Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Liquified Petroleum Gas, yang selanjutnya disingkat LPG, adalah gas

hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan

penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya

terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. Pada tahun 2007

pemerintah Indonesia meluncurkan sebuah kebijakan baru, yaitu

kebijakan konversi minyak tanah ke gas LPG (Liquified Petroleum Gas).

Kebijakan tersebut tentu saja menimbul banyak gejolak di masyarakat,

baik secara psikologis maupun ekonomi. Keberadaan gas LPG (Liquified

Petroleum Gas) juga memunculkan tatanan baru di kalangan

pemerintahan, baik dari sisi anggaran, subsidi, maupun sasaran.

Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

Tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha hilir itu dapat

dilaksanakan oleh badan usaha yang mendapat izin usaha dari

Pemerintah. Sehingga kita dapat memahami kegiatan usaha hilir LPG 3

kg tersebut berupa pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga.

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak

dan Gas Bumi, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan niaga yaitu

kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor minyak bumi dan/atau hasil

olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa. Dengan begitu

kegiatan niaga memberikan peluang kepada pengusaha kecil untuk bisa

1
menyalurkan atau melakukan jual beli dengan konsumen terkait gas 3 kg

tersebut.

Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi mempertegas bahwa badan

usaha yang dapat melaksanakan kegiatan usaha niaga wajib memiliki izin

usaha dari menteri. Dalam pendistribusiannya Peraturan Menteri ESDM

Nomor 13 Tahun 2018 membedakan pendistribusian LPG umum dan LPG

tertentu, yang dimaksudkan LPG tertentu yaitu merupakan bahan bakar

yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna

dan penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang

masih harus di subsidi, sedangkan pada LPG umum yang membedakan

dengan LPG tertentu hanya pada ketentuan harganya yang tidak

diberikan subsidi oleh pemerintah.

Dengan demikian LPG 3 kg dipandang oleh beberapa kalangan

menjadi lahan bisnis yang sangat menggiurkan dan menguntungkan,

namun untuk menghindari terjadi kecurangan atau monopoli di kegiatan

usaha hilir, Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2018 pada Pasal

13 ayat 3 dinyatakan bahwa dalam menjamin kelancaran pendistribusian

LPG Tertentu, Badan Usaha pemegang izin niaga LPG yang

mendapatkan penugasan dan pendistribusian LPG tertentu dapat

menunjuk sub penyalur LPG tertentu berdasarkan usulan penyalur LPG

tertentu. Bahwa yang dimaksud sebagai sub penyalur berdasarkan

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Energi dan

2
Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2011/Nomor 5 Tahun 2011

Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pendistribusian Tertutup Liquified

Petroleum Gas Tertentu Di Daerah adalah koperasi, usaha kecil dan/atau

badan usaha swasta nasional atau perorangan yang ditunjuk sebagai sub

penyalur/ pangkalan oleh badan usaha pelaksana penugasan penyediaan

dan pendistribusian LPG tertentu berdasarkan usulan penyalur LPG

tertentu untuk menyalurkan LPG tertentu kepada konsumen rumah tangga

dan usaha mikro.

Membedakan pendistribusian LPG umum dan LPG tertentu, yang

dimaksudkan LPG tertentu yaitu merupakan bahan bakar yang

mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna dan

penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang masih

harus di subsidi, sedangkan pada LPG umum yang membedakan dengan

LPG tertentu hanya pada ketentuan harganya yang tidak diberikan subsidi

oleh pemerintah.

Mikro Hubungan hukum yang timbul antara pihak Pertamina dengan

agen merupakan hubungan antara pihak Pertamina selaku pemegang

produk tertentu dalam hal ini adalah LPG 3 Kilogram, di mana agen selaku

pemasaran dan sub agen membantu dalam hal pemasaran ke masyarakat

membuat sebuah perjanjian keagenan. Dalam praktik perjanjian

keagenan, pihak prinsipal memberi wewenang kepada agen untuk

melaksanakan transaksi dengan pihak ketiga. 4 Sub penyalur yang

bertindak atas dasar perjanjian dari penyalur untuk memudahkan

3
pendistribusian LPG tertentu harusnya taat pada perjanjian yang

dibuatnya dengan penyalur LPG tertentu dan aturan perundang-undangan

yang berlaku perihal gas LPG tertentu tersebut. Seperti halnya dalam

Pasal 15 ayat 1 Peraturan pemerintah ESDM Nomor 13 Tahun 2018

Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Potreleum Gas yang

mengatur mengenai harga jual LPG, pada Pasal tersebut dinyatakan

bahwa harga jual LPG tertentu ditetapkan oleh pemerintah.

