Anda di halaman 1dari 25

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

PADA LANSIA YANG MASIH BEKERJA

BIDANG:

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

DOSEN PEMBIMBING:

Puri Aquarisnawati, S.Psi., M.Psi

Disusun Oleh

Della Aulia Oktaviani 20170810029

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan periode akhir kehidupan yang identik dengan

perubahan yang bersifat menurun dan merupakan masa kritis untuk

mengevaluasi kesuksesan dan kegagalan seseorang menghadapi masa kini

dan masa depan (Hurlock, 2012).

Menurut Hurlock (2012), masa lansia dimulai dari umur 60 tahun sampai

meninggal dunia yang ditandai dengan adanya berbagai perubahan yang

bersifat fisik dan psikologis serta semakin menunjukkan penurunan dalam

setiap perubahan. Individu telah menjadi lanjut usia dapat dilihat berdasarkan

ciri-ciri fisik, mental age, dan chronologiccal age (Pratiwi & Sanudro, 2017).

Tugas-tugas perkembangan pada masa lansia mengalami perubahan seiring

dengan adanya penyesuaian dengan peran baru baik secara pribadi maupun

dalam masyarakat. Perubahan-perubahan dalam kehidupan lansia umumnya

berpotensi pada munculnya tekanan hidup karena stigma menjadi tua

dianggap sebagai usia yang dikaitkan dengan kelemahan, ketidakberdayaan,

dan rentan terhadap penyakit.

Masa lansia merupakan masa dimana beristirahat atau tidak melakukan

kegiatan memberatkan seperti pekerjaan rumah dan mengurus diri sendiri

apalagi harus menafkahi hidupnya melainkan lansia sudah seharusnya hanya

menikmati masa hidupnya setelah pensiun. Namun, peneliti menemukan

beberapa fenomena dimana individu yang memasuki masa lansia masih

2
berusaha bekerja. Salah satu fenomena yang ditemukan oleh peneliti adalah

subyek lansia perempuan dan laki-laki yang masih bekerja setelah masa

pensiunnya. Kedua subyek ini bekerja sebagai pekerja pembuat batik di salah

satu kampung daerah Sidoarjo. Berdasarkan data prasurvey peneliti kepada

subyek melalui wawancara salah satu pekerja lansia wanita di sana, antara

lain.

“Sebenarnya aku itu pengen mbak dirumah aja, tapi ya ngono. Aku engkok nggak isok
mangan. Tapi pas mlebu kerjo ndek kene, sekitar 4 tahunan, aku dadi semangat. Soale enak
ae mbak nggawe batik. Penghasilane yo lumayan. Aku dadi isok ngelatih mbiyen aku mesti
nggawe batik ambek ibuku. Mbiyen sempet mbak aku nganggur. Ya...akhir e dapet kerjo iki.
Mbiyen aku kerjo nang pabrik tapi ga nduwe pensiun. Yo wis kerja nang kene ae. Dadi yo
dijalani ae, tapi ya ngono kadang awak iku pegel kabeh. Pengen istirahat dirumah ambek
keluarga.”
Adapula prasurvey wawancara oleh peneliti kepada subyek lansia laki-laki

yang juga bekerja disana, antara lain:

“Aku wis kerjo iku ket tahun aku sik umur 55 mbak. Wis suwi sak marine metu teko bengkel
soale jarene aku wis ketuwek en dadine kudu metu terus ga onok gaji pensiun akhir e sempet
ngganggur beberapa bulan. Terus kerjo nang kene sampek aku wis tuwek. Awale gaisok
mbak, tapi di ajari ambek sing nduwe akhire dadi isok. Soale nek aku nggak kerjo neng kene,
aku diuripi ambek sopo mbak. Keluargaku wis gatau muleh soale. Dadi uripku tergantung
ambek pekerjaan iki.”

