Anda di halaman 1dari 48

Kepada Yth : Laporan Kasus

Rencana Baca : Selasa, 7 Juni 2022


Tempat : Zoom Meeting

ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA – L1


DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE
Ullifannuri Rachmi, Uleng Bahrun, Mansyur Arif
PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI KLINIK
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN / RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSUDO

I. PENDAHULUAN
Acute Lymphoblastic Leukemia -L1 atau leukemia limfoblastik akut – L1
merupakan keganasan yang berasal dari stem cell leukopoietik (progenitor limfosit
T atau B) pada sumsum tulang dengan karakteristik sel-sel normal sumsum tulang
digantikan oleh sel-sel muda atau blast neoplastik imatur yang proliferatif.1
Leukemia akut didiagnosis bila ditemukan sel blast lebih dari 20% dari seluruh sel
berinti di sumsum tulang berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO)
atau lebih dari 30% berdasarkan kriteria The French-American-British Cooperative
Working Group (FAB). Sel blast dalam keadaan normal ditemukan kurang dari 5%.
Akumulasi limfoblas terjadi pada berbagai organ ekstramedular terutama meninges,
gonad, timus, hepar, lien, dan nodus limfa. Ditemukan pula akumulasi sel-sel
leukosit imatur atau blast pada darah tepi.1,2
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak tetapi dapat pula ditemukan
pada semua usia. Subtipe ALL diklasifikasikan berdasarkan imunologi, sitogenetik
dan metode genetik molekuler. Metode tersebut penting secara klinis untuk
pendekatan manajemen terapi dan prognosis pasien.2 Manifestasi klinis pasien ALL
yang ditemukan dapat berupa mudah lelah, mudah memar dan mudah mengalami
infeksi. Anemia, trombositopenia dan neutropenia, hepatomegali, splenomegali dan
limfadenopati dapat ditemukan pada penderita ALL pada orang dewasa.
Keterlibatan sistem saraf pusat sering terjadi disertai dengan neuropati atau gejala
kranial terkait dengan peningkatan tekanan intrakranial.1,2,3

Laporan Kasus 1
II. EPIDEMIOLOGI
Insidensi ALL bervariasi berdasarkan usia, etnis, wilayah geografis,
imunologi dan subtipe molekuler. American Cancer Society memperkirakan
sebanyak 6,660 kasus ALL baru di Amerika Serikat pada tahun 2022 dan sekitar
1,560 kematian akibat ALL. Mayoritas kasus ALL terjadi pada anak-anak tetapi
kematian paling sering terjadi pada pasien dewasa. Risiko menderita ALL lebih
tinggi pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Risiko ini menurun hingga
pertengahan usia 20-an dan mulai meningkat perlahan lagi setelah usia 50 tahun.
Sekitar 4 dari tiap 10 kasus ALL terjadi pada dewasa. Anak-anak memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dewasa dengan ALL karena kemampuan
tubuh anak yang lebih baik dalam menangani efek samping terapi.4
Kejadian ALL sedikit lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan risiko kematian 3,029 kali lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
Buruknya prognosis ALL pada anak dengan jenis kelamin laki-laki kemungkinan
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah jenis leukemia sel T, index DNA
yang lebih kecil pada laki-laki, adanya kromosom abnormal pseudodiploid,
kromosom Philadelphia, serta perbedaan metabolik dan endokrin yang masih belum
dapat dijelaskan secara pasti.5,6

III. ETIOLOGI
Penyebab ALL seringkali dihubungkan dengan sindroma gangguan genetik,
namun penyebab utama ALL hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti.
Sebanyak 5% kasus yang berhubungan dengan predisposisi genetik yang diwariskan
sebagai contoh anak dengan down syndrome memiliki risiko 10-30 kali lipat
terjadinya leukemia dan penyakit genetik lainnya seperti telangiektasis ataksia,
sindrom Shwachman-Diamond, Bloom syndrome, mutasi TP53 (Li-Fraumeni
syndrome).7 Faktor lingkungan dapat memperberat risiko terjadinya ALL adalah
paparan terhadap radiasi ion dan elektromagnetik. Paparan terhadap x-ray selama in
utero meningkatkan risiko ALL pada anak. Paparan terhadap senyawa kimia seperti

Laporan Kasus 2
benzene diketahui menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom
sehingga berisiko terjadap penyakit myelodisplasia dan leukemia akut. Infeksi virus
telah dihubungkan dengan beberapa keganasan hematologi, misalnya retrovirus
human T‐lymphotropic virus (HTLV) dan virus Epstein–Barr (EBV).2,8

IV. PATOGENESIS
Leukemia adalah kondisi patologis pada sistem hematopoiesis yang berkaitan
dengan sumsum tulang dan pembuluh darah limfe ditandai dengan tidak
terkendalinya proliferasi sel - sel. Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari
transformasi ganas sel induk hematologik atau turunannya diakibatkan mutasi
somatic pada sel progenitor limfoid pada satu atau beberapa tahapan perkembangan.
Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan berakumulasi tanpa
henti karena gangguan terhadap sinyal pertumbuhan dan apoptosis yang
mengakibatkan :1,2,9
1. Penekanan hemopoiesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.
Pada leukemia terjadi pula penghambatan proses diferensiasi sel-sel imatur
menjadi matur pada ALL (Gambar 1). Sel-sel ini berkompetisi dengan sel
hematopoiesis normal, sehingga sel-sel leukemia (sel imatur / blasts) tidak hanya
menggantikan sel-sel sumsum tulang yang normal tetapi juga bermetastatis ke darah
perifer dan organ ekstrameduler.9

Laporan Kasus 3
Gambar 1. Patogenesis leukemia akut9
Berdasarkan patogenesis molekuler, adanya aktivasi protein kinase ABL yang
berasal dari mutasi onkogen seperti gen BCR sehingga menyebabkan peningkatan
proliferasi yang berlebihan. Gen BCR merupakan fusi gen hasil translokasi
kromosom t(9;22)(q34;q11) yang merupakan kelainan sitogenetik paling umum
pada LLA dewasa, terdapat pada 10% hingga 35% pasien, tergantung pada
usia.ABL adalah protein kinase nonreseptor tirosin yang secara enzimatis
mentransfer molekul fosfat ke protein substrat, sehingga mengaktifkan jalur
transduksi sinyal hilir yang penting dalam mengatur pertumbuhan dan proliferasi
sel.2
Mutasi gen lainnya yang melibatkan faktor transkripsi dan mempengaruhi
perkembangan hematopoietik normal adalah translokasi kromosom
t(12;21)(p12;q22), yang mengarah ke ekspresi fusi ETV6-RUNX1. Translokasi
ETV6- RUNX1 adalah kelainan sitogenetik yang paling sering pada masa kanak-
kanak ALL, meskipun sangat jarang pada orang dewasa. Mekanisme umum lain dari
pembentukan kanker melibatkan hilangnya atau inaktivasi gen penekan tumor,
banyak di antaranya memiliki fungsi pengaturan kunci dalam mengendalikan
perkembangan siklus sel. Deletions, microdeletions, dan gene rearrangements RB1
(51%), p16(INK4A) (41%), dan TP53 (26%) dua atau lebih secara bersamaan
ditemukan pada sepertiga pasien ALL dewasa dan dikaitkan dengan kelangsungan
hidup yang lebih pendek.2,10

Laporan Kasus 4
V. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi ALL berdasarkan morfologi dan analisis sitokimia
Acute lymphoblastic leukemia menurut French-American-British (FAB)
Classification dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan morfologi limfoblast dari
perwarnaan Romanowsky (wright-giemsa atau May-Grünwald-Giemsa), yaitu L1,
L2 dan L3 (tabel 1). Tipe ALL-L2 merupakan subtipe yang paling sering ditemukan
pada pasien dewasa dengan ALL, sedangkan pada anak-anak frekuensi ALL-L1
berkisar 80%, ALL-L2 berkisar 15–20% dan ALL-L3 hanya 1–2%. Kategori FAB
tidak berkorelasi dengan immunophenotyping, kelainan genetik dan manifestasi
klinis.9,12

Tabel 1. Kriteria ALL oleh FAB (10-12)


Kategori FAB ALL – L1 ALL – L2 ALL – L3

Sedang hingga besar,


Ukuran sel Kecil Besar, heterogen
homogen
Homogen, mungkin
Bintik halus,
Kromatin inti kondensasi pada Heterogen
homogen
beberapa kasus
Ireguler; bentuk Reguler; oval atau
Bentuk inti Reguler
celah dan indentasi bulat
Tidak tampak atau Biasanya tampak,
Anak inti Biasanya jelas
kecil dan tidak jelas ukuran besar
Bervariasi,
Jumlah sitoplasma Sedikit Agak banyak
umumnya banyak
Basofilik sitoplasma Sedikit Bervariasi Kuat
Vakuol sitoplasma Bervariasi Bervariasi Sering jelas

Laporan Kasus 5
Tipe ALL-L3 lebih mudah diidentifikasi, namun batasan morfologi
limfoblast L1 dan L2 tidak jelas. Sistem skor diperkenalkan oleh FAB untuk
membedakan limfoblast L1 dan L2 sebagai berikut.9