Sub penyalur/ pangkalan oleh badan usaha pelaksana penugasan

penyediaan dan pendistribusian LPG tertentu berdasarkan usulan

penyalur LPG tertentu untuk menyalurkan LPG tertentu kepada konsumen

rumah tangga dan usaha mikro Hubungan hukum yang timbul antara

pihak Pertamina dengan agen merupakan hubungan antara pihak

Pertamina selaku pemegang produk tertentu dalam hal ini adalah LPG 3

Kilogram, di mana agen selaku pemasaran dan sub agen membantu

dalam hal pemasaran ke masyarakat membuat sebuah perjanjian

keagenan. Dalam praktik perjanjian keagenan, pihak prinsipal memberi

wewenang kepada agen untuk melaksanakan transaksi dengan pihak

ketiga. 4 Sub penyalur yang bertindak atas dasar perjanjian dari penyalur

untuk memudahkan pendistribusian LPG tertentu harusnya taat pada

perjanjian yang dibuatnya dengan penyalur LPG tertentu dan aturan

perundang-undangan yang berlaku perihal gas LPG tertentu tersebut.

Seperti halnya dalam Pasal 15 ayat 1 Permen ESDM Nomor 13 Tahun

2018 Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Potreleum Gas

4
yang mengatur mengenai harga jual LPG, pada Pasal tersebut dinyatakan

bahwa harga jual LPG tertentu ditetapkan oleh pemerintah.

Pemerintah Daerah Provinsi bersama dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG tertentu

untuk pengguna LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur LPG

tertentu. Sehingga dengan adanya Peraturan Menteri tersebut setiap

daerah memiliki kebijakan terhadap harga eceran tertinggi di sub

penyalur, dan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri ESDM Nomor

13 Tahun 2018, pada Provinsi Sulawesi Selatan dengan mengacu pada

Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 11 Tahun 2021 dimana di

sebutkan bahwa LPG Tabung 3 Kilogram yang selanjutnya disingkat LPG

3 Kg adalah LPG tertentu yang mempunyai kekhususan karena kondisi

tertentu seperti pengguna/ penggunaannya, kemasannya, volume

dan/atau harganya yang masih harus diberikan subsidi. Harga Eceran

Tertinggi yang selanjutnya disingkat HET adalah harga jual Liquefied

Petroleum Gas di daerah/wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah

Daerah Provinsi yang disesuaikan dengan kondisi daerah, daya beli

masyarakat, margin yang wajar, sarana dan fasilitas penyediaan serta

pendistribusian Dengan Peraturan Gubernur ini ditetapkan HET LPG 3 Kg

di Provinsi, yang berada di dalam radius 60 km (enam puluh kilometer)

dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)/Filling

Station sebesar Rp. 18.500,- (delapan belas ribu lima ratus rupiah).

5
Adapun HET LPG 3 Kg sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

ditetapkan dengan rincian Harga LPG ex Stasiun Pengisian dan

Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)/Filling Station (termasuk Pajak

Pertambahan Nilai sejumlah 10% (sepuluh persen)) seharga Rp. 11.550,-

(sebelas ribu lima ratus lima puluh rupiah); b. Margin Agen seharga Rp.

1.200,- (seribu dua ratus rupiah); c. Biaya Operasional Agen seharga Rp.

3.250,- (tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah); d. Harga Agen ke

Pangkalan seharga Rp. 16.000,- (enam belas ribu rupiah); dan e. Margin

Pangkalan seharga Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018, pada Provinsi

Sulawesi Selatan dengan mengacu pada Peraturan Gubernur Sulawesi

Selatan Nomor 11 Tahun 202. Untuk wilayah darat Kabupaten/Kota yang

di luar radius 60 km (enam puluh kilometer) dari Stasiun Pengisian dan

Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)/Filling Station yang ditunjuk Pertamina

adalah harga jual ex agen ditambah dengan biaya operasional sebesar

Rp. 20,-/tabung/km (dua puluh rupiah per tabung per kilometer). Untuk

wilayah kepulauan tambahan biaya operasional dapat menyesuaikan

besaran biaya yang wajar dan ditentukan oleh kabupaten/kota lebih lanjut.

Setiap pangkalan LPG 3 Kg diwajibkan memasang papan bicara dengan

mencantumkan HET yang berlaku dalam wilayah operasionalnya.

