Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS II
MASTITIS

Dosen Pembimbing : Wahyu Retno Gumelar, S.kep., Ns., MNS

Disusun Oleh :
Kelompok 6
4A Keperawatan

1. Amelia Rohmawati (2002012959)


2. Elfa Aldianti (2002012957)
3. Fadia Eka Parwati (2002012987)
4. Fara Nanda Alifiah (2002012955)
5. Lailatul Purwati Saputri (2002012981)
6. Lilik Sholikha (2002012965)
7. Miftahul Jannah (2002012952)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN& NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN


2022/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas makalah Mastitis ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas II.

Lamongan, 3 Juni 2022

Menyetujui,

Anggota Kelompok :

1. Amelia Rohmawati (2002012959) (…………………)


2. Elfa Aldianti (2002012957) (…………………)
3. Fadia Eka Parwati (2002012987) (…………………)
4. Fara Nanda Alifiah (2002012955) (…………………)
5. Lailatul Purwati Saputri (2002012981) (…………………)
6. Lilik Sholikha (2002012965) (…………………)
7. Miftahul Jannah (2002012952) (…………………)

Mengetahui,

Dosen Pengampu,

Wahyu RetnoGumelar, S.Kep., Ns., MNS


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmad dan karunia-Nya
yang telah diberikan kepada penulis sehingga makalah dengan judul “Mastitis”, tanpa nikmat yang
diberikan oleh-Nya sekiranya penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada-Nya junjungan Nabi Muhammad. SAW,
semoga atas izin Allah SWT penulis dan teman-teman seperjuangan semua mendapatkan syafaatnya
nanti. Amin Ya Rabbal Alamin. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
tugasMata Kuliah Keperawatan Maternitas II. Penulis banyak mendapat arahan, bimbingan dan
nasehat dari berbagai pihak dalam menyusun, membuat dan menyelesaikan makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada :

1. Bapak Dr. Abdul Aziz Alimul Hidayat, S.Kep.,Ns.,M.Kes. Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Lamongan
2. Bapak Arifal Aris, S.Kep.,Ns.,M.Kes. Selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Lamongan.
3. Ibu Suratmi S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku Kaprodi Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Lamongan.
4. Ibu Wahyu Retno Gumelar, S.kep., Ns., MNS.Selaku Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas II.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan, hal ini bukanlah suatu
kesenjangan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis berharap
tanggapan dan kritikan serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
Makalah ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua, semoga Allah
SWT memberikan rahmad dan hidayah kepada kita semua. Aamiin.

Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Lamongan, 3 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... I
KATA PENGANTAR........................................................................................................... II
DAFTAR ISI .........................................................................................................................IV

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah......................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................3


2.1 Penegrtian Mastitis......................................................................................................3
2.2 Etiologi........................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi................................................................................................................7
2.4 Pathway.......................................................................................................................8
2.5 Penatalaksanaan..........................................................................................................8
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................................10
2.7 Manifestasi Klinis........................................................................................................11

BAB 3 PENUTUP................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan................................................................................................................21
3.2 Saran..........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................22

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara
yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Mastitis diperkirakan dapat terjadi pada
3-20% ibu menyusui. Dua hal yang perlu diperhatikan pada kasus mastitis adalah
pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu
untuk berhenti menyusui. Kedua, mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal
pada beberapa penyakit. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah
bayi lahir (paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi
sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui (Alasiry,
2012).
Penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Adapun faktor predisposisi
yang menyebabkan mastitis diantaranya adalah umur, paritas, serangan sebelumnya, 42
Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52 melahirkan, gizi, faktor
kekebalan dalam ASI, stress dan kelelahan, pekerjaan di luar rumah serta trauma (Inch
dan Xylander, 2012).
Usia ibu nifas yang dianggap berisiko terkena mastitis adalah pada rentang umur 20-
35 tahun dimana 44 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 7, Januari 2014, 40-52
diketahui bahwa rentang usia tersebut merupakan usia reproduksi sehat. Sebuah studi
retrospektif menunjukan bahwa wanita berumur 20-35 tahun lebih sering menderita
mastitis daripada wanita dibawah usia 20 tahun dan di atas 35 tahun. Studi retrospektif
lain mengidentifikasi wanita berumur 30-34 tahun memiliki insiden mastitis tinggi,
bahkan bila paritas dan kerja purnawaktu telah dikontrol (Inch dan Xylander, 2012). Hal
itu sesuai dengan pendapat Evans (1995), primipara ditemukan sebagai faktor risiko
terjadinya mastitis karena primipara merupakan seorang wanita yang baru pertama kali
melahirkan sehingga tubuh yang mengalami perubahan akibat melahirkan belum
memiliki kekebalan terhadap infeksi bakteri yang datang dalam hal ini adalah infeksi
bakteri Staphilococcus aureus terhadap payudara primipara (Inch dan Xylander, 2012).
Dari latar belakang diatas , dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian mastitis ?
1.2.2 Bagaimana etiologi mastitis ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi mastitis ?
1.2.4 Bagaimana susunan pathway mastitis ?
1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan mastitis ?
1.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan mastitis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian mastitis
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi mastitis
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi mastitis
1.3.4 Untuk mengetahui susunan pathway mastitis
1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan mastitis
1.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan mastitis

