Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KELOMPOK

KEPERAWATAN KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

DISUSUN OLEH
NAMA NIM
Nur Ramadhani Hidayat 012021053
Jayadi 012021049
Miar Marita 012021052

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS


KURNIA JAYA PERSADA
Program Sarjana Ilmu Keperawatan
Jl. Dr. Ratulangi No. 172 (0471) 331148 Kota Palopo 91914

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah.

Naskah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki naskah ini.

Akhir kata kami berharap semoga pembelajaran dalam naskah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palopo, September 2022


Penulis

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................................4
B. Tujuan ........................................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR MEDIS .........................................................................
A. Definisi...................................................................................................... 6
B. Etiologi...................................................................................................... 6
C. Tanda dan Gejala ...................................................................................... 6
D. Patofisiologi .............................................................................................. 7
E. Komplikasi ................................................................................................ 7
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 8
G. Penatalaksanaan ........................................................................................ 9

BAB III KONSEP TEORI VENTILASI MEKANIK DAN KONSEP DASAR


ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................10
A. Pengkajian Keperawatan..........................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................18
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal nafas adalah ketidakmampuan alat pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi didalam darah dengan atau tanpa penumpukan CO2. Terdapat 6 sistem
kegawatan salah satunya adalah gagal nafas yang menempati urutan pertama. Hal
ini dapat dimengerti karena apabila terjadi gagal nafas waktu yang tersedia terbatas
sehingga memerlukan ketepatan dan kecepatan dalam bertindak. Untuk itu harus
dapat mengenal tanda-tanda dan gejala gagal nafas dan menanganinya dengan
cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih.

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang memiliki struktural dan fungsional
paru yang normal sebelum awitan penyakit muncul. Sedangkan gagal nafas kronis
adalah gagal nafas yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronis seperti
bronkitis kronis,emfisema. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelainan pada paru, jantung, dinding
dada, otot pernafasan dan mekanisme pengendalian sentral ventilasi di medula
oblongata. Meskipun tidak dianggap sebagai penyebab langsung gagal nafas,
disfungsi dari jantung, sirkulasi paru, sirkulasi sistemik, transport oksigen
hemoglobin dan disfungsi kapiler sistemik mempunyai peran penting pada gagal
nafas. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasan
terletak di bawah batang otak(pons dan medulla).

Insiden di Amerika Serikat sekitar 360.000 kasus per tahun, 36% meninggal
selama perawatan. Morbiditas dan mortalitas meningkat seiring dengan
meningkatnya usia dan adanya komorbiditas.

Gagal nafas merupakan diagnosa klinis, namun dengan adanya analisa gas
darah(AGD), gagal nafas dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi pertukaran gas
yang nyata dalam bentuk kegagalan oksigenasi( hipoksemia) atau kegagalan dalam
4
pengeluaran CO2 (hiperkapnia, kegagalan ventilasi) atau merupakan kegagalan
kedua fungsi tersebut.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami teori tentang gagal nafas dan ventilasi
mekanik
2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
gagal nafas

5
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan


oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi. Gagal nafas terjadi
bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel
tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg / hiperkapnia
(Brunner & Sudarth, 2005).

Gagal napas terbagi 2 yaitu gagal napas akut Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema.

B. Etiologi
1. Depresi sistem saraf pusat: mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer: akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang
timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang
otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.

C. Tanda dan Gejala


a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
3) Adanya kesulitasn inflasi paru.
b. Gagal nafas parsial

6
1) Terdengar suara nafas tambahan seperti snoring dan whizing.
2) Ada retraksi dada
c. Hiperkapni atau hipoksemia
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO 2 menurun).

D. Patofisiologi

Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk


secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas
telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20
x/mnt. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan stroke,
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal.