Adanya kelangkaan gas dan harga HET mengakibatkan segala

aktivitas dan perputaran ekonomi masyarakat sehingga dengan melihat

dan menganalisa peraturan diatas peneliti ingin meneliti mengenai

6
Efektivitas Pelaku Hak Konsumen Dalam Pemenuhan Kebutuhan

Masyarakat Terhadap LPG 3 Kg Berdasarkan Peraturan Gubernur No 11

Tahun 2021 (Studi Penelitian Di Kecamatan Wara Kelurahan

Dangerakko).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, makna yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan dalam pemenuhan Kebutuhan Masyarakat

Terhadap LPG 3 kg Di Kecamatan Wara Kelurahan Dangerakko?

2. Apa kendala yang di hadapi dalam pemenuhan Kebutuhan

Masyarakat Terhadap LPG 3 kg di Kecamatan Wara Kelurahan

Dangerakko?

1.3 Tujuan Penelitian

Sebagai tindak lanjut dari rumusan masalah yang telah ditetapkan

diatas, maka tujuan dilakukannya perumusan masalah diatas dalam

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan dalam pemenuhan Kebutuhan

Masyarakat Terhadap LPG 3 kg Di Kecamatan Wara Kelurahan

Dangerakko

2. Untuk mengetahui kendala yang di hadapi dalam pemenuhan

Kebutuhan Masyarakat Terhadap LPG 3 kg Di Kecamatan Wara

Kelurahan Dangerakko

7
1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitin adalah :

1. Bagi Penulis

Sebagai acuan dalam mengetahui Efektifitas Pelaku Hak

Konsumen Dalam Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap

LPG 3 kg Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No.

11 Tahun 2021 (Study Penelitian di Kelurahan Dangerakko

Kecamatan Wara Kota Palopo).

2. Bagi Pemerintah

Pemerintah dapat terbantu dan mengetahui Efektifitas Pelaku Hak

Konsumen Dalam Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap

LPG 3 kg Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No.

11 Tahun 2021 (Study Penelitian di Kelurahan Dangerakko

Kecamatan Wara Kota Palopo).

3. Bagi Pihak Lain

Sebagai acuan bagi pihak lain agar dapat mengetahui Efektifitas

Pelaku Hak Konsumen Dalam Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat

Terhadap LPG 3 kg Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi

Selatan No. 11 Tahun 2021 (Study Penelitian di Kelurahan

Dangerakko Kecamatan Wara Kota Palopo).

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian dinda durrah adlina (2018) dengan judul

Pemenuhan Hak Konsumen Atas Harga Wajar Dalam Penyaluran Lpg 3

Kg Di Kelurahan Tlogo Kecamatan Prambanan. Penelitian yang dilakukan

selama proses penulisan ini menunjukan bahwa terdapat hubungan

keagenan antara agen gas atas nama Ahmad Munadi dengan pangkalan

Duta Gas yang mana hubungan keagenan tersebut ditandai dengan

adanya perjanjian kerja sama. Namun dalam pengimplementasian

perjanjian tersebut, terdapat ketidaksesuaian yang dilakukan oleh

pangkalan, yang mana pangkalan menjual gas subsidi 3 kg tersebut

diatas harga eceran tertinggi. Dengan begitu selain pihak pangkalan

menciderai perjanjian, terdapat pula hak dari konsumen yang tidak

dipenuhi oleh pangkalan atas harga wajar yang semestinya dapat

diperoleh konsumen. Atas ketidaksesuai tersebut, hendaknya pihak agen

lebih intensif melakukan pengawasan hingga teguran terhadap pangkalan

yang berbuat curang. Dan pangkalan hendaknya lebih menjiwai perjanjian

yang telah dibuatnya dengan menjalankan apa yang menjadi

kewajibannya.

Pada penelitian Yosephine Mory Kezia Simbolon dan Rosmidah

(2020) dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Gas

LPG 3 Kg Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dimana

9
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa : 1. Sistem pendistribusian gas

LPG 3 Kg sampai ketangan konsumen di Kecamatan Paal Merah Kota

Jambi tidak terlaksana dengan alur jalur pendistribusian yang seharusnya

dikarenakan adanya Pengecer dalam rantai pendistribusian gas LPG 3 kg

di Kecamatan Paal Merah Kota Jambi. 2. Perlindungan hukum bagi

konsumen dalam mendapatkan gas LPG 3 Kg di Kecamatan Paal Merah

Kota Jambi tidak terlindunginya hak-hak konsumen, dikarenakan sangat

lemahnya imbauan serta pengawasan pada rantai pendistribusian.

