LP Nyeri Akut I Gede Yudana Fiks
LP Nyeri Akut I Gede Yudana Fiks
Oleh :
I GEDE YUDANA
223213471
A16-C KEPERAWATAN
Mengetahui,
NIP : 2.04.07.004
A. Konsep Dasar Nyeri
1. Definisi
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu
kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang
terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah
satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada
seorang pasien di rumah sakit (Perry & Potter, 2009).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya.Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara
sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik
secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan
jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya
akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Perry & Potter, 2009).
Menurut PPNI (2016) Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat, dengsn intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari enam
bulan) dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area
yang rusak. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri
akut biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat serta pallor (Mubarak et al., 2015).
2. Klasifikasi
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi :
a. Nyeri somatik luar Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan
dan membran mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan
terlokalisasi
b. Nyeri somatik dalam Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan
baik akibat rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
c. Nyeri viseral Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang
menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini
dibagi lagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri
alih viseral dan nyeri alih parietal.
Klasifikasi yang dikembangkan oleh IASP didasarkan pada lima aksis yaitu :
Aksis I : regio atau lokasi anatomi nyeri
Aksis II : sistem organ primer di tubuh yang berhubungan dengan timbulnya
nyeri
Aksis III : karekteristik nyeri atau pola timbulnya nyeri (tunggal, reguler,
kontinyu)
Aksis IV : awitan terjadinya nyeri
Aksis V : etiologi nyeri
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Nyeri nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun
dan ujung saraf sensoris dan simpatik.
b. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer
pada sistem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat
saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya
saraf perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti
ditusuk-tusuk dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya sara tidak
enak pada perabaan. Nyeri neurogenik dapat menyebakan terjadinya
allodynia. Hal ini mungkin terjadi secara mekanik atau peningkatan
sensitivitas dari noradrenalin yang kemudian menghasilkan
sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan komponen
pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang buruk
pada pemberian analgetik konvensional.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas
dan depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini
ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti : takikardi,
hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriasis dan perubahan wajah :
menyeringai atau menangis. Bentuk nyeri akut dapat berupa:
1. Nyeri somatik luar : nyeri tajam di kulit, subkutis dan mukosa
2. Nyeri somatik dalam : nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan
jaringan ikat
3. Nyeri viseral : nyeri akibat disfungsi organ viseral
b. Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda2 aktivitas
otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang
tetap bertahan sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau
awalnya berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi 3 bulan. Nyeri
ini disebabkan oleh :
1. Kanker akibat tekanan atau rusaknya serabut saraf
2. Non kanker akibat trauma, proses degenerasi dll
Berdasarkan penyebabnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Nyeri onkologik
b. Nyeri non onkologik
Berdasakan derajat nyeri dikelompokan menjadi :
a. Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas
sehari hari danmenjelang tidur.
b. Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya
hilang bila penderita tidur.
c. Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidurdan dering terjaga akibat nyeri.
3. Etiologi
A. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam doa gogo yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya.
penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, istilah, bahan kimiawi,
maupun elektrik), neoplasma, rasa sakit, gangguan sirkulasi darah, Secara psikis,
penyebab nyeri dapat terjadi karena adanya trauma psikologis.
B. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikis berkaitan dengan terganggunya serabut
saraf reseptor nyeri. Serabut Saraf nyeri ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit
dan pada jaringan-jaringan tertentu yang berbohong lebih dalam. Sedangkan nyeri
yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena
penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap
fisik (Asmadi, 2008).
(PPNI, 2016)
4. Patofisiologis
Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti
pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan
mengeluarkan zat- zat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat
menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat
algesik, sitokin serta produk- produk seluler yang lain, seperti metabolit eicosinoid,
radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui
mekanisme spesifik.
PERCEPTI
ON
MODULATI
TRANSMISS
TRANSDUCT
Ada 2 saraf yang peka terhadap suatu stimulus noksius yakni serabut saraf A
yang bermielin (konduksi cepat) dan serabut saraf C yang tidak bermielin (konduksi
lambat). Serat A delta mempunyai diameter lebih besar dibanding dengan serat C.
Serat A delta menghantarkan impuls lebih cepat (12-30 m/dtk) dibandingkan dengan
serat C (0.5-5m/dtk). Walaupun keduanya peka terhadap rangsang noksius, namun
keduanya memiliki perbedaan, baik reseptor maupun neurotransmiter yang
dilepaskan pada presinaps di kornu posterior.
