Ada Skala Brief Aggression Questionnaire
Ada Skala Brief Aggression Questionnaire
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh:
Dwi Retno Wulansari
11140700000152
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M
MOTTO
-Morihei Ueshiba-
-Al-Ma’arij (70:5)-
ABSTRAK
Segala puji bagi Allah Ta’la yang tak henti-hentinya menurunkan nikmat dan
berkah yang senantiasa dirasakan oleh penulis. Salah satu berkah yang penulis
rasakan adalah dapat menempuh perkuliahan dengan baik dan lancar tanpa ada
suatu kendala yang berarti, dan diberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas
akhir berupa skripsi ini. Tercurah shalawat serta salam untuk manusia terbaik
‘alaihi wa salam, juga keluarga serta sahabatnya. Semoga kelak penulis dapat
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tak lepas dari bantuan berbagai
pihak, baik dalam dukungan moril, materiil dan do’a. Oleh karena itu, dengan
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN
3. Ibu Dr. Netty Hartati, M.Si, Bapak Miftahuddin, M.Si, dan Bapak Dr. Gazi,
M.Si yang telah memberikan banyak saran serta bimbingan untuk perbaikan
skripsi ini.
4. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima
dengan baik.
penelitian ini.
6. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai dan banggakan, Bapak Djoko
Seno Adji dan Ibu Maret Utami. Terima kasih telah merawat dan
memberikan kasih sayang yang luar biasa besar kepada penulis sejak dalam
kandungan sampai saat ini. Tak pernah lelah memberikan semangat, motivasi,
7. Kakak yang sangat penulis cintai dan banggakan, Retno Utari Dewi. Terima
kasih atas segala bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Icha, Novia, Salsa, Inay, Indri, Ziah, Vero, Sahida, Nia, Gio, Desri, dan
Penulis
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ..............................................................................................................76
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
yang luar biasa yang mengakibatkan keadaan yang sesak dan hiruk pikuk di dalam
lingkungan. Menurut penelitian Evans & Wener (2006), keadaan padat, penuh, dan
sesak dapat mempengaruhi tekanan pada psikologis seseorang dan keadaan itulah
yang terjadi di Commuter Line terutama ketika pagi dan sore hari. Selain itu Sarwono
Hal tersebut dibuktikan dengan berita yang dilaporkan oleh berbagai media
naik kereta seringkali tidak menghiraukan teriakan pengguna yang akan turun
manusia yang berdiri padat didepan pintu kereta jika tak ingin terbawa kembali ke
stasiun lain. Hal ini dibuktikan dengan laporannya mengenai pengguna yang
terdorong balik ke dalam kereta oleh para pengguna yang akan naik, serta pengguna
Pada peristiwa lain, seorang pengguna yang menaiki gerbong khusus wanita
mengaku pernah didorong saat hendak duduk sehingga pendorongnya lah yang pada
1
2
akhirnya mendapatkan tempat duduk. Selain itu, seorang wanita yang tengah
mengandung lima bulan juga mengungkapkan bahwa ia seringkali tidak diberi tempat
duduk oleh sesama wanita. Padahal, di dalam kereta terdapat peraturan yang
seperti ibu hamil, ibu membawa balita, lansia, dan orang dengan disabilitas. Seakan-
dengan pengguna lainnya ketika ingin duduk, dan juga tidak jarang pengguna
meminta tempat duduk dengan nada bicara yang tinggi sehingga memicu kekesalan
pengguna lain. Tidak hanya itu, diketahui dari laporan Nailufar (2017) pada April
2017 terdapat video amatir yang viral di media sosial yang membuktikan “ganas”nya
pengguna Commuter Line. Video tersebut merekam aksi dua orang pengguna yang
menjambak rambut satu sama lain di mana perkelahian itu merupakan buntut dari
Bahkan, aksi saling dorong yang selalu terjadi di Commuter Line sampai
pintu kereta saat hendak turun. Mateta selaku Humas PT KAI saat itu mengatakan
bahwa korban mengalami luka pada bagian kepala dan tidak dapat diselamatkan
agresif ini sudah menjadi masalah yang menyebabkan terenggutnya nyawa seseorang.
orang lain, baik secara fisik maupun psikologis untuk mengekspresikan perasaan
negatif sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan (Buss & Perry, 1992). Pada
dasarnya perilaku agresif merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh setiap orang,
hanya kadarnya saja yang berbeda-beda (Aziz & Mangestuti, 2006). Menurut
dimaksudkan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental. Ia juga
mengungkapkan bahwa tindak kekerasan atau perilaku agresif ini dapat terjadi di
ditimbulkan karena beberapa emosi. Hal ini dapat dipahami ketika seseorang
sebuah peritiwa yang mereka dialami. Emosi tersebut akan mengekspresikan makna
mediator antara peristiwa yang tidak menyenangkan dan agresi. Maka dari itu,
dimana pengaruh negatif dapat meningkatkan agresi. Teori dari Berkowitz ini
4
agresivitas. Dari sudut pandangnya, perasaan buruk apa pun yang dirasakan individu
dengan pengolahan emosi yang baik tidak akan menghasilkan seseorang sukses
dalam hidupnya dan pengelolaan emosi juga berperan penting dalam dan
pengambilan keputusan untuk bertindak. Sehingga, Aziz (2006) meyakini bahwa jika
tindakan yang dilakukan oleh seseorang bergantung pada kecerdasan yang mereka
miliki.
Penelitian dari Ciarrochi et al. (dalam Das &Tripathy, 2015) dan Kaya et al.
emosi dan agresivitas. Hal ini semakin memperkuat gagasan yang telah dikemukakan
di atas serta dapat peneliti jadikan sebagai acuan. Namun, subjek pada penelitian
sebelumnya berbeda dengan subjek pada penelitian ini. Maka dari itu peneliti juga
ingin melihat apakah ada perbedaan pada pengaruh yang akan dihasilkan.