Tabel 2. Sistem skor FAB untuk membedakan limfoblast L1 dan L29


Gambaran Skor
Rasio inti-sitoplasma tinggi pada > 75% sel +1
0 – 1 nukleoli kecil pada > 75% sel +1
Rasio inti-sitoplasma rendah pada > 25% sel –1
1 atau lebih nukleoli prominen pada > 25% sel –1
Membran inti ireguler pada > 25% sel –1
Sel besar pada > 50% sel –1
TOTAL –4 sampai +2

Keterangan:
- Skor positif (0 sampai +2) menunjukkan limfoblast L1
- Skor negatif (–1 sampai –4) menunjukkan limfoblast L2

b. Klasifikasi ALL Berdasarkan Identifikasi Genetik


Saat ini klasifikasi leukemia akut tidak hanya berdasarkan gambaran morfologi
saja tetapi juga identifikasi genetik (sitogenetik dan genetik molekuler) yang
berkorelasi dengan respon terapi dan prognosis.8 Klasifikasi ALL berdasarkan
World Health Organization (WHO) merupakan kombinasi morfologi,
immunophenotyping dan analisis sitogenetik.9 Tahun 2016, WHO merevisi
klasifikasi ALL dalam Classification of Tumours of Haematopoietic and Lymphoid
Tissues yang dipaparkan dalam Tabel 3, sebagai berikut : 13

Laporan Kasus 6
Tabel 3. Klasifikasi ALL Modifikasi dari WHO 200813

c. Klasifikasi ALL Berdasarkan Subdivisi Imunologi


Acute lymphoblastic leukemia diklasifikasikan pula berdasarkan subdivisi
imunologi yakni B-lymphoblastic leukemia/lymphoma (B-ALL/LBL) dan T-
lymphoblastic leukemia/lymphoma (T-ALL/LBL) dan berdasarkan abnormalitas
sitogenetik (Tabel 4). Penyakit ini disebut leukemia bila sel neoplastik atau
limfoblast ditemukan dalam darah dan sumsum tulang, sedangkan limfoma bila
blast terutama menginfiltrasi jaringan ekstrameduler.8

Laporan Kasus 7
Tabel 4. Klasifikasi Leukemia Limfoblastik Akut8
Subtipe Presentase Subtipe FAB Abnormalitas
Imunologik Kasus (%) Sitogenetik
Pre-B ALL 75 L1, L2 t(9;22), t(4;11), t(1;19)
T-cell ALL 20 L1, L2 14q11 or 7q34
B-cell ALL 5 L3 t(8;14), t(8;22), t(2;8)

Pemeriksaan immunophenotyping mengkonfirmasi diagnosis ALL dan


mengklasifikasikan leukemia akut menjadi B-lineage atau T-lineage dan lebih lanjut
dibedakan subklasifikasi berdasarkan maturasi lini sel B atau sel T , yang terdapat
dalam tabel 5:1
Tabel 5. Subtipe ALL Berdasarkan Klasifikasi Imunologi1

Laporan Kasus 8
VI. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis ALL dimulai perlahan-perlahan sebelum menimbulkan
gejala karena peningkatan limfosit imatur yang bertahap dalam darah. Gejala yang
muncul menggambarkan derajat kegagalan sumsum tulang dan penyebaran
ekstrameduler. Gejala klinis yang paling sering ditemui ialah anemia (lemas, cepat
lelah, pucat), trombositopenia (memar, ptekie, perdarahan mukosa) dan neutropenia
(demam, infeksi) akibat kegagalan hematopoiesis. Sesak nafas dan pusing akibat
anemia merupakan manifestasi yang lebih sering ditemukan pada pasien yang lebih
tua. Sesak nafas seringkali terjadi pada subtipe T-cell ALL akibat pembesaran timus
yang menekan trakea. Massa mediastinum anterior (timus) ditemukan pada 8–10%
kasus anak-anak dan 15% kasus dewasa.1,14
Pada 40-50% pasien, terutama anak-anak dapat ditemukan keluhan nyeri tulang
atau atralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia periosteum, tulang atau sendi
atau perluasan rongga sumsum tulang oleh sel-sel leukemia. Limfadenopati,
hepatomegali dan splenomegali adalah manifestasi leukemia pada ekstramedular.
Hepatosplenomegali dapat muncul pada dua pertiga pasien dan asimtomatik. Derajat
organomegali lebih jelas pada anak-anak dibandingkan dewasa.8,9
Tanda atau gejala dari keterlibatan sistem saraf pusat jarang diamati pada saat
diagnosis awal. Sekitar 8-10% pasien terdeteksi adanya blast pada cairan
serebrospinal saat diagnosis tetapi kurang dari 5% datang dengan gejala neurologis.
Sindrom meningeal yang ditemukan berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (nyeri kepala, muntah, papiledema), kejang, mual dan muntah, diplopia,
penurunan ketajaman penglihatan.8,9,14

Laporan Kasus 9
VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Hematologi rutin
Hitung jumlah leukosit pasien ALL memiliki rentang yang bervariasi dari
0,1 sampai 1500 x 103/ μL. Hiperleukositosis ( >100 x 103/μL) dapat ditemukan
pada 23% anak-anak dan 16% pasien dewasa. Neutropenia berat (<0,5 x 103/ μL)
dapat ditemukan pada 20-40% pasien dan berisiko untuk terjadi infeksi. Pasien
laki-laki dengan ALL, sebagian besar memiliki abnormalitas kromosom
t(5;14)(q31;q32) dan sindrom hipereosinofilik (infiltrasi pulmoner,
kardiomegali, congestive heart failure). Pada pasien tersebut seringkali tidak
terdapat gambaran sel blast di perifer dan presentase blast di sumsum tulang
relatif rendah.1,15
Anemia (Hb < 10 g/dL) dapat ditemukan pada pasien ALL dengan derajat
yang bervariasi. Kadar hemoglobin yang rendah menunjukkan durasi leukemia
yang lama dan akibat kegagalan hematopoiesis di sumsum tulang.
Trombositopenia dapat ditemukan saat awal diagnosis. Perdarahan berat jarang
terjadi walaupun trombosit dapat menurun hingga < 20x103/ μL.1,15
b. Apusan Darah Tepi
Pada apusan darah tepi dapat ditemukan sel blast (limfoblast) pada pasien
ALL dengan leukositosis, namun jarang ditemukan pada pasien dengan
leukopenia. Limfoblast berdiameter dua kali lipat lebih besar dibandingkan
dengan eritrosit. Limfoblast memiliki rasio nukleositoplasma tang tinggi.
Nukleus berbentuk regular pada ALL-L1 dengan derajat kondensasi kromatin
yang homogen (Gambar 2). 11

Laporan Kasus 10
Gambar 2. Apusan darah tepi pasien dengan FAB ALL-L1,
pembesaran objektif 100x, perwarnaan MGG11

c. Evaluasi sumsum tulang


Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan gambaran hiperseluler
oleh sel-sel blast yang dapat melebihi 90% dari seluruh sel berinti (Gambar
3). Komponen seluler dan lemak sumsum tulang diganti oleh sel-sel blast.
Jumlah megakariosit dapat menurun atau tidak ditemukan. Pada ALL
jarang ditemukan gambaran sumsum tulang hiposeluler (anemia aplastik)
yang berlangsung selama beberapa bulan diikuti dengan manifestasi
ALL.11

Gambar 3. Apusan sumsum tulang menunjukkan hiperselularitas


dengan sel blast > 80%, low-power field7

Laporan Kasus 11
Aspirasi sumsum tulang diperlukan untuk diagnosis dan subklasifikasi ALL
menjadi L1, L2, dan subtipe ALL. Perbedaan limfoblast pada tipe ALL-L1 yakni memiliki
ukuran sel yang lebih kecil dan homogen dengan inti reguler dibandingkan dengan ALL-
L2 (Gambar 4).

A B

Gambar 4. Gambaran aspirasi sumsum tulang A. ALL-L1; B. ALL-L2.


