Anda di halaman 1dari 44

ISSN 0852-4556

Jurnal
Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
(Journal of Mathematics and Science)

Vol. 17, No. 2, Juli 2014

DAFTAR ISI

Alfiah Hayati, Rose Ida Ummah, dan PENGARUH KADMIUM TERHADAP STRUKTUR HISTOLOGIS 42
Dwi Winarni INSANG IKAN LELE (Clarias batrachus)

Miftachul Sobirin, Agoes Soegianto, PENGARUH BEBERAPA SALINITAS TERHADAP 46


dan Bambang Irawan OSMOREGULASI IKAN NILA (Oreochormis niloticus)

Febry Wijayani, Ganden Supriyanto, KARAKTERISASI MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER (MIP) 51


dan Suyanto HASIL POLIMERISASI PRESIPITASI SEBAGAI ADSORBEN
KLORAMFENIKOL

Anita Florida Tanik, Miratul ANALISIS RESIDU PROFENOFOS DALAM TANAH SECARA 57
Khasanah, dan Ganden Supriyanto. VOLTAMETRI LUCUTAN MENGGUNAKAN ELEKTRODA
GRAFIT
Lily Arlianti, Muji Harsini dan DEGRADASI ELEKTROKIMIA KUNING METANIL 61
Pratiwi Pudjiastuti MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA KARBON NANOPORI

Khusnul Ain, Deddy Kurniadi, PENINGKATAN KUALITAS CITRA REKONSTRUKSI MELALUI 65


Suprijanto, Oerip Santoso, dan A.P. KOMBINASI CITRA TOMOGRAFI ELEKTRIK DAN AKUSTIK
Wibowo

Y.G. Yhun Yhuwana, E Srimulyani, DETEKSI PERUBAHAN WARNA BAHAN TUMPATAN GIGI 72
Samian, dan Moh. Yasin MENGGUNAKAN METODE PENGOLAHAN CITRA
SEDERHANA

Asri Bekti Pratiwi OPTIMASI PERAMALAN MODEL JARINGAN SARAF RBF- 76


GARCH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA KUNANG-
KUNANG
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli
Harga berlangganan Rp. 300.000,00 pertahun termasuk ongkos kirim dalam negeri

Alamat Redaksi:
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Kampus C UNAIR, Jalan Mulyorejo Surabaya (60115)
Telp.(031) 5936501; 5912878; Fax: (031) 5936502; 5912878
Email: fsaintek@unair.ac.id

Dicetak oleh Airlangga University Press (042/03.11/A15E) Kampus C UNAIR,


Jalan Mulyorejo, Surabaya (60115) Indonesia.
Telp. (031) 5992246, 5992247. Fax: (031) 5992248, Email: aupsby@rad.net.id; aup.unair@gmail.com
Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggungjawab AUP.
JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(Journal of Mathematics and Science)
ISSN: 0852-4556
Alamat: Fakultas Sains dan Teknologi, Kampus C Unair, Jalan Mulyorejo, Surabaya (60115)
Telp. (031) 5936501, Fax: (031) 5936502
Email: fsaintek@unair.ac.id
http://www.jurnal.fst.unair.ac.id

Pelindung : Rektor Universitas Airlangga


Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

Dewan Redaksi (Editorial Board):


Ketua : Dr. Moh. Yasin, M.Si.
Wakil Ketua : Dr. Herry Suprajitno
Anggota : Dr. Dwi Winarni
Dr. Alfinda Novita Kristanti
Dr. Retna Apsari, M.Si.

Penyunting Ahli (Advisory Board):


1. Prof. Dr. Sulaiman W. Harun (University of Malaya, Malaysia)
2. Prof. Dr. Ismail bin Moh. (Universiti Malaysia Terengganu, Malaysia)
3. Prof. Dr. Noriah Bidin (Univ. Teknologi Malaysia)
4. Prof. Dr. Kusminarto (Universitas Gadjah Mada)
5. Prof. Dr. Darminto (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
6. Prof. Dr. Yana Maulana Syah (Institut Teknologi Bandung)
7. Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih., M.Si. (Universitas Airlangga)
8. Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D. (Universitas Airlangga)
9. Prof. Dr. I Nyoman Budiantara (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
10. Dr. Mulyadi Tanjung, M.S. (Universitas Airlangga)
11. Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto. DEA. (Universitas Airlangga)
12. Dr. Nanik Siti Aminah (Universitas Airlangga)
13. Dr. Endang Semiarti (Universitas Gadjah Mada)
14. Mochamad Zakki Fahmi, S.Si,M.Si (Universitas Airlangga)
15. Dr. Miswanto, M.Si. (Universitas Airlangga)
16. Dr. Miratul Khasanah, M.Si. (Universitas Airlangga)
17. Andi Hamim Zaidan, M.Si., Ph.D. (Universitas Airlangga)
18. Dr. Yatim Lailun Nikmah, S.Si., M.Si (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
19. Dewi Hidayati, S.Si., M.Si. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)

Kesekretariatan/ Administrasi:
• Yhosep Gita Yhun. Yhuwana, S.Si.
• Dwi Hastuti, S.T.
• Farid A. Z., S.Kom.
• Joko Ismanto, S.T.
• Zakrotun Nisah S.Si
DAFTAR ISI
Vol. 17, No. 2, Juli 2014

Alfiah Hayati, Rose Ida Ummah, dan PENGARUH KADMIUM TERHADAP STRUKTUR HISTOLOGIS 42
Dwi Winarni INSANG IKAN LELE (Clarias batrachus)

Miftachul Sobirin, Agoes Soegianto, PENGARUH BEBERAPA SALINITAS TERHADAP 46


dan Bambang Irawan OSMOREGULASI IKAN NILA (Oreochormis niloticus)

Febry Wijayani, Ganden Supriyanto, KARAKTERISASI MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER 51


dan Suyanto (MIP) HASIL POLIMERISASI PRESIPITASI SEBAGAI
ADSORBEN KLORAMFENIKOL
Anita Florida Tanik, Miratul ANALISIS RESIDU PROFENOFOS DALAM TANAH SECARA 57
Khasanah, dan Ganden Supriyanto. VOLTAMETRI LUCUTAN MENGGUNAKAN ELEKTRODA
GRAFIT
Lily Arlianti, Muji Harsini dan DEGRADASI ELEKTROKIMIA KUNING METANIL 61
Pratiwi Pudjiastuti MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA KARBON NANOPORI

Khusnul Ain, Deddy Kurniadi, PENINGKATAN KUALITAS CITRA REKONSTRUKSI MELALUI 65


Suprijanto, Oerip Santoso, dan A.P. KOMBINASI CITRA TOMOGRAFI ELEKTRIK DAN AKUSTIK
Wibowo
Y.G. Yhun Yhuwana, E Srimulyani, DETEKSI PERUBAHAN WARNA BAHAN TUMPATAN GIGI 72
Samian, dan Moh. Yasin MENGGUNAKAN METODE PENGOLAHAN CITRA
SEDERHANA

Asri Bekti Pratiwi OPTIMASI PERAMALAN MODEL JARINGAN SARAF RBF- 76


GARCH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA KUNANG-
KUNANG
PENGARUH KADMIUM TERHADAP STRUKTUR HISTOLOGIS
INSANG IKAN LELE (Clarias batrachus)

Alfiah Hayati1*, Rose Ida Ummah, dan Dwi Winarni


Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 Indonesia
*Email : alfiahayati64@yahoo.com

ABSTRACT
This study determined the effect of cadmium (Cd) on the structure of the gills of catfish (Clarias batrachus).
Animals were exposed to 0 (control), 1, 2, and 4 ppm of Cd during 14 days. The results showed that Cd affected the
structure of the gills of catfish, such as edema, hyperplasia, and fusion gill lamela. The gills of control animals
showed the lowest damage (13.9%), where as the level of gill damage of fish exposed to 1, 2, and 4 ppm were 45.7;
71.6; and 82.1% respectively.

Keywords: cadmium, catfish, edema, hyperplasia, gills.

PENDAHULUAN produktivitas dan higienitas komuditas perikanan yang


Pencemaran logam berat merupakan masalah dihasilkan (Darmono, 1995).
yang sangat serius terhadap lingkungan dan ekosistem Terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam
perairan pada saat ini. Semakin banyak logam berat pada ikan, terutama pengaruh toksisitas logam pada
yang terakumulasi dalam perairan maka kehidupan insang. Insang selain sebagai alat pernafasan juga
organisme dalam perairan semakin terganggu termasuk digunakan sebagai alat pengaturan tekanan antara air
ikan yang hidup di perairan tersebut karena dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Insang
mengakumulasi logam berat. Penurunan kualitas merupakan organ pertama yang berhubungan langsung
lingkungan hidup perikanan berdampak pada dengan bahan toksik di perairan, dengan permukaan
penurunan produktivitas dan higienitas komuditas yang luas dan terbuka, maka mengakibatkan bagian ini
perikanan yang dihasilkan. Salah satu penyebab menjadi sasaran utama bagi bahan toksik yang ada di
tercemarnya produk perikanan karena adanya perairan (Wong, 2000). Logam berat masuk ke insang
kandungan logam berat dalam jumlah yang berlebih. melalui lamela pada proses inspirasi ikan lele. Logam
Meningkatnya kadar logam berat di sungai akan berat seperti Cd masuk ke dalam sel insang melalui
mengakibatkan logam berat yang semula dibutuhkan calcium channel di membran sel, akan menyebabkan
untuk proses metabolisme oleh organisme akan terjadinya penurunan/kerusakan aktivitas pompa ion
berubah menjadi racun bagi organisme tersebut kalsium (Ca+), yang selanjutnya akan memicu
(Darmono, 1995). Kadmium (Cd) merupakan salah satu peningkatan aktivitas enzim ATPase. Peningkatan
logam berat yang bila di dalam air tawar berbentuk enzim ATPase dan terganggunya proses difusi oksigen
Cd2+. Toksisitas Cd2+ salah satunya dipengaruhi oleh akibat perlekatan antar lamela insang oleh pengaruh
salinitas air. Bila berada pada salinitas yang rendah, logam berat akan mengakibatkan berkurangnya
maka konsentrasi Cd2+ meningkat. Hal ini berarti pada penyerapan oksigen sebagai sumber ATP di dalam sel
salinitas yang rendah toksisitas Cd2+ akan lebih tinggi insang (Robbins dan Kumar, 1995; Hollis et al., 1999).
daripada salinitas yang tinggi (Rainbow et al., 1995). Penelitian ini dilakukan untuk membahas
Salah satu jenis ikan yang hidup di perairan tentang pengaruh Cd terhadap struktur anatomi insang
tawar adalah ikan lele. Saat ini telah banyak dilakukan ikan lele (Clarias batrachus). Struktur anatomi yang
pembudidayaan ikan lele. Dalam pembudidayaan ikan diamati adalah perubahan yang terjadi pada bagian
lele, media pemeliharaan yang digunakan tidak boleh lamela insang yaitu terjadinya edema, hiperplasia, dam
sembarangan. Tidak sedikit pembudidaya lele yang fusi lamela.
gagal hanya karena salah dalam mengolah air untuk
pemeliharaan lele. Ternyata air yang digunakan dalam METODE PENELITIAN
pemeliharaan lele bukan semata-mata air yang bersih. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
Air pemeliharaannya sebaiknya tidak kesat, tetapi air adalah 24 ekor ikan lele (Clarias batrachus) jantan,
yang telah diendapkan sehingga kulit lele tidak akan usia 2 – 3 bulan, diaklimasi selama 14 hari sebelum
rusak akibat bersentuhan langsung dengan air. Secara percobaan dilakukan. Penelitian ini dibagi dalam empat
umum air yang digunakan untuk memelihara lele bisa kelompok yaitu satu kelompok kontrol (tanpa
berupa air sumur atau air sungai yang telah diendapkan pemberian Cd) dan tiga kelompok perlakuan dengan
sekitar 24 jam (Prasetya, et al., 2013). Melalui pemberian Cd dalam bentuk Cd (NO3)2.4H2O selama
pembudidayaan tersebut, kadmium yang telah banyak 14 hari dengan variasi konsentrasi berturut-turut 1, 2,
mencemari sungai dan air tanah dapat terakumulasi ke dan 4 ppm. Setiap kelompok berisikan enam ekor ikan
dalam tubuh lele. Apabila ikan terpapar oleh kadmium lele yang diletakkan dalam akuarium dengan 20 L
dalam jangka waktu yang cukup lama, maka organ volume air PDAM. Setiap akuarium diberi aerasi dan
pada tubuh ikan dapat mengalami kerusakan, salah pakan yang cukup, sehingga tidak mengganggu
satunya adalah insang. Dan berakibat fatal pada aktivitas ikan.
kematian lele yang menyebabkan penurunan

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 42
Preparasi sampel insang dilakukan dengan berturut-turut (B) 1 ppm, (C) 2 ppm, dan (D) 4 ppm; E=
cara ikan lele dibius dengan menggunakan kloroform, edema lamela, H= hiperplasia lamela, F= fusi lamella
kemudian insang diambil dan difiksasi menggunakan
larutan fiksatif Buffer Neutral Formalin 10%, dengan Hasil rata-rata persentase terjadinya perubahan
metode paraffin, dan pewarnaan Haematoksilin-Eosin. struktur lamela secara menyeluruh (edema, hiperplasia,
Pengamatan histologi insang dilakukan fusi lamela), edema lamela, hiperplasia lamela, dan fusi
menggunakan mikroskop cahaya binokuler dengan lamela insang ikan lele (Clarias batrachus) disajikan
perbesaran 400 kali. Persentase tingkat kerusakan dalam bentuk histogram dapat dilihat pada Gambar 2.
jaringan insang ikan dianalisis berdasarkan terjadinya Pada Gambar 2.A menunjukkan total kerusakan insang
perubahan struktur insang yaitu terjadinya edema akibat pemaparan Cd, sedangkan Gambar 2.B
lamella insang yaitu keadaan dimana terlepasnya sel menunjukkan bahwa kerusakan sel (edema) pada
epitelium lamela dari jaringan di bawahnya; hiperplasia konsentrasi 4 ppm mengalami penurunan jika
yaitu terjadinya peningkatan abnormal dalam jumlah dibandingkan dengan perlakuan 1 dan 2 ppm. Gambar
sel dalam lamela, serta fusi lamella yaitu hilangnya 2.C dan 2.D tampak terjadi peningkatan hyperplasia
struktur lamela sekunder dan rusaknya filamen. dan fusi lamella insang dengan pertambahan
konsentrasi Cd. Adanya peningkatan tersebut karena
HASIL DAN PEMBAHASAN sifat toksisitas Cd pada lamella insang ikan lele.
Pengamatan histologi insang dilakukan dengan Terjadinya penurunan edema pada konsentrasi
cara membandingkan jaringan insang normal dengan 4 ppm tersebut dikarenakan edema lamela yang
jaringan insang yang mengalami perubahan. Hasil berlebih (pada konsentrasi 2 ppm) dapat
pengamatan histologi insang ikan lele (Clarias mengakibatkan terjadinya hyperplasia. Hiperplasia
batrachus) yang terpapar Cd menunjukkan kerusakan diakibatkan oleh edema yang berlebih dapat
meliputi edema, hiperplasia, dan fusi lamela. Gambar menyebabkan sel darah merah keluar dari kapilernya
histologi insang dapat dilihat pada Gambar 1. dan sel lepas dari penyokongnya. Hiperplasia terjadi
karena banyaknya sel yang mengalami kerusakan
sehingga mengakibatkan proliferasi untuk
menggantikan sel yang rusak. Dalam penelitian ini,
kejadian tersebut dibuktikan dengan penurunan edema
pada kelompok perlakuan 4 ppm yang seiring dengan
peningkatan kejadian hiperplasia pada kelompok
perlakuan yang sama (Gambar 2.C)

Gambar 1 Perubahan histologi lamela insang (Pewarnaan HE,


Perbesaran 200x). Lamela insang normal, (B) E= edema
lamela, (C) H= hiperplasia lamela, dan (D) F= fusi lamela

Penelitian ini menggunakan tiga macam


variasi konsentrasi Cd yaitu 1, 2 dan 4 ppm. Kelompok
kontrol tanpa pemberian Cd. Gambar histologi insang
dari kelompok control dan tiga kelompok perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 3. Histogram rerata persentase perubahan anatomi
insang ikan lele (Clarias batrachus). (A) Perubahan Struktur
Lamela secara menyeluruh (edema, hiperplasia, fusi lamela)
(B) Edema, (C) Hiperplasia, (D) Fusi lamela, (K) Kontrol,
(P1) Perlakuan 1 ppm, (P2) 2 ppm, dan (P3) 4 ppm (taraf
signifikansi P<0,05 ; a<b<c<d)

Hiperplasia pada lamela sekunder dapat terjadi


karena terpapar agen fisik atau kimia. Hiperplasia sel
mukus, menempelnya lamela-lamela sekunder, dan
hiperplasia sel epitel sekunder biasanya terjadi sebagai
respon kronis karena paparan agen kimia seperti Cd.
Hiperplasia pada epithelium lamela sekunder pada
umumnya disebabkan proliferasi sel berlebih.
Efek merusak struktur sel dari logam berat
Gambar 2.Struktur anatomi insang ikan lele (Clarias semakin umum ditemukan di biota perairan. Di dalam
batrachus) (Pewarnaan HE, Perbesaran 400x) (A) Lamela sel, logam berat Cd dapat merusak penyerapan Ca2+
insang kelompok kontrol, Lamela insang yang terpapar Cd
karena memiliki kesamaan dalam ukuran ion dan

43 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
muatan. Ion Cd melalui Ca2+ channel membran bagian dalam tubuh organisme maka efek toksiknya pun akan
apikal dapat masuk ke dalam sel epitel dan membuat semakin besar.
interaksi yang kompetitif dengan Ca2+ binding site di Perubahan struktur histologi pada lamela
transport membran basolateral. Peningkatan kadar Cd2+ sekunder insang juga dapat terjadi pada kelompok
secara signifikan dapat mengurangi penyerapan Ca2+ kontrol dengan persentase sebesar 13,72%. Hal ini
dan meningkatkan akumulasi Cd2+ di lamella insang. dapat terjadi dikarenakan kondisi stress yang dialami
Kalsium ATP-ase pada insang memiliki ikan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Harper dan
afinitas 100x lebih tinggi pada Cd2+ daripada Ca2+. Jeffrey (2008), terhadap histopatologi insang ikan
Berdasarkan hal tersebut, aktifitas pompa Ca2+ di Salmon Atlantik (Salmo salar) akibat stress
membran basolateral sangat sensitif terhadap Cd2+ menunjukkan adanya kerusakan pada insang
dalam insang. Selain terjadi penghambatan pompa Ca2+ diantaranya hiperplasia dan lepasnya sel-sel epithelium
di membran basolateral, Cd2+ bisa mengurangi pada lamela.
penyerapan Ca2+ pada insang karena terpapar Cd2+, Menurut Roberts (2001), menyatakan bahwa
memungkinkan Cd2+ juga mengganggu perpindahan faktor yang menyebabkan respon patologi ikan adalah
Ca2+ melalui Ca2+ channel di membran apikal (Verbost konsentrasi oksigen di dalam air yang rendah dan
et al., 1989). Penurunan kecepatan akumulasi Ca2+ di merangsang terjadinya iritan. Akibatnya akan
insang terjadi setelah paparan Cd2+ berkepanjangan. berdampak pada perubahan struktur sel penyusun
Hal ini terjadi karena efek dari penurunan permeabilitas insang di antaranya edema, hiperplasia, dan fusi lamela.
membran apikal pada Ca2+ oleh penghambatan secara Underwood (1992) menyatakan bahwa edema
tidak langsung di Ca2+ channel oleh Cd2+. (pembengkaan) merupakan kondisi dimana
Penghambatan pompa Ca2+ seiring dengan meningkatnya jumlah cairan dalam jaringan. Menurut
peningkatan konsentrasi Ca2+ intraseluler (Verbost et Roberts (2001), edema pada lamela diakibatkan karena
al., 1989). Kelebihan Ca2+ akan menyebabkan terpaparnya polusi bahan-bahan kimia di antaranya
permeabilitas membran berkurang karena perbedaan logam (metal), pestisida, formalin atau hidrogen
gradien konsentrasi. Hal ini akan memicu terjadinya peroksida dengan dosis yang terlalu tinggi, selain itu
peristiwa osmosis. Osmosis merupakan peristiwa juga bisa disebabkan oleh aflatoxikosis nutrisi akut.
berpindahnya air dari suatu tempat yang berkonsentrasi Dalam penelitian ini, terjadinya edema
tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Apabila terjadi disebabkan karena masuknya Cd ke dalam insang yang
osmosis, maka cairan dari luar sel akan masuk ke mengakibatkan sel bersifat iritatif, sehingga sel
dalam sel. Akibat gradien konsentrasi maka akan mengalami pembengkakan. Peningkatan tekanan
mengakibatkan kerusakan membran. Penghambatan hidrostatik cenderung memaksa cairan masuk ke dalam
pompa Ca2+ juga akan mengakibatkan enzim ATPase interstisial sehingga edema dapat terjadi. Edema dapat
aktif. Enzim ATPase berfungsi menghasilkan energi menyebabkan pembengkakan pada jaringan yang
dengan cara menghidrolisis ATP. Sedangkan ATP mengalami peradangan. Kondisi sel dengan jumlah
digunakan untuk transport aktif. Apabila ATPase aktif, cairannya yang meningkat akan mengakibatkan
akan mengakibatkan kurangnya pasokan ATP di sel permeabilitas sel menurun dan perlahan akan hilang
epitel insang sehingga akan berakibat pada kegagalan sehingga sel akan membengkak. Sel yang membengkak
fungsi pompa Ca2+, Na+, dan K+. Kegagalan pompa terus menerus akan mengalami lisis pada dinding sel
tersebut akan meningkatkan jumlah ion Ca2+ dan Na+ di sehingga seluruh organel sel keluar atau biasa disebut
dalam sel sehingga mengakibatkan enzim endonuklease nekrosis.
aktif bekerja. Endonuklease berfungsi untuk memotong Berdasarkan hasil analisis data, pemberian Cd
rantai polipeptida DNA, sehingga ketika enzim dengan variasi konsentrasi berpengaruh secara
endonuklease aktif, maka akan merusak inti sel. Enzim signifikan terhadap kejadian hiperplasia lamela
lain yang aktif ketika Ca2+ berlebih adalah enzim sekunder. Namun pada kelompok perlakuan 1 ppm
phospholipase dan enzim protease. Enzim dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan
phospholipase menghidrolisis phospholipid menjadi perbedaan yang signifikan. Persentase kerusakan pada
asam lemak dan enzim protease bertugas untuk perlakuan 1 ppm dan kontrol masing-masing, yaitu
memecah protein. Penyusun membran sel dan 12,25% dan 7,24%. Hal ini dikarenakan hiperplasia
sitoskeleton lainnya adalah protein. Apabila enzim tidak hanya dapat terjadi karena paparan Cd tapi juga
protease aktif, maka akan mengganggu permeabilitas dapat terjadi pada kelompok kontrol. Hiperplasia dapat
dari membrane sel tersebut. diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang
Pada penelitian ini, hasil pemeriksaan anatomi mempengaruhi kondisi fisiologis ikan, seperti yang
insang ikan lele (Clarias batrachus) menunjukkan dijelaskan oleh Saputra (2013), bahwa hiperplasia pada
adanya perubahan struktur lamela sekunder berupa insang dapat diakibatkan oleh suhu tinggi, sehingga
edema, hiperplasia, dan fusi lamela. Persentase keadaan menyebabkan perubahan struktur sel klorid. Kondisi
insang pada kontrol sebesar 13,9%, sedangkan stress pada ikan juga dapat mengakibatkan kerusakan
perubahan struktur histologi lamela secara menyeluruh pada insang seperti hiperplasia dan lepasnya sel-sel
(edema, hiperplasia, dan fusi) pada kelompok epithelium pada lamela (Harper dan Jeffrey, 2008).
perlakuan 1, 2, dan 4 ppm berturut–turut 46,06%, Selain itu, hiperplasia pada perlakuan 1 ppm telah
71,79%, dan 82,19% (Gambar 2.A). Persentase menyebabkan peningkatan kejadian fusi lamela
perubahan struktur lamela sekunder terus meningkat sekunder pada perlakuan yang sama, sehingga kejadian
seiring tingginya konsentrasi Cd yang terpapar pada fusi lamela sekunder pada 1 ppm lebih besar dengan
insang. Semakin tinggi konsentrasi logam berat di 18,08%, dibandingkan hiperplasia. Seperti yang