E. Komplikasi
Komplikasi pada gagal napas dapat terjadi baik akibat kondisi penyakit maupun
akibat terapi yang diberikan.
1. Komplikasi Paru
Komplikasi paru yang terjadi umumnya berkaitan dengan tindakan ventilasi
mekanik yang diberikan kepada pasien. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
adalah:

• Ventilator-associated pneumonia
• Disfungsi diafragma akibat penggunaan ventilator
• Barotrauma paru, misalnya pneumothoraks
• Emboli paru
• Fibrosis paru
• Ruptur pembuluh darah paru
• Cedera jalan napas
• Fistula jalan napas (misalnya fistula trakeoesofagus)
7
• Stenosis jalan napas

2. Komplikasi Jantung

• Hipotensi
• Gangguan irama jantung
• Penyakit jantung iskemik
• Hipertensi pulmonal
• Cor pulmonale pada gagal napas kronis

3. Komplikasi Gastrointestinal dan Ginjal

• Distensi saluran cerna hingga pneumoperitoneum akibat ventilasi mekanik [8]


• Stress ulcer
• Acute kidney injury, umumnya terkait sepsis

4. Komplikasi Infeksi

• Infeksi nosokomial akibat penggunaan ventilator, kateter urin, maupun kanul


intravena dalam waktu lama
• Sinusitis
• Sepsis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri: Hipoksemia (Ringan : PaO2 < 80 mmHg, Sedang
: PaO2 < 60 mmHg, Berat : PaO2 < 40 mmHg).
2. Pemeriksaan rontgen dada: melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses
penyakit yang tidak diketahui
3. Hemodinamik
4. EKG: mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia

8
G. Penatalaksanaan Medis
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan
pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk
insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme
hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway
Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja
dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi
peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang
diberikan ditingkatkan secara bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor
sesak serta frekuensi napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi.
Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi
peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru
lainnya.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui
secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.
5. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh
gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah
sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.

9
BAB III
KONSEP TEORI VENTILASI MEKANIK DAN KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN GAGAL NAFAS

A. Pengertian Ventilasi Mekanik


Ventilasi mekanik adalah tindakan memberikan bantuan nafas menggunakan alat
mekanik (ventilator) dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatan dengan tujuan mengganti alat pernafasan dan memperbaiki
pertukaran gas yang bersifat sementara sampai penyebab gangguan pernafasan teratasi.
Ventilasi mekanik merupakan intervensi yang paling sering ditemukan di ICU, dan
perawat memerlukan pengetahuan tentang tipe ventilator, setting ventilator, dan alarm
yang sering digunakan. Ventilasi mekanik sebagai intervensi suportif sering digunakan
sampai masalah yang mendasarinya hilang.
Ventilator yang digunakan di ICU dewasa saat ini adalah ventilator tekanan positif.
Ventilator tekanan positif bekerja dengan mengirimkan tekanan positif untuk
mengembangkan paru dan dinding dada, dengan prinsip kerja volume, tekanan, dan atau
waktu.
Ventilator terbagi atas 2 kategori, yaitu ventilator dengan sistem volume dan
ventilator dengan sistem tekanan. Pada ventilator sistem volume, ditentukan volume
tidal yang akan diberikan tanpa menghiraukan tahanan dan compliance. Volume tidal
akan stabil pada setiap nafas, tetapi tekanan jalan nafas akan bervariasi.
Pada ventilasi mekanik sistem tekanan, ditentukan level tekanan yang diharapkan
dan besaran volume tidal ditentukan oleh level tekanan yang dipilih, tahanan dan
compliance paru.

