BAB I
PENDAHULUAN
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 2002 tentang Baku Tingkat
Kebisingan.
12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.
13. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 02/KPTS/1985 tentang Ketentuan pencegahan
dan Penanggulangan Kebakaran pada Gedung.
14. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Gedung dan Lingkungan.
15. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kab.
16. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 02 Tahun 1999
tentang Ijin Lokasi.
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 147/MENKES/PER/I/2017 tentang Perijinan Terminal.
18. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2018 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2017 tentang Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2017 tentang Klasifikasi Terminal.
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kab.
22. Keputusan Bapedal Nomor 03 tahun 1995 tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya.
23. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2018 tentang Ijin Lingkungan.
24. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
25. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
26. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
27. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengolahan Bahan Limbah Berbahaya dan
Beracun.
1.3.2 Kegunaan
Kegunaan dari dokumen UKL-UPL rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan Terminal Tipe
B Kolaka di Desa Tawainalu Kecamatan Tirawuta Kabupaten Kolaka , adalah :
1) Bagi Pemerintah
a) Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengembangan, pengawasan dan pengendalian pembangunan.
b) Sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Kolaka dan instansi terkait dalam melakukan
pengawasan dan pemantauan lingkungan hidup.
2) Bagi Pemrakarsa
a) Membantu pemrakarsa dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan perencanaan dan
pengelolaan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan Terminal .
b) Sebagai bahan acuan dalam upaya pemberdayaan masyarakat sebagai akibat dari kegiatan
pengoperasian terminal dan fasilitas penunjangnya.
c) Sebagai instrument pengikat dan acuan bagi pemrakarsa dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
d) Sebagai bahan pertimbangan dalam permohonan rekomendasi kelayakan lingkungan hidup
terhadap pembangunan dan pengoperasian terminal.
3) Bagi Masyarakat.
a) Kemudahan memperoleh fasilitas terminal yang memadai, yang setara dengan terminal di
internasional serta fasilitas Penumpang yang memadai baik dalam jumlah maupun kualitas
pelayanan bagi penumpang, maupun pelayanan lainnya dengan harga yang bersaing dan
terjangkau oleh masyarakat.
b) Terbukanya kesempatan kerja seperti penyediaan fasilitas penunjang dari warga sekitar terminal
serta penyediaan berbagai jasa pendukung aktivitas lainnya oleh warga di sekitar terminal.
c) Terjalin pola kemitraan dengan usaha lain.
d) Saling kontrol dari masyarakat terhadap kegiatan terminal yang bersifat negatif
BAB II
2. Lokasi Rencana Usaha dan/atau : Jl. Poros Kendari Kolaka Kabupaten Kolaka .
Kegiatan
3. Informasi Kegiatan : Rencana kegiatan terletak pada kawasan dengan
peruntukan sesuai penataan ruang adalah kawasan
jasa dan perdagangan.
Secara jelas deskripsi kegiatan pembangunan Terminal Tipe B Kolaka Kabupaten Kolaka nantinya
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data Teknis Kegiatan Fisik Terminal Tipe B Kolaka Kabupaten Kolaka
Satuan
No Uraian Rencana Kegiatan Volume
Kegiatan
A Pekerjaan Persiapan
1 Mobilisasi de Mobilisasi 1,00 Unit
2 Pembersihan Lapangan 9.750,00 m2
3 Uitzet & Bouwplank 540,00 m2
4 Pagar Pengaman Keliling 300,00 m
5 Direksi keet 60,00 m2
6 Air & Listrik Kerja 1,00 Unit
7 Papan nama Proyek (120 x240) cm 1,00 Unit
B Pekerjaan Tanah
1 Galian pematangan lahan 37,25 m3
2 Galian tanah pondasi struktur 1.502,79 m3
Urugan dan pemadatan tanah peninggian elevasi
3 18.372,53 m3
gedung
4 Urugan pasir 609,29 m3
C Pekerjaan Struktur
C.1 Pekerjaan Beton Sub Struktur
1 Lantai kerja Pondasi 239,20 m3
2 Pondasi Footplat 422,76 m3
3 Pondasi bored pile 273,00 m3
4 Pile cup 256,77 m3
C.2 Pekerjaan Beton Upper struktur
1 Beton Bertulang Ground Floor 420,42 m3
2 Beton Bertulang 2nd Floor 883,88 m3
3 Beton Bertulang Roof Floor 839,59 m3
4 Beton Bertulang Tangga 1,00 Unit
5 Beton Bertulang Tangga Darurat
2,00 Unit
D Pekerjaan Arsitektural
D.1 Pekerjaan Pasangan dan Plesteran
12.014,59 m2
.
1 Plesteran dan Acian 19.370,93 m2
D.2
Pekerjaan Pintu dan jendela dan Partisi
.
1 Pekerjaan Pintu dan Jendela 411,00 Bh
2 Pekerjaan Partisi 350,00 m2
D.3
Pekerjaan Finishing Lantai dan Dinding
.
1 Pekerjaan lantai Marmer 9.417,60 m3
2 Pekerjaan lantai dan dinding Keramik 6.339,00 m2
3 Pekerjaan Dinding lapis Granit 510,93 m2
4 Pekerjaan Dinding ACP 1.688,00 m2
5 Pekerjaan dinding Lapis Timbel (Luar dalam) 720,00 m2
5 DISHUB PROV SULTRA-_LPPM UHO
LAPORAN DPLH TERMINAL KABUPATEN KOLAKA TA 2018
Selain itu terminal ini dilengkapi dengan layanan umum, antara lain layanan Mobil
Ambulance, layanan Medical Chek Up, layanan Visum and Repertum, layanan KB Terminal dan
layanan MOW (Medical Operatif Wanita).
Dalam usaha mendukung kegiatan utama, yaitu pelayanan jasa kesehatan dan penyediaan
jasa yang berhubungan dengan kesehatan pasien, maka Terminal Tipe B Kolaka Kabupaten Kolaka
memiliki kapasitas 233 tempat tidur serta berbagai fasilitas pendukung seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Sarana dan Prasarana Pendukung Terminal Tipe B Kolaka Kabupaten Kolaka
Kegiatan penerimaan tenaga kerja untuk konstruksi berpotensi menimbulkan dampak negatif
berupa keresahan masyarakat, jika perekrutan tenaga kerja tidak memprioritaskan tenaga kerja
lokal.
2) Base camp
Pembagunan base camp berfungsi sebagai kantor pelaksana, P3K, penginapan pekerja, bengkel
an dan perbaikan alat berat serta gudang penyimpanan material, disamping itu dilengkapi dengan
sarana MCK.
Kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak adalah penumpukan material konstruksi,
kebisingan, lalu lintas pengangkutan material dan aktivitas para pekerja yang bisa menimbulkan
konflik dengan masyarakat setempat. Selain itu kegiatan ini juga memberikan dampak positif
berupa kesempatan usaha.
3) Penyiapan Lahan
Kegiatan penyiapan lahan meliputi kegiatan pembersihan dan pengupasan lahan, pagar keliling
lokasi pembangunan. Kegiatan ini dapat menimbulkan dampak berupa debu, kebisingan,
hilangnya sejumlah vegetasi dan fauna lokal, dan gangguan terhadap lalu lintas.
4) Pekerjaan Konstruksi
Uraian pekerjaan konstruksi disajikan secara lengkap dalam tabel 7.
