Bab 2 Sig
Bab 2 Sig
LAPORAN
PENDAHULUAN
IV-1 LPPM UHO-BALLITBANG KAB KONSEL
Laporan Akhir
Desain Sistem Informasi Geografi Potensi Kab Konawe Selatan
LPPM UHO
KATA PENGANTAR
Laporan Pendahuluan ini merupakan bentuk laporan tahap pertama dari serangkaian proses
pekerjaan Desain Sistem Informasi Geografis (SIG) Potensi Daerah Potensi Daerah Kabupaten
Konawe Selatan. Secara garis besar materi yang terkandung dalam laporan pendahuluan ini
berisi uraian tentang pendahuluan, tinjauan teori, gambaran umum Kabupaten Konawe
Selatan, metodologi, rencana kerja serta perancangan SIG perencanaan kontrol pembangunan.
Kami ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan yang dalam hal ini
adalah Badan Penelitian Pengembangan (BALITBANG) Kabupaten Konawe Selatan atas
kepercayaannya kepada kami untuk melaksanakan pekerjaan ini.
Semoga Laporan Pendahuluan ini bermanfaat bagi pembangunan di Kabupaten Konawe Selatan,
khususnya dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di Kabupaten
Konawe Selatan.
LPPM UHO
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR......................................................................................................i
DAFTARISI...................................................................................................... ii
DAFTARTABEL....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Selain itu, dalam undang-undang tersebut ditetapkan pula bahwa tahapan perencanaan
pembangunan meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan
rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana yang harus berjalan berkelanjutan membentuk satu
siklus perencanaan yang utuh.
Sementara itu, sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah
yang mengedepankan prinsip demokratis, transparan dan akuntabel, maka setiap Pemerintah
Daerah dituntut untuk dapat menyediakan berbagai sarana dan prasarana untuk mendukung
kinerja Pemerintah Daerah tersebut baik secara operasional maupun pada tingkat
pengambilan keputusan atau tingkat puncak eksekutif. Salah satu sarana utama tersebut adalah
kemampuan untuk menyimpan, menyediakan, dan mengolah data menjadi informasi yang tepat
dan akurat serta adanya kemudahan dalam mendapatkan serta mendistribusikan data dan
informasi tersebut.
Kemudahan dalam mendapatkan ataupun memanfaatkan data dan informasi tersebut mutlak
diperlukan suatu daerah dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki serta dalam rangka
merencanakan, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan. Salah satu sarana
dalam menunjang hal tersebut adalah melalui pemanfaatan teknologi Sistem Informasi.
Saat ini, sistem informasi telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi
yang sangat cepat dan terbukti sangat berperan dalam kegiatan perekonomian dan strategi
penyelenggaraan pembangunan. Keberadaan sistem informasi dapat mendukung kinerja
peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi pemerintah dan dunia usaha, serta
mendorong perwujudan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sistem informasi yang dibutuhkan,
dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi keperluan pembangunan daerah adalah sistem informasi
yang terutama diarahkan untuk menunjang perencanaan pembangunan daerah.
Salah satu perangkat yang saat ini bermanfaat dalam hal perencanaan, implementasi, dan
pengendalian pembangunan adalah Sistem Informasi Geografis (GIS). Tinjauan spasial dan
temporal yang disajikan melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) tidak saja bermanfaat dari sisi
perencanaan, tetapi juga evaluasi hasil. Sistem informasi yang memuat basis informasi pendukung
proses pembangunan yang telah disajikan dalam bentuk digital tersebut dapat
dianalisis kembali dan dievaluasi sebagai alat ukur apakah perencanaan yang dibuat telah sesuai
dengan kenyataan atau belum. Ini menunjukkan betapa sistem informasi geografis dapat
digunakan sebagai mekanisme kontrol terhadap keberhasilan pembangunan.
Kabupaten Konawe Selatan menyadari betul pentingnya otonomi pembangunan, dalam arti,
perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan harus dilakukan secara mandiri dengan
memanfaatkan sistem informasi yang canggih, unggul, ter-update setiap saat: dan
berkesinambungan. Potensi kekayaan alam dan sumberdaya manusia yang cukup melimpah dan
tersebar di berbagai daerah, sebagai keunggulan komparatif di Kabupaten Konawe Selatan harus
dikembangkan secara optimal. Semua menyadari bahwa salah satu peluang keberhasilan
pembangunan daerah adalah adanya keserasian potensi daerah yang tersedia, sumberdaya
ekonomi, sumberdaya manusia serta pemanfaatan teknologi untuk kesejahteraan penduduk.
Kemampuan dan kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi pada tingkat Kabupaten/Kota
berhubungan dengan banyak faktor, dua diantaranya adalah adanya kehandalan perencanaan dan
pengendalian yang berkesinambungan. Keberhasilan perencanaan dan pengendalian pembangunan
tentu saja memerlukan model pembangunan yang secara operasional sebagai dasar pijakan
dalam melaksanakan pembangunan yang secara operasional sebagai dasar pijakan dalam
melaksanakan pembangunan. Dalam hal ini Kabupaten Konawe Selatan menyelenggarakan
derap langkah pembangunan dengan prinsip Gerbang Dayaku. Gema Konsel adalah paradigma
baru dalam menjalankan pemerintahan di Konawe Selatan, sejak diterapkan pada tahun 2004.
Paradigma tersebut mengusung tiga pilar pembangunan yaitu: 1) Pengembangan Wilayah
Perdesaan; 2) Pengembangan wilayah perkotaan; dan 3) Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Implementasi Gema Konsel tahap pertama (2004-
2005) telah berhasil membentuk landasan pembangunan yang kokoh bagi Konawe Selatan dalam
mengejar ketertinggalan terutama dalam bidang peningkatan sumber daya manusia,
pembangunan infrastruktur serta peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Langkah
selanjutnya untuk menjamin peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Konawe
Selatan masa depan masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Disadari, bahwa
pembangunan ekonomi secara makro di Kabupaten Konawe yang bersifat ekstraktif. Hal ini
tergambar dari peranan sektor pertambangan dan penggalian yang masih mendominasi
struktur ekonomi Kabupaten Konawe Selatan, yakni sebesar 76,25 persen sedangkan sektor
pertanian dan sektor lainnya menyumbang sebesar 10,45 persen dan 13.30 persen terhadap total
PDRB Kabupaten Konawe Selatan.
Agar di kabupaten ini dapat tercipta kegiatan pembangunan yang berkualitas maka diperlukan
adanya kegiatan awal berupa identifikasi untuk mengetahui penyebaran lokasi dan jenis kegiatan
pembangunan yang tersebar di daerah-daerah. Hal ini sebagai dasar untuk kegiatan kontrol dan
pengelolaan pembangunan di Kabupaten Konawe Selatan sehingga diharapkan akan diketahui
jenis kegiatan, dana yang telah dihabiskan untuk melaksanakan sebuah kegiatan dan
penyebaran kegiatan pembangunan tersebut. Hal ini akan mempermudah
pemerintah Kabupaten Konawe Selatan dalam mengontrol dan mengelola semua kegiatan
pembangunan baik yang dilaksanakan maupun yang masih dalam tahap perencanaan.
Mengingat pentingnya ketersediaan data dan informasi yang akurat dan up to date khususnya
dalam rangka pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembangunan, maka BALITBANG
Kabupaten Konawe Selatan memandang perlu untuk membuat Sistem Informasi Geografis
Perencanaan dan Kontrol Pembangunan. Dengan adanya Sistem Informasi ini, diharapkan
dapat menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan secara terintegrasi dan
komprehensif, baik dalam hal struktur, jenis maupun format data untuk perencanaan
pembangunan.
Melalui penyajian data dan informasi mengenai kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana di
wilayah Kabupaten Konawe Selatan tersebut, maka sasaran yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
b Mempersiapkan data-data tekstual, visual dan spatial yaitu diantaranya meliputi pelaksanaan
pekerjaan pengumpulan data, pengisian formulir database, pengisian data (data entry), digitasi
peta, analisis data, dan verifikasi data dimaksud.
d Menggabungkan antara data atribut, data visual dan data spasial menjadi basis data SIG
dengan menggunakan teknologi RDBMS (Related Database Management System).
g Mempersiapkan perangkat keras dan lunak untuk instalasi aplikasi. h Instalasi aplikasi
SIG.
i Uji coba penggunaan aplikasi, misalnya dalam bentuk print out peta SIG. j Troubleshooting
selama dan pasca instalasi.
4. Kegiatan pelatihan, mencakup kegiatan sebagai berikut:
5. Kegiatan pembahasan dan diskusi, mencakup kegiatan pembahasan dan diskusi hasil
pelaksanaan dan laporan.
a Laporan pendahuluan.
b Laporan antara/laporan interim.
C Laporan akhir yang terdiri dari laporan utama, eksekutif summary dan manual book
operasional SIG Perencanaan dan Kontrol Pembangunan.
Lingkup wilayah dari pekerjaan ini meliputi wilayah Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi
Tenggara
Batasan kegiatan dari pekerjaan ini adalah pada identifikasi kegiatan fisik sarana/prasarana di
wilayah Kabupaten Konawe Selatan yang memiliki informasi spasial, dengan kata lain berupa
kegiatan pembangunan infrastruktur. Kemudian input data sebagai tahun awal kegiatan
pembangunan dalam pekerjaan ini adalah kegiatan pembangunan tahun 2016, sedangkan input
data kegiatan pembangunan tahun 2017 akan disesuaikan mengingat banyaknya laporan yang
belum dapat di kompilasi secara menyeluruh.
Produk (output) yang dihasilkan dari Pembuatan Sistem Informasi Geografis Potensi Daerah adalah
Software (Perangkat Lunak) berupa Program Aplikasi Sistem Informasi Geografis Potensi
Daerah yang dapat menyajikan data dan informasi berupa laporan pelaksanaan dari rencana
pembangunan fisik di Kabupaten Konawe Selatan.
Kegiatan penyusunan Sistem Informasi Geografis Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe
Selatan dilakukan dengan mendasarkan pada sejumlah peraturan perundangan yang digunakan
sebagai rujukan, antara lain meliputi:
IV-11 LPPM UHO-BALLITBANG KAB KONSEL
Laporan Akhir
Desain Sistem Informasi Geografi Potensi Kab Konawe Selatan
Bab 1 Pendahuluan
Menyajikan latar belakang, maksud dan tujuan kegiatan, dasar hukum, ruang lingkup, serta
sistematika pembahasan yang akan dibahas dalam laporan.
Berisi tinjauan teori mengenai konsep kontrol, konsep pemantauan dan evaluasi, indikator dan
penilaian kinerja pembangunan, konsep dasar kerangka pemikiran logis pengertian SIG, sistem
basis data, fungsional basis data, dan tinjauan terhadap sistem perencanaan pembangunan.
Pada bab ini akan dibahas mengenai wilayah perencanaan, letak, kondisi fisik, kondisi sosial
kependudukan, kondisi perekonomian, kondisi sarana dan prasarana.
