JAKARTA BARAT TAHUN AJARAN 2020/2021 Kehidupan manusia telah berkembang selama ribuan tahun. Dimulai dari masyarakat zaman pra-aksara dimana literasi belum dikenal hingga saat ini, era reformasi. Dimana teknologi digital telah berkembang pesat bahkan informasi dapat tersampaikan dalam hitungan detik. Bahkan dengan adanya perkembangan teknologi, budaya atau tradisi masyarakat pra-aksara tidak pudar hingga saat ini. Banyak sekali nilai-nilai budaya masyarakat masa pra-aksara yang masih bertahan di kehidupan masyarakat saat ini. Contohnya, nilai-nilai seperti semangat persatuan dan gotong royong masih ditanamkan pada generasi-generasi muda sekarang. Contoh lain merupakan kepercayaan pada zaman pra-aksara, yang masih melekat dengan adat dan budaya di Indonesia saat ini. Kepercayaan-kepercayaan ini masih ditanamkan oleh para orang tua dari generasi ke generasi. Sangat disayangkan bahwa banyak dari kepercayaan-kepercayaan tersebut bertolak belakang dengan nilai-nilai Kristiani yang ada. Maka dari itu, ini merupakan tantangan tersendiri bagi umat Kristiani dalam menghadapi kepercayaan-kepercayaan seperti ini. Kepercayaan-kepercayaan pada zaman pra-aksara terbentuk karena masyarakat pada zamannya memandang alam sebagai realitas kehidupan, dimana alam memiliki kesaktian untuk menentukan kehidupan manusia. Mereka pun pada akhirnya memiliki sikap yang menghormati alam bahkan sampai mengkultuskan alam. Kepercayaan-kepercayaan ini dapat disebut sebagai kepercayaan yang bersifat religius-magis. Kepercayaan inilah yang menjadi bentuk awal sebelum berkembang menjadi 4 jenis kepercayaan yaitu, animisme, dinamisme, totemisme, dan monoteisme. Animisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa segala sesuatu yang ada di bumi yang masih hidup maupun sudah mati memiliki roh. Penganut animisme memercayai bahwa perlu menjaga hubungan baik dengan roh dan menghormati roh-roh tersebut dengan cara memberi sesaji ataupun melakukan pemujaan. Hal ini bertujuan agar roh-roh tersebut dapat melindungi dan menyertai manusia serta membantu kehidupannya. Ini merupakan awal dimana perkembangan pemikiran kepercayaan terhadap roh sebagai pengatur alam mulai diyakini. Sedangkan, dinamisme merupakan kepercayaan yang memercayai bahwa roh nenek moyang menetap pada benda atau tempat tertentu dan memiliki daya kekuatan gaib yang dapat memberi manfaat maupun petaka bagi manusia. Mereka percaya bahwa kekuatan gaib inilah yang akan menolong kehidupan mereka. Sama seperti animisme, pengikut dinamisme pun memberi sesaji atau melakukan ritual lainnya untuk meminta pertolongan terhadap kekuatan gaib tersebut. Kepercayaan totemisme mirip dengan dinamisme maupun animisme, totemisme masih memercayai bahwa adanya kekuatan gaib di dunia ini. Tetapi, kepercayaan totemisme memercayai bahwa kekuatan ini hanya terdapat pada hewan-hewan tertentu saja atau hewan yang mereka anggap suci. Sapi, ular, dan harimau merupakan hewan yang dianggap suci oleh penganut totemisme. Yang terakhir merupakan monoteisme, yaitu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini dipercayai merupakan evolusi dari kepercayaan-kepercayaan sebelumnya. Pada monoteisme, manusia mulai mempertanyakan hal-hal tentang kehidupan sekitarnya. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul kesimpulan bahwa terdapat kekuatan yang maha besar di luar sana dan kekuatan ini melebihi kekuatan manusia, yang pada akhirnya dikenal dengan Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa kepercayaan masa pra-aksara ini masih dianut oleh beberapa budaya di Indonesia pada era reformasi saat ini. Salah satu contohnya merupakan tradisi dalam budaya Jawa yaitu ruwatan. Upacara ruwatan merupakan suatu ritual penyucian bagi orang yang berdosa ataupun menghilangkan nasib buruk pada seseorang. Umumnya orang yang menerima ruwatan akan dipotong rambutnya di siang hari. Ruwatan sendiri terkadang memberi persembahan sesaji bagi Sang Hyang Wisesa. Masyarakat jawa meyakini bahwa Sang Hyang Wisesa merupakan pencipta dunia. Setelah seseorang menerima ruwatan diyakini bahwa akan terbebas dari penderitaan dan malapetaka, serta akan mendapatkan keselamatan dari Hyang Wisesa. Selain itu, masyarakat jawa juga meyakini bahwa ruwatan dapat menghilangkan sial dan akan mendatangkan keberuntungan. Selain ruwatan, di Jawa pun masih terdapat suku Tengger yang melakukan upacara kasada. Suku Tengger merupakan penduduk asli dari kawasan Gunung Bromo. Setiap tahunnya, Suku Tengger melakukan upacara kasada di Gunung Bromo atau disebut juga sebagai Hari Raya Yadya Kasada. Upacara ini telah dilakukan oleh Suku Tengger secara turun temurun. Pada upacara ini penganutnya memberikan persembahan kepada leluhur mereka atau Hyang Widhi agar terhindar dari musibah, dan diberi keberkahan serta keselamatan. Persembahan yang mereka bawakan biasanya merupakan hasil tani ataupun ternak, yang nantinya akan dilemparkan ke kawah Gunung Bromo. Suku Tengger hingga saat ini masih berpegang teguh pada adat istiadat mereka. Suku Tengger sendiri percaya bahwa Sang Hyang Widhi merupakan pencipta alam dan mereka pun percaya bahwa adanya Atma atau roh leluhur. Dari 2 budaya yang sudah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa ada unsur dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Kegiatan upacara dan kepercayaan yang dijelaskan sebelumnya tentunya bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani. Jika dipandang dari sudut pandang Kristiani maka hal-hal yang dijelaskan sebelumnya akan termasuk dalam mistisisme dan okultisme. Mistisisme dapat diartikan lebih kepada suatu hubungan yang rohani yang tidak bisa dijelaskan melalui akal atau logika manusia. Sedangkan okultisme lebih dihubungkan dengan kuasa gaib dan kuasa kegelapan. Okultisme sendiri umumnya mempraktikkan kuasa dan kekuatan dari dunia roh-roh jahat. Maka dari itu, sebagai seorang Kristen kita sudah seharusnya menjauh dari hal-hal seperti ini. Banyak dari orang Kristen sendiri terkadang tidak sadar bahwa mereka telah menjalankan budaya-budaya ini di kehidupannya. Pada upacara ruwatan jika dipandang dari sudut pandang Kristen tentu akan bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Firman Tuhan. Bagi umat Kristen, kesialan dan keberuntungan semua ada pada tangan Tuhan dan Tuhan sudah mempunyai rencana indah tersendiri bagi setiap umat-Nya. Upacara semacam ini bisa dikatakan secara tidak langsung mempertanyakan kehadiran dan keMahaKuasaan Tuhan atas rencana-Nya terhadap hidup kita. Pada Mazmur 37:5, dikatakan bahwa kita perlu memercayai Tuhan dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya sebab Ia akan bertindak. Tuhan kita tidak akan tinggal diam bagi kita, Ia mendengarkan dan mengetahui segala permasalahan kita. Memang mungkin saat ini kita tidak pada jalan yang mulus, mungkin sedang tertimpa musibah atau kesialan, tetapi Tuhan tahu apa yang terbaik bagi setiap umat-Nya dan Tuhan akan memelihara serta tidak akan meninggalkan umat-Nya. Selain itu, pada ruwatan diyakini bahwa akan mendapatkan keselamatan dari Hyang Wisesa. Tentu kepercayaan ini sudah tidak lagi sejalan dengan iman Kristiani. Tertulis pada Yohanes 14:6, Yesus berkata bahwa Dialah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada yang datang kepada Bapa, tanpa melalui Yesus. Pada ayat ini ditegaskan bahwa hanya ada satu jalan keselamatan yaitu melalui Yesus Kristus, sang Juruselamat. Manusia hanya akan mendapat keselamatan kekal jika mereka percaya kepada Yesus dan bukan karena mendapat ruwatan. Tindakan nyata yang dapat kita lakukan adalah menyerahkan hidup kita pada Tuhan dan tetap berusaha sebaik mungkin dan semampu kita karena Tuhan pasti akan memberikan jalan keluar. Selain itu, kita juga harus tetap percaya pada Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Tradisi upacara kasada yang dilakukan oleh Suku Tengger pun bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Firman Tuhan. Jika dipandang dari sudut pandang Kristiani, Allah merupakan pencipta alam semesta dan segala isinya dan bukan Hyang Widhi. Pada Kejadian 1:1 hingga Kejadian 2:25 diceritakan bahwa allah lah yang menciptakan dunia ini dan segala isinya melalui firman-Nya. Lalu disebutkan pula pada Keluaran 20:3, bahwa jangan ada Allah lain di hadapan Tuhan. Pada proses tersebut disebutkan bahwa Allah berfirman dan sesuatu akan menjadi ada. Serta disebutkan juga bahwa Allah sendiri yang membentuk manusia dan menghembuskan nafas kehidupan bagi manusia. Selain itu, pada upacara kasada juga meminta agar pengikutnya terhindar dari musibah dan diberi keberkahan dari Hyang Widhi. Sama seperti upacara ruwatan, upacara kasada pun meminta keberkahan serta untuk membuang kesialan. Dan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keberkahan dan musibah datangnya dari Allah dan Allah mengetahui apa yang terbaik bagi umat-Nya. Bagi kaum yang perlu menjalankan adat atau tradisi karena tuntutan budaya telah dijelaskan pada Markus 7:9, untuk mendahulukan perintah Allah dibanding adat istiadat. Dalam konteks ini Yesus sedang menegur pengikut-Nya agar tidak mengesampingkan perintah Allah terhadap adat istiadat. Dari sini kita bisa mendapat pengertian bahwa adat istiadat dan budaya yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan dan tidak mengandung kuasa kegelapan tidak akan ditentang dan boleh untuk dilakukan. Tindakan nyata yang bisa dilakukan adalah memilah mana adat atau budaya yang boleh dilakukan karena tidak bertentangan dengan Firman Tuhan dan mana yang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan Firman Tuhan. Adat istiadat dan budaya tidaklah dilarang oleh Alkitab, hanya kita perlu tahu saja mana yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Firman Tuhan. Kepercayaan pada masa pra-aksara masih ada yang bertahan sampai sekarang dan dapat ditemukan dalam beberapa budaya-budaya di Indonesia. Sebagai umat Kristen, kita perlu memiliki sikap yang bijaksana serta perlu menyaring tradisi adat dan budaya ini mana yang sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Dengan adanya adat dan budaya seperti ini dapat menjadi tantangan tersendiri bagi umat Kristiani untuk semakin kuat menumbuhkan imannya dalam Kristus. Kita pun harus selalu mengandalkan Tuhan setiap waktunya dan tetap berlandaskan Alkitab dalam menilai suatu hal. DAFTAR PUSTAKA Anas, Mohamad. 2013. Telaah Metafisik Upacara Kasada, Mitos dan Kearifan Hidup dalam Masyarakat Tengger, diakses dari http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/view/367 Gunawan, Candra. 2014. Mistisisme, diakses dari https://www.academia.edu/11333386/MAKALAH_MISTISISME Hapsari, Ratna dan M. Adil. 2016. Sejarah Indonesia Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lembaga Alkitab Indonesia. 2015. Alkitab. Sa’adah, Karimatus. 2021. Upacara Kasada: Tata Cara, Sejarah, dan Makna, diakses dari https://museumnusantara.com/upacara-kasada/ Setianto, Yusak dan Ferry Mahulette. Ruwatan Orang Jawa Kristen: Tinjauan Etis terhadap Pelaksanaan Ruwatan oleh Orang Jawa Kristen, diakses dari http://sttbi.ac.id/journal/index.php/matheo/article/download/104/52/ Sipayung, Tumini dan Roma Sihombing. 2019. Okultisme dalam Tatapan Iman Kristen, diakses dari http://politeknikunggul-lppm.ac.id/file/data-jurnal/c1086ec3e1e5a594481ea73f78f96665.pdf Suyanto, Joko. 2014. Ruwatan Jawa dalam Perspektif Iman Kristiani, diakses dari https://e-journal.usd.ac.id/index.php/jt/article/download/452/393 Tim ICEC Sekolah Kristen IPEKA. 2014. Teguh Menghadapi Tantangan. Jakarta: Sekolah Kristen IPEKA. Yondri, Lutfi, Nina Herlina Lubis, dan Mundardjito. 2016. Menggali Nilai-Nilai Luhur Masyarakat Masa Lalu dari Tinggalan Budaya Materi, diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/291990-menggali-nilai-nilai-luhur-masyarakat- ma-b0782f90.pdf