Anda di halaman 1dari 80

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342644284

INTISARI TEKNIK ANALISIS FAKTOR

Book · July 2019

CITATIONS READS

0 1,074

1 author:

Kuswarini Kusno
Universitas Padjadjaran
41 PUBLICATIONS   70 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Kuswarini Kusno on 19 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


INTISARI TEKNIK
ANALISIS FAKTOR
INTISARI TEKNIK
ANALISIS FAKTOR

Penulis:
KUSWARINI KUSNO
Copyright @2019, Kuswarini Kusno
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Ccetakan ke 1, 2019
Diterbitkan oleh Unpad Press
Grha Kandaga, Gedung Perpustakaan Unpad Jatinangor, Lt 4
Jl. Raya Bandung – Sumedang (Ir. Soekarno) km 21,
Jatinangor – Sumedang 45363 –Jawa Barat-Indonesia
Telp. (022) 84288888 ext 3806, Situs: http://press.unpad.ac.id
email:press@unpad.ac.id/pressunpad@gmail.com/ pressunpad@yahoo.co.id
Anggota IKAPI dan APPTI

Editor Ahli : Maman Haeruman K. dan Eliana Wulandari


Tata Letak dan Desainer Sampul: Trisatya

Judul : Intisari teknik analisis faktor


Penulis : Kuswarini Kusno

x, 68.; 25 cm
ISBN 978-602-439-608-4
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas izinNYA, penulis


dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Intisari Teknik Analisis
Faktor”.

Tujuan penulisan buku ini adalah untuk meningkatkan


pemahaman dosen dan peneliti tentang teknik Analisis Faktor
dengan cara yang relatif mudah. Dengan demikian diharapkan
pengolahan data penelitiannya yang umumnya dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS, hasilnya dapat diinterpretasi
dengan benar dan baik.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih


kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada tim
editor: Prof. Dr. Ir. H. Maman Haeruman Karmana, M.Sc. dan Dr.
Eliana Wulandari, SP., MM.

Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat


konstruktif, apabila terdapat kesalahan prinsip. Semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Bandung, Juli 2019

Penulis

v
vi
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR V
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
1. Pendahuluan 1
2. Cara memilih teknik analisis multivariat 4
3. Analisis faktor 11
3.1. Dekomposisi matriks data hipotetik menjadi
faktor-faktor 13
3.2. Dekomposisi matriks data: ekstraksi faktor demi
faktor 18
3.3. Penskalaan kembali (re-scaling) vektor-vektor 21
3.4. Contoh teoritis persoalan yang lebih praktis 24
3.5. Mempertimbangkan kembali dan menormalkan
factorscores 27
4. Contoh persoalan analisis faktor 34
4.1. Masalah perilaku konsumsi yang diukur dengan
unit deviasi standar 34
4.2. Pentingnya representasi grafik 42
4.3. Perumusan hipotesis 48
4.4. Menghadapi masalah kausalitas dan rotasi 58
3. Rangkuman 63
REFERENSI 67

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Tabel
1. Pemilihan teknik analisis 9

2. Data asli beberapa perusahaan 43

3. Pola pergerakan 51

4. Factorloadings kuadrat x 100 54

5. Tentang aspek-aspek 57

viii
DAFTAR GAMBAR

Nomor
Gambar Halaman
1. Matriks Y berordo 3x6 menyajikan banyaknya
tanduk, paruh dan kaki yang terdapat pada enam
peternakan 13
2. Matriks A berordo 3x2 menyajikan banyaknya
tanduk, paruh dan kaki per ternak 14
3. Matriks F berordo 2x6 menyajikan banyaknya
kerbau dan ayam yang terdapat pada enam
peternakan 15
4. Dekomposisi dalam faktor-faktor 16
5. Dekomposisi matriks data berukuran 6 x 9 23
6. Hasil akhir proses analisis faktor 26
7. Matriks F* x tF* 32
8. Variabel, factorscores dan factorloadings dari
Gambar 6 34
9. Proyeksi vektor-vektor ⃗ , , ⃗ dan ⃗⃗ 40
10 Posisi vektor ⃗ 44
11 Konfigurasi vektor-vektor 46
12 Posisi vektor-vektor 47
13 Macam konfigurasi vektor-vektor 50
14 Konfigurasi vektor-vektor untuk data
yang “dinormalkan” 53

ix
15 Konfigurasi vektor-vektor akibat memasukkan
variabel yang tidak penting (Q) ke dalam analisis 55
16 Proyeksi dari konfigurasi Gambar 15 56
17 Konfigurasi-konfigurasi vektor permasalahan
rumah sakit 59
18 Rotasi sumbu-sumbu I, II, III, dan IV 61

x
1|I n ti sa ri Tekni k An alisi s Fa k to r

1. Pendahuluan

Dalam analisis statistik multivariat, terdapat bermacam-macam

teknik analisis yang dapat dibedakan atas dua jenis metode

berdasarkan hubungan antar variabel-variabel yang diteliti. Jika

variabel yang diteliti terdiri dari variabel bebas dan variabel tidak

bebas, maka metode analisisnya disebut Metode Ketergantungan.

Jika variabelnya tidak dibedakan antara variabel bebas dan variabel

tidak bebas sehingga permasalahan pokoknya adalah mengenai

saling ketergantungan, maka metode analisisnya disebut Metode

Saling ketergantungan; salah satu tekniknya adalah Analisis Faktor.

Dengan adanya kemajuan yang pesat dalam teknologi internet,

tulisan mengenai Analisis Faktor semakin banyak diunggah ke

internet. Kalangan akademisi atau peneliti yang membutuhkan

menjadi semakin mudah untuk mempelajari Analisis Faktor dengan

cara membaca langsung di layar komputer, laptop, atau telepon

genggamnya dalam keadaan terkoneksi ke internet; ataupun

mengunduh tulisan tersebut terlebih dahulu untuk dipelajari dalam

keadaan tidak terkoneksi dengan internet; bisa pula dicetak terlebih

dahulu. Namun berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis,

banyak pengguna yang tidak mau bertanya-tanya: apakah pada


K us wari ni K us no |2

artikel analisis faktor tersebut dicantumkan nama penulisnya, dan

kalau tercantum, apakah penulis itu berlatarbelakang akademis

Statistika?. Kemudian, platform apa yang digunakan untuk menulis

artikel tersebut; apakah blog, percakapan di google, facebook,

twitter, research-gate, dan sebagainya?. Itu semua tidak

dipermasalahkan oleh pengguna. “Yang penting cepat mendapatkan

solusi”; demikian yang sering penulis dengar dari yang bersangkutan.

Sikap seperti itu bisa menyesatkan pemahaman tentang teknik

analisis faktor, karena tulisan seperti itu tidak komprehensif. Penulis

pernah menemukan artikel di internet tentang analisis faktor yang

salah prinsip dan tidak menuliskan syarat-syarat penggunaannya.

Salah satu kesalahan, dinyatakan bahwa dalam analisis faktor perlu

ditentukan terlebih dahulu mana variabel independen dan

dependennya; itu tidak benar!, karena analisis faktor termasuk

metode saling ketergantungan dimana variabelnya tidak dibedakan

atas variabel independen dan dependen (lihat Tabel 1). Kesalahan

lain, data yang digunakan untuk menguji hipotesis dimana uji

hipotesis itu bertujuan untuk menyimpulkan karakteristik populasi,

diambil dari sampel tidak berpeluang; ini juga tidak benar karena

seharusnya dari sampel berpeluang. Yang benar, jika akan mengutip


3|I n ti sa ri Tekni k An alisi s Fa k to r

referensi dari internet, pilihlah buku elektroniknya yang jelas, tertulis

nama pengarang dan latar belakang akademisnya.

Tujuan penulisan buku ini adalah untuk mengungkap intisari

teknik analisis faktor agar pengguna dapat memahami bahasanya.

Dengan demikian, pengolahan data yang umumnya dilakukan dengan

perangkat lunak Statistical Package for The Social Sciences (SPSS),

hasilnya dapat diinterpretasi dengan benar dan baik.

Isi buku ini sebagian besar dikutip dari tulisan Dr. Ir. J. Mol

yang berjudul Factor Analyisis in Research, yang tidak

dipublikasikan. Ketika itu, beliau menjabat sebagai Director of The

Institute of Economic Research University of Groningen.


K us wari ni K us no |4

2. Cara memilih teknik analisis multivariat

Telah disebutkan bahwa analisis statistik multivariat atau multi

variabel dibedakan atas dua macam metode yakni metode

ketergantungan (dependency) dan metode saling ketergantungan

(interdependency). Teknik analisis yang termasuk metode

ketergantungan adalah: 1) analisis varians, 2) analisis regresi, 3)

analisis diskriminan, 4) analisis korelasi kanonik, dan 5) analisis

logit. Sedangkan yang termasuk metode saling ketergantungan

adalah: 1) analisis faktor, 2) analisis komponen utama, 3) analisis

klaster, dan 4) analisis log-linier.

Data dari variabel penelitian bisa berskala nominal, ordinal,

interval atau rasio. Masing-masing skala ukur dijelaskan sebagai

berikut:

1. Data berskala nominal hanya berfungsi sebagai label saja,

dimana data dikelompokkan dalam beberapa kategori.