Bab 4 Metodologi
Menyajikan pendekatan dan metodologi yang akan digunakan dalam rangka kegiatan penyusunan
sistem informasi geografis untuk perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan.
Bab 5 Rencana Kerja, Jadual Pelaksanaan Pekerjaan Serta Tugas Dan Tanggung Jawab
Tenaga Ahli
Menyajikan rencana kerja dan organisasi pelaksana kegiatan dalam rangka kegiatan penyusunan
sistem informasi geografis untuk perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan yang
dilengkapi dengan tahapan kegiatan, jadual pelaksanaan kegiatan serta tugas dan tanggung jawab
Tenaga Ahli.
LAPORAN PENDAHULUAN
7
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 KONSEP KONTROL (PENGENDALIAN)
Tindakan kontrol berarti mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi
prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil
pekerjaan sesuai dengan rencana. Kontrol dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan,
mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-
aktivitas yang direncanakan. Kontrol dalam administrasi tidak akan terdapat tanpa adanya
perencanaan, perencanaan berkaitan erat dengan pengendalian dimana perencanaan
mengidentifikasi komitmen-komitmen terhadap tindakan-tindakan yang ditujukan untuk hasil
dimasa yang akan datang, sedangkan kontrol dilaksanakan untuk mengusahakan agar komitmen-
komitmen tersebut dilaksanakan (Terry, 1997).
Menurut Hicks (1972), kontrol berkaitan dengan : (1) membandingkan kejadian (events)
dengan rencana (plans), serta (2) melakukan tindakan-tindakan koreksi (corrections) yang perlu
terhadap kejadian-kejadian yang menyimpang dari rencana. Robbins (1982) menyatakan bahwa “
Kontrol dapat didefinisikan sebagai proses pemantauan kegiatan untuk menentukan apakah unit
individu beserta organisasinya telah memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya yang mereka
miliki secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan bersama dan, bilamana hal tersebut tidak
terjadi, melakukan tindakan-tindakan untuk melakukan koreksi/pembenahan.” Kontrol adalah
proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua
pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
(Siagian, 1980).
Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya tujuan kontrol adalah :
Kontrol adalah suatu proses pemantauan dan penilaian rencana (evaluasi) atas pencapaian tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan, kemudian diambil tindakan korektif bagi penyempurnaan dan
pengembangan lebih lanjut. Kontrol dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas
(accountability) dan keterbukaan (transparency) sektor publik. Kontrol pada dasarnya
LAPORAN PENDAHULUAN
8
menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi (correction actions) jika dalam suatu
kegiatan terjadi penyimpangan atau perbedaan dari tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.
Kontrol pelaksanaan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan untuk mengikuti
perkembangan pelaksanaan pembangunan dan menindaklanjuti agar kegiatan pembangunan
senantiasa sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Dalam pengertian ini kontrol termasuk pula
mengarahkan dan mengkoordinasikan antar kegiatan dalam pelaksanaan agar penyimpangan atau
penyelewengan dapat dicegah (LAN, 2003).
LAPORAN PENDAHULUAN
9
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Menurut Feurstein (1990), fungsi kontrol dalam suatu organisasi pada umumnya terkait
dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation). Pemantauan adalah kegiatan
kontrol yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan atau dikenal dengan istilah evaluasi
proses. Bila muncul bersamaan dengan pemantauan maka istilah evaluasi adalah evaluasi hasil,
yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan setelah kegiatan itu selesai untuk melihat apakah hasil
pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Menurut Dunn (1991), kegiatan pemantauan setidaknya mempunyai empat fungsi yaitu:
Kegiatan kontrol dilakukan untuk menjaga konsistensi antara pelaksanaan pembangunan dengan
rencana yang ada. Namun demikian, seringkali pelaksanaan pembangunan tidak mengacu
pada arahan yang telah ditetapkan dalam rencana karena adanya berbagai hambatan. Friedman
(1995) mengidentifikasi beberapa hambatan yang dihadapi dalam kegiatan kontrol, antara lain
keterbatasan staf, masih rendahnya peran serta masyarakat, serta perangkat kontrol yang belum
memadai.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa penilaian keberhasilan kontrol
mencakup kepatuhan aparat birokrasi terhadap peraturan; kepatuhan masyarakat sebagai
kelompok sasaran terhadap peraturan; dampak yang diperoleh dari kontrol baik dampak
sosial, ekonomi maupun lingkungan; dan keberlanjutan kegiatan kontrol dalam jangka
panjang. Sedangkan kegiatan kontrol dapat disimpulkan sebagai tindakan korektif yang dilakukan
dalam pelaksanaan maupun setelah selesainya pelaksanaan pembangunan. Tindakan korektif
tersebut dilakukan untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi baik pada tahap pelaksanaan
LAPORAN PENDAHULUAN
1
0
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
maupun setelah selesainya pelaksanaan pembangunan sehingga dapat dilakukan perbaikan atau
koreksi terhadap pelaksanaan program pembangunan agar tidak terjadi penyimpangan pada
pelaksanaan pembangunan selanjutnya.
Penilaian keberhasilan kegiatan kontrol, menurut Ripley (1984), didasarkan pada kepatuhan
(compliance) dan apa yang terjadi (what’s happening) setelah kegiatan kontrol dilaksanakan.
Kepatuhan berkaitan dengan perilaku aparat pelaksana maupun kelompok sasaran dalam mentaati
berbagai ketentuan yang ada di dalam isi kontrol. Sedangkan apa yang terjadi setelah
pengendalian berkaitan dengan dampak yang muncul, yang meliputi tiga aspek pemahaman
yaitu dampak ekonomi, dampak lingkungan, dan dampak sosial.
Kegiatan kontrol pelaksanaan rencana pembangunan merupakan bagian dari tahapan perencanaan
pembangunan itu sendiri. Hal ini dinyatakan dan diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam bagian Penjelasan, dinyatakan
bahwa “ Kontrol pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya
tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi
dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut.” Kegiatan pemantauan yang merupakan
bagian dari kegiatan kontrol dimaksudkan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk melihat
kesesuaian pelaksanaan rencana dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi
pedoman dalam rangka menyusun rencana berikutnya.
LAPORAN PENDAHULUAN
1
1
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Sedang yang dimaksud dengan “evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan” adalah kegiatan
penilaian kinerja yang diukur dengan efisiensi, efektivitas, dan kemanfaatan program serta
keberlanjutan pembangunan. Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilaksanakan terhadap
keluaran kegiatan yang dapat berupa barang dan jasa dan terhadap hasil (outcomes) program
pembangunan yang berupa dampak dan manfaat.
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif atas pencapaian
hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara
sistematis dan objektif dengan menggunakan metode evaluasi yang relevan. Kegiatan evaluasi
dilakukan baik sebelum suatu program/kegiatan dilaksanakan, pada saat berlangsung, maupun
setelah program/kegiatan selesai dilaksanakan. Fokus utama evaluasi biasanya diarahkan pada
hasil, manfaat, dan dampak dari program atau rencana yang dilaksanakan.
Menurut Rukminto (2003), ada 3 (tiga) jenis evaluasi guna mengawasi suatu program secara
seksama, yaitu:
1) evaluasi input, memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu
program. Tiga unsur utama yang terkait dengan input adalah : klien, staf, dan program. Klien
meliputi karakteristik demografi klien seperti susunan keluarga; unsur staf meliputi latar
belakang pendidikan, pengalaman; sedangkan unsur program meliputi jenis program, waktu,
biaya, dan lokasi. Dalam kaitannya dengan evaluasi program meliputi empat kriteria, yaitu
tujuan dan sasaran; penilaian terhadap kebutuhan komunitas; standar dari suatu praktek yang
terbaik; serta biaya per unit layanan;
2) evaluasi proses (pemantauan), memfokuskan pada aktivitas program yang melibatkan
interaksi langsung antara klien dengan staf terdepan yang merupakan pusat dari pencapaian
LAPORAN PENDAHULUAN
1
2
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
tujuan. Evaluasi diawali dengan analisis dari sistem pemberian layanan berdasarkan kriteria yang
relevan seperti standar praktek yang baik, ken klien;
3) evaluasi hasil, diarahkan pada evaluasi pada keseluruhan dampak (overall impact) dari
suatu program terhadap penerima layanan (recipients). Kriteria keberhasilan dapat dilihat dari :
pencapaian tujuan; kemajuan program (programme oriented); dan perubahan perilaku klien
(client oriented).
Feurstein (1990) mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dikembangkan dan yang paling
sering dipergunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan, sebagai berikut :
1) ketersediaan (availability), unsur-unsur yang harus ada dalam suatu proses itu benar- benar
ada;
2) relevansi (relevance), seberapa relevan ataupun tepatnya suatu teknologi atau layanan
yang ditawarkan;
3) keterjangkauan (accessibility), apakah layanan yang diberikan masih berada dalam
jangkauan pihak-pihak yang membutuhkan;
4) pemanfaatan (utilisation), seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pemberi
layanan dimanfaatkan oleh kelompok sasaran;
LAPORAN PENDAHULUAN
1
3
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Ndraha (2003) membagi kegiatan kontrol berdasarkan waktu, sebagai berikut: (1)
pemantauan, yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kegiatan
(dilakukan pada saat implementasi); serta (2) evaluasi, yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan
setelah kegiatan selesai. Kegiatan pemantauan dan evaluasi pada dasarnya perlu dilakukan untuk
memastikan apakah pelaksanaan suatu program dan/atau kegiatan telah berjalan sesuai
dengan rencana; serta sebagai upaya menyempurnakan program maupun kegiatan yang sedang
berjalan, membantu perencanaan di masa depan, serta menyusun kegiatan dan upaya untuk
pengambilan keputusan di masa depan.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan pada dasarnya dapat dilakukan melalui
berbagai metoda (Patton & Sawicki, 1986), seperti:
Secara umum, terdapat 2 (dua) pendekatan yang sering digunakan dalam mengukur dampak suatu
pembangunan. Yang pertama adalah pendekatan sebab-akibat, yaitu pengukuran apakah
suatu dampak yang diamati merupakan hasil dari pelaksanaan suatu program tertentu. Kedua
adalah pendekatan deskriptif yang menyangkut perkiraan dampak yang mungkin dapat
ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program.
Pendekatan deskriptif digunakan apabila cakupan program yang akan dievaluasi sangat luas dan
bisa diterapkan pada dasarnya bagi siapa saja atau untuk populasi yang lebih besar.
LAPORAN PENDAHULUAN
1
5
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Dengan demikian, pendekatan ini dipilih bila tidak dapat dilakukan perbandingan kelompok
sasaran program dan kondisi sebelum dan sesudah pelaksanaan program. Pendekatan secara
deskriptif memungkinkan evaluator untuk menggambarkan kinerja dan lingkup program secara
lebih menyeluruh dengan berbagai informasi mengenai perkiraan dampak dari program yang
dievaluasi.