Tidak hanya kecerdasan emosi, peneliti juga mengambil usia sebagai variabel
pengamatan sederhana, dan dari hasil pengamatan ini peneliti melihat anak muda
cenderung bersikap acuh saat ada orang tua atau pengguna prioritas yang
5
membuktikan bahwa benar terdapat perbedaan agresivitas dilihat dari sudut pandang
usia. Ia mengatakan bahwa remaja sedang berada pada fase proses membentuk
identitas pribadi, sehingga identitas pribadi mereka belum matang. Maka dari itu,
remaja cenderung belum bisa menahan ekspresi dari perasaan negatif mereka yang
Berbeda dengan remaja, orang dewasa sadar sepenuhnya akan status sosial
mereka, serta paham akan moral dan aturan di masyarakat yang membuat mereka
dapat menahan agresi. Orang dewasa juga paham akan efek yang dapat ditimbulkan
akibat perilaku mereka. Maka dari itu, peneliti ingin melihat lebih dalam apakah
penelitian ini dapat menguatkan hasil pengamatan peneliti dan apakah bisa
pada agresivitas dilihat dari jenis kelamin. Bhateri dan Singh (2015) dalam
tinggi daripada perempuan. Namun dilihat dari fenomena yang ada, berbeda dengan
gerbong umum, gerbong khusus wanita seringkali disebut sebagai gerbong yang
“ganas”. Wanita pada gerbong tersebut tidak segan untuk saling sikut dan adu mulut
Hasil penelitian lain dari Archer (2004) bahkan membuktikan hal yang
berbeda dari keduanya. Archer menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang paling
besar pada dimensi agresi fisik, agresi verbal, dan agresi tidak langsung dalam jenis
kelamin. Laki-laki dikatakan memegang persentase lebih besar pada dimensi agresi
fisik dan agresi verbal, dan keduanya dilakukan secara langsung (ada kontak dengan
korban). Sementara perempuan memegang persentase lebih besar pada dimensi agresi
tidak langsung (tidak ada kontak dengan korban). Maka dari itu peneliti merasa perlu
mengkaji lebih dalam lagi mengenai hal ini sehingga dapat menemukan jawaban atas
perbedaan di atas.
pengguna kereta Commuter Line penting untuk dilakukan. Tujuannya agar individu
individu tersebut dapat mengantisipasinya di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
karya tulis ini berjudul Pengaruh Kecerdasan emosi dan Faktor Demografis terhadap
Agar pemaparan variabel yang diteliti tidak meluas batasan permasalahan dalam
penelitian ini akan dibatasi, yaitu hanya meliputi pengaruh kecerdasan emosi dan
1. Agresivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku yang berniat
untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis untuk
2. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada kemampuan
untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Terdiri
dari lima dimensi yaitu memahami emosi, mengontrol emosi, motivasi diri,
pada:
mempengaruhi agresivitas?
2. Apakah memahami emosi diri dari variabel kecerdasan emosi secara signifikan
mempengaruhi agresivitas?
mempengaruhi agresivitas?
mempengaruhi agresivitas?
5. Apakah mengenali emosi orang lain dari variabel kecerdasan emosi secara
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel kecerdasan emosi
dan faktor demografis terhadap agresivitas pengguna kereta Commuter Line, serta
1. Manfaat Teoritis
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta gambaran tentang faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas, khususnya masyarakat yang setiap hari
LANDASAN TEORI
2.1 Agresivitas
yang bertujuan menyakiti orang lain, atau adanya perasaan ingin menyakiti orang
lain yang ada dalam diri seseorang. Scheneiders (dalam Susantyo, 2011) juga
menyatakan bahwa perilaku agresif adalah luapan emosi atas reaksi terhadap
kegagalan individu yang ditunjukkan dalam bentuk perusakan terhadap orang atau
didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, melalui
singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain
atau merusak milik orang lain. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya
adalah perilaku agresif dari seorang individu atau kelompok (Susantyo, 2011).
Baron (2005) mengatakan agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada
tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan tersebut.
yang berniat untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis
9
10
untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun mental. Perilaku dikategorikan
sebagai agresivitas apabila bertujuan untuk melukai orang lain dan berusaha untuk
serangan fisik secara membabi-buta terhadap obyek, benda hidup maupun benda
mati yang membangkitkan emosi itu (Bailey, 1989). Menurut Bjorkqvist (dalam
kecenderungan perilaku yang berniat untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik
Dilihat dari bentuk perilaku yang ditampilkan, Buss dan Perry (1992)
1. Physical Aggression
Agresi yang dilakukan untuk melukai dan menyakiti seseorang secara fisik,
2. Verbal Aggression
Agresi yang dilakukan dalam bentuk ucapan yang dapat menyakiti atau melukai
3. Anger
Perasaan tidak senang yang dirasakan oleh seseorang akibat dari reaksi fisik
ataupun cedera fisik yang dialami orang tersebut. Misalnya dapat terlihat dari
ekspresi wajah marah, tidak membalas sapaan, sulit menahan amarah dan
sebagainya.
4. Hostility
Sikap dan perasaan negatif terhadap orang lain yang muncul karena penilaian
negatif dari diri sendiri sebagai hasil dari proses kognitif. Misalnya iri, memfitnah,
dan sebagainya.
1. Instrumental aggression
Dilakukan hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain selain penderitaan
korbannya, dan pada umumnya tidak disertai emosi. Myers (dalam Sarwono,
2002) mengatakan bahwa agresi ini mencakup perkelahian untuk membela diri,
2. Hostile aggression
kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis
12
pertama ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri, yaitu menimbulkan cedera atau
dimensi yang diungkapkan oleh Buss dan Perry (1992), yaitu physical aggression,
1. Kecerdasan emosi
Penelitian dari Kaya (2017) dan Ciarrochi (dalam Das &Tripathy, 2015)
2. Gen
3. Jenis kelamin
Bhateri dan Singh (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa laki-laki lebih
perbedaan yang paling besar pada aspek agresi fisik, agresi verbal, dan agresi
lebih besar daripada perempuan pada aspek agresi fisik dan agresi verbal , dan
perempuan memegang persentase lebih besar daripada laki-laki pada aspek agresi
4. Kepribadian
dirinya ditantang oleh orang lain akan merasa tersinggung atau marah di mana hal
5. Provokasi
Provokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif
untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu. Bentuk provokasi
6. Frustrasi
Frustrasi terjadi apabila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai
akibat dari frustrasi itu mungkin timbul perasaan jengkel atau perasaan negatif
lainnya yang dapat disalurkan ke dalam bentuk perilaku agresif (DeLisi & Beaver,
2011).
