Contoh Laporan Mikrobiologi
Contoh Laporan Mikrobiologi
1
2
2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Pengenalan Alat dan Teknik Aseptis adalah :
a. Mengetahui dan mengenal alat yang digunakan dalam praktikum
b. Mengetahui fungsi peralatan yang digunakan untuk mengamati
mikrobia
3. Waktu dan Tempat
Praktikum Pengenalan Alat dan Teknik Aseptis dilaksanakan
pada hari Senin tanggal 4 April 2016 pukul 07.30–09.10 WIB bertempat
di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa teori pengenalan alat-alat
laboratorium bertujuan untuk membuat praktikan mengetahui fungsi atau
kegunaan alat-alat laboratorium, oleh karena itu, fungsi setiap alat perlu
dijelaskan agar praktikan dapat memahami secara jelas kegunaan alat-alat
laboratorium yang akan dipakai. Pada dasarnya setiap alat memiliki nama
yang menunjukkan kegunaan alat tersebut, prinsip kerja atau proses yang
berlangsung ketika alat digunakan. Beberapa kegunaan alat dapat dikenali
berdasarkan namanya. Penamaan alat-alat yang berfungsi mengukur
biasanya diakhiri dengan kata meter seperti thermometer, hygrometer,
spektrofotometer dan lain-lain. Alat-alat pengukur yang disertai dengan
informasi tertulis, biasanya diberi tambahan “graph” seperti thermograph
dan barograph (Moningka, 2008).
Dari uraian tersebut, tersirat bahwa nama pada setiap alat
menggambarkan mengenai kegunaan alat dan atau menggambarkan prinsip
kerja pada alat yang bersangkutan. Dalam penggunaannya ada alat-alat
yang bersifat umum dan ada pula yang khusus. Peralatan umum digunakan
untuk suatu kegiatan reparasi, sedangkan peralatan khusus lebih banyak
digunakan untuk suatu pengukuran atau penentuan (Moningka, 2008).
Penggunaan beberapa alat gelas dengan tepat penting untuk
diketahui agar suatu praktikum dapat berjalan dengan baik. Kesalahan
3
8. Sterilisasi 3 preparasi
alat
dan cara kerja dari setiap alat yang digunakan dalam praktikum
di laboratorium.
Hasil pengamatan pada setiap alat menghasilkan fungsi
dan cara kerja yang berbeda, seperti,bunsen digunakan untuk
pembakaran mulut suatu alat, ujung jarum ose (sterilisasi dan
pemanasan). Cawan petridis adalah tempat
penanaman/penumbuhan mikrobia di dalam media agar.
Beacker glass digunakan untuk mengukur dan menampung
sampel. Erlenmeyer digunakan untuk menampung sampel dan
menghomogenkan sampel berbentuk cairan. Mikropipet
digunakan untuk mengambil sampel dalam jumlah banyak,
sedangkan makropipet digunakan untuk mengambil sampel
dalam jumlah sedikit.
Blue tip dipasang pada ujung macropipet sedangkan
yellow tip dipasang pada ujung mikropipet. Pipet ukur digunakan
untuk mengambil sampel dengan ukuran yang telah ditentukan.
Termometer digunakan untuk mengukur suhu suatu objek.
Jarum ose digunakan untuk menggores bakteri pada media agar
dan mengambil mikrobia.
Spatula digunakan untuk mengaduk, pengaduk
digunakan untuk mengaduk sampel dan mengambil sampel
berbentuk padat. Gelas ukur adalah alat untuk mengukur volume
suatu cairan. Tabung reaksi adalah alat untuk menampung
sampel. Objek glass adalah tempat sampel dalam pengukuran di
bawah mikroskop. LAF (Laminar Air Flow) adalah alat ruang
steril mikroba. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan alat dan
bahan.
Stirer digunakan untuk menghomogenisasi sampel.