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 44
dijelaskan oleh Robert (2001), bahwa hiperplasia Modu, B. M., M. Saiful, M. Kartini, Z. Kasim, M.
terjadi pada tingkat iritasi yang lebih rendah dan Hassan, F. M. Sharharom, Harrison. 2012.
apabila sel mukus yang berada di dasar lamela Effects of Water Quality and Monogenean
meningkat jumlahnya akan mengakibatkan fusi pada Parasite in The Gills of Freshwater Cat Fish,
lamela. Hemibagrus nemurusValenciennes 1840.
Terjadinya fusi lamela ini mengurangi luas Journal of Biological Sciences. Vol 4 (3): hal
permukaan insang dan menyebabkan hilangnya jarak 242-246.
antar lamela akibat dari lamela sekunder yang Prasetya, B. W., dkk. 2013. Belajar dari Kegagalan
berdekatan pada salah satu atau kedua sisi lamela Bisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
primer sehingga mempengaruhi proses respirasi. Rainbow, P.S. Randall DJ, Yang R, Bruner C, 1995.
Adanya sel epitel yang mengalami hiperplasia dan fusi Phisiology, physicochemistry and Metal
pada lamela insang dapat menyebabkan luas pada Uptake-A Crustacean Perspective, Marine
permukaan insang untuk berespirasi berkurang, Pollution Buletin. Vol 31: hal 55-9.
gangguan aliran darah pada insang dan gangguan Robbins, S. L., Ramzi, S.C., V. Kumar. 1995. Pocket
metabolisme tubuh sehingga mengakibatkan kematian Companion to Pathologic Basis of Disease.
ikan (Modu et al., 2012). W. B. Saunders Company. Philadelphia.
Berdasarkan hasil penelitian, kejadian fusi Roberts, R. J. 2001. Fish Pathology. Third Edition. W.
lamela mengalami peningkatan yang signifikan seiring B. Saunders, London, Edinburgh,
dengan semakin tingginya konsentrasi Cd yang Philadelphia, St Louis, Sydney, Toronto.
diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi Saputra, H.M., N. Marusin, dan P. Santoso. 2013.
konsentrasi Cd yang diberikan maka akan semakin Struktur Histologis Insang dan Kadar
besar kerusakan yang dialami oleh insang. Salah satu Hemoglobin Ikan Asang (Osteochilus
faktor yang mempengaruhi toksisitas logam berat hasseltii C.V) di Danau Singkarak dan
adalah tingkat dan lamanya paparan, semakin tinggi Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi
dan lama tingkat paparan logam berat maka akan Universitas Andalas. Vol 2 (2): hal 138-144.
semakin tinggi pula konsentrasi logam berat di dalam Underwood, J. C. E. 1992. General and Systematic
tubuh organisme dan efek toksiknya pun akan semakin Pathology. Churchill Livingstone. New
besar. York.
Verbost, P. M., J. Van R., G. Flik, R. A. C. Lock, and
KESIMPULAN Wendelaar B. 1989. The Movement of
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Cadmium through FreshwaterTrout
kerusakan pada lamela insang ikan lele (Clarias Branchial Epithelium and Its Interference
batrachus) berupa edema, hiperplasia, dan fusi lamela with Calcium Transport. J. exp. Biol. Vol
meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi 145: hal 185–197
kadmium dalam media. Wong, C.K. and M. H. Wong. 2000. Morphological
and Biochemical Changes In The Gills of
DAFTAR PUSTAKA Tilapia (Oreochromis mossambicus) to
Darmono. 1995. Logam dan Sistem Biologi Makhluk Ambient Cadmium Exposure. Aquatic
Hidup. Universitas Indonesia. Jakarta. Toxicology. Vol 48: hal 517 – 527.
Harper, J. and G. Jeffrey. 2008. Morphologic Effects of
the Stess Response in Fish. ILAR Journal.
Vol 50 (4): hal 387-396.
Hollis, Lydia, J. C. McGeer, D. G. McDonald, dan C.
M. Wood. 1999. Cadmium Accumulation,
Gill Binding, Acclimation, And
Physiological Effect During Long Term
Sublethal Cd Exposure In Rainbow Trout.
Journal Aquatic Toxicology. Vol 46: hal 101
– 119.

45 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
PENGARUH BEBERAPA SALINITAS TERHADAP OSMOREGULASI IKAN NILA
(Oreochormis niloticus)

Miftachul Sobirin*1, Agoes Soegianto, Bambang Irawan


Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115
*E-mail: miftachul_sob@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa salinitas terhadap osmoregulasi ikan nila
(Oreochormis niloticus) yang ditentukan dari kapasitas osmoregulasi dan profil proteinnya. Hewan uji yang
digunakan adalah ikan nila dengan panjang rata-rata 11,05 ± 0,14 cm yang telah diaklimasi selama tujuh hari.
Setelah tahap aklimasi, ikan nila diberi perlakukan pada salinitas yang berbeda yaitu 0 ppt, 5 ppt, 10, ppt dan 15 ppt
selama tujuh hari. Uji kapasitas osmoregulasi ditentukan dari selisih antara tekanan osmotik plasma darah ikan nila
dan tekanan osmotik media, sedangkan untuk profil protein digunakan sampel insang ikan nila dan diuji
menggunakan metode elektroforesis dengan SDS-PAGE. Hasil uji ANAVA satu arah menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan (p < 0,05) kapasitas osmoregulasi akibat perlakuan salinitas yang berbeda dan uji profil protein
menghasilkan pita-pita protein yang berbeda antar setiap perlakuan. Sesuai dengan hasil, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan salinitas berpengaruh terhadap kapasitas osmoregulasi dan profil protein pada ikan nila.

Kata kunci: Oreochormis niloticus, salinitas, kapasitas osmoregulasi, profil protein

PENDAHULUAN bahwa proses osmoregulasi di dalam kedua jenis


Ikan nila dengan nama ilmiah Oreochromis Crustacea tersebut mengalami perubahan seiring
niloticus (Linnaeus 1758) (Dep. Water Affairs and dengan perubahan salinitas.
Forestry, 2006) diklasifikasikan ke dalam famili Berdasarkan kedua penelitan tersebut,
Cichlidae dengan keragaman jenis spesies lainnya perubahan salinitas sangat berpengaruh terhadap
seperti Oreochromis mosambicus dan Ikan Nila kondisi fisiologis yang ada di dalam tubuh hewan
Larasati (Lawson dan Anetekhai, 2011). Nila adalah akuatik, ikan nila merupakan salah satu hewan akuatik
salah satu jenis ikan konsumsi air tawar merupakan yang mampu mentoleransi perubahan salinitas.
jenis ikan pemakan segalanya (omnivora) berupa Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini
hewan dan tumbuhan seperti zooplankton, Rotifera sp, dapat memberikan informasi mengenai perubahan
dan Daphnia sp, serta alga atau lumut (Amri dan proses osmoregulasi pada ikan nila yang dipelihara
Khairuman, 2003; Figueredo et al., 2005). pada beberapa salinitas, serta dapat digunakan sebagai
Berdasarkan cara hidupnya nila digolongkan acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang perubahan
jenis ikan euryhaline, yaitu ikan yang dapat hidup pada proses osmoregulasi pada ikan nila.
toleransi salinitas tinggi sehingga penyebaran Proses osmoregulasi yang diamati pada
habitatnya di perairan cukup luas meliputi sungai, penelitian ini berupa nilai kapasitas osmoregulasi dan
danau, waduk, rawa-rawa, dan air payau (Pramono, perubahan profil protein insang ikan nila yang di
2006). Penyebaran habitat yang cukup luas dan khususkan pada protein Na+ / K+ -ATPase. Pemilihan
kemampuannya hidup pada toleransi salinitas dengan insang sebagai organ yang diamati dikarenakan insang
rentang yang luas tersebut tentunya akan berpengaruh merupakan organ respirasi yang mengalami kontak
terhadap beberapa proses fisiologis di dalam tubuh ikan langsung dengan bahan pencemar dan berperan dalam
nila, salah satunya adalah proses osmoregulasi (Kim et proses pertukaran ion dan air saat proses osmoregulasi
al., 1998). Osmoregulasi sendiri adalah suatu sistem (Soegianto et al.,1999; Sunarto, 2012).
homeostasis pada ikan atau udang untuk menjaga
keseimbangan konsentrasi osmotik antara cairan intra METODE PENELITIAN
sel dan ekstra selnya (Pramono, 2006). Osmoregulasi Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
dinyatakan dengan nilai kapasitas osmoregulasi yaitu Pembenihan dan Pelayanan Terpadu Fakultas Ilmu
perbedaan antara tekanan osmotik pada plasma darah Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya untuk
(ikan) atau tekanan osmotik pada hemolimfe perlakuan terhadap ikan nila. Sedangkan untuk
(Crustacea) dengan tekanan osmotik media (Cambell et melakukan uji kapasitas osmoregulasi di lakukan di
al., 2002). Labolatorium Ekologi dan uji perubahan profil protein
Penelitian mengenai perubahan salinitas di lakukan di Labolatorium Gizi Fakultas Kesehatan
terhadap proses osmoregulasi hewan akuatik sudah Masyarakat Universitas Airlangga.
banyak dilakukan, salah satunya yang dilakukan oleh
Munawwaroh, (2013) dan Silvia et al. (2010). Alat dan Bahan
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengamati proses Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila
osmoregulasi pada hewan akuatik yaitu Crustacea jenis (O. niloticus) dengan umur rata-rata 1 – 1,5 bulan,
Macrobrachium sintangense dan Farfantepenaeus ukuran 10 - 12 cm, dan berat 15- 20 g/ekor. Media uji
subtilis yang dipelihara pada beberapa salinitas yang yang digunakan berasal dari PDAM dan air laut.
berbeda. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 46
antara lain: air laut yang diencerkan dengan konsentrasi Tabel 1. Rerata hasil pengukuran tekanan osmotik.
0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt, PBS pH 7,4; Buffer ekstrak; Media Plasma Kapasitas
Keteranga
Larutan Bradford; aquabidest, Arcylamid-bis (30% T, Salinitas (rerata darah nila osmoregulasi
n
± SD) (rerata ± SD) (rerata ± SD)
2,67% C); 1,5 M Tris-HCl, pH 8,8; 0,5 Tris-HCl, pH 31 ±
366,2 ± 8,76 hiper-KO
6,8; Sample buffer pH 6,8; 10% SDS; Running buffer 0 ppt
0,00 335,2 ± 8,76
199 ±
(Tris base 2 g; SDS 1g; glycine 14,4 pH 8,3), SDS 5 ppt
0,00
331,4 ± 22,07 132,4 ± 22,07 hiper-KO
10%, TEMED, APS 10%, silver staining, dan asam 334 ±
10 ppt 351,6 ± 13,05 17,6 ± 13,05 hiper-KO
asetat 10%. Sedangkan alat yang digunakan antara lain: 0,00
546 ±
aquarium, bak plastik, aerator, jaring, pipet, pipet 15 ppt
0,00
416,8 ± 48,78 -129,2 ± 48,78 hipo-KO
volume berukuran 5,5ml, syringe, penggaris labu ukur
100ml, termometer, DO meter, pH meter, micro-
osmometer, mortals, pestle, shaker, tabung Eppendorf,
sentrifuse, gelas beker, micro pipet 100-1000 μL, plate,
elektroforesis, container, power supply, refrigerator,
dan kamera.

PROSEDUR PENELITIAN
Sampel ikan nila diaklimasi selama tujuh hari
dengan bantuan aerator untuk penyediaan oksigen dan
diberi makan berupa (pellet) pada lima hari pertama,
kemudian sebanyak 10 ekor ikan nila dipaparkan pada Gambar 1 Grafik perbandingan tekanan osmotik media dan
media uji dengan salinitas 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt. tekanan osmotik plasma darah ikan nila
Selama tujuh hari masa pemaparan, dilakukan
pengukuran kualitas air media berupa pH, suhu, dan
DO. Setelah tujuh hari pemaparan, darah dari ikan nila Setelah diketahui data tekanan osmotik ikan
yang masih hidup diambil pada daerah jantung dan media, maka kapasitas osmoregulasi ikan nila
menggunakan syringe 1 mL, plasma darah didapatkan dapat diukur yaitu dengan cara menghitung selisih
dengan cara mensentrifugasi darah yang sudah antara tekanan osmotik plasma darah ikan nila dan
didapatkan dengan kecepatan 3000 rpm selama tiga tekanan osmotik media (Cambell et al., 2002) (Tabel
menit. Setelah itu, tekanan osmotik plasma darah 1). Berdasarkan hasil analisis data selisih antara
diukur menggunakan micro-osmometer. Nilai kapasitas tekanan osmotik ikan nila dengan tekanan osmotik
osmoregulasi diukur dengan cara menghitung selisih media pada salinitas 0 ppt, 5 ppt, dan 10 ppt tekanan
antara tekanan osmotik media dan tekanan osmotik osmotik ikan nila lebih besar dibandingkan nilai
plasma darah ikan nila (Cambell et al., 2002). tekanan omsotik media sehingga kapasitas
Selain pengambilan darah, untuk menganalisis osmoregulasinya bernilai positif hal ini berarti tekanan
profil protein dilakukan pengambilan lembaran insang osmotik ikan nila bersifat hiper-Kapasitas
yang diambil pada bagian kiri dan kanan pada ikan nila, Osmoregulasi (hiper-KO) terhadap media (Tabel 1).
tahap awal dari analisis profil protein adalah Sedangkan pada kondisi salinitas 15 ppt tekanan
melakukan ekstraksi protein pada insang, hasil osmotik ikan nila lebih lebih kecil dibandingkan nilai
ekstraksi protein diuji menggunakan metode tekanan omsotik media sehingga kapasitas
elektroforesis dengan SDS-PAGE, hasilnya berupa osmoregulasi bernilai negatif. Hal ini berarti tekanan
pita-pita protein. Penanda atau marker protein yang osmotik ikan nila bersifat hipo kapasitas osmoregulasi
digunakan berjumlah lima macam protein standar (hipo-KO) terhadap media (Tabel 1).
dengan kisaran berat molekul antara 45 kDa hingga 205 Data selanjutnya adalah perubahan profil
kDa. Identifikasi berat molekul setiap perlakuan protein insang ikan nila yang dapat dilihat pada
dilakukan dengan cara pengukuran secara manual yaitu Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat dilihat penanda atau
dengan melihat marker yang sudah teridentifikasi berat marker protein yang digunakan berjumlah lima macam
molekul. Hasil kapasitas osmoregulasi di analisis protein standar dengan kisaran berat molekul antara 45
menggunakan ANAVA satu arah dengan taraf kDa hingga 205 kDa. Berat molekul masing-masing
ketelitian α = 0,05. Sedangkan untuk perubahan profil pita penanda protein adalah 205 kDa (Myosin), 116
protein pada insang ikan nila dianalisis secara kDa (β Galactosidase), 97 kDa (Phosphorylase), 66
deskriptif. kDa (Bovine Serum Albumin), 45 kDa (Ovalbumin).
Identifikasi berat molekul setiap perlakuan dilakukan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan cara pengukuran secara manual yaitu dengan
Data utama pada penelitian salah satunya melihat marker yang sudah teridentifikasi berat
adalah tekanan osmotik plasma darah ikan nila dan molekulnya. Hasil perhitungan berat molekul setiap
media, rerata hasil pengukuran tekanan osmotik ikan perlakuan ditampilkan menggunakan tabel yang tersaji
dan media dapat dilihat pada Tabel 1 dan secara grafik pada Tabel 2.
dapat dilihat pada Gambar 1.

47 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
Munawwaroh, (2013) dan Silviaet al. (2010).
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jenis hewan
akuatik yaitu Crustacea jenis Macrobrachium
sintangense dan Farfantepenaeus subtilis tekanan
osmotik di dalam tubuhnya meningkat seiring dengan
peningkatan salinitas media. Hasil yang sama juga
didapatkan oleh Vonck, (1999) pada ikan jenis
Platichthys flesus yang diukur tekanan osmotik plasma
darahnya meningkat dengan peningkatan salinitas.
Peningkatan tekanan osmotik tersebut berkaitan dengan
mekanisme osmoregulasi yang dilakukan oleh ikan nila
dan hewan akuatik lainnya agar terjadi keseimbangan
ion dan air di dalam tubuh ikan nila. Hal inilah yang
menyebabkan tekanan osmotik di dalam tubuh ikan nila
meningkat, yang mana fungsi meningkat dan
menurunnya tekanan osmotik tersebut dikendalikan
Gambar 2. Gel elektroforesis protein insang ikan nila pada oleh sel epitel kaya akan mitokondria yang berada di
salinitas yang berbeda dalam insang ikan nila (Lin et al., 2003).
Setelah diketahui pengaruh tekanan osmotik
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh plasma darah ikan nila dan media terhadap adanya
bahwa tekanan osmotik plasma darah ikan nila beberapa salinitas, pembahasan dilanjutkan dengan
berbanding lurus dengan tekanan osmotik media yaitu melihat pengaruh beberapa salinitas terhadap kapasitas
semakin tinggi salinitas maka tekanan osmotik media osmoregulasi (hiper-KO dan hipo-KO) ikan nila.
dan tekanan osmotik plasma darah ikan nila juga Berdasarkan data tersebut didapatkan hasil bahwa
semakin tinggi (Gambar 1).Salinitas media semakin tinggi salinitas mengakibatkan kapasitas
diekspresikan dalam bentuk tekanan osmotik media dan osmoregulasinya menjadi menurun. Penurunan
merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh kapasitas osmoregulasi tersebut dikarenakan adanya
dalam kehidupan organisme akuatik seperti ikan nila cekaman lingkungan berupa peningkatan salinitas
(Munawwaroh, 2013). Tingginya tekanan osmotik sehingga untuk mempertahankan kestabilan air dan ion
media terhadap salinitas yang tinggi tersebut di dalam tubuhnya ikan nila melakukan osmoregulasi
dikarenakan terjadi peningkatan konsentrasi ion-ion dengan cara membuang air dan menghemat garam pada
terlarut seperti Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium saat lingkungan disekitar ikan nila bersalinitas rendah
(Ca2+), Klorida (Cl-), Sulfat (SO42-), dan Bikarbonat (air tawar) dan secara total dapat berubah menjadi
(HCO3-) (Effendy, 2003). Oleh karena itu, semakin membuang garam dan menghemat air pada saat
besar jumlah ion yang terkonsentrasi di dalam air, lingkungan disekitar ikan nila bersalinitas tinggi (air
maka tingkat salinitas dan kepekatan osmolar larutan laut/air payau) (Pramono, 2006). Hal ini dilakukan ikan
semakin tinggi, sehingga tekanan osmotik media nila untuk mempertahankan sistem keseimbangan
semakin membesar (Yusri, 2007). Hal tersebut antara cairan tubuh dan cairan media dengan
didukung oleh penelitian dari Munawwaroh, (2013) konsekuensi energi yang dikeluarkan oleh ikan nila
yang hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi untuk mencapai keseimbangan tersebut juga sangat
salinitas maka tekanan osmotik media juga semakin besar (Fujaya, 2004).
membesar. Pada salinitas 0 ppt, 5 ppt, dan 10 ppt
Tabel 2. Berat Molekul Protein Insang ikan nila pada pada kapasitas osmoregulasi ikan nila bersifat hiper-KO dan
salinitas pada salinitas 15 ppt bersifat hipo-KO. Pada kondisi
Salinitas 0 Salinitas 5 Salinitas 10 Salinitas 15 hiper-KO atau hipo-KO energi yang digunakan untuk
ppt ppt ppt ppt proses osmoregulasi sangat besar sehingga porsi energi
160 160 150 160 untuk pertumbuhan akan semakin kecil (Holliday,
110 110 110 55 1969). Rendah atau tingginya hiper-KO dan hipo-KO
104 104 104 52 disebabkan oleh dua faktor, pertama yakni aktivitas
82 82 82 50
59 59 59 36 enzim Na+ / K+ -ATPase dan transport aktif ion serta
52 52 52 27 pertukaran dari ion osmoefektor (Che Mat, 1987).
48 48 50 18 Sedangkan pada kondisi iso-KO ikan nila sama sekali
36 5 36 5 tidak melakukan proses osmoregulasi sehingga porsi
27 27
18 18 energi hanya digunakan untuk pertumbuhan dan
9 5 perkembangan dari ikan nila saja. Hal ini didukung
5 oleh penelitian yang dilakukan oleh El-Zaeem et al.,
Ket : (+ merah: Na+ / K+-ATPase subunit α; + hijau : Na+ / (2010) pada kondisi melakukan osmoregulasi energi
K+-ATPase subunit β; + Biru: metallothionein) yang dibutuhkan oleh ikan nila sangat besar sekitar 20-
50% dari total energi dan pada kondisi iso-KO energi
Selain tekanan osmotik media, semakin yang dibutuhkan sangat sedikit. Pada penelitian ini
tingginya salinitas, juga mengakibatkan tekanan kondisi yang mendekati iso-KO dapat ditemukan pada
osmotik plasma darah ikan nila semakin tinggi. salinitas 10 ppt yaitu dengan nilai kapasitas
Fenomena tersebut sama dengan apa yang diteliti oleh osmoregulasi 17.6 yang mendekati nilai nol (0). Hal ini

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 48
didukung dengan hasil ekspresi pita protein Na+ / K+ - Na+/K+ ATPase dalam berbagai jaringan dan
ATPase yang tipis pada salinitas 10 ppt. meregulasi atau mengatur proses pertukaran ion yang
Berdasarkan data dan hasil analisis profil terjadi, sedangkan subunit α terletak pada
protein didapatkan bahwa terdapat sejumlah pita transmembrane sel yang berfungsi pada hidrolisis ATP
protein yang memiliki ketebalan berbeda-beda. Protein dan transportasi ion Na+..
yang memiliki ketebalan dan intensitas warna yang Na+ / K+ -ATPase dapat berubah konsentrasi
lebih besar dibandingkan protein lain dan selalu ada di atau jumlahnya ketika terjadi perubahan salinitas
setiap variaetas disebut protein mayor (Wijaya dan disekitar lingkungan hewan akuatik (Andriani, 2013).
Rahman: 2005). Pernyataan tersebut sama dengan Pada penelitian ini Enzim Na+/K+ ATPase dapat
pernyataan yang dikatakan oleh Sunarto, (2011) yaitu ditemukan pada semua perlakuan. Pada salinitas 0 ppt,
ketebalan pita protein pada dasarnya dapat dibedakan 5 ppt, dan 10 ppt enzim Na+/K+ ATPase dari subunit α
menjadi dua, yaitu pita yang tebal dan tipis. Pita yang dan subunit β terekspresi kedua-duanya yaitu pada
tebal menunjukkan bahwa kandungan protein tersebut berat molekul 110 kDa dan 104 kDa (subunit α) dan 59
besar atau konsentrasinya besar sedangkan pita yang kDa dan 52 kDa (subunit β). Sedangkan pada salinitas
tipis menunjukkan bahwa kandungan proteinnya enzim Na+/K+ ATPase terekspresi hanya dari subunit β
sedikit. saja.
Pada penelitian ini pita protein mayor atau Menurut Geering, (2008) terdapat fungsi yang
protein yang mempunyai kandungan besar misalkan berbeda antara subunit α dan subunit β dari enzim
terdapat pada pita dengan berat molekul 5 kDa pada Na+/K+ ATPase.subunit α cenderung berperan terhadap
semua perlakuan yang menunjukkan penebalan pita proses hidrolisis ATP dan transportasi ion Na+
protein sedangkan yang lainnya cendrung betipe minor sedangkan subunit β berperan dalam pematangan
yaitu kandungan proteinnya sedikit misalkan terdapat struktural dan fungsional dari enzim Na+/K+ ATPase
pada pita dengan berat molekul 110 kDa dan 104 kDa dalam berbagai jaringan dan meregulasi atau mengatur
pada perlakuan dengan salinitas 0 ppt dan 10 ppt. proses pertukaran ion yang terjadi. Sehingga dalam hal
Berdasarkan hasil perhitungan berat molekul ini peranan dari subunit β enzim Na+/K+ ATPase sangat
pada Tabel 2. terdapat perbedaan ekspresi protein yang besar oleh karena itu keberadaannya masih
muncul pada setiap salinitasnya, perbedaan tersebut dipertahankan oleh ikan nila meskipun saat kondisi
dikarenakan adanya pengaruh salinitas yang lingkungan menguntungkan (salinitas 15 ppt). Subunit
menyebabkan gangguan pada biokatalis reaksi-reaksi α yang berperan dalam hidrolisis ATP dan transportasi
kimia dalam tubuh ikan nila (Santoso,2008). Misalkan ion Na+ pada kondisi lingkungan dengan salinitas 15
pada salinitas 5 ppt dan 15 ppt terjadi beberapa ppt tidak terekspresi, hal ini dikarenakan pada kondisi
pengurangan jenis protein hal ini dikarenakan adanya tersebut ikan nila hanya aktif mengeluarkan ion dalam
proses denaturasi protein yang menyebabkan protein tubuhnya melalui sistem (Lantu, 2010).
mengalami deformasi sehingga molekul protein dapat
terpecah-pecah dan membentuk monomer-monomer KESIMPULAN
yang tidak lagi berfungsi seperti mestinya (Fitriawan, Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat
2010). disimpulkan bahwa,
Pada penelitian ini terdapat protein khusus 1. Ada perbedaan kapasitas osmoregulasi ikan nila (O.
yang diamati yaitu Na+ / K+ -ATPase. Penelitian Na+ / niloticus) yang dipelihara pada salinitas berbeda
K+ -ATPase pada organisme akuatik sudah banyak yaitu 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, dan 15 ppt. Semakin
dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh Lin et al., tinggi salinitas maka nilai rerata kapasitas
(2003) yang meneliti tentang Na+ / K+ -ATPase pada osmoregulasi semakin menurun.
ikan bandeng (Chanos chanos) yang dipelihara pada 2. Ada perbedaan profil protein pada insang ikan nila
beberapa jenis media dan Tang et al., (2012) yang (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas
meneliti tentang Anguilla japonica yang diadaptasikan berbeda yaitu 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, dan 15 ppt.
pada beberapa salinitas untuk diketahui respon enzim
Na+ / K+ -ATPasenya. SARAN
Na+/ K+ ATPase merupakan protein yang 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
berperan penting dalam regulasi ion dan keseimbangan perlakuan salinitas yang lebih tinggi besar (pada
air dengan memompa ion Na+ ke insang, dan prosesnya jenis ikan nila Haline) untuk mengetahui kapasitas
secara langsung berkaitan dengan osmoregulasi yang osmoregulasinya lebih lanjut.
dilakukan oleh organisme akuatik (Towle, 1981) 2. Perlu dilakukan pengujian protein yang lebih
sehingga beberapa peneliti meyakini bahwa Na+ / K+ - spesifik yaitu protein NA+/K+ ATPase misalnya
ATPase merupakan protein yang berperan dalam proses dengan uji protein Western blot.
osmoregulasi di dalam tubuh hewan akuatik khususnya
ikan nila. Na+/ K+ ATPase memiliki berat molekul UCAPAN TERIMA KASIH
sekitar 100 kDa dari katalitik subunit α dan yang lebih Ucapan terimakasih saya tujukan kepada
kecil dengan berat molekul sekitar 55 kDa dari kedua pembimbing, Agoes Soegianto dan Bambang
glikosilasi subunit β (Mercer, 1993). Perbedaan antara Irawan yang telah membimbing saya dalam penelitian
Subunit α dan subunit β dari Na+/ K+ ATPase, Subunit ini. Beberapa dosen dari Universitas Hang Tuah,
β mempunyai bentuk glikoprotein yang berhubungan Nuhman Usman yang telah membantu saya dalam
dengan interaksi ekstraselular dan mempunyai fungsi penelitian dan teman-teman serta kedua orang tua yang
dalam pematangan struktural dan fungsional dari enzim selalu memberikan dukungan dan do’a.