Perwarnaan MGG, Pembesaran 100x.11

d. Pewarnaan Sitokimia
Pewarnaan sitokimia dilakukan bila ditemukan sel blast yang sulit
dibedakan morfologinya berdasarkan apusan darah. Kombinasi morfologi
dan pewarnaan sitokimia meningkatkan akurasi diagnosis hingga 80–90%,
dan mencapai 95–99% dengan immunophenotyping. Terdapat lima metode
pewarnaan sitokimia leukosit menurut rekomendasi dari International
Council for Standarization in Haematology (ICSH) 1985 dan semuanya
merupakan pewarnaan enzimatik, yaitu :12,16
1. Peroksidase atau mieloperoksidase (MPO)
2. Alkaline Phosphatase : Leucocyte Alkaline Phosphatase (LAP)
atau Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP)
3. Acid Phosphatase (ACP)
4. Esterase nonspesifik
5. Esterase spesifik : Naftol AS-D Klorasetat Esterase

Perwarnaan sitokimia lainnya yang dapat membantu membedakan


tipe sel blast, antara lain Periodic Acid Schiff (PAS) dan Sudan Black B

Laporan Kasus 12
(SBB). Pada ALL, limfoblast negatif pada pewarnaan MPO, SBB, NSE.
Pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) positif pada limfoblast, dengan
bentuk yang khas block-like dan besar, mengelilingi nukleus dengan latar
belakang sitoplasma yang jelas (Gambar 5). Pewarnaan PAS positif pada
ALL subtipe L1 dan L2 tetapi negatif pada ALL-L3. Limfoblast juga
menunjukkan reaksi positif dengan pewarnaan acid phosphatase (AP)
(Gambar 6). Tidak ada pewarnaan sitokimia yang spesifik untuk limfoblast,
sehingga morfologi dan penanda imunologi diperlukan untuk identifikasi
limfoblast yang definitif. Karakteristik pewarnaan sitokimia untuk
leukemia akut dirangkum dalam tabel 5.10,12,16

Tabel 5. Karakteristik pewarnaan sitokimia untuk leukemia akut10,12,16


Pewarnaan AML
B–ALL T–ALL
Sitokimia M1–M3 M4–M5 M6–M7
MPO – – +/++ + –
SBB – – +/++ + –
NSE – – – ++ + (focal)
PAS + (coarse, block) – – + + (fine)
AP – + (focal) – + (diffuse) + (focal)

Gambar 5. Pewarnaan PAS pada pasien dengan ALL


menunjukkan block-like positivity 11,17

Laporan Kasus 13
Gambar 6. Pewarnaan AP pada pasien dengan T-ALLmenunjukkan
hasil positif dengan sitoplasma merah ditandai dari zona Golgi
yang berdekatan kemudian ke dalam nucleus.7

e. Immunophenotyping
Pemeriksaan immunophenotyping dengan multi-channel flow
cytometry (MFC) menjadi standar diagnosis dan subklasifikasi ALL serta
menjadi alat untuk mendeteksi dan monitoring minimal residual disease
(MRD). Pemeriksaan immunophenotyping memberi informasi mengenai
lineage dan stadium perkembangan suatu sel. Sel hematopoietik normal
memiliki pola ekspresi antigen yang khas pada berbagai tahap maturasi
(Gambar 7).7,18
Berdasarkan konsensus European group for the Immunological
characterization of Leukaemias (EGIL), antibodi monoklonal yang
berperan untuk identifikasi limfoblast B-lineage adalah CD19, CD79a dan
CD22. Antibodi yang paling spesifik untuk limfoblast T-lineage yaitu CD3,
kemudian CD2, CD4 dan CD7 yang kurang spesifik. 18-19

Laporan Kasus 14
Gambar 7. Jalur maturasi limfosit T dan B pada berbagai tahapan perkembangan
yang bermanfaat untuk indentifikasi tipe dan maturasi sel neoplastik19

Penanda immunophenotyping sebagai marker leukemia akut diringkas


dalam tabel 6, sebagai berikut :12

Tabel 6. Penanda Immunophenotyping Leukemia Akut12


Keganasan Penanda
B cell CD19,CD20, CD22, Cyto CD79a
CytoCD22
T sel CD1, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8
CytoCD3
Lymphoid TdT
Mieloid CD13,CD33, CD117, CD15, CD11b,
CD4(CD2),
cMPO
Minimal 2 dari :
NSE, CD14, CD64, CD11c, lysozyme
Monocytic CD14, CD11b
Erythroid Glycophorin A

f. Analisis sitogenetik
Peran pemeriksaan sitogenetik dalam menentukan dasar biologis
leukemia mieloid akut dan leukemia limfoblastik akut (LLA) telah dikenal

Laporan Kasus 15
luas. Sebanyak 80–90 % pasien ALL memiliki kelainan sitogenetik, yang
terdiri atas kelainan jumlah ataupun struktur kromosom. Kelainan
sitogenetik merupakan aspek penting dari diagnosis, penilaian risiko,
pengobatan dan prognosis ALL pada anak. Sekitar 70% pasien ALL dapat
diklasifikasikan ke dalam subkelompok terapi yang relevan berdasarkan
sitogenetik dan perubahan molekul genetik.9
Kelainan jumlah kromosom dapat dideteksi dengan analisis
sitogenetik konvensional, yang meliputi hiperdiploid atau lebih dari 50
kromosom yang sering ditemui pada B lineage ALL. Tipe ini berhubungan
dengan sensitivitas terhadap kemoterapi yang lebih tinggi, remisi lengkap
mencapai 100% dan kelangsungan hidup jangka panjang sebesar 90%.
Pasien dengan kelainan sitogenetik t(9;22)(q34;q11) dan abnormalitas
11q23 memiliki prognosis yang lebih buruk dengan risiko tinggi terjadinya
relaps, angka remisi yang rendah, dan kelangsungan masa hidup yang lebih
rendah. Pasien dengan kelainan sitogenetik tersebut seringkali ditemukan
pada 15-25% pasien ALL dewasa. Tindakan transplantasi sumsum tulang
perlu dilakukan setelah remisi pertama. Tabel 7 menunjukkan ringkasan
kelainan sitogenetik, fenotipe dan molekuler pada subtipe ALL.1,9

Laporan Kasus 16
Tabel 7. Kelainan sitogenetik, fenotipe dan molekuler pada subtipe ALL1
Kelainan
No Kelainan sitogenetik Fenotipe Prognosis
Molekuler
1 Hiperdiploid (>50 kromosom) CD19+, CD10+ ; no - Baik
distinctive phenotype
2 Hipodiploid (<45 kromosom) CD19+,CD10+; no - Buruk
distinctive phenotype
3 t(12;21)(p13;q22) Cryptic CD19+, CD10+ ; TEL/AML1 Baik
translocation; perlu CD13+ , CD33+
pemeriksaan FISH
4 t(1;19)(q23;p13.3) CD19+, CD10+, PBX/E2A Buruk
sitoplasmik µ +
5 t(9;22)(q34;q11.2) CD19+, CD10 +, BCR/ABL Buruk
CD25+
6 t(4;11)(q21;q23) CD10+, CD15+, MLL/AF4 Buruk
CD33+, CD65+
7 t(8;14)(q24;q32.3) Sel B matur, morfologi - Baik
L3, dominan pada pria

g. Pemeriksaan Kimia Darah


Pemeriksaan kimia darah memperlihatkan peningkatan kadar asam
urat serum, laktat dehidrogenase (LDH) yang berhubungan dengan tumor
burden akibat peningkatan turnover sel-sel blast dan katabolisme purin.
Infiltrasi leukemia pada renal dapat meningkatkan kadar kreatinin serum,
urea nitrogen, dan fosfat. Hiperkalsemia juga dapat ditemukan akibat
pelepasan protein yang menyerupai hormon paratiroid oleh limfoblast,
tetapi kondisi ini jarang ditemukan.1,2
Pemeriksaan pungsi lumbal untuk memeriksa cairan liquor cerebro
spinalis (LCS) merupakan prosedur diagnostik yang penting dan untuk
pemberian kemoterapi intratekal. Leukemia sistem saraf pusat (central

Laporan Kasus 17
nervous system, CNS) ditegakkan dengan adanya minimal 5 leukosit per μl
LCS dengan sel blast pada sampel yang di-sitosentrifugasi (cytospin) atau
adanya palsi nervus cranialis. Status CNS dapat diklasifikasikan pada tabel
8. 1,15
Tabel 8. Status Central Nervous System pada Leukemia15
CNS-1 tidak ada blast pada cytospin dan leukosit < 5 sel/μl LCS
CNS-2 ditemukan blast pada cytospin dan leukosit < 5 sel/μl LCS
CNS-3 ditemukan blast pada cytospin dan leukosit ≥ 5 sel/μl LCS

VIII. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Pemeriksaan radiologi thoraks diperlukan untuk mendeteksi pembesaran
timus atau nodus mediastinum dan efusi pleura. Pemeriksaan magnetic
resonance imaging (MRI) bermanfaat bagi pasien dengan suspek kolaps vertebra
atau meningeal atau keterlibatan saraf kranial.1

IX. PEMERIKSAAN PEMANTAUAN TERAPI


Penilaian respon terhadap terapi meliputi penentuan waktu mencapai
complete remission (CR), jumlah blast clearance, atau deteksi minimal residual
disease (MRD). Complete remission biasanya dicapai setelah 1 bulan terapi fase
induksi remisi dengan kriteria berikut :2,12,17
a. Tidak ada gejala yang berhubungan dengan ALL seperti demam dan nyeri
tulang.
b. Tidak ada pemeriksaan fisis yang berhubungan dengan ALL seperti
hepatomegali, limfadenopati ataupun manifestasi infiltrasi jaringan oleh
leukemia.
c. Hasil hematologi rutin menunjukkan neutrofil ≥ 1x103/μL, trombosit ≥
100x103/μL dan hemoglobin ≥ 12 g/dl, serta tidak ditemukan sel blast pada
apusan darah.

Laporan Kasus 18
d. Selularitas sumsum tulang dalam batas normal, disertai jumlah prekursor
granulositik dan eritroid dalam batas normal, jumlah megakariosit cukup
dan sel blast < 5% (Tabel 8).
e. Pemeriksaan LCS normal, termasuk sitologi.