Tabel 7. Uraian pekerjaan konstruksi
Satuan
No Uraian Rencana Kegiatan Volume
Kegiatan
A Pekerjaan Persiapan
1 Mobilisasi de Mobilisasi 1,00 Unit
2 Pembersihan Lapangan 9.750,00 m2
3 Uitzet & Bouwplank 540,00 m2
4 Pagar Pengaman Keliling 300,00 m
5 Direksi keet 60,00 m2
6 Air & Listrik Kerja 1,00 Unit
7 Papan nama Proyek (120 x240) cm 1,00 Unit
B Pekerjaan Tanah
1 Galian pematangan lahan 37,25 m3
2 Galian tanah pondasi struktur 1.502,79 m3
Urugan dan pemadatan tanah peninggian
3 18.372,53 m3
elevasi gedung
4 Urugan pasir 609,29 m3
C Pekerjaan Struktur
C.1 Pekerjaan Beton Sub Struktur
1 Lantai kerja Pondasi 239,20 m3
2 Pondasi Footplat 422,76 m3
3 Pile cup 256,77 m3
4
C.2 Pekerjaan Beton Upper struktur
1 Beton Bertulang Ground Floor 420,42 m3
2 Beton Bertulang 2nd Floor 883,88 m3
Kegiatan tersebut di atas akan menimbulkan dampak berupa kebisingan, debu, peningkatan
emisi gas buangan, sedimentasi, peningkatan aliran permukaan. Kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak adalah penumpukan material konstruksi, kebisingan, lalu lintas
pengangkutan material dan aktivitas para pekerja yang bisa menimbulkan konflik sosial dengan
masyarakat setempat. Selain itu kegiatan ini juga memberikan dampak positif berupa lapangan
kerja dan kesempatan berusaha.
5) Tahap Operasi Terminal
a. Perekrutan tenaga kerja operasi
Tenaga kerja yang mendukung kegiatan operasional terminal diperkirakan 200 karyawan
baik maupun non , dengan rincian sebagai berikut :
1) Direktur Utama : 1 orang
2) Wakil Direktur Bidang Keuangan dan Administrasi : 1 orang
3) Wakil Direktur Bidang : 1 orang
4) Manajer lapangan : 1 orang
5) Umum : 11 orang
6) Front Office : 20 orang
7) Tenaga Adminitrasi Terminal : 50 orang
8) Pantry dan Restaurant : 10 orang
12 DISHUB PROV SULTRA-_LPPM UHO
LAPORAN DPLH TERMINAL KABUPATEN KOLAKA TA 2018
9) Engineering : 3 orang
10) Satpam : 4 orang
Kegiatan perekrutan ini dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap
masyarakat lokal. Dampak positif berupa terbukanya kesempatan kerja baru. Dampak negatif
yang mungkin terjadi bahwa kesempatan kerja yang ditawarkan dengan spesifikasi tertentu
beresiko terhadap tenaga kerja lokal yang tidak tersedia sesuai kebutuhan berupa keresahan,
kecemburuan dan bisa menimbulkan konflik sosial.
b. Pengoperasian terminal, meliputi :
1) Instalasi
Fasilitas yang digunakan sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan
terminalpenumpangoleh penumpang di bidang masing-masing yang disediakan
untukpenumpangyang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak
memerlukan pelayanan an. Kegiatan ini menimbulkan dampak peningkatan sampah.
1) Bengkel Mekanikal dan Elektrikal (Workshop)
Fasilitas untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan ringan terhadap komponen-
komponen sarana, prasarana dan peralatan medik. Kegiatan ini menimbulkan dampak
peningkatan sampah non padat dan cair serta kebisingan.
2) Instalasi Air Bersih
Angka kebutuhan air bersih Terminal Tipe B Kolaka diprediksi berdasarkan standar
kebutuhan air bersih masyarakat perKaban sesuai ketentuan DirJen Cipta Karya (200
ltr/org/hr untukpenumpangterminal), karyawan dan pengunjung 30 ltr/org/hr, dan rata-
rata tingkat hunian terminal dalam wilayah Kabupaten Kolaka tahun 2018. Perhitungan
kebutuhan air bersih untuk Terminal Tipe B Kolaka dapat dilihat pada tabel 8.
Kebubutuhan
Peralatan Air (ltr/hr)
Air (ltr/hr)
1. Penumpang 233 - 200 46.600,00
2. Tenaga Kerja Terminal 200 - 30 6.000,00
3. Non (lain-lain) 90 - 30 2.700,00
3. Pengunjung 466 - 30 13.980,00
Jumlah 68.680,00
Kebutuhan air untuk an gedung = 20% 13.736,00
Cadangan air untuk pemadam kebakaran = 5% 3.434,00
Cadangan Persediaan Air Bersih = 10% 6.868,00
Total Kebutuhan Air Bersih 92.718,00
Dari tabel diatas diperoleh total kebutuhan air bersih untuk aktivitas harian
Terminal Tipe B Kolaka sebesar 92.718,00 liter/hari atau 92,72 m3/hari atau 3, 863
m3/jam. Sesuai dengan kebutuhan akan air bersih di atas, akan dibangun reservoar
bawah yang mampu menampung air sebesar 125 m 3 dan reservoar atas dengan daya
tampung sebesar 20 m3.
Dampak yang mungkin ditimbulkan dari pemanfaatan air bersih berupa limbah
cair.
3) Instalasi Pengelolaan Air Limbah
Dari jumlah pemanfaatan air bersih di atas diperkirakan 80% dari 92.72 m 3/hr, maka
akan terbuang sebagai air limbah, sehingga debit (Q) air limbah atau limbah cair yang
dihasilkan dalam satu hari = 74,176,00 m 3/hr atau 74,2 m3/hr atau 3,1 m3/jam. Untuk
mengelola air limbah cair tersebut diperlukan unit pengelolaan limbah cair dengan
kapasitas sebesar 100 m3/hr, dengan teknologi sistem biofilter aerob dan anaerob,
seperti dalam gambar rencana. Kegiatan ini menimbulkan dampak negatif berupa limbah
padat. Sedangkan limbah cair yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
penyiraman taman dan kolam, juga dapat dipakai sebagai cadangan untuk pemadam
kebakaran.
4) Instalasi Pengelolaan Limbah Padat
Menurut SNI 3242 tahun 2008 tentang limbah padat/sampah untuk pemukiman
Kabupaten menunjukan bahwa rata-rata limbah padat per hari sebesar 5 ltr/org/hr atau
sebesar 2,5 kg /hari. Berdasarkan standar tersebut, untuk limbah padat terminal
diperkirakan 3 ltr/org/hr untuk sampah dan 2,5 ltr/org/hr untuk limbah non . Dengan
demikian jumlah sampah yang dihasilkan sebesar =356 x 3 ltr/org/hr = 1.095 ltr/hr atau
= 1,095 m3/hr (dihasilkan oleh fasilitas pelayanan ). Sedangkan untuk sampah non
sebesar 343 x 2,5 ltr/org/hr = 857,5 ltr/hr atau = 0,8575 m 3/hr (dihasilkan oleh fasilitas
pelayanan non ).
Untuk mengelola limbah padat tersebut di atas telah disiapkan 1 unit incenerator tipe
Maxpell dengan kapasitas 80 kg sampah / jam. Sedangkan limbah padat non
pengelolaannya bekerja sama dengan Dinas Kebersihan Kabupaten Kolaka .
Dampak dari kegiatan pengelolaan limbah padat maupun non berupa kebauan, polusi
udara, gas buangan dari hasil pembakaran.
