Anda di halaman 1dari 10

a 5 year old boy is seen with his parents at primary health care with a concern of pinpoint sized

red spots similar to mosquito bites. after further questioning,it occurrend since one day before
and the spots didn't disappear on pressures. patient denaid fever or cough. no familly history
with same symptoms was found. physical evaluation showed a widespread ptechiae on this
body. patient was advised for a complete blood counts. doctor suspected an abnormality in
platelet from his laboratory findings

seorang anak laki-laki berusia 5 tahun terlihat bersama orang tuanya di layanan kesehatan
primer dengan kekhawatiran bintik-bintik merah berukuran tepat seperti gigitan nyamuk.
setelah diinterogasi lebih lanjut, itu terjadi sejak satu hari sebelumnya dan bintik-bintik itu
tidak hilang pada tekanan. penderita demam berdarah atau batuk. tidak ada riwayat keluarga
dengan gejala yang sama ditemukan. evaluasi fisik menunjukkan ptechiae luas pada tubuh ini.
pasien disarankan untuk pemeriksaan darah lengkap. Dokter mencurigai adanya kelainan pada
trombosit dari temuan laboratoriumnya

1. What is hemostasis ?
hemostasis is a bodily function that aims to maintain blood thinning so that blood
stays in the blood vessels and closes damage to blood vessel walls thereby reducing
blood loss during blood vessel damage

hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan


keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup
kerusakan dinding pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat
terjadinya kerusakan pemuluh darah

Siti Budina Kresna, Pengantar Hematologi dan Imunohematologi, Fakultas Kedokteran UI, 1988

Frank Firkin, de grucy’s Clinical Hematology in Medical Practice, Fifth edition, Blackwell
Scientific Publication, 1989.

Martin R. Howard, Haematology, Second Edition, Churchill Livingstone, 2002.

2. what is the basis of the mechanism for cessation of bleeding?


apa saja yang menjadi dasar dari mekanisme proses penghentian perdarahan ?

(1) spasm blood vessels,


(2) formation of platelet plugs
(3) blood clots (coagulation)
(4)closure of blood vessels that are permanently damaged by fibrous tissue

(1) spasme pembuluh darah


(2) pembentukan sumbat platelet
(3) pembekuan darah (koagulasi)
(4) penutupan pembuluh darah yang rusak secara permanen oleh jaringan fibrosa
Iman Supardiman, Hematologi Klinik, edisi revisi, Bandung, 1993.

Siti Budina Kresna, Pengantar Hematologi dan Imunohematologi, Fakultas Kedokteran UI,
1988.

3. what is the process of hemostasis?

(ini untuk yg primer ya guys )


Saat pembuluh darah rusak dan kehilangan keutuhan dindingnya, interaksi antara
platelet dan dinding pembuluh darah berubah dan memicu perlekatan platelet pada
struktur pos intima yang terpapar. Platelet yang melekat tersebut menghasilkan ADP
(adenosine diphosphate) dan juga menyebabkan platelet-platelet lain menghasilkan
ADP menyebabkan mereka berkumpul membentuk agregat dan akhinya membentuk
sumbat platelet (platelet plug). Sumbatan platelet ini hanya mampu menutup
perdarahan sementara waktu dan harus diperkuat lagi oleh proses lebih lanjut yaitu
pembentukan bekuan darah (clot) yang akan memperkokoh penutupan kerusakan
pembuluh darah. Dalam keadaan normal, darah berada dalam sistem pembuluh darah,
dan berbentuk cair. Keadaan ini dimungkinkan oleh faktor hemostasis yang terdiri dari
hemostasis primer,hemostasis sekunder dan hemostasis tersier. Hemostasis primer
terdiri dari pembuluh darah dan trombosit, disebut hemostasis primer karena pertama
terlibat dalam proses penghentian darah bila terjadi perdarahan, diawali dengan
vasokontriksi pembilih darah dan pembentukan plak trombosit yang menutup luka dan
menghentikan perdarahan.