7. Penderitaan
Kondisi yang dapat membuat individu merasa menderita antara lain dapat berupa
suhu udara yang panas, suara nyaring, bau tak sedap, dan lain-lain. Hal-hal
tersebut dapat memicu perilaku agresif yang diawali dengan pemikiran agresif
14
yang muncul sebagai akibat dari emosi negatif yang disebabkan oleh penderitaan
Hadirnya hal-hal yang dapat memicu perilaku agresif seperti kehadiran senjata
dalam situasi tertentu dan kekerasan dalam media seperti tayangan televisi, film,
9. Obat-obatan
10. Usia
segi usia. Remaja cenderung memiliki agresivitas yang lebih besar daripada orang
dewasa, karena identitas pribadinya yang belum matang, dan mereka merasa
1. Aggression Questionnaire dari Buss dan Perry (1992). Alat ukur ini terdiri dari
aggression, anger, dan hostility. Alat ukur ini memiliki nilai reliabilitas
setiap dimensi: aggression, 0.85; verbal aggression, 0.72; anger, 0.83; dan
yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, sangat tidak sesuai.
dikembangkan oleh Bryant dan Smith (2001) dan modifikasi oleh Diamond et
al. (2005), serta merupakan versi pendek dari Aggression Questionnare yang
disusun oleh Buss dan Perry (1992). Alat ukur ini memiliki 12 item yang
diambil dari 29 item, dan tetap meliputi dimensi agresi fisik, agresi verbal,
kemarahan, dan permusuhan. Reliabilitas alat ukur ini berkisar antara 0,62
sampai 0,77.
disusun oleh Buss dan Perry (1992). Alat ukur ini memiliki 12 item, meliputi
oleh Matlock dan Aman (2011). Alat ukut ini memiliki 58 item, dengan
aggression, dan bullying. Alat ukur ini juga memiliki reliabilitas yang tinggi.
Questionnaire (BAQ), karena alat ukur dikembangkan berdasarkan teori Buss dan
Perry (1992) sehingga dimensi-dimensi yang terdapat pada alat ukur sesuai
dengan dimensi-dimensi yang peneliti gunakan. Alat ukur ini juga memiliki
individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan
secara mendalam, serta dibarengi dengan perasaan yang kuat atau disertai keadaan
afektif. Emosi juga dapat dirumuskan sebagai satu keadaan yang terangsang dari
merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan
kemampuan untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan emosi orang
lain. Gardner (dalam Jorfi et al., 2014) menyatakan bahwa kecerdasan pribadi
memahami orang lain seperti apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka
lain, Gardner mencatat bahwa inti dari kecerdasan antarpribadi itu mencakup
orang lain.
untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan emosi orang lain.
18
yang merupakan kunci untuk melihat diri secara psikologis lebih dalam.
Kemampuan ini meliputi mengenali perasaan sesuai dengan apa yang terjadi,
mampu memantau perasaan dari waktu ke waktu, merasa selaras terhadap apa
mengatasi tekanan dan emosi negatif dengan baik, dan emosi negatif itu
3. Motivasi diri
emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau juga sebaliknya yaitu
membantu mereka untuk menyesuaikan diri terhadap apa yang diinginkan orang
lain.
5. Membina hubungan
Kemampuan ini mengarah pada bagaimana mengelola emosi orang lain dan
berinteraksi secara baik dengan orang lain. Selain itu, keterampilan ini mengarah
kesuksesan interpersonal.
Selain itu, Mayer et al. (2011) juga membagi kecerdasan emosi ke dalam empat
dimensi, yaitu:
Kemampuan memberi label pada emosi, mengenali perasaan orang lain, dan
4. Regulasi emosi
20
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan.
Peter Salovey, Jack Mayer, dan David Caruso. Alat ukur ini meliputi empat
emosi). Terdiri dari 141 item dengan reliabilitas alat ukur ini adalah antara
Nicola Schutte (1998) berdasarkan teori Salovey dan Mayer (1990). Alat ukur
orang lain). Terdiri dari 33 item, dengan realibilitas 0,90 (Jonker & Vosloo,
2008).
Wong dan Law (2002) mengadopsi alat ukur dari Salovey dan Mayer (1990).
Alat ukur ini terdiri dari 16 item, meliputi dimensi self-emotion appraisal
(penilaian emosi diri), others’ emotion appraisal (penilaian emosi orang lain),
berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Goleman (2000). Alat ukur ini pada
awalnya terdiri dari 40 item, namun setelah dua kali direvisi 22 item terpilih.
diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan
(keterampilan sosial). Reliabilitas alat ukur ini berkisar antara 0,58 sampai
0,95.
Dalam penelitian ini, peneliti memodifikasi alat ukur Emotional Quotient Index
(EQI) yang dikembangkan oleh Rahim et al. (2002), karena alat ukur ini
yang peneliti gunakan. Alat ukur ini juga memiliki validitas dan reliabilitas yang
baik.
2.3.1 Usia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Khan (2006) usia terbukti memiliki pengaruh
tingkat agresivitas yang dimiliki oleh setiap individu yang berbeda usia. Remaja
cenderung memiliki agresivitas yang lebih besar daripada orang dewasa, karena
merupakan bagian dari kepribadian mereka. Sementara orang dewasa yang sudah
matang identitas pribadi serta status sosialnya di masyarakat cenderung lebih bisa
menahan agresinya.
perbedaan usia yang signifikan dalam hal kemarahan yang dialami di rumah,
namun memiliki skor yang tinggi di tempat kerja khususnya wanita di usia 40-an.
Selain itu, skor mereka hampir dua kali lebih tinggi dari skor pria di usia 40-an.
Kemudian, wanitadi usia 20-an dan 30-an juga dikatakan cenderung lebih
an.
Bhateri dan Singh (2015) dalam penelitiannya menegaskan fakta bahwa laki-laki
dengan mereka, hasil penelitian lain dari Archer (2004) bahkan membuktikan hal
pada dimensi agresi fisik, agresi verbal, dan agresi tidak langsung dalam jenis
agresi fisik dan agresi verbal, dan keduanya dilakukan secara langsung (ada
pada dimensi agresi tidak langsung (tidak ada kontak dengan korban).
juga mendapatkan hasil yang sama dengan hasil penelitian Archer (2004).