Ali Umar Harahap Tan Kamello, Suhaidi, Hasim Purba (2016) dengan

judul Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penggunaan Gas

Elpiji Tiga Kg Ditinjau Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 (Studi

Pada Masyarakat Kota Medan). Setelah melakukan penelitian tentang

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penggunaan Gas Elpiji 3

Kg Ditinjau Dari UNDANG-UNDANG No. 8 Tahun 1999 (Studi Pada

Masyarakat Kota Medan) diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap konsumen sangatlah penting, perhatian

pemerintah terhadap perlindungan konsumen terlihat begitu jelas ketika

disahkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Konsumen dapat melakukan tuntutan ganti rugi dan

pertanggung jawaban kepada pelaku usaha ketika melakukan

pelanggaran terhadap konsumen pengguna gas elpiji 3 Kg. disamping itu

konsumen yang dirugikan dapat melakukan pengaduan ke Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). 2. Faktor-faktor hak-hak

10
konsumen pemakai gas elpiji 3 kg tidak terpenuhi karena mulai dari

tabung gas, pipa gas dan kompor gas tersebut yang tidak sesuai dengan

standard nasional Indonesia sehingga banyak tabung gas elpiji 3 kg yang

tidak layak pakai beredaran dimasyarakat. Kurang paham dan

mengertinya konsumen dalam pemakaian dan penggunaan gas elpiji 3 kg

dan banyaknya modus isi tabung 3 kg disuntik ke tabung 12 kg itu

dilakukan di gudang dimana banyak tembat tumpukan elpiji. 3.

Penyelesaian sengketa konsumen akibat tidak terpenuhinya hak-hak

dasar dalam pemakaian dan penggunaan gas elpiji 3 kg dapat dilakukan

dengan cara pengaduan langsung konsumen ke PT. Pertamina ataupun

dilakukan sesuai Pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dengan pengaduan dan gugatan melalui Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) sebagai gugatan kelompok.

Pada umumnya upaya penyelesaian sengketa ini dilakukan dengan

musyawarah, jika musyawarah tidak tercapai konsumen bisa langsung

membuat

2.2 KERANGKA TEORITIS

2.2.1 Tinjauan Umum Perjanjian Keagenan

Perjanjian keagenan tersebut berbeda dengan pemberian

kuasa walaupun dalam perjanjian tersebut terkandung aspek

“perwakilan” di dalamnya. Pasal 1792 memberikan definisi bahwa

pemberian kuasa itu merupakan suatu perjanjian dengan mana

seorang memberikan kekuasaan (wewenang) kepada seorang

11
lainnya untuk menerimanya, untuk dan atas namanya. Bahwa

dengan begitu kita perlu memahami mengenai apa yang

dimaksudkan dengan istilah agen dan bagaimana perjanjian

keagenan itu mengikat untuk para pihak. Pasal 1 Peraturan Menteri

Perdagangan RI No.11/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan

Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau

Distributor Barang dan atau jasa dinyatakan bahwa agen adalah

perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara

untuk dan atas nama prinsipal berdasarkan perjanjian untuk

melakukan pemasaran tanpa melakukan pemindahan hak atas fisik

barang dan atau jasa yang dimiliki oleh prinsipal yang menunjuknya.

Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan

agen, sepanjang dilakukan dalam batas-batas wewenang yang

diberikan kepadanya, dengan kata lain apabila agen melakukan

perbuatan melampaui wewenang maka agen harus bertanggung

jawab sendiri atas perbuatannya. Karena pada dasarnya perjanjian

yang didasarkan pada kekuatan kebebasan berkontrak dalam ranah

perjanjian keagenan, baru dapat diwujudkan tatkala perusahanaan

keagenan sudah terdaftar dan memiliki STP, demikian pula dalam

hal ada dan tidaknya para pihak dalam melibatkan pihak ketiga

dalam hal ini sub agen yang telah memenuhi syarat. Dengan begitu

karena adanya asas kebebasan berkontrak yang bisa memberikan

kebebasan dalam membuat perjanjian para pihaknya, jenisnya,

12
bentuknya dan isinya maka muncullah salah satunya yaitu perjanjian

keagenan, di mana perjanjian tersebut bermakna salah satunya yaitu

perbuatan yang dilakukan oleh agen atas dasar prinsipal dan sesuai

perjanjian, dengan perjanjian tersebut suatu agen juga dapat

mengusulkan atau bahkan menunjuk sub agen sesuai dengan

persyaratan, maka sub agen yang bertindak atas agen juga harus

mentaati segala bentuk peraturan yang dibuat oleh agen dengan

prinsipal dan bahkan perjanjian antara agen dengan sub agen.