Dari hasil wawancara prasurvey tersebut membuktikan bahwa masih ada

lansia yang terpaksa bekerja karena ekonomi dan tidak memiliki hasil pensiun

dikarenakan dalam pekerjaannya terdahulu bukanlah pekerjaan yang memiliki

tunjangan pensiun. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia

pada kesejahteraan psikologisnya. Martinez (2012) mengungkapkan kualitas

hidup merupakan elemen penting dalam pembentukan Psychological Well-

Being dalam diri seseorang. Dalam kualitas hidup lansia pula juga

dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang dialaminya. Hal ini sangat

3
berpengaruh pada kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh lansia maupun

lansia yang bekerja.

Ryff (1989) juga mendefinisikan Psychological Well-Being sebagai

sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri

sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur

tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang

kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup

lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

Menurut Ryff (1989), Psychological Well-Being merupakan salah satu tipe

dari Well-Being yang terdiri dari enam elemen yaitu Penerimaan diri (self

acceptance), Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with

others), Otonomi (autonomy), Penguasaan lingkungan (environmental

mastery), Tujuan hidup (purpose in life), Pertumbuhan pribadi (personal

growth).

Peneliti melakukan penelitian ini berdasarkan tinjauan dari beberapa

penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Choiruddin (2019) menunjukkan

bahwa ke 5 informan memiliki kondisi Psychological Well-Being baik dilihat

dari terpenuhinya aspek-aspek dalam Psychological Well-Being yaitu

penerimaan diri, otonomi, pertumbuhan individu, hubungan positif dengan

sesama, penguasaan terhadap lingkungan, dan tujuan hidup. Kelima informan

memandang dirinya sebagai individu yang masih memiliki kemampuan

dalam bekerja telah memasuki usia lanjut dan tetap semangat dalam bekerja.

Tiga dari ke-5 informan merasa bahagia dan antusias dalam melakukan

4
pekerjaannya. Faktor kondisi Psychological Well-Being ditemukan 2 dari ke-

5 informan yaitu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sedangkan 3

informan lain tidak memiliki aktivitas lain selain bekerja. Kemudian ke-5

informan juga memiliki hubungan baik dengan rekan kerja maupun tetangga,

selain itu ke-5 informan memiliki tujuan yaitu ingin keluarga berkecukupan,

ingin tetap bekerja, berwirausaha, mendekatkan diri kepada Allah,

memperbaiki kewajiban beribadah (Choirrudin, 2019).

Berdasarkan pemaparan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian pada lansia yang masih bekerja serta ingin

mengetahui aspek-aspek dan faktor-fakor apa saja yang mendominasi

Psychological Well-Being pada lansia yang masih bekerja tersebut.

I.2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang dilakukan peneliti adalah fokus penelitian yang

merujuk pada permasalahan yang telah teridentifikasi. Berikut adalah fokus

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Mengenai gambaran aspek-aspek yang mendominasi Psychological

Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja, menurut Ryff (1989),

Psychological Well-Being terdiri dari enam aspek yaitu Penerimaan

diri (self acceptance), Hubungan positif dengan orang lain (positive

relations with others), Otonomi (autonomy), Penguasaan lingkungan

(environmental mastery), Tujuan hidup (purpose in life), Pertumbuhan

pribadi (personal growth).

5
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being individu

yang dikemukakan oleh Ryff (dalam Rahayu, 2008), antara lain Usia,

Jenis kelamin, Status sosial ekonomi, Budaya, Dukungan sosial, Daur

hidup keluarga, Evaluasi terhadap pengalaman, Religiusitas.

I.3. Signifikansi dan Keunikan Penelitian

Hasil penelitian Choiruddin (2019) menunjukkan bahwa ke 5 informan

memiliki kondisi Psychological Well-Being baik dilihat dari terpenuhinya

aspek-aspek dalam Psychological Well-Being yaitu penerimaan diri, otonomi,

pertumbuhan individu, hubungan positif dengan sesama, penguasaan terhadap

lingkungan, dan tujuan hidup. Kelima informan memandang dirinya sebagai

individu yang masih memiliki kemampuan dalam bekerja telah memasuki usia

lanjut dan tetap semangat dalam bekerja. Tiga dari ke-5 informan merasa

bahagia dan antusias dalam melakukan pekerjaannya. Faktor kondisi

Psychological Well-Being ditemukan 2 dari ke-5 informan yaitu bekerja untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sedangkan 3 informan lain tidak memiliki

aktivitas lain selain bekerja. Kemudian ke-5 informan juga memiliki hubungan

baik dengan rekan kerja maupun tetangga, selain itu ke-5 informan memiliki

tujuan yaitu ingin keluarga berkecukupan, ingin tetap bekerja, berwirausaha,

mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki kewajiban beribadah

(Choirrudin, 2019).