perempuan yang lebih tua menggunakan lebih sering menggunakan agresi tidak
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji apakah agresivitas dapat dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi dan faktor demografis. Kecerdasan emosi terdiri dari
motivasi diri, paham pada perasaan orang lain atau berempati, serta menjaga
individu mulai tumbuh, mereka akan memahami dengan lebih baik mengapa
24
mereka merasakan apa yang mereka rasakan, dan mengapa mereka melakukan apa
yang mereka lakukan (Sherdianti, 2014). Seseorang yang dapat mengenali serta
memahami emosinya dengan baik akan menunjukkan perilaku yang baik pula,
merasa seperti ini karena memang seperti inilah keadaan yang harus dihadapi jika
mengelola emosi negatif dan tetap bersikap efektif, bahkan dalam situasi yang
penuh tekanan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa rendahnya kemampuan
untuk mengontrol diri serta emosinya dapat menyebabkan emosi negatif lepas
kendali. Sama halnya dengan pengguna kereta ketika merasa tertekan, lelah, kesal
dengan lingkungan kereta yang tidak nyaman dan penumpang yang tidak tertib,
jika mereka dapat mengontrol emosinya dengan baik akan dapat mengalihkan
sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal tertentu
untuk mencapai suatu tujuan. Namun, dijelaskan juga oleh Goleman (2016)
kemampuan dalam motivasi diri ini juga berguna untuk menunda kepuasan dan
dapat dilakukan ketika seseorang ingin mempertahankan dirinya dari sesuatu atau
untuk melindungi dirinya. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang pengguna
bersikap acuh saat ada orang lain yang juga menginginkan atau membutuhkan
tempat duduk.
Namun orang dengan kemampuan motivasi diri yang baik juga dapat
sampai di tempat tujuan lebih awal namun kondisi kereta sangat padat, orang
tersebut dapat menunggu kereta selanjutnya agar pengguna ada di dalam kereta
tidak semakin terdesak. Dengan begitu, tindakan agresif yang bisa terjadi kepada
dirinya atau bisa saja ia lakukan jika berada dalam kereta terhindarkan.
lain juga merupakan syarat dalam cerdasnya emosi seseorang. Mengenali serta
membayangkan emosi orang lain dapat memunculkan rasa empati terhadap orang
lain (Batson & Hoffman dalam Stanger, 2015). Ketika seseorang mampu
tidak akan terlibat dalam perilaku agresif yang dapat menimbulkan kesusahan
kepada pengguna lain dan akan saling membantu. Misalnya, ketika ada orang
sepuh atau wanita hamil yang membutuhkan tempat duduk orang yang empati
26
Hal sederhana seperti peduli kepada orang lain dapat menjadi salah satu
akar dari terjalinnya hubungan pertemanan yang baik. Membina suatu hubungan
berinteraksi secara baik dengan orang lain. Seorang yang pandai bersosialisasi
akan menimbulkan kenyamanan sosial pada orang sekitar. Seorang yang pandai
dalam berinteraksi dengan orang lain menunjukkan bahwa orang tersebut dapat
Hal itu dapat dianalogikan seperti ini: dua orang pengguna pada akhirnya
berteman karena sering berjumpa di kereta, ini menandakan bahwa sudah terjalin
hubungan yang baik diantara mereka. Dari pertemanan tersebut mereka dapat
keduanya tidak berteman. Dengan hubungan yang baik tentunya rasa kepedulian
pengendalian diri, karena tanpa kecerdasan emosi yang baik seseorang akan sulit
tindakan yang menyakitkan ketika ia bisa memahami perasaan orang lain yang
ada disekitarnya. Bahkan ketika seseorang dapat mengontrol emosi diri sendiri
pun tanpa disadari akan membuat mereka terhindar dari perilaku negatif. Selain
itu, dengan menanamkan empati dari dalam diri juga akan membuat seseorang
27
lebih peka dan peduli terhadap orang lain, sehingga pikiran-pikiran negatif yang
Selain kecerdasan emosi, terdapat faktor demografis usia yang juga dapat
tidak ada perbedaan yang signifikan antara agresivitas edua jenis kelamin.
Berbeda dengan situasi pada gerbong umum, gerbong khusus wanita lebih
“mengerikan” di mata para pengguna. Maka dari itu, peneliti ingin melihat apakah
hasil penelitian ini akan mendukung salah satu dari tiga pernyataan tersebut.
28
1. Hipotesis Mayor
emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang
2. Hipotesis Minor
H4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengenali emosi orang lain pada
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna aktif kereta Commuter Line. Rata-
pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah terbanyak yang dilayani dalam
populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Adapun
cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling, di mana
pengumpulan data.
kepada pengguna kereta Commuter Line yang dimulai pada tanggal 30 Juni 2018
yaitu offline (lembar kuesioner disebar langsung) dan online (melalui google
form). Peneliti menyebar sebanyak 180 kuesioner secara offline dengan bantuan
kereta Commuter Line yang mereka kenal seperti teman di kantor, sekolah, dan
30
31
lain-lain. Dari 180 kuesioner yang disebar terdapat 50 kuesioner yang tidak
kembali, sehingga total jumlah kuesioner yang didapat secara offline adalah 130.
melalui tiga platform yaitu Whats App, Line, dan Instagram. Peneliti mulai
tanggal 19 Juli 2018 dan menutup link pada tanggal 31 Juli 2018. Jumlah total
responden yang didapat dari kurun waktu tersebut adalah 132. Maka dari itu, total
keseluruhan responden yang peneliti dapat dari pengambilan data secara offline
pengguna aktif kereta Commuter Line. Dan, variabel bebas (independent variable)
dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi dan faktor demografis. Adapun
1. Agresivitas
maupun verbal untuk menyakiti orang lain atau benda, sebagai bentuk
2. Kecerdasan Emosi
kemampuan pengenalan serta pengelolaan emosi diri sendiri dan juga orang lain,
serta kemampuan untuk merubah emosi negatif menjadi positif. Kecerdasan ini
memiliki dimensi memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri,
3. Faktor Demografis
1) Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Kategori usia dalam penelitian ini
mengacu pada teori Hurlock (2001) yaitu di bawah 21 tahun, 21 sampai 40 tahun,
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan
berupa kuisioner, yang menggunakan alat ukur berrmodel Skala Likert yang sudah
baku dan diadaptasi oleh peneliti ke dalam bahasa Indonesia. Skala ini memiliki
33
empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
Penyusunan item pada skala ini dibuat dalam empat alternatif jawaban
diminta untuk memilih satu dari empat pilihan jawaban, dan masing-masing
yang dirasakan oleh subjek. Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Penilaian Item Favorable dan Unfavorable
Pilihan Favorable Unfavorable
SS (Sangat Sesuai) 4 1
S (Sesuai) 3 2
TS (Tidak Sesuai) 2 3
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
Instrumen penelitian yang diberikan pada pengguna kereta Commuter Line adalah
sebagai berikut:
1. Isian biodata subjek penelitian, terdiri dari pertanyaan mengenai nama atau
yang dikembangkan oleh Webster et al. (2015) yang juga merupakan versi singkat
dari skala agresivitas yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992). Skala ini
terdiri dari 12 item dan meliputi lima dimensi, yaitu physical aggression, verbal
34
skala ini ke dalam bahasa Indonesia dan melakukan modifikasi pada beberapa
Tabel 3.2
Index) yang disusun oleh Rahim et al. (2002). Alat ukur ini dikembangkan oleh
Rahim et al. (2002) berdasarkan teori kecerdasan emosi dari Goleman (2016).