4. Hemostasis saat luka

Di dalam lapisan pembuluh darah selain endotel, terdapat serat kolagen dan vWf ( von
Willebrand faktor yang berperan sebagai rangkaian mulai terjadinya proses hemostasis. Saat
terjadinya luka, maka serat kolagen akan menonjol dan kontak dengan trombosit sebagai
reseptor terhadap trombosit. Reaksi hemostasis pertama pada saat terjadinya luka atau
kerusakan jaringan. Saat terjadinya luka, endotel mengeluarkan phospholipid yang akan
menginisiasi fungsi trombosit untuk melakukan fungsi adhesi. Vasokonstriksi yaitu proses
penyempitan atau pengkerutan pembuluh darah dengan cara mmenyempitkan diameter
pembuluh darah yang terjadi pada daerah yang mengalami kerusakan atau luka dengan tujuan
untuk mengurangi aliran darah. proses vasokonstriksi terjadi pada daerah pembuluh darah
sekitar luka. Jika terjadi kerusakan jaringan atau luka, maka akan terjadi keluarnya zat
serotonin, epineprin, dengan adanya zat tersebut maka pembuluh darah menjadi mengkerut
atau menyempit dengan tujuan untuk mengurangi aliran darah yang menuju ke daerah luka.

man Supardiman, Hematologi Klinik, edisi revisi, Bandung, 1993.

Frank Firkin, de grucy’s Clinical Hematology in Medical Practice, Fifth edition, Blackwell
Scientific Publication, 1989.
Ramnik Sood, Medical Laboratory Technology, Methods & Interpretatiom, Jay Pee Brothers
Fourth edition, 1994.

5. What are the components of hemostasis?


pembuluh darah (kolagen), trombosit, procoagulant plasma protein faktors, natural
anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik

6. what is the relationship between the occurrence of spots with hemostasis


abnormalities?
apa hubungannya terjadinya bintik-bintik dengan kelainan hemostasis ?

PTECHIAE (bintik merah)


Ptechiae adalah bintik merah kecil yang tampak pada permukaan kulit yang
disebabkan karena perdarahan kecil, atau karena bocornya pembuluh darah sehingga
darah merembes keluar membentuk titik merah. Ptechiae bisa merupakan sebagai
tanda atau akibat kekurangan jumlah trombosit (thrombocytopenia) di dalam tubuh.
Kondisi ini juga bisa timbul pada keadaan dimana jumlah trombosit dan fugsi
trombosit tidak seperti biasanya. (contohnya pada keadaan terjadinya infeksiatau
apabila kelebihan tekanan seperti pada kasus tekanan yang berlebihan pada jaringan
(seperti pada tourniquet test dipakai pada batuk yang berlebihan).

7. What are the abnormalities of platelets?


Kelainan jumlah
A. Trombositosis
B. Trombositemia
C. Trombositopenia
Trombositosis : trombositosis adalah kondisi dimana jumlah trombosit di dalam darah
jumlahnya lebih dari normal (tinggi), dan keadaan ini bisa berupa reaktif atau primer
(juga disebut penting dan disebabkan oleh penyakit myeloproliferative). Meskipun
sering tanpa gejala (terutama bila merupakan reaksi sekunder), trombositosis dapat
menjadi predisposisi trombosis pada beberapa keadaan dari pasien. Peningkatan
jumlah trombosit sementara o Fisiologi : - gerak badan o Patologis : - trauma -
keganasan - peradangan Kondisi trombositosis meningkat karena adanya rangsangan,
tetapi apabila rangsangan yang menyebabkan tingginya trombosit hilang, maka jumlah
trombosit kembali normal. Kondisi trombositosis berupa kelainan pada tingginya
jumlah trombosit yang diproduksi oleh tubuh. Pada orang dewasa, batas normal
trombosit adalah 150-450 x 109 /l atau 150.000-450.000 platelet per mikroliter darah,
sementara seorang penderita trombositosis dapat memiliki jumlah trombosit hingga
600 x 109 /l atau lebih. Trombositosis bisa menjadi penyebab utama kondisi
penggumpalan darah. Kondisi ini dapat terpicu pula oleh penyakit lain yang sudah
dimiliki atau diderita sebelumnya sehingga pemeriksaan awal dapat turut menentukan
jenis trombositosis apa yang dialami pasien. Penyebab trombositosis Trombositosis
dapat disebabkan oleh infeksi, gangguan pada tulang dan sumsum tulang, atau kondisi
lainnya. Beberapa jenis trombositosis, antara lain:
Trombositosis/trombositemia sekunder atau trombositosis reaktif. Trombositosis ini
umumnya disebabkan oleh infeksi atau penyakit lain yang sudah ada atau sedang
diderita. Trombositosis primer atau trombositosis esensial. Trombositosis ini
disebabkan oleh gangguan pada sumsum tulang. Kondisi ini merupakan yang lebih
sering menjadi penyebab penggumpalan darah. Penyebab pasti yang mendasari
gangguan pada sumsum tulang tersebut belum diketahui.