49 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
DAFTAR PUSTAKA Munawwaroh, Anita, 2013, Adaptasi Osmoregulasi
Andriani, Riska. 2013. Pengaruh Salinitis dan Udang Regang (Macrobrachium sintangense
Kadmium terhadap Kapasitas Osmoregulai (de Man)) pada Salinitas yang Berbeda,
Udang Regang (Macrobrachium Tesis, Universitas Airlangga
sintangense). Tesis. Universitas Airlangga Pramono, S. Bambang, 2006, Efek Konsentrasi
Amri, Khoirul dan Khairuman, 2003, Budidaya Ikan Kromium (Cr+3) dan Salinita Berbeda
Nila secara Intensif, PT Agro Media, Jakarta terhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan untuk
Cambell, Neil, A., Reece, Jane, B dan Mitchell, L. G., Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
2002, Biologi: edisi 3 jilid 3, Erlangga, Niloticus ), Tesis, Pascasarjana Universitas
Jakarta Diponegoro Semarang.
Department: Water Affairs and Foresty, 2006, Nile Santoso, 2008, Protein dan Enzim, Yayasan Farmasi
Tilapia (Oreochromis niloticus), Republic of Indonesia, Yogyakarta
South Africa Silvia, E., Nathalia, C., Marcelo, S., Roberta, S., Silvio,
Che Mat, C.R. 1987, Kajian ekofisiologis dan biokimia P., 2010, Effect of salinity on survival,
Macrobrachium rosenbergii dan growth, food and haemolymph osmolality of
hubungannya dengan akuakultur, Universitas the pink shrimp Farfantepenaeus subtilis
Kebangsaan Malaysia. Kuala Lumpur. Hal. (Perez-furnante,1967), J Aquaculture, 306 :
260-273. 352-356
Effendy, H., 2003, Telaah Kualitas Air, Kanisius, Soegianto, Agoes., Charmantier-Daures, M., Trilles,
Yogyakarta Jean Paul dan Charmantier, Guy., 1999,
Figueredo, C. Cleber dan Giani, Alessandra, 2005, Impact of cadmium on the structure of gills
Ecological interactions between Nile tilapia and epipodites of the shrimp Penaeus
(Oreochromis niloticus, L.) and the japonicas (Crustasea: Decapoda), Aqua
phytoplanktonic community of the Furnas living resour. Vol 12 Page 57-70
Reservoir (Brazil), Freshwater Biology Sunarto., 2012, Kadmium (Cd) Heavy Metal Pollutant
(2005) 50, 1391–1403 Bioindicator with Microanatomy Structure
Fitriawan, Fuad. 2010. Analisis Perubahan Gill Analyses Of Anodonta Woodiana, Lea,
Mikroanatomi dan Variasi Pola Pita Isozim Jurnal Ekosains Vol. IV No. 1
pada Insang dan Ginjal Kerang Air Tawar Sunarto., 2011, Karakteristik Pola Pita Protein
Anodonta woodiana terhadap Paparan Anodonta Woodiana Lea Akibat Terpapar
Logam Berat Kadmium. Tesis. Universitas Logam Berat Cadmium (Cd), Jurnal
Sebelas Maret Surakarta. Ekosains. Vol. III No. 1
Geering, Kathi, 2008, Functional roles of Na,K-ATPase Tang, Cheng-Hao. Lai, Dong-Yang. Lee, Tsung-Han,
subunits, Curr Opin Nephrol Hypertens 2012, Effects of salinityacclimation on Na
17:526–532 +/K+–ATPase responses and FXYD11
Holliday F.G.T., 1969, The Effect of Salinity on The expression in the gills and kidneys of the
Eggs and Larvae of Teleostei. Di dalam: Japanese eel (Anguilla japonica), Comp.
Hoar WS and Randall DJ, editor. Fish Biochem. Physiol., A
Physiology, vol. I. Academic Press, New Towle, D.W., 1981, Role of Na+-K+-ATPase in ionic
York. hlm. 293-309. regulation by marine and estuarine animals,
Kim, W. S., Kim, J. M., Kim, M. S., Park, C. W dan Marine Biologi Letters. 2: 107-122.
Huh, H. T., 1998, Effects of Sudden Yusri, M. K., 2007, Pengaruh Osmotik pada Berbagai
Changes in Salinity on Endogenous Tingkat Salinitas Media terhadap Vitalitas
Rhythms of the Spotted Sea Bass Kepiting Bakau (Scylla olivacea) Betina,
Lateolabrax Sp., Marine Biology Vol 131 Ejournal umm, Vol. 14 No. 1
Page 219-228 Vonck, A.P.M.A., 1999, Effects of estuarin e
Lantu, Sartje. 2010. Osmoregulasi pada Hewan conditions on cadmium toxicity and
Akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan osmoregulatory performance in fish,
Vol VI Disertasi. Katholieke Universiteit Nijmegen.
Lawson, E.O. dan Anetekhai, M.A., 2011, Salinity Wijaya. S.K.S dan Rohman, L., 2005, Fraksinasi dan
Tolerance and Preference of Hatchery Karakterisasi protein Utama Biji Kedelai,
Reared Nile Tilapia, Oreochromis niloticus Fakultas MIPA Universitas Jember
(Linneaus 1758), Asian Journal of
Agricultural Sciences 3(2): 104-110
Lin, Y.M., Chen, C.N dan Lee, T.H., 2003, The
expression of gill Na, K-ATPase in milkfish,
Chanos chanos, acclimated to seawater,
brackish water and fresh water, Comparative
Biochemistry and Physiology Vol 135 Page
489–497
Mercer, R., 1993, Structure of the Na,K-ATPase, Int.
Rev.Cytol. Vol 137C, Page 139–168

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 50
KARAKTERISASI MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER (MIP) HASIL POLIMERISASI
PRESIPITASI SEBAGAI ADSORBEN KLORAMFENIKOL

Febry Wijayani*, Ganden Supriyanto, Suyanto


Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Indonesia
*Email : ganden-s@fst.unair.ac.id

ABSTRAK
Adsorben yang berbasis molecularly imprinted polymer (MIP) yang disintesis dengan teknik presipitasi dapat
meningkatkan selektivitas preparasi sampel dan memudahkan sampel yang berupa kloramfenikol untuk dianalisis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan MIP menggunakan monomer metil metaakrilat yang sintesis
dengan metode presipitasi, sebagai adsorben yang sesuai dengan kloramfenikol. Kinerja adsorben diuji dengan
kinetika adsorpsi, adsorpsi isotermal dan kapasitas adsorpsi pada MIP terhadap analit CAP. Terbentuknya MIP
dapat dikarakterisasi dengan uji FT-IR, SEM dan BET. MIP dibuat dengan cara mencampurkan MMA, EGDMA,
kloroform, CAP dan benzoil peroksida, kemudian dielusi dengan Soxhlet. MIP yang diperoleh berbentuk mesopori
diketahui dari uji BET, diperoleh permukaan yang heterogen dari uji SEM. MIP yang terbentuk ditinjau dari FT-IR
dengan hilanganya puncak pada bilangan gelombang 1527,52 cm-1 yang merupakan gugus nitro. Dengan kondisi
optimum waktu 105 menit, pH 6 dan suhu 60 °C.

Kata kunci : MIP, kloramfenikol, presipitasi, karakterisasi

PENDAHULUAN chromatography tandem mass spectrometry


Kloramfenikol adalah antibiotik yang (LC/MS/MS) metode ini mempunyai sensitivitas dan
digunakan untuk mengobati penyakit serius pada spesifikasi yang tinggi, namun sampel yang dideteksi
manusia, dan diberikan pada hewan sebagai tambahan harus memiliki kemurnian tinggi (Yang, dkk, 2011).
pangan. Penggunaan kloramfenikol secara berlebihan Enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) untuk
dapat menyebabkan gangguan sumsum tulang, anemia kloramfenikol telah dibuat dan diaplikasikan dalam
aplastik, gray baby syndrome, dan leukemia. (Eckert, analisis makanan. Meskipun ELISA lebih sensitif,
2006; Yuan, 2012; Yan, 2012; Liu, dkk, 2010). murah, dan waktu penggunaan cepat, akan tetapi
European Commission telah mendefinisikan batas preparasi sampel dan pembacaan data instrumen relatif
minimum dayaguna yang dibutuhkan (minimum rumit (Yuan, dkk, 2012). High-performance liquid
required performance limit (MRPL)) untuk chromatography (HPLC) merupakan metode analisis
kloramfenikol dalam makanan pada sumber hewan yang menguntungkan untuk menentukan jumlah renik
pada level 0,3 µg kg-1 (Commission Decision senyawa organik. (Haginaka, 2002; Xu, 2010). HPLC
2003/181/EC). Namun, karena harganya yang murah ini sering digunakan dalam analisis bioseparation
dan efektifitas antibiotik yang konsisten, penggunaan dengan menggunakan MIP.
kloramfenikol secara ilegal masih terjadi (Chen dan Li, Mena, dkk, 2002 mendeskripsikan bahwa MIP
2013). Akibatnya residu bahan kimia tersebut banyak sesuai sebagai adsorben pembersih dan prekonsentrasi
terakumulasi dalam produk akuakultur yang merupakan kloramfenikol untuk SPE, pada penelitiannya
komoditi ekspor. Oleh karena itu, dalam beberapa menggunakan dietilaminoetilmetakrilat (DAM) sebagai
tahun terakhir, udang ekspor dari negara-negara Asia monomer fungsional, menunjukkan deteksi
Tenggara telah menghadapi kesulitan dalam memenuhi kloramfenikol dengan gelombang voltametri
standar keamanan makanan yang ada pada negara- sedangkan, pada penelitian Schirmer dan Meisel dan
negara pengimpor (Hassan, dkk, 2013). Jumlahresidu Thongcai, dkk menggunakan asam metakrilat (MAA)
kloramfenikol yang sangat sedikit dalam sampel sebagai monomer fungsional untuk membran pada
makananperlu dipastikan tidak akan berbahaya bagi SPE. Pada penelitian ini menggunakan asam
kesehatan manusia, dimana residu kloramfenikol ini metilmetakrilat sebagai monomer fungsional yang
terdapat dalam udang (Chullasat, dkk, 2011). Oleh mempunyai gugus sama dengan asam metakrilat namun
karena itu, perlu dikembangkan metode analisis untuk memiliki perbedaan pada gugus metil dalam MMA.
menentukan kadar kloramfenikol dalam udang. Pendapat dari beberapa peneliti polimerisasi presipitasi
Penentuan kadar pada turunan amphenicol, merupakan salah satu metode yang mudah dan sesuai
yaitu kloramfenikol dalam daging hewan untuk memperoleh MIP microsphere dengan
membutuhkan metode pemisahan. Gas karakteristik yang diinginkan. Metode polimerisasi
chromatography (GC) digunakan untuk pemisahan dan presipitasi ini berdasarkan pada percampuran larutan
kuantifikasi pada residu antibakterial dengan deteksi polimer (template, monomer dan crosslinker) dengan
yang selektif dan sensitif namun, dilakukan tahapan adanya jumlah porogen yang lebih banyak
derivatisasi terlebih dahulu dengan trimetilsilasi yang dibandingkan dengan metode polimerisasi bulking yang
diperlukan untuk memperoleh antibiotik yang sesuai. sejenis (Chaco, dkk, 2003). Beberapa penelitian
Teknik electron impact-gas chromatography/mass menggunakan MIP sebagai adsorben kloramfenikol
spectrometry (EI–GC/MS) tidak sesuai untuk deteksi dengan polimerisasi secara bulking dan suspensi, oleh
kadar kloramfenikol sebesar < 2 µg/kg karena kurang karena itu pada penelitian ini menggunakan
sensitif dan selektif (Liu, dkk, 2010). Liquid polimerisasi secara presipitasi untuk mendapatkan

51 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
partikel microspheres dan tidak merusak struktur
polimer.
Pada penelitian ini MIP, NIP dan polimer
kontrol dipolimerisasi dengan teknik presipitasi pada Pembuatan sintesis MIP
sistem batch. Karakterisasi MIP dianalisis dengan Sintesis MIP menggunakan teknik
menggunakan FT-IR, SEM dan uji pori BET. Uji polimerisasi presipitasi dengan tahapan sebagai berikut:
optimasi waktu, pH dan suhu pada MIP. dicampurkan template CAP (5 mmol; 1,615 g) dengan
monomer metilmetakrilat (MMA) (20 mmol; 2,13 mL)
METODE PENELITIAN dalam botol kaca dan didiamkan berkontak selama 5
Bahan penelitian menit. Kemudian ditambahkan crosslinker (EGDMA,
100 mmol; 18,5 mL), inisiator (benzoil peroksida, 10
Kloramfenikol (CAP) (Gambar 1) dari Merck
mmol; 5 mL) dan porogen (kloroform 600 mL).
(Jerman), etilen glikol dimetakrilat (EGDMA) dari
Campuran dialiri dengan gas N2 selama 5 menit dan
Sigma Aldrich (Singapura), metilmetakrilat (MMA)
tabung gelas ditutup rapat dalam kondisi tersebut.
(Gambar 1)dari Merck (Jerman), benzoil peroksida,
Polimerisasi dilakukan dalam water bath thermostated
kloroform, metanol dari Merck (Jerman), akuades,
pada suhu 65 0C selama 24 jam. Polimer yang
asam asetat, air steril dari Otsuka Corp. Semua bahan
terbentuk disaring dan dicuci beberapa kali dengan
yang digunakan pro analisis.
O akuades. Setelah itu molekul template dihilangkan
HO Cl dengan ekstraksi Soxhlet dengan campuran
methanol:asam asetat (1:1) selama 12 jam, sehingga
O
diperoleh MIP. MIP dicuci dengan akuades,
NH Cl
dikeringkan dan disimpan. Polimer kontrol dibuat
N dengan cara yang sama tanpa penambahan template,
O sedangkan NIP dibuat dengan cara yang sama tanpa
OH proses ekstraksi CAP (Cacho, dkk, 2004).
(a)
Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch
Penentuan waktu optimum
CH2
Larutan kerja CAP dibuat seri dengan
OCH3 konsentrasi 4,0 ppm sebanyak 10 mL. Kemudian
larutan tersebut dipindahkan ke dalam beaker gelas 30
H3C mL, lalu ditambahkan MIP sebanyak 50 mg. Setelah itu
O dilakukan variasi waktu (15, 45, 60, 90, 105, 135, 150
dan 180 menit) pada pH netral dan suhu ruang. Setelah
(b)
dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan,
larutan disaring dan dianalisis menggunakan HPLC.
Gambar 1. Struktur Kloramfenikol (a) dan metilmetakrilat Dari perbedaan konsentrasi larutan CAP sebelum dan
(b) sesudah proses adsorpsi, jumlah CAP yang terikat pada
polimer dapat dihitung menggunakan persamaan
Alat penelitian berikut
𝑉(𝐶0 − 𝐶𝑒 )
Neraca analitik, pengaduk magnetik, water q= (1)
𝑚
bath thermostated, hotplate, termometer, pH meter,
dimana q adalah kapasitas adsorpsi (mg/g), V adalah
ekstrasi Soxhlet, High Performance Liquid
volume larutan (L), C0adalah konsentrasi awal larutan ,
Chromatography (HPLC)Perkin Elmer (kolom C-18
Ceadalah konsentrasi larutan setelah proses adsorpsi
reversed-phase; detektor UV-Vis; dengan eluen
dan madalah massa MIP yang digunakan (g). Perlakuan
metanol:air (v/v 55:45) panjang gelombang 273 nm;
yang serupa juga dilakukan untuk konsentrasi larutan
waktu retensi 6 menit; laju alir 1μL/menit; tekanan 2,5
kerja 8,0 dan 12,0 ppm. Sebagai pembanding dilakukan
x 10 kg/cm3;volume sampel 80 – 100 μL), spektra
juga penentuan waktu optimum menggunakan polimer
NIP, MIP dan kloramfenikol diperoleh menggunakan
kontrol
Fourier-Transform Infra-Red spectroscopy (FT-IR)
Shimadzu-1800, karakterisasi morfologi polimer
Penentuan pH optimum
menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM),
Larutan kerja CAP 4,0 ppm dengan pH yang
uji adsorpsi – desorpsi N2 menggunakan Brunauer–
berbeda-beda (5,0; 6,0; 7,0; 8,0 dan 9,0) masing-
Emmett–Teller (BET) Quantachrome Nova Station A.
masing dibuat sebanyak 10 mL pada waktu optimum
105 menit dan suhu ruang. Setelah itu masing-masing
Pembuatan larutan induk CAP larutan dipindahkan kedalam beaker gelas 30 mL
danditambahkan dengan MIP sebanyak 50 mg.
Larutan induk CAP 1000 ppm dibuat dengan
Adsorpsi dilakukan menggunakan waktu optimum
melarutkan 0,1000 gram CAP ke dalam 100 mL
yang telah didapatkan. Kemudian larutan disaring dan
metanol dan disimpan pada suhu 4 °C. Pembuatan
dianalisis menggunakan HPLC. Perlakuan yang serupa
larutan dalam berbagai konsentrasi dilakukan dengan
juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja 8,0 dan
mengencerkan larutan induk.

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 52
12,0 ppm. Sebagai pembanding dilakukan juga karena terdapat puncak pada bilangan gelombang 1527
penentuan pH optimum menggunakan polimer kontrol cm-1.

Penentuan suhu optimum


Larutankerja CAP 4,0 ppm dibuat seri
sebanyak 10 mL pada waktu optimum 105 menit dan
pH optimum 6. Kemudian masing-masing larutan
dipindahkan ke dalam vial berpenutup karet, lalu
ditambahkan dengan MIP sebanyak 50 mg. Setelah itu
untuk setiap vial dilakukan adsorpsi pada suhu yang
berbeda menggunakan waktu optimum. Variasi suhu
yang digunakan adalah 30, 40, 50, 60 dan 70 °C.
Kemudian larutan disaring dan dianalisis mengguakan
HPLC.Perlakuan yang serupa juga dilakukan untuk
konsentrasi larutan kerja 8,0 dan 12,0 ppm. Sebagai
pembanding dilakukan juga penentuan suhu optimum
menggunakan polimer kontrol

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sintesis MIP
Pada penelitian ini polimerisasi MIP yang
dilakukan adalah menggunakan metode presipitasi.
Metode ini berbeda dengan bulking yang mudah namun Gambar 2. Polimerisasi MIP
merusak struktur karena dilakukan penggerusan,
presipitasi dilakukan dengan cara yang hampir sama Pada Gambar 4 menunjukkan terdapat
dengan bulking tapi tidak dilakukan penggerusan dan perbedaan dari MIP dan NIP. Perbedaan tersebut
menggunakan pelarut yang lebih banyak (Cacho, dkk, ditunjukkan pada bilangan gelombang 1527,52 pada
2004). Penelitian ini menggunakan metode polimerisasi spktrum NIP yang merupakan gugus nitro yang
presipitasi, yang dilakukan dengan mencampurkan terdapat pada kloramfenikol yang masih terdapat dalam
template kloramfenikol dengan monomer asam polimer yang diperoleh, sedangkan MIP tidak memiliki
metilmetakrilat (MMA). Reaksi terbentuknya polimer gugus nitro dikarenakan kloramfenikol yang tercetak
antara monomer fungsional dengan template terjadi telah terelusi, sehingga MIP yang diperoleh merupakan
secara in situ pada interaksi non kovalen. Perlakuan ini cetakan untuk kloramfenikol. MIP yang diperoleh
berguna untuk terbentuk interaksi ikatan hidrogen digunakan untuk mengadsorpsi analit. Pada MIP, NIP
antara kloramfenikol dengan MMA, dimana interaksi dan kloramfenikol terdapat kesamaan pada daerah C-O
terjadi pada gugus amina dan alkohol. Tahap ini alkohol strech didaerah 1047,27 cm-1 untuk MIP,
disebut dengan tahap pre-polimerisasi. Mekanisme 1049,2 cm-1 untuk NIP dan 1071 cm-1 untuk
sintesi MIP ini ditunjukkan pada Gambar 2 (Simon, kloramfenikol. Gugus C= O strech ditunjukkan pada
2005; Kamel, 2013; Komiyama, dkk, 2003). Terdapat daerah 1700 cm-1. C-H strech sp2 pada daerah kurang
pula crosslinker, yaitu EGDMA bereaksinya campuran dari 3000 cm-1. Untuk MIP dan polimer kontrol
dengan crosslinker disebut tahap kopolimerisasi, memiliki kesamaan spektrum dimana tidak terdapat
inisiator benzoil peroksida dan porogen kloroform. gugus nitro pada kloramfenikol didalamnya, perbedaan
Pada proses ini, template mudah untuk dihilangkan yang lebih menonjol diantara keduanya dapat dilihat
setelah polimerisasi dengan ekstraksi sederhana. dari morfologinya.
Interaksi non kovalen ini cocok untuk obat yang
mengandung gugus polar seperti, hidroksil, karboksil,
amino dan amida. Sehingga terbentuk cetakan molekul
kloramfenikol pada polimer yang telah disintesis.
Polimer kontrol dibuat dengan cara yang sama tanpa
penambahan template, sedangkan NIP dibuat dengan
cara yang sama tanpa proses ekstraksi kloramfenikol
(Cacho, dkk, 2004; Komiyama, dkk, 2003).
Gambar 3. Spektrum FT-IR NIP dengan kloramfenikol
Karakterisasi MIP, NIP dan Polimer Kontrol
Hasil FT-IR
Gambar 3 merupakan spektrum FT-IR antara
NIP dengan kloramfenikol, dari spektrum tersebut
menunjukkan adanya kesamaan antara NIP dengan
kloramfenikol dimana bilangan gelombang 1550 cm-1
yang mengindikasikan adanya gugus nitro, hal ini
berarti bahwa pada NIP masih mengikat kloramfenikol
Gambar 4. Spektrum FT-IR NIP dengan MIP

53 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
Hasil analisis BET dan SEM
Penentuan luas permukaan dan struktur pori
dari suatu sampel secara spesifik diamati dengan
metode BET (SBET). Pada Gambar 5 dapat dilihat
bahwa isoterm adsorpsi nitrogen sampel menunjukkan
pola yang serupa antara MIP dan polimer kontrol,
melihat dari grafik yang terbentuk merupakan golongan
IV. Pada grafik terlihat bahwa P/P0 = 0 yang teradsorb
sangat sedikit dan daerah monolayer belum penuh.
Terjadi peningkatan P/P0 menunjukkan bahwa adsorpsi
gas telah menjenuhi daerah monolayer dan muali (a)
terjadi adsorpsi multilayer, tetapi jumlah yang
teradsorp tidak terlalu banyak, sehingga slope yang
diperoleh kecil. Adanya pori pada permukaan padatan
akan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan
pada adsorbat dan terjadi fenomena kondensasi kapiler,
dimana akan terbentuk loop histerisis. Pada penelitian
ini loop histerisis terlihat sangat kecil, dimana hal ini
menunjukkan sedikit perbedaan jumlah jumlah nitrogen
yang terdesorpsi dengan yang teradsorpsi. Karakteristik
mesopori tersebut juga didukung dengan data distribusi
ukuran pori menggunakan metode BJH (Barret, Joiner,
Halenda) yang diperoleh teramati kenaikan yang
signifikan pada grafik distribusi ukuran pori pada jari-
jari pori sekitar 15-30 Å, yang menunjukkan bahwa
terdapat pori meso pada MIP dan polimer kontrol, hal (b)
ini dapat dilihat pada Tabel 1 (Prasetyoko, dkk, 2010).
Diperoleh diameter pori sebesar 30,52 Å pada MIP dan
30,606 Å pada polimer kontrol, maka material ini dapat Gambar 6. Hasil SEM dari (a) MIP dan (b) Polimer Kontrol
digolongan ke dalam mesopori karena nilai diameter
porinya lebih dari 2 nm. Hasil dari uji SEM pada Optimasi Variabel Uji
permukaan MIP dan polimer kontrol menunjukkan Optimasi dilakukan pada tiga konsentrasi
bahwa terbentuk rongga yang heterogen, namun pada yaitu, 4,0; 8,0 dan 12,0 ppm sebagai rerata bawah,
polimer kontrol permukaan yang tebentuk lebih tidak tengah, dan atas.
beraturan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 6.
Optimasi waktu
Tabel 1. Luas permukaan, volum dan diameter pori Optimasi waktu dilakukan untuk mengetahui
Luas Diameter waktu optimum MIP dan polimer kontrol mengadsorb
Material Volum pori
permukaan pori analit. Lama waktu penjerapan mempengaruhi kapsitas
MIP 7,754 m²/g 0,014 cc/g 30,52 Å adsorpsi (Q) yang diperoleh. Hubungan antara waktu
dan kapasitas adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 7.
Polimer
5,443 m²/g 0,010 cc/g 30,606 Å Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin lama waktu
Kontrol
kontak untuk mengadsorb semakin meningkat pula
kapasitas adsorbsinya. Variabel waktu kontak dibuat
dengan selisih 15 dan 30 menit, hal ini dilakukan untuk
mengetahui kondisi jenuh dan kesetimbangan yang
terjadi pada adsorben. Kondisi jenuh terlihat pada
menit ke-90 dan mengalami kesetimbangan pada menit
ke-105 hingga 180. Hasil yang diperoleh dari grafik
tersebut adalah waktu optimum yang digunakan dalam
penelitian ini terjadi pada menit ke-105. Gambar 7
menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak untuk
Gambar 5. Grafik isoterm adsorpsi-desorpsi N2 pada MIP dan mengadsorb semakin meningkat pula kapasitas
polimer kontrol adsorbsinya. Hasil yang diperoleh dari grafik tersebut
adalah waktu optimum yang digunakan dalam
penelitian ini terjadi pada menit ke-105.