Waterbath adalah alat yang digunakan untuk penangas air
dengan suhu konstant. Inkubator adalah alat untuk inkubasi
untuk keadaan/kondisi kering. Mikroskop adalah alat yang
10
12
13
dipasteurisasi, cuka apel yang tidak dipasteurisasi, air, ataupun dari satu
orang ke orang lain (Theron, 2011).
Bakteri kemoheterotrof menggunakan bahan anorganik untuk
dioksidasi menjadi senyawa organik. Bakteri sulfat membentuk ATP
dengan mengoksidasi senyawa organik dengan sulfat. Sulfat diubah
menjadi adenosine 52-phosposulfate (adenylyl sulfate, APS) dengan
sebuah reaksi enzimatis dengan ATP, dan menghasilkan APS yang akan
digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik. Bakteri dari genus
Desulfovibrio tidak dapat menguraikan asam asetat, sedangkan bakteri
dari genus Desulfotomaculum dapat menguraikan senyawa organik
menjadi CO2+H2O (Yamanaka, 2008).
2. Jamur
Jamur termasuk organisme eukariot karena sel penyusunnya telah
memiliki membran inti. Sel jamur juga memiliki dinding sel dari bahan
kitin (chitine) yang merupakan polimer karbohidrat mengandung
nitrogen. Zat ini juga terdapat pada eksoskeleton hewan arthropoda,
seperti laba-laba dan serangga. Senyawa kitin bersifat kuat, tetapi
fleksibel. Zat penyusun dinding jamur berbeda dengan tumbuhan umum
yang dinding selnya tersusun dari selulosa dan bersifat kaku. Jamur
merupakan organisme bersel banyak (multiseluler), tetapi ada juga yang
bersel tunggal (uniseluler), contohnya jamur ragi tape (Saccharomyces
sp). Tubuh jamur bersel banyak terdiri atas benang-benang halus yang
disebut hifa. Kumpulan hifa jamur membentuk anyaman yang disebut
miselium (Anshori, 2009).
Fungi biasanya bereproduksi dengan spora meskipun mereka juga
dapat berkembang biak secara vegetatif dengan fragmentasi. Spora ada
yang mempunyai pigmen dan beberapa ada yang mengandung
polisakarida dalam bentuk gelatin. Hifa yang mengandung spora disebut
konidiospora (Hanson, 2008).
Mikotoksin adalah hasil metabolit sampingan dari jamur.
Mikotoksin dapat menyebabkan gejala keracunan (mikotoksikotis)
16
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Inti sel
2. Sitoplasma
3. Flagela
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
12
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
15
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
18
1. Sporangium
2. Spora
3. Sporangiofor
b. Jamur
Pengamatan mikroorganisme jamur dalam acara klasifikasi
mikrobia yang digunakan meliputi Coccidioides immitis,
Epydermophyton hocusum, Microsporum gypseum, Mucor,
Hansenula, Helminthosporium, Geotrichum, Aspergillus,
Phycomycetes, Candida albicans, Penicillium sp, Saccaromyces,
Rhizopus, Neurospora, Tricophyton rubrum, Trochoderma,
Histoplasma dan Mentagrophyles. Pengamatan tersebut dilakukan
menggunakan bahan preparat awetan kering. Pengamatan tersebut
dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran
sampai 100 kali. Dari pengamatan tersebut didapatkan hasil berupa
karekteristik masing-masing jamur.
Jamur banyak terdapat di lingkungan dan bentuknya
bermacam-macam, ada yang berbentuk seperti bola, gada, daun dan
payung. Menurut Hanson (2008) jamur ada yang uniseluler dan
multiseluler. Dinding selnya tersusun dari zat kitin. Tubuh jamur
tersusun oleh hifa atau benang-benang halus, kumpulan hifa
membentuk miselium. Jamur tersusun atas bagian-bagian seperti
stolon, rizoid, sporangiofor dan sporangium. Jamur ada yang
menguntungkan dan ada yang merugikan.