Trombositemia : Trombositemia adalah kelainan darah dimana jumlah trombosit lebih


dari normal (kelainan darah myeloproliferative). Hal ini ditandai dengan produksi
trombosit yang banyak dan berlimpah di sumsum tulang. Terlalu banyak trombosit
membuat pembekuan darah normal sulit dilakukan. Pada trombositemia terjadi
peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Jumlah trombosit yang sangat tinggi
berkaitan dengan peningkatan risiko trombosis (pembekuan) dalam sistem pembuluh.
Trombositemia bergantung pada tempat pembentukan bekuan atau penangkapan
bekuan, dapat terjadi stroke. Trombositemia primer dapat terjadi pada keganasan,
polisitemia vera, dan penyakit sumsum tulang lainnya. Penyebab sekunder
trombositemia antara lain infeksi akut. Trombositemia sekunder akibat keadaan
keadaan ini biasanya berlangsung singkat. Akan tetapi, trombositemia sekunder dapat
terjadi setelah pengangkatan limpa, karena organ ini secara normal menyimpan
sebagian trombosit sampai diperlukan dalam sirkulasi. Penyakit peradangan seperti
artritis rematoid juga dapat dikaitkan dengan trombositemia yang lama.

Thrombocytopenia : Trombositopenia atau kekurangan trombosit adalah istilah medis


yang digunakan untuk penurunan jumlah trombosit di bawah batas minimal. Nilai
trombosit yang normal adalah 150.000 hingga 450.000 per mikroliter darah. Trombosit
atau yang sering disebut juga sebagai platelet (keping darah) memiliki fungsi penting
dalam tubuh manusia, yaitu untuk membantu proses pembekuan darah sehingga
perdarahan berlebihan tidak terjadi. Trombositopenia bisa dialami oleh anak-anak
maupun orang dewasa dan akan menyebabkan penderitanya lebih rentan mengalami
perdarahan. Meski jarang terjadi, trombositopenia yang tidak ditangani dapat memicu
perdarahan dalam yang bahkan bisa berakibat fatal (misalnya perdarahan otak).
Terutama jika jumlah trombosit penderita berada di bawah angka 10.000 per
mikroliter darah Trombositopenia terkadang tidak menunjukkan gejala apa pun.
Apabila ada, gejala utamanya adalah perdarahan. Indikasi tersebut dapat terjadi di luar
maupun di dalam tubuh dan terkadang sulit dihentikan. Contohnya adalah mimisan,
gusi berdarah, dan luka yang terus berdarah. Gejala-gejala lain yang mungkin
menyertai trombositopenia bisa berupa: Kelelahan,Menstruasi dengan volume darah
berlebihan,Memar-memar pada tubuh,Bintik-bintik merah keunguan pada
kulit,Pembengkakan pada limpa

Siti Budina Kresna, Pengantar Hematologi dan Imunohematologi, Fakultas Kedokteran UI,
1988.

Iman Supardiman, Hematologi Klinik, edisi revisi, Bandung, 1993.

Ramnik Sood, Medical Laboratory Technology, Methods & Interpretatiom, Jay Pee Brothers
Fourth edition, 1994.