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 54
Gambar 9. Grafik optimasi suhu MIP dan polimer kontrol

KESIMPULAN
Gambar 7. Grafik optimasi hubungan waktu MIP yang disintesis dengan metode presipitasi
dengan kapasitas adsorpsi pada MIP, NIP dan polimer dapat digunakan sebagai adsorben yang sesuai untuk
kontrol pada konsentrasi 4,0; 8,0 dan 12,0 ppm kloramfenikol. Adsorben MIP dibentuk dengan
menggunakan pendekatan non kovalen, menghasilkan
Pada Gambar 7 pada optimasi 12 ppm terdapat adsorben mesopori dengan permukaan heterogen
grafik kapasitas adsorpsi NIP, yang terlihat semakin karena polimer membentuk agregasi. Besarnya
menurun tiap waktunya. Hal ini dimungkinkan terjadi kapasitas adsorpsi kloramfenikol pada MIP dalam
leaching, karena template yang masih terdapat dalam sistem batch yang diperoleh 1,6198 mg/g. Dengan
NIP ikut terlarut dalam larutan kloramfenikol, dimana optimum waktu 105 menit, pH 6 dan suhu 60°C. Pada
template dan monomer yang terbentuk secara penelitian ini diperoleh mesopori sedangkan pembuatan
pendekatan non kovalen mempunyai ikatan yang cukup MIP menggunakan teknik presipitasi seharusnya
lemah, sehingga mudah sekali melepas (Komiyama, menghasilkan mikropori. Oleh karena itu, disarankan
dkk, 2003). Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak untuk mengkaji kembali metode yang diperoleh,
menggunakan NIP melainkan polimer kontrol sebagai monomer dan porogen yang digunakan agar didapatkan
pembanding dari MIP. polimer dengan mikropori.

Optimasi pH DAFTAR PUSTAKA


Cacho, C., Turiel, E., Esteban, A. M., Conde, C. P.,
Variabel pH ini berpengaruh terhadap aktivitas Cámara, C., 2004, Characterisation And
respon MIP sebagai adsorben. Ditinjau dari Gambar 8 Quality Assessment Of Binding Sites on a
adsorpsi maksimal terjadi pada pH 6 untuk konsentrasi Propazine-Imprinted Polymer Prepared by
4,0; 8,0 dan 12,0 ppm pada larutan kloramfenikol yang Precipitation Polymerization, Journal of
berarti adsorpsi terjadi dalam kondisi asam. Pada pH di Chromatography B, 802: 347–353
bawah pH 6 menunjukkan afinitas yang rendah, karena Chen,L., dan Li, B., 2013, Magnetic Molecularly
pada kondisi asam terjadi protonasi pada gugus aktif Imprinted Polymer Extraction of
polimer oleh banyaknya proton, sedangkan bila pH Chloramphenicol from Honey, Food
terlalu tinggi proses protonasi berkurang dan sisi Chemistry, 02.085
muatan negatif meningkat maka tingkat adsorpsi Chullasat, K., Kanatharana, P., Limbut, W., Numnuam,
semakin bertambah (Yusof, dkk, 2010). A., dan Thavarungkul, P., 2011, Ultra Trace
Analysis of Small Molecule by Label-Free
Optimasi Suhu Impedimetric Immunosensor Using
Diperloeh grafik pada Gambar 9 yaitu, suhu Multilayer Modified Electrode, Biosensors
optimum terjadi pada 60 0C pada MIP dan polimer and Bioelectronics, 26: 4571– 4578
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dalam reaksi ini Eckert, P., 2006, Chloramphenicol A Survey of
kemungkinan terjadi reaksi endotermik, yaitu Chloramphenicol in Imported Crab Meat,
penyerapan kalor dalam sistem yang diperlukan sangat Food Policy and Programs Branch Public
tinggi sehingga, adsorpsi maksimal terjadi pada suhu Health, South Australia
tinggi. Haginaka, J., 2002, HPLC-Based Bioseparations Using
Molecularly Imprinted Polymers,
Bioseparation,10: 337–351
Hassan, M.N., Rahman, M., Hossain, M.B., Hossain,
M.M., Mendes, R., Nowsad, A.A.K.M.,
2013, Monitoring the Presence of
Chloramphenicol and Nitrofuran Metabolites
in Cultured Prawn, Shrimp and Feed in the
Southwest Coastal Region of Bangladesh,
Egyptian Journal of Aquatic Research, 39:
Gambar 8. Grafik optimasi pH pada MIP dan polimer kontrol 51–58
Kamel, A.H., 2013, Preparation and Characterization of
Innovative Selective Imprinted Polymers for
the Removal of Hazardous Mercury

55 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
Compounds From Aqueous Solution, Life Xu, Z., Fang, G., dan Wang, S., 2010, Molecularly
Science Journal, 10 (4): 1657-1664 Imprinted Solid Phase Extraction Coupled to
Komiyama, M., Takeuchi, T., Mukawa, T., and High-Performance Liquid Chromatography
Asanuma, H., 2003, Molecularly Imprinting for Determination of Trace Dichlorvos
: from Fundamentals to Applications, Wiley- Residues in Vegetables, Food Chemistry,
VCH, Weinheim 119: 845–850
Liu, W.L., Lee, R.J., Lee, M.R., 2010, Supercritical Yan, L., Luo, C., Cheng, W., Mao, W., Zhang, D., dan
Fluid Extraction In Situ Derivatization for Ding, S., 2012, A Simple and Sensitive
Simultaneous Determination of Electrochemical Aptasensor For
Chloramphenicol, Florfenicol and Determination of Chloramphenicol in Honey
Thiamphenicol in Shrimp, Food Chemistry, Based on Target-Induced Strand Release,
121: 797–802 Journal of Electroanalytical Chemistry, 687
Mena, ML, Martinez-Ruiz P, Reviejo AJ, dan : 89–94
Pingarron JM, 2002, Molecularly Imprinted Yang, S.Y., Ho, C.S., Lee, C.L., Shih, B.Y., Horng,
Polymers For On-Line Preconcentration By H.E., Hong, C.Y., Yang, H.C., Chung, Y.H.,
Solid Phase Extraction of Pirimicarb In Chen, J.C., Lin, T.C., 2011,
Water Samples. Anal Chim Acta, 451:297– Immunomagnetic Reduction Assay on
304. Chloramphenicol Extracted from Shrimp,
Prasetyoko, D., Hamid, A., Fansuri, H., dan Hartanto, Food Chemistry, 131: 1021–1025
D., 2010, Sintesis ZSM-5 Mesopori Dengan Yuan, M., Sheng, W., Zhang, Y., Wang, J., Yang, Y.,
Metode Pemeraman Dan Kristalisasi: Zhang, S., Goryacheva, I.Y., dan Wang, S.,
Pengaruh Waktu Kristalisasi, Seminar 2012, A Gel-Based Visual Immunoassay for
Rekayasa Kimia Dan Proses, 1411-4216 Non-Instrumental Detection of
Simon, R., 2005, Molecular Recognition and its Chloramphenicol in Food Samples,
Underlying Mechanisms in Molecularly Analytica Chimica Acta, 751: 128– 134
Imprinted Polymers, University of Yusof, N.A., Beyan, A., Haron, J., and Ibrahim, N.A.,
Louisiana, Lafayette 2010, Synthesis and Characterization of a
Thongchai, W., Liawruangath, B., Liawruangath, S., Molecularly Imprinted Polymers for Pb2+
dan Greenway, G.M., 2010, A Microflow Uptake Using 2-vinylpyridine as the
Chemiluminescence System for Complexing Monomer, Sains Malaysiana,
Determination of Chloramphenicol in Honey 39 (5): 829-835
with Preconcentration Using a Molecularly
Imprinted Polymer, Talanta, 82: 560–566

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 56
ANALISIS RESIDU PROFENOFOS DALAM TANAH SECARA VOLTAMETRI LUCUTAN
MENGGUNAKAN ELEKTRODA GRAFIT

Anita Florida Tanik*1,2, Miratul Khasanah3, Ganden Supriyanto3


1
Program Studi S2 Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
2
SMA Seminari Lalian, Atambua, NTT
3
Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo, Surabaya
*E-mail: anita.tanik@yahoo.com

ABSTRACT
This study aimed to determine the ability of stripping voltammetry using graphite electrodes in analyzing
profenofos. In this study, profenofos was accumulated at 0,3 V (V, vs Ag/AgCl) for 60 seconds at pH 5. Subsequently,
the optimum conditions were used to analyze profenofos 10 ppb. The study yielded a correlation coefficient (r) of
calibration curve of 0,9967; precision between of 95,69 – 99,14%; sensitivity of 32,64 µA/ppb; detection limit of
0,0038 ppb and accuracy of 94 – 115%.

Keywords : profenofos, graphite electrodes, voltammetry

PENDAHULUAN diterapkan. Metode ini dapat menganalisis sampai


Profenofos adalah salah satu pestisida tingkat renik baik untuk logam maupun non logam.
golongan organophosphat (OP), merupakan pestisida Metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi, limit
toksik akut (toksik kelas II) seperti yang ditetapkan deteksi yang rendah serta waktu analisisnya cepat.
oleh world health organization (WHO) (Diab dkk, Metode voltammetri yang digunakan dalam penelitian
2012).Efek yang ditimbulkan akibat kontaminasi ini adalah voltammetri lucutan.
profenofos pada seseorang adalah menghambat Parameter yang dipelajari dalam penelitian ini
asetilkolinesterase dalam tubuh orang tersebut sehingga meliputi, variasi pH, potensial deposisi dan waktu
terjadi akumulasi asetilkolin. Asetilkolin yang ditimbun deposisi. Selanjutnya dilakukan uji validitas metode
dalam susunan syaraf pusat akan mengakibatkan tremor yang meliputi linieritas kurva kalibrasi, presisi,
dan kejang-kejang. Dalam sistem syaraf autonom, sensitivitas, limit deteksi dan akurasi. Keterpakaian
akumulasi ini akan menyebabkan diare, myosis, metode diuji dengan cara mengaplikasikannya untuk
peningkatan intensitas buang air kecil, diaforesis, analisis profenofos pada sampel tanah dan ditentukan
pendarahan pada hidung, mata dan saliva (Alegantina recovery metode. Mekanisme reaksi pada permukaan
dkk, 2005). elektroda dipelajari secara voltammetri siklik.
Kadar residu pestisida yang diijinkan terdapat
pada suatu sampel sangat rendah. Untuk profenofos, METODE PENELITIAN
batas residu maksimumnya dalam tanah adalah 0,05 Bahan Penelitian
ppm (Harsanti dkk, 2013), sehingga perlu adanya Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian
metode analisis yang memiliki sensitivitas yang tinggi ini adalah profenofos (Sigma), asam asetat glasial
dan limit deteksi yang rendah untuk dapat menentukan (Merck), natrium asetat trihidrat (Merck), natrium
kadar residu profenofos dalam sampel tanah. hidrogenfosfat dihidrat (Merck), natrium
Metode analisis profenofos yang umum dihidrogenfosfat dihidrat (Merck) dan etanol (Merck).
digunakan adalah kromatografi. Pizzutti dkk (2009) Semua bahan kimia yang digunakan memiliki
menggunakan metode ekstraksi yang dikombinasi kemurnian pro analisis. Air yang digunakan adalah
dengan liquid chromatography – mass spectrometry ultra high pure (UHP). Sampel yang digunakan adalah
(LC-MS) untuk analisis profenofos dalam kacang tanah yang diambil dari suatu lahan pertanian bawang
kedelaimenghasilkan recovery 65,3% dan LOQ 50 μg di daerah Pacet, Mojokert, Jawa Timur.
kg-1. Harsanti dkk (2013) menggunakan kromatografi Alat-alatPenelitian
gas dengan detektor ECD (electron capture detector) Peralatan yang digunakan pada penelitian ini
untuk analisis profenofos pada sampel tanah. Yang dkk adalah seperangkat peralatan voltammetri 797 VA
(2012) juga melakukan analisis profenofos pada sampel Computrace (Metrohm) dengan 3 buah elektroda yakni
tanah menggunakan tandem DLLME (dispersive elektroda kerja grafit, elektroda pembanding Ag/AgCl
liquid–liquid microextraction) – kromatografi dan elektroda pembantu Pt. Peralatan lain yang
gasdandiperoleh limit deteksi5 × 10−4 𝑝𝑝𝑚. Analisis digunakan adalah pipet mikro, pH meter, wadah
profenofos dengan metode kromatografi ini sampel, pengaduk magnetik, peralatan gelas dan
membutuhkan waktu yang relatif lama, terutama untuk timbangan analitik.
preparasi sampel.
Pada penelitian ini dilakukan analisis ProsedurPenelitian
profenofos pada sampel tanah secara voltammetri Optimasi parameter analisis
menggunakan elektroda grafit. Metode voltammetri Larutan profenofos dengan konsentrasi 10 ppb
adalah teknik elektrokimia yang didasarkan pada digunakan untuk optimasi parameter analisis yang
pengukuran arus (i) sebagai fungsi potensial yang terdiri atas potensial deposisi -1 V sampai +1 V dengan

57 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
interval 100 mV. Rentang potensial yang dipilih
tersebut karena profenofos merupakan senyawa organic
dimana memiliki rentang potensial yang lebar; pH
larutan 3,5 sampai 8; waktu deposisi 30 sampai 210
detik. Kemudian dibuat kurva hubungan antara arus
puncak dengan tiap parameter tersebut dan ditentukan
kondisi optimumnya (Wang, 2000).

Pembuatan kurva standar profenofos


Dibuat larutan standar profenofos 0,01; 0,02; Gambar 1. Kurva hubungan arus puncak dengan pH larutan
profenofos
0,03; 0,04 dan 0,05 ppbdengan pH 5dari larutan kerja
profenofos 0,5 ppm. Selanjutnya sebanyak 25 mL dari
masing-masing larutan standar tersebut dianalisis
menggunakan metode voltammetri lucutan dengan
potensial deposisi optimum dan waktu deposisi
optimum. Untuk masing-masing konsentrasi dilakukan
pengulangan pengukuran sebanyak 3 kali. Kemudian
dibuat kurva hubungan arus puncak dengan konsentrasi
profenofos dan ditentukan persamaan regresi liniernya
seperti persamaan 1.
y = a + bx (1)
Dimana y = arus puncak, a = intersep, b = slope, x =
konsentrasi larutan standar profenofos (Miller and
Miller, 2010). Gambar 2. Voltammogram profenofos 10 ppb pada potensial
deposisi 0,3 V; pH 5 dan waktu deposisi 60 detik.
Mekanisme reaksi pada permukaan elektroda grafit
Pada penelitian ini, mekanisme reaksi
profenofos pada permukaan elektroda grafit dipelajari Gambar 2. menunjukkan bahwa terjadi
dengan cara menganalisis larutan profenofos 10 ppb peningkatan arus untuk setiap kenaikan waktu deposisi
secara voltammetri siklis pada berbagai laju pindai (υ) walaupun peningkatan tersebut kecil. Hal tersebut
yaitu 30, 60, 90, 120 dan 150 mV/detik. Dari karena semakin lama waktu deposisi semakin banyak
voltammogram yang diperoleh, diketahui arus puncak analit yang dapat mencapai permukaan elektroda kerja
(ip) dan potensial puncak (Ep) lucutan profenofos. sehingga analit dalam larutan hampir habis terdeposisi.
Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara ip terhadap υ Persamaan Faraday (persamaan 2) menjelaskan adanya
1/2
dan Ep terhadap log υ, serta ditentukan/diramalkan hubungan antara waktu deposisi dan konsentrasi analit
mekanisme reaksi profenofos pada permukaan yang terdeposisi pada permukaan elektroda kerja
elektroda (Gosser, 1993). (Wang, 2000).
𝑖𝑙. 𝑡𝑑
𝐶𝑒 = . (2)
𝑛.𝐹
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jika kadar analit sangat rendah akan
Optimasi parameter analisis
membutuhkan waktu deposisi yang lebih lama, begitu
Larutan profenofos dengan konsentrasi 10 ppb
juga sebaliknya. Namun pada penelitian ini
dianalisis secara voltammetri untuk menentukan
menunjukkan kenaikan nilai arus yang tidak terlalu
potensial deposisi optimum, pH optimum dan waktu
berbeda signifikan pada rentang waktu deposisi 60
deposisi optimum. Hasil yang diperoleh adalah
sampai 210 detik. Hal tersebut disebabkan elektroda
potensial deposisi 0,3 V; pH 5 dan 60 detik. Penentuan
telah jenuh oleh analit sehingga bertambahnya waktu
nilai optimum tiap optimasi parameter analisis tersebut
deposisi tidak sejalan dengan kenaikan arus karena
didasarkan pada bentuk voltammogram yang paling
elektroda kerja mempunyai kapasitas dalam
bagus dibanding dengan lainnya walaupun nilai arus
menampung analit sehingga transfer analit akan
bukan yang tertinggi Bufer yang ditambahkan dalam
terhenti walaupun masih ada sisa analit dalam larutan
analisis tersebut berupa bufer asetat untuk variasi pH
(Wang, 2000).
larutan mulai 3,5; 4 dan 5 serta bufer fosfat untuk pH 6;
7 dan 8.Bufe rtersebut berfungsi sebagai elektrolit
pendukung yang diperlukan sebagai penyangga pH
larutan agar selalu tetap serta untuk meningkatkan
sensitivitas elektroda kerja terhadap analit.

Gambar 3. Kurva standar profenofos

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 58
Tabel 1. Data validitas metode analisis berkisar antara 94% sampai dengan 115%, Berdasarkan
pada rentang keberterimaan menurut Association of
Parameter Nilai Keterangan
Official Analytical Chemistry (AOAC) maka nilai
Konsentrasi 0,01 – akurasi pada penelitian ini dapat diterima karena untuk
Linieritas r = 0,9967
0,05 ppb
3,02; 4,31; 0,86; Konsentrasi 0,01 – tingkat konsentrasi 1 ppb rentang keberterimaan
Presisi 2
1,06; 2,63% 0,05 ppb akurasi adalah 40-120%× (Traverniers, 2004).
Konsentrasi 0,01 – 3
Sensitivitas 32,64
0,05 ppb
Tabel 2. Data perbandingan parameter validasi menggunakan
Konsentrasi 0,01 – MetodeVoltammetri dengan Metode DLLME – GC dan
Limit deteksi 0,0038 Metode SWAdSV
0,05 ppb
115; 94; 95; 102; Konsentrasi 0,01 – Metode Metode Metode
Akurasi Parameter
101 0,05 ppb Voltammetri* DLLME - GC SWAdSV

Presisi 0,86 – 4,31% 4,17% 9,5%


Linieritas kurva kalibrasi profenofos dikatakan Sensitivitas 32,64 μA/ppb
baik karena harga koefisien korelasi mendekati 1 Limit
0,0038 ppb 5 × 10−4 𝑝𝑝𝑚
(Miler and Miler, 2010) dan diterima secara statistik deteksi
karena nilai thitung> ttabel dimana diperoleh nilaithitung = Akurasi 94 – 115%
21,58 sedangkan nilaittabel = 3,18. * metode yang dikembangkan dalam penelitian ini
Nilai limit deteksi padaTabel 1 menunjukkan
bahwa kadar analit profenofos terkecil yang masih bisa Mekanisme Reaksi pada Permukaan Elektroda
terdeteksi dengan baik menggunakan elektroda grafit Grafit
adalah 0,0038 ppb. Harga limit deteksi yang diperoleh Mekanisme reaksi pada permukaan elekroda
ini bernilai sangat kecil, sehingga dapat diaplikasikan grafit dipelajari dengan cara menganalisis larutan
untuk menganalisis residu profenofos dalam sampel profenofos 10 ppb secara voltammetri siklis dengan
tanah yang mana kadar profenofos dalam sampel riil berbagai nilai laju pindai (υ) yaitu 30, 60, 90, 120 dan
umumnya berkisar antara0,001 ppm sampai dengan 150 mV/detik. Dari berbagai laju pindai tersebut
0,157 ppm (Irie, 2008). diperoleh data arus puncak (ip) dan potensial puncak
Nilai akurasi yang diperoleh untuk analisis (Ep) yang selanjutnya dibuat kurva ip terhadap υ1/2 dan
profenofos pada tiap konsentrasi menunjukkan adanya Ep terhadap log υ. Data yang diperoleh ditampilkan
kedekatan kadar yang diperoleh dari hasil analisis pada Tabel2. Voltammogram yang dihasilkan
terhadap kadar sebenarnya. Hal itu disebabkan dari tiap ditampilkan pada Gambar 4.
konsentrasi larutan standar profenofos nilai akurasi

Tabel 3. Data arus puncak (ip) dan potensial puncak (Ep) pada analisis profenofos secara voltammetri dengan berbagai laju pindai
Laju pindai ipa ipc ipa/ ipc Epa Epc ∆𝑬𝒑
υ1/2 Log υ
(mVs-1) (µA) (µA) (µA) (Volt) (Volt)
30 5,47 1,47 9,58 4,75 2,01 0,35 -0,27 0,62
60 7,74 1,77 11,02 8,36 1,32 0,40 -0,37 0,77
90 9,48 1,95 12,16 12,87 0,94 0,48 -0,42 0,9
120 10,95 2,07 12,36 15,47 0,79 0,57 -0,48 1,05
150 12,24 2,17 13,71 16,97 0,81 0,59 -0,49 1,08

Dengan keterangan ∆Ep merupakan selisih


pada potensial puncak,Epc merupakan potensial puncak
katodik dan Epa merupakan potensial puncak anodik.
Pemisahan potensial puncak digunakan pada penentuan
jumlah elektron (n), dan menunjukkan kriteria apakah
perilaku reaksi mengikuti hukum Nernst (Wang, 2000).
Gambar 5. menunjukkan bahwa perubahan
kecepatan pindai akan berdampak pada nilai arus yang
terukur. Semakin besar kecepatan pindai maka semakin
besar arus yang dihasilkan (Riyanto, 2012). Reaksi
kimia yang terjadi pada degradasi profenofos dalam
Gambar4. Voltammogram siklik profenofos dengan berbagai
tanah diperkirakan adalah hidrolisis. Degradasi
laju pindai
profenofos dalam tanah akan menghasilkan produk 4-
Dari voltammogram siklik yang dihasilkan bromo-2-chlorophenol dan O-ethyl-S-
pada penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi berjalan propylphosphorothioate.
tidak reversibel. Reaksi tidak reversibel memiliki Perkiraan mekanisme reaksi degradasi
potensial puncak anodik dan katodik yang terpisah profenofos secara hidrolisis ditampilkan pada Gambar
secarasempurna (Gosser, 1993). Pemisahan antara 5.
puncak katodik dan anodik untuk reaksi tidak
reversibel dinyatakan oleh Persamaan 3.
0,059
∆𝐸𝑝 = 𝐸𝑝𝑎 − 𝐸𝑝𝑐 > 𝑉 (3)
𝑛

59 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
memotivasi penulis dalam penyelesaian tesis ini, Ketua
Jurusan Kimia UNESA dan para laboran yang telah
mengijinkan dan membantu penulis dalam pemakaian
instrumen.