B. Tujuan
Penggunaan ventilator pada pasien biasanya meliputi tujuan berikut:
1. Menurunkan usaha/kerja nafas pasien.
2. Mengatasi symptom distress pernafasan.
3. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan.
4. Meningkatkan oksigenasi
5. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (asam basa)
6. Stabilisasi dinding dada (membuka atelectasis, memperbaiki compliance, mencegah
cedera paru lebih lanjut)

10
C. Indikasi
Indikasi umum untuk pemakaian ventilator meliputi:
1. Kegagalan pernafasan akut dan kronis
2. Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg), tidak respon dengan terapi oksigen
3. Injury paru akut
4. PaCO2 > 50 mmHg dengan pH arteri < 7,25
5. Apnea
6. Bradipnea atau apnea dengan respiratory arrest
7. Coma ( atau GCS < 8)
8. Hipotension (gagal jantung)
9. Penyakit neuromuskuler (GBS, Myastenia Gravis, tetanus, trauma cervikal)
10. Kelelahan otot nafas
11. Tachypnea, RR > 33 x/menit
12. Kapasitas vital paru kurang dari 15 ml/kg BB (Kapasitas vital adalah jumlah udara
maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-paru secara
maksimal, normalnya 3100-4800)

D. Mode Ventilator
Beberapa mode ventilator dan aplikasi yang sering digunakan adalah:
1. Controlled ventilation
Pasien tidak boleh atau tidak dapat melakukan usaha nafas. Ventilator disetting untuk
memberikan frekuensi nafas dan volume tidal yang diharapkan. Untuk mengatasi
usaha nafas pasien, diberikan obat-obatan seperti opioid, neurobloker/relaksan, dan
benzodiazepin. Pada mode ini, mesin menyediakan seluruh pernafasan pasien.
Perawat mengatur frekuensi, volume tidal, inspiratory time, PEEP, I-E ratio, dan
FiO2. Pada mode ini, pasien dapat menerima sistem volume (volume control) atau
sistem tekanan (pressure control). Perawat mengeset level pressure control pada
sistem tekanan.
2. Assist Control Ventilation
Pasien dapat menginisiasi usaha nafas. Triger sensitivity ventilator dibuka dan mesin
akan merespon terhadap triger pasien dengan mengirimkan nafas sesuai volume
tidal setting. Pada mode ini, juga dapat menerima sistem volume (volume control)
atau sistem tekanan (pressure control). Perawat mengeset level pressure control pada
sistem tekanan.

11
3. Intermittent Mandatory Ventilation
Pasien dapat bernafas spontan dengan frekuensi dan volume sesuai kemampuan
pasien, diantara pernafasan dari mesin secara sinkron, tidak bertabrakan, sehingga
mode ini disebut sebagai Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation. Pada
mode ini, juga dapat diberikan sistem volume maupun sistem tekanan/pressure.
4. Pressure Support Ventilation.
Tekanan positif diberikan pada tiap inspirasi pasien untuk menguatkan volume tidal.
Pada mode ini pasien bernafas spontan, dengan setiap inisiasi nafas, mesin
memberikan aliran udara sesuai level tekanan yang diatur. Perawat mengatur level
tekanan bantuan, PEEP dan sensitivity.
5. Continous Positif Airway Pressure.
Pasien bernafas spontan dan tidak memerlukan bantuan untuk volume tidal, tetapi
pada akhir ekspirasi ada sisa tekanan (PEEP) yang berguna untuk meningkatkan
oksigenasi.
6. ASV ( Adaptive Support Ventilation)
Didesain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minute ventilation. Pada
setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan
ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan berat badan
ideal pasien, sedangkan mechanic respiration ditentukan oleh ventilator. ASV ini
merupakan kombinasi antara PC dan PS, Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh
otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi
mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun (trigger +) atau
mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi Pressure Support.
7. NIV (Non Invasif Ventilation)
Adalah teknik ventilasi tanpa pipa trakea pada saluran nafas, hanya menggunakan
keping mulut, sungkup hidung atau sungkup yang menutup mulut dan hidung
pasien. Mode ini banyak digunakan untuk pasien dengan penyakit neuromuskuler
dinding dada, kesulitan weaning ventilator atau pasien PPOK.