Sensitizing SOUP
Hydrogen ion Histamine Purines Leucotrine
Norepinephrine Potassium ion Cytokines Nerve Growth Factor
Bradykinin Prostaglandins 5-HT Neuropeptides
Telah dikenal sejumlah besar tipe reseptor yang terlibat dalam transmisi nyeri.
Reseptor-reseptor ini berada di pre dan postsinaps dari terminal serabut aferen
primer. Beberapa dari reseptor ini telah menjadi target penelitian untuk mencari
alternatif pengobatan baru. Reseptor N-methyl-D-Aspartat (NMDA) banyak
mendapat perhatiankhusus.
Dewasa ini perhatian selanjutnya juga tertuju pada NO dan peranannya dalam
proses biologik. Sejumlah bukti telah menunjukkan peranan NO pada proses
nosiseptif. Dalam keadaan normal, NO dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
normal sel. Namun, dalam jumlah yang berlebihan, NO dapat bersifat neurotoksik
yang akan merusak sel saraf itu sendiri.
Fenomena “wind-up” merupakan dasar dari analgesia pre-emptif, dimana
memberikan analgesik sebelum terjadinya nyeri. Dengan menekan respon nyeri akut
sedini mungkin, analgesia pre-emptif dapat mencegah atau setidaknya mengurangi
kemungkinan terjadinya “wind-up”.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik nyeri
trauma adalah terjadinya sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral. Oleh karena itu
prinsip dasar pengelolaan nyeri adalah mencegah atau meminimalisasi terjadinya
sensitisasi perifer dengan pemberian obat-obat NSAID (COX, atau COX2),
sedangkan untuk menekan atau mencegah terjadinya sensitisasi sentral dapat
dilakukan dengan pemberian opiat atau anestetik lokal utamanya jika diberikan
secara sentral.
a. Pathway
b. Gejala Klinis
Gejala dan tanda menurut PPNI (2016) adalah sebagai berikut :
- Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindarinyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.
- Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, dan diaphoresis.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pasien tampak normal serta tidak tampak sakit berat. Tingkat
kesadaran normal. Pada TTV tidak dijumpai akan adanya perubahan pada
Respiration Rate, sedangkan pada tekanan darah dapat mengalami hipertensi
ringan sampai berat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut terlihat tidak kotor, berwarna hitam.
b. Mata
Pada pemeriksaan mata, terdapat konjungtiva anemis.
c. Hidung
Pada pemeriksaan hidung, pasien tidak mengalami gangguan di area hidung
d. Telinga
Pada pemeriksaan telinga pasien tidak ditemukan keadaan abnormal
e. Mulut
Tidak terdapat bau urea pada bau nafas, tidak stomatisis, bibir tidak kering,
dan tidak pecah-pecah, lidah simetris. Tidak menunjukkan ulserasi dan
pendarahan pada gusi.
f. Payudara dan Ketiak
Inspeksi ukuran, kesimetrisan dan bentuk atau kontur payudara pada posisi
duduk. Inspeksi kulit payudara untuk mengetahui adanya perbedaan warna
atau hiperpigmentasi, pembengkakan atau edema. Inspeksi ukuran, bentuk,
kesimetrisan, warna atau lesi pada aerola. Palpasi nodus limfe aksila,
subklavikula dan supraklavikula ketika posisi pasien supine. Pada pasien
varikokel kemungkinan tidak terjadi adanya peningkatan kelenjar tiroid.
g. Pernapasan (Dada)
a. Inspeksi
Tidak terjadi dyspnea, pola pernapasan normal dan dalam sebagai
bentuk kompensasi tubuh dalam mempertahankan ventilasi
b. Palpasi
Palpasi dada posterior dan anterior, untuk mengetahui adanya ekskursi
nafas, palpasi vokal fremitus (taktil) serta bandingkan dengan paru-
paru lainnya.
c. Perkusi
Perkusi thoraks secara zig zag dan sistematik, ekskursi dada anterior
secara simetris dimulai dari atas klavikula di ruang supraklavikula dan
lanjut kebawah hingga diafragma lalu bandingkan dengan kedua sisi
paru-paru
d. Auskultasi
Jika terjadi penumpukan cairan di paru-paru akan terdengar bunyi
clakcles.
h. Jantung
a. Inspeksi
Pada pasien tidak terdapat adanya chest pain.
b. Palpasi
Pada pasien tidak ditemukan adanya palpitasi jantung
c. Perkusi
Perkusi yang normal pada jantung akan terdengar pekak
d. Auskultasi
Pada pasien tidak ditemukan adanya friction rub pada kondisi
uremia berat maupun gangguan pada irama jantung.