5) Tahap Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Terminal
Pemeliharaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang usia layanan,
meliputi pemeliharaan unit , non , sanitasi dan fasilitas penunjang. Kegiatan ini
menimbulkan dampak polusi udara, kebisingan, kebauan, limbah cair dan limbah padat.
6) Power Suply
Agar dapat beroperasi secara maksimal, Terminal Tipe B Kolaka membutuhkan suplay
arus listrik dari PT PLN sebesar 1400 KVA. Untuk menjaga kesinambungan operasi
terminal saat terjadi pemadaman bergilir yang dilakukan PT PLN Persero Cabang
Kolaka maka disediakan 1 unit Genset Silent Type (sound proof) dengan daya
terpasang 1400 KVA. Dampak yang timbul dari instalasi dan operasinya berupa
kebisingan, polusi, ceceran oli, dan lain-lain.
7) Pemadam Kebakaran
Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, maka disediakan sarana pemadam
kebakaran berupa tabung gas untuk ruangan, 2 (dua) unit hydrant di luar ruangan serta
dilengkapi dengan sistem deteksi kebakaran dalam gedung. Dampak yang timbul dari
kegiatan ini adanya kebutuhan tambahan tenaga kerja dengan keahlian khusus dan
terhindar bahaya kebakaran pada gedung terminal.
6) Tahap Pasca Operasi
Potensi dampak lingkungan terkait pengalihan fungsi lahan dan pemutusan hubungan kerja.
BAB III
Keadaan Geografi
Secara geografis Kabupaten Kolaka terletak di jazirah bagian tenggara Pulau Sulawesi dan
secara geografis berada di bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara yang melintang dari
0
utara ke selatan di antara 3 00’-
0 0 0
5 00’ LS dan membujur dari barat ke timur antara 120 30’- 123 00’ BT
tahun 2017, secara administratif kabupaten Kolaka terbagi atas 12 kecamatan yang terdiri dari
2
32 kelurahan dan 103 desa dengan luas wilayah daratan 3.265,30 KM dengan batas-
batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Kolaka Utara
Sebelah Timur : Kabupaten Kolaka Timur
Sebelah Selatan : Kabupaten Bombana
Sebelah Barat : Teluk Bone
Adapun batas wilayah masing-masing kecamatan dapat dilihat pada gambar peta berikut :
Gambar 1
Peta Wilayah Kabupaten Kolaka
TELUK BONE
2. Keadaan Demografi
Pada tahun 2017 Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka menghitung estimasi jumlah penduduk
dengan metode geometrik. Metode ini menggunakan prinsip bahwa parameter dasar
demografi yaitu parameter fertilitas, mortalitas, dan migrasi per tahun tumbuh konstan.
Metode ini lebih mudah dilakukan dengan mengkaji pertumbuhan penduduk di dua atau lebih
titik waktu yang berbeda berikut ini grafik penduduk kabupaten Kolaka selama 5 tahun terakhir
.
Gambar 2
Jumlah Penduduk Kabupaten Kolaka menurut Jenis Kelamin
Tahun 2013 – 2017
200.000
150.000
164.24
153.31
161.91
163.84
173.39
165.73
158.08
164.64
122.63
121.52
100.000
4
5
8
1
50.000
0
-
2010 2011 2012 2013 2017
Laki-laki Perempuan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013, Hasil Sensus Penduduk
Seksi Data dan Informasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka Hasil Estimasi
Jumlah penduduk Kabupaten Kolaka tahun 2017 Estimasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Kolaka setelah pemisahan wilayah Kolaka dan Kolaka Timur adalah 244.154 jiwa yang terdiri
dari 122.630 laki-laki dan
121.524 perempuan dengan 44.595 rumah tangga/KK atau rata-rata 4 -
5 jiwa per rumah tangga. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 49
2
Jiwa/km dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Toari sebesar 197
2 2.
jiwa/km sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Tanggetada sebesar 35 jiwa/km
Untuk mengetahui gambaran penduduk per kecamatan dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
Gambar 3
Jumlah Penduduk Kabupaten Kolaka menurut Kecamatan
Tahun 2017
Kolaka 42.142
Pomalaa 32.874
Latambaga 32.127
Samaturu 24.533
Wundulako 21.673
Wolo 20.416
Watubangga 17.152
Tanggetada 15.518
Baula 11.883
Toari 10.404
Iwoimendaa 7.859
Polinggona 7.573
Gambar 4
Piramida Penduduk Kabupaten Kolaka
Tahun 2017
1.211 75 + 1.229
1.154 70 - 74 1.154
1.927 65 - 69 1.689
2.638 60 - 64 2.471
3.730 55 - 59 3.008
4.776 50 - 54 4.515
6.281 45 - 49 5.588
8.281 40 - 44 7.459
9.812 35 - 39 9.255
10.588 30 - 34 10.279
11.594 25 - 29 11.272
10.133 20 - 24 10.580
11.173 15 - 19 10.548
13.207 10 - 14 12.347
14.853 5-9
13.932
14.175 13.295
0-4
Perempuan Laki-Laki
Sumber : Seksi Data dan Informasi Dinas Kesehatan Tahun 2017, Hasil Estimasi
Pada Gambar 4 ditunjukkan bahwa struktur penduduk di Kabupaten Kolaka termasuk struktur
penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari jumlah penduduk usia muda yang masih tinggi.
Badan piramida besar, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia produktif terutama pada
kelompok umur 25-29 tahun dan 30-34 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah
golongan penduduk usia tua juga cukup besar. Hal ini dapat dimaknai dengan semakin
tingginya usia harapan hidup. Kondisi ini menuntut kebijakan terhadap penduduk usia tua.
Bertambahnya jumlah penduduk tua dapat dimaknai sebagai meningkatnya tingkat
kesejahteraan, meningkatnya kondisi kesehatan tetapi juga dapat dimaknai sebagai beban
karena kelompok usia tua ini sudah tidak produktif lagi. Rincian jumlah penduduk menurut
jenis kelamin dan kelompok umur di Kabupaten Kolaka tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 2.
Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat dipelajari dengan menggunakan kepadatan
penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer
persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin padat
penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten
Kolaka berdasarkan hasil
2
estimasi sebesar 75 penduduk per km . Kepadatan penduduk berguna
sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk. Kepadatan
penduduk menurut Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1
Gambaran Penduduk, Jumlah Desa dan Luas Wilayah
Kabupaten Kolaka Tahun 2017
2 JUMLAH DESA / JUMLAH KEPADAT AN
KECAMAT AN LUAS W ILAY AH ( km ) 2
KELURAHAN PENDUDUK PENDUDUK per km
IW OIMENDAA 194,3 10 7.859 40
W OLO 536,3 14 20.416 38
SAMAT URU 344,7 19 24.533 71
LAT AMBAGA 298,2 7 32.127 108
KOLAKA 217,3 7 42.142 194
W UNDULAKO 478,1 11 21.673 45
BAULA 150,5 10 11.883 79
POMALAA 373,8 12 32.874 88
T ANGGET ADA 441,7 14 15.518 35
POLINGGONA 80,5 7 7.573 94
W AT UBANGGA 97,1 14 17.152 177
T OARI 52,8 10 10.404 197
KABUPAT EN 3.265,30 135 244.154 75
Sumber : Seksi Data dan Informasi Dinas Kesehatan Tahun 2017, Hasil Estimasi
Gambar 5
Peta Persebaran Penduduk Kabupaten Kolaka
Berdasarkan Kecamatan Tahun 2017
Sumber : Seksi Data dan Informasi Dinas Kesehatan Tahun 2017, Hasil Estimasi
baik dilakukan atas bantuan pemerintah maupun keinginan diri sendiri, pemerataan lapangan
kerja dengan mengembangkan industri, terutama untuk Kecamatan yang luas wilayahnya tapi
kurang penduduknya; pengendalian jumlah penduduk dengan menurunkan jumlah kelahiran
melalui program keluarga berencana atau penundaan umur nikah pertama.