Sehubung dengan adanya konstruksi bisnis yang berkembang

di dunia perdagangan, namun KUHD banyak yang kurang dapat

mencakup perkembangannya, maka muncullah mengenai perjanjian

keagenan dan kedistributoran. Terkait distributor sesuai dengan

ketentuan pada Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

distributor dapat dikategorikan dalam ketentuan-ketentuan mengenai

perjanjian tidak bernama (innominaat), dan terkait ketentuan secara

khusus mengenai distributor di Indonesia belum ada. Adapun

ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan terkait distributor tersebut

mengacu pada Departemen Perdagangan dan Perindsutrian yang

diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor

77/Kp/III/78, tanggal 9 Maret 1978 yang menentukan bahwa lamanya

perjanjian harus dilakukan, sampai dengan dikeluarkannya

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmen

No.23/1998) sebagaimana kemudian diubah dengan dikeluarkannya

13
Keputusan Menteri No.159/MPP/Kep/4/1998 tentang Perubahan

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

No.23/MPP/Kep/I/1998 tentang Lembaga-Lembaga Perdagangan.

Selain itu para pihak dalam membuat perjanjian distributor biasanya

mendasar pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang

dianut oleh Pasal 1338 KUH Perdata.

Dalam peraturan Pasal 1 angka 4 dinyatakan bahwa agen

adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai

perantara untuk dan atas nama prinsipal berdasarkan perjanjian

untuk melakukan pemasaran tanpa melakukan pemindahan hak atas

fisik barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai oleh prinsipal yang

menunjuknya.

Dalam penulisan ini menitik beratkan pada sub agen, maka

saya mengambil Pasal 1 angka 9 yang juga mendefinisikan yang

disebut sub agen adalah perusahaan perdagangan nasional yang

bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama prinsipal

berdasarkan penunjukan atau perjanjian dari agen atau agen tunggal

untuk melakukan pemasaran.

Perjanjian keagenan sendiri memiliki karakteristik yang berbeda

dibanding dengan perjanjian lainnya. Bahwa hubungan prinsipal

dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan,

di mana agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi

prinsipal dan pada sisi lain prinsipal setuju atas perbuatan hukum

14
yang dilakukan oleh agen tersebut, dengan begitu adanya

kesepakatan tersebut maka tanggung jawab atas perbuatan hukum

yang dilakukan oleh agen dibebankan pada prinsipal. Karena pada

dasarnya agen tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas

perbuatan hukum untuk dan atas nama prinsipal karena pada

dasarnya agen bukanlah pemilik barang dan/atau jasa, pemiliki

barang dan/atau jasa tersebut adalah prinsipal.

Menurut (Budi Santoso, 2015) Untuk memperlancar kegiatan

agen, sebuah agen dapat dibantu dengan adanya sub agen dalam

keadaan dan kondisi tertentu. bahwa sub agen bertugas membantu

agen dalam menjalankan kewajibannya, tindakan subagen akan

mengikat prinsipal jika tindakan tersebut diambil alih oleh agen,

sehingga sejak sub agen menjadi prinsipal dari pihak prinsipal atau

agen maka sub agen terikat untuk menjalankan kewajiban dari

keduanya.

Namun sebuah agen ataupun sub agen harus tunduk pada hal-

hal yang dimuat dalam perjanjian dengan prinsipal. Dalam perjanjian

keagenan terdapat eksistensi kewajiban sebuah agen, bahwa

kewajiban tersebut disebabkan karena hubungan keagenan adalah

hubungan kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence). Di

samping itu, sebuah agen atau sub agen kemungkinan juga wajib

mematuhi kewajiban yang muncul dari ketentuan hukum yang

bersifat memaksa, kecuali para pihak menyepakati lain.

15
2.2.2 Tinjauan umum Perlindungan Konsumen

Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer

adalah setiap orang yang menggunakan barang.Sedangkan dalam

kamus bahasa Inggris-Indonesia mendefinisikan kata consumer

sebagai pemakai atau konsumen.

Menurut Az. Nasution (2002) pengertian konsumen

menegaskan beberapa batasan yaitu:

1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau


jasa digunakan untuk tujuan tertentu.
2. Konsumen antara, adalah setiap orang yang mendapatkan barang
dan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain
atau untuk memperdagangkan (tujuan komersial).
3. Konsumen akhir, yaitu setiap orang alami yang mendapatkan dan
menggunakan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk
tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau
rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non-
komersial).
Menurut Inosentius Samsul (2004;46) menyatakan konsumen

adalah pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai

pembeli maupun diperoleh cara lain, seperti pemberian, hadiah dan

undangan

Menurut Mariam Darus Badrul Zaman (2001; 22) mengartikan

konsumen dengan cara mengambil alih pengertian yang digunakan

oleh kepustakaan Belanda, yaitu: “Semua individu yang

menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil”. Sedangkan

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Pasal 1 angka 2 mendefinisikan konsumen adalah setiap

16
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat

ketentuan-ketentuan yang bertendensi dalam perlindungan

konsumen, seperti tersebar dalam beberapa Pasal buku III, bab V,

bagian II yang di mulai dari Pasal 1365, dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang pun terdapat juga mengenai perlindungan

konsumen, misalnya tentang pihak ketiga yang harus dilindungi,

tentang perlindungan penumpang/barang pada hukum maritime.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen mengartikan bahwa yang dimaksudkan dengan

perlindungan konsumen ialah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Posisi konsumen yang dianggap lebih rendah dari pelaku usaha

menjadikan dibentuknya suatu peraturan yang melindungi masyakat

khususnya konsumen akhir.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan

adanya asas-asas yang dianut dalam perlindungan konsumen,

menurut Pasal 2 UNDANG-UNDANG Perlindungan Konsumen

disebutkan bahwa terdapat;

1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

17
5. Asas kepastian hukum
Serta tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah dengan

adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dala Pasal 3

antara lain, Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri, Mengangkat harkat dan martabat

konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif

pemakaian barang dan/atau jasa serta Menumbuhkan kesadaran

pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen

sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha.

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada

konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-

hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Az.Nasution menjelaskan

bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum

konsumen. Hukum konsumen menurut beliau adalah; “Keseluruhan

asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah

penyediaan atau pengunaan produk (barang dan/atau jasa) antara

penyedia dan penggunaanya, dalam kehidupan bermasyarakat”.

Sedangkan batasan hukum perlindungan konsumen, sebagai

bagian khusus dari hukum Perlindungan Konsumen diartikan

sebagai “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur

dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah

penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/jasa) konsumen

18
antara penyedia dan penggunaanya dalam kehidupan

bermasyarakat”.

Perlindungan konsumen sendiri juga di artikan dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1, perlindungan

konsumen adalah sebagai bentuk segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.

Perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan melindungi

hak-hak konsumen. Walaupun sangat beragam, secara garis besar

hak-hak konsumen dapat dibagi dalam tiga hal yang menjadi prinsip

dasar, yaitu

1. hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian,


baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;
2. hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar;
dan
3. hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap
permasalahan yang dihadapinya.
Asas perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999, adapun asas-asas tersebut yaitu:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala


upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen,pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

19
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan./jasa yang dikonsumsi dan digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.

Perlindungan konsumen sendiri memiliki tujuan yang tercantum

dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yaitu:

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian


konsumen untuk melindungi diri;
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjaminkelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan kenyamanan. Keamanan,dan keselamatan konsumen.
Perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan

hukum. Oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung

adanya aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan

perlindungan bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-

haknya yang bersifat abstrak, atau dengan kata lain perlindungan

konsumen yaitu perlindungan terhadap hak-haknya

Menurut Cellina (2011;16) konsumen mendapatkan haknya

yang dapat dilindungi oleh hukum, yaitu :

1. Hak memperoleh keamanan (the right to safety);


2. Hak memilih (the right to choose);

20
3. Hak mendapat informasi (the right to informed); dan
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam

perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung

dalam The International Organizatation of Cosumer Union (IOCU)

menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan

pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak

mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat .

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan konsumen juga menjabarkan adanya hak-hak dari

konsumen, adapun hak tersebut meliputi:

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam


mengkonsumsi barang dan/atau jasa
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Dengan adanya hak ini
konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar.
Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai yang dibayar sebagai
penggantinya. Namun, dalam ketidak bebasan pasar, pelaku
usaha dapat saja mendikte pasar dengan menaikan harga, dan
konsumen menjadi korban. Dari ketiadaan menaikan harga, dan
konsumen menjadi korban dari ketiadaan pilihan. Konsumen
dihadapkan pada kondisi: take it or leave it. Jika setuju silakan
beli, jika tidak silahkan cari tempat lain (padahal di tempat lain pun
pasar sudah dikuasainya). Dalam situasi demikian, biasanya
konsumen terpaksa mencari produk alternatif (bila masih ada),
yang boleh jadi kualitasnya malahan lebih buruk. Akibat tidak
berimbangnya posisi tawar menawar antara pelaku usaha dan
konsumen, maka pihak pertama dapat saja membebankan biaya-
biaya tertentu yang sewajarnya tidak ditanggung konsumen.
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dam jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;

21
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif bahwa dalam hak ini setiap konsumen harus
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin dan status sosial lainnya. Bahwa dalam pelayanan secara
benar dan jujur harus diterapkan oleh pelaku usaha demi
memenuhi hak-hak konsumen.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan
2.3 Tinjauan Harga wajar

Harga wajar atau nilai wajar (fair value) menurut Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan No 16 Tahun 2011, mendefinisikan

nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu

aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki

pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar.

Bahwa menurut ED PSAK No.68 Tahun 2013 Tentang

Pengukuran Nilai Wajar, dapat dilakukan dengan menggunakan 3

pendekatan,yaitu:

1. Pendekatan pasar yaitu pendekatan yang menggunakan harga


dan informasi relevan lain yang dihasilkan oleh transaksi pasar.
2. Pendekatan biaya yaitu pendekatan yang mencerminakan jumlah
yang dibutuhkan saat ini untuk menggantikan kapasitas manfaat
asset
3. Pendekatan penghasilan yaitu pendekatan yang mengkonversikan
jumlah masa depan ke suatu jumlah tunggal saat ini.

2.4 Kerangka Pikir

22
HAK KONSUMEN
ANALISIS
DALAM
HUKUM
PEMENUHAN
EFEKTIVITAS
KEBUTUHAN
GAS ELPIJI

BAB III

23
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada Kelurahan Dangerakko

Kecamatan Wara Kota Palopo. Waktu Penelitian Selama 2 bulan (Juni

sampai Agustus 2022).

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Data Primer

Bahan Hukum Primer, adalah bahan yang isinya bersifat

mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam penelitian ini

terdiri dari

a. Undang-Undang Dasar 1945


b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak
Bumi dan Gas
c. Peraturan Gubernur No 11 Tahun 2021
3.2.2 Data Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang sifatnya

menjelaskan atau membahas bahan hukum primer, yang terdiri

dari buku-buku literatur, jurnal, hasil penelitian dan karya ilmiah

yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3 Prosedur Penelitian

Melakukan wawancara dan hasil Implementasi bagaimana

pemenuhan hak konsumen atas harga wajar dalam penyaluran gas

LPG 3 kg di Kelurahan Dangerakko Kota Palopo.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

24
Teknik pengumpulan data dalam pen elitian ini melalui teknik

pengumpulan data sekunder, yaitu pengumpulan data dengan melalui

kualitatif dan didukung dengan data empiris

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan tindak lanjut proses pengolahan data,

dalam menganalisis permasalahan ini peneliti akan menggunakan

data kualitatif di mana dalam penelitian ini peneliti dapat memahami

masalah dan keadaan yang di teliti, nantinya peneliti akan

menyajikan hasil pengklasifikasian data dengan bentuk analisis

secara narasi dan pengambilan kesimpulan.

BAB IV

25
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PT. Sang Wahana

PT. Sang Wahana adalah salah satu unit usaha yang bergerak

dalam bidang perdagangan. Salah satu usahanya adalah mitra

dagang PT Pertamina dalam mendistribusikan gas elpiji 3 kg. Sebagai

mitra usaha PT Pertamina, usaha dagang PT. Sang Wahana

bertindak sebagai Sub Agen atau Pangkalan yang memperoleh izin

pendistribusian gas elpiji dari berwenang.

PT. Sang Wahana Gas didirikan pada tanggal 23 Maret 2018 di

Kota Palopo, dengan pemilik atas nama bapak Mahfud. Dimana PT.

Sang Wahana Gas bergerak dalam usaha tabung gas.