Skala ini meliputi lima dimensi yang akan diteliti yaitu memahami emosi diri,
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan. Skala ini terdiri dari 22 item dan telah peneliti adaptasi ke dalam
bahasa Indonesia.
35
Tabel 3.3
Jumlah 22 22
validitas instrumen dengan 34 item dari 2 skala, yaitu agresivitas dan kecerdasan
emosi. Teknik CFA ini memiliki beberapa prosedur menurut Umar (dalam
1. Menyusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang hendak
diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan item (stimulus)
sebagai indikatornya.
2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah valid
bahwa hanya ada satu faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefinisikan
(model unidimensional).
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya
tersebut terdiri dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan pengukuran
(residual)
37
antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item berdasarkan
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H 0 ) tidak ditolak. Artinya, teori
yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan dalam mengukur apa yang
hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan
maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diiukur,
bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya. Melihat signifikan atau
tidaknya item tersebut mengukur satu faktor dengan melihat nilai t bagi
koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah jika t>1,96 maka item
8. Selanjutnya, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab, hal ini tidak sesuai
yang berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Karena, item tersebut, selain
mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal lain. adapun, pengujian
38
benar hanya mengukur agresivitas saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square=244.91
RMSEA=0.056.
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu digugurkan atau
tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.5
39
terlihat bahwa terdapat 11 item yang bermuatan positif dan signifikan, sementara
1 item lainnya memiliki nilai t<1,96 dan tidak signifikan sehingga item tersebut
harus digugurkan.
Pada variabel memahami emosi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
RMSEA=0.000.
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.5
terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur memahami emosi, semua item
Pada variabel mengontrol emosi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
RMSEA=0.058.
40
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.6
terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur mengontrol emosi diri, semua item
Pada variabel motivasi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
41
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.7
terlihat bahwa dari 5 item yang mengukur motivasi diri, semua item signifikan
Pada variabel mengenali emosi orang lain yang dilakukan dengan model fit, satu
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.8
terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur mengenali emosi orang lain, semua
Pada variabel membina hubungan yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
RMSEA=0.000.
Selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu didrop atau tidak.
Pengujiannya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika nilai
t>1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.8
terlihat bahwa dari 4 item yang mengukur membina hubungan, semua item
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
pengaruh lebih dari satu variabel bebas (IV) dalam penelitian ini yaitu kepribadian
kecerdasan emosi dan faktor demografis terhadap variabel terikat (DV) yaitu
Factor Analysis), akan didapatkan data variabel berupa true score di mana
selanjutnya data tersebut akan dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi
berganda. Karena penelitian ini akan diuji hipotesis dengan menggunakan analisis
43
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada kemudian diubah menjadi hipotesis
nihil. Hipotesis ilmiah inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya.
lebih dari satu variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian
ini terdapat tujuh independent variable (variabel bebas) dan satu dependent
Y = a + b 1 X1 + b2 X2 + b 3 X3 + b4 X4 + b 5X5 + b6 X6 + b 7 X7 + e
Keterangan :
a = intercept (konstan)
X1 = memahami emosi
X3 = motivasi diri
X5 = membina hubungan
X6 = usia
X7 = jenis kelamin
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien
secara keseluruhan.
44
𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑅2 =
𝑆𝑆𝑦
Di mana:
sampel. Apabila nilai F itu signifikan (p<0,05), maka berarti seluruh independent
dependent variable.
melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t>1,96 maka
𝑏𝑖
𝑡=
𝑆𝑏1
45
Di mana b i adalah koefisien regresi untuk IV (i) dan S bi adalah standar deviasi
sampling dari b i.
itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
Disini, 𝑅𝑇2 adalah nilai R2 yang dihasilkan setelah independent variable baru
ditambahkan ke dalam persamaan, dan 𝑅𝑆2 adalah nilai R2 yang diperoleh sebelum
independent variable pada 𝑅𝑇2 dan S adalah banyak independent variable pada 𝑅𝑆2 .
untuk pertambahan beberapa IV. Jika nilai F yang dihasilkan signifikan berarti
proporsi varian yang dapat dijelaskan dan merupakan sumbangan dari IV yang
Maka dari itu rumus ini bisa diuji signifikan tidaknya pertambahan
analisis data multiple regression seperti yang telah dijelaskan di atas akan
HASIL PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah 210 pengguna kereta Commuter Line di
Tabel 4.1
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam
diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini memiliki jenis
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
47
48
hubungan menjadi dua skor, yaitu rendah dan tinggi. Berikut analisis deskriptif
yang peneliti lakukan yang disajikan dalam tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2
Dari tabel 4.2 dapat diketahui deskriptif statistik pada setiap variabel. Kolom N
menjelaskan bahwa sampel pada setiap variabel berjumlah 210. Kolom minimum
dan maksimum menjelaskan nilai minimum dan minimum pada setiap variabel.
Dilihat bahwa pertama, variabel agresivitas memiliki nilai minimum 30.72 dan
nilai maksimum 83.19. Kedua, variabel memahami emosi diri memiliki nilai
minimum 14.76 dan nilai maksimum 71.38. Ketiga, variabel mengontrol emosi
diri memiliki nilai minimum 25.90 dan nilai maksimum 72.23. Keempat, variabel
motivasi diri memiliki nilai minimum 20.83 dan nilai maksimum 70.19. Kelima,
variabel mengenal emosi orang lain memiliki nilai minimum 26.66 dan nilai
Dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi, maka dapat ditetapkan
norma kategorisasi variabel penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Kategori Rumus
Rendah X < (M – 1SD)
Sedang (M – 1SD) < X ≤ (M + 1SD)
Tinggi X > (M – 1SD)
Tabel 4.4
Frekuensi
Variabel
Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%)
Agresivitas 30 (14.3) 153 (72.9) 26 (12.4)
Memahami emosi diri 17 (8.1) 166 (79) 27 (12.9)
Mengontrol emosi diri 15 (7.1) 169 (80.5) 26 (12.4)
Motivasi diri 11 (5.2) 173 (82.4) 26 (12.4)
Mengenali emosi orang lain 16 (7.6) 172 (81.9) 22 (10.5)
Membina hubungan 7 (3.3) 176 (83.8) 27 (12.9)
berada pada tingkat sedang (72.9%). Namun, pengguna kereta dengan tingkat
50
166 orang (79%), dan responden dengan tingkat memahami emosi diri tinggi
memahami emosi diri pengguna kereta berada pada tingkat sedang (79%).