8. Apa saja jenis-jenis pemeriksaan hemosasis ?


PEMERIKSAAN FUNGSI VASKULAR
1. Pemeriksaan Rumple leede
ketika terjadi perdarahan, maka pembuluh darah akan mengeluarkan zat-zat
seperti serotonin, epinefrin, dan 5- hidroksitriptamin sehingga pembuluh darah
akan menyempit (vasokontriksi) yang menyebabkan volume darah yang keluar dari
tubuh menjadi lebih sedikit .Untuk menilai kemampuan vaskular pada tubuh
seseorang terhadap mekanisme tersebut, maka dapat dilakukan pemeriksaan
rumple leede dan masa perdarahan. Pemeriksaan rumple leede merupakan
pemeriksaan dimana pembuluh darah dibendung menggunakan spignomanometer
pada tekanan tertentu selama 10 menit. Apabila pembuluh vaskuler tidak kuat
menahan tekanan yang diberikan, maka darah akan akan keluar dari pembuluh
darah dan terlihat sebagai bercak merah pada permukaan kulit (petechia).Tekanan
darah pada saat pembendungan merupakan nilai tengah antara tekanan darah
sistole dengan diastole. Contoh : Pemeriksaan tekanan darah seorang pasien yang
akan melakukan pemeriksaan rumple leede adalah 120/80 mmHg (sistole 120
mmHg, diastole 80 mmHg), maka tekanan spigmomanometer pada uji rumple
leede =120+80/ 2 = 100 mmHg. Pada pemeriksaan rumple leede hasil positif dapat
diketahui jika pada lingkaran berdiameter 5 cm, kira-kira 4 cm distal dari fossa
cubiti terbentuk petechia (bercak merah) sebanyak lebih dari 10 petechia.Hasil
positif juga dapat disimpulkan apabila terdapat banyak pechia pada bagian daerah
distal sekitar pergelangan tangan. Hasil positif memperlihatkan bahwa
kemampuan vaskuler pasien tidak baik ketika terjadi tekanan pada pembuluh
darah. Hasil negatif dapat disimpulkan apabila tidak terdapat petechia pada
lingkaran berdiameter 5 cm, kira-kira4 cm distal dari fossa cubiti. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kemampuan vaskuler pasien tersebut baik, ketika terjadi
tekanan pada pembuluh darah. Hasil pemeriksaan rumple leede tidak hanya
dipengaruhi oleh kemampuan vaskular, akan tetapi dipengaruhi juga oleh jumlah
dan fungsi trombosit. Pada pemeriksaan rumple leede, pembuluh vaskuler ditekan
pada tekanan tertentu menggunakan spigmomanometer, ketika pembuluh darah
tidak kuat menahan tekanan, maka darah akan keluar dari pembuluh darah dan
terlihat sebagai bercak merah. Hal tersebut dapat dihambat apabila pasien
tersebut mempunyai trombosit dengan jumlah dan fungsi yang normal/baik.
Ketika darah akan keluar dari pembuluh darah, maka trombosit akan membentuk
sumbat trombosit, sehingga tidak terlihat petechia pada permukaan kulit pasien.
Akan tetapi ketika jumlah ataupun fungsi trombosit tidak berfungsi normal, maka
akan lebih mudah terbentuk petechia. Uji rumple leede dapat positif ketika
dilakukan pada pasien dengan kondisi trombositopenia, seperti pasien demam
berdarah. Uji tidak boleh dilakukan apabila sebelum pelaksaan pemeriksaan,
pasien sudah mengalami pupura atau ekimosis. Apabila uji rumple leede dilakukan
setelah pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, maka waktu pembendungan
dilakukan selama lima menit.
2. Pemeriksaan masa perdarahan Selain pemeriksaan rumple leede, kemampuan
vaskuler pada proses hemostasis dapat dilakukan dengan menguji masa
perdarahan. Pemeriksaan masa perdarahan dilakukan untuk menentukan lamanya
perdarahan ketika terjadi perlukaan pada pembuluh darah kapiler.Terdapat dua
metode pemeriksaan masa perdarahan, yaitu metode Duke dan Ivy. Metode duke,
perlukaan pembuluh darah kapiler dilakukan pada daerah cuping telinga,
sedangkan metode Ivy, perlukaan dilakukan pada bagian voler lengan. Seperti uji