Berdasarkan keterangan dari Kusumawati (2012) jamur yang
memiliki karakteristik hifa yang bercabang-cabang dan tidak
bersekat dengan dinding sel tersusun dari zat kitin termasuk dalam
jamur Zygomycota. Jamur Zygomycota menghasilkan spora yang
disebut zigospora. Jamur yang termasuk Zygomycota misalnya
Mucor dan Rhizopus. Rhizopus mampu memecah amilum menjadi
dekstrosa, protein, dan lemak dalam kedelai menjadi molekul yang
lebih kecil. Rhizopus juga bisa bersifat parasit apabila tumbuh pada
buah-buahan.
Jamur yang memiliki karakteristik hifa yang bersekat dan
berinti banyak disebut jamur Ascomycota. Dikutip dari Suwarno
29
31
32
dari daging akan berikatan dengan uap HCl yang ada pada tabung dan
akan keluar terbentuk embun NH4Cl (Dewi, 2012).
Pemeriksaan awal pembusukan yang dilakukan dengan uji Eber.
Jika terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan terjadi
pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan
terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas).
Pada daging sapi segar, dingin, dan beku yang diperiksa hasilnya negatif
dimana tidak terdapat NH4Cl setelah diuji dengan mengunakan larutan
Eber karena pada daging-daging tersebut belum terbentuk gas NH3.
Pada daging busuk jelas terlihat gas putih (NH4Cl) pada dinding tabung
karena pada daging busuk gas NH3 sudah terbentuk (Prawesthrini, 2009)
Pada uji Eber jika daging mengalami pembusukan, maka daging
akan mengeluarkan gas NH3. Gas NH3 ini kemudian berikatan dengan
asam kuat (HCl) sehingga membentuk NH4Cl (gas). Daging yang busuk
akan menghasilkan gas putih pada dinding tabung reaksi. Jika terjadi
pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan terjadi pengeluaran asap
di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam
kuat (HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas) (Pratiwi, 2015).
Uji eber untuk mengetahui pembusukan pada daging. Uji eber
dilakukan dengan cara meletakkan daging di atas 5 ml reagen eber.
Larutan eber terdiri atas HCl pekat ditambah Alkohol 96% dengan rasio
1:3. Tabung ditutup rapat, jika terdapat kabut menandakan daging telah
membusuk (Kurnianingsih, 2006).
Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk,
pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen
(perubahan warna), dan perubahan rasa. Perubahan warna disebabkan
oleh elaborasi pigmen asing dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk
terutama oleh bakteri anaerob melalui dekomposisi protein dan asam
amino yang akan menghasilkan indole, metilamin, dan H2S (Adams and
Moss 2008).
34
2. Hidrogen Sulfida
Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang
dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging tersebut. H2S yang
dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan timah asetat
menjadi timah sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna
coklat pada kertas saring yang diteteskan timah asetat tersebut. Hanya
kelemahan uji ini, bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini
tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena
dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas
bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-
enzim yang membentuk asam sulfida dan amonia (Lawrie, 2006).
Uji hidrogen sulfida adalah mengamati tabung biakan yang
disisipi kertas plumbun asetat. Bila kertas tersebut tampak warna hitam
kecoklatan maka uji tersebut positif. Hal ini dikarenakan bakteri
tertentu seperti Proteus vulgaris menghasilkan hidrogen sulfida dari
asam amino sistein melalui kerja enzim sistein desulfurase. Produksi
H2S merupakan langkah awal dalam proses deaminasi sistein. H2S yang
terbentuk akan bereaksi dengan plumbun asetat menghasilkan plumbun
sulfida yang berwarna hitam (Kurnianingsih, 2006).
Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk,
pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen
(perubahan warna), dan perubahan rasa. Perubahan warna disebabkan
oleh elaborasi pigmen asing dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk
terutama oleh bakteri anaerob melalui dekomposisi protein dan asam
amino yang akan menghasilkan indole, metilamin, dan H2S (Adams
and Moss 2008).