Namun, pengguna kereta dengan tingkat memahami emosi diri yang tinggi
169 orang (80.5%), dan responden dengan tingkat mengontrol emosi diri
mayoritas mengontrol emosi diri pengguna kereta berada pada tingkat sedang
responden dengan tingkat motivasi diri sedang berjumlah 173 orang (82.4%),
kereta dengan tingkat motivasi diri rendah (12.4%) lebih dominan daripada
orang (7.6%), responden dengan tingkat mengenali emosi orang lain sedang
berada pada tingkat sedang (81.9%). Namun, pengguna kereta dengan tingkat
mengenali emosi orang lain tinggi (10.5%) lebih dominan daripada pengguna
rendah (3.3%).
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, teknik analisis regresi dilakukan regresi
dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu pertama
52
melihat R Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable
independent variable. Selanjutnya untuk tabel R Square, dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.5
R square
Model Summary
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Sig F. Change
Estimate
a
1 .271 .074 .041 8.86103 .029
a. Predictors: (Constant), JK, Memahami emosi diri, Usia, Mengontrol emosi diri, Motivasi diri,
Mengenali emosi orang lain, Membina hubungan
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R-Square sebesar 7,4%. Artinya
(memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan) dan faktor demografi (usia dan jenis kelamin)
adalah sebesar 7,4% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
terhadap agresivitas. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
ANOVAa
Sum of Mean
Model Df F Sig.
Squares Square
Regression 1258.628 7 179.804 2.290 .029
1 Residual 15860.600 202 78.518
Total 17119.227 209
a. Predictors: (Constant), JK, Memahami emosi diri, Usia, Mengontrol emosi diri, Motivasi diri, Mengenali
emosi orang lain, Membina hubungan
b. Dependent variable: Agresivitas
53
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Sig. adalah
sebesar 0.029, dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig<0.05, maka hipotesis
nol yang menyatakan tidak ada pengaruh kecerdasan emosi dan faktor demografis
motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan) dan faktor
variable. Jika nilai Sig <0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan, yang
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized T Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 61.852 5.793 10.676 .000
Memahami emosi diri -.176 .101 -.168 -1.744 .083
Mengontrol emosi diri -.238 .089 -.221 -2.664 .008*
Motivasi diri .125 .095 .114 1.315 .190
1 Mengenali emosi orang .077 .093 .076 .832 .406
lain
Membina hubungan .073 .113 .064 .648 .517
Usia -2.600 1.562 -.117 -1.665 .097
JK .572 1.417 .029 .404 .687
(*signifikan)
diri) + 0.077 kecerdasan emosi (mengenali emosi orang lain) + 0.073 kecerdasan
semua variabel (memahami emosi diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri,
mengenali emosi orang lain, membina hubungan, usia, dan jenis kelamin) hanya
signifikan. Hal ini menyatakan bahwa dari tujuh independent variable hanya satu
sebagai berikut:
1. Nilai koefisien regresi pada variabel memahami emosi diri sebesar -0.176
dengan nilai signifikansi sebesar 0.083, dalam hal ini nilai probability > 0.05,
dengan demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa
agresivitas.
2. Nilai koefisien regresi pada variabel mengontrol emosi diri sebesar -0.238
dengan nilai signifikansi sebesar 0.008, dalam hal ini nilai probability < 0.05,
dengan demikian hipotesisi nihil ditolak. Hal ini mengandung berarti bahwa
3. Nilai koefisien regresi pada variabel motivasi diri sebesar 0.125 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.190, dalam hal ini nilai probability > 0.05, dengan
55
demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi
4. Nilai koefisien regresi pada variabel mengenali emosi orang lain sebesar
0.077 dengan nilai signifikansi sebesar 0.406, dalam hal ini nilai probability >
0.05, dengan demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti
bahwa mengenali emosi orang lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap agresivitas.
dengan nilai signifikansi sebesar 0.517, dalam hal ini nilai probability > 0.05,
dengan demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa
agresivitas.
6. Nilai koefisien regresi pada variabel usia sebesar -2.600 dengan nilai
probability sebesar 0.097, dalam hal ini nilai probability > 0.05, dengan
demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa tidak ada
perbedaan dalam hal tinggi dan rendahnya agresivitas antara usia < 21 tahun,
7. Nilai koefisien regresi pada variabel jenis kelamin sebesar 0.572 dengan nilai
probability sebesar 0.687, dalam hal ini nilai probability > 0.05, dengan
demikian hipotesis nihil diterima. Hal ini mengandung arti bahwa tidak ada
perbedaan dalam hal tinggi dan rendahnya agresivitas antara jenis kelamin
regresi satu persatu. Langkah ini dilakukan untuk melihat besarnya R-Square
Adapun besar R-Square Change untuk masing-masing variabel bebas pada tabel
Tabel 4.8
Proporsi Varians pada Setiap Independent Variable
Model Summary
Change Statistics
R Square Sig. F
Model R R Square Change F Change df1 df2 Change
1 .127a .016 .016 3.401 1 208 .067
2 .193b .037 .021 4.564 1 207 .034
3 .230c .053 .015 3.344 1 206 .069
4 .240d .058 .005 1.095 1 205 .297
5 .247e .061 .003 .670 1 204 .414
6 .261f .073 .012 2.620 1 203 .107
7 .262g .074 .001 .163 1 202 .687
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh yang signifkan dari kecerdasan emosi (memahami emosi
diri, mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan) dan faktor demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap agresivitas
pengguna kereta Commuter Line. Berdasarkan hasil uji F dapat diketahui bahwa
hipotesis nihil yang menyatakan “tidak ada pengaruh yang signifikan variabel
terdapat pengaruh yang signifikan pada kecerdasan emosi (memahami emosi diri,
mengontrol emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan) dan faktor demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap agresivitas.