rumple leede, pemeriksaan masa perdarahan dapat dilakukan untuk menilai
kemampuan vaskuler pembuluh darah ketika terjadi perdarahan, akan tetapi uji ini
dipengaruhi juga oleh jumlah serta fungsi trombosit. Pemeriksaan masa
perdarahan metode Duke, dilakukan penusukan pembuluh kapiler pada anak daun
telinga, setelah anak daun telinga tersebut diantisepsis menggunakan kapas
alkohol 70%. Ketika tetes darah keluar dari daerah tusukan, maka stopwatch
dinyalakan. Tetes darah tersebut diserap menggunakan kertas saring setiap 30
detik hingga luka tertutup (tidak terdapat darah pada kertas saring). Pada metode
ini, kondisi pasien normal jika luka pada pasien terhenti antara 1-3 menit.
Pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, dilakukan pembendungan pada lengan
yang akan diuji menggunakan spigmomanometer pada tekanan 40 mmHg. Setelah
dilakukan pembendungan, bagian voler lengan diantisepsis menggunakan alkohol
70% dan dibiarkan mengering. Setelah alkohol mengering, dilakukan penusukan
bagian voler lengan pasien. Ketika terlihat tetes darah pertama pada daerah
tusukan, makastopwatch dinyalakan. Tetes darah tersebut diserap menggunakan
kertas saring setiap 30 detik hingga luka tertutup (tidak terdapat darah pada kertas
saring). Pada metode ini, kondisi pasien normal jika luka pada pasien terhenti
antara 1-6 menit. Pada metode Ivy, tetes darah pertama harus memiliki diameter 5
mm. Ketika diameter tetes pertama < 5mm, maka dikhawatirkan tusukan kurang
dalam. Jika diameter tetes pertama < 5mm, maka perlu dilakukan penusukan
ulang. Selain dari dimeter tusukan pertama, tusukan yang kurang dalam dapat
diketahui ketika masa perdarahan kurang dari satu menit. Apabila pada
pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy didapat hasil lebih dari 10 menit, maka
pemeriksaan perlu diulang. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran tertusuknya
pembuluh darah vena ketika penusukan bagian voler lengan pasien. Apabila hasil
uji ulang masih didapat masa perdarahan lebih dari 10 menit, maka dapat
membuktikan terdapatnya kelainan pada proses hemostasis.
3. PEMERIKSAAN FUNGSI SELULAR
1. Pemeriksaan jumlah trombosit Jumlah trombosit dapat diketahui dengan
melakukan perhitungan sel trombosit, baik menggunakan alat otomatisasi
ataupun menggunakan metode manual. Perhitungan sel trombosit pada alat
otomatisas dapatmenggunakan berbagai macam metode, seperti electrical
impedance, flowcitometri dan flowresensi flowsitometri Metode electrical
impedance disebut juga dengan Coulter principle. Alat otomatisasi dengan
metode impedance, menghitung sel berdasarkan ukuran sel. Pada metode
electrical impedance sel dihitung berdasarkan ukuran sel. Sel dalam darah
akan melewati oriface/celah, dimana sel yang tersebut akan melewati celah
satu persatu dan mengganggu aliran listrik ketika melewati celah. Besar
gangguan aliran listrik sebanding dengan ukuran sel. Metode ini mempunyai
kekurangan yaitu, apabila sel trombosit yang melalui oriface (celah) lebih besar
dari normal (giant trombosit), maka alat dapat salah melakukan pembacaan,
sel trombosit akan dihitung sebagai sel eritrosit atau lekosit. Kesalahan
pembacaan dapat juga terjadi ketika terdapat kelainan sel eritrosit seperti sel
eritrosit terfragmentasi. Pada kondisi tersebut, sel eritrosit terfragmentasi
dapat terbaca sebagai sel trombosit. Untuk menghindari kesalahankesalahan
pembacaan, maka dapat dilihat flaging pada alat otomatisasi tersebut
Prinsip kerja metode electrical impedance

