Anda di halaman 1dari 6

Virus Hepatitis B adalah virus DNA dari keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus

berbentuk sirkular yang terdiri dari 3200 pasang basa. Ukuran virus hepatitis B sekitar 42 nm.
Virus ini mempunyai lapisan luar (selaput) yang berfungsi sebagai antigen HBsAg. Virus
mempunyai bagian inti dengan partikel inti HBcAg dan HBeAg. Masa inkubasi berkisar antara
15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari. Infeksi virus hepatits B akan berkembang secara
progresif. Berawal dari peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis
hati atau kanker hati.

Sel hati manusia menjadi target utama bagi virus Hepatitis B. Awalnya, virus Hepatitis B
akan melekat pada resptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke
dalam sitoplasma sel hepar. Virus akan melepaskan mantelnya di sitoplasma berupa
nukleokapsid. Selajutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB
akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintergrasi pada
DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB akan memerintahkan sel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peradangan darah, sehingga
terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis akibat respon imunologik penderita terhadap
infeksi

Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak
carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon imun host
terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses
klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat
kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitope protein
VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA)
class I-restriced CD8+ cell mengenali fragmen peptide VHB setelah mengalami proses intrasel
dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability Complex
(MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T
sitotoksik CD8+

Patofisiologi hepatitis B dibagi atas 5 fase, fase pertama adalah imun toleran, ditandai oleh
sistem imun menghambat replikasi VHB, dimana HBV DNA, HBeAg, dan HBsAg dilepaskan
dan dapat dideteksi dalam serum. Kedua adalah fase imun reaktif, pada fase ini HBeAg positif,
kadar alanine transferase (ALT) meningkat, Anti HBc IgM mulai diproduksi, HBV DNA,
HBeAg dan HBsAg semakin banyak. Fase ketiga adalah replikasi menurun, HBV DNA rendah,
HBeAg negatif, tetapi HBsAg masih ada, fase ini dikenal sebagai inactive carrier state, di mana
berisiko (10- 20%) untuk reakktivasi menjadi aktif kembali, fase keempat adalah HBeAg negatif,
tetapi pada fase ini, virus yang mengalami mutasi pada precore, regio promoter core dari genom
tetap aktif melakukan replikasi, sehingga komplikasi/kerusakan hepar terus berlanjut. fase kelima
adalah HBsAg negatif, replikasi virus berhenti, tetapi VHB masih berisiko ditularkan karena
berada dalam reaktifase.

Virus hepatitis B ditularkan melalui perkutan dan membran mukosa yang terinfeksi oleh
darah, saliva, semen, dan sekret vagina. Virus ini dapat bertahan hidup lebih dari satu minggu
pada permukaan kering, sehingga dapat meningkatkan penularan secara horizontal dalam satu
lingkungan keluarga. Gambaran klinik dari hepatitis B bervariasi, mulai dari tingkatan ringan
sampai yang lebih berat. Perjalanan penyakit hepatitis B dapat dibagi atas beberapa fase,
diantaranya fase inkubasi, fase akut, fase convalescent window, dan fase penyembuhan. Masing-
masing fase mempunyai waktu tertentu dan gejala klinis yang berbeda untuk penderitanya, serta
gambaran serologi yang digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan di mana fase seseorang

berada. Umumnya 65% infeksi virus hepatitis B tidak memberi gejala atau hanya bergejala
minimal. Gejala ringan menyerupai flu (demam, lemas, mual, muntah, sampai nyeri sendi dan
berat badan menurun). Infeksi yang tersembunyi dari penyakit ini membuat sebagian orang
merasa sehat dan tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi dan berpotensi menularkan virus
tersebut kepada orang lain. selanjutnya muncul gejala akut, seperti urin kuning gelap, feses tidak
berwarna, nyeri perut dan jaundice.

Penegakan diagnosis infeksi VHB dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium


meliputi pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler. Pada hepatitis B kronik, didapatkan
hasil HBsAg seropositif >6 bulan, DNA VHB serum >20.000 IU/mL, peningkatan ALT yang
persisten maupun intermiten, dan biopsi hepar yang menunjukkan hepatitis kronik dengan derajat
nekroinflamasi sedang sampai berat. Pada pengidap inaktif, didapatkan hasil HBsAg seropositif
selama >6 bulan, HBeAg (-), anti HBe (+), ALT serum dalam batas normal, DNA VHB <2.000-
20.000 IU/mL, dan biopsi hepar tidak menunjukkan inflamasi yang dominan. Diagnosis resolved
hepatitis infection dapat ditegakkan apabila pasien memiliki riwayat infeksi hepatitis B atau
adanya anti-HBc dalam darah, HBsAg (-), DNA VHB serum yang tidak terdeteksi, dan ALT
serum dalam batas normal. Penilaian progresifitas penyakit hepar dilakukan dengan pemeriksaan
penanda biokimia antara lain: ALT, GGT, alkali fosfatase, bilirubin, albumin, dan globulin
serum, darah lengkap, PT, dan USG hepar. Pada umumnya, ALT akan lebih tinggi dari AST,
namun seiring dengan progresifitas penyakit menuju sirosis, rasio ini akan terbalik. Bila sirosis
telah terbentuk, maka akan tampak penurunan progresif dari albumin, peningkatan globulin, dan
pemanjangan waktu protrombin yang disertai dengan penurunan jumlah trombosit.