Menurut Dunn (1991), evaluasi dengan menggunakan pendekatan deskriptif terbagi menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu:
Tabel 2-1
Pendekatan Evaluasi Kebijakan
LAPORAN PENDAHULUAN
1
7
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
pembangunan dilakukan melalui proses partisipasi yang transparan dari berbagai para pihak,
sehingga diperoleh apa yang diharapkan oleh para pihak atas kinerja lembaga tersebut.
Penyusunan tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan bersama (consensus building) dari para
pihak (stakeholders) penataan ruang.
Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja, bobot masing-masing indikator dan
penetapan capaian indikator kinerja. Pengukuran kinerja setiap kegiatan dapat dilakukan melalui
pencapaian yang didasarkan kepada indikator-indikatornya. Penetapan indikator kinerja
merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan
pengolahan data (informasi) untuk menentukan kinerja kegiatan, program dan kebijakan.
Pada dasarnya, indikator adalah suatu alat ukur yang menunjukkan suatu issue atau kondisi.
Tujuannya adalah untuk menunjukkan seberapa jauh suatu sistem bekerja, baik sistem
kegiatan/program maupun suatu organisasi. Indikator ini membantu kita memahami dimana posisi
kita berada, ke arah mana kita berjalan, dan seberapa jauh kita berjalan ke arah yang kita
kehendaki (tujuan).
Indikator itu sendiri adalah data yang dikumpulkan dan diuji selama satu periode waktu tertentu,
dimana data tersebut dapat menjelaskan suatu kecenderungan (apakah menurun atau
meningkat); atau data tersebut menunjukkan suatu kondisi dalam hubungannya dengan standar
tertentu atau benchmark. Dengan demikian, indikator pada dasarnya adalah suatu alat ukur
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu sistem kegiatan atau organisasi yang
menunjukkan sejauh mana posisi sistem kegiatan atau organisasi tersebut berada dalam mencapai
tujuannya.
Indikator tidak dimaksudkan menjadi alat tunggal dalam evaluasi objektif atas suatu keadaan.
Yang berlaku umum adalah dilakukannya limitasi jumlah indikator untuk memperoleh gambaran
suatu keadaan yang ingin dinilai. Oleh karena itu, walaupun dinilai mengandung banyak
kelemahan, penggunaan indikator dalam jumlah terbatas lebih banyak diterima oleh banyak
pihak. Dengan jumlah indikator yang terbatas, maka perhatian lebih terarah pada tindakan-
tindakan yang dapat dilakukan untuk “mengubah besaran angka atau nilai indikator” yang berarti
tindakan untuk melakukan koreksi atau pembenahan terhadap pelaksanaan kegiatan agar
sesuai dengan rencana.
Pengembangan dan pemilihan indikator dapat dilakukan secara sederhana karena semua
angka atau besaran yang dapat menggambarkan keadaan daerah dapat digunakan sebagai
indikator. Namun demikian, perlu disadari bahwa pemilihan indikator terkait erat dengan
persoalan yang terjadi di suatu daerah dan yang dinilai perlu dipecahkan oleh dan bagi penduduk
daerah itu. Pemilihan indikator kemudian menjadi penting bagi tindakan lebih lanjut yang perlu
LAPORAN PENDAHULUAN
1
8
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
diambil oleh pemerintah daerah tersebut agar di masa yang akan datang terjadi peningkatan nilai
bagi daerah tersebut.
Indikator sangat bervariasi, bergantung pada tipe sistem yang di-monitor. Namun demikian,
terdapat beberapa karakteristik yang sama terhadap indikator yang efektif, yaitu:
Specific (detail dan jelas). Indikator kinerja yang disusun harus jelas agar tidak
ada kemungkinan kesalahan interpretasi.
Measurable (dapat diukur secara objektif). Indikator kinerja yang disusun
harus menggambarkan sesuatu yang jelas ukurannya. Kejelasan ukuran tersebut akan
menunjukkan tempat dan cara untuk mendapatkan data pencapaian indikator tersebut.
Attributable (bermakna). Indikator kinerja yang ditetapkan harus bermanfaat
untuk kepentingan pengambilan keputusan.
Relevant (sesuai). Indikator kinerja harus sesuai dengan ruang
lingkup program/kegiatan dan dapat menggambarkan hubungan sebab-akibat antar indikator.
Timely (tepat waktu). Indikator kinerja yang disusun harus didukung
oleh ketersediaan data yang dapat diperoleh pada waktu yang tepat dan akurat, sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan pada saat yang dibutuhkan.
LAPORAN PENDAHULUAN
1
9
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui
sistem pengumpulan dan pengolahan data untuk menentukan kinerja kegiatan, program, dan
kebijakan. Pada dasarnya penetapan indikator kinerja dapat dikelompokkan berdasarkan:
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan ketepatan atas
penyediaan masukan (input) dalam suatu program atau kegiatan. Termasuk di dalam indikator
masukan adalah pelaku/institusi pelaksana, kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur
program dan/atau kegiatan, serta sarana untuk mendukung pelaksanaan program dan/atau
kegiatan.
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai proses pelaksanaan kegiatan.
Kinerja proses menyangkut pengorganisasian pekerjaan; manajemen pengelolaan dan pembagian
wewenang; partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan kegiatan; ketepatan
pelaksanaan pekerjaan yang menyangkut sasaran, waktu, dan hasil program atau kegiatan; dan
sebagainya.
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan ketepatan atas
keluaran dari suatu program atau kegiatan yang diharapkan.
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai ketepatan dan kesesuaian
hasil kegiatan dengan target program.
Yaitu suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengindikasikan manfaat yang diperoleh
dengan terlaksananya program dan/atau kegiatan oleh masyarakat.
Yaitu suatu ukuran yang dapat digunakan untuk mengindikasikan adanya dampak positif maupun
negatif atas pelaksanaan program dan/atau kegiatan.
Indikator masukan, proses, dan keluaran dinilai sebelum kegiatan selesai dilaksanakan;
sedang indikator hasil, manfaat, dampak dinilai setelah kegiatan dilaksanakan. Penetapan
indikator tidak selalu harus menggunakan seluruh komponen indikator di atas, melainkan
LAPORAN PENDAHULUAN
2
0
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
dapat menggunakan hanya satu atau beberapa komponen indikator saja. Penetapannya
ditentukan oleh kondisi dan tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran kinerja program dan/atau
kegiatan.
LAPORAN PENDAHULUAN
2
1
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Tabel 2-2
Skema Coding Kasus: Indikator dan Kategori yang Representatif
Pada dasarnya, penetapan indikator secara ideal dilaksanakan pada saat penyusunan rencana
sehingga terdapat keterpaduan antara kegiatan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan kontrol
rencana dalam bentuk pemantauan dan evaluasi. Dalam hal ini, penetapan indikator dilaksanakan
sebagai bagian dari proses penyusunan rencana evaluasi terhadap pelaksanaan rencana.
Pemantauan dan evaluasi rencana hanya akan efektif apabila ditempatkan dalam keseluruhan
sistem perencanaan, penyusunan program, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi. Apabila
ditempatkan secara terpisah, maka kegiatan pemantauan dan evaluasi sering menjadi bias, dan
menyebabkan beberapa permasalahan, sebagai berikut :
Vague planning:
Secara umum, seringkali terdapat ketidakjelasan gambaran terhadap apa yang ingin dicapai oleh
suatu program/kegiatan jika berhasil - misal: sasaran ganda dan tidak berkaitan erat dengan
aktivitas proyek.
LAPORAN PENDAHULUAN
2
2
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Penetapan indikator kinerja sebagai bagian dari proses perencanaan memiliki beberapa
manfaat, antara lain :
Sedangkan kesalahan dalam penetapan indikator akan menyebabkan kerugian sebagai berikut
:
Jika terlalu banyak indikator tanpa didukung oleh data yang cukup, hasilnya akan
mengakibatkan sistem pemantauan dan penilaian menjadi mahal, tidak praktis, dan mungkin
tidak berguna.
LAPORAN PENDAHULUAN
2
3
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penetapan indikator, termasuk untuk melihat
keterkaitan antara program dan kegiatan dengan kebijakan pembangunan yang ada di
atasnya, maka diperlukan satu kerangka alur yang logis bagi penyusunan dan penilaian
program. Kerangka alur logis ini disusun sejak tahap pengusulan program dan digunakan untuk
bahan evaluasi pelaksanaan program.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang,
antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
Gambar 2-1
Hubungan Dokumen Perencanaan Pembangunan Dan Penganggaran
LAPORAN PENDAHULUAN
2
4
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
1. Pendekatan Politik, yaitu memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah adalah proses
penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihan nya berdasarkan program-
program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Kepala Daerah. Oleh karena itu,
rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan
Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.
4. Pendekatan Atas-Bawah (Top-Down) dan Bawah Atas (Bottom Up), yaitu dalam perencanaan
dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas- bawah dan bawah-atas
diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.
Perencanaan pembangunan nasional/daerah terdiri dari empat (4) tahapan yang diselenggarakan
secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh,
meliputi:
1. Penyusunan Rencana
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana
yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah
penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan
terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja
dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah
berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana
pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir
rencana pembangunan.
2. Penetapan Rencana
Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua
pihak untuk melaksanakannya. Rencana pembangunan jangka panjang Daerah ditetapkan
sebagai Peraturan Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Daerah ditetapkan sebagai
LAPORAN PENDAHULUAN
2
5
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Peraturan Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Daerah ditetapkan sebagai
Peraturan Kepala Daerah.
LAPORAN PENDAHULUAN
2
6
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan
tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, baik Pusat
maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin
keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah
rencana.
Melalui penetapan UU No. 25 Tahun 2005 telah terjadi perubahan yang substansial dalam pola
perencanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pemerintah
pusat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Repellita telah diganti dengan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Demikian juga pada
tingkat daerah telah dikenalkan model baru, yakni Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Sementara itu beberapa ketentuan perencanaan pembangunan daerah menurut lingkup waktunya
sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
Sedangkan dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 050/2020/SJ Tahun 2005 perihal Petunjuk
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, penyusunan dan penetapan RPJP Daerah
meliputi serangkaian tahapan sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
2
7
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Penyiapan rancangan RPJP Daerah untuk mendapatkan gambaran awal dari visi, misi, dan arah
pembangunan daerah yang merupakan tanggung jawab Kepala BALITBANG, dan selanjutnya
menjadi bahan bahasan dalam Musrenbang Jangka Panjang daerah. Rancangan RPJP Daerah
dimaksud dilampiri dengan hasil analisis yang menggambarkan kondisi umum daerah dalam
periode perencanaan 20 tahun ke belakang, sebagai bahan masukan bagi para pemangku
kepentingan (stakeholders) pembangunan dalam merumuskan dan menyepakati visi, misi, dan
arah pembangunan daerah.
b Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Panjang Daerah
Musrenbang Jangka Panjang Daerah merupakan forum konsultasi dengan para pemangku-
kepentingan pembangunan untuk membahas rancangan visi, misi dan arah pembangunan yang
telah disusun, dibawah koordinasi Kepala BALITBANG; Mendapatkan komitmen para pemangku-
kepentingan pembangunan yang menjadi bahan masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJP
Daerah.
c Penyusunan Rancangan Akhir RPJP Daerah
Penyusunan rancangan akhir RPJP Daerah merupakan tanggung jawab Kepala
BALITBANG, dengan bahan masukan utama hasil kesepakatan Musrenbang Jangka
LAPORAN PENDAHULUAN
2
8
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Panjang Daerah. Rancangan akhir ini disampaikan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya
diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
d Penetapan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah
Untuk memenuhi perundang-undangan yang berlaku, maka RPJP Daerah provinsi ditetapkan
dengan Peraturan Daerah selambatnya 3 (tiga) bulan setelah penetapan RPJP Nasional. Penetapan
Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah kabupaten/kota dilakukan, selambatnya 3 (tiga) bulan
setelah penetapan RPJP Daerah provinsi. Dengan demikian RPJP Daerah merupakan dokumen
perencanaan jangka panjang daerah yang menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah.