Keunikan topik penelitian yang dipilih oleh peneliti ini dengan alasan

karena masa lansia merupakan masa dimana individu tersebut istirahat dan

menikmai masa sisa hidupnya selama masa pensiunnya telah terjadi. Namun,

6
hal itu tidak terjadi pada lansia yang masih bekerja. Sehingga, peneliti ingin

mengungkap aspek kesejahteraan psikologis apa yang mendominasi lansia

tersebut yang masih bekerja setelah masa pensiunnya serta faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya.

I.4. Tujuan Penelitian

Adapula tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang

Psychological Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja, diantaranya

sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui gambaran dimensi-dimensi yang mendominasi

Psychological Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja

2. Untuk mengetahu faktor-faktor apa saja yang mendominasi untuk

mempengaruhi Psychological Well-Being pada Lansia yang Masih

Bekerja

I.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara

teoritis dan praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya sebagai

berikut.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian dalam bidang

psikologis klinis terkait Psychological Well-Being pada Lansia yang

Masih Bekerja.

2. Manfaat praktis

7
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi

penelitian ilmiah bagi:

a. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

kepada mahasiswa mengenai gambaran dimensi-dimensi dan

faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being

pada Lansia yang Masih Bekerja.

b. Bagi Fakultas Psikologi Universitas Hang Tuah Surabaya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan

serta informasi bagi Fakultas terkait Psychological Well-Being

pada Lansia yang Masih Bekerja.

c. Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai acuan bagi peneliti

selanjutnya dalam mengkaji permasalahan terkait

Psychological Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja.

8
BAB II

PERSPEKTIF TEORITIS

II.1. Kajian Pustaka

A. Definisi Lansia

Usia lanjut merupakan periode akhir kehidupan yang identik

dengan perubahan yang bersifat menurun dan merupakan masa kritis

untuk mengevaluasi kesuksesan dan kegagalan seseorang

menghadapi masa kini dan dan masa depan (Hurlock, 2012).

Menurut Hurlock (2012), masa lansia dimulai dari umur 60

tahun sampai meninggal dunia yang ditandai dengan adanya berbagai

perubahan yang bersifat fisik dan psikologis serta semakin

menunjukkan penurunan dalam setiap perubahan. Individu telah

menjadi lanjut usia dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental

age, dan chronologiccal age (Pratiwi & Sanudro, 2017).

B. Karakteristik Lansia

a) Perubahan fisik:. Perubahan-perubahan fisik yang nyatadapat

dilihat membuat lansia merasa kurang percaya diri jika harus

berinteraksi dengan lingkungannya (Santrock, 2002).

b) Perubahan psikis: perubahan psikis pada lansia adalah

besarnya individual differences pada lansia. Lansia memiliki

kepribadian yang berbeda dengan sebelumnya. Penyesuaian

diri lansia yang sulit karena ketidakinginan lansia untuk

9
berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan

dapat berinteraksi (Hurlock, 2012).

c) Perubahan sosial: umumnya lansia banyak yang melepaskan

partisipasi sosialnya, walaupun pelepasan itu dilakukan secara

terpaksa. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga

mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia

(Santrock, 2002).

d) Perubahan kehidupan keluarga: umumnya ketergantungan

lansia pada anak dalam hal keuangan karena lansia sudah tidak

memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya

mengarah pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang

akhirnya akan berpengaruh pada aktivitas ekonomi dan

sosialnya serta aktivitas kesehariannya.