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Mastitis merupakan peradangan payudara yang terjadi pada laktasi. Manisfestasi
klinik mastitis antara lain kemerahan, pembengkakan payudara, demam atau infeksi
sistemik. Mastitis klinis didefinisikan sebagai mastitis yang menyebabkan perubahan
yang terlihat pada payudara. Mastitis dibagi menjadi parah, sedang atau ringan .
(Osteras,2009). Angka kejadian mastitis terjadi pada satu dari lima ibu menyusui ,
biasanya pada 6-8 minggu pertama setelah melahirkan. Mastitis didefinisikan sebagai
proses inflamasi yang memengaruhi kelenjar susu.

2.2 Etiologi
Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor bayi. Penyebab
mastitis pada ibu meliputi praktik menyusui yang buruk seperti kesalahan dalam posisi
menyusu karena kurangnya pengetahuan atau pendidikan tentang menyusui, saluran yang
tersumbat, puting pecah atau sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang dapat
menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons terhadap nutrisi yang
buruk, stres dan kelelahan ibu. Mastitis dapat diperburuk oleh kesehatan bayi yang
buruk. Beberapa penyebab mastitis, termasuk drainase payudara yang tidak memadai,
perubahan frekuensi menyusui dan pemberian makanan campuran. Mastitis adalah
peradangan kelenjar susu. Secara anatomi, payudara memiliki ambang tertentu untuk
pertahanan terhadap patogen yang menyerang. Makrofag susu, leukosit dan sel epitel
adalah sel pertama yang menemukan dan mengenali patogen bakteri yang memasuki
kelenjar susu. Neutrofil kemudian direkrut dari darah ke dalam kelenjar susu yang
terinfeksi, di mana mereka mengenali, memfagositisasi, dan membunuh patogen yang
menyerang di tahap awal infeksi . Kekebalan adaptif memainkan peran penting dalam
pembersihan kekebalan tubuh ketika pertahanan bawaan gagal untuk sepenuhnya
menghilangkan patogen penyebab mastitis. Sejumlah besar limfosit T helper (Th)
bermigrasi ke bagian yang terinfeksi dan mengatur respons imun adaptif yang efektif .
Himpunan bagian sel ini dapat melepaskan chemokine dan sitokin inflamasi, seperti
CXCL10, CCL2, CCL20, IL-17, IL- 12, IFN-γ, IL-1β, IL-6, TGF-β dan IL-10, yang
secara signifikan meningkat . Sitokin ini tidak hanya penting untuk pemeliharaan
peradangan lokal lingkungan tetapi juga berkontribusi pada diferensiasi sel T helper yang