Disamping itu dijelaskan pula bahwa rancangan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah
Kabupaten/Kota dikonsultasikan kepada Gubernur cq. BALITBANG Provinsi, sebelum
ditetapkan.
Dalam UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004, penyusunan rencana pembangunan
jangka menengah akan menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dengan dimensi waktu
perencanaan 5 (lima) tahun.
a RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah
kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan
Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan
disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif (Pasal 5 Ayat 2).
b Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta
berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif (Pasal 7 Ayat 1).
Pengertian "bersifat indikatif” dalam penjelasan Pasal 5 Ayat 2 adalah bahwa informasi, baik
tentang sumberdaya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam
dokumen rencana ini, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak kaku.
Secara garis besar, tahapan penyusunan dan penetapan rencana pembangunan jangka menengah
daerah berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
2
9
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
3
0
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
g RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah Kepala Daerah dilantik (Pasal 19 Ayat 3);
Sedangkan dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 050/2020/SJ Tahun 2005 perihal Petunjuk
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, penyusunan dan penetapan RPJM Daerah
meliputi serangkaian tahapan sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
3
1
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
disampaikan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan
Daerah.
Dalam UU No. 25 Tahun 2004, penyusunan rencana pembangunan tahunan daerah akan
menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Renja-SKPD) dengan dimensi waktu perencanaan 1 (satu) tahun.
Dokumen perencanaan pembangunan tahunan daerah mengandung muatan (substansi) sebagai
berikut:
a RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat
rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja,
LAPORAN PENDAHULUAN
3
2
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat.
b Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada
RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Sementara itu, dalam dua tahun terakhir, diterbitkan Surat Edaran Bersama Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri perihal Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Musrenbang yang bersifat tahunan dan sementara, sambil menunggu
terbitnya Peraturan Pemerintah yang mengatur tata-cara penyusunan dokumen perencanaan dan
penyelenggaraan Musrenbang. Dalam SEB Meneg PPN/Kepala Bappenas dan Mendagri Nomor
1181/M.PPN/02/2006 dan 050/244/SJ Tahun
2006 perihal Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2006 terdapat
ketentuan mengenai jadwal penyelenggaraan musrenbang yang perlu diperhatikan yakni:
LAPORAN PENDAHULUAN
3
3
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Sistem Informasi adalah proses sistem dan prosedur pengelolaan, pengorganisasian informasi dan
komunikasi untuk menyediakan, mengolah dan menghasilkan informasi secara detil, teliti dan
tepat pada berbagai tingkatan fungsional, organisasi dan manajemen. Secara umum sistem
informasi yang digunakan dapat bersifat stand alone atau terintegrasi dengan jaringan dan sistem
yang lain (multi-user). Penggunaan kedua model tersebut sangat tergantung pada tujuan, fungsi,
dan kebutuhan user (pengguna) dari sistem tersebut.
Definisi SIG selalu berkembang, bertambah, dan bervariasi. Selain itu, SIG juga merupakan suatu
bidang kajian ilmu dan teknologi yang digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu, dan
berkembang dengan cepat. Berikut merupakan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
diantaranya :
SIG adalah kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang
memungkinkan untuk mengelola (manage), menganalisa, memetakan informasi spasial berikut
data atributnya (data deskriptif) dengan akurasi kartografi. (GIS Basic Principle, Viak IT and
Norwegian Mapping Authority,92).
SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi informasi – informasi geografis, SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan,
dan menganalisa objek –objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang
penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang
memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi; (a)
masukan/input, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan
manipulasi data, (d) keluaran/ output. (Aronoff, Stanley. “Geographic Information System: A
Management Perspective”, WDL Publications, Ottawa, Canada.89).
LAPORAN PENDAHULUAN
3
4
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
SIG adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat
lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan,
mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang
bereferensi geografi. (“Understanding GIS : The Arc Info Method” Redlands, A: Environmental
System Research Institute,90).
Jika definisi–definisi di atas diperhatikan, maka SIG dapat diuraikan menjadi beberapa sub-
sistem berikut :
Data Input :
Sub-sistem ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari
berbagai sumber. Sub-sistem ini pula bertanggung jawab dalam meng konversi atau
mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang akan digunakan oleh SIG.
Data Output:
Sub-sistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data,
baik dalam bentuk softcopy maupun dalam bentuk hardcopy seperti : tabel, grafik, peta dan lain –
lain.
Data Management:
Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut kedalam sebuah basis data
sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di–update, dan di–edit.
SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem–sistem
komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari beberapa
komponen berikut :
Perangkat Keras
Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop,
workstations, hingga multi-user host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan
dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan yang
besar (hard disk), dan mempunyai kapasitas memory (RAM) yang besar. Adapun perangkat keras
yang sering digunakan untuk membangun SIG adalah computer (PC), mouse, digitizer, printer,
plotter, scanner.
LAPORAN PENDAHULUAN
3
5
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Perangkat Lunak
Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara
modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap sub-sistem (telah dibahas
sebelumnya) diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa
modul, hingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul
program (*.exe) yang masing–masing dapat dieksekusi sendiri.
LAPORAN PENDAHULUAN
3
6
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Manajemen
Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang –
orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkat.
Berbagai fitur standar yang dimiliki oleh sebuah Sistem Informasi Geografis adalah sebagai
berikut:
Operasi Spasial
Untuk menjawab apa yang dimaksud dengan operasi spasial, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tentu saja pertanyaan di atas akan sangat mudah di jawab hanya dengan menggunakan
tools seperti spreadsheet sekalipun.
Namun sebuah pertanyaan spasial akan berbunyi : ”Berapakah populasi antara pertengahan kota
London dengan pertengahan Santa Barbara?” atau ”Manakah rute terdekat untuk mencapai kota
London dari Zurich?”
Pertanyaan di atas tidak akan bisa di jawab dengan hanya mengandalkan spreadsheet biasa.
Namun, dengan operasi spasial yang dimiliki oleh sebuah Sistem Informasi Geografis, maka
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan di jawab dengan mudah.
Data Linkage
Sebuah Sistem Informasi Geografis memiliki kemampuan untuk menghubungkan data yang
berkaitan menjadi sebuah informasi agregat yang sangat padat dan berisi berbagai informasi
yang dibutuhkan.
Exact Matching
Operasi ini terjadi apabila terdapat beberapa informasi yang memiliki kesamaan atribut
untuk ditampilkan dalam satu tabel. Misalnya, informasi populasi kota dapat ditampilkan
bersama-sama dengan luas kota, karena sama-sama memiliki atribut nama kota.
Hierarchical Matching
LAPORAN PENDAHULUAN
3
7
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Operasi ini terjadi apabila terdapat informasi yang satu memiliki detil informasi yang
lebih dalam dibanding yang lain, namun memiliki atribut yang sama untuk ditampilkan dalam satu
tabel. Misalnya, informasi populasi kota dapat ditampilkan secara hirarki dengan populasi
kecamatan dalam suatu kota, karena sama-sama memiliki atribut nama kota.
Fuzzy Matching
Operasi ini terjadi apabila terdapat informasi yang sama sekali berbeda namun memiliki
kesamaan pada suatu daerah tertentu. Biasanya berhubungan dengan data lingkungan. Untuk
menyatukannya dapat dilakukan overlay kedua informasi tersebut. Operasi ini biasa dilakukan
atas peta perbatasan dengan kriteria yang berbeda (daerah yang lebih besar dengan daerah yang
lebih detail).
Dengan berbagai fitur di atas, sebuah Sistem Informasi Geografis dapat menjawab berbagai
pertanyaan berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
3
8
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Secara umum, komponen sebuah Sistem Informasi Geografis dapat dijelaskan pada gambar
berikut:
Gambar 2-3
Gambar Arsitektur Sistem Geografis
Pada gambar di atas, Sistem Informasi Geografis sebagai representasi kondisi nyata dari real
world memiliki komponen berupa software tools + database tools. Sistem ini menerima query dari
seorang pengguna dan mengembalikan input berupa hasil query (dapat berupa data spasial
maupun non-spasial/relational atau gabungan keduanya).
2.6 SISTEM BASIS DATA
Dari berbagai kebutuhan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan Pekerjaan Penyusunan SIG untuk
Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan, maka kebutuhan akan sistem basis data
menjadi kebutuhan utama. Berikut ini akan diuraikan pemahaman dari pihak konsultan mengenai
sistem basis data, serta berbagai teknologi yang berhubungan dengan sistem tersebut.
Secara umum sistem basis data adalah mekanisme pengelolaan data yang memiliki aturan
baku dalam penyimpanan maupun penyajian data. Dikenal kemudian istilah Data Base
Management System (DBMS) yang merujuk pada berbagai perangkat lunak yang
dikembangkan untuk menangani pengelolaan data dengan aturan baku tersebut. Aturan baku ini
kemudian dikenal dengan nama Standard Query Language (SQL). Selain itu dikenal pula istilah
Remote Data Base Management System (RDBMS) yang merujuk pada DBMS yang dapat diakses
dari tempat yang jauh dari lokasi DBMS tersebut diinstal. Dengan adanya RDBMS dikenal
LAPORAN PENDAHULUAN
3
9
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
kemudian arsitektur basis data yang mengacu pada bagaimana sebuah DBMS dirancang sedemikian
rupa untuk menangani pengelolaan data pada sistem tersebar (kumpulan berbagai sistem dengan
platform -sistem operasi- yang berbeda satu dengan yang lain).