Deteksi DNA virus hepatitis B digunakan untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh
pasien terutama dalam serum sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya. Teknik
polymerase chain reaction (PCR) dimana gen virus hepatitis B digandakan oleh enzim
polimerase digunakan sejak ditemukannya virus ini dan saat ini umumnya digunakan untuk
menentukan adanya virus hepatitis B maupun menentukan jumlah virus dalam serum. Teknik
deteksi nukleotida lebih sensitif daripada deteksi anti virus hepatitis B karena itu di dunia saat ini
telah dikembangkan teknik menggunakan real time PCR yang dapat mendeteksi DNA virus
hepatitis B dalam jumlah yang sangat kecil (kurang dari 50 kopi/ml).
Penatalaksanaan infeksi virus hepatitis B secara umum memiliki tujuan untuk supresi
jangka panjang infeksi virus hepatitis B melalui terapi dan pencegahan transmisi dengan
vaksinasi, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan pasien yang terinfeksi.
Terapi juga diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit, progresi penyakit menjadi
sirosis, sirosis dekompensata, penyakit hati lanjut, karsinoma hepatoselular, dan kematian,
sekaligus mencegah terjadinya transmisi virus. Target ideal pada terapi hepatitis B adalah
menghilangkan HBsAg, namun demikian menurut pengalaman praktis, kondisi tersebut sulit
dicapai. Sehingga target memuaskan terapi hingga tidak ditemukannya relaps klinis setelah terapi
dihentikan pada pasien HBeAg positif dan negatif. Target yang diharapkan pada terapi hepatitis
B adalah penekanan HBV DNA yang bertahan selama terapi jangka panjang untk pasien HBeAg
positif yang tidak mencapai serokonversi anti HBe dan pada pasien HBeAg negatif.
Indikasi terapi pada hepatitis B ditentukan berdasarkan nilai DNA VHB serum, status
HBeAg, nilai ALT, dan gambaran histologis hati. Pasien yang menunjukkan replikasi virus
dengan ALT normal atau meningkat sedikit secara persisten tanpa adanya bukti fibrosis
signifikan atau sirosis tidak termasuk dalam indikasi terapi. Pada kelompok ini perlu dilakukan
penilian fibrosis non invasif dan monitoring tiap 3 bulan. Indikasi terapi pada pasien Hepatitis B
kronik dengan HBeAg positif adalah pada pasien dengan DNA VHB > 2x104IU/mL dan ALT
>2x batas atas normal. Pada pasien dengan HBeAg negatif, terapi diberikan pada pasien dengan
DNAVHB >2x103IU/mL dan ALT >2x batas atas normal. Biopsi hati dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan fibrosis non-signifikan pada pemeriksaan non invasif, elevasi persisten ALT,
usia >30 tahun, atau riwayat keluarga dengan sirosis atau karsinoma hepatoseluler.

Diagram 12. Indikasi terapi pada pasien hepatitis B kronik HBeAg positif non sirosis