3. Rasio dan Beban Tanggungan
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk
mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban Tanggungan atau Dependency
Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara
banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas)
dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur
15–64 tahun). Secara kasar perbandingan angka beban tanggungan menunjukkan dinamika
beban tanggungan umur produktif terhadap umur non produktif. Angka ini dapat digunakan
sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara.
Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum
produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang
semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang
produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan
tidak produktif lagi.
Tabel 2
Jumlah Penduduk dan Angka Beban Tanggungan
Menurut Jenis Kelamin dan kelompok Usia Produktif dan Non Produktif di Kabupaten Kolaka
Tahun 2017
No Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0 – 14 Tahun 44.056 41.436 85.492
2 15 – 64 Tahun 74.342 75.002 149.345
3 65 Tahun keatas 4.231 5.086 9.317
Jumlah 122.629 121.524 244.154
Angka Beban Tanggungan 65,0 62,0 63,5
Sumber : Seksi Data dan Informasi Dinas Kesehatan Tahun 2017, Hasil Estimasi
Pada Tabel 2 di atas, Angka Beban Tanggungan penduduk Kolaka pada tahun 2017
sebesar 63,5. Hal ini berarti bahwa 100 penduduk Kolaka yang produktif, disamping
menanggung dirinya sendiri, juga menanggung 63,5 orang yang belum/sudah tidak produktif
lagi. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggungan laki- laki lebih
besar jika dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2017, angka beban tanggungan laki-
laki sebesar 65,0, yang berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, disamping
menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 65,0 penduduk laki-laki yang
belum/sudah tidak produktif lagi. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus
mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan di bidang
kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang
kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif.
Tabel 3
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan
Kabupaten Kolaka Tahun 2017
Kelompok Jenis Kelamin
No. Sasaran Program Jumlah
Umur Laki-laki Perempuan
Semua
1 Jumlah Penduduk 122.630 121.524 244.154
umur
2 Bayi 0 tahun 2.317 2.203 4.520
3 Batita 0-2 tahun 8.839 8.361 17.201
4 Anak Balita 1-4 tahun 12.154 11.447 23.601
5 Balita 0-4 tahun 15.089 14.236 29.325
6 Prasekolah 5-6 tahun 6.152 5.777 11.929
Anak Usia Klas 1 SD /
7 Setingkat 7 tahun 3.031 2.843 5.874
8 Anak Usia SD/Setingkat 7-12 tahun 17.578 16.464 34.043
9 Penduduk Usia Muda <15 tahun 44.056 41.436 85.492
10 Penduduk Usia Produktif 15-64 tahun 74.342 75.002 149.345
11 Penduduk Pra Usia Lanjut 45-59 tahun 13.588 13.292 26.880
12 Penduduk Usia Lanjut ≥ 60 tahun 6.599 7.671 14.270
13 Penduduk Usia Lanjut Resti ≥ 70 tahun 2.436 3.175 5.611
14 Wanita Usia Subur 15-49 tahun - 64.609 64.609
15 Wanita Usia Subur Imunisasi 15-39 tahun - 51.983 51.983
16 Ibu Hamil 1,10 x LH - 4.972 4.972
Data penduduk sasaran program sangat diperlukan bagi pengelola program terutama untuk
menyusun perencanaan (tahunan dan lima tahunan) serta evaluasi hasil pencapaian upaya
kesehatan yang telah dilaksanakan. Dalam perencanaan biasanya diperlukan untuk
menghitung sasaran, menyusun rencana kegiatan serta kebutuhan sumber daya dalam
pelaksanaankegiatan.
4. Keadaan Lingkungan
Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan dengan lebih diarahkan pada peningkatan
kualitas lingkungan melalui pemanfaatan dan kepemilikan sanitasi dasar. Sanitasi merupakan
faktor penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Banyaknya penyakit ditularkan
karena tidak dilakukan cara-cara penanganan sanitasi yang benar.
Untuk memperkecil risiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat dari lingkungan
yang kurang sehat, dilakukan berbagai upaya peningkatan kualitas lingkungan, antara lain
dengan pembinaan kesehatan lingkungan pada institusi yang dilakukan secara berkala. Upaya
yang dilakukan mencakup pembinaan, pemantauan, pemeriksaan fasilitas sanitasi dasar.
Sehingga diharapkan secara epidemiologi akan mampu memberikan kontribusi yang
bermakna terhadap kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang
lebih baik, ada beberapa indikator penting penyehatan lingkungan pemukiman yang dapat
dikemukakan yaitu :
a) Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu
bangunan yang memiliki sarana sanitasi dasar antara lain: jamban yang sehat, sarana
air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi
rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari
tanah. Dari kompilasi data yang terkumpul, Pemeriksaan rumah belum dilaksanakan
secara menyeluruh sehingga data pembanding antara rumah yang ada dengan rumah
yang memenuhi kriteria sehat sangat jauh berbeda dari kenyataan dilapangan.
Grafik di bawah menggambarkan bahwa berdasarkan rekapitulasi laporan puskesmas hasil
kegiatan Program Kesehatan Lingkungan diperoleh gambaran bahwa dari 48.134 Rumah
yang diperiksa pada tahun 2017 terdapat 24.860 rumah yang memenuhi syarat kesehatan
(51,6%) ini lebih kecil dibanding tahun 2013 lalu sebelum Kabupaten Kolaka mekar yakni
54.095 rumah yang diperiksa dan rumah memenuhi syarat kesehatan sebanyak 38.811
rumah (53.9%), terjadi peningkatan sebesar 4,16% dibanding rumah sehat tahun 2012
sebanyak 35,798 (49.74%).
Gambar 6
Proporsi Kondisi Rumah Sehat dari Rumah yang diperiksa di Kabupaten
Kolaka Tahun 2017
Sehat
24.860
34%
Tidak Sehat
48.134
66%
berikut data gambaran kondisi rumah sehat tahun 2013 s/d 2017.
Gambar 7
Keadaan Rumah Sehat Kabupaten Kolaka
Tahun 2013 - 2017
80.000 74% 80%
67%
70.000 63 70%
67%
%
60.000 51,6 60%
50.000 %
50%
40.000 40%
30.000 30%
20.000
72.46
53.54
20%
71.77
56.69
48.50
72.17
61.10
72.71
10.000 10%
4
24.86
0
48.13
0
7
` 0%
4
Memilki Akses
Tidak Memiliki Air Bersih
Akses 119.598
124.556 49%
51%
Gambar 9
Proporsi Kepala Keluarga Memiliki Jamban Sehat di Kabupaten
Kolaka Tahun 2017
Gambar 8 di atas menunjukkan gambaran Kepala Keluarga (KK) yang diperiksa dan
memiliki jamban sehat baru mencapai 51 % pada tahun 2017.