Misalnya, jenis kelamin hanya memiliki dua kategori, yaitu

jantan atau betina. Untuk kepentingan analisis numerik,

jantan dan betina dikuantifikasikan (diberi nilai angka),

misalnya jantan = 1, betina = 0. Tidak ada makna bahwa

jantan lebih besar dari betina. Dalam survey sosial


5|I n ti sa ri Tekni k An alisi s Fa k to r

misalnya, mata pencaharian responden dibedakan atas

petani, pedagang, tukang becak. Kemudian dilambangkan

bahwa petani = 0, pedagang = 1, dan tukang becak = 2.

Tidak berarti bahwa penghasilan tukang becak dua kali

lebih besar dari pedagang. Dengan demikian, pada skala

nominal tidak berlaku kaidah-kaidah perhitungan aljabar.

Data berskala nominal yang lain antara lain adalah data

macam Agama, dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

2. Data berskala Ordinal selain berfungsi sebagai label, juga

menganggap bahwa satu kategori lebih tinggi rankingnya

dari kategori yang lain. Data penelitian kita dibagi-bagi

secara kualitatif berdasarkan kondisi tertentu. Misalnya,

berdasarkan luas kepemilikan lahan, petani dibedakan

menjadi petani kaya = 3, sedang = 2, atau petani miskin = 1.

Pada penelitian karakter biologi, gerak jazad hidup

dibedakan menjadi lambat geraknya = 1, lebih cepat = 2,

atau cepat sekali = 3. Kita tidak bisa langsung

membandingkan dua hasil pengukuran, melainkan

kategorinya harus didefinisikan lebih dahulu. Sebagai

contoh; dalam sistem SKS ada ukuran-ukuran A, B, C, atau


K us wari ni K us no |6

D. Nilai mutu A di Fakultas Pertanian tidak sama dengan A

di Fakultas Peternakan misalnya. Nilai A pada ujian tengah

semester di Program Studi Agribisnis Faperta tidak sama

dengan nilai A pada ujian akhir semester di program studi

tersebut.

3. Data berskala Interval mempunyai karakteristik ranking

seperti skala ordinal, ditambah dengan karakteristik yang

menyatakan bahwa jarak antar nilai mempunyai arti

penting. Di sini jarak sudah dapat diukur dengan pasti,

namun belum mempunyai satuan (dimensi), atau dengan

kata lain tidak mempunyai titik nol mutlak. Sebagai contoh,

450 C  450 F  450 R karena tidak ditentukan titik nol

yang mutlak. Berbeda dengan derajat Kelvin dimana titik

nolnya bersifat mutlak. Kita semua tahu bahwa 20 0 C = 680

F, akan tetapi tidak dapat dikatakan bahwa suhu 400 C

sepanas dua kali suhu 200 C karena titik nolnya tidak

mutlak. Suhu tergantung dari tekanan atmosfer sehingga

jika air dididihkan di dataran rendah tidak sama dengan di

pegunungan. Contoh lainnya dapat kita peroleh dari

kegiatan penimbangan bayi oleh ibu-ibu PKK di dua


7|I n ti sa ri Tekni k An alisi s Fa k to r

kecamatan A dan B. Setiap hasil penimbangan bayi dicatat

dalam formulir yang sudah baku, misalnya 3 kg, 3,7 kg, 4

kg, dan seterusnya, Ternyata kelompok ibu di Kecamatan A

mencatat berat terendah adalah 2 kg yang kemudian angka

2 kg itu disamakan dengan angka 0. Sedangkan kelompok

ibu di Kecamatan B mencatat berat terendah adalah 2,5 kg,

juga disamakan dengan angka 0. Jelas bahwa titik nol data

berat bayi di kedua kecamatan tersebut tidak sama. Lalu

setiap kali perubahan berat 10 gram, skalanya ditingkatkan

sebesar 1.

4. Data berskala Rasio memiliki semua karakteristik skala

interval ditambah dengan adanya titik nol yang mutlak,

serta perbandingan antara dua nilai mempunyai arti penting.

Misalnya pendapatan petani A Rp 1.500.000,- per bulan,

petani B Rp 3.000.000 per bulan. Pendapatan petani B

dengan demikian dua kali pendapatan petani A. Data

berskala rasio yang lain misalnya data volume, kapasitas

mesin produksi pertanian, kecepatan tumbuh, panjang

waktu. Karena memiliki titik nol mutlak, maka data rasio

ini sama maknanya di mana pun di dunia ini. Karena itu


K us wari ni K us no |8

pula semua operasi aljabar (kali, bagi, tambah, kurang)

berlaku untuk data berskala rasio ini. Tingkat ketelitiannya

paling tinggi, dan yang paling rendah adalah skala nominal.

Pemilihan teknik analisis multi variabel untuk menganalisis

data yang dikumpulkan tergantung bagaimana hubungan antara

variabel dalam masalah penelitian yang dihadapi yaitu apakah

tentang hubungan ketergantungan ataukah saling ketergantungan;

dan jenis skala ukur data variabelnya. Pemilihan teknik tersebut

digambarkan dalam Tabel 1.


9|I n ti sa ri Tekni k An alisi s Fa k to r

Tabel 1. Pemilihan teknik analisis multivariat

Skala ukur data dari variabel:


Metode Teknik
analisis Bebas Tidak bebas

Analisis Nominal atau Interval atau


varians ordinal rasio
Analisis Interval atau Interval atau
regresi rasio rasio
Ketergantungan

Analisis Interval atau Nominal atau


diskriminan rasio ordinal
Analisis Interval atau Interval atau
korelasi rasio rasio
kanonik
Analisis logit Nominal atau Nominal atau
ordinal ordinal
Analisis faktor Interval, rasio atau ordinal

Analisis Interval atau rasio


komponen
Saling ketergantungan

utama
Aanalisis Satu kelompok variabel:
klaster nominal atau rasio; satu
kelompok variabel lainnya:
interval atau rasio
Analisis log- Nominal atau ordinal
linier
K u s w a r i n i K u s n o | 10

Teknik analisis multivariat yang lain adalah Structural

Equation Modelling (SEM) dan Analisis Jalur (Path Analysis). SEM

merupakan teknik analisis yang dikembangkan dari gabungan

analisis faktor, analisis regresi dan analisis jalur. Analisis jalur

sendiri merupakan pengembangan dari analisis regresi. Untuk

memahami SEM sebaiknya analisis faktor dipahami lebih dahulu.

Dewasa ini, banyak penelitian menggunakan SEM tetapi

datanya dikumpulkan dari sampel tidak berpeluang karena teknik

penarikannya menggunakan purposive sampling atau convinience

sampling, Itu tidak sah, karena salah satu tahap dalam SEM adalah

melakukan pengujian hipotesis yang menggunakan statistik uji Khi

Kuadrat (tahap analisis faktor konfirmatori), dimana syarat mutlak

pengujian hipotesis itu adalah sampelnya berpeluang. Namun,

kenyataannya, ada populasi yang tidak terbatas ukurannya dan/atau

“tersembunyi” dan/atau sulit ditemukan (misal banyaknya konsumen,

mantan pelanggar hukum, pengguna narkoba ilegal, dll.), sehingga

penarikan sampel berpeluang “tidak mungkin” dilakukan. Untuk

situasi seperti itu, buatlah justifikasi logis mengenai populasinya

sedemikian rupa sehingga penarikan sampelnya dapat dimasukkan ke

dalam kategori teknik penarikan sampel berpeluang tertentu.


11 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

3. Analisis Faktor

Dalam bagian ini dan seterusnya akan dibahas hanya teknik

analisis faktor. Analisis faktor merupakan cabang ilmu pengetahuan

yang dapat digunakan untuk mempelajari dan menganalisis suatu

fenomena untuk dibuat suatu pola tertentu. Teori analisis faktor pada

mulanya digunakan untuk memecahkan persoalan psikologi.

Sekarang sudah berkembang untuk memecahkan masalah dalam

berbagai bidang ilmu lainnya, seperti ilmu politik, sosial,

perencanaan wilayah, perilaku, urbanisani, dan sebagainya.

Analisis faktor dijelaskan melalui 1) konsep aljabar matriks

dan vektor untuk membuat interpretasi geometri, serta 2) analisis

multi variabel untuk membuat interpretasi statistik. Keduanya

merupakan teknik kunci dalam masalah analisis faktor.

Penggunaan teknik analisis faktor secara umum dapat

dikelompokkan berdasarkan tujuannya, yaitu:

1. Menyelidiki untuk penemuan (exploratory uses), yaitu

menyelidiki dan mendeteksi suatu pola dari variabel-

variabel yang ada, untuk menemukan suatu konsep baru

dan mereduksi data dasar (data asli).


K u s w a r i n i K u s n o | 12

2. Menegaskan suatu hipotesis (confirmatory uses), yaitu

melakukan pengujian hipotesis mengenai struktur dan

variabel-variabel baru berkaitan dengan sejumlah faktor

yang signifikan dan factorloadings yang diharapkan.

3. Sebagai alat pengukur (measuring devices), yaitu

membentuk variabel-variabel baru untuk digunakan pada

analisis selanjutnya.