Diagram 13. Indikasi terapi pada pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif non sirosis
Pengobatan hepatitis B adalah dengan menggunakan interferon dan analog nukleosida.
Terapi interferon dengan pegylated interferon diberikan 1 kali per minggu selama 4-6 bulan,
sedangkan golongan analog nukleosida dapat berupa lamivudin 100mg, adefovir 10mg, entecavir
0,5mg, telbivudin 600mg, dan tenofovir 300mg dapat diberikan seumur hidup. Interferon,
Tenefovir 300mg per hari atau entecavir 0,5mg per hari merupakan pilihan lini pertama
pengobatan hepatitis B. Pilihan terapi lini kedua hepatitis B dapat dipertimbangkan sesuai
dengan ketersediaan obat atau kepentingan pengobatan segera pada pasien naif atau yang tidak
diketahui profil resistensinya.
Pemantauan terapi hepatitis B dengan analog nukleosida dapat dilakukan dengan
pemeriksaan DNA VHB, HBeAG, anti HBe, dan ALT yang dilakukan tiap 3-6 bulan. Pemakaian
tenofovir dan adefovir terutama pada pasien sirosis perlu waspada terjadinya penurunan fungsi
ginjal, sehingga diperlukan monitoring yang lebih sering minimal tiap 3 bulan. Pemeriksaan
HBsAg dilakukan pada akhir terapi dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-HBs dilakukan bila
hasilnya negatif. Pemeriksaan HBeAG, ALT, dan DNA VHB dilakukan tiap bulan pada 3 bulan
pertama terapi dihentikan. Kemudian dilanjutkan tiap 3 bulan selama 1 tahun. Bila tidak ada
relaps, pemeriksaan dilakukan tiap 3 bulan pada pasien sirosis dan tiap 6 bulan pada non-sirosis.
Penghentian terapi analog nukleosida pada pasien dengan HBeAg positif tanpa sirosis
adalah serokonversi HBeAg dengan DNA VHB tidak terdeteksi yang dipertahankan paling tidak
12 bulan. Pada pasien HBeAg positif dengan sirosis yang sudah mencapai serokonversi HBeAg,
terapi direkomendasikan untuk dilanjutkan seumur hidup. Sedangkan bila hasil HBeAg pasien
negatif tanpa disertai sirosis, terapi bisa dihentikan apabila HBsAg telah hilang. Namun apabila
pasien mengalami sirosis, terapi direkomendasikan untuk dilanjutkan seumur hidup.
Pemantauan pada pasien dengan pemberian terapi Peg-interferon harus dilakukan
pemeriksaan darah tepi minimal tiap 1 bulan. Pemeriksaan HBsAg dilakukan pada akhir terapi
dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-HBs yang dilakukan bila hasilnya negatif. Pemeriksaan
HBeAg, ALT, dan DNA VHB dilakukan tiap bulan pada 3 bulan pertama setelah terapi
dihentikan. Kemudian dilanjutkan tiap 3 bulan selama 1 tahun. Bila tidak ada relaps,
pemeriksaan dilakukan tiap 3 bulan pada pasien sirosis dan tiap 6 bulan pada pasien non-sirosis.

Anda mungkin juga menyukai

  • KJHJH
    KJHJH
    Dokumen2 halaman
    KJHJH
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Woeiru
    Woeiru
    Dokumen32 halaman
    Woeiru
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Asdpoiewri
    Asdpoiewri
    Dokumen5 halaman
    Asdpoiewri
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Weroiutvndfjkfg
    Weroiutvndfjkfg
    Dokumen4 halaman
    Weroiutvndfjkfg
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Rtyrdsf
    Rtyrdsf
    Dokumen14 halaman
    Rtyrdsf
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Qwpoeifn
    Qwpoeifn
    Dokumen2 halaman
    Qwpoeifn
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Oqwieufn
    Oqwieufn
    Dokumen2 halaman
    Oqwieufn
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Hweoir
    Hweoir
    Dokumen4 halaman
    Hweoir
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Poeirf
    Poeirf
    Dokumen1 halaman
    Poeirf
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Pioyvgv
    Pioyvgv
    Dokumen72 halaman
    Pioyvgv
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Iuyig
    Iuyig
    Dokumen2 halaman
    Iuyig
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • HTTPS:FK - Ui.ac - Id:wp Content:Uploads:2016:01:BUKU PKB 65
    HTTPS:FK - Ui.ac - Id:wp Content:Uploads:2016:01:BUKU PKB 65
    Dokumen284 halaman
    HTTPS:FK - Ui.ac - Id:wp Content:Uploads:2016:01:BUKU PKB 65
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • E-Soal Batch MEI 2022 Obstetri
    E-Soal Batch MEI 2022 Obstetri
    Dokumen22 halaman
    E-Soal Batch MEI 2022 Obstetri
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Akdhf
    Akdhf
    Dokumen13 halaman
    Akdhf
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • JDHXBXKSJX
    JDHXBXKSJX
    Dokumen12 halaman
    JDHXBXKSJX
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Hikmah Kematian
    Hikmah Kematian
    Dokumen3 halaman
    Hikmah Kematian
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • K GSKC
    K GSKC
    Dokumen8 halaman
    K GSKC
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • E-Soal Batch MEI 2022 Forensik
    E-Soal Batch MEI 2022 Forensik
    Dokumen20 halaman
    E-Soal Batch MEI 2022 Forensik
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • N.7 Anatomi-Fisiologi Fasialis
    N.7 Anatomi-Fisiologi Fasialis
    Dokumen15 halaman
    N.7 Anatomi-Fisiologi Fasialis
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Standart Kompetensi (Buku Kuning)
    Standart Kompetensi (Buku Kuning)
    Dokumen96 halaman
    Standart Kompetensi (Buku Kuning)
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat
  • Risk of Stroke
    Risk of Stroke
    Dokumen19 halaman
    Risk of Stroke
    Hana Nuraisa Basya
    Belum ada peringkat