Tabel 8. Klasifikasi status remisi sumsum tulang pada ALL12


Klasifikasi Remisi % blast di sumsum tulang
M1 Complete remission (CR) <5
M2 Partial remission 5 – 25
M3 No remission > 25
Keterangan: M = bone marrow, sumsum tulang

Minimal residual disease adalah sejumlah sel kanker atau leukemia


persisten post-remisi. Jumlah sel blast yang tersisa sangat sedikit sehingga tidak
tampak manifestasi klinis dan tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan
morfologi. Teknik untuk mendeteksi MRD dapat menggunakan flow cytometry,
polymerase chain reaction (PCR) dan next-generation sequencing (NGS)
dengan sampel dari aspirasi sumsum tulang dan atau darah vena perifer.2,20

X. DIAGNOSIS
Acute lymphoblastic leukemia ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin,
evaluasi morfologi sel dengan apusan darah tepi dan aspirasi sumsum tulang,
pewarnaan sitokimia,, immunophenotyping dan analisis sitogenetik.2

Laporan Kasus 19
XI. DIAGNOSIS BANDING
Acute lymphoblastic leukemia (ALL) harus dapat dibedakan dengan acute
myeloid leukemia (AML) karena akan menentukan jenis pengobatan. Tabel 9
mendeskripsikan perbedaan ALL dan AML.

Tabel 9. Perbedaan ALL dan AML9,21


No Parameter ALL AML
1 Usia Lebih sering pada Lebih sering pada bayi,
anak-anak remaja dan dewasa
2 Limfadenopati lebih dari 1 Sering Jarang
3 Mengenai meningeal Sering Jarang
4 Limfadenopati mediastinum Pada T-ALL Jarang
5 Morfologi sel blast
- Ukuran Kecil sampai sedang Besar
- Sitoplasma Sedikit/scanty Agak banyak
- Auer rod Tidak ada Patognomonik bila ada
- Kromatin inti Kasar Halus
- Nukleoli Tidak jelas, 0 – 2 Jelas, 1 – 4
- Sel pengiring Limfosit Neutrofil
6 Mielodisplasia Tidak ada Dapat ditemukan
7 Sitokimia
- MPO Negatif Positif
- PAS Positif block-like Difus
(70%)
8 Immunophenotyping B-lineage: CD19, Granulositik: CD13,
CD20, TdT CD33, CD117
T-lineage: CD7, Monositik: CD14, CD64
cCD3, CD2, TdT Eritroid: glycophorin A
Megakariositik: CD41

XII. TATALAKSANA
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : terapi
spesifik (dalam bentuk kemoterapi) dan terapi suportif yang bertujuan untuk
mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses leukemia sendiri atau
sebagai akibat terapi. Tahapan pengobatan kemoterapi terdiri atas :21,22

Laporan Kasus 20
1. Fase induksi remisi
Fase ini meliputi kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu
keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum
tulang kurang dari 5%. Sel leukemia tidak dapat ditemukan dalam sumsum
tulang dan darah tepi pada pemeriksaan morfologi. Tahap induksi remisi
menggunakan tiga atau empat macam obat, yaitu vincristine, prednisone,
asparaginase, dengan ataupun tanpa anthracycline. Regimen ini
menunjukkan tingkat remisi 95–98%. Complete remission biasanya dicapai
setelah terapi selama 1 bulan.21,22
2. Fase konsolidasi atau fase intensifikasi remisi
Fase ini meliputi kemoterapi intensif dosis tinggi segera setelah induksi
remisi untuk mengeradikasi sel-sel blast yang tersisa. Obat-obat yang
sering digunakan adalah anthracycline, cytarabine, cyclophospamide,
asparagine dan thiogunanine.21,22
3. Fase lanjutan atau pemeliharaan (maintenance)
Obat-obat kemoterapi diberikan selama 2 sampai 3 tahun untuk
mempertahankan remisi dan mencegah atau menunda relaps dengan
mengeradikasi sisa-sisa sel leukemia. Regimen untuk tujuan ini yaitu
mercaptopurine setiap hari dan methotrexate setiap minggu. 2,9

Terapi suportif untuk pasien ALL berfungsi untuk mengatasi manifestasi


klinis leukemia dan efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan meliputi
transfusi darah packed red cell (PRC) untuk anemia (mempertahankan kadar Hb
9-10 g/dL), serta transfusi trombosit untuk mempertahankan jumlah trombosit >
20x103/μL dan menurunkan risiko perdarahan spontan.22
Terapi untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik empiris, transfuse
konsentrat granulosit, hemopoietic growth factor (G-CSF atau GM-CSF). Terapi
cairan dan kalium diberikan untuk menjaga keseimbangan elektrolit. Pencegahan
tumor lysis syndrome (TLS) dilakukan dengan hidrasi yang adekuat selama

Laporan Kasus 21
kemoterapi induksi dan pengawasan ketat terhadap produksi urin dan fungsi
ginjal.9

XIII. PROGNOSIS
Prognosis pasien ALL sangat bervariasi dan bersifat invidualistik, tetapi
pada umumnya didapatkan hasil pengobatan ALL sangat baik dengan terapi
insentif dicapai kesembuhan pada 70-90% kasus ALL anak dan 40-50% pada
kasus ALL dewasa, tetapi pada usia di atas 65 tahun hasilnya menurun menjadi
5%. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis pasien ALL (Tabel
10).22
Tabel 6. Faktor prognosis ALL 22,23
Faktor Favorable Unfavorable
1 – 9 (anak) < 1 atau > 10 (anak)
Usia (tahun)
< 35 (dewasa) > 60 (dewasa)
Jumlah leukosit
< 50 atau < 30 > 50 atau > 30
(103/μL)
Immunophenotyping B-cell T-cell
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
Hipodiploid
Hiperdiploid
MLL rearrangement
Genetik Trisomi 4, 10 dan 17
t(9;22)/BCR-ABL1
t(12;21)/ETV6-RUNX1
iAMP21
Status CNS Tidak ada Ada
Complete remission Minimal residual
Respon terapi
dalam 4 minggu disease menetap

Laporan Kasus 22
XIV. ALOGARITMA32(modifikasi)

Anamnesis
• Pucat
• Demam
• Perdarahan spontan (epistaksis, hematom)
• Atralgia
• Lemas, penurunan BB

Pemeriksaan Fisik
• Konjungtiva Anemis
• Organomegali (Splenomegali, Hepatomegali)
• Limfadenopati

Primary diagnosis : 1 – 2 hari

Pemeriksaan Penunjang (penanda non spesifik) : Pemeriksaan Penunjang (penanda spesifik) :


• Darah rutin (Hiperleukositosis/Leukopenia, Anemia, • Morfologi : apusan darah tepi, sumsum
Trombositopenia) tulang, sitokimia
• Kimia Darah (SGOT,SGPT, Ur, Cr, GDS, Elektrolit,
Koagulasi) • Immunophenotyping
• Analisis Cairan Serebrospinal
• Pemeriksaan PCR untuk BCR-ABL (Ph)

Persiapan Kemoterapi (Prephase) : 5 -7 hari

Sub-classification
Fase Induksi Remisi Targeted therapy and prognostic
(Complete remission) : 1 bulan work-up :
• Sitogenetik
• Genetik
Fase Konsolidasi / Intensifikasi Remisi atau • Genomik
Stem cell transplantation : Risk/MRD-oriented • MRD Probes
therapy
0,5 – 1 tahun

Fase Pemeliharaan / maintenance : 2 tahun

Laporan Kasus 23
LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Tn. RS
Tgl lahir/ Umur : 11-06-1990/ 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Masuk Rumah Sakit : 18 Desember 2021
Nomor RM : 9587**
II. Anamnesis
Pasien masuk rujukan dari RS Nene Mallomo (Sidrap) dengan keluhan
lemas sejak 10 hari yang lalu. Keluhan demam dirasakan sejak 3 hari yang lalu
dan membaik dengan obat penurun demam. Terdapat keluhan mual tetapi tidak
muntah, nafsu makan menurun sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas yang disertai nyeri pada ulu hati bila menarik nafas. Sesak nafas
dirasakan membaik dengan istirahat dan memberat bila beraktivitas. Perdarahan
di gusi dan hidung tidak ada. Keluhan lebam dikulit disangkal. Buang air kecil
berwarna kemerahan. Buang air besar, padat, berwarna kuning, tidak ada keluhan.
Pasien riwayat dirawat di RS Nene Mallomo (Sidrap) selama 4 hari dan
mendapat transfusi darah PRC sebanyak 2 kantong darah,

III. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum : Sakit sedang/ Compos mentis/ GCS E4M6V5,
b. Status Gizi : TB = 169 cm BB = 51 kg
IMT = 17,85 kg/m2 (underweight)
c. Tanda vital : Tekanan darah : 116/78 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5OC
d. Kepala : Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada

Laporan Kasus 24
e. Leher : JVP R+2 H2O, Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
f. Thorax : Bunyi pernapasan vesikuler, rhonki basal pada
hemithorax dextra, wheezing tidak ditemukan,
Bunyi jantung I dan II murni, reguler
g. Abdomen : Peristaltik kesan normal, hepar teraba 2 jari dibawah
arcus costae , splenomegali Schuffner 1
h. Extremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada hematom