5.2 Diskusi
Fokus pada penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
kereta Commuter Line dalam mengontrol emosi dirinya maka semakin rendah
maka individu tersebut cenderung akan menghindari berperilaku negatif yang dapat
58
59
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kaya et al. (2017) dan Masum &
Khan (2014) yang membuktikan bahwa dimensi mengontrol emosi diri dalam
yang artinya individu dengan kemampuan mengontrol emosi diri yang baik memiliki
agresivitas yang rendah. Penelitian dari Masoumeh et al. (2014) juga membuktikan
bahwa dari lima dimensi kecerdasan emosi, mengontrol emosi diri merupakan salah
satu dimensi yang secara signifikan mempengaruhi agresivitas. Selain itu, hasil ini
juga membuktikan pernyataan dari Goleman (2016) bahwa individu yang dapat
mengontrol emosi dirinya dengan baik dapat menangani rasa frustrasinya. Karena
individu yang sulit menangani rasa frustrasinya dengan baik cenderung akan
Di dalam penelitian ini pun terdapat beberapa variabel yang tidak terbukti
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Variabel tersebut antara lain
memahami emosi diri, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina
hubungan, usia, dan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan, dari lima dimensi
kecerdasan emosi, hanya dimensi mengontrol emosi diri yang secara signifkan
memiliki pengaruh yang signifikan. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Kaya et
al. (2017) dan Masoumeh et al. (2014), meskipun keseluruhan variabel kecerdasan
60
emosi secara signifikan berpengaruh terhadap agresivitas secara spesifik tidak semua
dirasakan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kaya et al. (2017) yang
membuktikan adanya pengaruh yang signifkan antara dimensi ini dengan agresivitas.
Hal ini mungkin dapat disebabkan karena memahami emosi diri saja tidak cukup
Variabel kedua yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan adalah motivasi
diri, hasil ini sejalan dengan penelitian dari Masum & Khan (2014). Hal ini dapat
namun oleh kemampuan lain.Selain itu, pengaruh yang disumbangkan oleh dimensi
ini positif, yang artinya semakin tinggi kemampuan motivasi diri individu semakin
tinggi pula agresivitas yang dimilikinya. Hal ini mungkin dapat dikarenakan motivasi
yang ada pada diri pengguna adalah keinginan untuk sampai di tempat tujuan tepat
waktu sehingga pengguna akan melakukan segala cara agar bisa memenuhinya,
mengenali emosi orang lain. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kaya et al. (2017) yang membuktikan bahwa kemampuan mengenali emosi orang
lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Hal ini dapat
61
agresivitas adalah membina hubungan. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
dari Kaya et al. (2017). Hal ini mungkin dapat dikarenakan mayoritas pengguna tidak
mengenal satu sama lain sehingga dimensi ini tidak bisa menyumbang pengaruh
agresivitas adalah usia. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Khan (2006)
agresivitas, dimana individu pada usia muda memiliki agresivitas yang lebih tinggi
daripada individu usia dewasa. Penyebab dari hasil ini dapat dikarenakan jumlah
yang merata.
Variabel terakhir pada penelitian ini yang tidak memberi pengaruh yang
signifikan adalah jenis kelamin. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Archer (2004) yang menyatakan tidak ada perbedaan pada tingkat
agresivitas yang dimiliki laki-laki maupun perempuan. Secara garis besar, hasil
1. Jumlah responden tidak merata dilihat dari jenis kelamin dan usia, sehingga hasil
yang didapat mungkin tidak menggambarkan dengan maksimal apa yang terjadi di
lapangan.
2. Item-item pada skala variabel kecerdasan emosi bersifat umum atau tidak
Selain itu, terdapat beberapa hal yang mungkin dapat menjadi penyebab kecilnya
diantaranya:
2. Agresivitas bersifat situasional yang artinya responden bersikap agresif hanya saat
sumbangan yang diperoleh. Maka dari itu, alangkah baiknya jika pada penelitian
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu saran teoritis dan
saran praktis. Penulis memberikan saran secara teoritis dengan harapan dapat
63
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran teoritis yang dapat diajukan
1. Pada penelitian ini, salah satu dimensi dari kecerdasan emosi yaitu mengontrol
meratakan sampel penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin agar lebih
merepresentasikan populasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran praktis yang dapat diajukan kepada pihak-
salah satu domain kecerdasan emosi yaitu mengelola emosi diri. Fakta tersebut
sejalan dengan penelitian Kaya (2013) yang meneliti pengaruh kecerdasan emosi
64
terhadap agresivitas dimana dimensi mengelola emosi diri merupakan salah satu
Maka, dapat dikatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi tingkat
agresivitas atau meminimalisir agresi pada pengguna kereta Commuter Line adalah
dengan mengendalikan emosi lebih baik, sehingga dampak dari emosi negatif yang
dirasakan tidak diekspresikan dengan tindakan agresif. Selain itu, pihak KRL (Kereta
Rel Listrik) Commuter Line pun alangkah baiknya ikut memperbaiki pada segi
pelayanan, misalnya dengan menghadirkan penjaga pada setiap pintu gerbong kereta
pengguna yang masuk agar tidak melebihi kapasitas, dengan begitu kepadatan yang
Aziz, R., & Mangestuti, R. (2006). Tiga Jenis Kecerdasan dan Agresivitas
Mahasiswa. Psikologika, (21), 64-77
Baron, R., & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial: Jilid Kedua Edisi Kesepuluh.
Jakarta: Erlangga
Brackett, M. A., & Salovey, P. (2006). Measuring emotional intelligence with the
Mayer-Salovey-Caruso emotional intelligence test (MSCEIT). Psicothema,
18, 34-41
65
66
Dini, F. O., & Indrijati, H. (2014). Hubungan antara kesepian dengan perilaku
agresif pada anak didik di lembaga pemasyarakatan anak blitar. Jurnal
Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 3(3), 30-36
Evans, G. W., & Wener, R. E. (2006). Rail commuting duration and passenger
stress. Health Psychology, 25(3), 408–412. doi: 10.1037/0278-
6133.25.3.408
Franzoi, S. L. (2003). Social Psychology, 3rd Edition. New York: McGraw Hill
Handono, O. T., & Bashori, K. (2013). Hubungan antara penyesuaian diri dan
dukungan sosial terhadap stres lingkungan pada santri baru. Jurnal Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 1(2), 79-89
Helmi, A. F., & Soedardjo. (1998). Beberapa perspektif perilaku agresif. Buletin
Psikologi, 5(2), 9-15
Jonker, C. S., & Vosloo, C. (2008). The psychometric properties of the schutte
emotional intelligence scale. Journal of Industrial Psychology, 24(2), 21-30
Jorfi, H., Jorfi, S., Yaccob, H. F. B., & Nor, K. M. (2014). The impact of
emotional intelligence on communication effectiveness: focus on strategic
alignment. African Journal of Marketing Management, 6(5), 82-87. doi:
10.1037/1089-2680.8.4.291
Kaya, H. B., Hazar, M., Beyleroglu, M, & Sari, I. (2017). Relationship between
emotional intelligence and aggression on boxers. Future Human Image, 8,
55-65
Matlock, S. T., & Aman, M. G. (2011). Development of the adult scale of hostility
and aggression: reactive–proactive (A-SHARP). American Association on
Intellectual and Developmental Disabilities,116(2), 130-141. doi:
10.1352/1944-7558-116.2.130
Maulana, F. H., Hamid, D., & Mayoan, Y. (2015). Pengaruh motivasi intrinsik,
motivasi ekstrinsik dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan
pada bank BTN kantor cabang Malang. Jurnal Administrasi Bisnis, 22(1), 1-
8
Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R., & Cherkasskiy, L. (2011). Emotional
Intelligence. The Cambridge handbook of intelligence. New York, NY:
Cambridge University Press
Masoumeh, H., Mansor, M. B., Yaacob, S. N, Talib, M. A., & Sara, G. (2014).
