik
 Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas

v. Gangguan Kepribadian Anankastik atau Obsesif Kompulsif Brilli


Diego
vi. Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar) Shinta Luthfiyyah
vii. Gangguan Kepribadian Dependen Mbak Lia Philip
Merupakan pola perilaku yang ditandai dengan kebutuhan dukungan dan bergantung secara
berlebihan terhadap orang lain tempat ia bergantung. Gangguan ini juga memiliki ciri sifat
pervasif dengan awitan usia dewasa muda. Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III:

 Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:


o Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar
keputusan penting untuk dirinya
o Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia
bergantung, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan
mereka
o Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana
tempat ia bergantung
o Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan
yang dibesar-besarkan tentang ketidak mampuan mengurus diri sendiri
o Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat
dengannya, dan dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri
o Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
mendapat nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain
 Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas
Tata Laksana
Terapi Non-medikamentosa
Terapi gangguan kepribadian perlu dilakukan secara holistik karena gangguan
biasanya bersifat mendalam dan menetap. Dapat dipertimbangkan pemberian
psikoterapi berupa terapi kognitif maupun terapi keluarga. Psikoterapi diberikan untuk
membantu penderita menyadari dampak yang ditimbulkan kepribadiannya terhadap diri
dan lingkungan sekitar. Selain itu, psikoterapi dimaksudkan untuk mengubah sifat
egosentrik (keyakinan mendalam pada pikiran dan tujuannya) menjadi egodistonik
(pasien menjadi ragu terhadap gambaran diri yang telah dibentuknya selama ini).
Terapi Medikamentosa
Psikofarmaka diberikan pada kondisi akut, misalnya depresi atau cemas.
Indikasi Rawat Inap
Adanya ancaman terhadap keselamatan orang di lingkungan sekitarnya; Pasien tidak
mampu menahan keinginan bunuh diri atau melakukan percobaan bunuh diri; Ditemukan
episode psikotik transien; Adanya gangguan yang nyata terhadap aktivitas sehari-hari dari
penderita akibat gangguan kepribadian.
Prognosis
Tata laksana gangguan kepribadian sulit untuk dilakukan karena pasien bangga
terhadap gambaran dirinya dan pemikiran itu sulit untuk diubah. Selain itu, sangat mungkin
timbul gangguan kepribadian yang berulang pada pasien.

b. Gangguan Kepribadian Campuran Mas Terang Putri Ghaiska


c. Gangguan Kebiasaan Dan Impuls Nico Tambora Nafisah
d. Gangguan Preferensi Seksual Philip Brilli Luthfiyyah
3. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Shinta Mbak Lia Ghaiska
Tata Laksana
Tata laksana terhadap ketergantungan zat psikoaktif diklasifikasikan menjadi beberapa fase:
Fase Penilaian:

 Mengeksplorasi informasi dari pasien, keluarga, maupun lingkungan sekitarnya.


Informasi yang peming diketahui, antara lain jenis zat psikoaktif yang digunakan,
lama penggunaan, tingkat ketergantungan, sisa intoksikasi, gejala putus zat, cara
penggunaan, gejala putus zat dan lama penggunaan
 Riwayat penyakit secara medis dan psikiatri
 Riwayat terapi gangguan penggunaan zat psikoaktif yang sudah dijalani
sebelumnya
 Riwayat penggunaan zat sebelumnya
 Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan urin dan darah untuk
menentukan jenis zat psikoaktif yang digunakan. Pemeriksaan urin diutamakan
karena zat bertahan lama di urin
 Pemeriksaan penyakit infeksi yang umumnya ditemui pada pengguna, seperti HIV
/ AIDS, Infeksi Hepatitis B/C, dan Tuberkulosis.
Fase Terapi Detoksifikasi (Fase Terapi Withdrawal):
Terdapat beberapa variasi dalam terapi detoksifikasi:

 Penderita dapat dipertimbangkan rawat inap atau rawat jalan


 Intensive out-patient treatment
 Terapi residensi
 Cold Turkey, terapi simptomatik
 Detoksifikasi dengan: kodein dan ibuprofen. klonidin dan naltrekson,
buprenorfin, metadon.
Fase Terapi Lanjutan
Program substitusi (terapi rumatan) dapat menggunakan jenis obat yang bersifat
agonis (metadon}, agonis parsial (buprenorpin), atau antagonis (naltrekson). Agen
antiopioid dapat diberikan sebagai program substitusi. Jenis obat yang dipertimbangkan
sebagai rumatan disarankan memenuhi kriteria di bawah ini:

 Memiliki potensi yang rendah untuk disalahgunakan


 Memiliki waktu paruh yang cukup panjang
 Penderita kemungkinan kecil menggunakan zat lain selama terapi
 Toksisitas yang rendah
 Fase detoksifikasi harus berlangsung singkat dan sederhana dengan gejala
rebound withdrawal yang minimal
 Dapat memfasilitasi abstinensia pada opioid jenis lain
 Penderita dapat menggunakannya dengan baik
Program Terapi Berorientasi Abstinensia
Terdiri dari Therapeutic Community, SMART Recovery, Therapeutic Community
Based Hospital, Cognitive Behavioral Therapy (CBT}, Motivational Enhancement Therapy.

4. Epilepsi
a. Tonik Klonik Diego Mas Terang
b. Atonik Nico Tambora
c. Mioklonik Nafisah Putri

Anda mungkin juga menyukai