IV. Pemeriksaan Laboratorium (RS Nene Mallomo)


Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin
Parameter 16/12/21 17/12/2021 Nilai Rujukan Satuan
WBC 1,7 2,8 5,5 – 17,5 103 /µL
RBC 3,13 4,05 4,00 – 5,20 106/ µL
HGB 9,3 12,0 9,6 – 15,6 g/dL
HCT 25,5 84 34 – 48 %
MCV 81,4 83,3 76 – 92 fL
MCH 29,7 29,6 23 – 31 Pg
MCHC 36,5 35,6 32 – 36 g/dL
PLT 83 84 150 – 450 103/ µL
NEUT 22,8 27,4 52 - 75 %
LYMPH 68,9 67,7 37 – 73 %
MONO 0,1 4,9 2,00 – 11,0 %
Kesan : Anemia normositik normokrom
Leukopenia
Trombositopenia

Laporan Kasus 25
Hasil Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 30-12-2021
Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan
Fungsi Ginjal
Ureum 21 10 - 50 mg/dL
Kreatinin 0,69 L<1,3;P(<1,1) mg/dL
Fungsi Hati
SGOT 65 <38 U/L
SGPT 31 <41 U/L
Albumin 3,8 3,5 – 5,0 gr/dL
Profil Lipid
Kolesterol Total 104 < 200 mg/dL
Trigliserida 138 L (40 - 160) ; P (35-135) mg/dL
Kesan: Peningkatan enzim glutamic oxaloacetic transaminase

Hasil Pemeriksaan Apusan Darah Tepi 17/12/2021 (RS Nene Mallomo)


Eritrosit Normositik normokrom, anisositosis, ovalosit (+), benda inklusi (-),
normoblast (-)
Leukosit Jumlah menurun, Limfosit >PMN, dominasi seri limfoid serta
ditemukan sel pleomorfik curiga limfoblasr (limfoblast < 5%)
Trombosit Jumlah menurun, giant trombosit (+)
Kesan Pansitopenia suspek kausa Akut Leukemia Limfositik (ALL)
Saran Aspirasi sumsum tulang

Laporan Kasus 26
V. Pemeriksaan Laboratorium (RS Wahidin Sudirohusodo)
Nilai Satuan
18/12/21 20/12/21 21/12/22 30/12/21 02/01/22 05/01/22
Rujukan
WBC (103) 1,2 1,7 1,8 1,1 1,4 2,0 5.00 - 17.00 μL
RBC (106) 3,64 3,11 3,12 3,00 3,88 4,04 4.00 - 5.20 μL
HGB 11,4 8,9 9,2 8,7 11,2 11,8 10.2 – 15.2 g/dL
HCT 33 24 29 25 32 34 36.0 – 46.0 %
MCV 91 79 91 82 83 88 78.0 – 94.0 fL
MCH 31 29 30 29 29 30 23.0 – 31.0 pg
MCHC 35 37 32 36 35 34 32.0 – 36.0 g/dL
PLT (103) 38 94 76 79 107 111 150 – 450 μL
Neutrofil 38,60 44,4 33,6 13,0 24,1 44,0 52.0 – 75.0 %
Limfosit 54,6 49,7 59,2 82,6 69,3 50,2 20.0 - 40.0 %
Monosit 5,0 4,1 5,5 3,5 5,1 2,8 2.00 – 8.00 %
Eosinofil 0,7 1,2 0,4 0,0 0,0 1,2 1.00 – 3.00 %

PT 11,4 11,0 10 - 14 detik

INR 1,10 1,06 -

APTT 30,8 27,0 22 - 30 detik

Ureum 23 27 10-50 mg/dL

Kreatinin 0,69 0,78 L(<1.3); mg/dL


P(<1.1)

GDS 85 90 140 mg/dL

SGOT 54 88 96 <38 U/L

SGPT 31 115 171 <41 U/L

Asam urat 3,1 6.6 - 8.7 gr/dL

Albumin 3,8 3.5 - 5.0 gr/dL

Bilirubin Total Dewasa mg/dL


(<1,1)
2,78
Neonatus
(<11,0)

Bilirubin Direk Dewasa mg/dL


1,30
(<0,3)

Laporan Kasus 27
Neonatus
(<3,0)

Natrium (Na) 120 130 136 - 145 mmol/L

Kalium (K) 3,4 3,4 3,5 - 5,1 mmol/L

Clorida (Cl) 95 102 97 - 111 mmol/L

Prokalsitonin 2,33 < 0,05 ng/ml

0,00 < 0,13


HBsAg (Non (non reaktif)
reaktif)

Kesan :
- Leukopenia
- Anemia
- Trombositopenia
- Peningkatan enzim – enzim transaminase
- Hiperbilirubinemia
- Hiponatremia
- Peningkatan penanda infeksi

Laporan Kasus 28
Evaluasi Apusan Darah Tepi (20/12/2021)

Pembesaran lensa okuler 10x dan objektif Pembesaran lensa okuler 10x dan
10x objektif 100x dengan minyak imersi
Gambar 13. Sediaan apusan darah tepi
(Sumber: dokumentasi pribadi)

Eritrosit Normositik normokrom, anisopoikilositosis, ovalosit (+), anulosit (+),


benda inklusi (-), normoblast (-)
Leukosit Jumlah menurun, limfosit >PMN, morfologi normal, sel muda (-)
Trombosit Jumlah menurun, morfologi normal
Kesan Pansitopenia suspek kausa anemia aplastik
Saran Aspirasi sumsum tulang

Evaluasi Aspirasi Sumsum Tulang (22/12/2021)

Pembesaran lensa okuler 10x dan Pembesaran lensa okuler 10x dan objektif
objektif 10x 100x dengan minyak imersi
Gambar 14. Sediaan apusan sumsum tulang
(Sumber: dokumentasi pribadi)

Laporan Kasus 29
Selularitas : Hiperseluler
Eritropoietik : Aktivitas menurun, ditemukan prekursor eritroid satu-satu
Leukopoietik : Aktivitas meningkat, ditemukan monoton sel-sel limfoblast
dengan bentuk regular, ratio inti sitoplasma tinggi, anak inti
tidak jelas
Trombopoietik : Aktivitas menurun, tidak ditemukan megakariosit
Sel Plasma : Tidak ditemukan
Mitosis : Ditemukan
ME Ratio : Sangat meningkat
Kesan : Acute Lymphoblastic Leukemia- L1 (ALL-L1)

VI. Pemeriksaan Radiologi


a. Pemeriksaan Foto Thorax (24/12/2021)
Kesan pemeriksaan : Kardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru
b. Pemeriksaan MSCT Whole Abdomen (20/12/2021)
Kesan pemeriksaan :
- Hepatosplenomegali
- Ascites
- Efusi Pleura bilateral
- Efusi Pericard

Laporan Kasus 30
VII. Pemeriksaan Penunjang Lain
a. Hasil Pemeriksaan EKG 18-12-2021
- Sinus takikardia, HR : 47x/menit (regular)
- Normoaxis
- T Negatif V1-V4
- Kompleks QRS, Interval PR normal
b. Hasil Pemeriksaan Echocardiography 23-12-2021
- Normal LV Systolic Function, EF 65%
- Decreased RV Systolic Function
- Mild mitral regurgitation
- Mild tricuspid regurgitation
- Global normokinetic
- Mild pericardial effusion

VIII. Pemeriksaan Molekular 20-01-2022


Nama
Hasil Nilai Rujukan Satuan Keterangan
Pemeriksaan
Molekular Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Metode : Reverse
BCR-ABL adanya fusi gen adanya fusi gen transcription multiplex
PCR

Laporan Kasus 31
IV. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT

Hari
S O A P
pengamatan

HARI 1 Lemas, sesak nafas Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja : Terapi

(18/12/21) dirasakan berkurang dan Tanda vital: tensi 116/78 mmHg, - Suspek ALL O2 nasal kanul
nyeri pada ulu hati, nafsu nafas 22 kali/menit, nadi 80 - CHF
kali/menit , suhu 36,5ºC, GCS 15 ; - CAP IVFD NaCL 0,9% 20 tetes/menit
makan berkurang SpO2: 99%
Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV
Status generalis:
Levofloksasin 750 mg/24jam/IV
Konjungtiva anemis
Omeprazole 40 mg/ 24 jam/oral
Ronki basal hemithorax dextra
Transfusi TC 8 unit
Hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costa, lien teraba Schuffner 1 Rencana Tindakan
(splenomegali) Konsul patologi klinik untuk
Hasil laboratorium: pemeriksaan apusan darah tepi
(ADT)
Hb: 11,4; WBC: 1.200; PLT:
38.000; Neutrofil: 38,6% , Limfosit : Pemeriksaan serum asam urat,
54,6% bilirubin total / direk, HBsAg,
Prokalsitonin
PT : 11,4; INR:1,10; APTT:30,8
CT Scan Abdomen
Ur : 23 ; Cr : 0,69 ; GDS : 85; SGOT
:54; SGPT : 31

Na: 120 ; K : 3,4; Cl : 95

Laporan Kasus 32
Urinalisa

Protein (+1), bilirubin (+1), keton


(+1)

