Anda di halaman 1dari 7

Seorang Laki-Laki dengan Pyelonefritis Kronik G5D + Hipertensi Refrakter

Achmad Rifai Pandin, Kaharullah*,Dedy Kusnadi*


*
Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

I. PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai kelainan struktur atau
fungsi ginjal, yang terjadi selama > 3 bulan, dengan implikasi terhadap manifestasi
klisnis. CKD diklasifikasikan berdasarkan Penyebab, kategori GFR (G1–G5), dan
kategori Albuminuria (A1-A3), disingkat CGA.1
Hipertensi refrakter kini didefinisikan sebagai tidak terkontrolnya tekanan
darah setelah lebih dari tiga bulan ditatalaksana oleh spesialis hipertensi dengan
menggunakan lima atau lebih kelompok anti hipertensi, termasuk chlorthalidone
dan spironolactone.2
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus pasien dengan chronic kidney
disease G5D disertai hipertensi refrakter.

II. LAPORAN KASUS


Tn. A, 42 tahun, suku Makassar, pekerjaan wiraswasta, pasien merupakan
pasien rutin hemodialisa di Unit Hemodialisa (No. Rekam Medis 184612), pasien
rutin melakukan hemodialisa 3 kali seminggu, pasien selama ini keluhannya tidak
ada, demam tidak ada, lemas kadang kadang, mual dan muntah tidak ada, bab
hitam encer tidak ada. Bak kesan kurang volume kurang lebih 600cc per 24 jam.
- Pasien riwayat hipertensi sejak 5 tahun terakhir, 1 tahun terakhir pasien
rutin minum 6 macam obat hipertensi, Adalat Oros 30 mg 2x1, Telmisartan
80 mg 1x2, Hytroz (Terazosin Hydrochloride) 2 mg 1 x 1, Bisoprolol 5mg
mg 1x1, Clonidine 0,15 mg 3x2.
- Pasien riwayat hemodialisa sejak 6 bulan yang lalu dengan frekuensi 3x
seminggu, (senin, rabu, jumat)
- Riwayat DM tidak ada.

1
Pemeriksaan fisis tampak pasien sakit sedang, gizi cukup, sadar. Tekanan
darah (TD) 200/110 mmHg, denyut nadi 92 kali/menit reguler berisi, frekuensi
napas 20 kali/menit torakoabdominal dan suhu 36,50C. Berat badan 63 kg, tinggi
badan 170 cm, indeks massa tubuh 21,8 kg/m2. Konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik. Moon face tidak ada. Cavitas oris tampak plak putih pada permukaan
lidah. Buffalo hump tidak ada. Toraks tampak simetris, massa tumor tidak ada,
tidak ada ginekomastia, fremitus taktil kiri sama dengan kanan, perkusi sonor,
batas paru hati ruang antar iga VI kanan depan, bunyi pernapasan vesikuler, tidak
ada ronki dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung ictus cordis tidak nampak dan
teraba, batas jantung kanan pada linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri di
ruang antar iga V linea medioklavikularis kiri, bunyi jantung I/II murni, teratur
dan tidak ditemukan bising. Abdomen tampak datar ikut gerak napas, hepar dan
lien tidak teraba, nyeri tekan dan massa tumor tidak ada, asites tidak ada,
peristaltik usus kesan normal. Pada ekstremitas turgor kulit normal dengan akral
hangat, tidak ditemukan adanya edema.

Hasil Laboratorium (18/1/2023)


- Leukosit 8700/ul, Hb 9.9 gr/dL, trombosit 163.000/ul
- Neutrofil 69.7/uL, limfosit 15.2/uL
- GDS 123 mg/dl,
- ureum 108 mg/dl, kreatinin 7.9 mg/dl
- SGOT 20 U/L, SGPT 41 U/L
- Albumin 3.5
- Na/K/Cl : 140/3.5/99

USG Abdomen : 28/7/22


- PNC bilateral
- Mild Hydronephrosis dextra
- Organ lain dalam batas normal

2
Pasien didiagnosis dengan Pyelonefritis Kronik G5D dan hipertensi refrakter.
Pasien telah menjalani Hemodialisa sejak 6 bulan yang lalu, dan mendapat terapi
hipertensi

III. DISKUSI
Pasien laki-laki usia 42 tahun datang rutin hemodialisa 3x seminggu, pasien
selama ini terdiagnosis dengan Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease
(CKD) didefinisikan sebagai kelainan struktur atau fungsi ginjal, yang terjadi
selama > 3 bulan, dengan implikasi terhadap manifestasi klisnis. CKD
diklasifikasikan berdasarkan Penyebab, kategori GFR (G1–G5), dan kategori
Albuminuria (A1-A3), disingkat CGA.1 Berdasarkan Klasifikasi CKD KDIGO
2017 pasien ini masuk dalam kategori Pyelonefritis Kronik G5D.1 Berdasarkan
pedoman pelaksanaan dialisis PERNEFRI, Secara ideal semua pasien dengan GFR
< 15 mL/menit dapat mulai menjalani dialisis.3
Istilah "hipertensi refraktori" telah diterapkan dengan referensi ke
subkelompok ekstrim pasien yang gagal dalam pengobatan antihipertensi dalam
empat publikasi ilmiah terpisah. Sudah, selama durasi singkat antara keempat
publikasi ini, definisi hipertensi refraktori telah berkembang. Sementara dalam
semua kasus istilah ini diterapkan dalam upaya untuk mengidentifikasi pasien
yang gagal dalam terapi antihipertensi maksimum, pada iterasi pertama dari istilah
tersebut, hipertensi refraktori didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak terkontrol
dengan penggunaan lima atau lebih agen antihipertensi dari kelas yang berbeda
yang sebaliknya tidak ditentukan.3 Pada pasien ini pasien telah mengkonsumsi 5
obat hipertensi yaitu, Adalat Oros 30mg 2x1, Telmisartan 80mg 1x1, Hytroz
(Terazosin Hydrochloride) 2 mg 1 x 1, Bisoprolol 5mg mg 1x1, Clonidine 0,15 mg
3x2 namun tensi pasien belum terkontrol 200/120.
Dalam menegakkan true refractory hypertension maka harus disingkirkan
terlebih dahulu apparent resistant hypertension/pseudo resistant hypertension.4
Untuk itu harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pengukuran TD yang tepat
Pengukuran TD yang akurat adalah landasan dalam diagnosis HR.