Prinsip dasar analisis faktor adalah melakukan dekomposisi

matriks data menjadi matriks berdimensi lebih kecil. Ide terpenting

dari analisis faktor akan ditunjukkan dengan cara sederhana. Karena

sederhana, maka bagian ini menjadi agak luas. Subyeknya akan

didiskusikan dari berbagai sudut dan diharapkan bahasa analisis

faktor akan dapat dipahami. Persoalan estimasi tidak akan dibahas,

karena itu, pembaca diminta untuk memandang tabel-tabel data

sebagai bank-bank data yang ditarik dari seluruh anggota populasi,

atau boleh juga dilihat sebagai sampel-sampel besar yang sedikit

menyimpang dari populasinya.


13 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

3.1 Dekomposisi matriks data hipotetik menjadi faktor-faktor

Misalkan seseorang memperlihatkan matriks Y yang berisi

informasi tentang banyaknya tanduk, paruh, dan kaki yang

dihitungnya di enam peternakan. Matriks tersebut dapat dilihat di

bawah ini.

Peternakan

1 2 3 4 5 6

Tanduk 100 160 100 0 60 0

Paruh 0 0 100 100 30 400

Kaki 200 320 400 200 180 800

Gambar 1. Matriks Y berordo 3x6 menyajikan banyaknya tanduk,


paruh dan kaki yang terdapat pada enam peternakan

Dikatakannya bahwa ternak yang ada di peternakan tersebut

hanyalah kerbau dan ayam, dan ia minta penjelasan mengenai

elemen-elemen yang ada dalam matriks Y yang diperlihatkannya itu.

Tentu saja hal ini bukan masalah sulit karena kita mengetahui bahwa

seekor kerbau memiliki 2 tanduk, 0 paruh, dan 4 kaki; sedangkan


K u s w a r i n i K u s n o | 14

seekor ayam memiliki 0 tanduk, 1 paruh, dan 2 kaki. Informasi ini

dapat disajikan dalam matriks A berordo 3x2 di bawah ini :

Kerbau Ayam

Tanduk 2 0

Paruh 0 1

Kaki 4 2

Gambar 2. Matriks A berordo 3x2 menyajikan banyaknya tanduk,


paruh dan kaki per ternak

Karena pada peternakan 1 tidak terdapat paruh maka di sana hanya

ada kerbau. Peternakan 1 pastilah memiliki 50 ekor kerbau (lihat

kuantitas 100 tanduk atau 200 kaki). Pada peternakan 2, pasti ada 80

ekor kerbau; pada peternakan 3 harus ada 50 ekor kerbau dan 100

ekor ayam, dan seterusnya. Penemuan ini dapat disajikan dalam

matriks F berordo 2x6 sebagai berikut:


15 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Peternakan

1 2 3 4 5 6

Kerbau 50 80 50 0 30 0

Ayam 0 0 100 100 30 400

Gambar 3. Matriks F berordo 2x6 menyajikan banyaknya kerbau dan


ayam yang terdapat pada enam peternakan

Dengan mudah dapat diperiksa bahwa jika diambil suatu baris

matriks A, misal baris ke tiga: , lalu baris ke tiga ini dikalikan

dengan suatu kolom matriks F, misal kolom ke lima ( ); dengan

cara (4 x 30) + (2 x 30), maka diperoleh suatu elemen tertentu

matriks Y yaitu elemen baris ke tiga dan kolom ke lima: 180. Dalam

terminologi aljabar matriks, A.F = Y atau secara lengkap dituliskan

sebagai berikut:

( ) ( )

A F

( ) Y
K u s w a r i n i K u s n o | 16

Dalam bahasa analisis faktor, dapat juga dikatakan bahwa Y dapat

didekomposisi ke dalam dua faktor: faktor pertama memuat kerbau,

faktor ke dua memuat ayam. Keadaan ini disimbolkan dalam gambar

berikut:

Faktor 1
50 80 50 0 30 0 kerbau
Faktor 2
0 0 100 100 30 400 ayam

2 0 100 160 100 0 60 0 tanduk


0 1 0 0 100 100 30 400 paruh
4 2 200 320 400 200 180 800 kaki
Pet.1 Pet.2 Pet.3 Pet.4 Pet.5 Pet.6

Gambar 4. Dekomposisi dalam faktor-faktor

Suatu kombinasi dalam sebuah vektor kolom misalnya ( ) dan

vektor baris, misalnya

disebut sebuah faktor.

Dalam contoh ini kita mempunyai dua faktor. Seperti telah

dijelaskan, faktor 1 mengungkapkan sesuatu tentang kerbau, faktor 2


17 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

tentang ayam. Vektor kolom ( ) dari faktor 1 di atas

mengungkapkan bagaimana variabel-variabel tanduk, paruh dan kaki

secara simultan berfluktuasi jika banyaknya kerbau meningkat 1

ekor. Vektor barisnya mengungkapkan

berapa banyaknya entitas kerbau yang terdapat pada setiap

peternakan (atau berapa besar suatu sifat terdapat pada setiap

peternakan yang memberikan pola pergerakan (movement-pattern)

dalam variabel-variabel yang diamati).

Elemen-elemen vektor kolom suatu faktor tertentu biasanya

disebut factorloadings. Sedangkan elemen-elemen faktor barisnya

disebut factorscores. Jika Y diketahui, baris-baris mengungkapkan

tentang variabel-variabel, dan kolom-kolom tentang entitas yang

terdapat pada variabel-variabel yang diukur.

Dalam literatur, kebanyakan perhatian ditujukan pada

factorloadings. Jika kita memeriksa sebuah kolom factorloadings,

kita tertarik pada fluktuasi simultan variabel-variabelnya (suatu pola

pergerakan variabel-variabel) yang disebabkan oleh sesuatu atau

kekuatan yang nyata. Dalam contoh kita, hal-hal biologis dan

kerbaunya itu sendiri, memberikan fluktuasi dalam tanduk, paruh dan


K u s w a r i n i K u s n o | 18

kaki seperti ditunjukkan oleh kolom pertama matriks A; atau entitas

biologis yang menggambarkan suatu pola pergerakan seperti

ditunjukkan oleh kolom ke dua matriks A.

Namun demikian, factorscores juga penting diperhatikan.

Dalam konteks kita, dengan luwes peternakan dapat diklasifikasikan

menurut factorscores. Jadi berdasarkan scores ini kita simpulkan

bahwa peternakan 3 dan peternakan 5 dapat dikatakan peternakan

campuran, sedangkan peternakan 1 dan peternakan 2 dapat

diklasifikasikan sebagai peternakan kerbau. Tentu saja klasifikasi

yang lebih halus dapat dibuat jika kita memberi perhatian juga pada

tingkatan factorscores-nya.

3.2. Dekomposisi matriks data: ekstraksi faktor demi faktor

Dekomposisi matriks Y dapat dipandang dari sudut lain.

Misalkan yang pertama kita perhatikan adalah faktor ke 1 (faktor

kerbau). Vektor kolom faktor kerbau adalah ( ) dan vektor barisnya

adalah . Jika kita kalikan kedua vektor

ini akan diperoleh suatu matriks, katakanlah Y’, yang menjelaskan

banyaknya tanduk dan kaki yang disebabkan oleh banyaknya kerbau.


19 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

( ).

( ) Y’

Sekarang kita dapat mendefinisikan suatu matriks residu Y – Y’ =

banyaknya tanduk, paruh dan kaki yang tidak terjelaskan:

( )-

( )=

Y’

( )

Di luar matriks residu ini, sekarang faktor ke 2 (faktor ayam) dapat

diekstraksi :

0 0 100 100 30 400

0
1
2
K u s w a r i n i K u s n o | 20

Perkalian vektor kolom dan vektor baris di atas menghasilkan

matriks Y’’ dimana matriks Y’’ ini menjelaskan banyaknya tanduk,

paruh dan kaki yang disebabkan oleh ayam-ayam yang ada di

peternakan.

( ). =

( ) Y’’

Sekarang matriks residu ke dua dapat dihitung sebagai berikut : Y1 –

Y’’ = . Matriks residu ini (setelah ekstraksi dua faktor)

merupakan matriks nol. Dipandang dari segi analisis faktor, kita telah

mendekomposisikan atau menjelaskan 100 persen matriks Y melalui

ekstraksi dua faktor. Dalam praktek, dan secara sangat kasar dapat

dikatakan bahwa analisis faktor terhadap matriks data sering

digunakan untuk melakukan apa yang telah diuraikan dalam paragraf

ini, yakni : faktor pertama dipilih, lalu faktor ke dua, lalu ke tiga, dan

seterusnya sampai diperoleh matriks residu terakhir yang merupakan

matriks nol atau suatu matriks yang elemen-elemennya secara praktis

bernilai nol.
21 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

3.3. Penskalaan kembali (re-scaling) vektor-vektor

Sepelik apapun contoh kasus yang diuraikan sebelumnya,

penskalaan data maupun penskalaan elemen-elemen faktor

merupakan hal yang sangat umum dilakukan. Namun demikian, kita

menskalakan kembali data dan elemen-elemen faktornya ini jika kita

menghendaki. Misalnya, kita mengukur factorscores dalam bentuk

pasangan, atau puluhan atau lusinan. Sebagai contoh, tingkatan

factorscores bagi faktor pertama tidak dalam satuan yang lazim,

tetapi dalam pasang kerbau umpamanya, dengan demikian matriks F

akan menjadi F yaitu:

( )

Matriks F (diperoleh dari


baris pertama matriks F
dibagi 2)

Dengan mudah dapat kita lihat bagaimana penskalaan kembali harus

dilakukan terhadap matriks A; kolom pertama dari factorloadings

dikali 2, maka kita dapatkan A. Akibatnya berlaku lagi hubungan A

F = Y
K u s w a r i n i K u s n o | 22

( )

A’ diperoleh dari mengalikan


kolom pertama A dengan 2

Seandainya elemen matriks datanya diskalakan kembali (misalkan

dengan mengukur dalam pasangan tanduk) maka Y akan menjadi Y *.