Berbagai arsitektur basis data yang dikenal saat ini antara lain:
LAPORAN PENDAHULUAN
4
0
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Gambar 2-4
Gambar Arsitektur Basis Data Tunggal
1) Replikasi data
Dalam hal ini arsitektur tersebar dilakukan dengan tujuan membuat replikasi data di beberapa
lokasi, sehingga apabila terjadi kerusakan data pada lokasi utama, lokasi lain siap
menggantikannya. Gambaran arsitektur basis data ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2-5
Gambar Arsitektur Basis Data Tersebar Replikasi Data
LAPORAN PENDAHULUAN
4
1
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
2) Distribusi penyimpanan
Dalam hal ini arsitektur tersebar dilakukan dengan tujuan membagi ruang penyimpanan, sehingga
akses ke data tertentu dilakukan di lokasi tertentu. Biasanya dilakukan di tingkat regional,
sehingga data yang tersimpan pada lokasi yang berbeda menggambarkan karakteristik regional
masing-masing. Gambaran arsitektur basis data ini adalah sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
4
2
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Gambar 2-6
Gambar Arsitektur Basis Data Tersebar-Distribusi Penyimpanan
3) Hirarki penyimpanan
Dalam hal ini arsitektur tersebar dilakukan dengan tujuan membentuk hirarki penyimpanan,
dimana kantor pusat menyimpan semua data kantor regional, sedangkan kantor regional
menyimpan data kantor cabang, dan seterusnya. Gambaran arsitektur basis data ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2-7
Arsitektur Basis Data Tersebar-Hirarki Penyimpanan
LAPORAN PENDAHULUAN
4
3
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Business Intelligent
Pada arsitektur ini, lokasi basis data dapat terfokus di suatu lokasi (tunggal) atau
tersebar, dengan kata lain, arsitektur ini tidak mengenal pembagian lokasi secara
konseptual. Arsitektur ini lebih terfokus pada mekanisme optimasi penyajian data dengan
alur pemrosesan sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
4
4
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
a) Data dari luar organisasi masuk melalui level operasional. Data ini berisi berbagai informasi
mengenai kegiatan operasional organisasi sehari-hari, sehingga dapat digunakan untuk mekanisme
input data mentah (raw data).
b) Pada saat data tersebut akan memasuki areal Data Warehouse, data akan
‘dibersihkan’, di ekstraksi, serta ditransformasikan sesuai standar format data di dalam Data
Warehouse.
c) Data kemudian disimpan dalam suatu media penyimpanan data (repository), dapat
berupa basis data relational maupun basis data multidimensional.
d) Decision Support System merupakan tahap berikutnya dari loop, dimana bagian ini
menyajikan berbagai data dalam Data Warehouse kepada Decision Maker(Business Strategist).
Penyajian data bervariasi dengan berbagai bentuk seperti Reports yang sederhana hingga
penggunaan Data Mining maupun On Line Analytical Processing (OLAP).
Gambar 2-8
Arsitektur Business Intelligent
1) Information Handy, mengingat banyaknya data yang bisa diakses dengan teknologi ini, bahkan
dalam bentuk multi dimensi sekalipun.
LAPORAN PENDAHULUAN
4
5
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
3) Dengan adanya Business Intelligent, data sekecil apapun dan dari level operasional
sekalipun akan bernilai tinggi bagi organisasi karena disajikan dalam bentuk agregasi yang tinggi.
4) Keterhubungan antara level manajerial dan operasional dapat secara langsung dipantau
dengan penggunaan teknologi informasi.
Yang dimaksud dengan fungsional basis data adalah merujuk kepada konten basis data, yang
nantinya menentukan dukungan dari DBMS bagi pengelolaan konten tersebut. Dalam hal ini
LAPORAN PENDAHULUAN
4
6
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
konten adalah jenis data yang akan disimpan di dalam basis data, yang dapat dibedakan
sebagai berikut:
a Data Relational
Data relational adalah kumpulan informasi yang memiliki hubungan keterkaitan satu sama lain.
Contoh:
a) Terdapat relasi antara data Daerah Administrasi dan Sebaran Mangrove sebagai berikut:
Gambar 2-9
Gambar Relasi Daerah Administrasi dan Sebaran Mangrove
Relasi di atas dinamakan relasi many to one, karena setiap Daerah Administrasi dapat ‘memiliki’
banyak Sebaran Mangrove, namun hanya ada satu Daerah Administrasi untuk suatu Sebaran
Mangrove.
b) Terdapat relasi antara data Sebaran Mangrove dan Kondisi Sosial Ekonomi sebagai berikut:
Gambar 2-10
Relasi Sebaran Mangrove dan Kondisi Sosial Ekonomi
Relasi di atas dinamakan relasi one to one, karena hanya ada satu Sebaran Mangrove
untuk suatu Kondisi Sosial Ekonomi dan sebaliknya hanya ada satu Kondisi Sosial Ekonomi yang
dimiliki oleh suatu Sebaran Mangrove.
LAPORAN PENDAHULUAN
4
7
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Pada jenis data relational dikenal referential integrity, dimana sebuah data akan
menentukan ada tidaknya data lain, sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
4
8
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
b Data Spasial
Data spasial adalah kumpulan informasi yang sangat erat berhubungan dengan kondisi geografis
suatu daerah, yakni dengan pemetaan dan informasi di dalamnya. Secara umum, data spasial
dibedakan dalam 2 (dua) macam format sebagai berikut:
Vector, yakni data spasial yang terdiri dari kumpulan titik koordinat.
Raster, yakni data spasial yang terdiri dari citra suatu wilayah geografis.
Saat ini, berbagai perangkat lunak DBMS yang ada di pasaran sudah mendukung fungsional basis
data untuk menangani data relational. Dengan demikian berbagai relasi seperti many to many,
one to many (dan sebaliknya), maupun one to one dapat diimplementasikan dengan mudah.
LAPORAN PENDAHULUAN
4
9
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
BAB 3
Dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe Selatan, wilayah kecamatan dengan luas
terbesar yaitu Kecamatan Kolono sedangkan wilayah kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan
Ranomeeto Barat. Khusus untuk 6 Kecamatan yang masuk dalam wilayah kajian, yang memiliki luas
terbesar yaitu Kecamatan Tinanggea dengan luas 354,74 Km 2 sedangkan yang memiliki luas terkecil
yaitu Kecamatan Ranomeeto dengan luas 95,57 Km2.
Tabel 3.1: Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan
Nama DAS Luas (Ha)
Abeli DS 868,776
Adaka 913,616
Alalodanga 1121,289
Andinete DS 5241,827
Andrakura DS 2093,811
LAPORAN PENDAHULUAN
62
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Baho 446,544
Bakutaru DS 44655,098
Balubuaja 317,448
Balubuaja 317,448
Batu-Batu 279,942
Batusanga 1593,566
Beleo 7,94
Bulenge 530,13
Bungin 6,333
Demba 439,957
Gala 13,634
Hari 22,08
Kaindi DS 1294,934
Kajakssing 538,232
Kalo-Kalo DS 2628,513
Kusumouha DS 473,494
Lalonduasi 1042,726
LAPORAN PENDAHULUAN
63
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Lambangi 911,443
Langgapulu DS 4772,316
Laonti DS 10713,232
Lara 3,011
Limbuara 1083,18
Malaringi 422,949
Malaringi 1197,873
Mambomukula 504,352
Marompa 348,678
Meretumbo 5305,926
Moolo DS 3540,814
Moramo DS 11902,937
Namu 808,014
Osena DS 15787,51
P. Kalokato 4,269
Panggoasi DS 2046,602
Pesoa 693,013
Pombaleotubungku 1033,964
Puupi 415,717
Ramburambu 286,62
Rodaroda DS 10974,567
LAPORAN PENDAHULUAN
64
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Roraya 144864,756
Rumbarumba 459,661
Soni DS 2254,771
Tambolosu DS 1863,255
Tapuwatu DS 243,535
Tawatawaro 1579,261
Tawulamea 1219,201
Teo 613,644
Tinaggoa 731,796
Tinanggea DS 4543,152
Tolambatu 4347,52
Towulamea 946,954
Tuetua 375,047
Tumbutumbu 354,33
Watukila DS 1849,363
Watukila DS 1849,363
Watukila DS 1849,363
Watunohu 343,593
Wawosunggu 27,037
Windonu DS 4968,74
LAPORAN PENDAHULUAN
65
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Banggamopeha 542,419
Konaweha 697033,396
Laeya DS 0,675
Laeya DS 2,263
Laeya DS 75320,448
Laeya DS 17,55
Matambawe 4100,171
Matambawe 2,021
Mondoe DS 2,03
Mondoe DS 6728,175
Mondoe DS 11,122
Mondoe DS 11,122
Onembute DS 4000,019
Sambuli DS 0
Sambuli DS 2184,236
Wadongo DS 0,098
Wadongo DS 1749,071
Watunggeakea DS 0,021
Watunggeakea DS 339,675
Wiawia 939,284
mengakibatkan minimnya curah hujan di daerah ini. Pada bulan Agustus sampai dengan Oktober terjadi
musim Kemarau sebagai akibat perubahan kondisi alam yang sering tidak menentu, dan keadaan musim
juga sering menyimpang dari kebiasaan.
Suhu udara Kabupaten Konawe Selatan dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian dari permukaan laut
dan posisi Kabupaten Konawe Selatan yang berada di daerah khatulistiwa sehingga terjadi perbedaaan
suhu pada wilayah tertentu. Secara keseluruhan, Kabupaten Konawe Selatan merupakan daerah
bersuhu tropis. Menurut data yang diperoleh dari Pangkalan Udara Wolter Monginsidi, selama tahun
2008 suhu udara maksimum 32oC dan minimum 21oC. Tekanan udara rata-rata mencapai 1.008,9 milibar
dengan kelembaban udara rata-rata 79 persen. Kecepatan angin pada umumnya berjalan normal yaitu
disekitar 4 M/Sec.
Kondisi Curah Hujan dan jumlah hari hujan di Kabupaten Konawe Selatan setiap tahunnya berbeda,
hal ini dapat ditunjukkan dengan data sebagai berikut :
1. Tahun 2013, hari hujan sebanyak 200 hari dengan curah hujan mencapai 2.726,3 mm
2. Tahun 2012, hari hujan sebanyak 182 hari dengan curah hujan mencapai 2.053,3 mm
3. Tahun 2011, hari hujan sebanyak 204 hari dengan curah hujan mencapai 2.427,0 mm
4. Tahun 2010, hari hujan sebanyak 294 hari dengan curah hujan mencapai 3.649,0 mm
5. Tahun 2009, hari hujan sebanyak 183 hari dengan curah hujan mencapai 1.783,0 mm
Selanjutnya secara geologi wilayah Kabupaten Konawe Selatan dibentuk oleh jenis batuan aluvium
berwarna coklat keputih-putihan bercampur pasir halus dan berbatu serta ditutupi dengan batuan
pratersier terdiri dari bantuan batu lempung bergelimer, batu pasir dan kwarsa. Di bagian pantai batuan
pratesier tersebut ditutupi batuan terumbu gamping. Keadaan batuan yang demikian umumnya tidak
melulus air atau kedap air.
Kecamatan Palangga Selatan, wilayah desa/kelurahan yang mengalami pasang surut yaitu
desa Lakara, desa Ulu Lakara, desa Lalowua, desa Koeono, desa Amondo, desa
Watumbohoti, desa Parasi dan desa Mondoe
Kecamatan Lainea, wilayah desa/kelurahan yang mengalami pasang surut yaitu desa
Lalonggobu, desa Aoreo, desa Watumeeto, desa Pamandati, desa Kaindi, desa Lainea, desa
Matabubu Jaya, desa Molinese, desa Polewali, desa Bangun Jaya, desa Kalo-Kalo dan desa
Ngapa Jaya.