3
Tabel 2. Rekomendasi pengukuran tekanan darah1

Kondisi  Ruangan yang tenang dengan suhu yang nyaman


 Sebelum pengukuran: Hindari merokok, minum kopi dan olahraga
selama 30 menit; kandung kemih kosong; tetap duduk dan rileks
selama 3-5 menit.
 Baik pasien maupun pemeriksa tidak boleh berbicara selama
pengukuran.

Posisi Duduk: Lengan bertumpu di atas meja dengan lengan setinggi jantung;
punggung disandarkan di kursi; kaki tidak bersilang dan telapak kaki
rata/menapak di lantai. Baring : lengan disanggah sehingga sejajar
dengan jantung.
Perangkat Gunakan alat yang terkalibrasi.
Manset Ukuran disesuaikan dengan lingkar lengan pasien
Protokol Pada setiap kunjungan lakukan 3 kali pengukuran dengan selang
waktu 1 menit. Hitung rata-rata dari 2 pengukuran terakhir. Jika
tekanan darah pada pembacaan pertama <130/85 mmHg tidak
diperlukan pengukuran lebih lanjut.
InterpretasiTekanan darah selama 2-3 kunjungan konsisten > 140/90 mmHg
menunjukkan hipertensi.

2. Menyingkirkan white coat effect


 Baku emas : melakukan monitor tekanan darah dirumah dengan 24-hour
ambulatory blood pressure monitoring [ABPM])/ambulatory blood
pressure measurement .4
 Melakukan deep breathing, yaitu melakukan inspirasi dan ekspirasi
sebanyak 8 kali per menit dengan durasi 4 detik untuk inspirasi dan 4
detik untuk ekspirasi, kemudian dilakukan pengukuran TD pada menit

4
pertama, ketiga dan kelima.5 Manuver ini terbukti mampu menurunkan
TD dengan meningkatkan sensitivitas refleks baroreseptor terhadap
stimulasi vagal.4 Penelitian oleh Asyura dkk (2021)5 yang melibatkan 119
subjek menunjukkan deep breathing menurunkan TDS dan TDD secara
signifikan.5

3. Menilai kepatuhan konsumsi obat.1


a. Evaluasi kepatuhan terhadap konsumsi obat antihipertensi harus dilakukan
pada setiap kunjungan dan sebelum melakukan eskalasi antihipertensi. 1,15
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan sangat umum terjadi sekitar 50-80%
pada pasien hipertensi yang mengonsumsi obat antihipertensi. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh beberapa faktor, termasuk ukuran pil yang
besar, kompleksitas dosis, biaya, efek samping obat, interaksi pasien-dokter
yang tidak memadai dan inersia klinis. Pertimbangkan strategi berikut untuk
meningkatkan kepatuhan pengobatan :
 Edukasi tentang bahaya TD yang tidak terkontrol serta penghentian
obat antihipertensi yang tiba-tiba.
 Mengurangi polifarmasi – penggunaan pil tunggal kombinasi
 Dosis sekali sehari
 Menyesuaikan konsumsi obat antihipertensi dengan kebiasaan sehari-
hari
 Pemantauan TD di rumah
 Kemasan pengingat obat
 Alat bantu kepatuhan elektronik seperti ponsel

Setelah hal-hal yang menyebabkan apparent resistant hypertension dapat


diidentifikasi dan dikontrol maka, diagnosaa true refractory hypertension
dapat ditegakkan dan selanjutnya mencari penyebab hipertensi sekunder
dimana bila ditemukan sedapat mungkin dikoreksi.

5
Namun pada pasien ini setelah dilakukan eliminasi dari penyebab apparent
resisntant hypertension tetap memiliki tekanan darah 200/120 mmHg.

IV. Ringkasan
Telah dilaporkan suatu kasus laki-laki berusia 42 tahun dengan Hipertensi
Refrakter + Pyelonefritis Kronik G5D

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Unger T, Borghi C, Charchar F, et al. 2020 International Society of


Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension.
2020;75(6):1334-1357. doi:10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026
2. Putra BE. Kunci Penanganan Hipertensi Refrakter: Mendalami Entitas
Hipertensi Esensial dan Sekunder. J Indones Med Assoc. 2018:1-3. http://ojs-
mki.idionline.org/index.php/jinma/article/view/59.
3. Coates PT, Devuyst O, Wong G, et al. Supplement to Kidney International. Off
J Int Soc Nephrol. 2021;99(3):51-587.
4. Chan KS, Lai KPL, Chan PF, Luk MHM, Chao VKD. Evaluation of the
applicability of deep breathing test in the diagnosis of hypertension with white-
coat effect in Chinese patients in primary care. Clin Hypertens. 2019;25(1):1-9.
doi:10.1186/s40885-018-0106-4
5. Abdullah A, Bakri S, Rasyid H, et al. Effects of deep breath on blood pressure
in normo-prehypertension subjects. Eur J Mol Clin Med. 2021;8(2):1636-1642.

Anda mungkin juga menyukai