( )

Y* diperoleh dari membagi


baris pertama Y dengan 2

Jelas bahwa penskalaan kembali harus dilakukan juga pada

factorloadings: baris pertama A harus dibagi 2, maka kita dapatkan

A*:

( )

A* diperoleh dari membagi


baris pertama A dengan 2
23 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

.............
faktor 1
.........
faktor 2 .............
.........
faktor 3 .............
.........
.............
.........
.............
.........
.............
.........
.............
.........
.............
.........
.............
.........

Misalkan penskalaan kembali factorscores :

dilakukan dengan cara setiap elemen dibagi λ; maka setiap elemen

kolom pertama factorloadings harus dikali λ.

( )

Re-scaling setiap elemen dalam baris tertentu dari Y dengan

pembagian β, (misalkan baris ke tiga)

maka juga

harus dibagi β.

Gambar 5. Dekomposisi matriks data berukuran 6 x 9


K u s w a r i n i K u s n o | 24

Tentu saja pada dekomposisi yang baru ini sekarang berlaku A * F* =

Y*

Pada Gambar 5, dapat kita lihat secara sistematis apa yang

baru saja diuraikan (anggaplah suatu matriks data berukuran 6 x 9

didekomposisi menjadi 3 faktor) :

3.4. Contoh teoritis persoalan yang lebih praktis

Misalkan seorang pakar sosial ekonomi tertarik meneliti faktor-

faktor yang mendasari penentuan konsumsi keluarga dan

pengeluaran untuk asuransi. Untuk itu ia mengumpulkan data yang

dapat menjelaskan perilaku konsumsi tersebut dari keluarga-keluarga

di berbagai kota.

Karena alasan-alasan didaktik, contoh berikut ini sangat

teoritis, dimana matriks datanya berordo kecil dan perilaku dari

sejumlah kecil keluarga dapat dijelaskan secara total oleh hanya dua

faktor.

Anggaplah dari setiap keluarga, pakar tersebut memperoleh

data pendapatan (I) pada tahun tertentu; konsumsi (C) pada tahun

yang sama; banyaknya anak per keluarga (N) dan besarnya premi

asuransi (P) pada tahun tersebut. Selanjutnya, ia dapat mengetahui


25 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

pula apakah kepala keluarganya tamat sekolah dasar (tingkat

pendidikan 1), sekolah lanjutan (tingkat pendidikan 2), perguruan

tinggi (tingkat pendidikan 3), atau universitas (tingkat pendidikan 4).

Dari setiap keluarga, ia juga mengetahui apakah mereka tinggal di

kota besar atau kota kecil (tingkat urbanisasi 2 atau 1).

Data tentang C, I, N, dan P dimasukkan ke dalam matriks Y

berordo 4x6. Di sini tidak dibahas sulitnya proses analisis faktor

terhadap matriks datanya, karena itu anggaplah si peneliti

memberikan hasil akhirnya saja seperti disajikan pada Gambar 6.

Tampak bahwa factorloadings terletak dalam matriks A dan

factorscores dalam matriks F batas matriks Y. Bacalah penjelasannya

dengan cermat.
K u s w a r i n i K u s n o | 26

Faktor 1 1 1 1 2 2 1 U
F:
f.scores
Faktor 2 1 2 3 2 3 4 S
-2100

+3760

1660

5420

9180

3320

7080

12940
C
-2000

+4000

2000

6000

10000

4000

8000

14000
Y:
I matriks
data
2

0
2

6
N
+
-

340

580

820

680

920

1060
+ 100

+ 240

A: f.loadings Pet.1 Pet.2 Pet.3 Pet.4 Pet.5 Pet.6

Gambar 6. Hasil akhir proses analisis faktor

Factorloadings faktor 1 (elemen kolom pertama A) dikaitkan

dengan tingkat urbanisasi U. Factorloadings ini mengungkapkan

bahwa jika urbanisasi meningkat satu poin, konsumsi turun 2100 unit

uang, pendapatan turun 2000 unit, sedangkan banyaknya anak

berkurang 2 orang. Pengeluaran untuk premi meningkat 100 unit.


27 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Vektor baris dari faktor 1, yakni factorscores-nya, menunjukkan

tingkat urbanisasi kota dimana keluarga yang bersangkutan menetap.

Kolom ke dua matriks A menganjurkan peningkatan

pendidikan satu poin. Hal ini menyebabkan peningkatan dalam

pendapatan sebesar 4000 unit, konsumsi 3760 poin dan premi 240

unit uang. Secara simultan, banyaknya anak juga bertambah 2 orang.

Factorscores yang lainnya menunjukkan tingkat pendidikan setiap

kepala keluarga.

Dengan mudah dapat kita lihat di sini bahwa data tersebut

dapat diskalakan dalam berbagai cara yang berbeda. Misalkan ketika

tidak ada cara yang lazim untuk mengukur factorscores. Sama halnya

untuk data yang dimuat dalam Y. Dengan demikian, I, C, dan P dapat

diukur misalnya dalam lira, rupiah, dollar, sen, atau dalam unit yang

lain. Nanti kita dapat melihat bahwa banyak cara luwes untuk

menskalakan kembali data ini.

Secara umum banyaknya anak diukur dengan menghitung.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa kita dapat menskalakan

kembali data tipe seperti ini sesuai dengan kemauan kita. Kita akan

membahas hal ini secara luas pada halaman-halaman selanjutnya.


K u s w a r i n i K u s n o | 28

3.5. Mempertimbangkan kembali dan menormalkan


factorscores

Dalam contoh terdahulu, kita mempergunakan satu set scores

yang menjelaskan tentang urbanisasi dan bersama set lainnya,

memberikan gagasan tentang pendidikan kepala keluarga. Telah

dijelaskan bahwa sebelum melakukan analisis faktor terhadap

matriks data, telah dilakukan pengukuran tingkat urbanisasi dan

pendidikan dengan bantuan skala tertentu; tingkatan ini dalam

Gambar 6 menjadi factorscores. Dengan demikian, factorscores ini

dimasukkan ke dalam bank data peneliti sebagai variabel yang

diukur. Namun demikian, dalam menganalisisfaktorkan data,

kebalikannya seringkali benar. Factorscrores sering didefinisikan

dan dihitung berdasarkan pengalaman (a posteriori) sebagai konstruk

teoritis (theoretical constructs). Dalam banyak penelitian dimana

menganalisisfaktorkan data itu penting, seseorang biasanya tidak

mempunyai pengetahuan sebelumnya (a priori knowledge) tentang

banyaknya dan karakter faktor-faktor yang mendasari. Analisis faktor

sering digunakan sebagai sebuah instrument untuk penyimpulan

hipotesis tentang fenomena yang kompleks; fenomena yang aspek-


29 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

aspek kognitifnya tidak mencapai posisi tinggi dalam “lingkaran

empiris” (empirical cycle) pengetahuan.

Oleh karena itu, kebanyakan peneliti yang menggunakan

analisis faktor, pertama-tama mempostulatkan lebih dahulu karakter

sementara kolom-kolom tertentu matriks A dan membuktikannya.

Misalnya, dalam contoh kasus kita, pola perpindahan (movement-

patterns) selama ini disebabkan oleh tingkat urbanisasi yang besar

atau kecil, oleh tingkat pendidikan yang tinggi atau rendah, dan

sebagainya. Setelah itu, si peneliti dapat menghitung factorscores

jika ia menghendaki. Nanti akan kita ketahui betapa sulitnya hal ini.

Dalam contoh kita, hal ini berarti penghitungan skor-skor untuk

urbanisasi dan pendidikan untuk setiap entitas (keluarga) di luar Y

dan A. Bagaimana hal ini dilakukan dalam prakteknya akan

didiskusikan kemudian.

Dalam kebanyakan literatur, penjelasan tingkatan variabel-

variabel yang mendeskripsikan fenomena kompleks dengan bantuan

dari tidak terlalu banyak faktor, dipandang sebagai tujuan paling

penting dari analisis faktor. Faktor yang dimaksud adalah faktor-

faktor yang berdasar pengalaman (a posteriori) yang diturunkan dari

matriks datanya. Namun dalam buku ini, factorscores ada sebagai


K u s w a r i n i K u s n o | 30

variabel yang diukur dalam matriks datanya. Nanti dapat kita lihat

bahwa dalam kasus-kasus tertentu variabel-variabel ini menyerupai

variabel-variabel dengan karakter exogeneous, suatu istilah yang

banyak digunakan dalam literatur ekonomi, biologi, dan sebagainya.