Penghitungan jumlah trombosit, selain menggunakan alat otomatisasi, dapat


juga dilakukan secara manual. Perhitungan secara menual dilakukan dengan
mengencerkan darah sampel menggunakan larutan tertentu. Pelarut yang
digunakan antara lain, amonium oxalat dan Rees Ecker. Setelah dilakukan
pengenceran, sel trombosit akan dihitung menggunakan bilik hitung Improved
Neubauer dengan luas lapang pandang 1mm2 . Jumlah sel trombosit setiap
mikroliter darah dihitung berdasarkan volume pengenceran dan volume
lapang pandang perhitungan sel. Pada penggunaan larutan amonium oxalat,
sel lain selain trombosit akan lisis, sedangkan pada penggunaan larutan Rees
ecker sel yang tidak dilisiskan adalah sel trombosit dan sel eritrosit.
Perhitungan jumlah sel trombosit secara manual, selain dihitung secara
langsung menggunakan pelarut tertentu, dapat juga dilakukan dengan
menggunakan metode tidak langsung, yaitu menghitung sel trombosit pada
SAD (sediaan apus darah). Pada metode tersebut, sel trombosit dihitung
terhadap 1000 sel eritrosit. Metode tersebut, dikatakan sebagai metode
manual tak langsung, karena untuk menentukan jumlah sel trombosit/μL
darah, selain menghitung sel darah pada SAD per 1000 sel eritrosit, TLM juga
harus menghitung jumlah eritrosit /μL darah.
2. Pemeriksaan fungsi trombosit
Pada proses hemostasis, trombosit berfungsi untuk membentuk sumbat
trombosit, agar perdarahan dapat terhenti. Untuk mengetahui fungsi
trombosit, dapat dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit. Pemeriksaan
agregasi trombosit dapat dilakukan menggunakan alat aggregometer. Selain
untuk menilai fungsi trombosit, pemeriksaan agregasi trombosit dapat
digunakan untuk membantu diagnosa hyperkoagulasi yang dapat
menyebabkan trombosis akibat terbentuknya trombus.
PEMERIKSAAN FUNGSI BIOKIMIA
Pada proses hemostasis, selain vaskuler dan sel trombosit, faktor pembekuan
darah juga berperan penting proses pembentukkan benang fibrin. Faktor
pembekuan darah antara lain :
Faktor pembekuan darah I Fibrinogen II Protrombin III Jaringan tromboplastin
IV Kalsium V Faktor labil, proakselerin VI - VII Faktor stabil, prokonvertin VIII
Globulin antihemolifilik (AHG), faktor A antihemofilik IX Faktor Chrismas,
komponen tromboplastin plasma (PTC) X Faktor Stuart, Faktor Prower XI
Plasma tromboplastin antecedent, Faktor Antihemofilik C XII Faktor Hageman,
Faktor kontak XIII Faktor penstabil fibrin, Fibrinase High Molucular Weight
Kininogen (HMWK), Faktor Fitzgerald Prekalikrein, faktor Fletcher
Pembentukaan benang fibrin dapat distimulus oleh jalur intrinsik ataupun jalur
ekstrinsik. Jalur Intrinsik meliputi fase kontak dan pembentukkan kompleks
aktivator F.X. Adanya kontak antara F.XII dengan permukaan asing seperti
serat kolagen akan mengaktivasi F.XII menjadi FXIIa. Dengan adanya kofaktor
HMWK, F.XIIa akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein. F.XIIa akan
mengubah F. XI menjadi XIa. F.XIa dengan bantuan ion kalsium akan
mengubah F.IX menjadi F.IXa. Reaksi terakhir jalur ekstinsik adalah interaksi
non enzimatik antara F.IXa, PF.3, F.VIII dan ion kalsium membentuk kompleks
yang mengaktifkan F.X. Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal dimana F.VII
akan diaktifkan menjadi F.VIIa dengan adanya ion kalsium dan tromboplastin
jaringan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah yang luka. Selanjutnya F.VIIa
akan mengaktifkan F.X menjadi F.Xa. Jalur bersama meliputi pembentukkan
protrombin converting complex (protrombinase), aktivasi protrombin dan
pembentukkan fibrin. Reaksi pertama pada jalur bersama adalah perubahan
F.X menjadi F.Xa. FXa bersama F.V, PF.3, dan ion kalsium membentuk
protrombin converting complex yang akan mengubah protrombin menjadi
trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Setiabudy Rahajuningsih D, 2009. Hemostasis dan Trombosis, Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Magnette A et al, 2016. Pre analytical issues in the haemostasis laboratory: guidance for the
clinical laboratories, Trombosis Journal

Dhurat Rachita, Sukesh MS, 2014. Principles and Methods of Preparation of Platelet Rich
Plasma: A Review and Author’s Perspective, India: Wolters Kluwe—Medknow publications

Anda mungkin juga menyukai