3.1.3 Administratif
Luas wilayah 5.779,47 Km2, atau 15,15 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara yaitu 38.140
Km2. Sedangkan luas wilayah perairan (laut) adalah mencapai 9.368 Km 2, dengan panjang garis pantai
mencapai ± 200 Km. Dengan demikian luas wilayah daratan dan laut mencapai 15.147,47 Km2. Berdasarkan
luas tersebut, Kabupaten Konawe Selatan merupakan wilayah potensial untuk pengembangan sektor
pertanian dan kelautan dengan luas daratan 38,15 % dan laut 61,85 %. Dari luas wilayah tersebut Kabupaten
Konawe Selatan dibagi dalam 22 (dua puluh dua) kecamatan, yaitu: Kecamatan Tinanggea, Kecamatan
Lalembuu, Kecamatan Andoolo, Kecamatan Buke, Kecamatan Palangga, Kecamatan Palangga Selatan,
Kecamatan Baito, Kecamatan Lainea, Kecamatan Laeya, Kecamatan Kolono, Kecamatan Laonti, Kecamatan
Moramo, Kecamatan Moramo Utara, Kecamatan Konda, Kecamatan Wolasi, Kecamatan Ranomeeto,
Kecamatan Ranomeeto Barat, Kecamatan Landono, Kecamatan Mowila, Kecamatan Angata, Kecamatan
Benua, Kecamatan Basala. Dari 22 kecamatan tersebut, Kabupaten Konawe Selatan terbagi menjadi 351
desa dan kelurahan, masing-masing 336 desa dan 15 kelurahan. Kecamatan yang memiliki desa/kelurahan
yang paling banyak adalah Kecamatan Kolono dengan rincian 30 desa dan 1 kelurahan, sedangkan
kecamatan yang memiliki desa/kelurahan yang paling sedikit adalah Kecamatan Wolasi dengan rincian 7 desa
dan 0 kelurahan.
Luas Wilayah
Jumlah
Nama Kecamatan Kelurahan/ Administrasi Terbangun
Desa (Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total
Benua 15 138.31 3.06
Basala 9 105.68 2.34
Sumber : Konawe Selatan dalam angka 2013
PP = r x Pt
Proyeksi Penduduk
Keterangan n+1 =Jumlah
: r = rasio Penduduk x Pertambahan
pertumbuhan; PP =penduduk
Pertumbuhan Penduduk
Pt = Jumlah penduduk tahun n; n = Tahun Berjalan
Po = jumlah penduduk tahun n-1;
3.2 Tata Ruang Wilayah
Tujuan penataan ruang daerah adalah untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif,
berkelanjutan, maju, mandiri dan lestari dengan berbasis pada sektor minapolitan dan agropolitan.
2.4.1 Rencana Kawasan Strategis
(1) Strategi dalam mewujudkan pengembangan wilayah berbasis konsep minapolitan dan agropolitan,
terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan pusat pengembangan minapolitan dan agropolitan;
b. meningkatan infrastruktur penunjang kawasan minapolitan dan agropolitan;
c. meningkatkan kelembagaan pengelolaan kawasan minapolitan dan agropolitan; dan
d. menetapkan sentra kawasan minapolitan dan agropolitan.
(2) Strategi dalam mewujudkan pengendalian kawasan agropolitan dan minapolitan secara ketat, terdiri
atas :
a. menetapkan kawasan pertanian potensial;
LAPORAN PENDAHULUAN
69
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
70
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
(7) Strategi dalam mewujudkan pengelolaan wilayah yang memperhatikan daya dukung lahan,
daya tampung kawasan dan aspek konservasi sumberdaya, terdiri atas :
a. mempertahankan luasan kawasan hutan konservasi dan hutan lindung;
b. mengembangkan ruang terbuka hijau pada kawasan lindung bantaran sungai, ruang evakuasi
bencana alam dan kawasan perlindungan bawahan; dan
c. melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem cadangan air untuk musim kemarau.
(8) Strategi dalam mewujudkan pengembangan kawasan budidaya dengan menumbuhkan kearifan lokal
dan memperhatikan aspek, terdiri atas :
a. mengendalikan pengelolaan kawasan hutan produksi;
b. mengembangkan usaha pertanian dalam arti luas secara terpadu;
c. mengembangkan usaha pertambangan yang berbasis lingkungan;
d. mengembangkan dan memberdayakan industri besar, industri kecil dan industri rumah tangga;
e. mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa; dan
f. mengembangkan kawasan permukiman.
(9) Strategi dalam peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara, terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar aset-aset
pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar aset-aset pertahanan
untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI.
(10) Strategi dalam pengendalian dan penataan kawasan lindung secara ketat dengan
memperhatikan aspek, terdiri atas :
a. mengembalikan fungsi pada kawasan yang mengalami kerusakan melalui penanganan
secara teknis dan vegetative;
b. mempertahankan kawasan resapan air;
c. meningkatkan peran serta masyarakat sekitar kawasan untuk ikut serta dalam pelestarian
kawasan lindung;
d. melestarikan kawasan yang termasuk sekitar daerah aliran sungai dengan
pengembangan hutan atau perkebunan tanaman keras; dan
e. meningkatkan kesadaran akan lingkungan melalui pendidikan, pariwisata, penelitian dan
kerjasama pengelolaan kawasan.
(11) Strategi dalam penataan wilayah mitigasi bencana dalam mengurangi resiko bencana, terdiri atas :
a. mewujudkan lingkungan hidup yang lebih berkualitas bagi masyarakat;
b. membangun sarana dan prasarana sistem peringatan dini serta berbagai fasilitas untuk
perlindungan dan penyelamatan apabila terjadi bencana alam;
c. memulihkan dan meningkatkan kegiatan pertanian dan perikanan;
d. membangun daerah penyangga sesuai dengan karakter pantai;
e. melakukan pembenahan wilayah rawan bencana;
f. merehabilitasi tanah yang rawan longsor;
g. mengamankan fungsi kawasan hutan;
h. rehabilitasi sumber air;
i. membangun sistem peringatan dini secara terintegrasi;
j. meningkatkan kepedulian masyarakat dalam mengatasi bencana; dan
k. melibatkan masyarakat dalam pembangunan bidang sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
(12) Strategi dalam peningkatan sistem jaringan energi dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran, terdiri atas :
LAPORAN PENDAHULUAN
71
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Selain pusat-pusat kegiatan terdapat sistem jaringan prasarana utama di daerah, terdiri atas :
sistem jaringan transportasi darat;
sistem jaringan transportasi laut; dan
sistem jaringan transportasi udara.
LAPORAN PENDAHULUAN
73
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
74
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
BAB 4
M E T O DO L O G I
4.1 PENDEKATAN
Pengembangan sebuah sistem dapat dimulai dari identifikasi kebutuhan pengguna. Dalam uraian
latar belakang pembuatan SIG ini disebutkan bahwa pemerintah Kabupaten Konawe Selatan
memerlukan sebuah sistem informasi yang mampu memberikan keakuratan data mengenai jenis
kegiatan, dana yang telah dihabiskan untuk melaksanakan sebuah kegiatan dan penyebaran
kegiatan pembangunan yang tersebar di daerah-daerah.
Pembuatan Sistem Informasi Geografis Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan
dilakukan melalui pendekatan konsepsional, di mana alur pengembangannya mengacu pada
teori dan undang-undang mengenai sistem perencanaan pembangunan yang ada.
Mekanisme kontrol (pengendalian) pembangunan adalah suatu proses pemantauan dan penilaian
rencana (evaluasi) atas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
LAPORAN PENDAHULUAN
75
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
dilaksanakan oleh masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada SKPD
bersangkutan.
Dari uraian di atas, kerangka metodologi yang digunakan dalam pekerjaan ini dapat dilihat pada
Gambar 4-1.
Pada dasarnya sebuah sistem, apakah itu terkomputerisasi atau tidak, yang dirancang dengan
tujuan untuk memproses informasi, bisa dianggap sebagai sistem informasi. Khususnya,
sebuah sistem yang memasukkan sekelompok input data, kemudian diproses (disusun, di
organisasi, atau distrukturkan) dengan bermacam cara/metoda guna memperoleh informasi
sebagai outputnya.
Kegiatan utama dari sistem ini pada umumnya adalah mengumpulkan data,
mengorganisasikannya, menyimpan, kemudian diproses, lalu ditampilkan sebagai informasi dalam
segala bentuk (raw data, inpretasi data, dsb) dan dalam format yang beragam (teks, video, suara,
dsb) yang digunakan untuk tujuan tertentu.
Gambar 4-2
Konsep Dasar Sistem Informasi
Sistem
Data Informas Informasi
(Input) i (Output)
(Proses)
LAPORAN PENDAHULUAN
76
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Ciri utama sistem informasi adalah distribusi dan interaksi basis data. Sistem informasi
merupakan kesatuan elemen yang tersebar dan saling berinteraksi yang menciptakan aliran
informasi. Proses interaksi tersebut berupa proses data dengan cara pemasukan, pengolahan,
integrasi, pengolahan, komputasi atau perhitungan, penyimpanan, serta distribusi data atau
informasi.
Perlu dibedakan antara data dan informasi. Data merupakan fakta yang ada dan melekat pada
suatu obyek seperti nilai, ukuran, berat, luas, dan sebagainya. Sedangkan informasi
merupakan pengetahuan tambahan yang diperoleh setelah dilakukan pemrosesan dari data
tersebut. Nilai suatu informasi amat bergantung dari pengetahuan yang dimiliki oleh
pengguna. Dengan kata lain informasi merupakan sekumpulan data yang relevan dan
berkaitan (sesuai dengan tingkatan validitas dan reliabilitas nya), yang diolah dan diproses
menjadi bentuk yang mudah dipahami, disukai, dan mudah diakses. Pengguna bebas
memanfaatkan informasi sebagai pengetahuan, dasar perencanaan, landasan pengambilan
keputusan, sampai kepada hal yang sederhana seperti hiburan.
1. Persiapan
2. Survey dan Inventarisasi Data
3. Kompilasi dan Pengolahan Data
4. Perancangan dan Pembangunan Aplikasi SIG
5. Pengujian dan Pemasangan Sistem
6. Pelatihan
LAPORAN PENDAHULUAN
77
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
4.2.1 Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan persiapan pekerjaan, baik yang menyangkut persiapan
administratif maupun persiapan teknis. Persiapan teknis meliputi kegiatan mobilisasi personil dan
koordinasi tim kerja yang akan dilibatkan dalam keseluruhan pekerjaan, penajaman metoda dan
rencana kerja, penyiapan perangkat survei, serta pengumpulan data awal. Secara rinci, pokok
pekerjaan dan hasil kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1) Persiapan Administrasi
Meliputi pengurusan surat-menyurat dan dokumen sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Jenis surat yang diperlukan pada tahap ini berupa surat tugas konsultan dan surat pengantar
dari pihak Direksi maupun Konsultan, yang ditujukan untuk instansi terkait dan berwenang di
wilayah studi. Pelaksanaan pengurusan administrasi dimaksudkan untuk memudahkan kelancaran
pekerjaan, terutama berkaitan dengan pengumpulan data dan pekerjaan di lapangan.