6
berbeda. Namun, subset sel pembantu T tertentu, termasuk sel Th1, Th2, Th17 dan sel T
regulator (Treg), yang dimobilisasi dalam mastitis tidak didefinisikan dengan baik.
Imunisasi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan sistem kekebalan untuk
memicu perlindungan respons imun terhadap mastitis.( Yanqing Zhao,2015).
Etiologi mastitis infeksius dan abses payudara biasanya adalah bakteri yang
mengkolonisasi kulit. Bakteri yang paling umum ditemukan adalah Staphylococcus
aureus dan Coagulase negativestaphylococcus (CNS). Methicillin-resistant S. aureus
(MRSA) juga semakin sering dilaporkan dan merupakan penyebab umum terapi
antibiotik yang gagal. Pasien dengan mastitis memiliki manifestasi nyeri payudara,
dengan suhu kulit yang tinggi payudara dan kelenjar susu induratif . Mastitis
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi-bayi mereka. Manifestasi klinis mastitis akut
termasuk merah, payudara yang bengkak, panas, dan nyeri tekan, dengan nyeri payudara
lebih jelas, dan ibu mungkin menggigil dengan demam tinggi, sakit kepala, dan
kelemahan . Pembengkakan kelenjar getah bening bisa diamati di ketiak, dengan
peningkatan jumlah sel inflamasi, yang dapat berkembang menjadi sepsis pada kasus
yang parah. Pembentukan abses pada pasien dengan mastitis akut adalah karena
pengobatan yang tidak memadai atau lebih lanjut memperburuk penyakit, nekrosis
jaringan, likuifaksi, dan infeksi . Abses bisa tunggal atau multilokular. Dangkal abses
mudah ditemukan, tetapi abses yang dalam kurang terlihat. ( Wan-Ting Yang ,2019).
Faktor penyebab mastitis:
a) Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan puting
payudara saat menyusui.

b) Infeksi bakteri staphylococcus auereus yang masuk melalui celah atau retakan
putting payudara.

c) Saluran ASI tersumbat tidaksegera diatasi sehingga menjadi mastitis.

d) Puting pada payudara retak/lecet. Hal ini dapat terjadi akibat posisi menyusui
yang tidak benar. Akibatnya puting robek dan retak. Bakteri menjadi lebih
mudah untuk memasuki payudara . Bakteri akan berkembang biak di dalam
payudara dan hal inilah yang menyebabkan infeksi.

e) Payudara tersentuh oleh kulit yang memang mengandung bakteri atau dari mulut
bayi .Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam payudara melalui lubang saluran
susu.

7
f) Selain itu, ada beberapa hal lain yang turut meningkatkan risiko dari penyakit
ini, seperti:

1) Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan


puting payudara saat menyusui.

2) Infeksi bakteri staphylococcus auereus yang masuk melalui celah atau


retakan putting payudara.

3) Saluran ASI tersumbat tidaksegera diatasi sehingga menjadi mastitis.


Puting pada payudara retak/lecet. Hal ini dapat terjadi akibat posisi
menyusui yang tidak benar. Akibatnya puting robek dan retak. Bakteri
menjadi lebih mudah untuk memasuki payudara . Bakteri akan
berkembang biak di dalam payudara dan hal inilah yang menyebabkan
infeksi.

4) Payudara tersentuh oleh kulit yang memang mengandung bakteri atau


dari mulut bayi . Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam payudara
melalui lubang saluran susu.

5) Selain itu, ada beberapa hal lain yang turut meningkatkan risiko dari
penyakit ini, seperti:

a. Pernah mengalami penyakit mastitis sebelumnya.

b. Memiliki penyakit anemia di mana penyakit ini dapat


menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan infeksi, salah
satunya penyakit mastitis.

c. Tidak dapat mengeluarkan semua susu ketika menyusui. Hal ini


dapat membuat payudara terisi penuh oleh susu dan
menyebabkan saluran susu dalam payudara tersumbat. Hal ini
akan membuat ukuran dari payudara membesar dan lebih
rentan terinfeksi oleh bakteri.

d. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.

e. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang


pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak
memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu

8
yang menyusui dengan tergesa-gesa.Pengosongan payudara
yang tidak sempurna

f. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang


hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan
puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI
tidak sempurna.

g. Ibu atau bayi sakit.

h. Frenulum pendek.

i. Produksi ASI yang terlalu banyak.

j. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat


bepergian.

k. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau


sabuk pengaman pada mobil.

l. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI,


jamur,serpihan kulit, danlain-lain.

m. Penggunaan krim pada puting.

n. Ibu stres atau kelelahan.

o. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh


yang rendah

Selain itu, cracked nipple, penggunaan antibiotik oral selama menyusui,


penggunaan pompa payudara, penggunaan antifungal topikal selama menyusui,
riwayat mastitis sebelumnya, ASI yang keluar >24 jam setelah persalinan, riwayat
mastitis di keluarga, pemisahan ibu dan bayi > 24 jam, dan infeksi tenggorokan
merupakan faktorrisiko signifikan dari mastitis. Studi lain menunjukkan bahwa teknik
laktasi, kebiasaan menyusui, dan higienitas menyusui yangburuk adalah faktor risiko
mastitis. Menurut American Family Physician,hal-hal lain yang meningkatkan risiko
mastitis adalah labiopalatoschizis, cracked nipple, teknik menyusui yang kurang baik,
stasis ASI lokal, tindikan payudara, nutrisi ibu yang kurang, primiparitas, bra yang
terlalu ketat, penggunaan pompa payudara manual, dan infeksi jamur.

9
2.3 Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang
berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke
jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi,
dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. .( Pilar Mediano,2014).
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui
penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula
mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada
daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.( Zadrozny et
al,2018).

2.4 Pathway

MASTITIS

Statis Asi Fisura pada Ketegangan pada Laktasi terganggu Proses infeksi
puting jaringan mamae bakteri
Jaringan mamae
menjadi tegang Terbukanya Menyusui tidak
Penekanan efektif Reaksi imun
port de entry
reseptor nyeri
Lubang duktus
laktiferus Muncul pus
lebih terbuka Nyeri akut

Ukuran mamae Resiko tinggi


Bakteri masuk membesar infeksi

10
2.5 Penatalaksanaan
Dilakukan penatalaksanaan mastitis dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi
lanjut. Penatalaksanaan bisa berupa medis dan non-medis, dimana medis melibatkan obat
antibiotik dan analgesik sedangkan non-medis berupa tindakan yang suportif.
2.5.1 Penatalaksanaan medis
Antibiotik diberikan jika dalam 12-24 jam tidak ada perubahan atautidak ada
perubahan, antibiotik yamg diberikan berupa penicillin resistan-penisilinase . Jika
ibu alegi terhadap penisilinase dapat diberikan Eritromisin. Terapi yang paling
umum adalah adalah Dikloksasilin. Berikut antibiotik yang efektif terhadap infeksi
Staphylococcus aureus.

Tabel 2.1 Dosis Antibiotik


Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam
Sumber: (IDAI, 2011)

Selanjutnya pemberian Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri


menjadi penghambat hormon oksitosin yang berperan dalam proses pengeluaran
ASI. Analgesik yang diberikan berupa ibuprofen dengan dosis 1,6gram per hari
karena lebih efektif dalam menurunkan peradangan dibandingkan dengan
paracetamol dan asetaminofen. Sehingga direkomendasikan pada ibu menyusui
yang mengalami mastitis (Novyaningtias, 2016). Selain analgesik, untuk
mengatasi nyeri dan payudara terasa keras bisa diberikan kompres kentang.

2.5.2 Pelaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif untuk
mencegah mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan yaitu guna
untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan (Novyaningtias, 2016) meliputi :
Sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada daerah

11
payudara dan puting. Cara ini bertujuan untuk menjada kelembapan puting susu
(Soetjiningsih, 2013). Kemudian bayi diletakkan menghadap payudara ibu.
Posisi ibu bisa dudukatau berbaring dengan santai, bila bu memilih posisi
duduk sebaiknya menggunakan kursi yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak
menggantung dan punggung ibu bisa bersandar. Selanjutnya bayi dipegang
pada belakang bahu dengan menggunakan satu lengan, dengan posisi kepala
bayi terletak di lengkung siku ibu (kepala bayi tidak boleh menengadah dan
bokong bayi disangga dengan telapak tangan). Tangan bayi diletakan dibelakan
badan ibu dan tangan satu didepan, perut bayu ditempelkan pada badan ibu
dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya menengokkan kepala
bayi). Payudara dipegang dengan jari jempol diatas dan jari lainnya menopang
payudara, seperti huruf C (Reinata, 2016).

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan

2.6.1.1.1 pengkajian
1.Identitas klien :
Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-harinya
agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis
daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun.
Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih
belum matang, mental dan psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur
>35 tahun akan rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa
nifas. Hal tersebut akan memicu terjadinya mastitis ini.
Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya
dalam hal teknik menyusui dan perawatan payudara.
Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam membimbing
dan mengarahkannya lebih mudah.
Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak
yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui
tentang penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan payudara yang
benar untuk kesehatan. Selain itu aspek pendidikan juga akan
mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan diberikan,

12
sehingga perawat dapat memberi asuhan keperawatan dan konseling
yang sesuai dengan kondisi pasien.
Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat
mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk
kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan
oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi penghambat pengeluaran
ASI sehingga menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi
salah satu pencetus penyakit mastitis ini.
Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat
mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan
timbulnya penyakit mastitis ini.
Alamat : perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan rumah
post perawatan