DAFTAR PUSTAKA
Alegantina, S., Mariana R., danPudji L., 2005,
Penelitian Kandungan Organofosfat Dalam
Tomat dan Slada Yang Beredar di Beberapa
Jenis Pasar di DKI Jakarta, Media Litbang
Kesehatan, Volume 15 (1), 44-49.
Diab, A., El-Azis., Hendawy, A., Hamza, Z., 2012,
Possible Ameliorative Role of Propolis and
Ginseng Against Hepatotoxicity of
Chlorpyrifos and Profenofos in Male Rats,
Journal of American Science, 8 (8), 645-664.
Gosser, D, K, Jr., 1993, Cyclic Voltammetry, New
York, VCH Publishers.
Harsanti, S., Martono, E., Sudarmadji., Sudibyakto, A.,
dan Sugiharto, E., 2013, Residu Insektisida
Profenofos Dalam Tanah dan Produk
Gambar 5. Perkiraan mekanisme reaksi degradasi profenofos Bawang Merah Allium ascalonicum, L. di
secara hidrolisis (Malghani dkk, 2009) Sentra Bawang Merah di Bantul, Balai
Penelitian Lingkungan Tropis Universitas
Dari data Epa dan log υ diperoleh gambaran Gadjah Mada Yogyakarta, 6(2), 131-138.
bahwa Epa merupakan fungsi dari log υ. Hal ini Irie, M., 2008, Profenofos, Ministry of Agriculture,
menjelaskan bahwa reaksi kimia berlangsung cepat. Forestry and Fisheries, Tokyo,Japan,1375-
Mekanisme reaksi yang terjadi pada permukaan 1456.
elektroda grafit dinyatakan dengan Persamaan 4 Malghani S., Chatterjee N., Hu X., Zejiao L., 2009,
(Wang, 2000). Isolation and characterization of a
profenofos degrading bacterium, Journal of
Ox + ne Red (4) Environmental Sciences 21, 1591–1597.
Miller, J. C. and Miller, J. N., 2010, Statistic for
Pada saat deposisi, profenofos mengalami
Analytical Chemistry, 6th edition, Ellis
oksidasi menjadi 4-bromo-2-chlorophenol dan O-ethyl-
Horword Limited, New York.
S-propyl phosphorothioate. Reaksi kimia tersebut
Pizzutti, R. I., Kok, A., Hiemstra, M., Wickert, C.,
berlangsung cepat serta terjadi secara tidak reversibel
Prestes, D. O., 2009, Method Validation and
(irreversibel) dan arus puncak katodik sama dengan
Comparison of Acetonitrile and Acetone
arus puncak anodik (ipa/ipc = 1).
Extraction for the Analysis of 169 Pesticides
in Soya Grain by Liquid Chromatography-
KESIMPULAN
Tandem Mass Spectrometry, Journal of
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
Chromatography A, 1216, 4539 – 4552.
maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut;
Riyanto, 2013, Elektrokimia dan Aplikasinya, Graha
Kondisi optimum analisis profenofos secara
Ilmu, Yogyakarta, 100.
voltammetri dengan elektroda grafit adalah potensial
Traverniers, I., De Loose, M., Van Bockstaele, E.,
deposisi 0,3 V; pH larutan 5 dan waktu deposisi 60
2004, Trends in quality in the analytical
detik. Linieritas kurva kalibrasi yang diperoleh
laboratory. II. Analytical method validation
dinyatakan dengan nilai r = 0,9967; presisi pada larutan
and quality assurance, Trends Analytical.
profenofos dengan konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04
Chemistry., 23 (8), 535-552.
dan 0,05 ppb berturut-turut adalah 3,02; 4,31; 0,86;
Wang, J., 2000, Analytical Electrochemistry, (2nd ed),
1,06 dan 2,63%. Sensitivitas yang dihasilkan sebesar
Wiley-VCH, Canada.
32,64 µA/ppb; limit deteksi yang diperoleh sebesar
Yang, Z., Liu Y., Liu D., Zhou Z, 2012, Determination
0,0038 ppb dan akurasi dengan konsentrasi 0,01 - 0,05
of Organophosphorus Pesticides in Soil by
ppb berturut-turut adalah 115; 94; 95; 102 dan
Dispersive Liquid-Liquid Microextraction
101%.Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam
and Gas Chromatography, Journal of
analisis profenofos dengan elektroda grafit diperlukan
Chromatographic Science, 50, 15-20.
adanya modifikasi elektroda sehingga dapat
memberikan hasil yang lebih akurat.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada: Dr. Miratul Khasanah, M.Si dan
Dr. rer. nat. Ganden Supriyanto, M.Sc sebagai
pembimbing I dan II yang selalu membimbing dan

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 60
DEGRADASI ELEKTROKIMIA KUNING METANIL
MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA KARBON NANOPORI

Lily Arlianti *, Muji Harsini dan Pratiwi Pudjiastuti


Departemen Kimia FST, Universitas Airlangga
Kampus C Unair, jl. Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur
*Email : lily.arlianti@gmail.com

ABSTRACT
On this study, it was developed a research on electrochemical degradation of metanil yellow compound,
which using nanopore-carbon paste electrodes as anode and a silver electrode as cathode. By applying voltage
source, a certain potential and current is passed through the electrode and interacts with metanil yellow solution
containing supporting electrolyte with varied on potential, pH and degradation time. The results obtained by analysis
of the optimum conditions of pH 1, a potential of 12 volts and NaCl 0,1 M as the electrolyte solution chosen. This
method can reduce the COD value to 90.10% and was degraded of 50 ppm metanil yellow solution up to 99, 47 %.
LC-MS analysis of the results showed that metanil yellow was degraded perfectly and produced CO2.

Keyword : metanil yellow, nanopore carbon paste electrode, electrochemical degradation.

PENDAHULUAN dengan katalis kaolin (modifikasi Co,Cu) dan H2O2


Penggunaan bermacam-macam zat warna pada permukaannya sehingga bisa terbentuk oksidan
organik diberbagai bidang industri seperti tekstil, kuat HO* yang nantinya mendegradasi kuning metanil
penyamakan kulit, kertas dan makanan meningkat pesat yang teradsorpsi pada permukaan kaolin.(Ahmed,
dari waktu ke waktu. Limbah pewarna ini dibuang ke M.M., 2008) dan juga menggunakan elektroda
lingkungan melalui sistem air alami seperti ke sungai platinum dan baja.(Jain, R., Sharma, N., dan
dan laut. Pembuangan ini berdampak serius terhadap Radhapyari, K., 2009) Metode biosorpsi menggunakan
masalah lingkungan secara langsung pada ekosistem gulma air yang diimobilisasi menggunakan metoda
yang tercemar baik biota air maupun masyarakat yang imobilisasi alginate telah dilakukan untuk
hidup disekitar wilayah tersebut. Sementara itu menghilangkan kuning metanil dan didapatkan hasil
pertumbuhan industri tekstil di Indonesia berkembang 98,8% pada waktu kontak 240 menit (Sivashankar, R et
pesat. Industri tekstil merupakan pengguna terbesar zat all, 2013).
warna organik. Pemerintah menargetkan nilai ekspor
tekstil di tahun 2014 semakin besar yaitu USD 13,5 N

milyar (Detik Finance, 2013, NaO3S N

http://finance.detik.com/read/2013/10/18/123817/2389
201/1036/tekstil-made-in-indonesia-paling-banyak- NH

diekspor-ke-as-dan-eropa.), sehingga akan semakin Gambar 1. Struktur kuning metanil (Sleiman, M., et all.,2007)
besar juga penggunaan zat warna berbahaya. Oleh
karena itu pengolahan limbah zat warna menjadi sangat
Selama ini penanggulangan limbah zat warna
penting sebelum dibuang ke lingkungan.
secara umum dengan koagulasi, pengendapan kimia
Methanil yellow atau sering disebut kuning
dan adsorben akan tetapi cara ini pada prosesnya
metanil adalah zat warna organik sintetik yang
menimbulkan limbah baru. Selain itu metode-metode
merupakan senyawa kimia azo aromatik berbentuk
ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu
serbuk kuning yang bersifat karsinogenik dan termasuk
perlu dikembangkan metode yang efisien dan tidak
senyawa non-biodegradable (Safni. M, et all., 2007).
menghasilkan limbah baru, salah satunya adalah
Apabila tertelan dapat menyebabkan pusing,
metode elektrokimia. Keunggulan metoda ini yaitu
kelemahan, muntah dan sianosis dan menjadi promotor
tidak memerlukan bahan tambahan, tidak memerlukan
tumor pada liver, kandung kemih, jaringan kulit dan
proses pemisahan dan cara penggunaan yang mudah.
saluran pencernaan (Safni., F., et all .,2007).
Hasil akhir prosesnya adalah air dan CO2.
Telah banyak dikembangkan metoda degradasi
kuning metanil seperti sonolisis, fotolisis dan metoda
Cara Kerja
lainnya. Degradasi kuning metanil telah dilakukan
Pasta karbon disiapkan dengan cara
dengan metoda sonolisis dan photolisis dengan
mencampurkan bubuk grafit dengan paraffin dengan
penambahan TiO2-anatase (Safni., F., et all .,2007) dan
perbandingan adalah 7 : 3. Campuran dipanaskan
fotokatalitik menggunakan ZnO (Khezrianjoo, S., et
menggunakan hotplate. Badan elektroda dibuat dari tip
all.,2013). Degradasi kuning metanil dengan
mikropipet yang didalamnya disematkan kawat
menggunakan TiO2 yang diimobilisasikan pada
tembaga (diameter 1 mm). Pasta karbon dimasukkan ke
mikrogel polivinil alkohol (PVA) secara fotokatalitik
dalam badan elektroda yang ujung (1 cm) seperti yang
(El-Rehim, et all., 2012) Kemudian degradasi kuning
ditunjukkan Gambar 4.2. dan dihaluskan pada clean
metanil juga bisa dihilangkan dari air limbah dengan
paper hingga terlihat sedikit berkilat (Zayed, et all,
menggunakan adsorben graphen amin (NH2-G) (Guo,
2013). Selanjutnya sel eletrokimia disusun seperti
X., et all, 2013). Oksidasi elektrokimia terhadap kuning
Gambar 3.
metanil menggunakan elektroda grafit yang dibantu

61 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
berlangsungnya proses transfer elektron. Besar beda
potensial bersifat khusus untuk setiap larutan dan
dalam penerapannya bergantung juga pada komposisi
sistem elektrolit pendukung dan sifat alami elektroda
kerja (Widodo dkk, 2008).

100,00
80,00 85,37

persentase degradasi
60,00
40,00
Gambar 2. Elektroda pasta karbon nanopori 20,00
0,00
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27
Beda Potensial (volt)

Gambar 4. Optimasi potensial degradasi

Berdasarkan optimasi tersebut didapatkan


bahwa NaCl merupakan larutan elektrolit yang lebih
baik dengan memberikan persentase degradasi tertinggi
sampai sekitar 88,53 %, sedangkan Na2SO4
memberikan persentase degradasi yang jauh lebih
rendah yaitu sekitar 27,48 %.
Gambar 3. Skema rangkaian alat (1) sumber tegangan atau
sumber arus DC, (2) sepasang elektroda, (3) sel 100
elektrolitik,(4) pengaduk magnetic
Persentase degradasi

88.53
80
Pembuatan larutan induk kuning metanil 60
dibuat dengan cara menimbang 1,0 g bubuk kuning 40 Na2SO4
metanil dilarutkan dalam 1000 mL akuades untuk
mendapatkan kuning metanil konsentrasi 1000 mg/L. 20 27.48 NaCl
Selanjutnya dilakukan pengenceran untuk mendapatkan 0
larutan kerja kuning metanil 10 mg/L dan 50 mg/L. 0 3 6 9 12 15 18 21
Larutan inilah yang nantinya digunakan untuk optimasi
potensial degradasi, larutan elektrolit pendukung, pH Voltase
dan waktu degradasi yang ditentukan dengan cara
mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang Gambar 5. Pemilihan larutan elektrolit pendukung
maksimum kuning metanil yaitu 434 nm pada sebelum
dan sesudah degradasi. Selanjutnya ditentukan Penggunaan larutan elektrolit NaCl 0,1 M
persentase degradasinya. akan menghasilkan klorida (Cl2) pada anoda. Gas Cl2
akan bereaksi dengan air pada larutan ruah
HASIL DAN PEMBAHASAN menghasilkan asam hipoklorit (HOCl) yang akan
Optimasi potensial degradasi dan larutan elektrolit terionisasi menjadi ion hipoklorit (OCl-)
pendukung (Kariyajjanavar, P, et all, 2010). Selanjutnya ion OCl-
Optimasi potensial degradasi yang dilakukan akan mengoksidasi zat warna kuning metanil sehingga
pada larutan kuning metanil 10 mg/L dengan variasi terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana
potensial dari 3 sampai 21 Volt dengan larutan dengan menghasilkan produk akhir CO2 dan H2O.
elektrolit pendukung NaCl 0,1 M dilakukan selama 10
Reaksi Anoda : 2Cl- → Cl2 + 2e-
menit dan diperoleh potensial yang memberikan
Reaksi Katoda : 2H2O + 2e- → H2+ 2OH-
persentase degradasi optimum adalah 12 V. Pemilihan
larutan elektrolit pendukung diperoleh hasil NaCl 0,1 Reaksi di bulk : Cl2 + H2O → HOCl + HCl
M memberikan hasil persentase degradasi yang lebih HOCl → H+ + OCl-
baik daripada Na2SO4 0,1 M. Derajat keasaman larutan
kuning metanil optimum pada pH 1 sedangkan waktu Sedangkan dengan natrium sulfat hanya
degradasi optimum pada menit ke 15 dan maksimum melibatkan molekul air yang menghasilkan ion O2
pada menit ke 40 yaitu 99,47 %. sebagai agen pengoksidasi. Penggunaan oksigen
Potensial menggambarkan tingkat energi yang sebagai oksidator pada degradasi kuning metanil sangat
setara dengan energi yang diperlukan untuk lemah. Hal ini juga diperkuat oleh rendahnya kelarutan
O2 dalam air yaitu 8-9 ppm pada 20oC.

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 62
Katoda : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH-
Anoda : H2O → ½ O2 + 2H+ + 2e-
Pengaruh pH terhadap persentase degradasi
Seperti terlihat pada Gambar 6, larutan kuning
metanil menunjukkan pH optimum pada pH 1 dimana
memberikan persentase degradasi sampai 99,26 % hal
ini disebabkan pada kondisi asam terjadi protonasi pada
N= N struktur kuning metanil sehingga terjadi
perubahan struktur yang menyebabkan terjadi
perubahan warna menjadi merah (Gambar 7). Struktur
terprotonasi ini merubah ikatan rangkap N= N menjadi
N-N.
Gambar 9. Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap waktu
degradasi kuning metanil
110
99,26 Gambar 9 menunjukkan pengaruh konsentrasi
100
larutan elektrolit pendukung NaCl yaitu 0,1 dan 0,2 M.
persentase degradasi

90 Berdasarkan kurva pada gambar tersebut terlihat bahwa


80 konsentrasi larutan elektrolit tidak berpengaruh pada
70 76,56 persentase degradasi larutan kuning metanil.
Konsentrasi larutan pendukung hanya berpengaruh di
60 awal reaksi, yaitu NaCl 0,2 M sedikit lebih cepat
50 daripada konsentrasi NaCl 0,1 M.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Selanjutnya dilakukan studi spektrum UV-Vis
pH pada larutan kuning metanil 50 mg/L pada kondisi
optimum. Terlihat pada Gambar 9, pada waktu
degradasi ke 15 menit dan seterusnya sudah tidak
Gambar 6. Optimasi pH kuning metanil
terdapat puncak spektrum kuning metanil lagi sekitar
panjang gelombang 434 nm. Hasil spektra ini
menguatkan hasil pada Gambar 8.

Gambar 7. Pengaruh pH terhadap struktur kuning metanil

Pengaruh waktu terhadap persentase degradasi


Penentuan waktu degradasi optimum
dilakukan pada larutan kuning metanil 50 mg/L dengan
kondisi pH 1 (kondisi optimum) dan tanpa pengaturan
pH (pH 5,6). Diperoleh hasil optimum untuk pH 1 pada
menit ke 15 dan maksimum pada menit ke 40 yaitu
99,47 %. Sedangkan pada larutan kuning metanil tanpa
pengaturan pH pada menit ke 40 memberikan hasil
yang lebih rendah yaitu terdegradasi sebesar 83,49 %
(Gambar 8).

Gambar 9. Spektra UV-Vis pengaruh waktu degradasi larutan


kuning metanil

Analisis COD
Analisis COD terhadap larutan kuning metanil
10 ppm dan 50 ppm sebelum dan sesudah degradasi
didapatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 1. Terjadi
penurunan nilai COD yang signifikan sampai 90,10 %
pada larutan kuning metanil 50 mg/L. Pada konsentrasi
Gambar 8. Waktu degradasi kuning metanil dengan kondisi 10 mg/L penurunannya lebih kecil, hal ini disebabkan
pH 1 dan tanpa pengaturan pH sisa larutan elektrolit NaCl sebagai elektrolit
pendukung yang mengganggu analisis COD karena
terbentuknya HClO. Namun masih jauh dibawah
ambang batas yang diijinkan pemerintah yaitu 150
mg/L. Sedangkan COD untuk blanko yaitu NaCl 0,1 M
didapatkan nilai yang lebih tinggi pada larutan sesudah

63 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
degradasi karena terbentuknya HClO yang banyak dan indonesia-paling-banyak-diekspor-ke-as-
tidak terpakai untuk mendegradasi. dan-eropa., 18/10/2013.
Guo, X., Qin, W., Bin, D., Yakun, Z., Xiaodong, X.,
Tabel 1. Hasil pengukuran COD larutan kuning metanil Liangguo, Y., Yu, H., 2013, Removal of
sebelum dan sesudah degradasi Metanil Yellow From Water environment by
COD (mg/L) COD (mg/L) COD amino functionalized graphenes (NH2-G) –
Larutan
sebelum Sesudah removal Influence of Surface Chemistry of (NH2-G),
degradasi degradasi (%)
Applied Surface Science, Vol.264, 862-869.
Kuning metanil 10
ppm
166,550 41,608 -75,02 Jain, R., Sharma, N., dan Radhapyari, K., 2009,
Kuning metanil 50 Removal of Hazardous Azo Dye Metanil
324,240 32,112 -90,10
ppm Yellow From Industrial Wastewater Using
NaCl 0,1 M 30,100 62,170 +106,54 Electrochemical Technique, European
Water, Vol.27/28, 43-52.
Analisis kromatografi lapis tipis didapatkan [6]. Kariyajjanavar, P.,Narayana, J., Nayaka, Y.A.,
eleuen terbaik adalah metanol : amoniak dengan Umanaik, M., 2010, Electrochemical
perbandingan komposisi 6 : 4. Hasil analisis KLT ini Degradation and Cyclic
memperlihatkan pada menit ke 15 dan seterusnya tidak VoltammetricStudies of Textile Reactive
terdapat lagi noda kuning metanil. Selanjutnya Azo Dye Cibacron Navy WB, Portugaliae
dilakukan analisis LC-MS terhadap senyawa hasil Electrochimica Acta, Vol. 28(4), ISSN 1647-
degradasi diperoleh spektrum m/z 226,9514 yang 1571, 265-277.
merupakan matriks disikloheksilurea (C13H24N2O) [7]. Khezrianjoo, S., dan Revanasiddappa, Hosakere,
dengan BM 224 gram/mol sehingga dapat disimpulkan D., 2013,Photocatalytic Degradation of Acid
kuning metanil sudah terdegradasi sempurna. Untuk Yellow 36 Using Zinc Oxide Photocatalyst
menentukan struktur senyawa intermediet sebaiknya in Aqueous Media, Journal of Catalysts,
dilakukan analisis lanjutan dengan LC-MS tandem Hindawi Publishing Corporation, Volume
MS/MS. 2013, Article ID 382058, 6 pages.
[8]. Safni., F.S., Maizatisna, dan Zulfarman, 2007,
KESIMPULAN Degradasi Zat Warna Methanil Yellow
Elektroda karbon nanopori dapat digunakan Secara Sonolisis dan Fotolisis Dengan
sebagai anoda pada proses degradasi kuning metanil Penambahan TiO2-Anatase, Akreditasi LIPI
secara elektrokimia. Dari metode ini diperoleh kondisi No. 536/D/2007, 47-51
optimum degradasi larutan kuning metanil yaitu [9]. Safni.,M., Zulfarman., Sakai, T., 2007,
potensial degradasi 12 volt, larutan elektrolit Degradasi Zat Warna Naphtol Blue Black
pendukung NaCl 0,1 M, pH larutan 1, dengan waktu SecaraSonolisis Dan Fotolisis Dengan
optimum degradasi 15 menit untuk larutan kuning Penambahan TiO2-Anatase, Jurnal Riset
metanil 50 ppm sebanyak 50,0 mL. Metode ini dapat Kimia, Vol 1, No.1, ISSN : 1978-628X, 43-
menurunkan nilai COD sampai 90,10 % pada larutan 49.
zat warna kuning metanil 50 ppm sebanyak 50,0 mL Sivashankar, R., Sivasubramanian, V., Sathya, A.B.,
dengan nilai COD setelah degradasi jauh di bawah Pallipad, S., 2013,Biosorption of Hazardous
ambang batas yang diijinkan. Hasil karakterisasi Azo Dye Metanil Yellow Using
senyawa hasil degradasi kuning metanil dengan KLT Immobilized
memperlihatkan tidak ada lagi noda pada waktu Aquatic Weed, Proc. Of the Intl. Conf. on Future
degradasi 15 menit dan tidak ada lagi spektrum kuning Trends in Structural,Civil, Environmental
metanil pada hasil analisis dengan LC-MS. and Mechanical Engineering, ISBN : 978-
981-07-7021-1, 153-157.
DAFTAR PUSTAKA Sleiman, M., Daniel, V., Corine, V., and Chovelon,
Ahmed, M.M., 2008, Electrochemical Oxidation of J.M., 2007, Photocatalytic Degradation of
Acid Yellow and Acid Violet Dyes Assisted Azo Dye MetanilYellow : Optimization of
by Transition Metal Modified Kaolin, Kinetic Modelling Using a Chemmoetric
Portugaliae ElectrochimicaActa, ISSN 1647- Approach, Elsevier.
1571, 547 –557. Widodo, D.S., Gunawan, Kristanto, W.A., 2008,
El-Rehim, Hassan A., El-Sayed A. H., dan Diaa, Doaa. Elektroremediasi Perairan Tercemar : 2.
A., 2012, Photo-catalytic Degradation of Penggunaan Grafit pada Elektrodekolorisasi
Metanil Yellow Dye Using Larutan Rhemazol Black B.
TiO2Immobolized Into Polyvinyl Zayed, Sayed, I., M., dan Arida, Hassan, A., M., 2013,
Alcohol/Acrylic Acid Microgels by Ionizing Preparation of Carbon Paste Electrodes and
Radiation, Reactive & Functional Its Using in Voltammetric Determination of
Polymers,Vol. 72, 823-831. Amiloride Hydrochloride Using in the
Detik Finance, 2013, Tekstil Made In Indonesia Paling Treatment of High Blood Pressure,
Banyak Diekspor ke As dan Eropa, International Journal of Electrochemical
http://finance.detik.com/read/2013/10/18/12 Science, 8, 1340 – 1348.
3817/2389201/ 1036/tekstil-made-in-

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 64
PENINGKATAN KUALITAS CITRA REKONSTRUKSI MELALUI KOMBINASI CITRA
TOMOGRAFI ELEKTRIK DAN AKUSTIK

Khusnul Ain*1, Deddy Kurniadi2, Suprijanto2, Oerip Santoso3, A.P. Wibowo2


1
Departemen Fisika - Universitas Airlangga, Surabaya - Indonesia
2
Teknik Fisika, 3Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung, Bandung - Indonesia
*Email : k_ain@fst.unair.ac.id

ABSTRAK
Tomografi adalah teknik untuk memperoleh citra penampang objek tanpa harus merusak melalui
pengambilan data eksternal. Beberapa teknik tomografi telah dikembangkan berdasarkan luminisens yang digunakan,
misalnya elektrik, akustik, optik, sinar-X, dan lain-lain. Tomografi elektrik dapat menghasilkan citra dengan kontras
yang tinggi, namun resolusi spasialnya rendah. Sebaliknya, tomografi akustik dapat menghasilkan citra resolusi
spasial tinggi, namun kontrasnya rendah. Citra rekonstruksi dari tomografi elektrik atau akustik dapat ditingkatkan
dengan menggabungkan masing-masing kelebihan sehingga dihasilkan citra dengan resolusi spasial dan kontras
tinggi. Metode yang digunakan adalah penggabungan citra rekonstruksi dengan metode rata-rata penjumlahan
aljabar linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra gabungan yang diperoleh memiliki kontras dan resolusi
spasial yang lebih baik dari citra pembangunnya.

