tanggungan nafkahnya.
Kembali soal niat. Dalam konteks zakat fitrah, niat lebih dibutuhkan ketimbang ijab-qabul.
Sebab, zakat bukanlah praktik transaksi (akad), selayak jual beli atau sewa-menyewa. Zakat
adalah pemberian searah dari orang yang wajib kepada orang yang berhak. Tak ada pula
syarat si penerima memberi suatu manfaat kepada si pemberi atas dasar apa yang diterima
itu. Karena itu, niat dalam zakat fitrah adalah wajib, sementara ijab-qabul tidak.
Niat adalah i'tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan. Meski niat adalah
urusan hati, melafalkannya (talaffudh) dianjurkan sebab akan membantu seseorang untuk
menegaskan niat tersebut. Talaffudh berguna dalam memantapkan i'tikad karena niat
terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardu
karena Allah Ta‘âlâ.”
Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardu
karena Allah Ta‘âlâ.”
َﻧَﻮْﻳُﺖ َﺃ ْﻥ ُﺃ ْﺧِﺮَﺝ َﺯَﻛﺎَﺓ ﺍْﻟِﻔْﻄِﺮ َﻋِّنْي َﻭَﻋْﻦ َﺟِﻤْﻴِﻊ َﻣﺎ َﻳْﻠَﺰُﻣِنْي َﻧَﻔَﻘﺎُﺗُﻬْﻢ َﺷْﺮًﻋﺎ َﻓْﺮًﺿﺎِ ﻟﻠِﻪ َﺗَﻌﺎَﻟﻰ
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya
menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk… (sebutkan nama spesifik), fardu karena Allah
Ta‘âlâ.”
Saat menerima zakat fitrah, seorang penerima disunnahkan mendoakan pemberi zakat
dengan doa-doa yang baik. Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa pun. Di antara contoh
doa tersebut adalah seperti di bawah ini:
“Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan semoga Allah
memberikan berkah atas harta yang kau simpan dan menjadikannya sebagai pembersih
bagimu.”
Perlu dicatat bahwa sebagaimana tak diwajibkannya talaffudh, penggunaan bahasa Arab
ketika talaffudh itu dilakukan juga bukanlah keharusan. Seseorang bisa melafalkan niat