Tempat Pengolahan Makanan (TPM) adalah sarana yang dikunjungi banyak orang dan
berpotensi menjadi tempat persebaran penyakit. Adapun TPM yang dilakukan
pemantauan adalah Jasa Boga, Rumah Makan/Restoran, Depot Air Minum dan
Makanan Jajanan. adapun hasil pemantaun Kesehatan Tempat Pengolahan Makanan
(TPM) Kabupaten Kolaka Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Tabel 5
Data Hasil Pemeriksaan TPM Kabupaten Kolaka Tahun 2017
Memenuhi %
No Jenis TPM Jumlah Diperiksa
Syarat MS
1 Rumah makan/ Restorant 222 222 196 88,3
2 Depot Air Minum 63 63 60 95,2
3 Makanan Jajanan 263 263 193 73,4
3.1.8. Sistem Keamanan Kebakaran Pada Gedung Terminal Tipe B Kolaka Kolaka .
Sistem keamanan kebakaran pada gedung adalah suatu cara yang digunakan untuk
dapat mencegah dan menanggulangi masalah kritis bila terjadi kebakaran pada gedung
Terminal Tipe B Kolaka Kabupaten Kolaka .Jenis-Jenis sistem keamanan gedung yang
digunakan untuk menanggulangi terjadinya kebakaran pada bangunan gedung Terminal Tipe
B Kolaka sebagai berikut :
1. Unit Tabung Pemadam Kebakaran
Unit tabung pemadam kebakaran adalah unit pemadam kebakaran yang terbuat
dari tabung kecil yang terisi dengan gas dan digunakan untuk kebakaran-kebakaran kecil
yang dibuat dari bahan-bahan kimia. Tabung pemadam kebakaran di letakkan pada
tempat yang mudah terlihat dan mudah dicapai.
2. Fire Hydrant (hidran pemadam kebakaran)
Fire hydrant adalah alat pemadam kebakaran, dimana pada hydrant terdapat
selang hydrant yang panjangnya 30 meter dengan tekanan air sejauh 5 meter. Hydrant
dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu hydrant gedung, hydrant halaman dan hydrant
Kab.
Berdasarkan nama hydrant, maka hydrant gedung adalah hydrant yang
perletakannya di dalam gedung. Hydrant halaman adalah hydrant yang perletakannya di
halaman suatu lokasi gedung. Dan hydrant perKaban adalah hydrant yang hampir sama
dengan hydrant halaman namun hydrant Kabupaten memiliki dua sampai tiga selang
kebakaran. Dan juga perletakannya berada di titik-titik tertentu perKaban yang
memungkinkan unit pemadam kebakaran suatu Kabupaten mengambil cadangan air.
3. Sprinkler
Spinkler adalah suatu alat semacam nozzle (penyemprot) yang dapat
memancarkan air secara pengabutan ( Fog) dan bekerja secara otomatis. Sprinkler juga
merupakan sistem keamanan kebakaran yang digunakan di gedung untuk memberikan
peringatan dini pada penghuni atau pengujung gedung tersebut saat terjadi kebakaran,
meskipun tidak digunakan terus menerus namun alat ini berfungsi sebagai pemberi tanda
agar agar barisan pemadam kebakaran dapat segerah menanggulangi kebakaran yang
terjadi.
Ada beberapa jenis sprinkler, diantaranya yang sering digunakan adalah sprinkler
tabung dan sprinkler segel. Perletakan sprinkler biasanya di pasang pada plafon
ruangan, di pasang juga pada ruangan-ruangan yang isinya mahal, sprinkler juga bekerja
jika ruangan mencapai suhu panas tertentu, dengan thermostat sprinkler akan membuka
dan menyemprotkan air.
Untuk perhitungan jumlah dan kebutuhan air pada sprinkler dapat dinyatakan
dengan rumus :
a. Jumlah sprinkler
Area 1 head : 25 m2
1 zone : 16 unit
b. Kebutuhan air
1 zone : 80 liter
Kebutuhan air = Σ sprinkler x 80 liter.
Pada saat sprinkler bekerja maka, tekanan air dalam pipa akan menurun
dan sensor otomatis akan memberikan tanda bahaya ( alarm) dan lokasi yang
terbakar akan terlihat pada panel pengembalian kebakaran. Meskipun sistem
sprinkler tidak perna aktif dalam jangka waktu yang cukup panjang, namun sistem
tersebut harus ada dalam keadan siap sehingga bila sewaktu-waktu terjadi
kebakaran tidak mengalami permasalahan.
c. Susunan pipa cabang sprinkler
1) Susunan cabang tunggal dengan kepala sprinkler dan pemasokan air di tengah.
2) Susunan cabang tunggal dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di
ujung.
3) Susunan cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di
tengah.
4) Susunan cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di
ujung.
biasa dipakai untuk melayani penduduk Kabupaten Kolaka mengalami penurunan debit yang
besar antara 60% - 70% seperti mata air baumata dari 75 ltr/dtk turun menjadi 18 – 20 ltr/dtk.
Dengan menipisnya potensi sumber air yang ada, maka saat ini 90 % kebutuhan air
bersih Kabupaten Kolaka memanfaatkan potensi air tanah (Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Kolaka 2007) mengunakan sumur bor yang tersebar di beberapa cekungan air
tanah.
Cekungan air tanah di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya menurut Laporan Akhir
Penelitian Potensi Pengembangan Pengelolan dan Zonasi Air tanah di Kabupaten Kolaka
Cekungan air tanah ini dapat dibedakan lagi menjadi sub cekungan Namosain dengan
potensi air tanah yang dapat diambil adalah 19 ltr/dtk dengan pemompaan selama 24 jam non
stop selama setahun, sub cekungan Tenau Alak dengan potensi air tanah yang dapat diambil
pada sub cekungan Alak - Tenau adalah 107.66 ltr/dtk dengan pemompaan selama 24 jam non
stop selama setahun, dan sub cekungan Bolok yang berada dalam wilayah Kabupaten Kolaka .
Berdasarkan data dari hasil penelitian potensi air tanah di Kabupaten Kolaka tahun 2007,
terdapat sebanyak 3100 sumur gali, dan 74 sumur bor tersebar di sekitar Kabupaten Kolaka .
Beberapa data potensi air tanah yang ada di Kabupaten Kolaka yang dikelolah oleh
PDAM Kab Kolaka dan UPTD Kabupaten Kolaka , seperti tabel dibawah ini.
Tabel 16. Data potensi air tanah tersedia di Kabupaten Kolaka yang di kelola oleh PDAM
Kabupaten dan UPTD Kabupaten Kolaka .
No. Pemilik/ Debit pakai
Elevasi (m) Debit maks (ltr/dtk)
Sumur Pengelolah (ltr/dtk)
12 PDAM Kab 67 31 15
3 PDAM Kab 171 30 10
11 PDAM Kab 76 30 15
34 PDAM Kab 76 20 15
4 UPTD Kab 171 30 10
29 UPTD Kab 27 30 6
63 UPTD Kab 188 26 7
33 UPTD Kab 72 25 7,5
9 UPTD Kab 61 16 6
19 UPTD Kab 46 15 5
24 PDAM 29 15 2,5
41 UPTD Kab 26 15 6
42 PDAM 60 15 10
44 PDAM 47 15 10
45 UPTD Kab 40 15 5
160 PDAM 60 15 10
1 PDAM 261 12 10
46 Rujab Bupati Kab 37 10 2,5
46 UPTD Kab 32 10 7,5
48 UPTD Kab 60 10 6
49 PDAM 113 10 6
136 UPTD Kab 67 5 2,5
41 Bundaran Rate2 67 2,5 0
Sedangkan sumur bor lainnya merupakan milik perorangan maupun instansi yang dimanfaatkan
untuk kebutuhan sendiri.