Kata kunci : tomografi, elektrik, akustik, kombinasi citra

PENDAHULUAN namun semakin banyak elektroda yang digunakan


Beberapa peralatan pencitraan yang digunakan maka akan mengakibatkan berkurangnya sensitivitas
untuk mendiagnosis penyakit adalah Tomografi akibat luas penampang yang semakin kecil.
Komputer (CT) sinar-X, Positron Emission Alternatif sumber luminisens yang dapat
Tomography (PET), Angiografi Digital dan Magnetic digunakan untuk pencitraan medis adalah ultrasonik.
Resonance Imaging (MRI) (Decramer and Roussos, Ultrasonik adalah salah satu gelombang mekanik yang
2002). Beberapa instrumen tersebut memiliki dalam penjalarannya membutuhkan media. Dengan
keterbatasan, Tomografi Komputer (CT) sinar-X dan memanfaatkan interaksinya dengan media yang
PET terjadi akumulasi radiasi pengion yang dapat dilaluinya, sifat karakteristik objek media yang dilewati
membahayakan tubuh manusia (Su, et.al., dapat dianalisis. Salah satu karakteristik fisis yang
2005), MRI membutuhkan medan magnetik dimiliki objek adalah kecepatan penjalaran gelombang
yang cukup kuat sehingga seluruh peralatan dan akustik jika melalui objek. Sistem tomografi akustik
instrumen yang digunakan dalam area tersebut harus aman bagi manusia dan menghasilkan resolusi citra
kompatibel dengan resonansi magnetik (Blanco,et. al., dengan resolusi tinggi, namun kontras citra hasil
2005). Oleh karena itu, alternatif teknologi pencitraan rekonstruksinya lebih rendah jika dibandingkan dengan
medis yang akurat, aman dan sederhana masih menjadi tomografi elektrik. Tomografi akustik telah dilakukan
masalah yang perlu ditemukan solusinya. untuk deteksi kanker payudara dengan metode
Sifat konduktivitas dan permitivitas objek refleksi yang berdasarkan pada distribusi kecepatan
adalah sifat fisis yang menarik bagi dunia medis, akustik dan koefisien atenuasi dengan menggunakan
karena masing-masing jaringan organ memiliki detektor linier dengan hasil yang cukup baik.
konduktivitas dan permitivitas yang berbeda (Cheney, Penggabungan dua citra rekonstruksi yang
et.al.). Tomografi impedansi elektrik atau Electrical dihasilkan dari tomografi elektrik dan ultrasonik
Impedance Tomography (EIT) merupakan teknik diharapkan dapat menghasilkan citra rekonstruksi yang
pencitraan distribusi resistivitas berdasarkan hasil lebih baik jika dibandingkan dengan citra dari masing-
pengukuran arus elektrik dan beda potensial pada masingnya.
bidang batas objek (Kurniadi, 2006). Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa TOMOGRAFI IMPEDANSI ELEKTRIK
tomografi elektrik telah berhasil diaplikasikan pada Tomografi impedansi elektrik adalah teknik
beberapa kasus, diantaranya adalah untuk untuk memperoleh distribusi besaran elektrik pada
mendiagnosis massa pulmonary (Kimura, et.al., 1994), suatu objek. Teknik ini bekerja dengan cara
mengamati fungsi diastolic ventrikuler kanan pada menginjeksikan arus elektrik bolak-balik melalui
pasien yang menderita COPD (chronic obstructive elektroda yang terpasang pada permukaan objek dan
pulmonary disease) (Noordegraaf, et.al., 1997), dan mengukur potensial elektrik antar elektrodanya, seperti
mendeteksi fisiologis anatomi paru-paru beserta ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan data arus
distribusi ventilasi regionalnya (Hinz, et.al., 2003). elektrik yang diketahui dan potensial elektrik yang
Kekurangan tomografi elektrik adalah masih diukur, rekonstruksi dilakukan sehingga diperoleh
rendahnya resolusi citra yang dihasilkan (Noor, distribusi konduktivitas internal objek.
2007). Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah data
yang didapatkan dari hasil pengukuran. Untuk
mendapatkan jumlah data yang lebih banyak
diperlukan penambahan pemasangan elektroda,

65 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
Problema Inversi
Problema Inversi adalah proses memperoleh
distribusi konduktivitas objek dari data pengukuran
potensial batas. Beberapa metode dengan pendekatan
yang berbeda telah diusulkan oleh beberapa peneliti
yang umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu non linier atau optimisasi dan linierisasi.
Metode rekonstruksi berbasis optimisasi akan
menghasilkan citra statik yang memberikan informasi
tentang distribusi konduktivitas absolut.
Gambar 1. Injeksi arus elektrik dan pengukuran tegangan pada Keberhasilan metode non linier sangat
permukaan objek ditentukan oleh kesesuaian antara model geometri dan
Terdapat beberapa metoda koleksi data pada problema maju yang digunakan terhadap geometri dan
sistem tomografi impedansi elektrik, yang umumnya data potensial batas hasil pengukuran. Rekonstruksi
digunakan diantaranya adalah metoda berpasangan berbasis optimisasi memerlukan waktu komputasi
(adjacent method), metoda bersilangan (cross method), yang lebih lama karena membutuhkan proses iterasi,
metoda berlawanan (opposite method), metoda multi namun akan menghasilkan citra rekonstruksi yang
referensi (multireference method), dan metoda adaptif lebih akurat. Salah satu contoh metode rekonstruksi
(adaptive method) (Noor, 2007). berbasis optimisasi adalah Newton Raphson yang
bekerja dengan cara melakukan iterasi hubungan non
PROBLEMA MAJU linier antara konduktivitas dan potensial hasil
Problema maju adalah proses melakukan pengukuran.
prakiraan potensial pada saat diinjeksikan rapat arus Sebelum rekonstruksi dilakukan, maka solusi
elektrik pada permukaan objek dengan distribusi model maju harus didapatkan terlebih dahulu.Solusi ini
konduktivitas objek diketahui. Jika di dalam objek tidak dapat diperoleh secara analitik, sehingga
tidak terdapat sumber elektrik dan distribusi diperlukan metode elemen hingga untuk mendapatkan
konduktivitas diketahui, maka distribusi potensial di data distribusi potensial melalui penyelesaian
dalam objek akan memenuhi persamaan Laplace, persamaan medan elektrik.
∇ ∙ 𝜎∇Φ = 0 di dalam Ω (1) Metode Newton Raphson adalah sebuah
dengan kondisi batas potensial dan rapat arus elektrik di algoritma rekonstruksi citra berdasarkan iterasi yang
permukaan. dikembangkan untuk menyelesaikan persoalan non-
Φ = Φ0 pada ∂Ω (2) linear. Proses iterasi dilakukan berbasis fungsi
𝜕Φ objektif yang merupakan nilai beda antara potensial
𝜎 = 𝐽0 pada ∂Ω (3) pengukuran dan potensial perhitungan dari model.
𝜕𝑛
Dengan masing-masing σ adalah Fungsi objektif tersebut didefinisikan sebagai,
1
konduktivitas Π(𝜎𝑘 ) = (𝑣𝑒 (𝜎𝑘 ) − 𝑣0 )𝑇 (𝑣𝑒 (𝜎𝑘 ) − 𝑣0 ) (7)
2
objek, Φ adalah distribusi potensial, Φ 0 adalah dengan 𝑣𝑒(𝜌𝑘) merupakan vektor potensial batas dari
potensial dan J 0 adalah rapat arus batas serta n adalah perhitungan dan T merupakan simbol transpos vektor
vektor satuan normal yang arahnya tegak lurus terhadap atau matriks. Distribusi resistivitas objek dapat
permukaan. Persamaan (1), (2) dan (3) dapat diperoleh dengan cara meminimumkan fungsi objektif
diselesaikan dengan metode FEM (Finite Element Π(𝜎𝑘 ). Sehingga diperoleh,
Methods), yaitu dengan cara membagi objek menjadi 𝜎𝑘+1 = 𝜎𝑘 + ∆𝜎𝑘 (8)
elemen-elelemen kecil berbentuk segitiga dan dengan
mengasumsikan bahwa sifat-sifat elektrik adalah ∆𝜎𝑘 = −(𝐽𝑇 𝐽)−1 𝐽𝑇 𝑞 (9)
𝜕𝑣𝑒
homogen dan isotropik. FEM akan memberikan hasil 𝐽 = 𝜕𝜎 (10)
sistem persamaan linier, 𝑘
𝑞 = 𝑣𝑒 (𝜎𝑘 ) − 𝑣0 (11)
𝑌Φ = 𝐼 (4)
J dikenal sebagai matriks Jacobian.
dengan Y adalah matriks admitansi yang merupakan
Rekonstruksi distribusi resistivitas merupakan
fungsi geometri dan distribusi konduktivitas dan I
persoalan inversi. Umumnya persoalan inversi akan
adalah vektor arus. Potensial di setiap titik dapat
memunculkan persoalan illposed. Hal ini disebabkan
diperoleh dengan mengubah persamaan (4) menjadi,
adanya kesalahan antara pengukuran dan pemodelan.
Φ = 𝑌 −1 𝐼 (5)
Untuk mengatasi persoalan ill-posed dapat digunakan
sedang data potensial pada batas model objek dapat
metoda regularisasi Tikhonov (Kurniadi, 2010).
diperoleh dengan,
Penerapan metoda Tikonov dilakukan dengan
𝑉 (𝜎) = 𝑇𝑟 𝑣𝑒𝑐(Φ) (6)
mensubstitusikan suatu fungsi penstabil pada fungsi
dengan Tr merupakan matriks transformasi. Pada
objektif sebelumnya, sehingga diperoleh :
persamaan (6) nampak bahwa potensial batas 1
merupakan fungsi non linier terhadap konduktivitas. Π(𝜎𝑘 ) = 2 (𝑣𝑒 (𝜎𝑘 ) − 𝑣0 )𝑇 (𝑣𝑒 (𝜎𝑘 ) − 𝑣0 ) (12)
dengan α adalah parameter regulasi yang berupa
bilangan positif yang mengontrol fungsi penstabil, dan
merupakan fungsi penstabil yang memberikan
informasi distribusi resistivitas ke fungsi objektif

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 66
sebagai informasi pendahulu. Fungsi ini didefinisikan dengan Φadalah potensial skalar gelombang, ∇ adalah
sebagai : operator laplacian, dengan mengasumsikan
𝛼Λ(𝜎𝑘 ) = (∆𝜎𝑘 )𝑇 Σ(∆𝜎𝑘 ) (13) penyelesaian harmonik dalam bentuk,
dengan Σ merupakan matriks positif definit yang Φ = 𝐴(𝑥)𝑒 −𝑖𝜔(𝑇(𝑥)+𝑡) (16)
umumnya adalah matrik identitas. Dengan cara yang dengan A(x) adalah amplitudo gelombang pada posisi x,
sama, yaitu meminimumkan fungsi objektif pada T(x) adalah beda fase, dengan mensubstitusi persamaan
persamaan (9), akan diperoleh perubahan distribusi (16) ke dalam persamaan (15) maka akan diperoleh,
resistivitas baru sebagai berikut : 1 ∇2 𝐴
|𝛻𝑇|2 − 2 = 2 (17)
∆𝜎𝑘 = −(𝐽𝑇 𝐽 + 2𝛼Σ)−1 𝐽𝑇 𝑞 (14) 𝑣 𝐴𝜔
Jika frekuensi yang digunakan cukup tinggi,
Persamaan (14) akan memiliki kondisi yang lebih baik
maka persamaan (14) dapat disederhanakan menjadi,
dibandingkan dengan Persamaan (8), karena matriks 1
yang diinversi pada Persamaan (14) tidak dalam |∇𝑇| = = 𝑢 (18)
𝑣
kondisi ill. Persamaan (14) yang telah teregularisasi dengan u disebut slowness yang merupakan reciprocal
ternyata memunculkan persoalan pada saat menentukan dari kecepatan gelombang, v. T(x) adalah waktu yang
parameter regularisasi. Parameter regularisasi dipilih diperlukan oleh muka gelombang untuk mencapai
secara coba-coba, kemudian dikecilkan pada iterasi posisi x. Waktu tersebut dikenal dengan TOF (Li et.al.,
berikutnya sehingga akan memperkecil nilai fungsi 2010). Dengan demikian hubungan antara TOF dan
objektif. Sebaliknya parameter akan dibesarkan jika slowness dapat dinyatakan berikut,
nilai fungsi objektif membesar. Sehingga pada suatu 𝑇𝑂𝐹 = ∫ 𝑢𝑑𝑙 (19)
saat fungsi objektif akan memperoleh solusi yang dengan l adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh
konvergen dan parameter regularisasi akan menuju nol, muka gelombang.
dengan demikian persamaan (14) akan menjadi
persamaan (8).
Sistem tomografi sirkular
TOMOGRAFI ULTRASONIK Sistem tomografi sirkular dibangun dari beberapa
tranduser yang disusun secara melingkar dengan jarak
Time of Flight (TOF) yang sama, ditunjukkan pada Gambar 3. Sistem
Dalam perjalanannya sinyal akustik akan tersebut bekerja dengan cara mengatur pergantian
mengalami berbagai interaksi dengan material yang tranduser yang bertindak sebagai transmitter dan
akan dilaluinya, interaksi tersebut akan menyebabkan receiver. Susunan data yang diperoleh sangat berbeda
peristiwa transmisi, refleksi, dan refraksi. Beberapa dengan susunan data dari sistem tomografi berkas
interaksi tersebut akan menyebabkan sinyal akustik paralel. Data sirkular disusun dalam ruang sumbu rotasi
yang diterima sensor sangatlah kompleks, sehingga β dan rotasi γ . Dengan sistem tersebut dapat
tidak mudah untuk memperoleh informasi medan dihasilkan sejumlah ½ L (L-1) data, dengan L adalah
potensialnya. jumlah tranduser yang digunakan.
Waktu tempuh sinyal akustik dikenal dengan
time of flight (TOF), yaitu waktu yang diperlukan oleh
muka gelombang bergerak dari transmiter ke receiver.
Pengukuran TOF lebih sederhana dan lebih mudah,
yaitu sama dengan waktu sinyal akustik pertama yang
diterima oleh sensor (Rahiman, et.al., 2006). Secara
umum TOF akan menempuh lintasan terpendek antara
transmiter dan receiver, seperti nampak pada Gambar 2.
Dengan demikian perjalanan muka gelombang bisa
diidentikkan seperti penjalaran sinar-X dan sinar- γ (a) (b)
Gambar 3. Tomografi sirkular ultrasonik (a) berkas sirkular dari
yang memiliki lintasan garis lurus. transmitter ke receiver (b) hubungan antara berkas sirkular dan
paralel

Sistem berkas paralel dibangun dari sebuah


transmiter dan receiver, untuk memperoleh data
lengkap sistem tersebut harus bergerak rotasi dan
translasi. Data berkas paralel disusun dalam ruang
(a) (b) Radon atau sumbu rotasi φ dan translasi xr. Sistem
Gambar 2. (a) Beberapa kemungkinan lintasan yang ditempuh oleh tersebut dapat menghasilkan sejumlah M x N data,
sinyal akustik (b) data TOF yang diterima oleh sensor
dengan N adalah jumlah piksel citra rekonstruksi yang
𝜋
Waktu tempuh gelombang ultrasonik dapat ingin diperoleh dan 𝑀 = . Persamaan yang
2
dijelaskan dengan persamaan Eikonal. Penjalaran menghubungkan antara sistem sirkular dan berkas
gelombang tekanan dalam media heterogen dapat paralel adalah sebagai berikut,
dinyatakan dengan persamaan, φ =β +γ (20)
1 𝜕2Φ xr = R sin(γ) (21)
∇2 Φ = (15)
𝑣 2 𝜕𝑡 2
p (𝑥𝑟,φ) = 𝑄(β,γ) (22)

67 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
dengan p(𝑥𝑟,φ) dan 𝑄(β,γ) masing-masing adalah dan 𝑃'(𝑥𝑟,φ) adalah proyeksi terkonvolusi serta h(xr)
data lengkap pada sistem tomografi berkas paralel dan adalah fungsi konvolusi.
sistem tomografi sirkular. Sebagai ilustrasi
perbandingan antara data proyeksi paralel dan proyeksi
sirkular hasil pemayaran lengkap pada METODE PENELITIAN
objek sebuah titik ditampilkan pada Gambar 4. Baik
Penelitian ini dilakukan secara simulasi
berkas paralel maupun sirkular tidak perlu melakukan
melalui pemodelan tomografi elektrik dan akustik
proses pemayaran satu lingkaran penuh dikarenakan
dengan objek numerik sebagai media uji. Pemodelan
ada pengulangan data.
meliputi penyelesaian forward problem dan invers
problem. Penyelesaian forward problem pada tomografi
elektrik akan menghasilkan data potensial sedang pada
tomografi akustik akan menghasilkan data TOF.
Problema inversi pada tomografi elektrik akan
menghasilkan resistivitas sedang pada tomografi
akustik akan menghasilkan slowness.
Langkah awal pemodelan adalah memilih dan
menentukan persamaan matematis yang terkait dan
(a) (b) (c) sesuai dengan kondisi fisis sebenarnya. Persamaan
Gambar 4. (a) Objek titik dalam ruang obyek (b) Representasi utama yang akan digunakan adalah persamaan
proyeksi obyek dan sinogram objek titik pada sistem tomografi (1),(2),(3) dan (19). Persamaan tersebut digunakan
berkas paralel (c) Representasi proyeksi objek dan sinogram objek untuk menyelesaikan problema maju sehingga dapat
titik dalam sistem tomografi sirkular
diperoleh data sintetik potensial batas dan TOF.
Pada dasarnya berkas sirkular juga terdiri dari Metode rekonstruksi yang digunakan dalam tomografi
berkas paralel, namun posisi penempatan datanya tidak elektrik adalah Newton-Raphson pada persamaan (8)
sama. Sebagai ilustrasi, untuk memperoleh citra dan (14) dengan metode koleksi data bertetangga.
rekonstruksi 31x31 piksel diperlukan data lengkap pada Sedang sistem yang digunakan dalam tomografi
ruang Radon sebanyak 48x31 data, yang ditunjukkan ultrasonik adalah sirkular, sehingga diperlukan langkah
pada Gambar 5(a). Jika pada sistem sirkular dengan 16 interpolasi dan penataan ulang posisi data TOF menjadi
posisi tranduser, akan diperoleh sejumlah 8x15 data. data tomografi paralel yang disyaratkan pada
Data sirkular tersebut jika direposisi pada ruang radon penyelesaian metode rekonstruksi SCFBP yang
ditampilkan pada gambar 5(b). Jumlah data tersebut terdapat pada persamaan (23) dan (24).
sangat kurang karena hanya memiliki 1/12 dari data Langkah selanjutnya adalah melakukan
berkas paralel, oleh karena itu untuk melengkapinya penggabungan citra rekonstruksi yang telah diperoleh
diperlukan proses interpolasi. dari masing-masing sistem tomografi. Namun terlebih
dahulu dilakukan proses konversi citra rekonstruksi
dari elemen segitiga menjadi square pada tomografi
elektrik. Kedua citra hasil rekonstruksi yang berukuran
sama kemudian dinormalisasi dan digabungkan dengan
merata-ratakan kedua nilai pada posisi sel yang sama.
Hasil penggabungan dari kedua citra rekonstruksi
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap
objek referensi. Secara kualitatif dilakukan dengan cara
membandingkan kedua citra sedang secara kuantitatif,
dilakukan dengan membandingkan nilai RMSE-nya.
Diagram alir proses simulasi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 6.

(a) (b)
Gambar 5. Pola susunan data dalam ruang Radon (a) data berkas
paralel 48x31 (b) reposisi data sirkular 16 posisi tranduser

Data yang sudah dikonversi menjadi data


berkas paralel baru dapat direkonstruksi. Salah satu
metode populer, cepat dan sederhana yang digunakana
pada sistem tomografi berkas paralel adalah metode
Summation Convolved Filtered Back Projection
(SCFBP). Proses SCFBP secara analitik dapat
dituliskan sebagai,
π
𝑢(𝑥, 𝑦) = ∫0 𝑝′ (𝑥𝑟 , φ)𝑑φ (23)
dengan

𝑝′ (𝑥𝑟 , φ) = ∫−∞ 𝑝(𝑥𝑟 , φ)ℎ(𝑥𝑟 − 𝑥𝑟 ′)𝑑φ (24)

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 68
(d) (e) (f)
Gambar 7. Data numerik tomografi elektrik (a) model A (b) model B
(c) model C dan data numerik tomografi ultrasonik (d) model A (e)
model B (f) model C

Konversi elemen segitiga menjadi persegi


dimulai dengan mencari titik berat elemen segitiga
tersebut. Titik berat dapat diperoleh dengan mencari
titik potong dari dua buah garis berat. Setelah titik berat
elemen segitiga ditemukan, maka dapat diperoleh 4
posisi diskrit. Nilai keempat titik baru ini dianggap
sama dengan nilai elemen segitiga.
Keempat koordinat diskrit kemudian dijadikan
sebagai referensi posisi sel dalam matriks baru yang
dibuat sehingga diperoleh citra rekonstruksi tomografi
elektrik yang telah dikonversi menjadi square.
Penggabungan citra rekonstruksi dapat
dilakukan dengan metode rata-rata. Dua buah matriks
dengan ukuran yang sama, nilai setiap sel dari kedua
Gambar 6. Diagram alir langkah-langkah penelitian matriks dapat dirata-ratakan untuk mengambil nilai
tengah yang merupakan gabungan dari kedua matriks
Variasi model objek numerik dibuat untuk tersebut. Rentang nilai maksimum dan minimum dari
melihat seberapa baik hasil rekonstruksi yang dapat kedua citra rekonstruksi yang dijadikan referensi
dihasilkan. Objek pertama disebut model A berbentuk berbeda, maka kedua matriks citra rekonstruksi tersebut
segienam, objek kedua disebut model B adalah dua perlu dinormalisasi terlebih dahulu, setelah itu matriks
buah objek yang sama namun di daerah yang berbeda. tersebut baru dapat dilakukan penggabungan.
Variasi ini dilakukan untuk melihat Untuk memvalidasi hasil simulasi yang
kemampuan program merekontruksi objek pada daerah dilakukan, dapat digunakan pendekatan Root Mean
yang berbeda. Objek ketiga disebut objek C dibuat Square Error (RMSE). RMSE digunakan untuk
menyerupai paru-paru dengan parameter yang membandingkan perbedaan antara dua data yang
merepresentasikan kondisi sebenarnya. Hal ini berbeda (Li, et.al., 2010). Misalkan terdapat dua data,
dilakukan untuk melihat apakah algoritma program data hasil perhitungan dan data model sebagai
yang dibuat nantinya dapat diaplikasikan sebagai referensi, yaitu :
instrumen medis. Variasi model dapat dilihat pada 𝑥11 𝑥21
gambar Model A dan B pada tomografi elektrik 𝜃1 = �𝑥12 � dan 𝜃2 = �𝑥22 � (21)
diberikan nilai resistivitas sebesar 100 Ω.cm sebagai 𝑥1𝑛 𝑥2𝑛
media dan 200 Ω.cm sebagai anomalinya. Sedangkan Maka nilai RMSE-nya adalah :
untuk model C nilai resistivitas nya dibuat menyerupai ∑𝑛 2
𝑖=1(𝑥1𝑖−𝑥2𝑖)
nilai resistivitas paru-paru, yaitu 300 Ω.cm sebagai 𝑅𝑀𝑆𝐸(𝜃1 , 𝜃2 ) = � (22)
𝑛
jaringan lunak dan 1000 Ω.cm sebagai paru-parunya. Semakin kecil nilai RMSE yang dihasilkan,
Model A dan B pada tomografi akustik maka perbedaan antara dua data akan semakin kecil,
diberikan nilai slowness sebesar 1 μs/cm sebagai media dengan kata lain bahwa kedua data akan semakin mirip.
dan 2 μs/cm sebagai anomalinya. Sedangkan untuk
model C nilai slownessnya dibuat menyerupai nilai
slowness paru-paru, yaitu 6,09 μs/cm sebagai jaringan HASIL DAN DISKUSI
lunak dan 15,385 μs/cm sebagai paru-parunya.
Tomografi Elektrik
Metode rekonstruksi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Newton raphson yang terdapat
pada persamaan (5) dan (11). Kestabilan hasil
rekonstruksi sangat ditentukan oleh nilai parameter
regularisasi α.
(a) (b) (c) Dalam penelitian ini telah diperoleh bahwa
citra rekonstruksi model A optimal pada iterasi ke-25,
dengan α = 0,01, yang menghasilkan fungsi objektif
sebesar 0,0005. Sedang citra rekonstruksi model B
optimal pada iterasi ke-15, dengan α = 0,01 yang
menghasilkan fungsi objektif sebesar 0,0313. Sedang

69 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
citra rekonstruksi model C optimal pada iterasi ke-25,
dengan α = 10, yang menghasilkan fungsi objektif Citra rekonstruksi yang diperoleh telah
sebesar 14,9682. Ketiga citra rekonstruksi optimal menunjukkan resolusi yang cukup baik namun
tersebut ditampilkan pada Gambar 8. kontrasnya masih rendah. Untuk model A, nilai RMSE
yang didapatkan adalah 0,3530. Untuk model B, nilai
RMSE yang didapatkan adalah 0,3511. Dan untuk
model C, nilai RMSE yang didapatkan adalah 2,6561.