Tetapi, apapun konstruk teoritisnya, a posteriori ataukah a priori,

variabel-variabel yang diukur, dipandang sebagai kekuatan alam

yang dengan cara kausal dapat menjelaskan tingkatan variabel yang

mendeskripsikan bagian dari dunia nyata yang menjadi perhatian kita

Karena karakter kausalitas dari faktor-faktor yang mendasari

ini, seseorang jadi mengerti mengapa kebanyakan penulis

menekankan suatu kondisi penting pada factorscores: Dua set

factorscores yang berbeda harus tidak berkorelasi atau boleh sedikit

berkorelasi. Misalnya, jika untuk menjelaskan realita, seseorang

harus mempostulatkan dua atau lebih faktor yang mendasari sebab

musabab, mungkin akan sangat tidak memuaskan jika faktor-faktor

tersebut ternyata berkorelasi sangat tinggi atau sangat rendah

(korelasi harus tidak di sekitar angka nol). Jika faktor-faktor

berkorelasi terlalu tinggi, mesti disadari bahwa penelitian seseorang

itu tidak berakhir; melainkan ia mesti bertanya pada diri sendiri apa

yang menjadi penyebab tingginya korelasi ini?.


31 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Terdapat pokok ke dua tentang factorscores. Seperti telah

dikatakan bahwa seseorang dapat menskalakan kembali factorscores

tersebut. Dalam prakteknya, suatu keharusan bagi kita untuk

menskalakan kembali factorscores ini dengan cara sedemikian rupa

sehingga setiap set scores mempunyai rata-rata nol dan deviasi

standar satu. Misalkan baris pertama factorscores asli adalah:


. Rata-rata scores ini adalah

√∑
dan deviasi standarnya adalah . Sekarang barisnya

dinormalkan: ( )

Jika kita menormalkan semua baris matriks F, maka kita bicara

tentang standardscores dan kita dapatkan matriks F* berikut:

…………….

…………….

……………. ……………. ……………. …………….

…………….
K u s w a r i n i K u s n o | 32

Jika kita definisikan panjang suatu vektor tertentu, misalnya vektor

baris pertama dari F* sebagai √

maka dapat kita lihat bahwa

∑ ∑ √

Sama halnya untuk vektor baris yang lain, semuanya memiliki

panjang √ .

Selanjutnya perlu diingat bahwa dua set factorscores yang

berbeda harus memiliki korelasi nol, artinya perkalian dua baris yang

berbeda haruslah bernilai 0, atau:

Jika sekarang kita buat suatu “matriks” yang kolom pertamanya sama

dengan baris pertama F*, kolom ke dua sama dengan baris ke dua F*,

dan seterusnya, dan kita namakan matriks baru ini dengan transpose
t *
F , maka kedua kondisi tersebut di atas ( korelasi nol antara baris

yang berbeda dan penormalan) dapat digabung sebagai berikut: F *

dikali tF* harus menghasilkan suatu matriks yang setiap elemen pada

diagonal utamanya adalah N dan elemen lainnya nol (lihat gambar di

bawah):
33 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

t *
F

N 0 0 0
= 0 N 0 0
0 0 N 0

Gambar 7. Matriks F* x tF*

Matriks korelasi biasa antar factorscores yang dinormalkan ini

haruslah merupakan suatu matriks yang nol di luar diagonal dan 1

pada setiap elemen diagonal (disebut 1 matriks unit). Dengan

demikian, tampak bahwa 1/N. F* . tF* = 1, ini merupakan matriks

korelasi antara standardscores.

Selanjutnya, penting diketahui bahwa matriks data Y sering

dinormalkan dengan cara yang sama seperti F *. Jika matriks ini kita
K u s w a r i n i K u s n o | 34

namakan Y*, dengan mudah kita melihat bahwa1/N. Y*. tY* = R,

yang merupakan matriks korelasi biasa antara variabel-variabel yang

diwakili oleh baris-baris Y.


35 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

4. Contoh persoalan analisis faktor

4.1. Masalah perilaku konsumsi dengan variabel yang diukur


dalam unit deviasi standar

Pada contoh yang terdahulu, yang disajikan dalam Gambar 6,

variabel, factorscores dan factorloadings nya adalah sebagai berikut:

faktor 1 f11 f12 f13 f14 f15 f16


1 1 1 2 2 1

faktor 2 f21 f22 f23 f24 f25 f26


1 2 3 2 3 4

a11 a12 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16


-2100 3760 1660 5470 9180 3320 7080 12940

a21 a22 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26


-2000 4000 2000 6000 10000 4000 8000 14000

a31 a32 Y31 Y32 Y33 Y34 Y35 Y36


-2 2 0 2 4 0 2 6
a41 a42 Y41 Y42 Y43 Y44 Y45 Y46
100 240 340 580 820 680 920 1060

Gambar 8. Variabel, factorscores dan factorloadings dari Gambar 6

Untuk suatu keluarga tertentu, misalkan keluarga ke dua, kita

dapat menyatakan :

Konsumsi = Y12 = -2100 f12 + 3760 f22

Pendapatan = Y22 = -2000 f12 + 40000 f22


K u s w a r i n i K u s n o | 36

Banyaknya anak = Y32 = -2 f12 + 2 f22

Premi = Y42 = 100 f12 + 242 f22

Di sini kita lihat bahwa factorloadings-nya dapat dipandang sebagai

koefisien-koefisien dari U dan S pada variabel-variabel C, I, N dan P.

Sekarang C, I, N, P, U dan S dapat diukur dalam unit deviasi standar.

Misalkan kita ambil deviasi standar 1, yaitu sama dengan 2000,

maka pembagian baris ke dua Y dengan 2000 akan menghasilkan

baris , yang mengukur pendapatan keluarga

dalam unit deviasi standar. Seperti telah disampaikan sebelumnya

bahwa a21 dan a22 juga harus dibagi 2000; sehingga loadings ini

menjadi -1 dan 2. Jika kita namakan deviasi standar C, I, N, P, U dan

S berturut-turut sebagai , , , , dan , dan jika kita

bagi setiap baris variabel dan factorloadings dengan deviasi

standarnya, maka berdasarkan aturan dalam Gambar 5, matriks A

harus diskalakan kembali menjadi:


37 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

= A*

Jika kita namakan variabel-variabel standar dan scores standar

sebagai C*, I*, N*, P*, U* dan S* maka kita tulis:

Tetapi dalam kasus dimana U dan S tidak berkorelasi, dapat

ditunjukkan bahwa sama dengan korelasi ( ) antara U

dan C, dan bahwa sama dengan korelasi ( ) antara S dan

C. Jika ada korelasi antara U dan S maka seperti ditemukan pada

buku-buku teks Statistika, a11 dapat dihitung sebagai hasil bagi


K u s w a r i n i K u s n o | 38

kovarians antara U dan C dan varians U, dengan rumus:

. Jadi

√ √
√ √ √ √

Karena itu, kita menyimpulkan bahwa jika variabel-variabel

dan factorscores yang tidak berkorelasi diukur dalam unit deviasi

standar, matriks factorloadings nya menjadi suatu matriks korelasi,

yang merupakan korelasi antara variabel-variabel dan factorscores

(faktor-faktor). Dalam contoh kita, A menjadi A*:

A* =

Misalkan dan
39 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

maka kita dapat menuliskan :

Sekarang perhatikan kolom pertama factorloadings; kita dapat

membuat proposisi seperti ini : “Jika tingkat urbanisasi meningkat

satu unit deviasi standar, maka secara simultan konsumsi menurun

0,27 unit deviasi standar, pendapatan 0,24 unit deviasi standar,

banyaknya anak 0,52 unit deviasi standar, sedangkan pembayaran

premi meningkat 0,20 deviasi standar”. Proposisi yang karakternya

sama dapat dibuat untuk kolom ke dua tentang pendidikan. Atau

dalam hal varians, kita dapat menyatakan : “Fluktuasi satu unit

varians dalam U memberikan fluktuasi (0,27)2 = 0,0729 unit varians

dalam C, (0,24)2 = 0,05 unit varians dalam I, dst.” Banyak penulis

sering menggunakan bahasa seperti ini: Faktor U (urbanisasi)

menjelaskan:

(0,27)2 = 0,0729 = 7% varians dalam C (konsumsi)


K u s w a r i n i K u s n o | 40

(0,24)2 = 0,0576 = 5,7% varians dalam I (pendapatan)

(0,52)2 = 0,274 = 27,4% varians dalam N (banyaknya anak)

(0,20)2 = 0,04 = 4% varians dalam P (pembayaran untuk premi)

Perhatikan kolom ke dua factorloadings yang diskalakan kembali;

kita dapat menyimpulkan: faktor Pendidikan (S) dapat menjelaskan:

(0,96)2 = 0,92 = 9,2% varians dalam C

(0,97)2 = 0,94 = 94% varians dalam I

(0,85)2 = 0,72 = 72% varians dalam N

(0,98)2 = 0,96 = 96% varians dalam P.

Dalam menggunakan hubungan-hubungan tersebut di atas, seseorang

harus menyatakan lagi bahwa peningkatan dalam U, mengakibatkan

peningkatan dalam P dan penurunan dalam C, I dan N; selanjutnya,

suatu peningkatan dalam S memberikan peningkatan dalam keempat

variabel lainnya.