i. Abdomen
a. Inspeksi
Inspeksi intregritas kulit, kontur dan kesimetrisan abdomen. Observasi
gerakan abdomen yang terkait pernapasan dan peristaltik.
b. Auskultasi
Pada pasien tidak terjadi adanya penurunan peristaltik
c. Palpasi
Tidak adanya distensi abdomen
d. Perkusi
Tidak terdapat peningkatan nyeri pada abdomen.
j. Muskuloskeletal dan
IntegumenDalam batas
normal.
k. Genetalia (Reproduksi)
Pada pasien ditemukannya kelainan yang berarti pada genetalia.
d. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri
tekan di abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak
5. Penatalaksanaan
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidak
percayaan, kesalahpahaman, ketakutan, dan kelelahan
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik
– Teknik berikut ini :
Teknik latihan pengalihan : a. Menonton televisi
b. Berbincang-bincang dengan orang lain
c. Mendegarkan music
– Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru
dengan udara,menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot
tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil
terus berkonsentrasi hingga didapatrasa nyaman, tenang dan rileks.
– Stimulasi kulit
a. Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b. Menggosok punggung
c. Menggompres dengan air hangat atau dingin
d. Memijat dengan air mengalir
6. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Nyeri Akut
a. Pengkajian
viii. Abdomen
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
Defenisi
Pengelaman sensorik/emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual/fungsional, dengan onset mendadak/lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung < 3 bulan.
Penyebab
Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,
neoplasma), Agen pencedera kimiawi (misalnya terbakar, bahan
kimia iritan), Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif
Pasien mengeluh nyeri
2. Objektif
Tampak meringis, Bersikap protektif (misalnya
waspada, posisi menghindari nyeri), Gelisah,
Frekuensi,nadi meningkat, Sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif
(tidak tersedia)
2. Objektif
Tekanan darah meningkat, Pola nafas berubah, Nafsu
makan berubah, Proses berpikir terganggu, Menarik diri,
Berfokus pada diri sendiri, Diaforesis
Kondisi klinis terkait
Kondisi pembedahan, Cedera traumatis, Infeksi, Sindrom koroner
akut, Glukoma
2. Nyeri Kronis
Defenisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Penyebab
Kondisi dan muskuloskeletal kronis, Kerusakan sistem saraf,
Penekanan saraf, Infiltrasi tumor, Ketidak seimbangan
neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor, Gangguan imunitas
(misalnya, Neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster), Gangguan
fungsi metabolic, Riwayat posisi kerja statis, Peningkatan indeks
massa tubuh, Kondisi pasca trauma, Tekanan emosional, Riwayat
penganiayaan (misalnya, Fisik, psikologis seksual), Riwayat
penyalahgunaan obat/zat
Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif
Mengeluh nyeri, merasa depresi (tertekan).
2. Objektif
Tampak meringis, Gelisah, Tidak mampu menuntaskan
aktivitas.
Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif
Merasa takut mengalami cedera berulang.
2. Objektif
Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri),
Waspada, pola tidur berubah, anoreksia, fokus
menyempit, berfokus pada diri sendiri.
Kondisi klinis terkait
Kondisi kronis (misalnya, Arthritis reumatoid), Infeksi,
Cedera medula spinalis, Kondisi paca trauma, Tumor
a. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan fase proses keperawatan yang penuh
pertimbangan dan sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah, perencanaan merujuk pada data pengkajian pasien dan
pernyataan diagnose sebagai petunjuk dalam merumuskan tujuan pasien dan
merancang intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencegah,
mengurangi, atau mengilangkan masalah pasien (Kozier et al., 2010).
1. Nyeri Akut
Intervensi Utama : Menajemen Nyeri, Pemberian Analgesik
Intervensi Pendukung :
Tabel Intervensi Keperawatan Nyeri Akut
c. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Meskipun evaluasi diletakkan di bagian akhir
proses keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang
telah dikumpulkan dan kesesuaiannya dengan hasil observasi. Adapun tujuan evaluasi :
1) Menjamin asuhan keperawatan secara optimal.
file:///C:/Users/ACER/Downloads/BAB%202%20(2).pdf
https://www.academia.edu/34213634/LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI
file:///C:/Users/ACER/Downloads/7a7e6ab189e88b456637b8a831bdec07%20(1).pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/ERWIN%20HARYA%20WIRATMA%20BAB%20II%20
(1).pdf
file:///C:/Users/ACER/Downloads/A.Ardiansyah_70900120042%20(1).pdf