Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup
tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang berpendapatan menengah lainnya.
Walaupun prevalensi balita stunting menunjukkan penurunan, namun prevalensi ini
masih tergolong tinggi. Pada tahun 2019, prevalensi balita stunting Indonesia sebesar
27,7% atau dengan kata lain 28 dari 100 balita menderita stunting (Profil Statistik
Kesehatan, 2019 dalam Husna et al., 2023).
Stunting merupakan permasalahan gizi di dunia, ada 165 juta balita di dunia
dalam kondisi pendek (stunting). Delapan puluh persen balita stunting tersebar pada 14
negara di dunia dan Indonesia menduduki rangking ke lima negara dengan jumlah
stunting terbesar (UNICEF, 2013). Stunting merupakan permasalahan yang disebabkan
karena multifaktor. Faktor individu maupun faktor keluarga dapat menyebakan
terjadinya stunting. Dampak buruk yang akan timbul dari kejadian stunting dalam jangka
pendek adalah terganggunya kecerdasan intelektual, perkembangan otak, fisik maupun
gangguan metabolisme tubuh pada anak. Anak yang mengalami stunting sebelum usia 6
bulan, akan mengalami pertumbuhan yang terganggu sehingga terjadi kekerdilan lebih
berat menjelang usia dua tahun. Sedangkan dampak jangka panjang akibat stunting yaitu
resiko terkena penyakit tidak menular, kesehatan yang memburuk intelektual atau
kecerdasan dan prestasi pendidikan di masa anak-anak akan menjadi buruk (Tsaralatifah,
2020).
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan oleh
kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan
meningkatnya kebutuhan metabolik serta mengurangi nafsu makan, sehingga
meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit dalam
mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya dapat berpeluang terjadinya stunting.
Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai sejak janin dalam
kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (1000 HPK).
Oleh karena itu, perbaikan gizi diprioritaskan pada usia 1000 HPK yaitu 270 hari selama
kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya (Ekayanthi,
2019).
Upaya pencegahan stunting secara dini harus dilakukan untuk memutus mata
rantai penyebaran stunting. Calon pengantin perempuan adalah calon ibu yang
merupakan ujung tombak kesehatan. keluarga terutama anak sehingga penting bagi calon
ibu untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan gizi anak 1000 HPK. Status gizi
yang kurang berkaitan dengan terjadinya stunting. Stunting bukan hanya disebabkan oleh
akses terhadap makanan yang rendah tetapi juga pola asuh anak yakni makanan dari
anak, waktu makan, tempat makanan, aturan makan anak, jumlah anggota keluarga,
frekuensi makan ikan, peran dari keluarga, serta suasana makan anak yang kurang
optimal (UNICEF, 2017).
Studi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan jenis kelamin juga berpengaruh
pada kejadian stunting dan perkembangan. Jumlah anak dengan jenis kelamin laki-laki
yang mengalami stunting lebih banyak (38,5%) dibandingkan anak dengan jenis kelamin
perempuan (33,3%). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih berpotensi mengalami
stunting dibanding dengan perempuan. (Beal, 2018 dalam Syahruddin, 2022).
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian stunting, baik faktor langsung
maupun tidak langsung diantaranya yaitu berat badan lahir, status ekonomi keluarga,
tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua (Nursyamsiyah et al., 2021). .Pengetahuan
gizi ibu adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan pada kejadian
KEP (Kurang Energi Protein). Oleh karena itu, upaya perbaikan KEP dapat dilakukan
dengan cara peningkatan pengetahuan sehingga dapat memperbaiki perilaku pemberian
makan pada anak, maka asupan makan pada anak juga dapat diperbaiki, yaitu dengan
konseling gizi (Roslinawati, 2022).
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2019) yang menyatakan bahwa
semakin baik pemberian ASI eksklusif yang dilakukan oleh ibu untuk anaknya, maka
semakin baik pula status gizi anak. Dan sebaliknya semakin kurang pemberian ASI
eksklusif yang dilakukan oleh ibu untuk anaknya semakin buruk pula status gizi anak
(stunting). Wijayanti (2019) dalam penelitiannya menemukan selain pengetahuan
masyarakat yang kurang, ternyata terdapat hal lainnya yang menyebabkan orang tua
tidak memberikan ASI secara eksklusif yaitu masyarakat masih dipengaruhi oleh budaya
yang kental.
Faktor kejadian lain yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita adalah
Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), menurut (Puspitaningrum, 2018 dalam
Windasari, 2020), mengatakan Bayi dengan BBLR berpeluang lebih tinggi untuk tumbuh
pendek dibandingkan dengan anak BBLN. Anak dengan BBLR menunjukkan kurangnya
gizi yang diasuh ibu selama masa kehamilan dan gaya hidup sehinggga pertumbuhan
janin tidak optimal dan juga pernikahan yang masih sangat dini dapat mengakibatkan
bayi lahir memiliki BBLR yang rendah. Pertumbuhan bayi BBLR akan terganggu
apabila pemberian makanan yang tidak mencukupi, sering mengalami infeksi dan
perawatan kesehatan yang tidak baik sehingga hal tersebut dapat menyebabkan anak
stunting. Namun, secara tidak langsung kejadian stunting juga di pengaruhi oleh faktor
sosial ekonomi, seperti tingkat pendidikan, pendapatan, dan jumlah anggota rumah
tangga (Afif, 2021).
Pada tahun 2019, 21.9% balita di dunia mengalami stunting, sebesar 33.1% kasus
balita stunting di dunia berasal dari Afrika, 31.9% berasal dari Asia Tenggara, 24.7%
berasal dari Mediterania Timur, 6.5% berasal dari Amerika, dan kasus balita stunting
terendah yaitu sebesar 6.4% berasal dari Pasifik Barat. Indonesia termasuk dalam urutan
ke-34 dari 50 negara dengan kasus balita stunting tertinggi di dunia, dan termasuk dalam
urutan ke-6 di Asia Tenggara (WHO, 2019).
Berdasarkan hasil Studi Pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, jumlah
data stunting terbaru Februari 2023 dengan kejadian stunting tertinggi yaitu 178 orang
dari Puskesmas Biromaru dan terendah yaitu 5 orang dari Puskesmas Towulu.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Puskesmas
Biromaru Kabupaten Sigi”. Sehingga dengan adanya penelitian ini dapat diketahui faktor
yang berhubungan dengan kejadian stunting tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam


penelitian ini yaitu “Apakah terdapat Hubungan antara riwayat Inisiasi Menyusui Dini,
ASI Ekslusif dan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian Stunting pada Balita di
Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Faktor Yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian stunting pada


balita di wilayah kerja Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.
b. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi.
c. Untuk mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi
d. Untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang peneliti dapat jabarkan adalah, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis ini dapat digunakan oleh peneliti-peneliti lainnya sebagai


referensi dalam penelitian mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
kejadian stunting. Hal ini akan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
dalam bidang Kesehatan pada anak. Sehingga hasil penelitian ini nantinya
diharapkan dapat membuktikan dan memperkuat teori-teori yang telah dikemukakan
oleh para ahli.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi
bahan masukkan oleh orang tua yang memiliki balita agar dapat meningkatkan gizi
pada saat hamil ataupun setelah melahirkan agar dapat terhindar dari masalah
stunting pada anak.
DAPUS

Afif D Alba, dkk. 2021. Hubungan Riwayat BBLR Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah
Keja Puskesmas Sekupang Kota Batam Tahun 2019. Jurnal Inovasi Peneltian. Vol. 1 No. 12.
Onstitut Kesehatan Mitra Bunda Batam.

Ekayanthi, N. W. D., & Suryani, P. (2019). Edukasi gizi pada ibu hamil mencegah stunting pada kelas
ibu hamil. Jurnal Kesehatan, 10(3), 312-319.

Husna, A., Willis, R., Rahmi, N., & Fahkrina, D. (2023). Hubungan Pendapatan Keluarga
dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-36 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Sukajaya Kota Sabang. Journal of Healthcare
Technology And Medicine, 9(1), 583-592.

Nursyamsiyah, N., Sobrie, Y., & Sakti, B. (2021). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 24-59 bulan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(3), 611-622.

Roslinawati, F. (2022). Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Peningkatan Status Gizi Balita
Penderita Kep (Kurang Energi Protein) Yang Mendapatkan Pmt (Pemberian Makanan
Tambahan). Jurnal Kesehatan, Teknologi dan Sains, 1(1), 11-19.

Tsaralatifah, R. (2020). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Baduta di
Kelurahan Ampel Kota Surabaya Determinants of Stunted Children Under Two Years Old in
Ampel Village, Surabaya. Amerta Nutr, 171-7.

Syahruddin, A. N., Ningsih, N. A., & Menge, F. (2022). Hubungan Kejadian Stunting dengan
Perkembangan Anak Usia 6-23 Bulan. Poltekita: Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(4), 327-332.

UNICEF. (2013). Improving Child Nutrition : The Achievable Imperative for Global
Progress.

UNICEF. (2017). Firt 1000 days: The critical window to ensure that children survive and
thrive. Unicef May, 1-3. https://www.unicef.org/southafrica/SAF_brief_1000days.pdf

WHO, “World Health Statistics Data Visualizations Dashboard,” 2019. [Online]. Available:
https://apps.who.int/gho/data/node.sdg.2-2-viz-1?lang=en

Wijayanti, E. E. (2019). Hubungan antara BBLR, ASI esklusif dengan kejadian stunting pada
balita usia 2-5 tahun. Jurnal Kesehatan Dr. Soebandi, 7(1), 36-41.

Windasari, D. P., Syam, I., & Kamal, L. S. (2020). Faktor hubungan dengan kejadian stunting
di Puskesmas Tamalate Kota Makassar. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 5(1), 27-34.

Anda mungkin juga menyukai