Penting diketahui bahwa factorloadings dapat secara sangat

luwes direpresentasikan oleh grafik, yakni sebagai proyeksi dari

vektor-vektor ⃗ , ,⃗ dan ⃗⃗ pada dua sumbu ortogonal I dan II

(sumbu yang dalam contoh kita harus disebut sumbu-faktor (factor-

axis) urbanisasi U dan sumbu-faktor pendidikan S). Situasi ini

dilukiskan dalam Gambar 9. Proyeksi P pada sumbu-urbanisasi


41 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

adalah +0,20, dan pada sumbu-pendidikan +0,98. Keadaan ini sering

diungkapkan sebagai berikut : “P dimuat oleh sumbu pertama sebesar

+0,20, oleh sumbu ke dua sebesar 0,98”. Dengan demikian N dimuat

oleh sumbu I sebesar -0,52, dst.

Gambar 9. Proyeksi vektor-vektor ⃗ , , ⃗ dan ⃗⃗


K u s w a r i n i K u s n o | 42

Di sini, semua vektor berada dalam ruang berdimensi dua dan

masing-masing memiliki panjang tertentu. Antara ⃗ dan ⃗

terbentuk sudut . Cosinus sudut ini adalah OP/OP = OP/1 = OP =

0,20 dan angka ini adalah korelasi antara P dan U. Menghitung

cosinus sudut-sudut yang terbentuk dari vektor-vektor berarti kita

menemukan korelasi antar variabel yang direpresentasikan oleh

vektor-vektor itu. Jadi, antara ⃗ dan ⃗ terdapat sudut 90. Cosinus

90 adalah nol, sesuai dengan korelasi nol antara U dan S. Sudut

antara ⃗ dan adalah di sekitar nol. Karena itu cosinusnya di sekitar

satu; atau dengan kata lain: korelasi antara I dan C hampir satu.

Dengan demikian, dalam gambar-gambar seperti ini, dengan sekali

pandang seseorang melihat interkorelasi banyak variabel. Kita akan

melihat bagaimana pentingnya gambar-gambar seperti ini untuk

keperluan perumusan hipotesis. Dengan melihat gambar tersebut,

kita melihat perilaku simultan dari berbagai variabel. Lebih jauh

tentang hal ini diuraikan dalam paragraf berikut.


43 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

4.2. Pentingnya representasi grafik

Sekarang kita ilustrasikan secara grafis ciri-ciri/keistimewaan

analisis faktor dengan contoh sederhana mengenai beberapa

perusahaan dan beberapa variabel. Asumsikan bahwa kita

mengetahui variabel-variabel dari N perusahaan yang mengirim

produk tertentu ke pusat populasi, berikut ini:

O = Produksi tahunan

C = Nilai persediaan barang-barang modal

D = Jarak ke pusat

A = Umur perusahaan

M = Tingkat mekanisasi, diukur oleh besarnya modal per pekerja

W = Upah tahunan pekerja

P = Harga rata-rata yang berlaku selama tahun yang bersangkutan

Variabel-variabel ini diukur sebagai deviasi dari rata-ratanya; Tabel 2

berisi variabel-variabel tersebut untuk beberapa perusahaan.


K u s w a r i n i K u s n o | 44

Tabel 2. Data asli beberapa perusahaan

Variabel Perusahaan

I II III IV N -1 N

O -0,8 +3,2 +2,4 - - -

C -0,4 +1,6 +1,2 - - -

D +1,0 -4,0 -3,0 - - -

A -0,7 +2,8 +2,1 - - -

M +3,0 +0,75 0,0 - - -

W -0,5 +2,0 +1,5 - - -

P -6,0 -1,5 0,0 - - -

Tabel di atas dibangun secara artifisial sehingga beberapa variabel

berkorelasi positif, beberapa negatif, dan yang lainnya bebas satu

sama lain. Ada korelasi positif antara O dan C (nilai O merupakan 2

x nilai C). Ada korelasi negatif antara O dan D (nilai O merupakan -

0,8 x nilai D). Selanjutnya perhatikan bahwa tidak ada korelasi antara

M di satu sisi dengan O, C, W, A dan D di sisi yang lain; contohnya,

baris M dikalikan dengan baris D : (+3,0) x (+1,0) + (+0,75) x (-4,0)

+ (0,0) x (-3,0) = 0. Diasumsikan bahwa relasi antara baris-baris

yang ada ini juga berlaku untuk baris-baris yang tidak diisi data.
45 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Mereka yang mempelajari aljabar matriks akan mengetahui bahwa

pangkat matriksnya adalah 2.

Informasi yang diberikan Tabel 2 di atas dapat juga dilukiskan

dalam gambar berdimensi 3. Ketujuh baris dapat direpresentasikan

sebagai 7 buah vektor. Gambar 10 menunjukkan posisi vektor ⃗

dalam ruang berdimensi 3.

Gambar 10. Posisi vektor ⃗

Ordinat D berturut-turut adalah : +1, -4 dan -3. Jika anda

menggambar juga vektor-vektor lainnya, anda akan melihat bahwa

vektor-vektor ⃗ , ⃗ , ⃗ dan ⃗⃗⃗ berlawanan arah dengan vektor ⃗ .

Vektor ⃗⃗⃗ dan ⃗ dilukiskan pada bidang melalui sumbu I dan II dan

tegak lurus terhadap vektor ⃗ dan vektor lainnya (lihat Gambar 11).
K u s w a r i n i K u s n o | 46

Sama halnya menurut Gambar 11, variabel dari N perusahaan

dapat dibayangkan sebagai vektor-vektor dalam ruang berdimensi N.

Untuk ruang berdimensi N ini, ketentuan-ketentuan untuk ruang

berdimensi tiga dapat digunakan. Jadi kita dapat mengatakan bahwa

dalam ruang berdimensi N, vektor ⃗ dan vektor ⃗ arahnya persis

sama, dan vektor ⃗⃗⃗ tegak lurus terhadap vektor ⃗ .

Perhatiakan bahwa O dan C mempunyai hubungan yang dekat

(untuk setiap perusahaan , O = 2 x C); hal ini dapat diekspresikan

dari sudut pandang geometri sebagai: “O dan C menunjuk ke arah

yang sama”. Terdapat korelasi positif sempurna antara variabel O

dan C (+1) dan korelasi negatif sempurna antara variabel O dan D (-

1). Keadaan ini dapat diilustrasikan misalnya oleh suatu grafik

dimana ordinat-ordinatnya masing-masing merepresentasikan

variabel O dan variabel C; titik-titiknya akan berada pada satu garis

lurus.

Korelasi antara variabel M dan masing-masing variabel O, C,

D ,A dan W adalah nol. Tampak bahwa ketika vektor-vektornya

membentuk sudut 90, korelasinya nol dan ketika vektor-vektor

membentuk sudut 180, korelasinya satu; jadi koefisien korelasinya


47 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

dapat diukur oleh ukuran sudut antar vektor-vektor. Sudut antara 0

dan 180 artinya koefisien korelasinya antara 1 dan -1.

Gambar 11. Konfigurasi vektor-vektor


dalam

Dapat dilihat pada Gambar 11 bahwa seluruh konfigurasi

vektor berada dalam ruang berdimensi dua. Hal ini sering

dipertimbangkan sebagai ciri analisis faktor berganda (multiple

factor-analysis), yakni representasi sifat dasar dari sejumlah besar

data yang semrawut, yang selalu dapat direpresentasikan oleh suatu

ruang berdimensi tinggi dalam ruang berdimensi lebih kecil. Dalam

melakukan hal ini, upaya kita adalah mengeliminasi deviasi

stokastiknya. Misalkan, jika M berjarak sangat pendek terletak pada


K u s w a r i n i K u s n o | 48

bidang tempat dimana vektor lainnya berada, dan seseorang

menganggap itu sebagai deviasi stokastik, maka ia

mempertimbangkan konfigurasi vektor-vektor itu tetap berada pada

ruang berdimensi 2. Jadi jika dalam ruang ini M diproyeksikan, maka

vektor ⃗⃗⃗ ini seharusnya menjadi lebih pendek daripada yang tampak

dalam Gambar 11. Selanjutnya posisi vektor-vektor dalam ruang

berdimensi 2 diilustrasikan dalam Gambar 12.

Gambar 12. Posisi vektor-vektor


dalam
49 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

4.3 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan interpretasi konfigurasi vektor-vektor yang

ditunjukkan oleh Gambar 12, dapat dibuat berbagai hipotesis yang

berlainan. Anggaplah kita tidak mengukur variabel-variabel M dan P

dan kita hanya menginterpretasikan konfigurasi vektor-vektor ⃗ , ⃗ ,

⃗⃗⃗ , ⃗ dan ⃗ ; maka berbagai hipotesis yang berbeda konsisten

dengan datanya. Perhatikan dua teori berikut ini.

1. Ukuran perusahaan yang diukur dalam produksi tahunan (O)

lebih besar pada arah pusat populasi; korelasi yang negatif antara

O dan D disebabkan oleh upah yang lebih tinggi (W) pada pusat

ini. Upah yang tinggi merangsang substitusi buruh untuk modal,

dan tipe investasi seperti ini secara umum merangsang produksi

skala besar.

2. Tidak perlu bahwa ukuran perusahaan dipengaruhi oleh upah

yang tinggi itu. Hubungan antara upah dan biaya mekanisasi

mungkin hanya menguntungkan untuk mekanisasi tingkat tinggi

baik bagi perusahaan yang dekat pusat maupun bagi perusahaan

yang sangat jauh dari pusat. Alasan adanya perbedaan ukuran ini

mungkin sangat sederhana. Perusahaan-perusahaan yang terletak


K u s w a r i n i K u s n o | 50

di pusat sudah lama berdiri, sementara yang di luar pusat masih

baru. Biasanya perusahaan baru lebih kecil daripada yang sudah

lama berdiri.