Gas H2S dapat timbul sebagai hasil penguraian protein dan
senyawa-senyawa lain yang mengandung belerang. Biasanya hasil itu
tidak banyak, namun hal ini dapat diuji dengan indikator. Pembusukan
bangkai serta penguraian sulfat ditempat-tempat yang becek
menimbulkan banyak H2S. Bakteri yang banyak menghasilkan
35
b. Pembahasan
b. Pembahasan
b. Pembahasan
44
45
51
52
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Yogurt adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri.
Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai.
Tetapi produksi modern saat ini di dominasi dari susu sapi. Fermentasi
gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan dalam
protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik
pada yoghurt.
Proses pembuatan sajian yang memiliki rasa yang asam ini
biasanya menggunakan kultur campuran antara bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermopilus sebagai starter.
Perbadingan yang baik antara ke dua bakteri ini sehingga
menghasilkan yoghurt yang baik adalah 1:1. Dapat dibayangkan apabila
pembuatan yoghurt hanya menggunakan satu jenis bakteri saja. Apabila
hanya Streptococcus thermopilus saja maka keasaman dan cita rasa yang
dihasilkan tidak maksimal karena tidak dihasilkan asetaldehid serta
keasaman yang dihasilkan sekitar 5-5,5. Begitu juga apabila hanya
menggunakan Lactobacillus bulgaricus saja akibatnya enzim yang
dihasilkannya untuk membentuk asetaldehid akan terganggu karena
kondisi lingkungan yang terbentuk kurang baik. Oleh karena itu
hubungan simbiotik antara kedua bakteri ini sangat penting agar
dihasilkan yoghurt dengan kualitas yang baik.
2. Tujuan Praktikum
Mengetahui cara meremajakan kultur bakteri, baik kultur murni
maupun kultur komersial.
3. Waktu dan Tempat Prakatikum
Praktikum deteksi biologis mikrobia dilaksanakan pada hari
Selasa, 5 April 2016 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium
Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
56
57
B. Tinjauan Pustaka
Fase-fase pertumbuhan bakteri terbagi dalam 5 fase, fase pertama
adalah fase adaptasi yaitu untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
sekitar. Fase kedua adalah pertumbuhan awal, mikroba mulai membelah
dengan kecepatan yang rendah. Fase ketiga adalah pertumbuhan logaritmik,
mikroba membelah dengan cepat dan konstan. Fase keempat pertumbuhan
lambat, pertumbuhan populasi mikroba diperlambat. Fase kelima adalah
fase pertumbuhan tetap (statis) yaitu jumlah populasi sel tetap dan fase
terakhir adalah fase menuju kematian dan fase kematian, fase menuju
kematian dan fase kematian adalah sebagian populasi mikroba yang hidup
mulai mengalami kematian (Zubaidah, 2006).
Media dalam bentuk kaldu nutrien atau yang mengandung agar
disiapkan dengan cara melarutkan masing-masing bahan yang dibutuhkan.
Mudah lagi dengan cara menambahkan air pada suatu komersial berbentuk
medium bubuk yang sudah mengandung semua nutrien yang dibutuhkan.
Media dipakai untuk menumbuhkan mikrobia, isolasi, memperbanyak,
pengujian sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikrobia (Nelson,
2000).
Kultur starter merupakan bagian yang penting dalam tahapan
pembuatan yoghurt. Mutu kultur starter yang digunakan akan
mempengaruhi citarasa serta tekstur yoghurt yang dihasilkan. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan pada kultur starter yoghurt adalah bebas dari
kontaminan, waktu pertumbuhan yang cepat, menghasilkan citarasa yang
khas dengan tekstur yang bagus, serta tahan terhadap bakteriofage dan
antibiotik (Rahman, dkk 2002).
Indikator penting bagi kultur starter. Meliputi adaptasi terhadap
berbagai kondisi proses, menghasilkan asam dalam waktu singkat selama
proses fermentasi, menghasilkan asam seminimal mungkin selama
distribusi dan penyimpanan, tetap hidup selama penyimpanan susu
fermentasi, dan membentuk citarasa dan konsistensi yang khas. Upaya
mengantisipasi gangguan terhadap kultur starter bisa dilakukan dengan
58