E. Setting Ventilator
1. Respirasi Rate
2. Tidal Volume
3. Fraksi Oksigen (Diberikan sesuai hasil AGD)
4. Positive End Expiratory Pressure

12
Tekanan positif pada akhir ekspirasi, bisa mencegah kolaps paru, meningkatkan area
dan waktu difusi oksigen.
5. I-E ratio, perbandingan waktu inspirasi dan ekspirasi, normalnya adalah 1:2.
6. Pressure Limit
7. Flow Rate (kecepatan ventilator memberikan volume tidal per menit)
8. Sensitivitas/Trigger
9. Alarm

F. Perawatan Pasien Dengan Ventilator


1. Persiapan pasien
Menjelaskan tujuan pemakaian ventilator dan berikan update informasi pada pasien
atau keluarganya. Informed consent biasanya dilakukan sebelum pasien masuk ICU.
2. Melakukan persiapan alat dengan setting circuit menggunakan prinsip steril,
melakukan kalibrasi alat pada setiap awal pemakaian ventilator
3. Monitoring patensi jalan nafas
a. Suction secara berkala dan adekuat dari ET dan mulut
b. Memberikan nebulizer sesuai jadwal terapi
c. Monitoring PIP (Peak Inpiratory Pressure)
d. Membersihkan tubing dari kondensasi atau air.
4. Humidifikasi (sesuai suhu tubuh)
5. Perawatan selang ET dan tekanan cuff ET
a. Mempertahankan posisi ET, mencatat batas ET
b. Mengganti plester ET bila diperlukan
c. Melakukan penggantian posisi ET bila memungkinkan setiap 24 jam
d. Melakukan pengecekan cuff ET secara periodik
6. Monitoring suara paru.
a. Auskultasi seluruh lapangan paru, termasuk untuk mengetahui kedalaman ET
b. Mengamati gerakan dada
7. Monitoring pertukaran gas secara berkala dengan Analisa gas darah, SpO2, ETCO2.
8. Monitoring setting ventilator, tidal volume, minute volume, PIP
9. Pencegahan komplikasi pemasangan ventilator (VAP bundle)
a. Head up pasien 30-45 derajad
b. Oral care dengan chlorhexidine 3x sehari
c. Pencegahan DVT (Deep venous Thrombosis)

13
d. Pemberian obat2an pencegah stress ulcer
e. Melakukan peninjauan pemberian sedasi untuk mengetahui kemampuan nafas
spontan pasien sebelum ekstubasi
f. Melakukan suctioning ET secara berkala
g. Melakukan evaluasi foto rontgen secara berkala
10. Komunikasi. Memberi kesempatan menulis atau papan huruf/kata.
11. Psikologis pasien. Jelaskan prosedur, dukung pasien, motivasi dan harapan.
12. Nutrisi dan cairan. Enteral nutrisi, absorbsi, resiko aspirasi, parenteral nutrisi bila
diperlukan.
13. Memperhatikan usaha nafas pasien (RR, nafas pendek, tersengal2, cuping hidung)
14. Monitoring stabilisasi hemodinamik, perfusi organ.

G. Komplikasi Dan Pencegahan


Beberapa komplikasi yang bias terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik adalah :
1. Komplikasi pada jalan nafas
a. Aspirasi
Dapat dicegah dengan sesegera mungkin mengisi cuff setelah intubasi, selanjutnya
pasang NGT untuk antisipasi lambung yang penuh.
b. Hipoksia, dapat terjadi karena proses intubasi yang sulit dan lama.
c. Trauma trakea (stenosis trachea dan malaise trachea)
2. Masalah pada selang ET
a. Plugging.
Dapat dicegah dengan suction berkala, pertahankan humidifikasi dan pemberian
nebuliser sesuai jadwal
b. Ekstubasi tidak terencana
Dapat dicegah dengan observasi fiksasi ET dan evaluasi restrain pada pasien
c. ET menekuk/buntu . Dapat dicegah dengan pemasangan OPA
d. Cuff bocor
3. Masalah mekanik
Dapat terjadi dalam pemakaian ventilator jangka panjang. Biasanya berupa kebocoran
sirkuit, sambungan terlepas atau kerusakan sumber daya
4. VAP (Ventilator Associate Pneumonia)
5. Barotrauma

14
Dapat disebabkan karena tekanan positif yang diberikan terlalu tinggi sehingga
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Dapat dicegah dengan monitoring
tanda-tanda pneumothoraks.