Emotional intelligence and aggression among adolescents in Tehran, Iran.
Life Science Journal, 11(5), 506-511
Masum, R., & Khan, I. (2014). Examining the relationship between emotional
intelligence and aggression among undergraduate students of Karachi.
Educational Research International, 3(3), 36-41
68
Orpinas, P., & Frankowski, R. (2001). The aggression scale: a self-report measure
of aggressive behavior for young adolescents. Journal of Early Adolescence,
21(1), 50-67. doi: 10.1177/0272431601021001003
Rahmawati, L. (2014). Naik dan Turun KRL Pun Pengguna Harus Bersaing
http://ekonomi.kompas.com/read/2014/08/08/14104581/Naik.dan.Turun.KR
L.Pun.Pengguna.Harus.Bersaing (dikunjungi pada 20 Januari 2018)
Scheithauer, H., Haag, N., Mahlke, J., & Ittel, A. (2018). Gender and age
differences in the development of relational/indirect aggression: first results
of a meta-analysis. European Journal of Developmental Science, 2(1/2),
176-189. doi: 10.3233/DEV-2008-21211
Sears, D.O., Freedman, J.L, & Peplau, L.A. (1991). Psikologi Sosial, Jilid 1 & 2.
Jakarta: Erlangga
Stanger, N., Kavussanu, M., McIntyre, D., & Ring, C. (2015). Empathy inhibits
aggression in competition: the role of provocation, emotion, and gender.
Journal of Sport & Exercise Psychology, 38(1), 4-14. doi:
10.1123/jsep.2014-0332
Suryadi, B., Mutiah, D., Miftahuddin, Dewi, M.S., Muchtar, Y.D., & Tresniasari,
N. (2014). Metodologi Penelitian. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Webster, G. D., DeWall, C.N., Junior, R. S. P., Deckman, T., Jonason, P. K., Le,
B. M., Nichols, A. L., Schember, T. O., Crysel, L. C., Crosier, B. S., Smith,
70
C. V., Paddock, E. L., Nezlek, J. B., Kirkpatrick, L. A., Bryan, A. D., &
Bator, R. J. (2015). The brief aggression questionnaire: structure, validity,
reliability, and generalizability. Journal of Personality Assessment, 0(0), 1-
12
71
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
Selamat pagi/siang/sore,
Dalam pengisian kuesioner tidak ada jawaban yang benar atau salah, maka
dari itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda apa adanya.
Perlu diketahui bahwa segala informasi serta jawaban yang Anda berikan bersifat
RAHASIA dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitan.
Hormat saya,
INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya setuju untuk
secara sukarela menjadi partisipan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Retno
Wulansari mengenai agresivitas pengguna kereta Commuter Line. Data yang saya
berikan adalah data yang sebenar-benarnya dan saya menyetujui bahwa data saya
Nama / Inisial :
Jenis Kelamin :
Usia :
Dwi Retno Wulansari, dan data saya dijamin kerahasiaannya serta hanya
Partisipan
73
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami dengan baik setiap
pernyataannya. Anda diminta untuk menentukan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda ( √ ) pada salah satu
dari empat pilihan yang tersedia.
Keterangan:
Contoh:
SKALA I
SKALA II
Lampiran 2
1. Syntax Agresivitas
UJI VALIDITAS KONSTRUK AGRESIVITAS
DA NI=12 NO=210 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
PM SY FI=CODINGDV.COR
MO NX=12 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
AGRESIVITAS
PD
FR TD 11 8 TD 10 6 TD 12 2 TD 11 6 TD 11 9 TD 7 3 TD 8 9 TD 11 4 TD 6 5
OU TV SS MI
78
Gambar 2.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Mengenali Emosi Orang Lain
Lampiran 3
Hasil Uji Hipotesis
Descriptive Statistics
MENGENALI_EMOSI_ORA
210 26.66 72.82 50.0000 8.88923
NG_LAIN
Model Summary
a
Coefficients
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model Summary
Change Statistics
Std. Error
R Adjusted R of the R Square Sig. F
Model R Square Square Estimate Change F Change df1 df2 Change
a
1 .127 .016 .011 8.99888 .016 3.401 1 208 .067
b
2 .193 .037 .028 8.92277 .021 4.564 1 207 .034
c
3 .230 .053 .039 8.87267 .015 3.344 1 206 .069
d
4 .240 .058 .039 8.87063 .005 1.095 1 205 .297
e
5 .247 .061 .038 8.87777 .003 .670 1 204 .414
f
6 .261 .073 .041 8.86404 .012 2.620 1 203 .107
g
7 .262 .074 .036 8.88418 .001 .163 1 202 .687
Lampiran 4
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Agresivitas
No Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 1 0.65 0.06 10.36 √
ITEM 2 0.50 0.07 7.62 √
ITEM 3 0.51 0.07 7.67 √
ITEM 4 -0.02 0.07 -0.28 ×
ITEM 5 0.66 0.06 10.19 √
ITEM 6 0.74 0.06 11.38 √
ITEM 7 0.59 0.06 9.21 √
ITEM 8 0.46 0.07 6.37 √
ITEM 9 0.78 0.06 12.56 √
ITEM 10 0.48 0.07 7.07 √
ITEM 11 0.61 0.07 8.77 √
ITEM 12 0.48 0.07 7.18 √