Kedua hipotesis ini memberi penjelasan yang beralasan tentang

hubungan antar variabel. Seringkali terjadi kemungkinan bahwa

dengan memperhitungkan lebih banyak variabel, salah satu hipotesis

mungkin ditolak. Hal ini juga merupakan keistimewaan analisis

faktor berganda; banyak faktor dipertimbangkan secara simultan.

Sekarang perhatikan variabel M; kita lihat bahwa hipotesis

nomor 1 tidak mungkin karena tingkat mekanisasi (M) tidak

mempergunakan variabel-variabel D, C, A, W dan O (vektor ⃗⃗⃗

tegak lurus terhadap vektor-vektor ⃗⃗ , ⃗ , ⃗⃗⃗ , ⃗ dan ⃗ ). Hanya ada

suatu korelasi negatif yang kuat antara M dan harga produk (P).

Berdasarkan hubungan ini, hipotesisnya dapat dinyatakan sebagai:

perusahaan-perusahaan bermekanisasi berat membuat suatu produk

berkualitas rendah dan karena itu harganya rendah. Harga ini tidak

memperhitungkan jarak ke pusat (D).

Namun dalam aplikasi praktis analisis faktor, vektor-vektornya

tidak selalu dapat diinterpretasikan semudah yang dilukiskan oleh


51 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Gambar 12. Seringkali seseorang akan menemukan konfigurasi

seperti yang tampak pada Gambar 13.

Gambar 13. Macam konfigurasi vektor-vektor

Konfigurasi ini mengungkapkan bahwa harga produk (P)

mempunyai korelasi negatif dengan tingkat mekanisasi (M) begitu

juga dengan jarak ke pusat (D). Sekarang, perbedaan dalam harga (P)

tidak hanya memperhitungkan aspek kualitas mekanisasi, tetapi juga

mempertimbangkan (D) aspek jarak (biaya transportasi) sebagai

penjelasan lain untuk perbedaan dalam harga. Presentasi skematik


K u s w a r i n i K u s n o | 52

analisis faktor berganda dalam kasus ini dapat diperlihatkan oleh

Tabel 3.

Tabel 3. Pola pergerakan

Variabel Faktor Jarak-umur Faktor Kualitas


Mekanisasi
O + 0

C + 0

D - 0

A + 0

M 0 +

W + 0

P + -

Dalam tabel ini kolom pertama menunjukkan bahwa penurunan jarak

ke pusat (D = -) dirangkaikan dengan umur perusahaan (A = +),

peningkatan dalam ukuran perusahaan (O = + dan C = +).

Perusahaan yang dekat ke pusat menerima harga yang lebih tinggi (P

= +) dan hal ini mungkin berkaitan dengan biaya transportasi.

Tingkat mekanisasi tidak berkaitan dengan aspeknya (M = 0).


53 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Aspek ke dua menunjukkan penyebab lain dari perbedaan

biaya. Perusahaan-perusahaan bermekanisasi tinggi (M = +)

menerima harga yang rendah untuk produknya (P = -). Dalam

analisis faktor berganda, tidak hanya pola perilaku variabel yang

diberi tanda + dan -, tetapi juga proposisi kuantitatif dibuat seperti

ini. Mengenai hal ini akan didiskusikan secara singkat di bawah ini.

Fluktuasi variabel boleh diukur dalam cara berbeda-beda.

Ukuran yang sudah populer adalah deviasi standar ( ). Ukuran

lainnya adalah varians, yang merupakan kuadrat dari deviasi standar

( )2. Analisis faktor menunjukkan ke tingkatan mana varians suatu

variabel dijelaskan oleh faktor tertentu. Dari Gambar 14 misalnya,

kita memperoleh proposisi berikut: Varians P dijelaskan oleh faktor

jarak (aspek 1) sebesar x% dan oleh faktor kualitas mekanisasi

(aspek 2) sebesar y%. Persentase-persentase ini dengan mudah dapat

dibacakan grafiknya jika semua vektor dalam ruang berdimensi N

diberi panjang yang sama. Hal ini mungkin dilakukan dengan

mengukur setiap variabel dalam skala tertentu. Mengalikan setiap

angka dalam baris pertama Tabel 2 dengan dimana adalah


deviasi standar variabel O, maka vektor ⃗ panjangnya 1 unit.

Demikian juga tiap baris dalam Tabel 2 itu dapat diperlakukan sama.
K u s w a r i n i K u s n o | 54

Merepresentasikan lagi data yang “dinormalkan” ini secara grafis,

konfigurasi vektor yang digambarkan di atas hanya akan berubah

dalam cara ini, yaitu semua vektor akan sama panjang, sementara

sudut antara vektor-vektor yang berbeda akan tetap tidak berubah.

Gambar 14. Konfigurasi vektor-vektor untuk data


yang “dinormalkan”.
55 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

Anggaplah bahwa Gambar 14 dilukiskan dengan bantuan data yang

“dinormalkan” ini dan bahwa vektor-vektor di sini juga berada dalam

ruang berdimensi 2. Kita lihat bahwa factorloading P pada sumbu

(faktor) I adalah 0,6 dan pada sumbu (faktor) II adalah 0,8. Karena

itu faktor I (faktor jarak-umur) menjelaskan 36% varians dalam P,

faktor II (faktor kualitas mekanisasi) menjelaskan 64% varians dalam

P; peningkatan dalam nilai-nilai D dan M menyebabkan penurunan

dalam P. Tabel factorloadings kuadrat (x 100) disajikan dalam Tabel

4 di bawah ini.

Tabel 4. Factorloadings kuadrat x 100

Persentase varians yang


Variabel

dijelaskan oleh : Communality = persen total


Faktor Faktor varians yang dijelaskan oleh
jarak-umur kualitas faktor-faktor
mekanisasi
O 100+ 0 100

C 100+ 0 100

D 100- 0 100

A 100+ 0 100

M 0 100+ 100

W 100+ 0 100

P 36+ 64- 100


K u s w a r i n i K u s n o | 56

Gambar 15. Konfigurasi vektor-vektor akibat memasukkan


variabel yang tidak penting (Q) ke dalam analisis.

Pada contoh yang sangat hipotetik ini, total varians variabel-

variabelnya dapat dideskripsikan secara lengkap oleh kedua

aspek yang telah disebutkan. Namun dalam penelitian terapan,

biasanya hanya sebagian dari total vaians yang dapat terjelaskan

karena adanya pengaruh deviasi stokastik, hubungan non linier

antar variabel, dan sebagai akibat tidak dimasukkannya variabel-

variabel penjelas yang penting dalam analisisnya. Sementara itu,

variabel-variabel yang berhubungan tidak terlalu penting malah

dimasukkan dalam analisis. Misalnya, variabel Q yang

direpresentasikan Gambar 15; sudut-sudut antara vektor ⃗ dan


57 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

vektor lainnya semuanya adalah  90 dan ini berarti korelasi

antara Q dan variabel lainnya hampir nol. Jadi variabel Q adalah

variabel yang “kesepian”. Uniqueness dari Q sangat tinggi.

Variabel Q tidak penting untuk menjelaskan pola perilaku

variabel-variabel D, M, O dan P. Proyeksi dari konfigurasi dalam

bidang di atas (melalui D, M, O dan P) menghasilkan grafik pada

Gambar 16.

Gambar 16. Proyeksi dari konfigurasi Gambar 15.


K u s w a r i n i K u s n o | 58

Gambar 16 menunjukkan bahwa hanya (Q)2 = (2)2 = 2%

dari total varians D dapat dihubungkan dengan variabel sisanya.

Tabel 5 menyajikan aspek-aspek yang sudah sesuai dengan

Gambar 6.

Tabel 5. Tentang aspek-aspek

Variabel Persentase varians berkaitan Communality


dengan :
Faktor 1 Faktor 2
D 81+ 0 81

O 100+ 0 100

M 0 100+ 100

Q 1+ 1- 2

P 36- 64- 100

Pada umumnya dalam penelitian terapan, kita menemukan lebih dari

dua aspek. Hal ini menyebabkan penentuan faktor sering menjadi

lebih sulit.
59 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

4.3. Menghadapi masalah kausalitas dan rotasi

Misalkan seorang peneliti ditugaskan melakukan penelitian

cross-section antar rumah sakit. Ia harus menemukan penjelasan

untuk membedakan rumah sakit-rumah sakit itu dalam hal “biaya per

pasien per hari”. Ia berpikir variabel-variabel berikut ini mungkin

berguna untuk memecahkan masalahnya:

biaya per pasien per hari (C)

upah perawat per jam (W)

banyaknya dokter spesialis per tempat tidur (D)

ukuran rumah sakit yang diukur oleh banyaknya tempat tidur (S)

tingkat urbanisasi di mana rumah sakit berada (U)1)

tindakan terhadap keluhan telinga-hidung-tenggorokan yang (N)

diukur dalam % dari semua tindakan yang ada

harga satu unit energi (E)

Dengan bantuan analisis faktor, ia menemukan konfigurasi-

konfigurasi vektor seperti tampak pada Gambar 17.