Suhu air yang semakin tinggi menyebabkan sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
6-9
3 Tingkat Keasaman Air Bor 7,2
Sumber : Data hasil analisis Lab. Lingkungan UPTD BALAI LABORATORIUM KESEHATAN Prov. SULTRA Tahun 2018
Nilai pH air sebagai sampel sebesar 7 dan 7,1 masih dalam ambang batas baku
mutu yang dipersyaratkan yaitu 6 – 9 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001. Air dengan pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam dan sebaliknya bila
lebih tinggi akan bersifat basa.
Analisis dengan pendekatan sensorik terhadap bau dan rasa air menunjukkan bahwa
air tidak berbau, dan berasa tawar atau normal.
d. Total Suspended Solids (TSS) dan Kekeruhan.
Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solids atau TSS) adalah bahan-
bahan yang tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan millipore
dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-
jasad renik, terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang
terbawa ke badan air. Nilai TSS air dapat dilihat pada tabel 19.
Tingkat kekeruhan air yang terukur dapat dibaca pada tabel di tabel 20.
Tabel 20. Analisa Tingkat Kekeruhan Air
Hasil
Standar
No Jenis Pemeriksaan Nama Sampel Pemeriksaan
(NTU)
(NTU)
1 Tkt kekeruhan Air Bor 4 Max. 25
2 Tingkat kekeruhan Air Bor 6 Max. 25
3 Tingkat kekeruhan Air Bor 4 Max. 25
Sumber : Hasil Analisis Lab. Lingkungan UPTD BALAI LABORATORIUM KESEHATAN Prov. SULTRA Tahun 2018.
e. Kesadahan Total
Kesadahan merupakan jumlah ion Ca dan Mg yang bersenyawa dengan
karbonat yang terdapat di perairan. Kesadahan terbagi atas 2, yaitu kesadahan
sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan
jalan pendidihan sedangkan kesadahan tetap tidak dapat dihilangkan dengan cara
pedidihan. Karena lokasi kegiatan berdiri di atas tanah yang terbentuk dari batuan khas
yang kaya akan mineral seperti Ca dan Mg maka variabel ini ditambahkan sebagai data
pendukung yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pemanfaatan air baku air minum
yang bersumber dari air sumur bor yang tersedia. Air baku air minum adalah air yang
dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan pengolahan secara
tradisional melalui cara filtrasi, disenfikasi dan dididihkan.
Dari data hasil analisis mikrobiologi di atas, merekomendasikan bahwa air bor
Tirawuta belum layak untuk digunakan sebagi sumber air bagi pemenuhan kebutuhan
air di Terminal , karena jumlah coliform total-nya lebih besar dari baku mutu air yakni
1200 MPN dalam 100 mL air. (Baku Standard PP 82 Tahun 2001, 1000 MPN/100 mL
air ).
h. Pemeriksaan logam berat
Hasil pengukuran logam berat dalam ketiga sampel air (Air Bor , Air Bor Tirawuta
dan Air Bor) dapat dibaca pada tabel di bawah ini : Kadar logam Cd, Pb dan Fe pada
masing-masing sample air masih memenuhi Baku Mutu menurut PP Nomor : 82 Tahun
2001.
Kadar Ion Nitrat ( NO3-), Nitrit (NO2- ) dan Amoniak, pada ketiga sumber air tersebut di
atas menggambarkan kualitas air masih normal artinya masih dibawah baku mutu.
diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Tingkat kebisingan yang terukur pada 4 (empat) titik pengamatan yaitu di sekitar wilayah
kelurahan Rate Rate, dimana direncanakan akan dibangun Terminal Tipe B Kolaka Kabupaten
Kolaka dapat dilihat pada tabel 26.
Titik 3.
51 Terminal atau Memenuhi Baku
sejenisnya (55 dBA) Mutu
Perumahan dan
Titik 3. Pemukiman Melampaui Baku
61 (55 dBA) Mutu
Tabel 27. Hasil Analisis Kualitas Udara Ambien di Lokasi Rate Rate, Kabupaten Kolaka .
Konsentrasi (µg/Nm3) / Koordinat Sampling
Pararosanili
SOx 710,20 433,81 409,78 452,79 900 µg/Nm3
n
Sumber : Hasil Sampling dan analisis Lab. Kimia, Fakultas Sains dan Teknik UNDANA Tahun 2018.
Keterangan : St : Stasiun
Konsentasi gas di stasiun 1 (disamping siang hari sebelum hujan pada tanggal, 13 Nov.
2018), menunjukkan kadar SOx relatif tinggi, sedangkan di stasiun lain rendah, tetapi masih
memenuhi baku mutu udara ambien sesuai Kepmen LH Nomor : Kep-45/MENLH/10/1997
tentang Indeks Standar Pencemar Udara Tanggal 13 Oktober 1997) artinya tingkat kualitas
udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada
tumbuhan yang sensitif (karena pH air hujan menjadi kurang dari 7 atau agak asam), dan nilai
estetika.
3.7 Getaran
Untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup agar dapat bermanfaat bagi kehidupan
manusia dan makluk hidup lainnya, maka setiap usaha atau kegiatan perlu melakukan
pengendalian akibat getaran yang dihasilkan. Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup
menetapkan Baku Tingkat Getaran dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor :
49/MENLH/11/1996. Adapun baku tingkat getaran mekanik berdasarkan Jenis Bangunan
adalah sebagai berikut:
Tabel 28. Baku Tingkat Getaran dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor :
49/MENLH/11/1996.
Kec. Getaran (mm/det.)
Pada Fondasi Pada bidang
(Frekuensi (Hz) datar di lantai
Kelas Tipe Bangunan
paling atas.
10 Hz 10-50 Hz 50-100 Hz
Camp. frekuensi
Bangunan untuk
keperluan niaga,
1 bangunan industri
10 20 - 40 40 - 50 40
dan bangunan
sejenis.
Perumahan dan
bangunan
2 dengan
5 5 - 15 15 - 20 15
rancangan dan
kegunaan sejenis
Bangunan yang
3
dilestarikan 3 3-8 8 - 10 8,5
Sumber : Kep. MENLH Nomor : 49/MENLH/11/1996
Selain itu, baku tingkat getaran mekanik berdasarkan dampak kerusakan dapat dilihat pada
tabel 29.
Keterangan :
Kategori A : Tidak menimbulkan kerusakan
Kategori B : Kemungkinan keretakan plesteran.
Kategori C : Kemungkinan kerusakan komponen struktur dinding
Kategori D : Rusak dinding pemikul beban.
Sesuai hasil desain dan gambar – gambar perencanaan dapat disimpulkan bahwa
proses pembangunan Terminal Internasional ini pada tahap konstruksi tidak mempergunakan
peralatan, seperti pengunaan alat pancang yang menimbulkan getaran diatas baku mutu yang
dipersyaratkan oleh Kep-MENLH Nomor : 49/MENLH/11/1996.
2.
Kedondong Spondias dulcis 6
3.
Gamal Gliricidia Macaluta 36
4.
Kelapa Cocos nucivera 15
5.
Euphorbia Euphorbia milii 110
6.
Bunga Kamboja Plumeria acuminata 48
7.
Lamtaro Leocaena Leococephala 22
8.
Kabesak hitam Acasia Catechu 1
9.
Kapok Ceiba Petandra Gaernt 6
10.
Mahoni Theobroma Cacao 3
11.
Pisang Musa Paradisiaca 47
12.
Jati Tectona Grandis 9
13.
Alfukat Persea americana mill 2
14.
