Anda di halaman 1dari 17

A.

PENGERTIAN “KONSTRUKSI TEORI” PENELITIAN AGAMA

Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia. WJ.S Poerdarminta mengartikan konstruksi


adalah cara membuat(menyusun) bangunan-bangunan (jembatan dan sebagainya); atau
dapat pula berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau dikelompok kata 1
Sedangkan teori berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai
suatu peristiwa(kejadian); dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang
menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu teori dapat pula berarti
pendapat, cara-cara, aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.2

Kata “Teori” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Theorea, yang berarti
melihat, theoros yang berarti pengamatan.3

Dari pengertian-pengertian tersebut, kita dapat memperoleh suatu kesimpulan bahwa


yang dimaksud dengan “Konstruksi Teori” adalah susunan atau bangunan dari suatu
pendapat, asas-asas atau hukum-hukum mengenai sesuatu antara satu dan lainnya saling
berkaitan, sehingga membentuk suatu bangunan.4

Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama, pemeriksaan
yang dilakukan secara seksama dan teliti, dan dapat pula berarti penyelidikan. 5
Selanjutnya, penelitian(research) yang dilahirkan oleh dunia ilmu pengetahuan
mengandung impilkasi-implikasi yang bersifat ilmiah, oleh karena hal tersebut
merupakan proses proses penyelidikan yang berjalan sesuai dengan ketetapan-ketetapan
dalam ilmu pengetahuan tentang penelitian atau selanjutnya disebut methodology of
research.

Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan jawaban atas


sejumlah masalah berdasarkan data-data yang terkumpul. Penelitian menuntut kepada
pelaku-pelakunya agar proses penelitian yang dilakukan itu bersifat ilmiah, yaitu harus
sistematis, terkontrol, bersifat empiris(Bukan spekulatif), dan harus kritis dalam

1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991) cet.XII, hlm. 520
2
Ibid, hlm. 1055
3 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Ed. I. ( Cet.III; Jakarta: Gramedia, 2002), hal. 1097
4 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,(Jakarta:Rajawali Pers, 2014) Cet. 21, hlm. 166
5 W.J.S. Poerwadarminta, Op.Cit., hlm. 1039
penganalisisan data-datanya sehubungan dengan dalil-dalil hipotesis yang menjadi
pendorong mengapa penelitian itu dilakukan.6

Selanjutnya, kita akan membahas pengertian agama. Definisi agama itu sendiri telah
banyak dikemukakan oleh berbagai ahli, namun disini saya akan mengambil beberapa
saja dari para ahli tersebut. Kata din berasal dari akar kata bahasa arab D-Y-N yang
darinya muncul kata-kata lain dengan makna yang berbeda, yang walaupun tampak
bertentangan antara satu sama lain namun sebenarnya memiliki hubungan yang erat
secara konseptual. Untuk memahami makna kata din keseluruhan makna dari kata-kata
yang berbeda itu perlu dipahami sebagai suatu kesatuan makna yang tak terpisahkan,
yang darinya akan muncul gambaran islam sebagai agama yang ditayangkan dalam lafadz
din.7

Secara etimologi, din berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti menguasai,
tunduk, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. 8 Menurut Al-Attas pengertian din adalah
dayn(Hutang), madinah(kota), dayyan(Penguasa, hakim), dan tamaddun(peradaban).9

Harun Nasution, Guru Besar Filsafat dan Teologi Islam, menjelaskan bahwa agama
mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan
ini berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia.10

R.R. Marett salah seorang ahli antropologi Inggris, mengatakan bahwa agama adalah
yang paling sulit dari semua perkataan untuk didefinisikan karena agama menyangkut
lebih daripada hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat
memanifestasikan dirinya menurut segi-segi emosionalnya walaupun idenya kabur.

Karl Marx terkenal karena ucapannya bahwa,”Agama adalah candu rakyat,” ideologi
ini ia kembangkan atas dasar ekonomi dan politik yang mana ia sangkut pautkan dengan
realitas kehidupan.11

6 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm.167


7 Al-Attas, Islam dan Sekularisme, Terj. Dari Bahasa Inggris oleh Khalif Muammar, (Bandung:PIMPIN, 2010), hlm. 63-64
8 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), hlm. 133.
9 Al-Attas, Islam dan Sekularisme, Op.Cit., hlm 63-64
10 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakarta:UI Press, 1979), cet.I, hlm. 10
11Agama hanya untuk diikuti, tidak untuk diprotes. Manusia hanya boleh tunduk kepada agama, tidak boleh membantah. Hal
inilah yang menjadi keresahan Marx karena disini manusia tidak dapat merealisasikan dirinya sendiri dalam kehidupan ini.
Manusia terus dikekang oleh agama, tetapi manusia selalu bergantung padanya sehingga menimbulkan kekacauan,
kehancuran, dan kerusakan tatanan kehidupan.
Friederich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) adalah salah seorang filsuf yang
memproklamirkan kematian Tuhan. Ungkapannya yang terkenal adalah: Requim
aeternam deo! Yang artinya semoga Tuhan beristirahat dalam keadaan damai.12

Beralih dari kaum antropologi, sosiologi, dan sebagainya yang memahami agama
dengan kebingungannya, terlalu sulit, membangun permusuhan terhadap agama dan tidak
mendasar. Sebagai Muslim, agama samawi yang memiliki maraji’yaitu Al-Quran dan
Sunnah, tentulah pengertian agama sudah sangat jelas diterangkan. Syed Naquib Al Attas
menerangkan dalam bukunya, Islam dan Sekularisme, aspek dari kata kerja dana, yang
berarti “berhutang” yaitu sesuatu yang harus dipenuhi atau ditunaikan. Dari kata ini,
kemudian jika di-tashrif melahirkan kata din, agama, yaitu suatu undang-undang atau
hukum yang harus ditunaikan oleh manusia, dan mengabaikannya akan berarti “hutang”
yang akan tetap dituntut untuk ditunaikan, serta akan mendapatkan hukuman atau balasan,
jika tidak ditunaikan.

Sekarang saatnya membahas apakah agama dapat diteliti? Jawabannya adalah bahwa
untuk agama hasil budaya manusia(agama Ardi) penelitian dapat dilakukan sepenuhnya,
baik terhadap ajaran dan doktrin-doktrinnya maupun terhadap bentuk pengamalannya.
Sedangkan untuk agama samawi jawabannya adalah ada bagian-bagian yang dapat
dijadikan sasaran garapan penelitian, yaitu bagian isi dari bentuk pengamalan agama, dan
ada pula bagian-bagian yang kepadanya tidak dapat dilakukan penelitian, yaitu bagian
dari isi agama.13

Agama dapat dipandang sebagai doktrin yang diyakini secara mutlak kebenarannya.
Namun demikian, agama sebagai doktrin diduga memberikan andil terhadap dinamika
dan tantanan sosial, politik, dan ekonomi. Sistem pelampiasan masyarakat sedikit banyak
dipengaruhi doktrin-doktrin agama yang diyakini, sehingga agama melahirkan agama
yang empiris sebagai gejala keagamaan. Sikap dan keterikatan pemeluk agama terhadap
ajaran agama juga merupakan gejala keagamaan yang dapat menjadi objek kajian. Selain
itu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan ketertarikan pada ajaran agama-

12Statemen “Tuhan mati” dari Nitzsche bukan berarti penolakan terhadap Tuhan An Sich. Namun merujuk pada Tuhan yang
dulu pernah hidup dalam kepercayan yang kemudian ditinggalkan orang. Dengan demikian Nietzsche lebih tepat disebut anti
Tuhan bukan atheisme. Ia sesungguhnya mengingkari Tuhan secara eksplisit dan pengingkarannya itu merupakan sanggahan
melawan kepercayaan adanya Tuhan. Kepercayaan tidak adanya Tuhan bukan merupkan titik tolak pemikiranya tetapi
merupakan suatu kesimpulan.
13 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 170
seperti pendidikan, lingkungan dan status sosial-merupakan salah satu telaahan dalam
penelitian agama.14

Untuk itu, kita tidak perlu meneliti kebenaran Al-Quran dan Hadist Mutawatir, karena
ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran, baik yang berkenaan dengan Aqidah, ibadah,
akhlak, maupun kehidupan akhirat, dan lain sebagainya adalah hukum yang pasti benar.
Yang kita teliti adalah bentuk pengamalan dari ajaran agama tersebut, atau agama yang
nampak dalam perilaku penganutnya. Kita, misalnya, dapat meneliti tingkat keimanan
dan ketakwaan yang dianut masyarakat. Kita dapat meneliti apakah ajaran zakat, puasa,
dan haji misalnya, sudah dilaksanakan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya.15

Namun kita dapat meneliti konsep trinitas dan segala kebingungannya. Membahas
Studi islam dari sisi normativ atau historis. Membuka cakrawala peradaban yang
sesungguhya dengan parameter peradaban Khulafaur Rasyidin. Mencoba meneliti
penyebab korupsi, riba dan berbagai hal Haram lainnya adalah sebuah tanda kemerosotan
adab atau hanya masalah kurangnya gaji. Pengaruh Stigmatisasi dan Justifikasi Kafir
terhadap sikologi Muslim.

Karena tujuan riset islam yang paling pokok adalah untuk kemaslahatan kaum Muslim
dan mencegah kemudharatan darinya.16

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa “konstruksi teori” penelitian agama adalah upaya
mempelajari dan memahami susunan atau bangunan yang diperlukan untuk penelitian
terhadap bentuk pengamalan agama guna menjadikan dasar dalam menghadapi tuntutan
zaman.

A. BENTUK PENELITIAN KEAGAMAAN

Berbagai gejala keagamaan dapat diteliti dengan berbagai bentuk penelitian.


Bentuk-bentuk penelitian serta klasifikasi metode peneltian dapat dibedakan menjadi:
(a) eksploratif; (b) deskriptif; (c) historis; (d) korelasional; (e) eksperimen; dan (f)
kuasi-eksperimen. Berdasarkan sumber data, penelitian dapat dibedakan menjadi (a)
penelitian lapangan dan (b) penelitian kepustakaan. Selain itu penelitian dapat
dibedakan menurut jenis data dan proses penelitian menjadi: (a) penelitian kuantitatif

14Drs. U. Maman Kh, Ms dkk, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Displin Ilmu,(Nuansa Bandung, 2001)
hlm. 225
15 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 171
16 Ali Abdul Halim Mahmud dkk, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Displin Ilmu,(Nuansa Bandung,

2001) hlm. 138


dan (b) penelitian kualitatif. Untuk lebih jelasnya, Drs. Maman Kh, Ms. menyajikan
bentuk penelitian gejala keagamaan tersebut dalam bentuk tabel :

Tabel I. Bentuk-Bentuk Penelitian Menurut Tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis


Data, Prosedur Penelitian.17
Sumber Data/Prosedur Penelitian
BENTUK Data Lapangan Data Perpustakaan
PENELITIAN
Kualitatif Kuantitatif Kualitatif Kuantitatif
Eksploratif + _ + _
Historis + _ + _
Deskriptif + + + +
Korelasional + + + +
Eksperimen _ + _ _
Kuasi-eksperimen _ + _ _

1. Penelitian Eksploratif

Para peneliti gejala keagamaan (Islam) sesuai kerangka metodologi


penelitian yang disajikan dalam Tabel I setidaknya memiliki 14
bentuk(metode) penelitian. Gejala keagamaan dapat diteliti secara
eksploratif bila peneliti belum banyak mengetahui informasi tentang
gejala-gejala keagamaan tersebut. Bila disuatu tempat terjadi gejala
keagamaan tertentu, seperti fatwa yang menghalalkan berzina asal dimulai
dengan membaca basmallah, maka fenomena keagamaan ini dapat
dieksplorasi, baik melalui telaah kepustakaan, media massa, data lapangan,
maupun gabungan antar keduanya.

Penelitian eksploratif dapat digunakan untuk mengamati gejala


keagamaan yang sedang terjadi, atau gejala keagamaan yang terjadi dimasa
lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian eksploratif, dapat
dikembangkan berbagai penelitian lain, seperti penelitian historis,

17Ali Abdul Halim Mahmud dkk, , Drs. U. Maman Kh, Ms, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Displin
Ilmu,(Nuansa Bandung, 2001) hlm. 226
deskriptif, korelasional, dan eksperimen. Karena itu, penelitian eksploratif
sering disebut penelitian pendahuluan.18

2. Penelitian Historis

Bila gejala keagamaan terjadi dimasa lampau dan peneliti berminat


mengetahuinya, maka peneliti dapat melakukan penelitian historis, yakni
melakukan rekonstruksi terhadap fenomena masa lampau baik gejala
keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial, ekonomi, dan
budaya. 19

Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Bergantung kepada daya


yang diobservasi orang lain daripada yang diobservasi oleh peneliti sendiri;
2) harus tertib, ketat, sistematik dan tuntas, dan bukan sekedar mengkoleksi
informasi-informasi yang tak layak, tak reliable dan berat sebelah; 3)
bergantung pada data premier(Peneliti secara langsung melakukan
observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan) dan data
sekunder(peneliti melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau
lebih telah lepas dari kejadian aslinya); 4) Harus melakukan kritik eksternal
dan kritik internal. Kritik eksternal menanyakan apakah dokumen itu
otentik atau tidak; apakah data tersebut akurat atau relevan; sedangkan
kritik internal harus menuji motif, berat sebelah, dan sebagainya.20

Dalam rekonstruksi gejala keagamaan masa lampau, peneliti seringkali


tidak hanya mengamati satu variabel atau berbagai variabel secara terpisah,
melainkan seringkali menghubungkan antara satu variabel dengan variabel
lainnya, atau melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain.21

18Ali Abdul Halim Mahmud dkk, , Drs. U. Maman Kh, Ms, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Displin
Ilmu,(Nuansa Bandung, 2001) hlm. 227
19 Ali Abdul Halim Mahmud dkk, , Drs. U. Maman Kh, Ms, Op. Cit., hlm. 227
20 Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian,(Jakarta: RajaGrafindo Persada,1994), cet.VIII,hlm. 9-26
21Adanya Gerakan Turki Muda di Turki pada awal abad ke-20 merupakan gejala keagamaan yang dapat direkonstruksi.
Apakah Gerakan Turki Muda berpengaruh terhadap pemikiran Bung Karno? Sejauh mana pengaruh Gerakan Turki Muda
mempengaruhi pemikiran Bung Karno tentang hubungan islam dan Negara? Untuk menjawab ini peneliti harus
merekonstruksi gejala keagamaan dengan menghubungkan antara dua variabel, yakni: pemikiran Gerakan Turki
Muda(Mustafa Kemal At-Taturk) sebagai variabel bebas, dan pemikiran Bung Karno tentang hubungan islam dan Negara
sebagai variabel terikat.
3. Penelitian Deskriptif

Menurut Hidayat syah penelitian deskriptif adalah metode penelitian


yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya
terhadap objek penelitian pada suatu masa tertentu.22 Sedangkan menurut
Punaji Setyosari ia menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu
keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait
dengan variabel-variebel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka
maupun kata-kata.23

Kata “deskriptif” berasal dari bahasa Inggris description yang berarti


penggambaran. Kata kerjanya adalah to describe artinya menggambarkan.
Penelitian deskriptif ialah sebuah penelitian bertujuan untuk
menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dalam
penelitian agama, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu
gejala keagamaan.24

Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa,


melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan
variabel-variabel yang diteliti.25

4. Penelitian Korelasional

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-


variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau
lebih faktor lain berdasarkan koefisiensi korelasi.

Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Cocok dilakukan bila


variabel-variabel yang diteliti rumit dan/atau tak dapat diteliti dengan
metode eksperimental atau tak dapat dimanipulasikan; 2) Studi macam ini
memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya
secara serentak dalam keadaan realistiknya.26

22 Syah Hidayat,Pengantar Umum Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Verivikatif,(Pekanbaru : Suska Pres)
23
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan,(Jakarta : Kencana)
24 Ali Abdul Halim Mahmud dkk, , Drs. Maman Kh, Ms, Op.Cit., hlm. 229
25 Drs. Mardalis, Metodelogi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal,(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), cet. 11, hlm. 28
26 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 176
5. Penelitian Eksperimental Sungguhan

Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan


sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok
eksperimental dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih
kelompok kontrol yang tidak dikenal kondisi perlakuan.

Penelitian eksperimen tidak hanya melihat hubungan antara satu


variable berpengaruh dengan variable lain, melainkan sejauh mana suatu
variable berpengaruh pada variable lain secara kausalitas.27

6. Penelitian Survei

Dalam survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan


menggunakan kuesioner. Umumnya pengertian survei dibatasi pada
penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atau populasi untuk
mewakili seluruh populasi. Ini berbeda dengan sensus yang informasinya
dikumpulkan dari seluruh populasi. Dengan demikian penelitian survei
adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.28

Penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif.

B. LANGKAH-LANGKAH POKOK PENYUSUNAN DRAFT PENELITIAN DAN


PENGKAJIAN ISLAM

Langkah-langkah pokok penyusunan draft penelitian dan pengkajian islam adalah


merupakan salah satu bagian pokok dari “konstruksi teori” penelitian agama.
Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya merupakan kegiatan yang harus ada dalam
suatu perencanaan penelitian.

1. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, langkah ini memuat pemikiran atau alasan yang jelas dan
meyakinkan mengapa penelitian itu mesti dilakukan. Secara sederhana masalah
terjadi karena adanya kesenjangan antara problema dengan teori.

27 Ali Abdul Halim Mahmud dkk, , Drs. Maman Kh, Ms, Op.Cit., hlm.235
28 Mari Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey,(Jakarta:LP3ES,1989), hlm. 3
Masalah yang harus dipecahkan atau dijawab melalui penelitian selalu tersedia
cukup banyak, tinggallah si peneliti mengidentifikasikanny, memilihnya, dan
merumuskannya. Dalam kaitan dengan penelitian agama misalnya, kita dapat
mengajukan permasalahan seperti: 1) bagaimanakah corak pemahaman teologi
yang dianut oleh masyarakat Indonesia; 2) Bentuk-bentuk dakwah Islamiyah yang
bagaimanakah yang lebih cocok untuk diterapkan di Indonesai; 3) Seberapa
banyakkah umat islam yang telah menyalurkan zakar dari harta yang dimilikinya;
4) Sejauh manakah ketertinggalan agama dalam menyelesaikan masalah-masalah
kehidupan yang dialami umaat Islam Indonesia; 5) Bagaimana kondisi hubungan
antar umat beragama di Indonesia; 6) Bagaimana hubungan agama dan politik; 7)
Bagaimana corak pemahaman keislaman di Indonesia

2. Studi Kepustakaan

Bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan


bermacam-maca material yang terdapat diruangan perpustakaan, seperti : buku-
buku, majalah, dokumen, catatan dan kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya.29

Studi ini dilakukan demi pendapatkan gambaran tentang topik penelitian yang
akan diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu dan mubazir.30

Tak jarang terjadi seorang peneliti, dengan sadar atau tidak, bertindak seakan-
akan taka da tulisan-tulisan mengenai masalah yang ditelitinya. Mungkin hal ini
terjadi karena tulisan-tulisan yang ada tertulis dalam bahasa yan tak dikuasainya
ataupun tulisan-tulisan itu tak dapat diperolehnya. Namun paling sedikit si peneliti
harus memasukkan judul-judulnya dalam daftar buku walaupun sekedar untuk
memperlihatkan bahwa ia mengertahui tentang adanya tulisan tadi. Maka, teknik
terbaik ialah membuat daftar kepustakaan ini selain untuk memperdalam
pengetahuan tentang masalah yang diteliti, juga untuk menghindarkan terjadinya
pengulangan dari suatu penelitian. Kita bias membayangkan betapa sayangnya dan
sia-sianya tenaga, waktu, pemikiran, biaya, dan sebagainya yang telah dicurahkan
untuk suatu penelitian, ternyata penelitian yang kita lakukan itu sudah dilakukan
orang lain.31

29 Sumadi Suryabrata, Op. Cit., hlm. 28


30 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 183
31 Ibid, hlm. 184
3. Landasan Teori dan Hipotesis

Teori pada pokoknya merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau


mengenai adanya suatu hubungan positif antara geala yang diteliti dari satu atau
beberapa factor tertentu dalam masyarakat.32

Dengan demikian, suatu teori dalam penelitian amat berguna untuk


menjelaskan, menginterpretasi dan memahami suatu gejala atau fenomenayang
dijumpai dari hasil penelitian. Kerangka atau landasan teoritis membantu si
peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitiannya dan dalam memilih
konseo-konsep yang tepat guna pembentukan hipostesis-hipotesisnya. Namun
demikian, perlu dicatat bahwa teori ini bukanlah pengetahuan yang sudah pasti,
akan tetapi harus dianggap sebagai petunjuk hipotesis.33

Dengan adanya landasan teori dan hipotesis tersebut kita dapat mengetahui
apakah penelitian yang dilakukan itu dapat mengungkapkan sesuatu yang sama
sekali baru, menolak, mempertanyakan atau mengkaji ulang pemikiran atau hasil
penelitian seseorang, atau telah berhasil mengembangkan atau memerdalam
pemikiran atas hasil penelitian yang sudah ada.34

Namun keberadaan rumusan landasan teori dan hipotesis tersebut tidak mesti
ada pada seluruh macam penelitian. Dalam penelitian yang bersifat menjelajah,
dimana pengetahuanmengenai persoalan masih sangat kurang atau belum ada sama
sekali, teori-teorinya pun belum ada. Demikian pula dengan penelitian yang
bersifat deskriptif. Lain halnya dengan penelitian yang bersifat
menerangkan(exsplenatory), dimana sudah pasti ada teori-teori yang menjadi dasar
hipotesis-hipotesis yang akan diuji, tentu diperlukan landasan teori.

32Herbert Blumer. Ahli sosiologi Amerika terkemuka, sebagaimana ditunjukka Mely G. Tan mengatakan, bahwa teori,
penelitian dan fakta empiric terlibat dalam suatu hubungan yang erat dimana teori membina penelitia; penelitian mencari dan
memisahkan fakta-fakta dan fakta-fakta mempengaruhi teori.
33Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya
masih lemah sehingga harus diuji secara empiris. Dalam suatu penelitian hipotesis merupakan pedoman karena data yang
dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang dinyatakan dalam hipotesisi tersebut.
34 Mely G. Tan, “Masalah Perencanaan Penelitian” dalam Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta:

Gramedia, 1983),cet. V, hlm. 27


4. Metodologi Penelitian

Metodologi(manhaj) adalah jalan yang jelas. Ia seing juga disebut dalam


istilah manhaj, seperti yang terdapat dalam al-Quran;Untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, kami berikat Syir’ah (aturan) dan manhaj(jalan yang terang)35

Apabila konsep-konsep sudah ditentukan dan ditegaskan, dan landasan teori


dan hipotesis telah terbentuk, kita menuju ke tahap pemilihan metode pelaksanaan
penelitian. Metode mana yang akan dilakukan dan dinilai paling tepat amat
bergantung pada macam penelitian yang dilakukan serta maksud dan tujuan yang
ingin dicapai.

Untuk penelitian eksploratif misalnya, kita dapat melakukan wawancara


terbuka yang memberikan keleluasan bagi si penjawab untuk memberi pandangan
secara bebas. Sedangkan untuk penelitian yang bersifat deskriptif dapat
menggunakan data kualitatif. Sementara untuk penelitian yang bersifat
menerangkan dapat menempuh cara eksperimen seperti keadaan dalam
laboratorium ilmu eksakta, dan dapat pula berbentuk perbandingan sistematis atau
yang selanjutnya disebut dengan studi komparatif.36

5. Kerangka Analisis

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam


penelitian. Penelitian harus memastikan kerangka dan pola analisis mana yang
akan digunakan, apakah analisis statistik ataukah analisis nonstatistik. Penelitian
ini tergantung pada data yang dikuantifikasikan, yaitu data dalam bentuk bilangan,
sedangkan analisis nonstatistik sesuai data deskriptif atau data textuar. Data
desfriptif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karena itu disebut juga alisis
isi(content analysis)

Hasil analisis boleh dikatakan masih factual dan ini harus diberi arti oleh
peneliti. Hasil ini biasanya dibandingkan dengan hipotesis penelitian, didiskusikan
atau dibahas, dan akhirnya diberi kesimpulan.37

35 Q.S. 5:48
36 Abuddin Nata, Op.Cit., hlm. 188-189
37 Ibid., hlm. 189
C. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN

Pendekatan dapat diartikan sebagai suatu cara pandang yang digunakan untuk
menjelaskan suatu data yang dihasilkan dalam penelitian. Suatu data hasil penelitian dapat
menimbulkan pengertian dan gambaran yang berbeda-beda tergantung kepada pendekatan
yang digunakan.

 Seperti pendekatan secara Filosofis.38 Dengan demikian dapat diketahui bahwa filsafat
pada intinya adalah upaya atau usaha untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai
sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas,
dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah.
Louis O. Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi
merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-
untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik dan universal.
Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas di mana akal
tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa.
Sistematik maksudnya adalah dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir
tertentu, dan universal maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok
tertentu, tetapi untuk seluruhnya.
Sedangkan filsafat setelah memasuki ranah “agama” terjadi sedikit pergeseran makna
dari yang disebutkan di atas. Misalnya, dalam kajian agama kristen Dalferd menyatakan
bahwa tugas filsafat adalah melihat persoalan-persoalan yang melingkupi pengalaman
manusia, faktor-faktor yang menyebabkan pengalaman manusia menjadi pengalaman religius,
dan membahas bahasa yang digunakan umat beragama dalam membicarakan keyakinan
mereka. Baginya, rasionalitas kerja reflektif agama dalam proses keimanan yang menuntut
pemahaman itulah yang meniscayakan adanya hubungan antara agama dan filsafat.
Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang
bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik
objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan
untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak.

38 Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu,
filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia, lihat di Omar mohammad AL-Toumy al-syaibani, filsafah pendidikan islam, (terj.)
Langgulung dari judul aslifalsafah al-tarbiyah al-islamiyah,(jakarta: bulan bintang ,1979), cet.1 hlm.25
 Kemudian pendekatan secara Normatif.39 Pendekatan normatif adalah studi islam yang
memandang masalah dari sudut legal-formal atau normatifnya. 40 Adapun beberapa teori
popular yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif disamping teori-teori yang
digunakan oleh para fuqaha’,usuluyin,muhaddithin dan mufassirin diantara adalah teori
teologis-filosofis yaitu pendekatan memahami Al Qur’an dengan cara menginterpretasikannya
secara logis-filosofi yakni mecari nilai-nilai objektif dari subjektifitas Al Quran.
 Pendekatan ketiga pendekatan secara Historis.41 Melalui pendekatan sejarah seorang
diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat emiris dan mendunia. Dari keadaan ini
seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam
idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agam, karena agama
itu sendiri turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami Al-
Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-
Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Al-Qur’an yang selanjutnya disebut
dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan
ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang
berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan
memahaminya.

39Kata ini sering disandingkan dengan islam normative atau islam historis. Hakikatnya islam normative adalah islam yang
seharusnya dan islam historis adalah islam yang dilaksanakan. Ketika rasulullah masih hidup, islam normative dan islam
historis masih berjalan seimbang, begitu juga pada masa Sahabat. Namun seiring berjalannya waktu, islam historis semakin
jauh dengan islam normative.
40 Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A., Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009,hlm 197
41 Sejarah atau historis (Historical Approach) adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala
peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dal peristiwa
tersebut.
 Selanjutnya adalah pendekatan secara Teologis. 42 Menurut The Encyclopedia of
American Religion, di Amerika Serikat terdapat 1.200 sekte keagamaan. Satu diantaranya
adalah sekte Davidian bersama 80 orang pengikut fanatiknya melakukan bunuh diri masal
setelah berselisih dengan kekuasaan pemerintah Amerika Serikat. Dalam Islam pun secara
tradisional dapat dijumpai teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan teologi Maturidiyah.
Sebelumnya terdapat pula teologi bernama Khawarij dan Murji’ah.
Di masa sekarang ini, perbadaan dalam bentuk formal teologis yang terjadi di antara
berbagai madzhab dan aliran teologis keagamaan. Namun, pluralitas dalam perbedaan
tersebut seharusnya tidak membawa mereka pada sikap saling bermusuhan dan saling
menonjolkan segi-segi perbedaan masing-masing secara arogan, tapi sebaiknya dicari titik
persamaanya untuk menuju subtansi dan misi agama yang paling suci. Salah satunya adalah
dengan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam yang dilandasi pada prinsip keadilan,
kemanusiaan, kebersamaan, kemitraan, saling menolong, saling mewujudkan kedamaian, dan
seterusnya. Jika misi tersebut dapat dirasakan, fungsi agama bagi kehidupan manusia segera
dapat dirasakan.
 Dan yang terakhir adalah pendekatan secara Psikologis. Pendekatan ini merupakan
usaha untuk memperoleh sisi ilmiah dari aspek-aspek batini pengalaman keagamaan. Suatu
esensi pengalaman keagamaan itu benar-benar ada dan bahwa dengan suatu esensi,
pengalaman tersebut dapat diketahui. Sentimen-sentimen individu dan kelompok berikut
gerak dinamisnya, harus pula diteliti dan inilah yang menjadi tugas interpretasi psikologis.
Interpretasi agama melalui pendekatan psikologis memang berkembang dan dijadikan
sebagai cabang dari psikologi dengan nama psikologi agama. Objek ilmu ini adalah manusia,
gejala-gejala empiris dari keagamaanya. Karena ilmu ini tidak berhak mempelajari betul
tidaknya suatu agama, metodenya pun tidak berhak untuk menilai atau mempelajari apakah
agama itu diwahyukan Tuhan atau tidak, dan juga tidak berhak mempelajari masalah-masalah
yang tidak empiris lainnya. Oleh karena itu pendekatan psikologis tidak berhak menentukan
benar salahnya suatu agama karena ilmu pengetahuan tidak memiliki teknik untuk
mendemonstrasikan hal-hal seperti itu, baik sekarang maupun waktu yang akan datang.

42 Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau
dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan . sedangkan pendekatan teologis adalah
suatu pendekatan yang normatif dan subjective terhadap agama. Pada umumnya, pendekatan ini dilakukan dari dan oleh
penganut agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Secara harfiah, pendekatan teologis normatif dalam memahami
agama dapat diartikan sebagai upayamemahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari
suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dubandungkan dengan yang
lainnya.
“Konstruksi Teori” Penelitian Agama adalah upaya mempelajari dan memahami
susunan atau bangunan yang diperlukan untuk penelitian terhadap bentuk pengamalan
agama guna menjadikan dasar dalam menghadapi tuntunan zaman.

Untuk memulai penelitian kita harus mengetahui macam-macam bentuk penelitian


agama, mempelajari langkah-langkah pokok penyusunan draft penelitian dan pengkajian
islam, dan harus memiliki pendekatan yang akan dilakukan saat penelitian sehingga
mendapatkan hasil penelitian yang berbeda-beda.

Dari kajian terhadap telaah konstruksi teori penelitian agama ini, terlihat bahwa
penelitian agama amat mungkin dapat dilakukan, karena disamping agama itu banyak
aspek yang dapat dikaji juga ilmu penelitian dengan berbagai perangkat yang terkait
dengannya dapat digunakan untuk meneliti agama.
Poerwadarminta, W.J.S.1991.Kamus Umum Bahasa Indonesia,.Jakarta: Balai Pustaka.
Bagus, Lorens.2002.Kamus Filsafat.Jakarta: Gramedia.
Nata,Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam.Jakarta:Rajawali Pers.
Al-Attas, Khalif Muammar(Penterjemah)2010. Islam dan Sekularisme.Bandung:PIMPIN.
Yunus,Mahmud.1989.Kamus Arab-Indonesia.Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Nasution,Harun.1979.Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya.Jakarta:UI Press.
Hidayat, Syah.2010.Pengantar Umum Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan
Verivikatif.Pekanbaru Suska Pres.
Ali Abdul Halim Mahmud, dkk. 2001. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar
Displin Ilmu. Bandung:Yayasan Nuansa Cendikia.
Setyosari,Punaji.2010.Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.Jakarta:Kencana.
Mardalis.2014. Metodelogi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.Jakarta: Bumi Aksara.
Singarimbun, Mari dan Sofian Effendi.1989. Metode Penelitian Survey.Jakarta:LP3ES.
Nasution, Khoiruddin.2009.Pengantar Studi Islam.Yogyakarta: Academia dan Tazzafa.

Anda mungkin juga menyukai