1)
kota besar 0, kota berukuran sedang 1, desa 2
K u s w a r i n i K u s n o | 60

Gambar 17. Konfigurasi-konfigurasi vektor permasalahan


rumah sakit

Gambar sebelah kiri menunjukkan tidak ada korelasi antara S

(ukuran rumah sakit) dengan tingkat urbanisasi (U). Terdapat

korelasi negatif antara S dan C (biaya per pasien per hari). Upah para

perawat per jam berkorelasi negatif sangat kuat dengan tingkat

urbanisasi (U). Upah dengan biaya (C) berkorelasi agak kuat.

Banyaknya dokter per tempat tidur (D) dan variabel N tidak penting

dalam sub-ruang ini. Tetapi pada gambar sebelah kanan kita lihat

bahwa (D) berkorelasi positif dengan (C). Selanjutnya kita lihat juga
61 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

bahwa (D) dan (N) berkorelasi negatif sangat kuat. Variabel harga

energi tidak berkorelasi dengan (C).

Semua deduksi ini memberikan kebenaran tentang sebagian

realita, tetapi tidak tentang faktor-faktor penyebab yang

memunculkan perbedaan dalam biaya per pasien per hari. Namun

demikian anggaplah si peneliti mengetahui banyak tentang rumah

sakit, tentang ekonomi, dsb. dan ia percaya bahwa ada rantai

penyebab dan pengaruh berikut (sesuai dengan konfigurasinya): (U)

menentukan (W) dan pada gilirannya (W) yang lebih tinggi

meningkatkan (C) yang lebih tinggi. Selanjutnya, rumah sakit yang

lebih besar lebih baik dalam memanfaatkan sumber dayanya, dan

karena itu biaya per pasien per harinya menjadi lebih rendah; (S C).

Jika dalam rumah sakit terdapat banyak tindakan terhadap

penyakit hidung, tenggorokan dan telinga yang ringan (N), maka

banyaknya spesialis yang dibutuhkan (D) menjadi sedikit dan hal ini

menurunkan (C); (N D C). Dalam kasus ini, si peneliti akan

merotasikan sumbu-sumbu I, II, III dan IV seperti terlihat pada

Gambar 18.
K u s w a r i n i K u s n o | 62

Gambar 18. Rotasi sumbu-sumbu I, II, III, dan IV

Sekarang, proposisi subyektif akan dibuat oleh si peneliti (lihat

factorloadings dari (C) pada sumbu yang baru); terdapat tiga faktor

yang menjelaskan (C) sebutlah: faktor I yang berkaitan dengan

rumah sakit dan yang dapat menjelaskan 0,62 x 100 = 36% varians

dalam (C). Faktor II yang berkaitan dengan tingkat urbanisasi dan

yang dapat menjelaskan semua perbedaan upah para perawat rumah

sakit dan (100 x 0,62) = 36% varians dalam (C). Faktor IV yang

berkaitan dengan spesialisasi rumah sakit dan yang dapat

menjelaskan (0,52 x 100) = 25% varians dalam (C).


63 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

5. Rangkuman

Isi buku ini menghimbau pembaca untuk berhati-hati dalam

mengutip referensi tentang teknik analisis analisis faktor dari internet

yang platform-nya bukan buku teks elektronik (electronic textbook).

Karena apabila sumbernya bukan buku teks elektronik,

penjelasannya tidak komprehensif sehingga dapat meyesatkan

pemahaman pengguna terhadap esensi analisis faktor. Oleh karena

itu, dalam buku ini diungkapkan esensi dari teknik analisis faktor

dengan menggunakan data tentang persoalan yang mudah dipahami,

sehingga maksud “bahasa” analisis faktor dapat dimengerti.

Analisis faktor merupakan teknik analisis multivariat untuk

memecahkan masalah yang variabelnya tidak dibedakan atas variabel

independen dan dependen. Data variabelnya berskala interval atau

rasio atau ordinal. Analisis faktor mereduksi data atau variabel-

variabel asli/dasar yang saling berkorelasi menjadi faktor-faktor yang

sudah tidak tidak saling berkorelasi dimana banyaknya faktor ini

lebih kecil darpada banyaknya data asli. Reduksi data tersebut

dilakukan dengan cara menemukan kesamaan dimensi yang

mendasari variabel-variabel asli.


K u s w a r i n i K u s n o | 64

Tujuan umum analisis faktor adalah menjelaskan struktur

hubungan di antara banyak variabel dalam bentuk faktor. Faktor yang

terbentuk itu, sebelumnya tidak dapat diukur. Tujuan khususnya ada

3 yaitu: 1) menyelidiki pola variabel-variabel asli untuk menemukan

konsep baru, di sini banyaknya faktor tidak ditentukan lebih dahulu,

2) melakukan pengujian hipotesis koefisien korelasi antara faktor dan

komponen pembentuknya; di sini banyaknya faktor ditentukan lebih

dahulu, 3) membentuk variabel-variabel baru yang akan digunakan

untuk analisis selanjutnya.

Dibutuhkan pemahaman konsep matriks dan vektor serta

analisis multi variabel untuk menginterpretasi proses dan hasil

analisis faktor.

Proses atau langkah kerja analisis faktor pada dasarnya terdiri

dari: 1) menyusun matriks data yang berupa matriks korelasi antar

variabel asli, 2) melakukan ekstraksi faktor atau disebut juga

dekomposisi matriks data menjadi faktor-faktor, 3) merotasi faktor,

dan 4) menginterprtasikan faktor hasil rotasi.

Matriks data hipotetik dalam buku ini adalah matriks

banyaknya tanduk, paruh, dan kaki yang terdapat pada 6 peternakan.

Jadi, ada 3 x 6 = 18 buah data. Kemudian dilakukan ekstraksi


65 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

terhadap data tersebut menggunakan konsep matriks dan vektor.

Hasilnya adalah 2 buah faktor. Jadi, dari 18 buah data asli direduksi

menjadi 2 buah faktor. Faktor 1 mengungkapkan sesuatu tentang

kerbau, faktor 2 memuat tentang ayam. Faktor 1 merupakan

kombinasi vektor kolom yang elemennya adalah banyaknya tanduk,

paruh, dan kaki kerbau dengan vektor baris yang elemennya adalah

banyaknya kerbau di setiap peternakan. Jadi jika banyaknya kerbau

meningkat 1 ekor, maka vektor kolom mengungkapkan sejauhmana

variabel tanduk, paruh dan kaki secara simultan akan berubah.

Vektor barisnya mengungkap sejauh mana suatu sifat pada setiap

peternakan memberikan pola pergerakan dalam variabel tanduk,

paruh dan kaki. Faktor 2 yaitu faktor ayam diinterpretasi dengan

cara yang sama.

Elemen-elemen vektor kolom dari suatu faktor disebut

factorloadings. Sedangkan elemen-elemen vektor barisnya disebut

factorscores. Pada umumnya yang lebih diperhatikan adalah

factorloadings.

Melukiskan variabel-variabel penelitian dalam bentuk grafik

vektor-vektor, penting dilakukan. Hal itu disebabkan dari grafik

tersebut dapat dirumuskan berbagai hipotesis mengenai hubungan


K u s w a r i n i K u s n o | 66

antar variabel-variabelnya, dengan syarat datanya adalah data

populasi atau data sampel berukuran sangat besar yang menyimpang

sedikit dari populasinya. Biasanya perumusan hipotesis tersebut

hanya bisa dilakukan jika datanya merupakan data hipotetik atau

teoritis. Sedangkan jika datanya berasal dari penelitian terapan,

perumusan hipotesis seperti itu sulit dilakukan.

Tujuan utama rotasi faktor adalah untuk mendapatkan struktur

faktor yang lebih sederhana, sehingga peneliti lebih mudah

menginterpretasi hasil analisisnya. Struktur faktor yang dimaksud

adalah kombinasi liner antara variabel-variabel dengan nilai

factorloadings-nya.

Rotasi faktor dilakukan apabila analisis faktor ditujukan untuk

menyelidiki pola variabel-variabel asli agar ditemukan konsep baru

(lihat tujuan khusus analisis faktor yang ke 1 di atas).


67 | I n t i s a r i T e k n i k A n a l i s i s F a k t o r

REFERENSI

Anderson, David R., Sweeney, David J, and Wiiliams, Thomas A.

2011. Statistics for Business and Economics. 11th edition.

South-Western Cengage Learning. United State of America.

Hardle, W and Simar, L. 2003. Applied Multivariate Statistical

Analysis. MD Tech. Method and Data Technologies. Berlin and

Louvain-la-Neuve.

Kim, Jae-On and Charles W. Mueller. 1984. Introduction to Factor

Analysis. What It Is and How To Do It. Series: Quantitative

Applocations in the Social Sciences. Sage Publications, Inc.

United State of America.

Mol, J. Tanpa tahun. Factor Analysis in Research. A paper. Institute

of Economic Research University of Groningen.

Nie, Norman H. 1975. Statistical Package for The Social Sciences

(SPSS), 2nd edition. Mc-Graw Hill. New York.


K u s w a r i n i K u s n o | 68

Rummel, Rudolf J. 1988. Applied Factor Analysis. Northwestern

University Press, Evanston.

Suryanto. 1988. Metode Statistika Multivariat. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Proyek Pengembanagn Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan Jakarta.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai