Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
1955 dipersiapkan untuk merumuskan undang-undang dasar konstitusi yang baru sebagai pengganti
UUDS 1950. Pada tanggal 20 November 1956 Dewan Konstituante memulai persidangannya dengan
pidato pembukaan dari Presiden Soekarno. Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anogota
Dewan Konstituante adalah untuk menyusun dan menetapkan Republik Indonesia tanpa adanya
pembatasan kedaulatan. Sampai tahun 1959, Konstituante tidak pemah berhasil merumuskan
undang-undangdasarbaru.
Keadaan seperti itu semakin mengguncangkan situasi Indonesia. Bahkan masing-masing partai politik
selalu berusaha untuk mengehalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Sementara sejak
tahun 1956 situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan kacau. Hal ini disebabkan karena
pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, Dewan Garuda. Dewan Lambung-
Mangkurat dan lain sebagainya. Daerah-daerah yang bergeolak tidak mengakui pemerintah pusat,
Seperti Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI di Sumatra dan Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta) di Sulawesi Utara. Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat membahayakan dan
mengancam keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas sementara
itu, rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan-tindakan
yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang Konstituante. Namun Konstituante ternyata tidak
dilanda kekalutaan konstitusional. Undang-undang dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan
pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950
dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan
masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957
Konsepsi Presiden menginginkan terbentuknya kabinet berkaki empat (yang terdiri dari empat partai
terbesar seperti PNI, Masyumi NU, dan PKI) dan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan fungsional
yang berfungsi sebagai penasihat pemerintah. Ketua dewan dijabat oleh presiden sendiri. Konsepsi
yang diajukan oleh Presiden Soekarno itu ternyata menimbulkan perdebatan. Berbagai argumen
antara pro dan kontra muncul. Pihak yang menolak konsepsi itu menyatakan, perubahan yang
Sebaliknya yang menerima konsepsi itu beranggapan bahwa krisis politik hanya bisa diatasi jika
konsepsi itu dilaksanakan. Pada tanggal 22 April 1959, di depan sidang Konstituante Presiden
Soekarno menganjurkan untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara
Republik Indonesia. Menanggapi pemyataan itu, pada tanggal 30 Mei 1959, Konstituante mengadakan
sidang pemungutan suara. Hasil pemungutan suara itu menunjukkan bahwa mayoritas anggota
Konstituante menginginkan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar Republik
Indonesia.
Namun jumlah anggota yang hadir tidak mencapai dua pertiga dari jumlah anggota Konstituante,
seperti yang dipersyaratkan pada Pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang sampai dua kali.
Pemungutan suara yang terakhir diselenggarakan pada tanggal 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami
kegagalan dan tidak dapat memenuhi dua pertiga dari jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan
demikian, sejak tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (istirahat). Untuk menghindari
terjadinya bahaya yang disebabkan oleh kegiatan partai-partai politik maka pengumuman istirahat
Konstituante diikuti dengan larangan dari Penguasa Perang Pusat untuk melakukan segala bentuk
kegiatan politik.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden
Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante.
Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
Pembubaran Konstituante.
Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution mengeluarkan perintah harian kepada seluruh anggota
Demokrasi terpimpin merupakan istilah bagi sebuah pemerintahan yang berlandaskan demokrasi
otokrasi. Menurut TAP MPRS No. VIII/MPRS/1965, demokrasi terpimpin itu ialah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-asaskan musyawarah
untuk mufakat secara gotong royong bagi seluruh kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan
berporoskan Nasakom.
Konsep demokrasi terpimpin sendiri diumumkan oleh Presiden Soekarno pertama kali pada sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956. Berdasarkan beberapa faktor yang mendukung munculnya
demokrasi terpimpin, maka tercetuslah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang berisi :
3.Dibubarkannya konstituante
Pada pelaksanaan demokrasi terpimpin yang berlandaskan sistem presidensil, terdapat 2 (dua) hal yang
menjadi dasar pemerintahan yaitu :
Kebijakan adanya demokrasi terpimpin tersebut yang membawa perubahan besar bagi dunia politik di
Indonesia. Konfigurasi politik secara otomatis berubah dengan menekankan bahwa kekuasaan eksekutif
itu mutlak kuat.
Dalam sistem demokrasi terpimpin menganut asas presidensil. Dimana Asas yang mengedepankan
presiden sebagai pemilik kekuasaan tertinggi. Dengan diberlakukannya demokrasi terpimpin ini sejak
Dekrit pada 5 Juli 1959, secara otomatis negara Indonesia berada di bawah perintah presiden Soekarno
pada masa itu.
Hal inilah memicu munculnya kesenjangan peran dari wakil rakyat dan memengaruhi sistem kerja
kabinet. Presiden yang memimpin segala pergerakan dalam pemerintahan sehingga dapat dengan
mudah menyingkirkan peran-peran yang dianggap tidak sesuai dengan kehendaknya, terutama dalam
bidang politik.
Dimana memudarnya sistem partai politik bagi Indonesia pada masa demokrasi terpimpin yang
mengakibatkan pudarnya peran parpol saat itu. Keberadaan partai politik bahkan tidak dilaksanakan
untuk mengisi jabatan di dalam pemerintahan, melainkan untuk menjadi pendukung dari segala kebijakan
yang diambil oleh presiden. Maka dapat diartikan peran partai politik hanya akan segaris dengan
keputusan presiden tanpa adanya inovasi dalam pergerakan pemerintahan.
Perkembangan militer di Indonesia pun dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan yang sekaligus
menjadi dwifungsi peran pemerintahan. Kekuatan Angkatan Bersenjata pada masa ini sangat memiliki
kekuasaaan yang tinggi. Bahkan lembaga pemerintahan berada di bawah komando kemiliteran. Militer
pun telah terlibat dalam pergolakan politik domestik karena adanya dwifungsi ABRI. Hal tersebut sudah
terjadi sejak tahun 1958 yang menyebabkan perubahan signifikan bagi popularitas militer Indonesia.
Dengan diberlakukannya demokrasi terpimpin, secara otomatis lembaga pemerintahan seperti kursi DPR
Gotong Royong (nama pada saat itu) dikuasai oleh militer. Masuknya beberapa anggota militer menjadi
wakil rakyat pada tahun 1959 tersebut menjadikan mereka juga turut serta dalam partisipasi
pemerintahan. beberapa peristiwa politik juga terjadi pada masa ini dan mengakibatkan militer menjadi
kekuatan politik yang dominan di Indonesia.
Partai Komunis Indonesia pun mengalami perubahan dominan pada masa demokrasi terpimpin. Hal
tersebut disebabkan dengan adanya hubungan timbal balik antara presiden Soekarno dengan PKI.
Hubungan tersebut terjadi karena popularitas Soekarno yang sedang naik dimanfaatkan oleh pihak PKI
sebagai daya tarik untuk memeroleh massa.
Dukungan ketika MPRS menobatkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup pun diberikan oleh pihak
PKI. Dengan hubungan baik tersebut tidak heran jika paham komunis menjadi berkembang di lingkungan
masyarakat Indonesia.
Pers pun berperan penting dalam sebuah negara sebagai penyalur aspirasi masyarakat untuk sistem
politik yang jauh lebih baik. Namun, pada masa demokrasi terpimpin kebebasan mengemukakan
pendapat bagi insan pers mulai dibatasi oleh oknum-oknum pendukung pemerintah dalam hal ini
presiden yang berkuasa. Kebijakan itulah yang menyebabkan sebagian besar media yang biasanya
memberitakan segala hal dengan terbuka mulai menutup diri bahkan tidak jarang beberapa surat kabar
tidak berani beredar di masyarakat karena takut dicekal.
a. Hak dasar sebagai warga negara Indonesia tidak dianggap dan tidak ada jaminan yang kuat
didalamnya
b. Kebebasan berpendapat terutama oleh pers semakin dibatasi sehingga banyak media massa yang
tidak berani menerbitkan pemikirannya
d.Peran partai politik melemah seiring dengan kepentingan yang tidak sejalan
Penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan demokrasi terpimpin menyebabkan adanya kesenjangan
antara PKI dan kaum borjuis Indonesia. Keduanya berpengaruh besar dalam menekan pergerakan kaum
buruh dan petani serta mengakibatkan peristiwa politik semakin memanas. Pendapatan ekspor menurun
begitu juga dengan cadangan devisa yang membuat inflasi semakin tinggi sehingga memicu banyaknya
demonstrasi.
Demokrasi terpimpin pun akhirnya diakhiri dengan terjadinya peristiwa G 30 S/PKI yang kemudian
memunculkan Supersemar oleh presiden Soekarno untuk dilaksanakan oleh Letjen Soeharto.
Kemunculan Supersemar pun mengakibatkan adanya dualisme kepemimpinan yang pada akhirnya
memaksa untuk menetapkan dan mengesahkan Supersemar sebagai bentuk perintah pemerintahan
terbaru dengan diimpin oleh Letjen Soeharto sebagai Presiden
Seperti namanya, demokrasi terpimpin merupakan sistem kepemimpinan dimana segala keputusan dan
kebijakan terpusat pada presiden selaku pemimpin negara yang waktu itu masih dijabat oleh Ir.Soekarno.
Walaupun baru dimulai pada tahun 1959, namun konsep dari demokrasi terpimpin sudah diutarakan oleh
Ir.Soekarno dalam rapat Konstituante pada 10 November 1959.
Walaupun demokrasi terpimpin adalah salah satu bagian politik Indonesia yang memiliki dampak sangat
besar bagi perkembangan bangsa ini, namun ternyata ada beberapa penyimpangan demokrasi terpimpin
yang masih bisa dirasakan dampaknya sampai saat ini. Apa saja penyimpangan tersebut? Berikut 12
penyimpangan demokrasi terpimpin yang harus anda ketahui:
Biasa dikenal juga dengan nama NASAKOM yang dibentuk untuk memenuhi tiga fraksi utama yang ada
di politik Indonesia. Yaitu: nasionalisme, agama, dan komunisme.
Penunjukan langsung oleh presiden ini tentu memiliki dampak baik langsung ataupun tidak terhadap
permasalahan lain seperti ekonomi. Hal ini karena terdapat hubungan erat antara ekonomi dan
politik yang saling berkaitan.
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong atau yang dikenal juga dengan nama DPRGR merupakan
hasil lain dari demokrasi terpimpin. DPRGR merupakan dewan yang dibentuk oleh presiden dimana
keanggotaannya juga melalui proses pengangkatan langsung. DPRGR dibentuk untuk menggantikan
keberadaan DPR yang keanggotaanya didapatkan dari hasil pemilu.
Salah satu bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin adalah pembubaran DPR yang merupakan hasil
pemilu tahun 1955 oleh presiden. Padahal kedudukan presiden dan DPR adalah sama sehingga
seharusnya presiden tidak bisa memberhentikan DPR atau sebaliknya.
Manifesto adalah sebuah pernyataan sikap sesorang atau kelompok didepan publik yang lebih sering
memiliki unsur politik didalamnya. Dan penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya adalah merubah
manifesto menjadi Garis Besar Haluan Negara atau GBHN. Hal ini bisa terjadi karena sistem demokrasi
terpimpin merupakan sistem demokrasi yang seluruh kebijakannya diambil oleh presiden.
Penetapan manifesto ini secara tidak langsung juga berdampak pada sistem ekonomi di Indonesia pada
saat itu menjadi sistem ekonomi campuran. Dimana salah satu ciri-ciri sistem ekonomi campuran tersebut
adalah menjadikan seluruh sumber daya vital menjadi milik pemerintah.
Masa jabatan seorang presiden menurut pasal 7 Undang-Undang Dasar tahun 1945, sebelum dilakukan
amandemen, adalah selama lima tahun. Hanya saja, presiden yang sudah melewati masa jabatan bisa
dipilih dan menjabat kembali menjadi presiden. Walaupun sudah diatur dalam Undang-Undang, namun
hal yang terjadi berbeda pada masa demokrasi terpimpin.
Penyimpangan demokrasi terpimpin dalam hal masa jabatan presiden adalah menetapkan presiden
seumur hidup yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi berbagai pembangunan di
Indonesia. Kebijakan pemerintahan merupakan salah satu faktor pembangunan ekonomi sebuah negara
yang tentunya akan membawa dampak yang sangat besar bagi perkembangan negara itu selanjutnya.
6. Sidang MPRS
Tidak hanya dalam hal pengangkatan anggota MPRS, penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya
adalah tempat pelaksanaan sidang MPRS. Seharusnya sidang dilakukan di ibukota negara, Jakarta,
namun pada saat itu sidang dilaksanakan di ibu kota provinsi Jawa Barat, Bandung. Walaupun masih
bersifat sementara, namun MPRS pada saat itu membicarakan dan memutuskan banyak hal dimana
salah satu pokok pembicaraannya menyinggung masalah bentuk-bentuk yayasan karena yayasan
memiliki andil dalam membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
7. Membagi Kekuatan Politik Luar Negeri Menjadi Dua
Penyimpangan ternyata tidak hanya terjadi didalam negeri karena penyimpangan demokrasi terpimpin
juga terjadi pada politik luar negeri dengan menjadikannya dua kelompok, yaitu Nefo dan Oldefo.
NEFO adalah kepanjangan dari New Emerging Forces yang berisi negara-negara baru penentang
kepitalisme dan imprealisme. Sedangkan OLDEFO adalah Old Established Forces yang berisi negara-
negara barat penganut kapitalisme dan imprelasime. Karena membagi menjadi dua golongan, perlakuan
Indonesia kepada keduanyapun ikut berbeda.
Pada masa demokrasi terpimpin, dunia masih mengenal blok komunis dimana salah satu anggotaya
adalah Republik Rakyat China atau RRC. Namun walaupun dikenal dengan negara komunis, Indonesia
justeru menjalin hubungan yang sangat erat dengannya. Walaupun Indonesia menjalin hubungan yang
erat dengannya, Indonesia sampai saat ini masih termasuk negara yang menganut sistem ekonomi
campuran yang merupakan sistem ekonomi yang dianut oleh negara non blok.
Penyimpangan demokrasi terpimpin lain yang dipernah terjadi di Indonesia adalah menggunakan politik
mercusuar dimana politik ini termasuk jenis politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia di mata
dunia. Salah satu contoh dari diberlakukannya politik ini adalah dalam pembuatan stadion Senayan
Jakarta juga pelaksanaan pesta olahraga bagi negara-negara NEFO yang diadakan di Jakarta yang
kemudian dikenal dengan nama GANEFO. Salah satu hal yang diunggulkan oleh Indonesia saat itu
adalah ekonomi pancasila termasuk kelebihan dan kekurangan ekonomi pancasila tersebut.
Dimasa yang lalu ternyata Indonesia pernah menjadi negara yang terkucil dari pergaulan Internasional.
Hal ini dikarenakan Indonesia memutuskan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada
tanggal 7 Januari 1965 melalui penyataan mentri luar negeri Subandrio. Penyebab utama dari keluarnya
Indonesia dari PBB ini adalah karena pengangkatan Malaysia sebagai Dewan Keamanan (DK) PBB.
Dampak yang sangat terasa dari mundurnya Indonesia ini adalah dari segi ekonomi karena aktifitas
Indonesia menjadi terbatas dalam ekonomi terbuka. Padahal ekonomi terbuka adalah salah satu bentuk
interaksi Indonesia dengan negara luar. Hal ini berbeda dengan ekonomi tertutup yang hanya
mengandalkan produksi dalam negeri saja dan menutup semua akses menuju negara lain. Perbedaan
ekonomi terbuka dan tertutup di Indonesia saat itu sangat terasa akibat keputusan keluar dari PBB ini.
Dampak lain dari penyimpangan demokrasi terpimpin adalah anggapan Ir.Soekarno tentang Malaysia
sebagai proyek Neo Kolonialisme Imprealisme (Nekolim) Inggris yang dapat membahayakan revolusi
Indonesia. Karena masalah ini Ir.Soekarno kemudian membentuk Dwi Komando Rakyat (DWIKORA)
pada 3 mei 1964 untuk mencegah berdirinya Malaysia. Gejolak ini tentu saja memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam faktor pertumbuhan ekonomi dalam ataupun luar negeri Indonesia.
DPAS adalah singkatan dari Dewan Pertimbangan Agung Sementara yang dibentuk atas dasar
penetapan presiden No.3 tahun 1959. Dewan ini dibentuk dengan anggota yang ditunjuk langsung oleh
presiden dan diketuai oleh presiden langsung. Dalam segi fungsi, tugas dari DPAS adalah mengajukan
usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan dari presiden. Hal ini dianggap sebagai salah satu
penyimpangan demokrasi terpimpin karena pemerintahan pada saat itu sepenuhnya dipegang oleh
presiden.