2.Riwayat kesehatan
2.1 Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya
faktor-faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah,
sehingga dapat dengan mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara
(mastitis). Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung
garam dan lemak juga dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat
trauma pada payudara juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis
karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga
dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis ASI karena bayi
yang susah menyusu, adanya luka lecet di area puting susu dan penggunaan
bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab terjadinya
mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan hal
yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan
sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2.2 Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat
celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan
merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat,

13
maka dapat timbul berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi
berulang dan infeksi jamur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan
pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info tentang perawatan
payudara, teknik menyusui yang benar, dsb.
2.3 Riwayat kesehatan keluarga
2.4 Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
3.Pengkajian Keperawatan
3.1 persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri
yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana
tidak perlu mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien
dengan mastitis biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada
area payudara dan lingkungan yang kurang bersih.
3.2 pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya
mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga
bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI dalam payudara (Stasis
ASI) yang dapat memicu terjadinya mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan
memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga
seringkali menurun akibat dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan
peningkatan suhu tubuh.
3.3 Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang
spesifik akibat terjadinya mastitis.
a. Tidak ada nyeri saat berkemih
b. Konsistensi dan warna normal
c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
3.4 Pola Aktivitas dan Latihan

14
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi :
>38 derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami
penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
3.5 Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri.
Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
3.6 Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya
nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui
dapat terjadi penurunan harga diri.
3.7 Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
3.8 Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan
pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk
pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
3.9 Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
3.10 Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
3.11 Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung
pada masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin
ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada
individu yang karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari
Tuhan.
4.Pengkajian Fisik
a.Keadaan Umum
1. Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
2. Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah
compos mentis.
3. Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
b. Pemeriksaan Fisik Head to too
1.Tanda-tanda Vital

15
-Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal
120/80 mmHg
-Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-110/menit.
Dimna normalnya 60-80/menit.
-Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan
mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit.
-Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu
badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan mastitis, suhu
mengalami peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
2. Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
3. Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan
mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
4. Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
5. Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena
seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
6. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak
ada gangguan pada area ini.
7. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pada area ini.
8. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan ada
area ini.
9. Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1. Tidak
ada gangguan pada area ini.
10. Leher

16
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.
11. Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi
pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang
sama dengan payudara yang terkena mastitis.
12. Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran
pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat lesi atau luka
pada puting panyudara, panyudara teraba keras dan tegang, panyudara
teraba hangat, terlihat bengkak, dan saat di lakukan palpasi terdapat pus.
13. Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris. Tidak
ada gangguan pada derah toraks.
a) Cordis:
1.Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
2.Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
3.Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4.Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
b) Pulmo: 
1. Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
2. Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
14. Abdomen
1. Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post
partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
2. Auskultasi: bising usus (+) normal
3. Perkusi: tympani
4. Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba

5. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan pemeriksaan
laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih (SDP) meningkat

17
karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI
ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI
tersebut juga digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

2.6.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat
penyakit
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

2.6.3 Intervensi keperawatan


NO SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri Akut b/d agen Tujuan : nyeri yang A. Manajemen nyeri (I.02074)
pencedera dialami pasien berkurang Observasi
Fisiologis /Inflamasi dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
(D.0077) Kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Merigis menurun Sikap - Identifikasi skala nyeri
protektif menurun - Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Gelisah dan kesulitan - Identifikasi faktor yang
tidur menurun memperberat dan memperingan
4. Anoreksia,mual,muntah nyeri
menurun - Identifikasi pengetahuan dan
5. Ketegangan otot dan keyakinan tentang nyeri
pupil dilatasi menurun - Identifikasi pengaruh budaya
6. Pola napsa dan tekanan terhadap respon nyeri
darah membaik
- Identifikasi pengaruh nyeri pada

18
(L.08066) kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
- Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,

19
jika perlu

B. Pemberian Analgetik (I.08243)


Observasi

- Identifikasi karakteristik nyeri (mis.


Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik

- Diskusikan jenis analgesik yang


disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
- Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon
pasien
- Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi

20
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian dosis dan


jenis analgesik, sesuai indikasi

2 Risiko infeksi b/d Tingkat Infeksi payudara Pencegahan Infeksi (I.14539)


ketidakadekuatan pasien Menurun dengan
Obsevasi
pertahanan tubuh Kriteria hasil :
primer –kerusakan
- Monitor tanda dan gejala infeksi
1. Kebersihan tangan dan
integritas kulit
badan meningkat lokal dan sistemik
(D.0142)
2. Demam, kemerahan,
Terapeutik
nyeri, dan bengkak
menurun - Batasi jumlah pengunjung
3. Periode malaise - Berikan perawatan kulit pada
menurun daerah edema
4. Periode menggigil, - Cuci tangan sebelum dan sesudah
letargi, dan ganggauan kontak dengan pasien dan
kognitif menurun lingkungan pasien
5. Kadar sel darah putih - Pertahankan teknik aseptik pada
membaik psien beresiko tinggi

(L.14137) Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Ajarkan cara memeriksa luka

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian imunisasi,


jika perlu

21
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis mastitis akut termasuk merah, payudara yang
bengkak, panas, dan nyeri tekan, dengan nyeri payudara lebih jelas, dan ibu
mungkin menggigil dengan demam tinggi, sakit kepala, dan kelemahan .
Pembengkakan kelenjar getah bening bisa diamati di ketiak, dengan
peningkatan jumlah sel inflamasi, yang dapat berkembang menjadi sepsis pada
kasus yang parah.. Pembentukan abses pada pasien dengan mastitis akut
adalah karena pengobatan yang tidak memadai atau lebih lanjut memperburuk
penyakit, nekrosis jaringan, likuifaksi, dan infeksi . Abses bisa tunggal atau
multilokular. Dangkal abses mudah ditemukan, tetapi abses yang dalam
kurang terlihat. ( Wan-Ting Yang ,2019)

22
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai


infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam,
menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas
dan bengkak.Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet,
frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang
baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana
mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik
dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang
baru melahirkan.Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup
di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan
pakaian ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara
yang nyeri dan jika tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

1.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu
menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun,
banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis yaitu dengan

23
cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang tepat menekan saluran susu
danmenghambat aliran susu, menyusui sesering bayi menginginkannya.
Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu lama, saluran susu dapat
tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal sehingga nantinya
dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis.

USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori.

Jessica Franzén, Daniel Thorburn, Jorge Urioste1, and Erling Strandberg Genetic evaluation
of mastitis liability and recovery through longitudinal analysis of transition
probabilities. Franzén et al. Genetics Selection Evolution 2012,

Jurnal Mastitis and Breast Abscess, (12/07/2012). (Google Scholar)


Osteras, Solverod., 26-33 2009. Norwegian Mastitis Control Programme. Norwegian School
of Veterinary Science, Department of Production Animal Clinical Science.

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)  edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)  edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta

Wan-Ting Yang, Chun-Yen Ke, Wen-Tien Wu , Ru-Ping Lee ,1 and Yi-Hsiung Tseng.,
Effective Treatment of Bovine Mastitis with Intramammary Infusion of Angelica dahurica
and Rheum officinale Extracts. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine
Volume 2019.

Pilar Mediano, Leónides Fernández, Juan M Rodríguez and María Marín., Case–control
study of risk factors for infectious mastitis in Spanish breastfeeding women, Mediano et al.
BMC Pregnancy and Childbirth 2014, 14:195.

Wan-Ting Yang, Chun-Yen Ke, Wen-Tien Wu , Ru-Ping Lee ,1 and Yi-Hsiung Tseng.,
Effective Treatment of Bovine Mastitis with Intramammary Infusion of Angelica dahurica
and Rheum officinale Extracts. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine
Volume 2019.

Yanqing Zhao, Ming Zhou, Yang Gao, Heyuan Liu, Wenyu Yang, Jinhua Yue, Dekun Chen.
July31,2015. Shifted THelper Cell Polarizationina Murine Staphylococcusaureus Mastitis
Model. PLOSONE|DOI:10. 1371/journal. pone. 0134797.

Zadrozny et al., 2018 July 03. Effect of postnatal HIV treatment on clinical mastitis and
breast inflammation in HIV-infected breastfeeding women, Paediatr Perinat Epidemiol.

Inch & Xylander. (2012). Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaan. Jakarta : Widya Medika.

Alasiry, E. (2012). Buku Indonesia Menyusui. Terdapat pada: www.idai.or.id. diakses


tanggal 4 November 2013.

25
26

Anda mungkin juga menyukai