2) Mobilisasi Personil, Peralatan, dan Koordinasi Tim Kerja
Meliputi kegiatan penyiapan peralatan, tenaga ahli dan kegiatan koordinasi/diskusi antara tenaga
ahli yang terlibat dalam tim kerja konsultan. Penyiapan peralatan kantor yang akan
digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan berupa komputer, printer, ATK dan sebagainya. Tenaga
ahli yang akan dilibatkan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
pekerjaan (bidang keahlian, kualifikasi personil, dan pengalaman kerja). Penentuan personil yang
akan dilibatkan dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat efisiensi dan efektivitas kerja yang
dapat diberikan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.
Pada tahap awal, kegiatan koordinasi tim kerja konsultan bertujuan untuk mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara matang dan rinci, berkaitan dengan
proses pekerjaan yang akan dilakukan. Kegiatan ini meliputi penyusunan organisasi kerja,
penyusunan rencana kerja, pembagian kerja, serta kebutuhan fasilitas pendukung yang diperlukan
bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pada tahap selanjutnya kegiatan koordinasi dan diskusi
tim kerja akan dilakukan secara berkelanjutan (selama proses pelaksanaan pekerjaan
berlangsung), untuk memperoleh kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan.
3) Penajaman metoda dan rencana kerja
Kegiatan ini bertujuan untuk menajamkan rencana/metodologi pelaksanaan pekerjaan, sebagai
suatu pegangan yang harus ditaati oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan
pekerjaan ini. Rumusan rencana kerja ini secara garis besar meliputi detail kegiatan dan
jadwal pelaksanaan pekerjaan, pelibatan dan jadwal penugasan tenaga ahli, serta keluaran
pekerjaan yang harus dihasilkan.
4) Penyiapan perangkat survei
Sebagai langkah awal pelaksanaan survei lapangan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya,
terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan yang diperlukan agar pelaksanaan survei dapat
LAPORAN PENDAHULUAN
78
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
berjalan dengan lancar. Persiapan yang dilakukan antara lain meliputi perumusan desain survei,
daftar kebutuhan data dan instansi sumber data/informasi, penyiapan personil (surveyor) dan
peralatan survei yang akan digunakan dalam kegiatan lapangan.
5) Pengumpulan data awal
Kegiatan pengumpulan data sekunder awal akan dilakukan dengan mengumpulkan laporan
perencanaan, hasil studi, kebijakan, yang terkait dengan lokasi pekerjaan baik langsung maupun
tidak langsung serta peta dasar yang tersedia dari instansi pemetaan yang berwenang, yaitu
Bakosurtanal.
6) Studi Pustaka
Studi Pustaka, berupa studi kepustakaan terhadap bahan-bahan awal yang telah diperoleh dari
pengumpulan data awal yang berkaitan dengan substansi pekerjaan. Studi pustaka/literatur
meliputi kajian terhadap literatur umum maupun kebijakan dan peraturan perundangan yang
berlaku. Maksudnya adalah untuk meningkatkan
LAPORAN PENDAHULUAN
79
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
pemahaman konsultan mengenai substansi pekerjaan yang akan berguna bagi Sistem Informasi
Geografis Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan.
Bagian pokok yang merupakan inti dari database adalah tersedianya data yang cukup lengkap dan
bisa dipercaya. Sebagai bahan informasi untuk melengkapi atau memperoleh data-data tentang
kondisi fisik dan sosial ekonomi di lokasi studi yang diperlukan dalam penyusunan maka perlu
dilakukan survey sebagai berikut :
LAPORAN PENDAHULUAN
81
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Kompilasi data dilakukan atas jenis data grafis, non grafis serta kualifikasi dan validasi nya serta
kelengkapannya. Berdasarkan kompilasi atas data ini, maka dapat ditentukan data yang masih
memerlukan updating/recheck, sehingga apabila ditemui data sekunder yang dianggap kurang
lengkap/valid dapat ditinjau langsung di lapangan. Hasil dari kompilasi dan evaluasi data antara
lain adalah :
1. Penyusunan Peta Dasar: Peta dasar akan dibuat berdasarkan peta Bakosurtanal berskala
1 : 50.000 dan selanjutnya pada peta tersebut akan diplotkan batas-batas administrasi dan batas-
batas lainnya sesuai dengan kebutuhan.
2. Kompilasi Data Tabular: data dari laporan pelaksanaan kegiatan maupun dari dokumen
lain yang terkait, serta dari hasil survey, dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan kelompok
informasi yang akan ditampilkan.
LAPORAN PENDAHULUAN
82
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Database yang berdaya guna adalah bilamana data yang terkandung di dalamnya mempunyai
akurasi dan ketelitian yang tinggi. Tingkat akurasi tergantung dari sumber datanya. Suatu
database yang canggih tidak akan menghasilkan data analisa yang baik bilamana data yang
terkandung di dalamnya mempunyai kualitas yang diragukan.
Kualitas data juga tergantung dari sistem screening dan validasi yang ditetapkan dalam tahap ini.
Klarifikasi data perlu dilakukan pada data mentah yang masuk sebelum dimasukkan ke dalam
sistem database. Pemahaman akan kualitas data mentah sangat diperlukan disini khususnya bagi
personil yang berkepentingan dengan data tersebut.
Ada 3 (tiga) komponen dasar yang harus diperhatikan dalam sebuah pengembangan aplikasi
SIG, yaitu :
LAPORAN PENDAHULUAN
83
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Dalam bentuk diagram alir, proses pembangunan sistem informasi geografi dapat dijelaskan
dalam diagram alir seperti pada Gambar 4-3.
Untuk lebih jelasnya proses tahapan pembangunan sistem informasi geografi dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Analisis
LAPORAN PENDAHULUAN
84
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
a) Data Vektor
Data vector adalah jenis data spasial yang penyimpanan nya bukan titik per titik, melainkan
berdasarkan objek (feature). Objek (feature) dalam data vector adalah:
1. Region (polygon) untuk menggambarkan data berbentuk luasan seperti misalnya
wilayah pemerintahan.
2. Garis (polyline) untuk menggambarkan data yang representatif garis seperti misalnya garis
pantai, jalan dan sebagainya.
LAPORAN PENDAHULUAN
85
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
3. Titik (symbol) untuk menggambarkan data yang representatif titik seperti misalnya titik
sumur, kota dan sebagainya
b) Data Raster
Berbeda dengan data jenis vector, model penyimpanan data jenis raster berupa penyimpanan
data titik per titik. Oleh karena itu, pada umumnya data jenis ini relatif lebih besar ukurannya.
Dalam SIG raster digunakan untuk latar belakang yang dapat dipakai untuk memeriksa kecocokan
data vektor.
Secara umum sistem yang dikembangkan memiliki ruang lingkup kurang lebih sebagai berikut:
1. Mampu melakukan fasilitas system informasi geografis standar (seperti misalnya zoom-in,
zoom-out, pan, spatial query dan sebagainya)
2. Mampu menampilkan informasi-informasi kegiatan/pembangunan
3. Menampilkan peta penilaian kinerja kegiatan hasil analisis
4. Menggunakan platform e-government
5. Berbasis data yang terbuka
6. Mampu menghasilkan pelaporan sesuai dengan kebutuhan
1. Visualisasi
2. Analisis
3. Korelasi
Hal lain yang patut diingat adalah bahwa SIG adalah salah satu jenis system informasi, oleh
karenanya tipikal pembangunan aplikasi SIG adalah tipikal proses pembangunan sistem informasi.
Dari kacamata pembangunan sebuah system informasi, secara umum, metodologi pengembangan
sistem informasi terdiri dari empat bagian besar. Analisis, desain, konstruksi dan implementasi,
dengan masing-masing dari empat bagian besar ini masih terbagi-bagi lagi dalam beberapa
bagian.
Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis ini ada dua bagian, yaitu survey sistem
dan analisis terstruktur yang secara garis besar untuk memperoleh pengertian dari permasalahan-
permasalahan, efisiensi dan pertimbangan-pertimbangan yang mengarah ke pengembangan
sistem.
LAPORAN PENDAHULUAN
86
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Memperkirakan kendala-kendala yang akan dihadapi dalam pengembangan sistem tersebut dan
menentukan solusi-solusi alternatif pendahuluan.
• Survei Sistem
Kegiatan pada tahap survei pengumpulan data ini adalah mengumpulkan informasi dan data
selengkap-lengkapnya mengenai:
a. Sistem dan Prosedur: Tim Survei akan menjaring konsep kerja/sistem dan prosedur
pengelolaan data dari sistem yang berjalan sekarang ini.
b. Data dan Informasi: Pengumpulan informasi mengenai proses pengolahan data hasil
kegiatan, serta mengklasifikasikan seluruh jenis data dan menyampaikan konsep mekanisme flow
of data.
d. Sarana: Mengumpulkan data mengenai sarana utama maupun penunjang yang telah tersedia
guna mendukung sistem yang terintegrasi.
Selain melaksanakan survei untuk pengumpulan data dan informasi, juga akan dilaksanakan studi-
studi literatur dan peraturan-peraturan yang terkait. Setelah hasil pengumpulan data ini
diperoleh kemudian akan didiskusikan dengan pihak konsumen
LAPORAN PENDAHULUAN
87
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Adapun data yang akan dikumpulkan dan diinventarisasi adalah data peta dan data alphanumerik.
Pada tahap ini akan diperiksa kelengkapan tiap peta serta relasinya dengan data alphanumerik
yang sangat diperlukan dalam pembangunan database.
• Analisis terstruktur
Pada tahap ini tim studi akan menganalisis bahan masukan yang telah diperoleh dari hasil survei.
Analisis terhadap hasil survei tersebut terbagi dalam beberapa jenis analisis, yaitu
a. Analisis sistem dan prosedur: Analisis pada tahap ini bertujuan untuk
mempelajari hasil studi dan bersama tim ahli menyusun suatu sistem dan prosedur tentang
pengumpulan dan pengelolaan data.
b. Analisis sistem informasi: Tujuan analisis sistem informasi ini adalah mempelajari dan
menyusun konsep sistem pengelolaan data dengan menggunakan peralatan dan perlengkapan yang
sesuai dan mudah dioperasikan serta menjamin terhadap kualitas dan kuantitas serta keamanan
terhadap informasi yang dihasilkan.
c. Analisis sarana pendukung: Analisis sarana pendukung yang dimaksud di sini adalah
mempelajari, memilih dan memberikan alternatif saran pendukung yang berhubungan dengan
sistem informasi di dalam penyelenggaraan sistem tersebut.
Pada tahap analisis ini yang paling penting dilakukan adalah menentukan dan merumuskan
informasi apa saja yang akan disajikan – terutama terkait dengan informasi mengenai
kegiatan/pembangunan fisik – di dalam sistem.