C. Definisi Psychological Well-Being

Ryff (1989) mendefinisikan Psychological Well-Being sebagai

sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap

diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan

mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur

lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan

hidup dan membuat hidup lebih bermakna, serta berusaha

mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

D. Aspek-Aspek Psychological Well-Being

10
Enam aspek Psychological Well-Being yang merupakan

intisari dari teori-teori functioning psychology yang dirumuskan oleh

Ryff (1989), yaitu:

a) Aspek penerimaan diri (self-acceptance)

Penerimaan diri didefinisikan sebagai karakteristik

aktualisasi diri, fungsi optimal dan kematangan perjalanan

hidup. Individu dapat menerima dirinya dalam kondisi apapun

dan dengan masa lalu baik yang menyenangkan maupun yang

tidak menyenangkan. Cara memandang masa lalu adalah poin

utama dalam keberhasilan mencapai kesejahteraan psikologis.

Menurut Ryff dan Keyes (1995), semakin individu dapat

menerima dirinya sendiri, maka akan semakin tinggi sikap

positif individu tersebut terhadap diri sendiri, memahami,

menerima semua aspek diri, termasuk kualitas diri yang buruk

dan memandang masa lalu sebagai sesuatu yang baik.

b) Aspek hubungan positif dengan orang lain (positive relations

with others)

Hubungan positif dengan orang lain merupakan tingkat

kemampuan dalam berhubungan hangat dengan orang lain,

hubungan interpersonal yang didasari oleh kepercayaan, serta

perasaan empati, mencintai dan kasih sayang yang kuat.

Menurut Ryff dan Keyes (1995), semakin besar

kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal,

11
maka hal ini menunjukan bahwa individu tersebut memiliki

perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, mampu berempati,

menyayangi, menjalin keintiman dengan orang lain, memahami

konsep memberi dan menerima dalam membangun sebuah

hubungan.

c) Aspek otonomi (autonomy)

Orang yang memiliki otonomi digambarkan mampu

mengatur dirinya sendiri dan memiliki keinginan sesuai dengan

standard individu tersebut sehingga membentuk kepercayaan

pada diri sendiri, bukan pada kepercayaan orang banyak.

Ryff & Keyes (1995) mengatakan bahwa, orang yang

memiliki otonomi tinggi mampu menentukan keputusan bagi

dirinya sendiri, dalam arti mampu menentukan keputusan bagi

dirinya sendiri, dalam arti mampu melepaskan tekanan sosial

dan sebaliknya, orang yang memiliki otonomi rendah akan

mengevaluasi dirinya melalui pandangan orang lain dan

menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial.

d) Aspek Penguasaan Lingkungan (enviromental mastery)

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk memilih

atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis.

Menurut Ryff & Keyes (1995) individu yang memiliki

penguasaan lingkungan yang tinggi memiliki rasa menguasai,

berkompetensi dalam mengatur lingkungan, mampu mengontrol

12
kegiatan-kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan

kesempatan yang ditawarkan lingkungan secara efektif dan

mampu memilih atau menciptakan konteks lingkungan yang

sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadinya. Sebaliknya,

penguasaan lingkungan yang rendah akan membuat individu

cenderung sulit mengembangkan lingkungan sekitar, kurang

menyadari kesempatakn yang ditawarkan di lingkungan dan

kurang memiliki kontrol terhadap dunia di luar diri.

e) Aspek tujuan hidup (purpose in life)

Menurut Ryff & Keyes (1995) bahwa individu yang

memiliki tujuan hidup yang baik dikatakan memiliki tujuan

hidup dan arah kehidupan, merasa memiliki arti tersendiri dari

pengalaman hidup masa kini dan masa lalu, percaya pada

kepercayaan tertentu yang memberikan arah hidupnya serta

memiliki cita-cita atau tujuan hidup. Sebaliknya, individu yang

kurang memiliki tujuan idup hanya memiliki sedikit keinginan

dan cita-cita, kurang memiliki arah kehidupan yang jelas dan

tidak melihat pengalamannya di masa lalu serta tidak memiliki

bakat yang menjadi kehidupannya lebih berarti.

f) Aspek pertumbuhan pribadi (personal growth)

Optimal psychological functioning tidak hanya bermakna

pada pencapaian terhadap karakteristik-karakteristik tertentu,

namun pada sejauh mana seseorang terus-menerus

13
mengembangkan potensi dirinya, bertumbuh, dan meningkatkan

kualitas positif pada dirinya (Ryff, 1989). Kebutuhan akan

aktualisasi diri dan menyadari potensi diri merupakan perspektif

utama dari aspek pertumbuhan diri. Keterbukaan akan

pengalaman baru merupakan salah satu karakteristik dari fully

functioning person (Ryff, 1989).

Individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik

ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang

berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sendiri

sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka

terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan

dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan

peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap

waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif

dan memiliki pengetahuan yang bertambah (Ryff, 1989).

E. Faktor-Faktor Psychological Well-Being

Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being

individu yang dikemukakan oleh Ryff& Keyes (1995) antara lain:

1) Usia

Menurut Ryff & Keyes (1995), Aspek kesejahteraan

psikologis, seperti penguasaan lingkungan dan otonomi

cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

2) Jenis kelamin

14
Menurut Ryff & Keyes (1995), perbedaan jenis kelamin

mempengaruhi aspek-aspek kesejahteraan psikologis bahwa

perempuan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam

membina hubungan yang lebih positif dengan orang lain serta

memiliki pertumbuhan pribadi yang lebih baik dari pada pria.

3) Status sosial ekonomi

Menurut Ryff & Keyes (1995) mengatakan bahwa

perbedaan kelas sosial ekonomi memiliki hubungan dengan

kesejahteraan psikologis individu. Ditemukan kesejahteraan

psikologis yang tinggi pada individu yang memiliki status

pekerjaan yang tinggi. Kesejahteraan psikologis berkaitan

dengan tingkat penghasil, status pernikahan, dan dukungan

sosial.

4) Budaya

Ryff menyatakan bahwa ada perbedaan kesejahteraan

psikologis antara masyarakat yang memiliki budaya yang

berorientasi pada individualisme dan kemandirian seperti

dalam aspek penerimaan diri atau otonomi lebih menonjol

dalam konteks budaya barat. Sementara itu, masyarakat yang

memiliki budaya yang berorientasi kolektif dan saling

ketergantungan dalam konteks budaya timur seperti yang

termasuk dalam aspek hubungan positif dengan orang yang

bersifat kekeluargaan.

15
5) Dukungan sosial

Dukungan sosial adalah hal-hal yang berkaitan dengan rasa

nyaman, perhatian, penghargaan atau pertolongan yang di

persepsikan. Hal-hal tersebut dapat didapatkan dari orang-

orang yang ada disekitar.

6) Daur hidup keluarga

Sejumlah peneliti telah melakukan studi dengan

menggunakan indikator kesejahteraan psikologis seperti

konsep diri, kesehatan mental dan kepuasan hidup, untuk

mempelajari hubungan antara daur hidup keluarga dengan

kesejahteraan psikologis dari anggota keluarga.

7) Evaluasi terhadap pengalaman

Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki

pengaruh yang penting terhadap Psychological Well-Being

(Ryff & Keyes, 1995). Pernyataan ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Ryff dan Essex (dalam Rahayu, 2008)

mengenai pengaruh interpretasi dan evaluasi individu pada

pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Interpretasi

dan evaluasi pengalaman hidup diukur dengan mekanisme

evaluasi diri oleh Rosenberg (dalam Ryff & Essex, 1992;

dalam Rahayu, 2008) dan dimensi-dimensi Psychological

Well-Being digunakan sebagai indikator kesehatan mental

individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme

16
evaluasi diri ini berpengaruh pada Psychological Well-Being

individu, terutama dalam dimensi penguasaan lingkungan,

tujuan hidup, dan hubungan yang positif dengan orang lain.

8) Religiusitas

Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih

mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga

hidupnya menjadi lebih bermakna.

II.2. Perspektif Teori

Pengertian Pyshological Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja

merupakan kondisi lansia yang masih bekerja memiliki sikap yang positif

terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan

mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur

lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup

dan membuat hidup lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan

mengembangkan dirinya di sisa masa tua.

