Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH KEPERCAYAAN MASYARAKAT

PRA-AKSARA TERHADAP KEKRISTENAN


DI ERA REFORMASI

Dibuat dan Disusun Oleh :


Nathanael Orin Dion (28)
XII IPA 3

SMAK IPEKA PURI INDAH


JAKARTA BARAT
TAHUN AJARAN 2020/2021
Kehidupan manusia telah berkembang selama ribuan tahun. Dimulai dari masyarakat
zaman pra-aksara dimana literasi belum dikenal hingga saat ini, era reformasi. Dimana teknologi
digital telah berkembang pesat bahkan informasi dapat tersampaikan dalam hitungan detik.
Bahkan dengan adanya perkembangan teknologi, budaya atau tradisi masyarakat pra-aksara tidak
pudar hingga saat ini. Banyak sekali nilai-nilai budaya masyarakat masa pra-aksara yang masih
bertahan di kehidupan masyarakat saat ini. Contohnya, nilai-nilai seperti semangat persatuan dan
gotong royong masih ditanamkan pada generasi-generasi muda sekarang. Contoh lain merupakan
kepercayaan pada zaman pra-aksara, yang masih melekat dengan adat dan budaya di Indonesia
saat ini. Kepercayaan-kepercayaan ini masih ditanamkan oleh para orang tua dari generasi ke
generasi. Sangat disayangkan bahwa banyak dari kepercayaan-kepercayaan tersebut bertolak
belakang dengan nilai-nilai Kristiani yang ada. Maka dari itu, ini merupakan tantangan tersendiri
bagi umat Kristiani dalam menghadapi kepercayaan-kepercayaan seperti ini.
Kepercayaan-kepercayaan pada zaman pra-aksara terbentuk karena masyarakat pada
zamannya memandang alam sebagai realitas kehidupan, dimana alam memiliki kesaktian untuk
menentukan kehidupan manusia. Mereka pun pada akhirnya memiliki sikap yang menghormati
alam bahkan sampai mengkultuskan alam. Kepercayaan-kepercayaan ini dapat disebut sebagai
kepercayaan yang bersifat religius-magis. Kepercayaan inilah yang menjadi bentuk awal
sebelum berkembang menjadi 4 jenis kepercayaan yaitu, animisme, dinamisme, totemisme, dan
monoteisme.
Animisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa segala sesuatu yang ada di
bumi yang masih hidup maupun sudah mati memiliki roh. Penganut animisme memercayai
bahwa perlu menjaga hubungan baik dengan roh dan menghormati roh-roh tersebut dengan cara
memberi sesaji ataupun melakukan pemujaan. Hal ini bertujuan agar roh-roh tersebut dapat
melindungi dan menyertai manusia serta membantu kehidupannya. Ini merupakan awal dimana
perkembangan pemikiran kepercayaan terhadap roh sebagai pengatur alam mulai diyakini.
Sedangkan, dinamisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa roh nenek moyang
menetap pada benda atau tempat tertentu dan memiliki daya kekuatan gaib yang dapat memberi
manfaat maupun petaka bagi manusia. Mereka percaya bahwa kekuatan gaib inilah yang akan
menolong kehidupan mereka. Sama seperti animisme, pengikut dinamisme pun memberi sesaji
atau melakukan ritual lainnya untuk meminta pertolongan terhadap kekuatan gaib tersebut.
Kepercayaan totemisme mirip dengan dinamisme maupun animisme, totemisme masih
memercayai bahwa adanya kekuatan gaib di dunia ini. Tetapi, kepercayaan totemisme
memercayai bahwa kekuatan ini hanya terdapat pada hewan-hewan tertentu saja atau hewan
yang mereka anggap suci. Sapi, ular, dan harimau merupakan hewan yang dianggap suci oleh
penganut totemisme. Yang terakhir merupakan monoteisme, yaitu kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Kepercayaan ini dipercayai merupakan evolusi dari kepercayaan-kepercayaan
sebelumnya. Pada monoteisme, manusia mulai mempertanyakan hal-hal tentang kehidupan
sekitarnya. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul kesimpulan bahwa terdapat kekuatan
yang maha besar di luar sana dan kekuatan ini melebihi kekuatan manusia, yang pada akhirnya
dikenal dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa kepercayaan masa pra-aksara ini masih dianut oleh beberapa budaya di
Indonesia pada era reformasi saat ini. Salah satu contohnya merupakan tradisi dalam budaya
Jawa yaitu ruwatan. Upacara ruwatan merupakan suatu ritual penyucian bagi orang yang berdosa
ataupun menghilangkan nasib buruk pada seseorang. Umumnya orang yang menerima ruwatan
akan dipotong rambutnya di siang hari. Ruwatan sendiri terkadang memberi persembahan sesaji
bagi Sang Hyang Wisesa. Masyarakat jawa meyakini bahwa Sang Hyang Wisesa merupakan
pencipta dunia. Setelah seseorang menerima ruwatan diyakini bahwa akan terbebas dari
penderitaan dan malapetaka, serta akan mendapatkan keselamatan dari Hyang Wisesa. Selain itu,
masyarakat jawa juga meyakini bahwa ruwatan dapat menghilangkan sial dan akan
mendatangkan keberuntungan.
Selain ruwatan, di Jawa pun masih terdapat suku Tengger yang melakukan upacara
kasada. Suku Tengger merupakan penduduk asli dari kawasan Gunung Bromo. Setiap tahunnya,
Suku Tengger melakukan upacara kasada di Gunung Bromo atau disebut juga sebagai Hari Raya
Yadya Kasada. Upacara ini telah dilakukan oleh Suku Tengger secara turun temurun. Pada
upacara ini penganutnya memberikan persembahan kepada leluhur mereka atau Hyang Widhi
agar terhindar dari musibah, dan diberi keberkahan serta keselamatan. Persembahan yang mereka
bawakan biasanya merupakan hasil tani ataupun ternak, yang nantinya akan dilemparkan ke
kawah Gunung Bromo. Suku Tengger hingga saat ini masih berpegang teguh pada adat istiadat
mereka. Suku Tengger sendiri percaya bahwa Sang Hyang Widhi merupakan pencipta alam dan
mereka pun percaya bahwa adanya Atma atau roh leluhur.
Dari 2 budaya yang sudah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa ada unsur dari
kepercayaan animisme dan dinamisme. Kegiatan upacara dan kepercayaan yang dijelaskan
sebelumnya tentunya bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani. Jika dipandang dari sudut
pandang Kristiani maka hal-hal yang dijelaskan sebelumnya akan termasuk dalam mistisisme
dan okultisme. Mistisisme dapat diartikan lebih kepada suatu hubungan yang rohani yang tidak
bisa dijelaskan melalui akal atau logika manusia. Sedangkan okultisme lebih dihubungkan
dengan kuasa gaib dan kuasa kegelapan. Okultisme sendiri umumnya mempraktikkan kuasa dan
kekuatan dari dunia roh-roh jahat. Maka dari itu, sebagai seorang Kristen kita sudah seharusnya
menjauh dari hal-hal seperti ini. Banyak dari orang Kristen sendiri terkadang tidak sadar bahwa
mereka telah menjalankan budaya-budaya ini di kehidupannya.
Pada upacara ruwatan jika dipandang dari sudut pandang Kristen tentu akan bertentangan
dengan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Firman Tuhan. Bagi umat Kristen, kesialan dan
keberuntungan semua ada pada tangan Tuhan dan Tuhan sudah mempunyai rencana indah
tersendiri bagi setiap umat-Nya. Upacara semacam ini bisa dikatakan secara tidak langsung
mempertanyakan kehadiran dan keMahaKuasaan Tuhan atas rencana-Nya terhadap hidup kita.
Pada Mazmur 37:5, dikatakan bahwa kita perlu memercayai Tuhan dan menyerahkan hidup kita
kepada-Nya sebab Ia akan bertindak. Tuhan kita tidak akan tinggal diam bagi kita, Ia
mendengarkan dan mengetahui segala permasalahan kita. Memang mungkin saat ini kita tidak
pada jalan yang mulus, mungkin sedang tertimpa musibah atau kesialan, tetapi Tuhan tahu apa
yang terbaik bagi setiap umat-Nya dan Tuhan akan memelihara serta tidak akan meninggalkan
umat-Nya. Selain itu, pada ruwatan diyakini bahwa akan mendapatkan keselamatan dari Hyang
Wisesa. Tentu kepercayaan ini sudah tidak lagi sejalan dengan iman Kristiani. Tertulis pada
Yohanes 14:6, Yesus berkata bahwa Dialah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada yang datang
kepada Bapa, tanpa melalui Yesus. Pada ayat ini ditegaskan bahwa hanya ada satu jalan
keselamatan yaitu melalui Yesus Kristus, sang Juruselamat. Manusia hanya akan mendapat
keselamatan kekal jika mereka percaya kepada Yesus dan bukan karena mendapat ruwatan.
Tindakan nyata yang dapat kita lakukan adalah menyerahkan hidup kita pada Tuhan dan tetap
berusaha sebaik mungkin dan semampu kita karena Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar.
Selain itu, kita juga harus tetap percaya pada Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
Tradisi upacara kasada yang dilakukan oleh Suku Tengger pun bertentangan dengan
nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Firman Tuhan. Jika dipandang dari sudut pandang
Kristiani, Allah merupakan pencipta alam semesta dan segala isinya dan bukan Hyang Widhi.
Pada Kejadian 1:1 hingga Kejadian 2:25 diceritakan bahwa allah lah yang menciptakan dunia ini
dan segala isinya melalui firman-Nya. Lalu disebutkan pula pada Keluaran 20:3, bahwa jangan
ada Allah lain di hadapan Tuhan. Pada proses tersebut disebutkan bahwa Allah berfirman dan
sesuatu akan menjadi ada. Serta disebutkan juga bahwa Allah sendiri yang membentuk manusia
dan menghembuskan nafas kehidupan bagi manusia. Selain itu, pada upacara kasada juga
meminta agar pengikutnya terhindar dari musibah dan diberi keberkahan dari Hyang Widhi.
Sama seperti upacara ruwatan, upacara kasada pun meminta keberkahan serta untuk membuang
kesialan. Dan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keberkahan dan musibah
datangnya dari Allah dan Allah mengetahui apa yang terbaik bagi umat-Nya.
Bagi kaum yang perlu menjalankan adat atau tradisi karena tuntutan budaya telah
dijelaskan pada Markus 7:9, untuk mendahulukan perintah Allah dibanding adat istiadat. Dalam
konteks ini Yesus sedang menegur pengikut-Nya agar tidak mengesampingkan perintah Allah
terhadap adat istiadat. Dari sini kita bisa mendapat pengertian bahwa adat istiadat dan budaya
yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan dan tidak mengandung kuasa kegelapan tidak
akan ditentang dan boleh untuk dilakukan. Tindakan nyata yang bisa dilakukan adalah memilah
mana adat atau budaya yang boleh dilakukan karena tidak bertentangan dengan Firman Tuhan
dan mana yang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan Firman Tuhan. Adat istiadat
dan budaya tidaklah dilarang oleh Alkitab, hanya kita perlu tahu saja mana yang sesuai dengan
nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Firman Tuhan.
Kepercayaan pada masa pra-aksara masih ada yang bertahan sampai sekarang dan dapat
ditemukan dalam beberapa budaya-budaya di Indonesia. Sebagai umat Kristen, kita perlu
memiliki sikap yang bijaksana serta perlu menyaring tradisi adat dan budaya ini mana yang
sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Dengan adanya adat dan budaya seperti ini dapat menjadi
tantangan tersendiri bagi umat Kristiani untuk semakin kuat menumbuhkan imannya dalam
Kristus. Kita pun harus selalu mengandalkan Tuhan setiap waktunya dan tetap berlandaskan
Alkitab dalam menilai suatu hal.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Mohamad. 2013. Telaah Metafisik Upacara Kasada, Mitos dan Kearifan Hidup dalam
Masyarakat Tengger, diakses dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/view/367
Gunawan, Candra. 2014. Mistisisme, diakses dari
https://www.academia.edu/11333386/MAKALAH_MISTISISME
Hapsari, Ratna dan M. Adil. 2016. Sejarah Indonesia Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Lembaga Alkitab Indonesia. 2015. Alkitab.
Sa’adah, Karimatus. 2021. Upacara Kasada: Tata Cara, Sejarah, dan Makna, diakses dari
https://museumnusantara.com/upacara-kasada/
Setianto, Yusak dan Ferry Mahulette. Ruwatan Orang Jawa Kristen: Tinjauan Etis terhadap
Pelaksanaan Ruwatan oleh Orang Jawa Kristen, diakses dari
http://sttbi.ac.id/journal/index.php/matheo/article/download/104/52/
Sipayung, Tumini dan Roma Sihombing. 2019. Okultisme dalam Tatapan Iman Kristen, diakses
dari
http://politeknikunggul-lppm.ac.id/file/data-jurnal/c1086ec3e1e5a594481ea73f78f96665.pdf
Suyanto, Joko. 2014. Ruwatan Jawa dalam Perspektif Iman Kristiani, diakses dari
https://e-journal.usd.ac.id/index.php/jt/article/download/452/393
Tim ICEC Sekolah Kristen IPEKA. 2014. Teguh Menghadapi Tantangan. Jakarta: Sekolah
Kristen IPEKA.
Yondri, Lutfi, Nina Herlina Lubis, dan Mundardjito. 2016. Menggali Nilai-Nilai Luhur
Masyarakat Masa Lalu dari Tinggalan Budaya Materi, diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/291990-menggali-nilai-nilai-luhur-masyarakat-
ma-b0782f90.pdf

Anda mungkin juga menyukai