Pengujian sistem dilakukan untuk memperoleh persetujuan dari user dikonfirmasikan dan
dibuktikan semua fungsi-fungsi sistem, apakah bekerja sesuai dengan yang telah dirancang atau
tidak, dengan mengacu pada dokumen definisi kebutuhan serta rancangan dasar.
1. Tahap Instalasi sistem adalah meletakkan perangkat keras, memasang kabel jaringan jika
menggunakan local area network, uji coba transfer data. Meng-install perangkat lunak dan
aplikasi-aplikasi.
LAPORAN PENDAHULUAN
88
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
2. Presentasi Akhir dan Laporan Akhir: Presentasi yang dilakukan pada tahap ini adalah laporan
dan penjelasan dari seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan dalam melakukan studi dan
penelitian sampai dengan implementasi, yang isinya antara lain menjelaskan hasil-hasil yang
telah dicapai sejak dimulainya survei, hasil analisis permasalahan dan kebutuhan, perbaikan-
perbaikan yang terjadi (berdasarkan konsultasi dengan pihak konsumen) serta laporan hasil
perancangan sistem prosedur dan konsep sistem secara global. Penyerahan aplikasi-aplikasi
sistem dan sub sistem beserta laporan akhir akan diserahkan.
3. Pemeliharaan Sistem: Setelah tahap di atas dilaksanakan bukan berarti pekerjaan selesai
begitu saja, akan tetapi tetap akan diadakan evaluasi yang berkelanjutan terhadap error atau
masalah pada saat sistem digunakan. Adapun evaluasi dan pemeliharaan sistem ini frekuensi nya
dapat ditentukan kemudian.
LAPORAN PENDAHULUAN
89
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
4.2.7 Pelatihan
Setelah instalasi aplikasi SIG selesai dilaksanakan dengan baik dan siap digunakan, maka hal terpenting
yang harus disiapkan adalah sumberdaya manusia untuk menggunakan dan mengoperasikan SIG yang
sudah terbangun tersebut. Untuk itu, diperlukan penyiapan sumberdaya manusia agar mampu
mengoperasikan SIG tersebut, melalui pelatihan. Pelatihan dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai
kebutuhan dari peserta yang akan mengikuti pelatihan. Untuk tingkatan operator, pelatihan dapat
dilakukan secara khusus maupun on-the job training. Sedang untuk level user, pelatihan dilakukan dalam
bentuk seminar.
Untuk keperluan pelatihan tersebut, akan disiapkan modul-modul pelatihan. Modul-modul pelatihan yang
disiapkan disesuaikan dengan keperluan operator dengan tetap menggunakan standard kualitas.
Metodologi Analisa dan Desain yang digunakan di dalam pengerjaan sistem ini adalah metodologi analisa
dan desain object-oriented dengan menggunakan UML (Unified Modeling Language). UML adalah bahasa
pemodelan/diagram yang secara standar digunakan untuk mengekspresikan hasil analisa dan desain. UML
disepakati sebagai standar industri di bawah pengawasan OMG (Object Management Group). UML berisi
spesifikasi beberapa jenis dokumen atau diagram, seperti misalnya diagram use case untuk
menjelaskan requirement atau diagram class untuk menjelaskan class-class yang diperlukan dalam
pemrograman nanti. Selain diagram/dokumen UML untuk melengkapi desain diperlukan pula dokumen
tambahan, seperti misalnya desain sketsa user interface dan ERD (Entity Relationship Diagram) untuk
menjelaskan struktur database yang akan digunakan.
Gambar 4-4
Dokumen-dokumen yang Dibuat Menggunakan Metoda UML
LAPORAN PENDAHULUAN
90
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
91
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
92
BAB 5
RENCANA KERJA
5.1 JADUAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pembuatan Sistem Informasi Geografis Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan
tahun anggaran 2017 akan dilaksanakan dalam jangka waktu 60 hari kalender atau 2 bulan sejak
ditetapkannya Surat Perintah Kerja (SPK). Untuk itu, jadual kegiatan yang akan dilakukan
disesuaikan dengan waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam jadwal kegiatan ini pada
prinsipnya akan diuraikan kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tahapan pekerjaan.
Selengkapnya jadwal kegiatan yang dilakukan dapat dilihat Tabel
5-1.
a Team Leader
Team Leader bertugas untuk menjabarkan ruang lingkup kegiatan ke dalam langkah- langkah
operasional sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, mengkoordinir dan memberi
petunjuk kepada tenaga ahli dan tenaga penunjang yang ada di lingkungan kerjanya, serta
bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan semua proses yang dilakukan selama
pekerjaan berlangsung. Sebagai Ahli Sistem Informasi Geografis bertugas dan bertanggung
jawab untuk mengkoordinasikan tim dan materi Penyusunan Sistem Informasi Geografis Untuk
Perencanaan dan Kontrol Pembangunan.
72
Tabel 5-1
Jadual Pelaksanaan Pekerjaan
Nopember
No Kegiatan Keluaran 1 2 3 4 1
I Tahapan Persiapan
a Administratif
b Manajemen
c Teknis
d Perangkat Keras Dan Lunak
e Penyusunan Laporan Pendahuluan
f Penyerahan Laporan Pendahuluan
g Pembahasan Laporan Pendahuluan
h Perbaikan Dan Penyerahan Laporan Pendahuluan
II Tahapan Survey
a Persiapan Survey Lapangan
b Kondisi Lapangan
c Detail Identifikasi Kebutuhan Data
d Inventarisasi Data
III Kompilasi dan Pengolahan Data
a Penyusunan Peta dasar
b Kompilasi Data Tabular
c Pengolahan Basis Data SIG
V Perancangan dan Pembangunan Aplikasi GIS
a Desain Konfigurasi Sistem
b Desain Modul Aplikasi GIS
c Desain Basis Data
d Desain Aplikasi GIS
e Desain User Interface
f Penyusunan Laporan Kemajuan
g Penyerahan Laporan Kemajuan
h Pembahasan Laporan Kemajuan
i Perbaikan Dan Penyerahan Laporan Kemajuan
VI Tahap Finalisasi
a Tahapan Pengembangan Perangkat Lunak
b Penggabungan Data Spasial Dengan Data Tabular
c Tahapan Implementasi Dan Integrasi
d Tahapan Pengujian Sistem
e Tahapan Dokumentasi Sistem
f Pembuatan Buku Manual
g Tahap Pelatihan Dan Pendampingan
j Penyusunan Laporan Akhir
k Penyerahan Laporan Akhir
l Pembahasan Laporan Akhir
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
Ketua Tim
Tugas dan tanggung jawab Ahli GIS Specialist dalam pekerjaan Penyusunan Sistem Informasi
Geografi Untuk Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan ini adalah:
Membuat dokumentasi rencana dan detail desain GIS
Membuat Grand Desain GIS
Penyusunan Konsep GIS
Membuat Desain Aplikasi GIS
Bertanggung jawab terhadap proses digital mapping, data installation dan pembuatan
layout peta.
Membantu pembuatan rencana program pelatihan meliputi jadwal waktu, Instruktur
dan modul-modul yang akan dipakai.
Bertanggung jawab dalam menyusun dan mempresentasikan hasil pekerjaan
Bertanggung jawab langsung kepada team leader
f Ahli Perencanaan
Tugas dan tanggung jawab Ahli Perencanaan dalam pekerjaan Penyusunan Sistem Informasi
Geografi Untuk Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan ini adalah:
Melakukan kajian terhadap aspek tata ruang wilayah
Menyusun database tentang kondisi dan potensi pengembangan tata ruang
Bertanggung jawab dalam menyusun dan mempresentasikan hasil pekerjaan
g Ahli Kawasan
Tugas dan tanggung jawab Ahli Kawasan dalam pekerjaan Penyusunan Sistem Informasi Geografi
Untuk Perencanaan Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan ini adalah:
Melakukan kajian kemampuan ekonomi dan keuangan daerah
Menyusun database kondisi dan potensi sosial ekonomi
Bertanggung jawab dalam menyusun dan mempresentasikan hasil pekerjaan
Bertanggung jawab langsung kepada team leader..
j Tenaga Pendukung
Dalam penyelesaian pekerjaannya tenaga-tenaga ahli tersebut di atas dapat dibantu oleh
beberapa tenaga teknisi pembantu dan tenaga staf penunjang yaitu Chief Surveyor (5 orang), Data
Entry/Operator (25 orang), dan beberapa tenaga staf penunjang lainnya.
Mengenai Jadual Penugasan Tenaga Ahli untuk Pekerjaan Penyusunan SIG untuk Perencanaan
Potensi Daerah Kabupaten Konawe Selatan. Selengkapnya Jadual Penugasan Tenaga Ahli untuk
Pekerjaan ini dapat dilihat pada Tabel 5-2.
Adapun mengenai Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan SIG Perencanaan dan Kontrol
Pembangunan di Kabupaten Konawe Selatan dapat dilihat pada Gambar 5-1.
LAPORAN PENDAHULUAN 74
DESAIN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN
5.3 PELAPORAN
Dokumen laporan Pekerjaan Pembuatan Desain Sistem Informasi Geografis (SIG) Potensi Daerah
dan
Kontrol Pembangunan di Kabupaten Konawe Selatan meliputi:
Laporan pendahuluan memuat tinjauan terhadap kerangka acuan kerja, rencana kerja
pelaksanaan kegiatan termasuk jadwal waktu pelaksanaan di kaitan dengan waktu dan personil
yang diperlukan, metodologi dikaitkan dengan waktu dan personil yang diperlukan, metodologi
pelaksanaan kegiatan, instrument riset lapangan. Laporan pendahuluan sebanyak 10 (sepuluh)
eksemplar. Laporan pendahuluan diserahkan pada akhir minggu kedua sejak adanya SPK (Surat
PerintahKerja).
LAPORAN PENDAHULUAN 75
2. Laporan Kemajuan,
Laporan Kemajuan memuat: tinjauan literature dan hasil tahap pengumpulan data awal.
Selanjutnya disampaikan juga pembahasan hasil pengolahan dan analisis data, terutama setelah
tahap observasi lapangan. Laporan kemajuan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar, dapat pula
disebut sebagai laporan pertengahan dari total waktu kegiatan penelitian. Laporan kemajuan
diserahkan pada akhir bulan ketiga sejak adanya SPK (Surat Perintah Kerja).
3. Laporan Akhir (Final Report)
Laporan akhir merupakan hasil penyempurnaan dari laporan kemajuan setelah memperoleh
masukan dan saran dari tim asistensi (pemberi tugas) dan hasil presentasi publik yang melibatkan
para ahli dan stakeholder terkait. Laporan akhir ini sebanyak 20 (dua puluh) eksemplar. Laporan
akhir diserahkan pada akhir bulan keenam sejak adanya SPK (Surat Perintah Kerja) atau akhir
penugasan.
4. Keping CD (Compact Disc)
Berisi file seluruh hasil pekerjaan sebanyak 10 buah, diserahkan pada akhir kontrak. Keping CD
diserahkan bersamaan dengan penyerahan laporan akhir.
78
79