Aspek-aspek yang akan digunakan sebagai panduan wawancara adalah 6

aspek Psychological Well-Being, diantaranya adalah Penerimaan diri (self

acceptance), Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with

others), Otonomi (autonomy), Penguasaan lingkungan (environmental

mastery), Tujuan hidup (purpose in life), Pertumbuhan pribadi (personal

growth). Beserta faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being

antara lain Usia, Jenis kelamin, Status sosial ekonomi, Budaya, Dukungan

sosial, Daur hidup keluarga, Evaluasi terhadap pengalaman, Religiusitas.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan gambaran

aspek yang mendominasi Psychological Well Being beserta faktor yang

mempengaruhi terhadap Lansia. Maka peneliti akan memberikan gambaran

mengenai Psychological Well-Being berdasarkan keenam dimensi oleh Ryff

(1989) yang menjadi aspek-aspek wawancara dalam penelitian ini beserta

faktor yang mempengaruhinya. Melalui aspek-aspek wawancara tersebut

peneliti dapat melihat pandangan individu lansia yang bersifat subyektif dan

menggalinya secara mendalam. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif

dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang luas serta

mendalam berkaitan dengan Psychological Well-Being pada Lansia yang

Masih Bekerja.

Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Menurut Denzin dan Linconl

memaparkan bahwa fenomenologi merupakan suatu metode pendekatan yang

lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari

studinya adalah untuk melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman

yang berkaitan dengan suatu fenomena tertentu (dalam Sholihah, 2014).

Pengumpulan data ini menggunakan wawancara dan observasi kepada subyek

penelitian. Wawancara dilakukan mendalam dan narasi yang merupakan

kunci untuk menghasilkan deskripsi dari pengalaman yang dialami individu

18
agar dapat memahami secara utuh mengenai fenomena atau kondisi

Psychological Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja.

III.2. Unit Analisis

Unit analisis ini merupakan uraian mengenai definisi konseptual dari topik

penelitian dengan mengacu pada perspektif teoritis penelitian yang dipilih

oleh peneliti, yakni sebagai berikut.

1. Definisi Lansia

Usia lanjut merupakan periode akhir kehidupan yang identik

dengan perubahan yang bersifat menurun dan merupakan masa kritis

untuk mengevaluasi kesuksesan dan kegagalan seseorang menghadapi

masa kini dan dan masa depan.

2. Definisi Psychological Well-Being

Psychological Well-Being sebagai sebuah kondisi dimana individu

memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat

membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri,

dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan

kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup lebih

bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan

dirinya.

III.3. Subjek Penelitian

1. Kualifikasi Subyek Penelitian

19
Kualifikasi pemilihan subyek penelitian ini didasarkan pada

karakteristik tertentu yang dibutuhkan oleh peneliti serta relevan

dengan topik penelitian yang di angkat, antara lain:

a. Lansia usia 60 hingga 70 tahun,

b. Berjenis kelamin perempuan atau perempuan,

c. Bekerja

d. Responden yang terpilih dalam penelitian ini adalah 2 lansia

(laki-laki dan perempuan) yang bekerja menjadi pembuat

batik Jetis di daerah Sidoarjo. Usia lansia perempuan adalah

66 tahun sedangkan usia lansia laki-laki adalah 64 tahun.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan penelitian sekaligus lokasi subyek yang

digunakan penelitian adalah lansia yang bekerja di Kampoeng Batik

Jetis yang ada di area perumahan kampung batik tulis di Sidoarjo

dengan alamat Jl. Diponegoro, Lemah Putro, Kecamatan Sidoarjo,

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lokasi tersebut merupakan area

tempat pembelian kain batik maupun pembuatan batik secara

langsung. Singkat cerita, lokasi Kampoeng Batik Jetis ini telah

berdiri sejak 1675. Areanya dinamakan kampung batik tulis karena

sebagian besar kelurahan Jetis adalah seorang pembatik.

3. Teknik Penentuan Subjek

Teknik yang digunakan peneliti untuk menentukan subjek

penelitian adalah subjek yang dapat memberikan informasi yang

20
relevan dengan tujuan penelitian serta topik penelitian. Untuk itu,

peneliti menentukan subjek penelitian dipilih secara purposive

sample yaitu dalam memilih subyek penelitian, peneliti menentukan

sendiri kategori subyek yang hendak dipilih serta subyek yang dapat

memberikan data secara penuh (Sugiyono, 2009).