Rekonstruksi Hibrid
Citra rekonstruksi tomografi elektrik yang
(a) (b) (c)
telah dikonversi kemudian digabungkan dengan hasil
Gambar 8. Citra rekonstruksi dari tomografi elektrik (a) model A (b) rekonstruksi tomografi akustik dengan metode ratarata,
model B (c) model C. setelah sebelumnya dinormalisasi terlebih dahulu. Citra
rekonstruksi hibrid dari tomografi elektrik dan akustik
Citra rekonstruksi tomografi elektrik yang ditampilkan pada Gambar 11.
telah diperoleh harus dikonversi ke dalam elemen
persegi sehingga dapat digabungkan dengan citra
tomografi akustik. Hasil konversi elemen segitiga
tomografi elektrik menjadi elemen persegi ditunjukkan
oleh Gambar 9.

(a) (b) (c)


Gambar 11. Citra rekonstruksi gabungan tomografi elektrik dan
ultrasonik (a) model A (b) model B (c) model C

Citra rekonstruksi hibrid yang diperoleh


memiliki resolusi dan kontras yang lebih tinggi jika
(a) (b) (c)
dibandingkan dengan kedua citra rekonstruksi
Gambar 9. Konversi elemen segitiga menjadi elemen persegi dari pembangunnya, secara kualitatif hal ini ditunjukkan
citra rekonstruksi tomografi elektrik (a) model A (b) model B (c) dengan diperolehnya citra rekonstruksi dengan nois
model C yang lebih rendah. Secara kuantatif ditunjukkan oleh
nilai RMSE ketiga objek yang cukup kecil, yaitu
Konversi yang dihasilkan sudah cukup baik 0,1770 untuk model A, 0,1885 untuk model B dan
ditandai dengan posisi dan kontras objek yang cukup 0,2341 untuk model C.
baik. Namun bentuk objek yang dihasilkan masih
nampak kurang baik dan permukaan objek kurang KESIMPULAN
homogen. Hal ini dapat dimaklumi mengingat resolusi Penggabungan citra rekonstruksi tomografi
yang dimiliki tomografi elektrik sangat kecil, yaitu 248 elektrik dan akustik dengan metode rata-rata
data elemen segitiga, kemudian dikonversi menjadi penjumlahan aljabar linier dapat meningkatkan kontras
31x31 data square. dan resolusi spasialnya, hal ini ditandai dengan lebih
kecilnya RMSE yang dihasilkan jika dibandingkan
Tomografi ultrasonik dengan RMSE masing-masing dari citra
Pada simulasi tomografi ultrasonik, data Time pembangunnya.
of Flight (TOF) objek numerik yang berukuran 31x31
disampling menggunakan metode sirkular dengan 16 DAFTAR PUSTAKA
posisi tranduser, sehingga dihasilkan 15x16 data TOF. Noordegraaf; A.V., Theo J. C. Faes; Janse; A., Marcus;
Data TOF ini kemudian direposisi menjadi sampling J.T., Bronzwaer; J.G.F., Postmus; P.E., and de
berkas paralel. Data baru tersebut masih memiliki Vries, P.J.M.M, 1997, Noninvasive Assessment of
kekosongan dan terlalu sedikit sehingga perlu Right Ventricular Diastolic Function by Electrical
diinterpolasi untuk membentuk data sinogram Impedance Tomography , CHEST, the official
berukuran 50x31. Setelah diinterpolasi dengan journal of the American College of Chest
interpolasi spline, maka data sinogram TOF tersebut Physicians.
direkonstruksi menjadi citra rekonstruksi ultrasonik Kurniadi D., 2006, Electrical Impedance Tomography
dengan menggunakan algoritma SCFBP dengan hasil and Its Application in Medical Imaging, Proc.
yang ditunjukkan pada Gambar 10. International Conference on Biomedical
Engineering BME 2006, 53/58.
Kurniadi D., 2010, Reconstruction of Multislice Image
in Electrical Impedance Tomography, International
Journal of Tomography and Statistics, 15 (F10).
Hinz, J., Neumann; P., Taras Dudykevych, T.,
Anderson, L.G., Wrigge, H., Burchardi, H., and
(a) (b) (c)
Gambar 10. Citra rekonstruksi dari tomografi ultrasonik (a) model A
Hedenstierna, G., 2003, American College of
(b) model B (c) model C Chest Physicians, Regional Ventilation by

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 70
Electrical Impedance Tomography A Comparison Li, S., Jackowski, M., Dione, D.P., Varslot, T., Staib,
With Ventilation Scintigraphy in Pigs. L.H., Mueller, K., 2010, Refraction corrected
Cheney,M., Isaacson,D., and Newell,J., electrical transmission ultrasound computed tomography for
impedance tomography. application in breast imaging, Medical Physics, 37
Decramer M and Roussos D., 2002, Imaging and Lung (5).
Dieses, European Respiratory Journal. Kimura, S., Morimoto, T., Uyama, T., Monden, Y.,
Rahiman, M. H. F., Rahim, R.A., and Tajjudin, M., Kinouchi, Y., and Iritani, T., 1994, American
2006, “Non-invasive imaging of liquid/gas flow College of Chest Physicians, Application of
using ultrasonic transmission-mode tomography,” electrical impedance analysis for diagnosis of a
IEEE Sensor Journal, 6(6). pulmonary mass.
Noor J.A.F., 2007, Electrical Impedance Tomography Su Y., Zhang F., Xu K., Yao J., and Ruikang, Wang K.,
at Low Frequencies, Thesis of Philoshopy Doctor, 2005, A photoacoustic tomography system for
University New South Wales. imaging of biological tissues, J. Phys. D: Appl.
Blanco, R.T., Ojala,R., Kariniemi,J., Perala,J., Phys. 38, pp. 2640–2644.
Niinimaki,J., Tervonen, O., 2005, European
Journal of Radiology (56) 130-142, Interventional
and Intraoperative MRI at low field scanner- a
review.

71 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
DETEKSI PERUBAHAN WARNA BAHAN TUMPATAN GIGI
MENGGUNAKAN METODE PENGOLAHAN CITRA SEDERHANA

Y.G. Yhun Yhuwana1* ,E Srimulyani2, Samian1, dan Moh. Yasin1


1
Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
2
Peserta Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas Airlangga
*Email : yhosep-g-y-y@fst.unair.ac.id

ABSTRAK
Pemaparan disclosing agent pada bahan tumpatan gigi akan memberikan perubahan warna. Perubahan
warna yang terjadi akan membantu dalam proses diagnosis dibidang kedokteran gigi. Dalam penelitian ini, dilakukan
deteksi perubahan warna bahan tumpatan gigi jenis kompomer, dengan cara memindai bahan tumpatan gigi sebelum
dan sesudah dipapari. Perubahan warna dihitung dalam format RGB (0 – 255 level) dengan cara menghitung rata-
rata selisih nilai RGB tiap pixel image bahan sebelum dan sesudah pemaparan. Dari sepuluh sampel bahan yang diuji,
nilai rata-rata beda R, G, dan B masing-masing sebesar 6, 16 dan 33 level untuk sekali bilas dan 4, 10 dan 29 level
untuk dua kali bilas. Standart error sistem pemindaian untuk nilai R, G, dan B sebesar 1 Karena nilai rata beda R, G,
dan B lebih besar dari 1.
Kata Kunci : Bahan tumpatan gigi, disclosing agent dan pengolahan citra.
PENDAHULUAN pemaparan disclosing agent dalam format RGB
Perubahan warna pada gigi dapat menggunakan sensor CCD garis dan cahaya
diklasifikasikan dalam dua katagori, yaitu perubahan polikromatis yang terdapat pada pemindai dengan
warna ekstrinsik dan intrinsik. Perubahan warna metode pengolahan citra memanfaatkan program
ekstrinsik umumnya disebabkan oleh makanan, Matlab.
minuman, noda tembakau maupun noda logam nitrat
perak. Sedangkan Perubahan warna intrinsik METODE PENELITIAN
diakibatkan oleh noda yang terdapat di dalam email dan Pembuatan Program Pengolahan Citra
dentin (Grossman, 1998). Perubahan warna pada gigi Program penghitungan nilai beda RGB
terjadi akibat noda alamiah maupun pewarnaan dilakukan per pixel dari citra hasil pemindaian. Metode
iatrogenik (Walton dan Torabinejab, 1996). Noda pengolahan citra memanfaatkan image processing
alamiah berada permukaan gigi atau berikatan didalam toolboxes pada program Matlab 7.9.0 (R2009B).
struktur gigi, sedangkan pewarnaan iatrogenik Diagam alir program pengolahan citra diperlihatkan
disebabkan oleh bahan kimia yang sengaja dipaparkan pada Gambar 1.
untuk tindakan klinis di bidang kedokteran gigi.
Deteksi perubahan warna pada gigi maupun
pengukuran warna gigi telah dilakukan menggunakan
spektroradiometri dengan bantuan kamera digital
dengan dua penyinaran dan dua filter yang berbeda
(D.Y. Ng dan J.P. Allebach, 2003). Spektroradiometri
juga digunakan dalam pengukuran warna gigi untuk
mengestimasi usia pemilik gigi (Martin et all, 2003).
Kedua metode menghasilkan kurva intensitas cahaya
pantulan dari gigi sebagai fungsi panjang gelombang.
Seperti telah diketahui bahwa interpretasi warna secara
fisis dilakukan melalui panjang gelombang cahaya
pantulan dari benda.(spektrum cahaya tampak). Jadi
apapun metode yang digunakan dalam pengukuran
warna harus berbasis pada panjang gelombang cahaya
pantulan dari benda.
Dalam Perkembangan selanjutnya diketahui
bahwa retina manusia mempunyai tiga jenis sel yang
disebut cone. Ketiga sel tersebut peka terhadap warna
merah, hijau, dan biru atau disingkat RGB (Johnson,
1992). Kombinasi RGB tersebut akhirnya
diterjemahkan oleh otak manusia sebagai warna.
Format dalam RGB mempunyai nilai 0 – 255. Pada
layar komputer, penampilan warna dilakukan dalam
Gambar 1. Diagram alir program pengolahan citra
format RGB. Transformasi nilai panjang gelombang
cahaya tampak ke format RGB telah dilakukan untuk Program diuji dengan menghitung nilai beda R,G, dan
proses komputasi (Bruton, 1996). B dari file yang sama. Bila nilai beda R, G, dan B yang
Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran diperoleh nol, maka program berfungsi dengan baik.
perubahan warna bahan tumpatan gigi akibat

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 72
Menentukan Standart Error Sistem Pengukuran Tabel 1. Hasil penghitungan nila R, G, dan B untuk 30 hasil
Sistem pengukuran terdiri dari pemindaian dan pemindaian dan pemilihan luas sampel
pemilihan luas serta koordinat piksel dari citra sampel
yang dilakukan secara manual dalam bentuk matrik.
Standart error sistem pengukuran diperlukan untuk
menentukan terjadinya perubahan warna (RGB) pada
citra sampel sebelum dan sesudah perlakuan.
Penentuan standart error sistem dilakukan dengan
memindai sampel yang sama sebanyak 30 kali,
kemudian dilakukan pemilihan luas dan koordinat
piksel dari tiap citra sampel hasil pemindaian. Dari
hasil pemilihan luas citra kemudian dipisahkan
komponen R, G, dan B dan dihitung standart error
untuk masing-masing nilai R, G, dan B berdasarkan
persamaan berikut :
∑(𝑛−𝑛�)
𝜎=� (2)
𝑁−1
Dengan n, 𝑛� dan N masing-masing menyatakan nilai
hasil pengukuran, nilai rata-rata hasil pengukuran dan
jumlah pengukuran.

Menentukan Perubahan Warna Sampel Akibat


Perlakuan
Sampel berupa 10 buah tumpatan gigi dari
bahan komponer dipindai sebelum perlakuan untuk
diambil citranya. Perlakuan diberikan dengan
memaparkan disclosing agent yang mengandung
fluorescent pada sampel. Setelah kering, sampel dibilas
dengan aquades kemudian dipindai setelah keadaannya
kering. Pembilasan dilakukan sekali lagi kemudian
dipindai sekali lagi.
Hasil pemindaian citra sampel sebelum dan
sesudah perlakuan (sekali dan dua kali bilas) kemudian
dipilih luasannya dan dipisahkan berdasarkan
komponen R, G, dan B. Pemilihan luasan sampel
sebelum dan sesudah perlakuan, luas serta koordinat
dari piksel yang dipilih harus sama agar operasi
pengurang nilai R, G, dan B dilakukan pada piksel Berdasar persamaan (2), diperoleh standart
yang sama. operasi aritmatik untuk memperoleh beda error sistem pengukuran untuk R, G, dan masing-
nilai R, G, dan B setiap piksel citra pada komponen masing sebesar 1. Artinya jika hasil pengukuran sampel
matrik yang sama. Secara matematis operasi untuk tiap komponen R, G, maupun B menghasilkan
aritamtikanya adalah tersebut dapat ditulis : Nilai beda nilai beda lebih besar dari 1, dapat dikatakan sampel
= |Rsesudah – Rsebelum|, program kemudian telah mengalami perubahan warna untuk tiap
menyimpan hasilnya dalam bentuk nilai beda rata-rata komponennya.
R, G, dan B per piksel dalam luasan citra sekaligus Salah satu hasil pemidaian citra sampel
histogram beda nilai tiap piksel. sebelum dan sesudah perlakuan (pembilasan pertama)
diperlihatkan pada Gambar 2. Luasan citra terpilih serta
HASIL DAN PEMBAHASAN pemisahan komponen R, G, dan B masing- masing
Hasil uji program penghitungan nilai beda R, diperlihatkan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
G, dan B dari file yang sama menghasilkan nilai beda
untuk R, G, dan B masing-masing bernilai nol, artinya
program penghitungan sudah bekerja dengan baik
karena program mengurangkan nilai yang sama.
Sedangkan hasil uji standart error sistem pengukuran
diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 2. Citra hasil pemidaian sampel sebelum dan sesudah


perlakuan.

73 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
Gambar 3. Hasil pemilihan luasan citra sampel sebelum dan
sesudah perlakuan

Gambar 4. Hasil pemisahan komponen R, G, dan B luasan


citra sampel sebelum dan sesudah perlakuan

Contoh hasil olah program terhadap


penghitungan nilai beda R, G, dan B sampel pada Gambar 7. Hasil penghitungan nilai beda B serta
Gambar 3 serta histogramnya masing-masing histogramnya
diperlihatkan pada Gambar5, Gambar 6, dan Gambar 7.
Hasil penghitungan nilai beda R, G, dan B
untuk 10 buah sampel dengan perlakuan sekali dan dua
kali bilas diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penghitungan nilai beda R, G, dan B dengan


perlakuan sekali dan dua kali bilas.

Gambar54. Hasil penghitungan nilai beda R serta


histogramnya
Nilai beda rata-rata per piksel untuk 10 buah
sampel dengan perlakuan satu kali bilas hasilnya adalah
nilai beda (rata-rata) R=6, G=16, dan B=33,. Untuk
perlakuan dua kali bilas menghasilkan nilai beda R=5,
G=10, dan B=29. Berdasarkan standart error sistem
pengukuran (R = 1, G = 1, dan B = 1), pemaparan
disclosing agent disertai pembilasan menggunakan
aquades baik sekali bilas maupun dua kali bilas
menghasilkan perubahan warna karena nilai R, G, dan
B lebih besar dari satu. Perubahan terbesar terjadi pada
warna biru sebesar 33 level untuk pembilasan pertama
dan 29 level untuk pembalasan kedua. Untuk keadaan
dari pembilasan pertama ke pembilasan kedua terjadi
perubahan pada warna hijau (6 level) dan biru (4 level).
Untuk warna merah tidak mengalami perubahan warna
karena nilai perubahannya tidak lebih besar dari satu.
Hasil penghitungan nilai perubahan warna
pada bahan tumpatan dapat dikatakan sangat akurat
karena nilai perubahan warna dihitung per piksel.
Gambar 6. Hasil penghitungan nilai beda G serta
Sementara itu, pemindaian dilakukan dengan resolusi
histogramnya
150 dpi (dot per inch), maka tiap piksel yang dihitung
mempunyai luas 0,26 mm2. Dipihak lain, luas sampel
yang dihitung rata-rata sebesar 31,4 mm2.

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 74
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
program pengolahan citra sederahana dapat Dubois, Eric., 2009, The Structure and Properties of
mendeteksian perubahan warna pada bahan tumpatan Color Spaces and the Representation of
gigi dari bahan kompomer akibat pemaparan bahan Color Images, Morgan & Claypool
disclosing agent disertai pembilasan menggunakan Publishers, Ottawa.
aquades. Metode yang sama juga dapat digunakan DuYong Ng and Jan P. Allebach, 2003, Non Contact
untuk mendeteksi perubahan warna pada bahan Imaging Colorometer for Human Tooth
restorasi gigi jenis yang lain dan akibat pemaparan Color Assessment Using Digital Camera,
bahan yang lain sepanjang sampel bahan restorasi gigi Journal of Imaging Science and Technology,
tersebut dapat dipindai dengan alat pemindai Vol. 47, No. 6, 531 – 538.
Gonzales, R,C., Wood R, E., and Eddin S, L., 2003,
Digital Image Processing Using MATLAB,
Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.
Grossman, L. I., 1998, Endodontic Practice, Eleventh
Edition, Lea & Febiger, Pensylvania.
http://www.physics.sfasu.edu/astro/color.html. Tanggal
akses 1 Juni 2010 (Dan Burton, 1996)
Johnson, P., 1992, Human – Computer Interaction.
Psychoogy, Task Analysis and Software
Engineering, Mc Graw Hill, London.
Martin. S, Valenzuala A, Renzo Bellini, Carlos Salas,
Manuel Rubino, Jose Antonio Garcia, 2003,
Objective Measurement of Dental Color for
Age Estimation by Spectroradimetry,
Forensic Science International, 132, 57 – 62.
Walton, R. and Torabinejab, M., 1996, Principle and
Practice of Endodontic, Second Edition, W.
B. Saunder Co, Philadelphia.

75 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
OPTIMASI PERAMALAN MODEL JARINGAN SARAF RBF-GARCH DENGAN
MENGGUNAKAN ALGORITMA KUNANG-KUNANG

Asri Bekti Pratiwi*


Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
*Email : asri.bekti@gmail.com

Abstract.
This paper presents a model for time series forecasting, that is Radial Basis Function – Generalized
Heteroscedastic (RBF-GARCH) with error optimation using Firefly Algorithm. The Firefly Algorithm optimized
forecasting error based on the value of center, width and weight that is obtained from trainning process of RBF neural
network. Based on the application result on daily asset return data of Bank Rakyat Indonesia Tbk on 11 November
2003 – 11 March 2011 to forecast the out-sample data for 7-days ahead shows that Firefly Algorithm has successfully
minimize the forecasting error. It achives 0,00108 in terms of RMSE which is better than the traditional RBF-GARCH
Neural Network.

Keywords: forecasting, RBF-GARCH, firefly algorithm, neural network.