Apusan darah tepi

(RS Nene Mallowo / 17-12-2019):

Pansitopenia causa Suspek ALL

Hari 3 Sesak nafas dirasakan Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja Terapi

(20/12/21) berkurang, batuk ada Tanda vital: tensi 96/60 mmHg, nafas - Suspek ALL O2 nasal kanul
frekuensi jarang, nafsu 20 kali/menit, nadi 80 kali/menit , - CHF
suhu 36,6ºC; GCS 15; SpO2 : 98% - CAP IVFD RL 18 tetes/menit
makan berkurang
Status generalis: Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV

Konjungtiva anemis Levofloksasin 750 mg/24jam/IV

Ronki basal hemithorax dextra Omeprazole 40 mg/ 24 jam/oral

Hepar teraba 2 jari di bawah arcus Asetilsistein 200 mg/8 jam/oral


costa, lien teraba Schuffner 1
(splenomegali) Transfusi PRC jika Hb < 10 g/dL

Hasil laboratorium: Rencana Tindakan

Hb: 8,9; WBC: 1.700; PLT: 94.000; Monitoring balance cairan


Neutrofil: 44,4% , Limfosit : 49,7% Konsul Patologi Klinik untuk
Asam urat : 3,1 ; Bilirubin total : 2,78 Aspirasi dan Evaluasi Sumsum
; Bilirubin direk : 1,30 Tulang

Laporan Kasus 33
HBsAg : 0,00 (non reactive) ;

Procal : 2,33

CT Scan Abdomen :

- Hepatosplenomegali

- Ascites

- Efusi pleura bilateral

- Efusi pericard

ADT :

Pansitopenia suspek kausa anemia


aplastik

Hari 4 Sesak nafas dirasakan Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja Terapi

(21/12/21) hilang timbul, batuk ada Tanda vital: tensi 115/70 mmHg, - Suspek ALL O2 nasal kanul
frekuensi jarang, mual ada, nafas 18 kali/menit, nadi 88 - CHF
kali/menit , suhu 36ºC; GCS 15; SpO2 - CAP IVFD RL 18 tetes/menit
muntah tidak ada : 97%
Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV
Status generalis:
Levofloksasin 750 mg/24jam/IV
Konjungtiva anemis
Omeprazole 40 mg/ 24 jam/oral
Ronki basal hemithorax dextra
Asetilsistein 200 mg/8 jam/oral

Transfusi PRC jika Hb < 10 g/dL

Laporan Kasus 34
Hepar teraba 2 jari di bawah arcus Transfusi TC 8 unit
costa, lien teraba Schuffner 1
(splenomegali) Rencana Tindakan

Hasil laboratorium: Menunggu hasil evaluasi Sumsum


Tulang
Hb: 9,2; WBC: 1.800; PLT: 76.000;
Neutrofil: 44,4% , Limfosit : 49,7% Foto thoraks PA

Echocardiography

Hari 13 Sesak nafas dirasakan Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja Terapi

(30/12/21) hilang timbul, batuk ada Tanda vital: tensi 110/80 mmHg, - ALL-L1 O2 nasal kanul
frekuensi jarang, nyeri dada nafas 20 kali/menit, nadi 84 - CHF
kali/menit , suhu 36ºC; GCS 15; SpO2 - CAP IVFD RL 18 tetes/menit
tidak ada : 97%
Levofloksasin 750 mg/24jam/IV
Status generalis:
Omeprazole 40 mg/ 24 jam/oral
Konjungtiva anemis
Leucogen 300 mcg / subkutan
Ronki basal hemithorax dextra
Curcuma 1 tab / 8 jam/ oral
Hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costa, lien teraba Schuffner 1 Maxiliv 1 tab / 12 jam/ oral
(splenomegali) Transfusi PRC 2 kantong darah
Hasil laboratorium: (1 bag/hari habis dalam 3 jam)
Hb: 8,7; WBC: 1.100; PLT: 79.000;
Neutrofil: 13,0% , Limfosit : 82,6%

PT : 11,0; INR : 1,06; APTT : 27

Laporan Kasus 35
Ur : 27; Cr : 0,78; GDS : 90; SGOT :
88 ; SGPT :115; Albumin : 3,8

N : 130 ; K : 3,4 ; Cl:102

Evaluasi sumsum tulang:

Acute Lymphoblastic Leukemia


(ALL)-L1

Foto thoraks PA :

Cardiomegaly dengan tanda-tanda


bendungan paru

Echocardiography :

Ejection fraction : 60%

Decreased RV systolic function

Global normokinetic

Mild mitral regurgitation

Mild tricuspid regurgitation

Mild pericardial effusion

Hari 16 Sesak nafas dirasakan Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja Terapi

(02/01/22) berkurang, batuk ada Tanda vital: tensi 114/48 mmHg, - ALL-L1 O2 nasal kanul
sesekali nafas 18 kali/menit, nadi 84 - CHF
- CAP IVFD RL 18 tetes/menit

Laporan Kasus 36
kali/menit , suhu 36,6ºC; GCS 15; Levofloksasin 750 mg/24jam/IV
SpO2 : 98%
Lansoprazole 30 mg / 24 jam/ oral
Status generalis:
Curcuma 1 tab / 8 jam/ oral
Konjungtiva anemis
Maxiliv 1 tab / 12 jam/ oral
Ronki basal hemithorax dextra
Rencana Tindakan
Hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costa, lien teraba Schuffner 1 Kontrol ulang pemeriksaan
(splenomegali) SGOT/SGPT serum post terapi
Maxiliv 5 hari
Hasil laboratorium:
Kemoterapi bila keadaan umum
Hb: 11,2; WBC: 1.400; PLT: pasien optimal
107.000; Neutrofil: 24,1% , Limfosit
: 69,3%

Hari 17 Sesak nafas berkurang, Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja Terapi

(03/01/22) batuk jarang Tanda vital: tensi 110/60 mmHg, - ALL-L1 O2 nasal kanul
nafas 20 kali/menit, nadi 89 - CHF
kali/menit , suhu 36,6ºC; GCS 15; - CAP IVFD RL 18 tetes/menit
SpO2 : 98%
Lansoprazole 30 mg / 24 jam/ oral
Status generalis:
Maxiliv 1 tab / 12 jam/ oral
Konjungtiva anemis
Kemoterapi Hari 1 :
Ronki basal hemithorax dextra
Vincristine 2 mg dalam 100 cc
NaCl 0,9% habis dalam 1 jam

Laporan Kasus 37
Hepar teraba 2 jari di bawah arcus Rencana Tindakan
costa, lien teraba Schuffner 1
(splenomegali) Kontrol ulang pemeriksaan
SGOT/SGPT serum post terapi
Maxiliv 5 hari

Hari 19 Sesak nafas berkurang, Kesan umum: lemah, sakit sedang. Diagnosis kerja Terapi

(05/01/22) batuk jarang Tanda vital: tensi 118/80 mmHg, - ALL-L1 Lansoprazole 30 mg / 24 jam/ oral
nafas 18 kali/menit, nadi 78 - CHF
kali/menit , suhu 36,4ºC; GCS 15; - CAP Maxiliv 1 tab / 12 jam/ oral
SpO2 : 99%
Rencana Tindakan
Status generalis:
Aff infus
Konjungtiva anemis
Rawat jalan
Ronki basal hemithorax dextra
Rencana kemoterapi kedua
Hepar teraba 2 jari di bawah arcus (10/01/2022)
costa, lien teraba Schuffner 1
(splenomegali)

Hasil laboratorium:

Hb: 11,8; WBC: 2.000; PLT:


111.000; Neutrofil: 44% , Limfosit :
50,2%

SGOT: 96; SGPT : 171

Laporan Kasus 38
Laporan Kasus 39
V. DIAGNOSIS
Primer : Acute Lymphoblastic Leukemia- L1 (ALL-L1)
Sekunder : Congestive heart failure, community acquired pneumonia
VI. PEMBAHASAN
Acute lymphoblastic leukemia (ALL) merupakan keganasan pada sel-sel
progenitor limfoid. Sekitar 4 dari tiap 10 kasus ALL terjadi pada dewasa. Kasus
ALL dewasa lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 1,56 : 1,14.8 Pada laporan kasus ini pasien berjenis kelamin laki-
laki, usia 32 tahun, dirawat dengan keluhan lemas yang dirasakan sejak 10 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam, mual, nafsu makan menurun
dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas yang
memberat saat beraktivitas dan membaik saat beristirahat.
Manifestasi klinis ALL bervariasi dan secara umum menunjukkan gejala
kegagalan sumsum tulang ataupun infiltrasi organ ekstramedula. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, rhonki basal pada hemithorax
dextra, hepatomegali 2 jari di bawah arcus costa dan splenomegali Schuffner I.
Pasien memiliki riwayat berobat di RS Nene Mallomo sebelum dirujuk ke RS
Wahidin Soedirohusodo dengan diagnosis suspek leukemia akut berdasarkan
hasil evaluasi apusan darah tepi yang menunjukkan jumlah leukosit menurun
yang dominasi seri limfoid serta ditemukan sel pleomorfik curiga limfoblast,
kesan apusan darah tepi adalah suspek ALL dan disarankan pemeriksaan aspirasi
sumsum tulang.
Hasil darah rutin pasien ini menunjukkan leukopenia dengan komponen
limfosit berkisar 54,6%, trombositopenia dan anemia. Jumlah leukosit dapat
normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis. Leukositosis berat atau
hiperleukositosis (leukosit > 100 x 103/μL) ditemukan pada 15% pasien ALL.
Leukopenia pada pasien ini dapat disebabkan oleh peningkatan proliferasi sel
limfosit imatur (limfoblast) dan peningkatan destruksi sel-sel tersebut oleh
spleen.24 Leukopenia dapat meningkatkan resiko infeksi. Pada pasien ini
ditemukan gejala dan tanda adanya infeksi yakni pneumonia atau CAP. Jumlah

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 40


leukosit yang menurun menyebabkan lemahnya sistem imunitas alamiah tubuh
sehingga memudahkan patogen seperti streptococcus pneumoniae, hemophilus
influenza. Patogen tersebut ditularkan melalui udara kemudian berkolonisasi
pada saluran nafas atas dan inokulasi ke dalam alveoli menyebabkan
pneumonia.25 Anemia terjadi karena penekanan eritropoiesis oleh limfoblast.
Keluhan lemas dan cepat lelah merefleksikan derajat anemia. Sekitar 75% pasien
ALL menderita anemia, umumnya dengan gambaran eritrosit normositik
normokrom. Trombositopenia terjadi karena penekanan trombopoiesis oleh
sel-sel leukemik (limfoblast). Sebagian besar pasien ALL mengalami
trombositopenia, namun perdarahan yang parah jarang terjadi walaupun jumlah
trombosit < 10 x 103/μL.8-9
Hepatosplenomegali ditemukan pada setengah kasus ALL dewasa.
Splenomegali pada kasus ini dapat disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik di
splen. Infeksi viral maupun bakteri yang terjadi pada kasus ini juga dapat
menyebabkan splenomegali karena pada infeksi terjadi hiperfungsional splen.
Beberapa faktor dapat menyebabkan hepatomegali antara lain; infiltrasi sel
leukemik, kongestif pada gagal jantung kanan, dan infeksi (Hepatitis B dan C,
Epstein Barr Virus).8-9 Pada kasus ini hepatomegali dapat terjadi karena adanya
infiltrasi sel leukemik dan congestive heart failure (CHF).
Penyakit kardiovaskuler pada leukemia merupakan salah satu penyakit
komorbid. Komplikasi kardiovaskuler pada leukemia termasuk penyakit jantung
iskemia, CHF, miorkarditis, pericarditis, efusi pericardial, tamponade jantung
dan aritmia. Infiltrasi sel-sel leukemik pada miokardium, endocardium dan
pericardium. Infiltrasi ini dapat menyebabkan nekrosis fokal diikuti dnegan
pelepasan sitokin dan berakhir dengan disfungsi miokardium.26,27
Berdasarkan pemeriksaan echocardiography didapatkan penurunan fungsi
sistolik ventrikel kanan dan kelainan pada beberapa katup jantung baik yang
bersifat ringan. Kelainan katup tersebut dapat menjadi etiologi dari gagal
jantung kongestif. Penyakit katup jantung terutama katup mitral dan trikuspid
dapat menyebabkan overload dari volume dan tekanan ventrikel. Kondisi
overload dapat mengarah pada dilatasi dan atau hipertrofi dari ventrikel kanan

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 41


maupun kiri yang dalam jangka panjang dapat menurunkan fungsi pompa dari
ventrikel.28
Pada gagal jantung sistolik ventrikel kanan, ventrikel tidak mampu
memompakan darah ke sistem pulmoner sehingga terjadi peningkatan tekanan
arteri pulmoner dan menyebabkan retensi cairan, Cairan dapat berpindah dari
pembuluh darah ke ruang interstisial. Kebocoran cairan melalui pembuluh darah
ini menyebabkan cairan dapat berada di cavitas pleura (efusi pleura), cavitas
pericardium (efusi pericardium) dan peritoneum (ascites). Pada pemeriksaan
rontgen thorax pasien ditemukan gambaran kardiomegali dengan tanda-tanda
bendungan paru. Pada MSCT whole abdomen pasien, didapatkan
hepatosplenomegali, ascites, efusi pleura bilateral, efusi pericardium. Infeksi
pneumonia pada pasien dapat bersifat memicu atau memperburuk gagal jantung
kongestif dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen, menurunkan kadar
oksigen darah dan menekan fungsi ventrikel melalui peningkatan kadar sitokin. 29
Pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu SGOT dan SGPT mengalami
peningkatan yang menunjukkan adanya disfungsi hepatik. Disfungsi hepatik
pada gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh kongesti hepatik akibat
peningkatan tekanan pengisian atau penurunan curah jantung. Disfungsi hepatik
dalam kaitan dengan kongesti hepatik umumnya terjadi pada gagal jantung
kanan. Regurgitasi katup trikuspid secara khusus menjadi salah satu penyebab
gagal jantung kanan cenderung menyebabkan kongesti hepatik karena tekanan
pada ventrikel kanan ditransmisi langsung ke vena hepatik dan sinusoid. Kondisi
tersebut menyebabkan atrofi terhadap hepatosit dan edema perisinusoid yang
menyebabkan gangguan difusi oksigen dan nutrien ke hepatosit. Gangguan
perfusi hepatosit berhubungan dengan injury hingga nekrosis hepatoseluler yang
diikuti dengan pelepasan enzim-enzim serum transaminase.28
Peningkatan bilirubin terkonjungasi ditemukan pada 3,4% pasien ALL.
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan injury hepatoseluler dan kemoterapi.
Pada pasien ini belum dilakukan kemoterapi saat awal kunjungan sehingga
hiperbilirubinemia pada pasien berkaitan dengan injury hepatoseluler.28-29

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 42


Prokalsitonin merupakan asam amino propeptida kalsitonin yang
dilepaskan oleh hepatrosit dan sel tiroid. Prokalsitonin menjadi penanda awal
infeksi bakteri, sepsis, hingga kegagalan multiorgan. Peningkatan
prokalsitonin pada kasus ini berhubungan dengan infeksi dan injury
hepatoseluler. Saat infeksi terjadi peningkatan calcitonin gene (CALC-1) yang
meningkatkan pelepaskan prokalsitonin. Prokalsitonin dapat meningkatkan
fungsi neutrofil, limfosit, efek sitokin pro inflamasi, efek reactive oxygen
species (ROS) sehingga meningkatkan reaksi inflamasi.30
Pemeriksaan elektrolit dilakukan untuk memantau keseimbangan cairan
pasien. Pada awal pemeriksaan didapatkan ada gangguan keseimbangan
elektrolit yakni hiponatremia. Gangguan elektrolit dapat terjadi pada pasien
karena menurunnya intake makanan dan gagal jantung kongestif. Pasien
mendapatkan terapi cairan berupa salin (NaCl) untuk koreksi gangguan
elektrolit sehingga perlu dilakukan pemantauan cairan.
Pasien menjalani prosedur aspirasi sumsum tulang dan hasil evaluasi
sumsum tulang menunjukkan hypercellular marrow disertai monoton sel-sel
limfoblast dengan bentuk regular, ratio inti sitoplasma tinggi, anak inti tidak
jelas, serta tidak ditemukan auer rod. Kesan apusan sumsum tulang adalah ALL
– L1. Sistem klasifikasi FAB untuk diagnosis ALL menetapkan ditemukannya
limfoblast minimal 30% dari seluruh sel berinti di sumsum tulang. Sumsum
tulang pada mayoritas pasien ALL dewasa sangat padat atau hiperseluler
dengan sel blast > 90% dari seluruh sel berinti. Komponen hematopoietik
normal lainnya menurun atau tertekan. Sel-sel limfoblast L1 dominan
berukuran kecil dan hampir dua kali ukuran sel darah merah, dengan rasio inti-
sitoplasma tinggi. Sitoplasma sangat sedikit dan terbatas pada perimeter sel
serta berwarna agak basofilik. Imti sel berbentuk reguler, kadang-kadang
bercelah atau indentasi, pola kromatin homogen. Anak inti, bila terlihat,
berukuran kecil dan tidak jelas. Morfologi sel limfoblast pada pasien ini
memenuhi kriteria subtipe ALL – L1 berdasarkan klasifikasi FAB.8,32
Acute lymphoblastic leukemia secara imunologis terbagi menjadi B – ALL
dan T – ALL, yang dapat dibedakan dengan pemeriksaan penanda sel

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 43


(immunophenotyping). Antigen sel yang dapat dideteksi pada B – ALL yaitu
CD19, CD20, CD22, CD79a, surface Ig, cytoplasmic Ig dan CD38, sedangkan
pada T – ALL yaitu CD2, CD3, CD5 dan CD7.8,10 Keterbatasan dari kasus ini
adalah tidak dilakukannya pemeriksaan lanjutan immunophenotyping yang
dapat memberi informasi mengenai lineage dan stadium perkembangan suatu
sel sehingga dalam kasus ini tidak dapat dibedakan leukemia yang berasal dari
B-lineage dan T-lineage untuk menentukan subtype ALL.
Pasien mendapatkan transfusi PRC dan TC untuk menaikkan kadar
hemoglobin dan trombosit. Pemberian PRC sebanyak 2 kantong darah (1
kantong/hari dalam 3 jam) dengan target Hb > 10 g/dL, sedangkan TC diberikan
sebanyak 8 unit. Obat lain yang diberikan adalah antibiotik, yaitu Ceftriaxone
2 gr/24 jam/IV dan Levofloksasin 750 mg/24jam/IV untuk terapi infeksi
sekunder (CAP) dan Omeprazole 40 mg/ 24 jam/oral untuk mengatasi keluhan
mual pada pasien. Keluhan sesak nafas pada pasien ditangani dengan pemberian
O2 nasal kanul dan dilakukan pemantau saturasi oksigen secara berkala.
Pemberian leucogen 300 mcg/subkutan dilakukan untuk meningkatkan
jumlah leukosit pada pasien dengan leukopenia. Peningkatan enzim-enzim
transaminase dan hiperbilirubinemia sebagai penanda adanya injury
hepatoseluler ditangani dengan pemberian curcuma 1 tab / 8 jam/ oral dan
maxiliv 1 tab / 12 jam/ oral. Pada hari perawatan ke-17 pasien menjalani
kemoterapi siklus I dengan pilihan obat induksi remisi yaitu Kemoterapi Hari 1
: Vincristine 2 mg dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam.
Pada tanggal 11 Januari 2022, pasien berkunjung kembali ke RS Wahidin
untuk mendapat kemoterapi ke II. Pada hari perawatan ke 10 dilakukan
pengambilan darah EDTA untuk pemeriksaan molekular BCR-ABL.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ekspresi fusi protein BCR-ABL
yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi ada atau tidaknya Kromosom
Philadelphia. Kromosom Philadelphia ditemukan pada lebih dari 90% pasien
chronic myeloid leukemia (CML) dewasa, 15-30% orang dewasa dengan acute
lymphoblastic leukemia (ALL) dan 2% acute myeloid leukemia (AML). Gen
BCR-ABL mengkode protein yang memiliki aktivitas tirosin kinase yang kuat

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 44


dan aktif secara konsitutif (mengaktivasi sejumlah protein yang terlibat dalam
regulasi siklus sel yang mempercepat pembelahan sel dan mempengaruhi DNA
repair).1

Pemeriksaan fusi gen BCR-ABL pada pasien ALL bermanfaat untuk target
terapi dan memprediksi prognosis pasien. Apabila terdeteksi fusi gen BCR-
ABL pada pemeriksaan molekular, maka pasien dapat segera diberikan terapi
tyrosine kinase inhibitor (TKI) seperti Imatinib yang dapat berinteraksi dengan
fusi gen BCR-ABL sehingga dapat menekan jumlah sel tumor. Pasien ALL
yang terdeteksi gen BCR-ABL memiliki prognosis yang lebih buruk. Pada
kasus ini tidak terdeteksi fusi gen BCR-ABL sehingga tidak diberikan terapi
TKI.1,2

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 45


DAFTAR PUSTAKA

1. Larson RA. Acute Lymphoblastic Leukemia. In : Kaushansky K, Lichtman


MA, Prchal JT, Levi M, Press OW, Burns LJ, et al. Williams Hematology.
9th edition. New York : McGraw-Hill. 2016:1505-21.
2. Coutre SE. Acute Lymphoblastic Leukemia in Adults in Wintrobe's Clinical
Hematology 14th Edition. Philadelphia : Wolters Kluwer. 2019: 4885-4926.
3. Puckett Y, Chan O. Acute Lymphocytic Leukemia. Treasure Island.
StatPearls Publishing LLC; 2020.
4. American Cancer Society. Key Statistics for Acute Lymphocytic Leukemia
(ALL). 2022.
5. Yulianti E, Adnan N. Faktor-faktor Prognostik Kesintasan 5 Tahun Leukemia
Limfoblastik Akut pada Anak Usia 1 - 18 Tahun. Jurnal Kesehatan
Masyrakat. 2020;10(2):86-96.
6. Elisafitri R, Arsin A, Wahyu A. kesintasan pasien leukemia limfoblastik akut
pada anak di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar. JKMM.
2018;ISSN 2599-:281–90.
7. A. Victor Hoffbrand, Paresh Vyas, Elías Campo, Torsten Haferlach, and
Keith Gomez. Color Atlas of Clinical Hematology: Molecular and Cellular
Basis of Disease, Fifth Edition. John Wiley & Sons Ltd. 2019:241-254.
8. Longo DL. Malignancies of Lymphoid Cells. In: Longo DL, editor.
Harrison's Hematology and Oncology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill
Education; 2017:193-230.
9. Kawthalkar SM. Acute Leukaemias. Essentials of Haematology. 2nd edition.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2013:224-66.
10. Hoffbrand AV, Moss PAH. Acute Lymphoblastic Leukaemia. In: Hoffbrand's
Essential Haematology.7th Edition. John Wiley & Sons Ltd. 2016:186-196.
11. Bain BJ, Clark DM, Wilkins BS. Lymphoproliferative Disorders. In: Bone
Marrow Pathology Fifth Edition. Wiley Blackwell. 2019:352-8.
12. Carroll WL, Bhatla T. Acute Lymphoblastic Leukemia. In: Lanzkowsky P,
Lipton JM, Fish JD, editors. Lanzkowsky’s Manual Of Pediatric Hematology
and Oncology. 6th ed. New York: Elsevier; 2016:367-89.
13. Arber AD, Orazi A, Hasserjian R, Thiele J, Borowitz JM, et al. The 2016
revision to the World Health Organization classification of myeloid

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 46


neoplasms and acute leukemia. The American Society of Hematology.
2016;127(20):2391-2402.
14. Brix N, Rosthøj S. Bone marrow involvement is not manifest in the early
stages of childhood acute lymphoblastic leukaemia. Danish Medical Journal.
2014;61(8):1-6.
15. Dwivedi P, Banavali S. Pediatric Acute Lymphoblastic Leukemia. In:
Lokeshwa MR, et al. Textbook of Pediatric Hematology & Hemato-
oncology. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2016:395-405.
16. Bain BJ. Erythrocyte and Leucocyte Cytochemistry. In: Bain BJ, Bates I,
Laffan MA, editors. Dacie and Lewis Practical Haematology. Philadelphia:
Elsevier; 2017: 312-29.
17. Bain BJ. Acute Leukaemia. In : Leukaemia Diagnosis Fifth Edition. John
Wiley & Sons,Inc. 2017; 25-45.
18. Chiaretti S, Zini G, Bassan R. Diagnosis and Subclassification of Acute
Lymphoblastic Leukemia. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2014;6(1): 1-6.
19. Kotter LM, Banasik ELJ. Malignant Disorders of White Blood Cells. In :
Pathophysiologic Sixth edition. Elsevier. 2019 ; 215-231.
20. American Society of Hematology. Minimal Residual Disease (MRD) : ALL
it's cracked up to be ?.Leukemia & Lymphoma Society. 2015;35:1-6.
21. Dinner S, Gurbuxani S, Jain N, Stock W. Acute lymphoblastic leukemia in
adults. In Hematology: Basic Principles and Practice. 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier; 2018. p. 1029-1053.
22. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. EGC. 2017:123-136.
23. Rodgers GP, Young NS. The Bethesda Handbook of Clinical Hematology
Fourth Edition. Wolters Kluwer. 2018 :284-300.
24. Chapman J, Goyal A, Azevedo AM. Splenomegaly. StatPearls Publishing
2021:1-34.
25. Caceres NA, Vieira MMC, Vieira IF, Monteleone VF, Neto LJM, and Bonafe
S. 2015. Opportunistic Infections in AIDS Patients. Archives of Medicine,
7(5):10-27.
26. Torosyan n, Mancera MSG, Tourtellotte, Kedan I. Case Report : Clinical
Case Leukemic Infiltration of Myocardium Presenting as Cardiac Arrest. The
American College of Cardiology Foundation. 2021 ; 3(6):922-7.

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 47


27. Assuncao BMBL, Hanschumacher MD, Brunner AM, et al. Acute Leukemia
is Associated with Cardiac Alterations before Chemotherapy. Journal of the
American Society of Echocardiography. 2017;30(11):1111-8
28. Nederend I, Damman P, Kok W.E.M. Heart Failure. Textbook of Cardiology.
2015.
29. Musher D, Rueda A, Kaka A, Mapara S. The Association between
Pneumococcal Pneumonia and Acute Cardiac Events. CID. 2007.
30. Shiferaw B, Bekele E, Kumar K, Boutn A, Frieri M.The role of procalcitonin
as a biomarker in Sepsis. Journal of Infectious Diseases and Epidemiology
.2016;2(006):1-4.
31. Turgeon ML. Acute Leukemias. Clinical Hematology, Theory and
Procedures. 6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2017. p. 381-414.
32. Chiaretti S. Diagnosis and Subclassification of Acute Lymphoblastic
Leukemia. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2014;6.

Laporan Kasus – Acute Lymphoblastic Leukemia-L1 48

Anda mungkin juga menyukai