4. Relevansi Subjek dengan Topik Penelitian

Relevansi subjek dengan topik penelitian ini adalah sesuai dengan

tujuan penelitian dan kualifikasi subyek penelitian, sehingga peneliti

memilih lansia yang bekerja di salah satu pembuatan batik di daerah

Sidoarjo. Usia lansia perempuan adalah 66 tahun sedangkan usia

lansia laki-laki adalah 64 tahun. Dari subyek lansia yang masih

bekerja ini akan digali mengenai gambaran aspek yang paling

dominan dan faktor yang dominan mempengaruhi Psychological

Well-Being pada Lansia yang Masih Bekerja tersebut.

III.4. Teknik Penggalian Data

Penelitian ini dilakukan dengan teknik penggalian data sebagaimana

dikemukakan oleh Sugiyono (2009) guna mendapatkan data yang paling

tepat, sebagai berikut:

a. Observasi

Peneliti mengamati tentang aktivitas yang dilakukan subyek

selama wawancara, situasi dan kondisi, sarana dan prasarana sehingga

peneliti mendapat kesan-kesan pribadi. Dalam observasi ini peneliti

21
menggunakan pencatatan perilaku dan kejadian mengenai kondisi

selama wawancara berlangsung.

b. Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti ingin memperoleh data yang

diperlukan dalam memperjelas pendalaman terhadap permasalahan

yang diteliti, sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai tujuan

penelitian yang diinginkan peneliti. Adapun wawancara ini dilakukan

secara langsung maupun melalui via komunikasi telfon kepada

responden berdasarkan panduan wawancara yang telah disiapkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E.B. (2012) Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Pratiwi, I. W., & Samudro, G. A. (2017). Fenomena Ketekunan Para Pekerja

Lansia. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan SDM, 6(2).

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup Edisi

11 Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Sholihah, W.M. (2014). Makna Kebahagiaan Sejati (Authentic Happiness) Calon

Tenaga Kerja Wanita Yang Akan Bekerja di Luar Negeri. Jurnal Fakultas

Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Rahayu, Malika Alia. (2009). Psychological Well-Being pada Istri Kedua dalam

Pernikahan Poligami. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ryff, C.D & Keyes, C.L.M, (1995). The Structurs of Psychological well

being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 69 :

719-727

Ryff, C.D & Keyes, C.L.M, (1995). The Structurs of Psychological well

being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 69 :

719-727.

23
LAMPIRAN

NO. ASPEK DEFINISI INDIKATOR PERTANYAAN


1. Penerimaan diri Kemampuan individu menerima dirinya secara Persepsi mengenai 1. Bagaimana asumsi Anda mengenai diri Anda sendiri?
(self- keseluruhan baik pada masa kini maupun masa lalu diri sendiri 2. Bagaimana perasaan Anda?
acceptance) sehingga mampu mengaktualisasi diri, berfungsi 3. Apa saja yang Anda lakukan terhadap diri Anda sendiri?
optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang 4. Apa yang menjadi alasan Anda melakukan hal tersebut?
dijalaninya (kematangan).
Sikap terhadap 1. Apa yang Anda ketahui mengenai kelemahan yang Anda miliki?
kelemahan dan 2. Apa yang Anda lakukan untuk menanggulangi kelemahan Anda?
kekuatan yang 3. Bagaimana perasaan Anda pada saat itu?
dimiliki 4. Pada saat situasi apa Anda harus melakukan hal tersebut?
Persepsi mengenai 1. Apakah Anda pernah mengalami hal yang kurang nyaman di masa lalu?
masa lalunya 2. Bagaimana perasaan Anda jika mengingat tentang masa yang telah Anda lalui
sebelumnya?
3. Pada saat situasi apa hal tersebut terjadi?
4. Apa yang Anda lakukan ketika hal tersebut terjadi kembali?
2. Hubungan Individu mampu memiliki hubungan positif dengan Hubungan 1. Apa yang Anda rasakan saat Anda bekerja dengan pekerja yang lain di sini?
positif dengan individu lain adalah individu yang bisa membuka diri interpersonal 2. Pernahkah Anda melihat pekerja yang lain mengalami kesulitan?
orang lain dengan lingkungannya dan memiliki keinginan untuk 3. Pada saat situasi seperti apa hal itu terjadi pada saat itu?
(positive berbagi kasih sayang dan kepercayaan kepada orang 4. Apa yang Anda lakukan pada saat itu?
relations with lain.
others)
3. Otonomi Kemampuan inididu yang mempercayai dirinya dalam Kemandirian 1. Apa saja yang Anda rasakan ketika tengah mengalami kendala pada diri Anda?
(autonomy) menghadapi lingkungan termasuk situasi yang 2. Apa yang Anda lakukan pada saat itu?
mengancam serta memiliki keterampilan yang baik 3. Apa alasan Anda melakukan hal tersebut?
dalam mengambil ketputusan atas permasalahan. 4. Apakah Anda memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikannya?
Individu mampu menentukan nasib sendiri (self- 5. Apakah yang Anda lakukan dapat menyelesaikan kendala Anda pada saat itu?
determination), kemampuan mandiri, tahan terhadap Tahan terhadap 1. Pernahkah Anda merubah keputusan Anda?
tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri dan tekanan sosial 2. Apa yang menjadi alasan Anda pada saat itu?
mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur 3. Apakah Anda tetap melanjutkan keputusan Anda tersebut?
tangan orang lain. 4. Bagaimana hasil atas keputusan Anda pada saat itu?
Mampu mengambil 1. Pernahkah Anda berada dalam permasalahan yang mengharuskan Anda untuk
keputusan tanpa mengambil keputusan secara cepat pada saat itu?
adanya campur 2. Pada saat situasi seperti apa?
tangan orang lain 3. Apa yang Anda putuskan?
4. Apakah Ada peran lain yang membantu Anda mengambil keputusan tersebut?
4. Penguasaan Individu yang memiliki keyakinan dan kompetensi Mampu mengontrol 1. Apa yang Anda rasakan ketika ada hal yang banyak sekali harus dikerjakan oleh
Lingkungan dalam mengatur lingkungannya serta memanfaatkan kegiatan di luar diri Anda?
(enviromental kesempatan yang ada di lingkungan. 2. Pada saat situasi apa Anda merasakan hal tersebut?
mastery) 3. Apa yang Anda lakukan pada saat itu?

24
4. Apa yang Anda pikirkan untuk melakukan hal tersebut?
Memanfaatkan 1. Apa yang Anda rasakan ketika mendengar adanya kesempatan untuk Anda?
peluang yang ada 2. Kapan Anda terakhir mendapatkan kesempatan seperti itu?
3. Apa yang Anda lakukan pada saat itu?
4. Apa yang Anda pikirkan untuk memilih melakukan hal tersebut?
5. Tujuan hidup Individu memiliki pemahaman yang jelas akan Pemaknaan 1. Apa yang Anda maknai tentang hidup Anda saat ini?
(purpose in life) tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan hidupnya 2. Apa yang Anda rasakan ketika menjalankan aktivitas di dalam hidup Anda saat
bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam ini?
hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa 3. Apa saja yang ingin Anda lakukan pada kehidupan Anda saat ini?
lampau dan masa sekarang memiliki makna. 4. Kapan Anda dapat melaksanakan hal tersebut?
6. Pertumbuhan Individu menyadari kemampuannya dalam Perencanaan dan 1. Apakah Anda memiliki rencana ke depan mengenai pekerjaan Anda?
pribadi merencanakan dan melakukan berbagai kegiatan yang pelaksanaan kerja 2. Bagaimana Anda melaksanakan rencana tersebut?
(personal dapat membantunya untuk mengembangkan diri, belajar 3. Apa yang menjadi alasan Anda melakukan rencana tersebut?
growth) dari kesalahannya untuk melakukan perbaikan yang 4. Apa yang Anda rasakan selama rencana itu Anda mulai kerjakan?
positif secara kontinyu.

25

Anda mungkin juga menyukai