H. Penyapihan Ventilasi Mekanik


Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering menimbulkan
kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor fisiologis dan psikologis. Hal
ini memerlukan kerja sama dari pasien, perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007).
Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan
mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah proses-proses
dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan kestabilan kondisi pasien sudah
tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga tahapan.
Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3) oksigen.
Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini mungkin, konsisten
dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa keputusan dibuat atas dasar fisiologi
ketimbang sudut pandang mekanis. Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis
pasien diperlukan dalam membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan
kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan
ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan
klinis, bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan
bantuan ventilator. Secara umum, oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan
jumlah oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik, dan pasien harus memiliki
hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang minimal atau tanpa
dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya ketika tidak
tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal: sepsis atau
elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).

15
I. Pengkajian Pasien Gagal Napas
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
b. Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
adanya retraksi.
- Menggunakan otot bantu pernapasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
- Papil edema
- Penurunan haluaran urine
d. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
e. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah,
adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.

2. Pengkajian sekunder
a. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan
murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi
b. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan
bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi
udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi :
pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.

16
c. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung,
stupor
d. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
e. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
f. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
g. Sistem neurologi
Sakit kepala
h. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
i. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks.
j. Sistem indera
- Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-
tiba.
- Pendengaran : telinga berdengung
- Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
- Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
- Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin
tajam/tumpul baik.
k. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
l. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
m. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi

17
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume penurunan
ekspansi paru
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT
6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi Peripheral Sensation
jaringan berkurang atau Management (Manajemen
tidak meluas selama sensasi perifer)
dilakukan tindakan 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
perawatan. hanya peka terhadap
Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
1. Tekanan systole dan diastole 2. Monitor adanya paretese
dalam rentang yang diharapkan 3. Instruksikan keluarga untuk
2. Akral hangat mengobservasi kulit jika ada lsi atau
3. RR 16-20x/menit laserasi
4. SpO2 > 98% 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Tidak ada sianosis perifer 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis

18
9. Diskusikan menganai penyebab
perubahan kondisi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi


sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan Airway Management
pertukaran gas efektif 1. Buka jalan nafas, guanakan
Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw thrust
1. Menunjukkan peningkatan bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 2. Posisikan pasien untuk
adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru 3. Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan buatan
3. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Suara nafas yang bersih perlu
5. Tidak ada sianosis 6. Keluarkan sekret dengan batuk
6. Mampu bernafas dengan atau suction
mudah 7. Auskultasi suara nafas, catat
7. Tidak ada retraksi dada, adanya suara tambahan
pernafasan cuping hidung dan 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips 9. Berika bronkodilator bial perlu
8. Hasil pemeriksaan BGA 10. Barikan pelembab udara
menunjukkan nilai normal 11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring

19
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama
dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (
gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. Uskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene

20
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume penurunan
ekspansi paru
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Airway Management
tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafas, guanakan
diharapkan pola nafas teknik chin lift atau jaw thrust
efektif bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
1. Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
efektif dan suara nafas yang 3. Identifikasi pasien perlunya
bersih pemasangan alat jalan nafas
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea buatan
3. Mampu bernafas dengan 4. Pasang mayo bila perlu
mudah 5. Lakukan fisioterapi dada jika
4. Menunjukkan jalan nafas yang perlu
paten (klien tidak merasa 6. Keluarkan sekret dengan batuk
tercekik, irama nafas, frekuensi atau suction
pernafasan dalam rentang 7. Auskultasi suara nafas, catat
normal, tidak ada suara nafas adanya suara tambahan
abnormal) 8. Lakukan suction pada mayo
5. Tanda Tanda vital dalam 9. Berikan bronkodilator bila perlu
rentang normal (tekanan darah, 10. Berikan pelembab udara Kassa
nadi, pernafasan) basah NaCl Lembab
6. mudah 11. Atur intake untuk cairan
7. Tidak ada retraksi dada, mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan cuping hidung dan 12. Monitor respirasi dan status O2
pursed lips Oxygen therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi

21
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan


nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

22
Tujuan : Setelah dilakukan Airway suction
tindakan keperawatan 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
diharapkan jalan nafas suctioning
efektif. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
Kriteria Hasil sesudah suctioning.
1. Mendemonstrasikan batuk 3. Informasikan pada klien dan
efektif dan suara nafas yang keluarga tentang suctioning
bersih 4. Minta klien nafas dalam sebelum
2. Tidak ada sianosis dan dyspnea suction dilakukan.
3. Mampu mengeluarkan sputum 5. Berikan O2 dengan menggunakan
4. Mampu bernafas dengan nasal untuk memfasilitasi suksion
mudah, Menunjukkan jalan nasotrakeal
nafas yang paten 6. Gunakan alat yang steril sitiap
5. Irama nafas regular melakukan tindakan
6. Frekuensi pernafasan 16- 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
20x/menit, SPO2 > 98% napas dalam setelah kateter
7. Tidak ada suara nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
abnormal) 8. Monitor status oksigen pasien
8. Mampu mengidentifikasikan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
dan mencegah factor yang melakukan suksion
dapat menghambat jalan nafas 10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

23
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol
tindakan keperawatan infeksi)
tidak terjadi infeksi. 1. Bersihkan lingkungan setelah
Kriteria hasil : dipakai pasien lain
1. Klien bebas dari tanda dan 2. Pertahankan teknik isolasi
gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Menunjukkan kemampuan 4. Instruksikan pada pengunjung
untuk mencegah timbulnya untuk mencuci tangan saat
infeksi berkunjung dan setelah
3. Jumlah leukosit dalam batas berkunjung meninggalkan pasien
normal 5. Gunakan sabun antimikrobia
4. Menunjukkan perilaku hidup untuk cuci tangan
sehat 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat

24
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep

25
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Environment Management
tindakan keperawatan (Manajemen lingkungan)
cidera tidak terjadi pada 1. Sediakan lingkungan yang aman
klien. untuk pasien
Kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
1. Klien terbebas dari cedera pasien, sesuai dengan kondisi fisik
2. Klien mampu menjelaskan cara dan fungsi kognitif pasien dan
untuk mencegah cedera riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Klien mampu menjelaskan 3. Menghindarkan lingkungan yang
factor resiko dari berbahaya (misalnya memindahkan
lingkungan/perilaku personal perabotan)
4. Mampu memodifikasi gaya 4. Memasang side rail tempat tidur
hidup untukmencegah injury 5. Menyediakan tempat tidur yang
5. Menggunakan fasilitas nyaman dan bersih
kesehatan yang ada 6. Menempatkan saklar lampu
6. Mampu mengenali perubahan ditempat yang mudah dijangkau
status kesehatan pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang
cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.

26
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta : EGC

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). USA: Elsevier.

Kurniasih, Anggit. 2019. Ventilasi Mekanik. Panduan ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Kamayani, M. 2016. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik.
Diakses di
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9bd02509924860fdf23626d0f09a6c6e
.pdf
Maghfiroh. 2015. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas Di Intensive Care Unit
(ICU) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diakses di https://Dokumen.Tips/Documents/Lp-
Gagal-Nafas-Pada-Pasien-Di-Icu.Html

Moorhead, S., Johnson, M., Maridean, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). USA: Elsevier.

Nanda Internasional. (2015). Diagnosis keperawatan 2015-2017. EGC : Jakarta.

Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
vol 2. Jakarta: EGC.

Wanhari, M.A. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke


(http://askepsolok.blogspot.com/2008/08/stroke.html).

28

Anda mungkin juga menyukai