Jambu biji Psidium Guajava 3
15.
Bunga keladi Caladium bicolor 28
16.
Bunga asoka Saraca indica 1
17.
Cermelek 5
18.
Sukun Arthocarpus communis 9
19.
Nangka Arthocarpus Integra 24
20.
Siri Piper betle 6
21.
Kesambi Scleichera oleosa 4
22.
Pepaya Carica Papaya 60
23.
Bunga kaktus Opuntia sp 30
24.
Angsana Pterocarpus indicus willd 12
25.
Pinang Areca catechu 7
Sumber : Hasil Pengamatan Flora di Lokasi Terminal Tipe B Kolaka dan sekitarnya, Tahun
2018
Dari data diatas tidak ditemukan fauna yang dilindungi di lokasi Terminal Tipe B Kolaka
Kabupaten Kolaka dan sekitarnya.
lalu. Penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut
menganggur (unemployed). Jadi, pengangguran termasuk mereka yang tidak
bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, telah diterima bekerja tetapi belum bekerja
dan yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tetapi masih berkeinginan untuk
bekerja. Angka Pengangguran Terbuka dihitung melalui perbandingan antara jumlah
pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja.
Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang menganggur di Kabupaten
Kolaka pada tahun 2017 adalah sebesar 12,58 %. Jumlah ini terdiri dari 8,82 %
penduduk laki-laki dan 18,49 % penduduk perempuan (Indikator Kesra Kabupaten
Kolaka , Tahun 2017).
pengeluaran perkapita sebulan antara Rp. 200.000,- sampai dengan Rp. 499.999,-
adalah sebesar 29,84 %.
Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk Kabupaten Kolaka
tahun 2017 sebesar Rp 1,099,273. Dari jumlah tersebut 47.87 % atau sebesar Rp.
467,419 merupakan pengeluaran untuk makanan dan 52.13 % atau sebesar Rp.
632,273 adalah pengeluaran bukan makanan.
BAB IV
Potensi dampak yang mungkin terjadi dan perlu dilakukan pengelolaan dan pemantauan jika
pembangunan Terminal Tipe B Kolaka serta fasilitas pendukung lainnya dilaksanakan dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Perubahan Fungsi dan Tata Guna Lahan.
Pembangunan kegiatan terminal akan merubah tata guna lahan serta produktivitas lahan di
lingkungan sekitar kawasan terminal.
2. Peningkatan Bangkitan Lalu lintas dan Kerusakan Jalan.
Pembangunan dan kegiatan operasional kawasan terminal akan meningkatkan bangkitan lalu
lintas sehingga kemungkinan akan terjadi kemacetan. Selain itu jika kemampuan (kapasitas)
beban jalan maksimum disekitar lokasi ternyata tidak mampu untuk menerima beban tambahan
dari kegiatan pembangunan dan operasional Terminal maka akan terjadi kerusakan jalan.
3. Peningkatan Run Off, Erosi dan Banjir.
Kegiatan pembukaan lahan, pemotongan dan pengurugan tanah pada tahap konstruksi akan
mengakibatkan perubahan struktur dan sifat tanah, misalnya permukaan tanah menjadi
terbuka, agregat tanah hancur dan menjadikan tanah peka terhadap erosi. Kegiatan pemadatan
tanah pada tahap konstruksi juga mengakibatkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah,
sehingga akan meningkatkan volume air limpasan ( run off).
4. Penurunan Kualitas Udara (Debu).
Penurunan kualitas udara (peningkatan kadar debu) diakibatkan oleh kegiatan pembukaan
lahan dan mobilisasi alat dan bahan pada tahap konstruksi serta dari kegiatan-kegiatan lain
pada tahap operasi.
5. Peningkatan Kebisingan.
Peningkatan kebisingan diakibatkan oleh kegiatan pembukaan lahan dan mobilisasi alat dan
bahan pada tahap konstruksi serta dari kegiatan-kegiatan lain pada tahap operasi.
6. Penurunan Kualitas Air xcv .
Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan pembagunan kawasan terminal dapat berasal dari
tahap operasional terminal serta prasarana dan sarana lingkungan yang terdapat di kawasan
terminal tersebut. Jika pemrakarsa tidak memiliki perencanaan mengenai jaringan air limbah
yang baik maka akan berakibat terhadap penurunan kualitas air. Potensi dampak penurunan
kualitas air permukaan sangat kecil karena daerah Desa Tawainalu khususnya kawasan
terminal tidak mempunyai aliran air permukaan.
7. Perubahan Mata Pencaharian dan Pendapatan Penduduk.
Perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk lokal dapat ditimbulkan oleh kegiatan
pembebasan lahan maupun oleh kegiatan penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi dan
operasi.
8. Peningkatan Kesempatan Kerja dan Berusaha.
Kegiatan konstruksi dan operasi akan mengakibatkan peningkatan kesempatan kerja dan
berusaha bagi penduduk di sekitar kawasan Terminal .
Dampak Lingkungan yang mungkin terjadi jika pembangunan Terminal serta fasilitas
pendukung lainnya dilaksanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
4.1 Tahap Pra Konstruksi.
a. Potensi Dampak Lingkungan Terkait Pembebasan Lahan.
Hal ini akan berdampak sangat kecil karena lokasi rencana usaha berada dalam
penguasaan Terminal Tipe B Kolaka sesuai sertifikat terlampir.
b. Potensi Dampak Terkait Survey dan Pengukuran.
Survey dan pengukuran lokasi akan berdampak negatif kecil berupa konflik kepentingan dan
keresahan pada masyarakat yang berbatasan langsung dengan lokasi rencana kegiatan
karena kurangnya informasi tentang rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Tetapi
konflik dan keresahan itu segera reda setelah selesai survey dan pengukuran oleh Pihak
Terminal dan Dinas Tata Ruang Kabupaten Kolaka .
c. Potensi Dampak Terkait Sosialisasi Rencana Kegiatan.
Sosialisasi rencana kegiatan pembangunan terminal pada masyarakat berdampak positif
berupa terjalinnya komunikasi yang baik antara pemrakarsa dan masyarakat sekitar,
terbukanya kesempatan kerja dan peluang usaha bagi masyarakat sekitar serta
kesepakatan tentang posisi tenaga kerja lokal sehingga dapat terjadi hubungan yang
harmonis antar pemrakarsa dan masyarakat sekitarnya.
terdiri dari pekerjaan tanah dan urugan, pekerjaan pondasi, pekerjaan struktur beton,
pekerjaan tembok, pekerjaan pintu dan jendela, pekerjaan plafon, pekerjaan instalasi listrik,
air bersih, air limbah, pemadam kebakaran, AC, pekerjaan instalasi penangkal petir,
pekerjaan instalasi telekomunikasi, pekerjaan instalasi pengolahan limbah padat dan
limbah cair, pekerjaan landscape, area parkir dan pekerjaan drainase (untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada lampiran).
Dari ketiga pelayanan diatas dapat menghasilkan limbah padat, cair dan gas yang
dapat dikelompokan menjadi limbah klinik / medik dan limbah non klinik / non medik.
Kelompok limbah medik/klinik yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan medik terdiri dari :
1) Limbah inveksius (limbah yang mengandung mikro organisme yang berasal dari ruang
bedah, laboratorium dan hemodialisis yang dapat menimbulkan penyakit).