PENDAHULUAN untuk menarik perhatian kunang-kunang yang lain


Model time series telah dikenal dengan baik (komunikasi) dan untuk menarik mangsa (Zheng, G.L.
untuk tujuan peramalan kejadian di masa yang akan dan Billings, S.A., 1996).
datang. Dalam analisis data makro-ekonomi, sebagian Dalam penelitian ini dilakukan kajian
besar deret waktu biasanya menunjukkan suatu mengenai optimasi error dari hasil peramalan model
lonjakan-lonjakan variansi yang besar pada suatu jaringan saraf RBF-GARCH dengan menggunakan
periode tertentu sehingga asumsi variansi error konstan algoritma kunang-kunang. Nilai dari parameter bobot,
tidak dipenuhi (Enders, W. 1995). Data time series center dan lebar dari jaringan saraf RBF dioptimasi
dengan variansi errornya yang tidak homogen di setiap menggunakan algoritma kunang-kunang untuk
waktunya dinamakan data time series dengan mendapatkan error yang minimum.
conditional heteroscedastic. Beberapa metode telah
digunakan untuk mengatasi masalah heteroscedastic MODEL JARINGAN SARAF RBF-GARCH
diantaranya adalah model Autoregressive Conditional Misalkan 𝐳𝑡 = �𝑧1𝑡 , 𝑧2𝑡 , … , 𝑧𝑞𝑡 �′ ⊆ ℝ𝑞 adalah
Heteroscedastic (ARCH) yang dikenalkan dengan vektor yang memuat 𝑞 variabel penjelas (variabel
pertama kali oleh Engle (Engle, R. F. 1982). Kemudian prediktor) bagi respon 𝑦𝑡 ∈ ℝ, 𝑡 = 1, … , 𝑇. Dimisalkan
Bollerslev mengembangkan model Generalized hubungan antara 𝑦𝑡 dan 𝐳𝑡 mengikuti model dengan
Autoregressive Conditional Heteroscedastic (GARCH) bentuk
(Bollerslev, T.1986). Model conditional heteroscedastic 𝑦𝑡 = 𝔼[𝑦𝑡 |𝐳𝑡 ] + 𝜀𝑡 = 𝑓 (𝐳𝑡 ) + 𝜀𝑡 (1)
tersebut telah banyak digunakan untuk memodelkan
variansi error dari suatu model time series ARIMA maka model Jaringan Saraf Fungsi Basis Radial
ketika variansi errornya tidak homogen. merupakan pendekatan dari model dari persamaan
Tujuan utama permodelan data time series (1), yaitu
adalah agar dapat dilakukan peramalan terhadap data- 𝑦𝑡 = ∑𝑚𝑖=1 𝑤𝑖 𝜑 (‖𝐳𝑡 − 𝜇𝑖 ‖) + 𝜀𝑡 (2)
data yang akan datang. Keakuratan hasil prediksi dengan 𝒛𝑡 merupakan variabel penjelas, 𝜇𝑖 adalah
sangat diperlukan terutama dalam pengambilan center atau pusat atas fungsi basis ke-𝑖 dan 𝑤𝑖 adalah
keputusan dalam banyak bidang khususnya ekonomi. bobot atas fungsi basis ke-𝑖. Fungsi 𝜑(∙) adalah fungsi
Kasus heteroscedastic sering ditemukan pada data aktivasi yang pada jaringan saraf Fungsi Basis Radial
harga saham yang variansi error konstan tidak dipenuhi biasa disebut sebagai fungsi basis. Fungsi basis
(Engle, R. F. 1982). Gaussian [5] didefinisikan sebagai berikut
Beberapa peneliti telah mengembangkan
𝑥2
model peramalan dengan menggabungkan beberapa 𝜑𝑗 (𝑥 ) = 𝑒𝑥𝑝 �− 2𝜎2� (3)
𝑗
metode peramalan dengan jaringan syaraf tiruan.
Kamstra dan Donaldson menggabungkan Generalized dengan 𝜎𝑗 adalah lebar dari fungsi basis.
Autoregressive Conditional Heteroscedastic (GARCH) Model Jaringan Saraf RBF-GARCH
dengan Artificial Neural Network (ANN), dikenal merupakan gabungan dari model Jaringan Saraf Fungsi
dengan NN-GARCH [4]. Suatu model gabungan antara Basis Radial dengan model heteroscedastic, yaitu
Fungsi Basis Radial (RBF) dan NN-GARCH atau model GARCH. Model GARCH (1,1) berbentuk
dikenal dengan model RBF-NN-GARCH diteliti oleh (Bollerslev, T. 1986):
Coelho dan Santos (Coelho, L. dan Santos, A. 2010). 𝜀𝑡 = 𝑢𝑡 �ℎ𝑡 , 𝑢𝑡 ~𝑁(0,1) ht = ω + δε2t-1 + τht-1
Xin-She Yang mengenalkan algoritma
(4)
kunang-kunang atau Firefly Algorithm (FA). Algoritma
kunang-kunang adalah algoritma metaheuristik yang
terinspirasi dari perilaku kedip cahaya kunang-kunang.
Terdapat dua fungsi dasar kedip cahaya tersebut, yaitu

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 76
Coelho dan Santos memperkenalkan model Langkah 8 : Hitung error output. Jika terdapat
RBF-NN-GARCH atau disebut model Jaringan pengurangan error apabila dibandingkan dengan k−1,
Saraf RBF-GARCH dengan hidden unit m yaitu : pilih 𝑦𝑡−𝑘
𝑚

𝑦𝑡 = � 𝑤𝑖 𝜑(‖𝐳𝑡 − 𝜇𝑖 ‖) + 𝜀𝑡
Penentuan Center Unit Hidden
𝑖=1
Algoritma clustering K-means digunakan dalam
𝜀𝑡 = 𝑢𝑡 �ℎ𝑡 , 𝑢𝑡 ~𝑁(0,1) (5) penentuan jumlah cluster yang optimal serta nilai
2
ℎ𝑡 = 𝜔 + 𝛿𝜀𝑡−1 + 𝜏ℎ𝑡−1 center dari masing-masing cluster pada jaringan saraf
dengan ω, δ dan τ adalah parameter variansi bersyarat Fungsi Basis Radial.
ht . Algoritma dari metode clustering K-means [8]
Pembentukan model Jaringan Saraf RBF- dengan 𝑛 unit input adalah sebagai berikut :
GARCH terdiri dari empat tahapan. Tahapan pertama Langkah 1 : Pilih 𝑙 < 𝑛 cluster
adalah penentuan variabel penjelas zt yang relevan. Langkah 2 : Ambil sejumlah 𝑙 learning data yang
Kedua adalah penentuan center pada jaringan syaraf pertama 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑙 sebagai vektor center :
Fungsi Basis Radial. Ketiga adalah perhitungan nilai µj = xj, j = 1,2,..., l
fungsi basis untuk mendapatkan tahapan yang keempat, Langkah 3 : Kelompokkan 𝑥𝑖 (𝑖 = 𝑙 + 1, 𝑙 +
yaitu perhitungan bobot serta estimasi parameter 2, … , 𝑛) kedalam salah satu cluster berdasarkan criteria
GARCH. jarak terkecil : 𝑥𝑖 masuk kesalah satu cluster ke-𝑗
dimana
Pemilihan Variabel Penjelas
Penentuan variabel input dalam peramalan xi − µ j = min xi − µ j , 1≤ j ≤ l
j
data time series merupakan salah satu permasalahan
Langkah 4 : Update vektor center dengan
utama dalam penerapan Jaringan Syaraf Tiruan. Tidak
menggunakan nilai center yang baru, yaitu :
semua lag variabel dapat digunakan sebagai input,
1
karena beberapa variabel mungkin tidak relevan
sehingga dapat menyebabkan dimensi input terlalu
µj =
nj
∑x ,
xi ∈ j
i 1≤ j ≤ l
tinggi, meningkatkan kompleksitas komputasi dan
dengan 𝑛𝑗 adalah jumlah learning data yang termasuk
kebutuhan memori (Zheng, G.L. dan Billings, S.A.,
dalam cluster 𝑗.
1996). Variabel penjelas yang terpilih (relevan) adalah Langkah 5 : Kelompokkan 𝑥𝑖 (𝑖 = 1, 2, … , 𝑛)
variabel yang memberikan pengurangan error kedalam salah satu cluster berdasarkan kriteria jarak
peramalan cukup besar pada peramalan in-sample terkecil pada langkah 3.
dengan menggunakan jaringan saraf RBF. Pada Langkah 6 : Selama masih terdapat perpindahan
tahapan ini, algoritma clustering K-means digunakan paling sedikit satu unit data ke dalam cluster yang
untuk mengelompokkan unit input ke dalam beberapa berbeda, lakukan langkah 4-6.
cluster dan mendapatkan center untuk masing-masing
cluster. Untuk memperoleh nilai bobot yang optimal
Perhitungan Lebar
digunakan metode least square. Lebar dapat pula disebut sebagai radius dalam
fungsi Gaussian. Nilai lebar dapat dihitung berdasarkan
Tahapan : rumus standar deviasi sebagai berikut :
Langkah 1 : Untuk 𝑘 berjalan dari 1 sampai lag,
lakukan : ∑𝑚 �)
𝑖=1(𝜇𝑖−𝜇
𝜎=� (6)
Langkah 2 : Bentuk matriks unit input, 𝑋 dengan 𝑚−1

Yt vektor training, yaitu 𝑋 = [𝑦𝑡−1 , 𝑦𝑡−2 , … , 𝑦𝑡−𝑘 ] dengan 𝜇𝑖 (𝑖 = 1,2, … , 𝑚) adalah center, 𝜇̅ adalah rata-
Langkah 3 : Hitung jumlah unit hidden yang rata center dan 𝑚 adalah banyaknya center yang
optimal berdasarkan algoritma clustering K-means. terpilih. Setelah nilai center dan lebar diketahui maka
Dapatkan center dari setiap unit hidden. dapat diperoleh fungsi radial basisnya dengan
Langkah 4 : Hitung lebar dari setiap unit hidden menggunakan fungsi yang digunakan untuk membawa
(cluster) berdasarkan jarak Euclidean antara center 𝜇𝑗 input menuju output yang diinginkan, yaitu fungsi
dan persekitaran terdekatnya, yaitu Gaussian pada persamaan (3).
{
σ j = min α µ j − µ i i≠ j } dengan 𝛼 adalah Estimasi Bobot dan Parameter GARCH
learning rate Estimasi parameter model Jaringan Syaraf
Langkah 5 : Dapatkan output berupa matriks 𝐀 RBF-EGARCH, yaitu parameter θ = (θM , θV )′, dengan
dari layer hidden dengan menggunakan fungsi aktivasi θM = (w1 , … , wm )′ yang merupakan parameter bobot
Gaussian, dengan 𝐴𝑖𝑗 merupakan output dari input pada model jaringan syaraf Fungsi Basis Radial dan
input ke-𝑖 unit hidden ke-𝑗. θV = (ω, δ, τ)′ yang merupakan parameter model
Langkah 6 : Hitung bobot antara layer hidden dan GARCH, dapat dilakukan dengan menggunakan
output dengan menggunakan least square, yaitu metode Maximum Likelihood (Medeiros, M.,et
𝑤 = (𝐀𝑇 𝐀 )−1 𝐀𝑇 𝑦, dengan 𝑦 adalah target. all.,2009).
Langkah 7 : Dapatkan estimasi output target, yaitu Diasumsikan distribusi bersyarat
𝑦 = 𝐀𝑤. 𝑓 (𝑦𝑡 |𝑦𝑡−1 , … , 𝑦1 , 𝜃 ) adalah normal dengan mean 𝑦�𝑡 dan

77 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
variansi ℎ�𝑡 dengan 𝜃 adalah vektor parameter dalam 𝑦�𝑡 dalam populasi itu, maka kunang-kunang akan
dan ℎ�𝑡 . Maka fungsi likelihood bersyaratnya adalah bergerak secara acak.
𝑓(𝑦1 , … , 𝑦𝑇 ; 𝜃) 3. Kecerahan dipengaruhi oleh fungsi objektif.
𝑇 Algoritma kunang-kunang digunakan untuk
1 1 𝜀𝑡2 mengoptimalkan nilai parameter model Jaringan saraf
= 𝑓 (𝑦1 ; 𝜃) � exp �− �
�2𝜋ℎ𝑡 2 ℎ𝑡 RBF-GARCH yaitu nilai center, lebar dan bobot (Tao
𝑡=2
Xiong, Yukun Bao dan Zhongyi Hu, 2014).
1 1 (𝑦𝑡 −𝑦�𝑡 )2
= 𝑓(𝑦1 ; 𝜃) ∏𝑇𝑡=2 exp �− �
�2𝜋ℎ𝑡 2 ℎ𝑡
𝑇
A. Inisialisasi
1 1 1 (𝑦𝑡−𝑦�𝑡 )2
=� � 𝑓 (𝑦1 ; 𝜃) ∏𝑇𝑡=2 exp �− � (7) Inisialisasi posisi awal kunang-kunang dibangkitkan
√2𝜋 �ℎ𝑡 2 ℎ𝑡
secara random dengan interval yang diperoleh dari
dengan 𝑓 (𝑦1 ; 𝜃) adalah fungsi kepadatan probabilitas proses training pada jaringan saraf RBF yang nantinya
saat pengamatan pertama, yaitu 𝑦1 . MLE untuk 𝜃 merupakan nilai yang mengoptimalkan error
(dinotasikan dengan 𝜃� ) adalah nilai 𝜃 yang peramalan. Proses training dari jaringan saraf RBF
memaksimumkan fungsi likelihood-nya. Jika fungsi digunakan untuk mendapatkan interval awal kunang-
likelihood pada persamaan (7) dinyatakan dengan L, kunang. Yaitu xopt = (µop, σop, wop), dengan µop ∈ [-µ,
maka fungsi log likelihood nya adalah sebagai berikut µ], σop ∈ [-σ, σ], dan wop ∈ [-w, w]. Fungsi objektif
ln 𝐿 = ln 𝑓(𝑦1 , … , 𝑦𝑇 ; 𝜃) dihitung dengan menggunakan RMSE, yaitu
𝑇
= ln(2𝜋)− �2 + ln 𝑓 (𝑦1 ; 𝜃) m

∑ (y − yˆ t )
𝑇 2
1 1 (𝑦𝑡 − 𝑦�𝑡 )2 t
+ ln �� exp �− �� t =1
�ℎ𝑡 2 ℎ𝑡 RMSE =
𝑡=2 m (7)
𝑇
𝑇� 1� dengan (𝑦𝑡 − 𝑦�𝑡 ) adalah error peramalan untuk 𝑚
= ln(2𝜋)− 2 + ln 𝑓 (𝑦1 ; 𝜃) + � ln(ℎ𝑡 )− 2
pengamatan.
𝑡=2
𝑇
1 (𝑦𝑡 − 𝑦�𝑡 )2 Update Posisi Kunang-kunang
− � Setelah mendapatkan nilai error peramalan, maka
2 ℎ𝑡
𝑡=2 dilakukan perangkingan posisi kunang-kunang
𝑇
= − ln(2𝜋) + ln 𝑓(𝑦1 ; 𝜃) − ∑𝑇𝑡=2 ln(ℎ𝑡 ) −
1 berdasarkan hasil fungsi objektif, yaitu nilai RMSE
2
(𝑦𝑡 −𝑦�𝑡 )2
2 yang paling kecil. Kemudian semua kunang-kunang
1
∑𝑇𝑡=2 akan bergerak menuju kunang-kunang yang memiliki
2 ℎ𝑡
nilai fungsi objektif lebih kecil, yaitu kunang-kunang
(8) yang memiliki intensitas cahaya lebih terang.
Untuk mempermudah proses estimasi, Pada kunang-kunang yang berdekatan maka akan
persamaan (8) pada model jaringan syaraf Fungsi Basis timbul daya tarik yang dirumuskan pada persamaan :
2
Radial dapat pula dituliskan dalam bentuk persamaan 𝛽 = 𝛽0 𝑒 −𝛾𝑟 (8)
regresi sebagai berikut β0 adalah daya tarik saat jarak r = 0, sedangkan γ
𝑦 = 𝛗𝜃𝑀 + 𝜀 (9) merupakan koefisien penyerapan cahaya. Pergerakan
dengan 𝑦 = 𝑦1 , 𝑦2 , … , 𝑦𝑇 ′ , 𝜀 = 𝜀1 , 𝜀2 , … , 𝜀𝑇 )′,
( ) ( kunang-kunang i bergerak menuju tingkat itensitas
𝜃𝑀 = (𝑤1 , … , 𝑤𝑚 )′ dan cahaya yang terbaik ditentukan sebagai berikut :
φ(‖z1 − µ1 ‖) ⋯ φ(‖z1 − µm ‖) 2 1
𝑥𝑖𝑡+1 = 𝑥𝑖𝑡 + 𝛽0 𝑒 −𝛾𝑟𝑖𝑗 �𝑥𝑗𝑡 − 𝑥𝑖𝑡 � + 𝛼(𝑟𝑎𝑛𝑑 − )
𝛗= � ⋮ ⋱ ⋮ � 2
(9)
φ(‖zT − µ1 ‖) ⋯ φ(‖zT − µm ‖)
α adalah parameter pengacak dan rand adalah nilai
Dengan 𝜑 adalah tetap (fixed), maka nilai awal dari acak yang dibangkitkan dari distribusi Uniform [0,1].
vektor parameter 𝜃𝑀 dapat diestimasi dengan
Simulasi
𝜃�0,𝑀 = (𝛗′𝛗)−1 𝛗′𝑦 (10)
Sampel data adalah return saham harian Bank
Rakyat Indonesia Tbk (BBRI.JK) antara 11 November
Algoritma Kunang-kunang 2003 – 11 Maret 2011 dengan jumlah data sebanyak
Algoritma kunang-kunang memiliki ketentuan sebagai 1911 pengamatan yang memiliki variansi error
berikut (Xin-She Yang. 2010) : heteroscedastic. Sebanyak 80% data pertama yaitu
1. Semua kunang-kunang unisex sehingga seekor 1531 data pengamatan digunakan untuk mengestimasi
kunang-kunang akan tertarik pada kunang-kunang parameter model Jaringan Syaraf RBF-GARCH dan
lain tanpa memperhatikan jenis kelaminnya 20% sisanya yaitu 380 data pengamatan digunakan
2. Daya tarik sebanding dengan tingkat kecerahan untuk peramalan out-sample dan sebagai validasi
cahaya kedip kunang-kunang. Sehingga untuk model. Gambar 1 menyajikan plot data dari return
setiap dua kunang-kunang yang berkedip, satu saham harian Bank Rakyat Indonesia.
diantara mereka akan bergerak menuju kunang-
kunang lain yang lebih terang. Kecerahan mereka
menurun karena jarak antara kunang-kunang
meningkat. Jika tidak ada yang paling terang di

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 78
0.08
Return Saham Harian Bank Rakyat Indonesia Tbk
Gambar 2 Plot Hasil Peramalan tanpa menggunakan
0.06
Algoritma Kunang-kunang
0.04
Jaringan Saraf RBF-GARCH
0.02 0.01

Return
Prediksi
0 Aktual
0.005
-0.02

-0.04
0
-0.06
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Hari

Returns
-0.005

Gambar 1 Plot Return Saham Bank Rakyat Indonesia


-0.01

Dari perhitungan iteratif seleksi variabel -0.015

penjelas berdasarkan error peramalan yang paling kecil,


diperoleh 8 inputan yang merupakan variabel penjelas
-0.02
1 2 3 4 5 6 7
Hari

terbaik yang digunakan dalam peramalan data Gambar 3 Plot Hasil Peramalan dengan menggunakan
return saham Bank Rakyat Indonesia Tbk adalah Algoritma Kunang-kunang
𝑧𝑡 = (𝑦𝑡−1 , 𝑦𝑡−2 , 𝑦𝑡−3 , 𝑦𝑡−4 , 𝑦𝑡−6 , 𝑦𝑡−10 , 𝑦𝑡−14 , 𝑦𝑡−24 ) Tabel 3 RMSE Hasil Peramalan
dengan RMSE < 0.001. Pemilihan jumlah
RMSE
cluster/unit hidden optimal jaringan saraf RBF MODEL
7 HARI KEDEPAN
diperoleh sebanyak 5 unit hidden.
Algoritma kunang-kunang digunakan untuk Jaringan Saraf RBF-GARCH 0,00763
mengoptimalkan parameter nilai center, lebar dan Jaringan Saraf RBF-GARCH
bobot yang diperoleh dari model jaringan RBF- dengan menggunakan 0,00107
GARCH. Proses iteratif nya dengan trial dan algoritma kunang-kunang
memperhitungkan error peramalannya diperoleh hasil
terbaik dengan jumlah populasi sebanyak 40, KESIMPULAN
maksimum iterasi sebanyak 100, α =0.25, β0 = 0.1, dan Dari hasil simulasi peramalan pada data return
tingkat penyerapan γ = 1. Nilai center, dan bobot saham Bank Rakyat Indonesia, Tbk dapat disimpulkan
optimal disajikan pada Tabel 1, sedangkan nilai lebar bahwa algoritma kunang-kunang telah berhasil
optimal σop = 0,0221. memberikan hasil peramalan yang lebih baik untuk
meramalkan model Jaringan Saraf RBF-GARCH.
Tabel 1 Center dan Bobot Model Jaringan Syaraf RBF-
GARCH Daftar Pustaka
Unit Hidden Enders, W. (1995), Applied Econometricc Time
1 2 3 4 5
Series, John Willey & Sons. Inc, Canada.
Engle, R. F. (1982), ’Autoregressive Conditional
Center (µop) 0,0120 0,0324 -0,0104 0,002 -0,0259
Heteroscedaticity With Estimates of the
Bobot (wop) -0,0874 0,0668 0,0019 0,0751 -0,0474 Variance of United Kingdom Inflation’,
Econometrica 40, 987-1007.
Hasil peramalan untuk 7 hari kedepan model Bollerslev, T. (1986), ’Generalized Autoregressive
Jaringan Saraf RBF-GARCH tanpa menggunakan Conditional Heteroscedasticity’, Journal
algoritma kunang-kunang disajikan pada Gambar 2. of Econometrica 31, 307-327.
Sedangkan Gambar 3 menyajikan hasil peramalan Kamstra, M. J. dan Donaldson, G. (1997). ‘An
dengan menggunakan algoritma Kunang-kunang.
Artificial Neural Network GARCH Model
Peramalan dengan menggunakan algoritma Kunang-
kunang untuk model RBF-GARCH memberikan
for International Stock Market Volatility’,
RMSE lebih kecil yaitu sebesar 0,00108 disajikan Journal of Empirical Finance 4.1, 17-46.
dalam Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, optimasi error Coelho, L. dan Santos, A. (2010). ‘A RBF Neural
peramalan model Jaringan Saraf RBF-GARCH dengan Network Model with GARCH Errors :
menggunakan algoritma kunang-kunang memberikan Application to Electricity Price
peningkatan keakuratan hasil peramalan. Forecasting’. Electric Power Systems
Research 81, 74-83.
Xin-She Yang. (2010).
Jaringan Saraf RBF-GARCH
0.025
Prediksi
Nature-Inspired
0.02 Aktual
Metaheuristic Algorithms. Second
0.015
Edition. Luniver Press, United Kingdom.
Zheng, G.L. dan Billings, S.A., (1996), ‘Radial
0.01

0.005

Basis Function Configuration Using


Returns

-0.005 Mutual Information and the Orthogonal


-0.01 Least Square Algorithm’, Neural
-0.015
Networks 9, 1619-1637.
-0.02
1 2 3 4 5 6 7
Hari

79 JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014
Gupta, M. M., Jin, L., dan Homma, N. (2003).
Static and Dynamic Neural Networks :
From Fundamentals to Advanced, John
Wiley & Sons, Inc., Canada.
Medeiros, M., McAleer, M., Slottje, D., Ramos,
V. dan Rey-Maqquiera, J. (2008), ’An
Alternative Approach to Estimating
Demand : Neural Network Regression
with Conditional Volatility for High
Frequency Air Passenger Arrivals’,
Journal of Econometrics 147, 378-382.
Tao Xiong, Yukun Bao dan Zhongyi Hu, (2014).
‘Multiple-output support vector regression
with a firefly algorithm for interval-valued
stock price index forecasting’, Knowledge-
Based Systems 55, 87–100.

JURNAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM / Vol. 17 No. 2, Juli 2014 80
PETUNJUK PENULISAN MAKALAH

PERSYARATAN
1. Makalah harus bersifat ilmiah orisinal merupakan karya hasil penelitian, belum pernah dipublikasikan.
2. Panjang tulisan makalah maksimal 10 halaman kertas A4 termasuk tabel dan gambar serta diketik dengan huruf
time new roman (font size 10) dengan spasi tungal.
3. Makalah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dan abstrak ditulis dalam bahasa Inggris atau
bahasa indonesia.

ORGANISASI MAKALAH
Makalah memuat unsur Judul, Abstract, Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, Ucapan
Terima Kasih (bila perlu) dan Daftar Pustaka
1. JUDUL: bersifat informatif, singkat tapi jelas, di bawah judul dicantumkan nama penulis, asal instansi atau
universitas penulis, alamat pos penulis untuk korespondensi. Bila para penulis tidak berasal dari satu instansi
atau universitas, maka harus diberi tanda dan masing-masing tanda diberi nama instansi atau universitas
2. ABSTRACT: memuat inti permasalahan (tujuan, metode penelitian dan hasil), panjangnya tidak lebih dari 250
kata atau 3-4 % dari panjang makalah. Pada bagian bawah Abstract harus mencantumkan keyword (s), baik
dalam bentuk kata atau phrase
3. PENDAHULUAN: memuat latar belakang masalah, rencana pengembangan, tujuan dan harapan tentang
aplikasi hasil penelitian. Informasi tersebut merupakan argumentasi konsisten dan landasan teoritik
4. METODE PANELITIAN: memuat materi atau komponen, alat dan objek yang akan diteliti, cara kerja
penelitian, parameter yang diamati, rancangan yang digunakan serta teknis analisis yang dipakai
5. HASIL DAN PEMBAHASAN: memuat hasil-hasil utama (sesuai dengan parameter yang diamati), disertai
pembahasan ilmiah atau argumentasi yang mendukung
6. SIMPULAN DAN SARAN: memuat pernyataan singkat tentang hasil yang diperoleh dikaitkan dengan
hipotesis (bila ada) yang telah diajukan. Saran, kalau ada diajukan berkaitan dengan hasil penelitian yang
diperoleh dan berkaitan dengan pemantapan atau pengembangannya lebih lanjut.
7. DAFTAR PUSTAKA: disusun sebagai berikut :
a. Menurut abjad nama akhir pengarang. Acuan yang tidak dikenal pengarangnya digolongkan sebagai
Anonimus.
b. Contoh penulisan beberapa kepustakaan :
i. Buku: nama penulis, tahun, judul buku (dicetak miring), jilid, nama penerbit dan kota,
Contoh:
Brown, T.A., 1993, Genetics Molecular Approach, 2nd Ed. Chapman & Hall, London
ii. Jurnal: nama penulis, tahun, judul, nama jurnal (dalam singkat resmi dan dicetak miring), volume,
halaman (awal sampai akhir),
Contoh:
Bagnara, J.T., Fernadez, P.J., 1993, Hormonal Influences on The Development of Amphibian
Pigmentation Patterns, Zoological Science, 10 : 733-748
iii. Karangan dalam buku: nama penulis, tahun, judul karangan, nama editor, judul buku, jilid, nama
penerbit dan kota, halaman mulai dan akhir
Contoh:
Zainuddin, 1990, Penelitian Kuantitatif. Dalam : Sudijono dan Sarmanu, Ed. Penataran Metodologi,
Edisi ke-4: Lemlit Unair Surabaya, 15-20
iv. Karangan yang dibawakan dalam pertemuan ilmiah, laporan ilmiah dan sebagainya : nama
penulis, tahun, judul karangan, nama pertemuan ilmiah atau judul laporan ilmiah, tanggal dan kota
tempat pertemuan
Contoh:
Pangestu, M, Baikuni A., 1988, Pengaruh penyuluhan terhadap kebersihan lingkungan, Seminar
Nasional Kesehatan Lingkungan. 15 April, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai