Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN

PRATIKUM LAB PERPAJAKAN

Dosen Pengampu : Novrina Puspitasari, SE,. MSA

Nama Kelompok :
1. Divania Sherylla Putri 2020071006
2. Eirene Stefani Athalia 2020071024
3. Elsa Anggraeni 2020071008
4. Febriyanti Budi Retnowati 2020071026
5. Lifta Kaumala Febriyanti 2020071029

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUTANSI


UNIVERSITAS MAYJEN SUNGKONO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan tentang “Pratikum Lab Perpajakan”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika
tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah
hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca.

Mojokerto, 06 Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iii
BAB 1 LAB PERPAJAKAN DAN PERPAJAKAN.............................................................. 1
1.1 Definisi Laboratorium Perpajakan ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Laboratorium Perpajakan...................................................................................... 2
1.3 Manfaat Laboratorium....................................................................................................... 2
1.4 Definisi Perpajakan........................................................................................................... 3
1.5 Fungsi Pajak...................................................................................................................... 3
1.6 Jenis – Jenis Pajak ............................................................................................................ 4
1.7 Sistem Pemungutan Pajak................................................................................................. 4
1.8 Cara Pemungutan Pajak.................................................................................................... 5
1.9 Asas pemungutan pajak..................................................................................................... 5
1.10 Asas Untuk Memungut Pajak Penghasilan....................................................................... 5
1.11 Tarif Pajak......................................................................................................................... 6
1.12 Soal BAB 1........................................................................................................................ 7
BAB 2 PENGENALAN E-FAKTUR DAN E-SPT PPH 21 BESERTA PENGISIAN....... 9
2.1 Definisi E-Faktur............................................................................................................... 9
2.2 Peraturan Pajak yg mengatur penggunaan eSPT............................................................... 10
2.3 Definisi eSPT PPh21......................................................................................................... 11
2.4 Langkah - Langkah Menginstall e-SPT PPh 21................................................................ 12
2.5 Langkah – Langkah Mengisi e-SPT PPh 21..................................................................... 12
2.6 Soal BAB 2........................................................................................................................ 15
BAB 3 PENGENALAN TENTANG DJP ONLINE BESERTA PENGISIAN................... 17
3.1 Sejarah DJP Online........................................................................................................... 17
3.2 Fitur Perpajakan DJP Online............................................................................................. 17
3.3 Kelebihan e-Filling DJP Online........................................................................................ 18
3.4 Langkah-Langkah Registrasi /Daftar DJP Online e-Filing............................................... 18
3.5 Langkah-Langkah Menggunakan e-Filing........................................................................ 20

iii
3.6 Data yang Perlu Disiapkan................................................................................................ 21
3.7 Soal BAB 3........................................................................................................................ 22
BAB 4 PERHITUNGAN PPH 21, PPH 23, DAN PPN.......................................................... 24
4.1 PPH 21............................................................................................................................... 24
4.2 PPH 23............................................................................................................................... 29
4.3 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)........................................................................................ 34
4.4 Soal BAB 4........................................................................................................................ 41
BAB 5 PENUTUP..................................................................................................................... 43
5.1 Simpulan............................................................................................................................ 43
5.2 Saran.................................................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 44

iv
BAB 1
LAB PERPAJAKAN DAN PERPAJAKAN

1.1 Definisi Laboratorium Perpajakan


Laboratorium sebagai sumber belajar dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi pasal 41 ayat satu (1) yang menyatakan
bahwa sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi wajib disediakan, difasilitasi, atau
dimiliki oleh perguruan tinggi sesuai dengan program studi yang dikembangkan. Sumber
belajar dapat berbentuk antara lain, alam semesta, lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif, rumah sakit pendidikan, laboratorium, perpustakaan, museum, studio, bengkel,
stadion, dan stasiun penyiaran. Dapat disimpulkan bahwa laboratorium merupakan salah
satu sumber belajar yang menunjang pembelajaran dan tempat di mana proses belajar
mengajar praktik dilaksanakan. Laboratorium pajak yang ada di Fakultas Ekonomi UNY
merupakan bagian dari Tax Education Center, yang lahir setelah penandatanganan MoU
antara Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan Universitas Negeri Yogyakarta.
Tujuan pendirian Tax Education Center sebagai berikut:
1. Pusat pelayanan di bidang perpajakan bagi civitas akademika (mahasiswa, dosen,
maupun karyawan)
2. Pusat pelayanan di bidang perpajakan bagi masyarakat (konsultasi pada UMKM,
guru/sekolah, dan lain-lain)
3. Program brevet pajak (mahasiswa dan masyarakat) Dalam hal ini, tujuan laboratorium
pajak tercantum dalam poin pertama di atas yakni sebagai pusat pelayanan di bidang
perpajakan bagi civitas akademika.

Program kerja laboratorium perpajak-an sebagai berikut :


1. Kuliah Umum Perpajakan
2. Referensi pajak, berupa buletin pajak, hasil penelitian
3. Pelatihan Program Pajak Masuk Desa
4. Penelitian (tugas akhir)
5. Pelatihan pajak bagi bendaharawan

1
6. Sosialisasi ketentuan perpajakan terkini
7. E-Filing bagi dosen dan karyawan
8. Pelatihan pajak (Brevet)

1.2 Tujuan Laboratorium Perpajakan


Dalam Manajemen Laboratorium Sebagai Sumber Belajar, Dr.dr. BM.Wara Kushartanti
(2005:1) menyatakan bahwa tujuan laboratorium sebagai salah satu sumber belajar harus
menjadi perhatian utama pengelola laboratorim. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu
dilakukan suatu manajemen pelayanan yang berfokus pada pembelajar sebagai pelanggan.
Pelayanan harus memperhatikan dan menerapkan kaidah manajemen kualitas pelayanan.
Dengan menerapkan hal tersebut, suatu pelayanan laboratorium dapat mencapai sasaran.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan laboratorium adalah sumber belajar yang harus
memperhatikan pembelajar (pengguna) sehingga perlu manajemen pelayanan agar efektif.

Berdasarkan tujuan laboratorium pajak yaitu pusat pelayanan di bidang perpajakan bagi
civitas akademika, maka dapat diperoleh indikator tujuan laboratorium pajak mencakup:
1. Memfasilitasi mahasiswa di bidang perpajakan, dan
2. Tersedianya sarana dan prasarana laboratorium.

1.3 Manfaat Laboratorium


Menurut Sukarso (dalam Wanmustafa, 2011) secara garis besar laboratorium dalam proses
pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan inte-lektual melalui
kegiatan pengamatan, pencatatan dan mengkaji gejala-gejala lain.
2. Mengembangkan keterampilan motorik siswa, siswa akan bertambah keterampilannya
dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk mencari dan menemukan
kebenaran.
3. Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang ilmuan.
4. Memberi rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau penemuan
yang diperolehnya.

2
Kesimpulannya, manfaat laboratorium adalah sumber belajar yang merupakan wadah dalam
proses belajar mengajar yang dapat mengembangkan keterampilan motorik maupun
intelektual, sehingga indikator manfaat laboratorium pajak mencakup:
1. Adanya kuliah umum perpajakan, penelitian/tugas akhir
2. Fungsi dan kegunaan referensi pajak, yang berupa: buletin pajak, hasil penelitian, dan
media 4 pajak
3. Diadakannya Sosialisasi Ketentuan perpajakan terkini
4. Memfasilitasi penyelenggaraan pelatihan brevet pajak.

1.4 Definsi Perpajakan


Definisi pajak menurut UU Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas UU
Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat
1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak adalah peralihan kekayaan darii pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment. Jadi, dari definisi tersebut, pajak merupakan
sumber pembiayaan negara yang berasal dari iuran wajib rakyat kepada negara untuk
menjalankan pemerintahan.

1.5 Fungsi Pajak :


1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) : berfungsi sebagai sumber dana yangdiperuntukkan
bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah
2. Fungsi Mengatur (Reguler) : berfungsi sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan
kebijakan di bidang sosial ekonomi

3
1.6 Jenis-Jenis Pajak
1. Menurut golongan :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak
lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: PPN
2. Menurut sifat :
a. Pajak subyektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan diri Wajib
Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaaan subyeknya. Contoh: PPh
b. Pajak obyektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan obyeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi subyek pajak
(Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: PBB
3. Menurut lembaga pemungut :
Pajak Pusat, yaitu pajak yg dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, BPHTB
serta Bea Materai.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (propinsi,
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah
dibedakan menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

1.7 Sistem Pemungutan Pajak


 Official Assessment System : sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang.
 Self Assessment System : sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
 Withholding System : sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak terutang.

4
1.8 Cara Pemungutan Pajak
 Stelsel nyata (riil stelsel) : pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan)yang
nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
 Stelsel anggapan (fictive stelsel) : pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan
besarnya pajak terutang untuk tahun pajak berjalan.
 Stelsel campuran : merupakan perpaduan antara Fictive Stelsel dengan Riil Stelsel. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung dengan anggapan penghasilan sama dengan tahun
sebelumnya, kemudian diakhir tahun pajak akan dikoreksi berdasarkan objek yang
sesungguhnya.

1.9 Asas pemungutan pajak.


 Asas menurut falsafah hukum adalah hukum pajak harus berdasarkan pada keadilan.
 Asas yuridis adalah pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
 Asas Ekonomi adalah pemungutan pajak tidak menggangu kehidupan ekonomi
masayarakat.

1.10 Asas Untuk Memungut Pajak Penghasilan


 Asas sumber : negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber atau
berasal dari wilayahnya tanpa memperhatikan di mana tempat tinggal Wajib Pajak
apakah di wilayahnya atau di luar wilayahnya.
 Asas domisili : Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayahnya
baik atas penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
 Asas kebangsaan : Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
status kewarganegaraan atau kebangsaan seorang Wajib Pajak

5
1.11 Tarif Pajak
 Tarif pajak sebanding/proporsional
Tarif berupa prosentase tetap, terhadap berapapun jumlahnya yang dikenai pajaksehingga
besarnya pajak terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
 Tarif pajak tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun jumlnya yang dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terutang.
 Tarif pajak progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak semakin besar.
 Tarif pajak degresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin kecil apabila jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak semakin besar. (Modul Perpajakan 1 Prodi Akuntansi UPJ)

6
1.12 SOAL BAB I
1. Apakah manfaat laboratorium perpajakan menurut Sukarso (dalam Wanmustafa,
2011)?

Jawab :
Menurut Sukarso (dalam Wanmustafa, 2011) secara garis besar laboratorium dalam
proses pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan inte-lektual
melalui kegiatan pengamatan, pencatatan dan mengkaji gejala-gejala lain.
2) Mengembangkan keterampilan motorik siswa, siswa akan bertambah
keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk
mencari dan menemukan kebenaran.
3) Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang ilmuan.
4) Memberi rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau
penemuan yang diperolehnya.

2. Sebutkan yang kalian ketahui tentang jenis-jenis pahak!


Jawab :
1) Menurut golongan :
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain
atau pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: PPN
2) Menurut sifat :
a) Pajak subyektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan diri
Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaaan subyeknya.
Contoh: PPh
b) Pajak obyektif, yaitu pajak yang pengenaannya memerhatikan obyeknya
baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan

7
timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi
subyek pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: PBB
3) Menurut lembaga pemungut :
a) Pajak Pusat, yaitu pajak yg dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPN,
PPnBM, BPHTB serta Bea Materai.
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (propinsi,
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah dibedakan menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

8
BAB II
PENGENALAN E-FAKTUR DAN E-SPT PPH 21 BESERTA PENGISIANNYA

2.1 Definisi E-Faktur


Aplikasi e-SPT atau yang biasanya disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang
dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar para Wajib Pajak
merasakan kemudahan dalam menyampaikan SPT.
Kelebihan dari aplikasi e-SPT, antara lain:
 Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman karena lampiran yang
diberikan dalam bentuk softfile yang disimpan di CD atau media penyimpanan lainnya.
 Data perpajakan dapat lebih terorganisir dengan baik.
 Sistem e-SPT mengorganisir data perpajakan perusahaan secara baik dan sistematis.
 Perhitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer.
 Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak.
 Data yang disampaikan WP selalu lengkap karena penomoran formulirnya
menggunakan sistem komputer.
 Menghindari pemborosan dalam penggunaan kertas.

Aplikasi e-SPT dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar atau dapat
diunduh pada website www.pajak.go.id. Aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Dirjen Pajak
terdiri atas:
1. e-SPT Masa, yaitu aplikasi ST elektronik untuk melaporkan SPT Masa setiap bulan.
 e-Faktur
 e-SPT Masa PPh Pasal 23/26
 e-SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat 2
 e-SPT Masa PPh Pasal 21/26

2. e-SPT Tahunan, yaitu aplikasi SPT elektronik untuk melaporkan SPT Tahunan setiap
tahun.
 e-SPT Tahunan Orang Pribadi (1770 & 17705)
 e-SPT Tahunan Badan 1771

9
Di dalam aplikasi e-SPT Masa, sudah termasuk Bukti Pemotongan/ Pemungutan PPh, Surat
Setoran Pajak, dan Daftar Bukti Pemotong-an/Pemungutan PPh di dalamnya.
e-Billing adalah sistem yang menerbitkan kode billing untuk pem-bayaran atau penyetoran
penerimaan negara secara elektronik, tapa perlu membuat Surat Setoran (SSP, SSBP, SSPB)
manual. Kode billing adalah deretan kode unik yang diperoleh dari e-Billing dan digunakan
sebagai kode pembayaran pajak. Aplikasi -Billing dapat digunakan secara online dengan
alamat https://djponline.pajak.go.id
Setelah mendapatkan kode Billing, selanjutnya dapat melakukan pembayaran melalui:
 Anjungan Tunai Mandiri (ATM),
 Teller bank pada Bank Persepsi, Kantor pos,
 Mini ATM yang berada di seluruh KPP ataupun KP2KP, dan atau
 Internet banking.
Filing adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik yang
dilakukan secara daring dan real time melalui internet pada website Direktorat Jenderal
Pajak (https:// djponline.pajak.go.id) atau Penyedia Layanan SPT Elektronik atau
Application Service Provider (ASP) yang ditunjuk Direktorat Jenderal Pajak, yaitu
 www.spt.co.id
 www.pajakku.com
 www.eform.bri.co.id
 www.online-pajak.com
 aspbni.bni.co.id
 klikpajak.id

2.2 Peraturan Pajak yg mengatur penggunaan eSPT adalah:


 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2016 tentang Tata Cara
Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
 Surat Edaran Direktur Jenderal Paiak Nomor SE-03/PJ/2019 tentang Petunjuk Teknis
Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
Dengan ketentuan:

10
1) SPT Masa wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektro-nik oleh Wajib Pajak
yang:
 Terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Wa-jib Pajak Besar; dan/atau
 Sudah pernah menyampaikan PT Masa dalam bentuk dokumen elektronik.

2) SPT Tahunan wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik ole wajib pajak
yang:
 Terdaftar di PP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Wa-jib Pajak Besar;
 Sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik;
 Diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk
dokumen;
 Diwajibkan menyampaikan SPT Masa pph Pasal 23 dan/ atau pph Pasal 26 dalam
bentuk dokumen elektronik;
 Diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk
dokumen elektronik;
 Menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan ke-wajiban pengisian SPT
Tahunan Pajak Penghasilan; dan/ atau

2.3 Definisi eSPT PPh21


e-SPT PPh 21 adalah aplikasi atau software komputer yang diciptakan Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) untuk memudahkan pembuatan dan pelaporan SPT PPh 21.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013, e-SPT PPh 21
digunakan oleh wajib pajak sebagai berikut:
 Wajib pajak badan yang melakukan pemotongan PPh 21 terhadap pegawai tetap atau
penerima pensiun atau penerima tunjangan/ Jaminan Hari Tua (JHT) berkala dan/atau
PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari
20 orang dalam satu masa pajak.

11
 Wajib pajak badan yang melakukan pemotongan PPh 21 tidak final dengan bukti
pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
 Wajib pajak badan yang melakukan pemotongan PPh 21 final dengan bukti pemotongan
yang jumlahnya lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
 Wajib pajak yang melakukan penyetoran dengan SSP dan/atau bukti PBK yang
jumlahnya lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.

2.4 Langkah-Langkah Menginstall e-SPT PPh 21


Untuk mengunduh aplikasi e-SPT PPh 21, masuk ke laman resmi DJP berikut ini:
https://www.pajak.go.id/id/e-spt-masa-pph-pasal-21-26-versi-2400 dan klik singleinstaller.
Aplikasi akan terunduh otomatis. Setelah mengunduh e-SPT PPh 21, langkah selanjutnya
adalah menginstall aplikasi.
 Sebelum menginstall, pastikan "Clock and Region" diubah ke Indonesia. Pengguna bisa
mengubahnya lewat menu Control Panel pada komputer. Jika tidak dilakukan, instalasi
tidak akan berhasil.
 Setelah mengekstrak file zip ke folder yang dinginkan, akan diperoleh folder "debug".
Dalam folder tersebut, wajib pajak akan menemukan dua file yaitu e-SPT package dan
setup
 Klik dua kali pada file e-SPT package. Kemudian klik "Next». Jika instalasi sudah
selesai, maka muncul tampilan “installation complete”.
 Wajib pajak juga bisa membuat shortcut e-SPT PPh 21 di desktop. Sehingga, saat
hendak digunakan kita tidak harus masuk telebih dahulu ke folder "Program Files".
Proses instalasi telah rampung dan aplikasi e-SPT PPh 21 siap digunakan.

2.5 Langkah-Langkah Mengisi e-SPT PPh 21


a) Buka dan login e-SPT Ph 21 dengan username dan password:
 Username: administrator
 Password: 123
b) Pilih SPT kemudian buat SEPERTI
c) Pilih Isi SPT.

12
Untuk pegawai tetap, klik “Daftar Pemotongan Pajak (1721-1)" lalu pilih "Satu Masa
Pajak". Apabila yang akan diinput adalah data transaksi, maka pengguna bisa memilih
"Tambah". Seperti lampiran dibawah ini:

d) Isi data berupa nomor NPWP, nama, kode objek pajak, jumlah penghasilan bruto dan PPh
dipotong, dan klik “Simpan”
e) Jika ingin menginput transaksi pembayaran kepada bukan pegawai tetap, caranya pilih
"Isi SPT" lalu pilih "Daftar Bukti Potong" dan pilih “Tidak Final (1721-II)" Apabila akan
menginput transaksi atas pembayaran konsultan, maka klik "Baru" pada menu. Lalu isi
data NPWP, nama, NIK dan alamat. Selanjutnya pilih kode objek pajak.
Untuk konsultan yang hanya sekali pembayaran dalam tahun fiskal, kode akun pajak
yang digunakan adalah 21-100-09. Kemudian isi penghasilan bruto dan dasar pengenaan
pajak. Selanjutnya PPh terutang akan terisi secara otomatis.
f) Untuk konsultan yang pembayarannya lebih dari satu kali dalam satu tahun
fiskal, maka Kode Akun Pajak (KAP) yang digunakan adalah: 21-100-08. Selanjutnya
secara otomatis akan keluar menu detail perhitungan. Seperti lampiran dibawah ini:

13
g) Setelah pengisian SPT selesai, selanjutnya pengguna memilih menu "Isi SPT Induk
(1721)"
h) Pajak terutang ini harus dibayarkan terlebih dahulu supaya bisa mendapat Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Setelah NTPN didapatkan, langkah selanjutnya
adalah memasukkan data tersebut ke dalam Surat Setoran Pajak (SSP).
i) Jika semua sudah terisi dengan benar, langkah selanjutnya kembali ke menu "Isi SPT"
dan pilih "SPT Induk" kemudian klik "B.1 Daftar Pemotongan". "B.2. Penghitungan PPh
sudah sesuai" Lalu lanjut ke bagian “D yaitu daftar check list yang dilampirkan”,
Selanjutnya pilih bagian "E. Pernyataan dan Tandatangan Pemotong" dan klik “Simpan".
j) Langkah terakhir, pilih menu "CSV", kemudian pilih "Pelaporan SPT", pilih masa yang
akan dilaporkan kemudian klik "Buat file CSV". File CSV akan secara otomatis
tersimpan di folder yang telah dipilih oleh pengguna.
Setelah menyelesaikan tahapan pengisian e-SPT PPh 21, wajib pajak belum belum bisa
mencetak SPT. Sebab, untuk bisa mencetak SPT PPh 21, wajib pajak harus menginstall
program CRRuntime_32bit_13_0_7. Maka, wajib pajak harus memastikan program
CRRuntime terinstal atau paling tidak telah memiliki master file CRRuntime.

14
2.6 SOAL BAB II
1. Kondisi seperti apa yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan?
Jawab:
Meskipun Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan baik secara fisik langsung ke
KPP maupun melalui jasa pos maupun ekspedisi, beberapa kondisi bisa membuat SPT
tersebut dianggap tidak disampaikan (sesuai Pasal 9 PER-01/PJ/2016)
Adapun kondisi tersebut karena:
 SPT Tahunan tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak/Kuasa Wajib Pajak;
 SPT Tahunan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang
dipersyaratkan
 SPT Tahunan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun
sesudah berakhirnya bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah
ditegur secara tertulis; atau
 SPT Tahunan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan
tau menerbitkan surat ketetapan pajak,
Dalam kondisi demikian pihak DJP (KPP) akan menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SPT Tahunan dianggap tidak
disampaikan.

2. Apa sanksinya jika tidak melaporkan SPT?


Jawab:
Merujuk pada UU Nomor 28 Tahun 2007, WP yang tidak melaporkan SPTnya pada
waktu yang telah ditetapkan maka akan dikenai denda sebesar R 100.000 sedangkan W
badan akan dikenai denda 10 kali lebih besar yakni Rp 1.000.000 tiap tahunnya.
Denda tersebut berkelanjutan, apabila seorang W tak melaporkan selama tiga tahun
maka akan dikenai denda dengan dikalikan banyak tahun dia tidak melapor.
Apabila terlambat atau tidak melaporkan SPT maka jumlah tagihan semakin bertambah,
WP akan menerima surat tagihan pajak beserta besaran yang harus dibayarkan.
Pembayaran denda memiliki tenggat waktu tertentu mulai dari satu bulan hingga dua
bulan, terhitung sejak tanggal penerbitan surat.

15
Apabila dalam waktu tersebut belum dibayarkan, maka W akan menerima surat paksa
sebagai bentuk tagihan lanjutan.
3. Kapan batas waktu pelaporan?
Jawab:
Dikutip dari laman Ditjen Pajak, batas waktu pelaporan SPT Tahunan adalah tanggal 31
Maret setiap tahunnya atau tiga bulan setelah akhir tahun pajak.
Sehingga batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi pada 2020 yakni 31
Maret 2020.
Sementara batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh badan paling lama empat bulan
setelah akhir tahun pajak atau 30 April setiap tahunnya.
4. Apakah kewajiban lapor SPT PPh 21 hanya berlaku bagi badan saja atau OP juga?
Dengan catatan baik badan maupun OP tersebut pelaporannya nihil.
Jawab:
Garis besarnya adalah pelaporan PPh 21 jika ada nilai setoran pajak maka wajib
dilaporkan (tiap masa Jan-Des), kalau tidak ada nilai setoran = Nihil, maka
cukup melaporkan pada saat masa Desember 20XX
Untuk pegawai tetap yang nihil, tetap dibuat bukti potongnya (Bupot A1) supaya
karyawan bisa melaporkan SPT Tahunan mereka di bulan Maret nanti.
Jika pegawai tidak tetap -> pengisian ada di kolom daftar bukti potong -> tidak final.
5. Apa perbedaan e-filling dan e-billing?
e-Billing adalah sistem yang menerbitkan kode billing untuk pem-bayaran atau
penyetoran penerimaan negara secara elektronik, tapa perlu membuat Surat Setoran
(SSP, SSBP, SSPB) manual. Sedangkan,
e-Filing adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik
yang dilakukan secara daring dan real time melalui internet pada website Direktorat
Jenderal Pajak

16
BAB III
PENGENALAN TERKAIT TENTANG DJP ONLINE BESERTA PENGISIANNYA

3.1 Sejarah DJP Online


DJP Online adalah situs milik Direktorat Jenderal Paiak (DJP) yang berisi berbagai macam
aplikasi perpajakan. Melalui aplikasi pajak milik pemerintah ini, wajib pajak dapat lapor
SPT online (e-filing) dan membayar pajak secara online.
Sebelum situs DJP Online dapat digunakan wajib pajak, pemerintah menyediakan aplikasi
perpajakan baik itu untuk melaporkan pajak maupun mengakses sistem billing di alamat
situs yang terpisah. Namun, sejak Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPNG2)
diluncurkan, Direktorat Jenderal Pajak mengintegrasikan seluruh aplikasi perpajakan, baik
e-Filing dan e-Billing, ke dalam situs DJP Online. Website ini baru diluncurkan pada tahun
2014, di tahun yang sama dengan diluncurkannya layanan e-Filing milk pemerintah.
Sedangkan sekarang, situs-situs aplikasi perpajakan milik pemerintah seperti sse.pajak dan
e-Filing. pajak sudah tidak dapat diakses lagi karena telah dinonaktifkan dan digabung
menjadi satu entitas melalui website djponline.pajak.go.id.
Kemudian, pada tahun 2016 Ditjen Pajak membangun SSE Pajak Versi 3 sebagai alternatif
jika layanan e-Billing SSE Pajak Versi 2 yang ada di DJP Online mengalami error.

3.2 Fitur Perpajakan DJP Online


1. e-Filing
e-Filing dalah aplikasi perpajakan yang memungkinkan wajib pajak melaporkan SPT
secara online dan real time. Aplikasi yang diluncurkan tahun 2014 ini dapat digunakan
untuk melaporkan sejumlah SPT seperti: SPT PPh Pasal 21/26, SPT PPh Orang Pribadi,
SPT PPh Pasal 4 ayat 2, SPT PPN, dan SPT PPh Pasal 22.
Selain itu, aplikasi pemerintah ini juga menyediakan fitur e-Form. Fitur ini
memungkinkan wajib pajak mengisi SEPERTI secara offline namun dapat diunggah dan
dilaporkan melalui DJP Online. Fitur ini dapat digunakan untuk melaporkan SPT
Tahunan OP 1770 S, SPT Tahunan OP 1770, dan SPT Tahunan Badan 1771.
Kehadiran aplikasi DJP Online semakin memberikan kemudahan kepada para wajib
pajak untuk menunaikan kewajiban lapor pajak sejak diluncurkan pada beberapa tahun

17
lalu. Di Indonesia, orang-orang yang termasuk kategori wajib pajak harus melaporkan
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara rutin.
SPT adalah laporan pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak (perseorangan atau badan)
kepada pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ada dua jenis
SPT yang wajib dilaporkan, yakni SPT Tahunan dan SPT Masa. Ditjen Pajak pun
membuat sebuah sistem bernama DJP Online yang salah satu fiturnya memungkinkan
wajib pajak untuk melakukan e-Filing.
Dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Kuangan, e-Filing
adalah suatu cara penyampaian SPT secara elektronik yang bisa dilakukan secara online
dan real-time melalui internet dengan menggunakan website DJP Online atau penyedia
layanan -Filing pajak yang disebut Application Service Provider (ASP). Salah satunya
adalah Online Pajak yang merupakan ASP resmi dan ditunjuk oleh Ditjen Pajak.

3.3 Kelebihan e-Filling DJP Online


 Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak
Mengingat sistemnya yang berbasis online, e-Filing pajak memungkinkan untuk
mengisi dan mengirim SEPERTI kapanpun dan di manapun selama memiliki koneksi
internet yang memadai, dengan menggunakan fitur "Loader e-SPT" yang dapat
menyampaikan SPT secara online sehingga tidak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP).
 Lebih praktis melaporkan pajak
Semua dokumen yang diperlukan untuk pengisian dan pengiriman SPT melalui sistem
pelaporan pajak online akan dikirim dalam bentuk file elektronik.

3.4 Langkah-Langkah Registrasi /Daftar DJP Online e-Filing


Perlu diperhatikan bahwa khusus untuk wajib pajak orang pribadi, permohonan EFIN harus
dilakukan oleh orang yang bersangkutan atau diri sendiri dan tidak diperkenankan meminta
orang lain atau memberi kuasa kepada pihak lain untuk melakukannya.
Sedangkan, untuk wajib pajak badan, permohonan EFIN bisa dilakukan oleh pengurus yang
ditunjuk untuk mewakili badan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
 Mengajukan permohonan untuk mendapatkan EFIN

18
Bagi wajib pajak yang baru pertama kali menggunakan e-Filing pajak, langkah pertama
yang harus dilakukan untuk registrasi akun adalah mengajukan permohonan EFIN
(Electronic Filing Identification Number) ke KPP atau Kantor Pelayanan Penyuluhan
dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).

Catatan:
 EFIN tidak bisa didapatkan secara Online.
 EFIN adalah nomor identitas yang hanya diterbitkan oleh DJP kepada wajib pajak
yang hendak melakukan transaksi pajak secara elektronik.
 EFIN ini telah diaktifkan dan dapat digunakan ole Wajib Pajak untuk mendaftarkan
diri pada layanan Elektronik di Direktorat Jenderal Pajak
 EFIN bersifat rahasia dan digunakan sebagai alat autentikasi, Wajib Pajak
berkewajiban untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan EFIN dari penggunaan
yang tidak sah.

 Klik Tautan Pendaftaran pada website


DJP Online
Jika telah mendapatkan EFIN dari KPP atau KP2KP, kini sudah bisa melakukan
registrasi dengan membuat akun pada layanan pajak online. Bisa mengunjungi website
e-Filing DJP Online di djponline.pajak.go.id/account/login.
Dalam membuat akun -Filing, ada dua hal yang perlu disiapkan, yaitu EFIN dan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) setelah itu masuk situs DJP Online dan klik tautan
pendaftaran.
 Membuat akun pada website DJP
Online e-Filing
Apabila semua telah disiapkan, bisa langsung memasukkan nomor EFIN, NPWP, dan
kode keamanan, kemudian klik tombol "Verifikasi". Selain itu, juga akan diminta untuk
memasukkan email dan menentukan password untuk akun e-Filing. Pastikan email
tersebut aktif dan masih dapat diakses karena akan digunakan untuk pengiriman link
aktivasi akun.

19
 Aktivasi akun melalui tautan khusus
Setelah itu, sistem akan secara otomatis mengirimkan identitas wajib pajak (NPWP),
password, dan link aktivasi ke email yang telah didaftarkan.
 Login akun DJP Online e-Filing
Jika akun telah berhasil diaktifkan, kini sudah bisa login ke akun DJP Online e-Filing.
Caranya hanya perlu memasukkan NPWP, password, dan kode keamanan. Setelah itu,
tekan tombol "login" dan akan masuk ke halaman sistem layanan DJP Online e-Filing.

3.5 Langkah-Langkah Menggunakan e-Filing


 Setelah berhasil mengikuti langkah diatas dan memiliki akun untuk e-Filing, silakan login
dan masuk ke laman e-Filing. Jika ingin melaporkan SPT, klik "e-Filing"
 Jika ingin melaporkan SPT secara online, klik "Buat SPT"
 Pertama akan masuk ke halaman SPT. Kemudian, jawab pertanyaan yang tertera secara
tepat untuk mendapatkan formulir SPT tahunan 1770SS. Apakah sedang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas? Jika menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bisa
menggunakan fasilitas upload CV. Jika tidak, harus mengisi SPT satu per satu.
 Begitu formulir tertera di layar, isilah kolom yang ada sesuai dengan bukti potong yang
dipegang. Biasanya saat mengisi formulir 1770SS akan diminta untuk mengisi
penghasilan netto, PTKP, dan PPH yang dipotong pihak lain.
 Untuk menggunakan fasilitas upload CSV, klik "Upload CSV". Selanjutnya unggah file
CSV dan dokumen PDF pendukung.
 Selanjutnya, akan masuk ke halaman pengiriman SPT. Untuk mengirim kode verifikasi
ke email, klik "di sini"
 Kemudian, periksa kotak masuk pada email. Salin kode verifikasi dan tempel kode
tersebut di kotak yang tersedia. Setelah itu, klik "Kirim SPT"
 Jika e-Filing berhasil, Ditjen Pajak pun akan mendapat laporan SPT terbaru secara
realtime dan juga bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirim ke email langsung.

20
3.6 Data yang Perlu Disiapkan
Untuk Pelaporan e-Filing Melalui Aplikasi / Website DJP
 File CSV SPT yang Hendak Dilaporkan
Siapkan file CSV SPT pada software e-SPT atau e-Form yang disediakan Ditjen Pajak.
 File PDF lampiran yang Hendak dilaporkan
Simpan lampiran dalam 1 file PDF yang dinamakan sama dengan nama file CSV SPT.

21
3.7 SOAL BAB 3
1. Apa yang dimaksud dengan EFIN?
Jawab:
EFIN merupakan singkatan dari Electronic Filing Identication Number (EFIN) yakni
nomor identitas yang diterbitkan oleh direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak yang
melakukan transaksi elektronik dengan DJP.

2. Bagaimana cara mengajukan permohonan untuk memperoleh EFIN?


Jawab:
Beberapa syarat pengajuan EFIN di antaranya adalah:
 Permohonan aktivasi EFIN dilakukan oleh wajib pajak sendiri tapa dikuasakan
kepada orang lain.
 Wajib pajak mengisi, menandatangani, dan menyampaikan Formulir Permohonan
Aktivasi EFIN dengan mendatangi secara langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
terdekat, Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
terdekat atau tempt tertentu di luar Kantor sesuai dengan kewenangannya
 Wajib Pajak menunjukan asli dan menyerahkan fotokopi dokumen berupa identitas
diri berupa KTP bagi WNI, serta Paspor dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS)
atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dalam hal Wajib Pajak merupakan warga
negara asing. Selain itu menunjukkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
 Wajib Pajak menyampaikan alamat email aktif yang digunakan sebagai sarana
komunikasi dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.

3. Apa saja kelebihan -Filling DJP Online?


 Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak
Mengingat sistenya yang berbasis online, e-Filing pajak memungkinkan untuk
mengisi dan mengirim SEPERTI kapanpun dan di manapun selama memiliki
koneksi internet yang memadai, dengan menggunakan fitur "Loader e-SPT" yang
dapat menyampaikan SPT secara online shingga tidak perlu lagi datang ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP).

22
 Lebih praktis melaporkan pajak
Semua dokumen yang diperlukan untuk pengisian dan pengiriman SPT melalui
sistem pelaporan pajak online akan dikirim dalam bentuk file elektronik.

4. Mengapa DJP Online susah diakses?


Jawab:
Apabila situs DJP Online tak bisa diakses maka kemungkinan karena jumlah akses
menuju DJP Online sangat padat, sehingga server down, jaringan bermasalah dan
sebagainya serta tak semua pengguna bisa mengakses DJP Online dengan lancar.

5. Apa yang dimaksud dengan e-Filing?


Jawab:
e-Filing merupakan cara penyampaian SPT Tahunan PPh secara elektronik yang
dilakukan secara online dan real time melalui internet website Ditjen Pajak
https//djponline.pajak.go.id atau penyedia jasa aplikasi Penyedia Jasa Aplikasi
(Application Service Provider (ASP)).
Layanan e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak melayani penyampaian SPT
Tahunan Orang Pribadi menggunakan formulir 1770SS, 1770 S dan 1770.
e-Filing dapat dilaporkan dengan cara webfiling (mengisi secara langsung di website
DJP online untuk 1770SS, 1770 S, dan 1770), upload file csv (untuk 1770 S dan 1770),
dan e-Form (1770 S dan 1770).

23
BAB 4
PERHITUNGAN PPH 21, PPH 23, DAN PPN

4.1 PPH 21
4.1.1 PENGERTIAN PPH 21
PPh 21 adalah pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri atas pekerjaan, jasa,
atau kegiatan yang dilakukannya. PPh 21 dipotong dari penghasilan yang diterima
oleh seseorang, sementara di sisi lain, PPh 23 dipotong dari penghasilan yang
diterima oleh suatu Badan.
Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem
penggajian suatu perusahaan. Namun, sebenarnya PPh 21 juga digunakan secara luas
untuk berbagai kegiatan lainnya.
Perlakuan atas PPh 21 sangat bervariasi tergantung pada jenis penghasilannya. Ada
berbagai kategori jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, seperti:
 Penghasilan bagi Pegawai Tetap
 Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap
 Penghasilan bagi Bukan Pegawai
 Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final
 Penghasilan Lainnya

4.1.2 PEMOTONG PPh PASAL 21


Pemotong PPh Pasal 21 adalah WP Orang Pribadi atau badan termasuk Bentuk
Usaha Tetap (BUT) yang mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Pemotong PPh Pasal
21 sesuai Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah:
1. Pemberi kerja
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun

24
4. Orang pribadi yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badang
yang membayar honorarium
5. Penyelenggara kegiatan

4.1.3 HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK


Hak Pemotong Pajak PPh Pasal 21
 Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang
terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwim
lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor.
 Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT PPh Pasal 21.
 Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21


 Setiap Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke KPP
 Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir
 Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21
yang terutang
 Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21
 Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
 Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

4.1.4 PENERIMA PENGHASILAN (WP PPh PASAL 21)


Wajib Pajak PPh Pasal 21 terdiri atas:
 Pegawai
 Penerima uang pesangon
 Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap (tenaga kerja lepas)
 Anggota dewan komisaris
 Mantan pegawai

25
 Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21
Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah:
3. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional

4.1.5 HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


Hak Wajib Pajak
1. WP berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak.
2. WP berhak mengajukan surat keberatan kepada DJP jika PPh Pasal 21 yang
dipotong oleh pemotong tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. WP berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh DJP.

Kewajiban Wajib Pajak


1. WP wajib menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak, yang
menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk
mendapatkan pengurangan berupa PTKP.
2. WP berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, jika WP
mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.

4.1.6 PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21


Secara rinci, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

26
c) Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati
jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
d) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;
e) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan;
f) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g) Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
h) Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain
yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
i) Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.

4.1.7 PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL


Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final:
a) Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
b) Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
c) Penghasilan berupa honorarium

4.1.8 MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

27
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU PPh, besarnya tarif Pajak Penghasilan
yang diterapkan atas PKP atas WP dalam negeri dan WP luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui BUT di Indonesia, sebagai
berikut:

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN


a) Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara
penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp
6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan.
b) Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang
pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-
tingginya Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan.

Tarif Pemotongan PPh Pasal 21


Bagi Penerima Penghasilan yang tidak Mempunyai NPWPBagi penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP
yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang
bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 seperti ini hanya berlaku
untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.

28
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 perubahan nilai
PTKP sebagai berikut:
1. Rp.54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk WP Orang Pribadi.
2. Rp.4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk WP yang kawin.
3. Rp.54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami seba gaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1).
4. Rp.4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.

4.2 PPH 23
4.2.1 Definisi Pph 23
PPh 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyertaan jasa,
hadiah, bunga, deviden, royalti, atau hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong
PPh Pasal 21. Pemotongan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa
kepada Wajib Pajak, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Penghasilan jenis ini terjadi karena adanya transaksi antara pihak yang memberikan
penghasilan dengan pihak yang menerima penghasilan. Adapun, objek pajak dari
PPh 23 adalah meliputi penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain atau rekanan
berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, misalnya,
sewa kendaraan atau sewa sound system.
Dalam hal ini sewa tanah dan bangunan tidak termasuk. PPh 23 juga diterapkan
dalam imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konsultasi,
misalnya, jasa perbaikan, jasa kebersihan, dan jasa katering.
PPh 23 adalah pajak yang wajib dibayarkan jika Anda penghasilan, hadiah dan
lainnya. Sama halnya saat Anda membeli rumah, Anda juga wajib membayar pajak.
Jadi sebelum Anda membeli rumah, pastikan ada dana tambahan yang Anda siapkan.

29
4.2.1 Dasar Hukum PPh 23
Berdasarkan undang-undang dasar hukum PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut :
1. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.

4.2.2 Tarif PPh 23


Dalam mengetahui tarif PPh 23 dibedakan menjadi 2, yaitu tarif 15% dan tarif 2%
dikenakan atas nilai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) atau jumlah bruto. Jumlah bruto
adalah seluruh jumlah penghasilan yang disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh
tempo dengan pemotong pajak seperti badan pemerintahan, penyelenggara kegiatan,
subjek pajak dalam negeri, BUT (Bentuk Usaha Tetap, perwakilan usaha luar negeri
dan OP (Orang Pribadi) yang ditunjuk oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak).
Jumlah bruto tidak berlaku atas penghasilan yang didapatkan dari jasa sehubungan
katering, jasa yang bersifat final seperti jasa reimbursement, penyedia jasa kepada
pihak ketiga dan hasil dari penggadaian barang atau material.
Pajak PPh 23 dengan tarif 15% dikenakan untuk penghasilan bunga, dividen, royalti
dan hadiah. Sedangkan, pajak PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan untuk penghasilan
jasa dan sewa.
Untuk Jasa pada PPh 23 meliputi jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lainnya yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
141/PMK.03/2015 yang mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Untuk WP
(Wajib Pajak) yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) akan
dipotong 100% lebih besar dari tarif pajak PPh 23 tersebut.

30
4.2.3 Cara Menghitung PPh 23
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), tarif PPh 23 dibedakan
menjadi dua jenis. Perbedaan tersebut didasarkan pada objek yang dikenakan pajak
penghasilan 23.
Tarif dari pajak penghasilan 23 dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau
jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang
diberlakukan, yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek pajaknya. Berikut penjelasan
dari masing-masing tarif.
1. Tarif 15% PPh 23 dengan tarif 15% wajib dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto
atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya,
selain yang belum dipotong oleh PPh 21. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36 Tahun
2008 tentang PPh, dividen yang dimaksud termasuk dividen yang diterima oleh
pemegang polis asuransi serta pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Sedangkan bunga adalah diskonto, premium, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang. Sementara yang dimaksud dengan royalti adalah imbalan
atas penggunaan hak.
Cara menghitung PPh 23 tarif 15% bisa dilihat dari contoh berikut: Pak Anto
menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar Rp10.000.000, maka jumlah
PPh yang harus dibayarkan adalah: 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000.
2. Tarif 2% Wajib pajak diwajibkan melunasi PPh sebesar 2% dari jumlah bruto
atas sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan harta. Adapun sewa dan
penghasilan lain yang bersumber dari penggunaan tanah dan bangunan
dikecualikan dari pajak ini, yang dasar hukumnya dapat ditemukan pada pasal 4
ayat (2) bagian d.
Tarif pajak PPh 23 dengan tarif 2% juga berlaku untuk jumlah bruto dari
imbalan jasa, di antaranya jasa teknik, konstruksi, manajemen, konsultan,
penilai, akuntansi, jasa hukum, jasa penerbitan/percetakan, dan jenis jasa lainnya
seperti yang diatur dalam peraturan Menteri Keuangan.
Untuk penghitungan PPh 23 dengan tarif 2%, berikut contohnya: PT XYZ
adalah sebuah badan usaha tetap yang menerima jasa merancang busana dengan

31
jumlah bruto Rp15.000.000. Dengan demikian, jumlah PPh 23 yang dibayarkan,
yaitu 2% x Rp15.000.000 = Rp300.000.

4.2.4 Pengecualian PPh 23


Walaupun PPh 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
berupa bunga, royalti, sewa, jasa, dan hadiah selain yang telah dipotong oleh PPh 21,
terdapat beberapa hal yang dikecualikan dalam PPh 23, di antaranya: Penghasilan
yang dibayar atau terutang kepada bank. Sewa yang terutang sehubungan dengan
sewa guna usaha dengan hak opsi.
Dividen yang diperoleh PT yang bertempat tinggal di Indonesia yang berasal dari
cadangan laba yang ditahan sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi dan
BUMN/BUMD. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan koperasi kepada
anggotanya. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

4.2.5 Aturan Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 23


Untuk kebijakan pemotongan dan penyetoran pajak penghasilan pasal 23, berikut
beberapa aturan yang harus diketahui dilansir dari websiter remis Ditjen Pajak RI,
pajak.go.id:
Apabila Anda membayarkan dividen kepada PT sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN), koperasi, BUMN, atau BUMD yang jumlah kepemilikan sahamnya
dibawah 25%, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% saat dividen disediakan
untuk dibayarkan dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-
bupot PPh pasal 23.
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing
dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 101. Penyetoran dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

32
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh
pasal 23 melalui login di laman pajak.go.id atau melalui application service
provider (ASP) [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal
20 bulan berikutnya.
Apabila Anda melakukan peminjaman dana dan membayarkan Bunga kepada
pemilik dana, maka yang harus Anda lakukan adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari bruto nilai bunga dan
membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing
dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 102. Penyetoran dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh
pasal 23 melalui login di laman pajak.go.id atau melalui application service
provider (ASP) [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal
20 bulan berikutnya.
Apabila Anda membayarkan royalti kepada pihak penerima royalti, maka yang harus
Anda lakukan adalah:
4) Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto nilai
royalti dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh
pasal 23
5) Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing
dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 103. Penyetoran dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
6) Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh
pasal 23 melalui login di laman pajak.go.id atau melalui application service
provider (ASP) [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal
20 bulan berikutnya.
Apabila Anda menggunakan jasa dari WP badan, maka yang harus Anda lakukan
adalah:
1. Meneliti apakah jasa yang digunakan itu adalah termasuk jenis jasa yang
merupakan objek PPh Pasal 23 berdasarkan PMK-141/PMK.03/2015

33
2. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto nilai jasa
dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23
3. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing
dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 104. Penyetoran dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
4. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh
pasal 23 melalui login di laman pajak.go.id atau melalui application service
provider (ASP) [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal
20 bulan berikutnya.
Apabila Anda menyewa harta selain tanah dan/atau bangunan, maka yang harus
Anda lakukan adalah:
1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 % dari jumlah bruto nilai sewa
dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-bupot PPh pasal 23
2. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing
dengan kode MAP 411124 dan kode jenis setoran 100. Penyetoran dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-bupot PPh
pasal 23 melalui login di laman pajak.go.id atau melalui application service
provider (ASP) [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal
20 bulan berikutnya.

4.2.6 Contoh soal PPh 23


Perhitungan PPh Pasal 23 atas Royalti
Pada 2 Agustus 2014, PT Mawar membayar royalti kepada Tuan Zainudin sebagai
penulis buku sebesar Rp50.000.000. Tuan Zainudin telah mempunyai NPWP
01.444.888.2.987.000.
Jawab:
PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Mawar adalah:
15% x Rp50.000.000 = Rp7.500.000
Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2014
Saat penyetoran: paling lambat 10 September 2014

34
Saat pelaporan: paling lambat 20 September 2014

4.3 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


4.3.1 Pengertian
Definisi Pajak Pertambahan Nilai menurut Untung Soekardji adalah pajak atas
konsumsi dalam negeri yang dihitung atas nilai tambah, yang memisahkan
kedudukan pemikul beban pajak dengan penanggung jawab penyetoran pajak pada
pihak-pihak yang berbeda, serta menempatkan eksitensi objek pajak sebagai faktor
dominan yang menimbulkan kewajiban pajak.
Menurut definisi tersebut, PPN mengandung beberapa unsur, yaitu:
1. Pajak atas konsumsi dalam negeri
2. Dihitung atas nilai tambah
3. Memisahkan kedudukan pemikul beban pajak dan penanggung jawab
penyetoran pajak
4. Eksistensi objek pajak merupakan faktor dominan yang menimbulkan
kewajiban pajak.

4.3.2 Karakteristik
1. Pajak Tidak Langsung
2. Multistage Levy
3. Indirect Substraction Method
4. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
5. Consumption Type VAT
6. Tarif Tunggal
7. Non Cumulative
8. Pajak Objektif

4.3.3 Objek dan Subjek


1. Objek PPN
a) PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP ; (Ps 4 ayat (1) huruf a)

35
b) PPN dikenakan atas impor BKP; (Ps. 4 ayat (1) huruf b)
c) PPN dikenakan atas penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP; (Ps. 4 ayat (1) huruf c)
d) PPN dikenakan atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean, di dalam Daerah Pabean; (Ps. 6 ayat (1) huruf d)
e) PPN dikenakan atas pemanfaatan JKP dari luar, di dalam Daerah Pabean; (Ps.
4 ayat (1) huruf e)
f) PPN dikenakan atas ekspor BKP Berwujud yang dilakukan oleh PKP; (Ps. 4
ayaat (1) huruf f)
g) PPN dikenakan atas ekspor BKP Tidak Berwujud yang dilakukan oleh PKP;
(Ps. 4 ayat (1) huruf g)
h) PPN dikenakan atas ekspor JKP yang dilakukan oleh PKP; (Ps. 4 ayat (1)
huruf h)
i) PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan baik oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata
caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan; (Ps. 16C)
j) PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali penyerahan aktiva
yang
Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf
b dan huruf c; (Ps.16D)

2. Subjek Pajak
a. Dilihat dari pihak yang melakukan penyerahan, subjek PPN adalah PKP,
yaitu subjek pajak yang melakukan :
 Penyerahan BKP (Ps. 4 ayat (1) huruf a)
 Penyerahan JKP (Ps. 4 ayat (1) huruf c);
 Ekspor BKP berwujud (Ps. 4 ayat (1) huruf f);
 Ekspor BKP tidak berwujud ( Ps. 4 ayat (1) huruf g);
 Ekspor JKP (Ps, 4 ayat (1) huruf h);

36
 Menyerahkan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan (Ps. 16D);
b. Dilihat dari pihak yang menerima penyerahan, subjek PPN adalah non
PKP, yaitu subjek pajak yang melakukan:
 Impor BKP (Ps. 4 ayat (1) huruf b)
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari,luar Daerah Pabean, di dalam
Daerah Pabean (P. 4 ayat (1) huruf d)
 Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean
(Ps. 4 ayat (1) huruf e)
 Kegiatan membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya (Ps.16C)

4.3.4 Tarif
Tarif PPN adalah tarif tunggal yaitu 10%.

4.3.5 Saat Terutang


Pasal 17 PP No.1 Tahun 2012 menjabarkan saat terutang pajak dalam
ketentuan Pasal 11 UU PPN 1984. Berikut adalah saat suatu peristiwa hukum
dilakukan atau suatu peristiwa hukum terjadi sebagai saat pajak terutang.
1. BKP berwujud berupa barang bergerak
a) BKP diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga
untuk dan atas nama pembeli;
b) BKP diserahkan secara langsung kepada penerima, untuk pemberian
cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan BKP dari pusat ke
cabang dan sebaliknya atau antar cabang;
c) BKP diserahkan pada juru kirim atau pengusaha angkutan; atau
d) Harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau peng-hasilan,
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

37
2. BKP berwujud berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan
hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tersebut, secara
hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3. BKP tidak berwujud
a) Harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui
sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
b) Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedia
fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau
seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada sub a) tidak
diketahui.
4. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih ada pada saat pembubaran perusahaan
ditentukan oleh salah satu dari perbuatan hukum yang terjadi lebih dahulu
yaitu pada saat:
a) Akte pembubaran ditantandatngani oleh Notaris;
b) Jangka waktu perusahaan berakhir yang ditetapkan dalam Anggaran
Dasar;
c) Tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan sudah
bubar; atau
d) Diketahui bahwa perusahaan nyata-nyata sudsah tidak melakukan
kegiatan usaha atau dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau do-kumen yang ada.

5. Penghalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,


pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidakmemenuhi ketentuan
Pasal 1A ayat (2) huruf d UU PPN 1984 atau perubahan bentuk usaha,
terjadi pada saat:
a) Disepakati atau ditetapkan penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha

38
sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam
perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
b) Akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha
ditandatangani oleh Notaris.
6. Saat impor BKP terjadi pada saat BKP dimasukkan ke dalam Daerah
Pabean
7. Penyerahan JKP terjadi pada saat:
a) Harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan,
atau pada saat diterbitkan faktur penjualan, sesuai dengan prinsip
akuntasi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
b) Surat kontrak atau surat perjanjian ditandatangani, dalam hal peristiwa
hukum tersebut pada sub 1) tidak diketahui; atau
c) Mulai tersedia fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata,
baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau
pemakaian sendiri JKP.
8. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean
sebagai-mana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e UU PPN
1984, ditentukan perbuatan hukum yang terlebih dahulu dilakukan diantara
tiga perbuatan hukum di bawah ini, yaitu pada saat :
a) harga perolehan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP tersebut
dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
b) harga jual BKP Tidak Berwujud dan/atau penggantian JKP tersebut
ditagih oleh pihak yang menyerahkan; atau
c) harga perolehan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP tersebut dibayar
baik sebagian maupun seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkan.
9. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean,
di dalam Daerah Pabean terjadi pada tanggal surat kontrak atau surat
perjanjiannya ditandatangani, dalam saat perbuatan hukum tersebut pada
huruf h tidakdiketahui.

39
10. Ekspor BKP Berwujud ditentukan oleh saat BKP Berwujud dikeluarkan
dari Daerah Pabean
11. Ekspor BKP Tidak Berwujud terjadi pada saat BKP Tidak Berwujud
tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
12. Ekspor JKP terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut
dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
4.3.6 Tempat Terutang
1. Di tempat tinggal/tempat kedudukan dan/ tempat kegiatan usaha dilakukan
2. Tempat BKP dimasukkan, untuk impor BKP
3. Di tempat bangunan didirikan, untuk KMS
4. Di tempat kegiatan usaha, untuk PKP OP yang di tempat tinggalnya tidak
ada kegiatan usaha.
5. Dan yang ditetapkan dirjen pajak

40
4.4 Soal BAB 4
1. Penyerahan BKP/ JKP oleh PKPPT ABC adalah seorang pengusaha toko buku yang
telah dikukuhkan sebagai PKP. Berikut adalah beberapa transaksi yang telah dilakukan
bulan Januari 20191. Pada tanggal 1 Januari membeli buku tulis dari PT HAHA (PKP)
sebesar Rp 15.000.000,00 dan menerima faktur pajak
2. Pada tanggal 10 Januari membeli komik dari PT HIHI (PKP) sebesar Rp
10.000.000,00 dan menerima faktur pajak
3. Pada tanggal 30 Januari total penjualan buku di tokonya sebesar Rp 40.000.000,00
Tentukan PM yang dapat dikreditkan dan PK serta berapa yang harus disetor ke
negara!
Jawab :
1. PM = 10% × 15.000.000 = Rp 1.500.000,00
PM = 10% × 10.000.000 = Rp 1.000.000,00
PK = 10% × 40.000.000 = Rp 4.000.000,00
Total PM yang dapat dikreditkan Rp 2,5 juta
Total PK Rp 4 juta
Yang harus disetor ke kas negara Rp 1,5 juta

2. Ekspor BKP/JKP
PT ABC mengekspor buku budaya indonesia ke luar negeri dengan nilai yang
harus ditagih sebesar Rp 18.000.000,00. Berapa pajak terutang?
Jawab ;
PPN = 0% × 18.000.000 = Rp 0,00

41
3. Impor BKP
PT ABC mengimpor novel best seller dari luar negeri dengan nilai impor
sebanyak Rp 20.000.000,00. Berapa pajak terutang?
Jawab :
PPN = 10% ×20.000.000,00 = Rp 2.000.000,00

4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
PT Asik memperoleh izin untuk menggunakan merk dagang milik luar negeri
untuk digunakan di Indonesia. Ia membeli izin tersebut seharga Rp 40.000.000.
Berapakah pajak terutang?
Jawab :
PPN = 10% ×40.000.000,00 = Rp 4.000.000,00

5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerahpabean PT ABC ingin
membayar jasa tenaga ahli dari tiongkok yang telah memberikan pelatihan IT di
kantornya. Harga yang ditawarkan sebelum PPN adala Rp 500.000.000,00.
Berapa PPN terutang?
PPN = 10% ×500.000.000= Rp 50.000.000,00

42
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari penyataan diatas simpulannya, manfaat laboratorium adalah sumber belajar yang
merupakan wadah dalam proses belajar mengajar yang dapat mengembangkan keterampilan
motorik maupun intelektual, sehingga indikator manfaat laboratorium pajak mencakup:

5.2 Saran
1. Penulis menyarankan agar peneliti selanjutnya meneliti lebih banyak pengetahuan
tentang lab perpajakan dari berbagai generasi agar menemukan data yang akurat dan
lebih beragam mengenai proses perpajakan
2. Penulis juga menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat mengupas secara lebih dalam
proses kepenulisan dari para peneliti. Sehingga data yang diperoleh lebih berkualitas.

43
DAFTAR PUSTAKA

Lazarus Ramandey, S.Sos., M.T., lahir di Urei Faisei, 4 Maret 1977. Merupakan Dosen FISIP
Universitas Cendrawasih sejak 1999 Memulai pendidikan formal di SD YPK II Urei Fasei,
Kabupaten Waropen (1983- 1989)

Juli Ratnawati, Retno Indah Hernawati Deepublish, 2016 ISBN

www.ilubis.wordpress.com diakses tanggal 05 Juli 2023

LINGKUNGAN DUNIA USAHA DI INDONESIAn Mansur Chadi Mursid, 2022

44

Anda mungkin juga menyukai