2) Limbah pathological (limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia)
3) Limbah Citotoxic (limbah yang berasal dari material-material yang terkontaminasi)
4) Limbah parmacological (obat-obat bekas, obat-obat kedaluarsa atau obat-obat yang
terkontaminasi, tabung-tabung obat atau bungkusan-bungkusan obat)
5) Limbah dari Alat-alat bekas (syringe, gunting, pisau, pecahan gelas dan gunting
kuku).
Pengalihan fungsi lahan akan berdampak negatif berupa munculnya konflik dan keresahan
diantara karyawan karena kemungkinan penurunan pendapatan dan kehilangan
pekerjaan/pemutusan hubungan kerja (PHK).
b. Potensi Dampak Lingkungan Terkait Pemutusan Hubungan Kerja.
Salah satu sumber dampak pada tahap pasca operasi adalah Pemutusan hubungan kerja
dengan jenis dampak negatif berupa keresahan dan munculnya pengangguran akibat tidak
dipekerjakan lagi pada usaha yang baru.
BAB V
2) Upaya Pengelolaan.
Dilakukan dengan cara mengumumkan secara luas tentang kesempatan
kerja, jumlah lowongan, sistim kerja, waktu pembayaran, cara pembayaran
upah kerja, semuanya dilaksanakan sesuai aturan ketenagakerjaan yang
berlaku. Upaya ini akan mengeliminasi dampak negatif pada hubungan
keharmonisan diantara pencari kerja lokal dan semakin memaksimalkan
tingkat pendapatan mereka. Disamping itu perlu pengaturan pembagian tugas
dan Jadwal kerja yang jelas agar pekerjaan fisik dapat dilaksanakan secara
maksimal. Selain upayakan juga mengatur hubungan kerja yang baik diantara
pekerja terampil dari luar dengan pekerja lokal yang kurang terampil sehingga
terjadi peningkatan kinerja antara transfer teknologi pekerja.
3) Lokasi Pengelolaan.
Pengumuman lewat radio dan koran serta ditempatkan di Kantor Lurah Rate
Rate, Dinas Nakertrans Kabupaten Kolaka dan lokasi rencana usaha,
sedangkan pembagian tugas dan jadwal kerja dijelaskan kepada pekerja di
lokasi kegiatan pembangunan Terminal.
4) Waktu dan durasi pengelolaan.
Pengumuman ditempatkan di Kantor Lurah Rate Rate, Dinas Nakertrans
Kabupaten Kolaka , 14 (empat belas) hari sebelum rekrutmen dilaksanakan.
2)Upaya Pengelolaan.
Upaya pengelolaan dilakukan dengan cara mengumumkan jumlah kesempatan atau
lowongan kerja sebanyak 200 orang tenaga yang dibutuhkan berdasarkan
spesifikasi kebutuhan manajemen terminal, serta pelaksanaan seleksi calon
karyawan dilakukan secara transparan.
Selain itu juga direncanakan pelaksanaan peningkatan kualitas dan kuantitas
Sumber Daya Manusia Terminal melalui berbagai program magang, diklat maupun
kursus.
Meningkatkan kemampuan pekerja dengan latihan ketrampilan/ permagangan bagi
tenaga pengurus terminal, kerjasama dengan Dinas kebersihan dalam menangani
persampahan, dengan pihak Kepolisian dalam melatih satpam, penanggulangan
keadaan darurat pada Dinas Kebakaran, serta peningkatan kesehatan kerja melalui
Askes tenaga kerja guna pememeriksaan kesehatan pekerja ke para setiap tahun.
Guna menjaga keharmonisan diperlukan Pengarahan dan selalu konsisten dalam
menegaskan aturan yang sudah disepakati bersama pekerja.
3)Lokasi Pengelolaan.
Pengumuman dilaksanakan di media massa, Dinas Nakertrans Kabupaten Kolaka
serta Kantor manajemen Terminal agar diperoleh tenaga yang profesional
dibidangnya. Sedangkan Seleksi karyawan Terminal dan peningkatan SDM dapat
dilaksanakan pemrakarsa di tempat lain yang dianggap layak.
Karena itu pengolahan semua limbah cair dari semua unit operasi Terminal Tipe B
Kolaka akan diolah dengan sistem Bio Filter Anaerob dan Aerob, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Limbah cair dari Unit UGD, Operasi dan laboratorium akan melalui proses pre-
treatment setelah itu dialirkan ke Equilizing tank. Kemudian limbah cair dari
toilet dan laundry dialirkan ke Equilizing tank dan limbah cair dari dapur di
treatment (untuk menangkap lemak dan minyak) selanjutnya dialirkan ke
Equilizing tank.
b. Semua limbah cair dalam Equilizing tank dihomogenkan dan ditambahkan
kadar oksigen terlarut (DO), selanjutnya dipompa ke arah STP Biofilter serta
diolah secara biologis anaerob dan aerob.
c. Dari STP Biofilter air yang telah memenuhi baku lingkungan dialirkan ke bak
sedimentasi dan ditambahkan PAC untuk mengendapkan zat-zat tersuspensi
yang sebagian kemungkinan mengandung B3, padatan yang mengendap
diharuskan di sedot secara periodik.
d. Dari bak sedimentasi air dialirkan menuju tangki penampungan ( storage tank)
untuk di recycle kembali atau dibuang ke badan air.
3) Lokasi Pengelolaan.
Pengelolaan dampak kegiatan pengalihan fungsi lahan dilaksanakan di lokasi
Terminal.
4) Waktu dan Durasi Pengelolaan.
Waktu pemberian informasi kepada karyawan dilaksanakan 2-5 bulan sebelum
pengalihan fungsi dilaksanakan sehingga karyawan dapat mempersiapkan diri
secara lebih baik. Sedangkan informasi kepada karyawan dilakukan paling lambat 1
tahun sebelum dialihfungsikan sehingga karyawan dapat mempersiapkan diri lebih
baik.
4) Metode Pemantauan.
Pemantauan dilakukan dengan metode observasi, tanya jawab dan dialog
dengan masyarakat sekitar lokasi rencana usaha.
5) Lokasi Pemantauan.
Pemantauan dilakukan di sekitar lokasi rencana usaha.
6) Waktu dan Durasi Pemantauan.
Observasi, dialog, tanya jawab dengan masyarakat dilakukan pada saat sebelum
pembebasan lahan.
Ada tidaknya informasi tentang rencana usaha serta peluang kerja kepada
masyarakat sekitar.
3) Tolok Ukur Pemantauan.
Ketersediaan informasi dan bahan sosialisasi rencana kegiatan yang berisi
peluang dan kesempatan kerja serta manfaat rencana kegiatan bagi pemrakarsa
dan lingkungan sekitar; tingkat penerimaan masyarakat sekitar terhadap rencana
usaha.
4) Metode Pemantauan.
Pemantauan dilakukan lewat metode observasi, dialog dan wawancara.
5) Lokasi Pemantauan.
Pemantauan dilaksanakan pada tempat sosialisasi rencana usaha.
6) Waktu dan Durasi Pemantauan.
Waktu pemantauan adalah saat pelaksanaan sosialisasi dan sesi dialog dengan
masyarakat sekitar.
4) Metode Pemantauan.
Observasi, survey, wawancara, pengujian laboratorium pada kualitas air, udara
dan tingkat kebisingan.
5) Lokasi Pemantauan.
Lokasi Terminal Tipe B Kolaka dan sekitarnya.
6) Waktu dan Durasi Pemantauan.
Pemantauan dilakukan tiap 6 (enam) bulan selama terminal beroperasi dan
dilaporkan ke BPLHD Kabupaten Kolaka serta instansi terkait.