4.2 Struktur Organisasi/Perusahaan

Adapun struktur organisasi pada PT. Sang Wahana yang terkait

dalam pendistribusian gas elpiji 3Kg di Kelurahan Dangerakko :

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Sang Wahana

DIREKTUR

KOMISARIS UTAMA KOMISARIS

Sumber: PT. Sang Wahana

4.3 Hasil Penelitian

26
4.3.1 Penyaluran Gas Elpiji 3 Kg di Kelurahan Dangerakko yang
dilakukan PT. Sang Wahana
Jumlah Gas Elpiji Yang Di Pasok Ke Masyarakat Tahun
2019 Sampai 2021 :
Tabel 4.1 PANGKALAN PT SANG WAHANA GAS
DI KELURAHAN DANGERAKKO KECAMATAN WARA
KOTA PALOPO (DALAM TAHUN)

NAMA
PANGKALAN TAHUN
2019 2020 2021
AL NADIR 5040 6000 7200
CUDDAI 2400 2400 2400
TOKO 59 6000 5040 7200
TRI PUTRA
JAYA 2400 2400 3600
BINTANG
GUNUNG 4800 3600 4800
MARDIA 4800 3600 4800
Sumber: PT. Sang Wahana
Tabel di atas menggambarkan supply tabung gas pada
pangkalan yang ada di kecamatan dangerakko Kota Palopo
selama tahun 2019 sampai dengan tahun 2021. Dimana dalam
sebulan terdapat 4 kali pengantaran di masing-masing
pangkalan tersebut.
Pada pangkalan Al- Nadir pada tahun 2019 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan adalah
sebanyak 105 tabung gas, jadi selama tahun 2019 jumlah
tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak
5.040 tabung gas ke pangkalan Al- Nadir. Pada tahun 2020 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh pangkalan
Al- Nadir sebanyak 125 tabung gas, jadi selama tahun 2020
jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu
sebanyak 6000 tabung gas ke pangkalan Al- Nadir. Pada tahun
2021 tiap minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh
pangkalan Al- Nadir sebanyak 150 tabung gas, jadi selama

27
tahun 2021 jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana
Gas itu sebanyak 7200 tabung gas ke pangkalan Al- Nadir. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pemenuhan kebutuhan gas elpiji 3 kg di pangkalan Al Nadir
tergolong efektif karena tiap minggu selama 2019 sampai 2021
terdapat penambahan supply tabung gas dari PT Sang Wahana
Gas.
Pada pangkalan cuddai pada tahun 2019 tiap minggunya
supply tabung gas yang didapatkan adalah sebanyak 50 tabung
gas, jadi selama tahun 2019 jumlah tabung gas yang di supply
PT Sang Wahana Gas itu sebanyak 2400 tabung gas ke
pangkalan Cuddai. Pada tahun 2020 tiap minggunya supply
tabung gas yang didapatkan oleh pangkalan Cuddai sebanyak
50 tabung gas, jadi selama tahun 2020 jumlah tabung gas yang
di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak 2400 tabung gas
ke pangkalan Cuddai. Pada tahun 2021 tiap minggunya supply
tabung gas yang didapatkan oleh pangkalan Cuddai sebanyak
50 tabung gas, jadi selama tahun 2021 jumlah tabung gas yang
di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak 2400 tabung gas
ke pangkalan Cuddai. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa efektivitas pemenuhan kebutuhan gas elpiji
3 kg di pangkalan Cuddai tergolong efektif karena tiap minggu
selama 2019 sampai 2021 supply tabung gas tetap dari PT
Sang Wahana Gas.
Pada pangkalan Toko 59 pada tahun 2019 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan adalah
sebanyak 125 tabung gas, jadi selama tahun 2019 jumlah
tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak
6000 tabung gas ke pangkalan took 59. Pada tahun 2020 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh pangkalan
Toko 59 sebanyak 105 tabung gas, jadi selama tahun 2020

28
jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu
sebanyak 5040 tabung gas ke pangkalan took 59. Pada tahun
2021 tiap minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh
pangkalan took 59 sebanyak 150 tabung gas, jadi selama tahun
2021 jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas
itu sebanyak 7200 tabung gas ke pangkalan Toko 59. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pemenuhan kebutuhan gas elpiji 3 kg di pangkalan took 59
tergolong efektif walaupun dari tahun 2019 ke tahun 2020
terdapat pengurangan kuota tabung gas ke pangkalan took 59,
namun pada tahun 2021 terdapat penambahan tabung gas dari
PT Sang Wahana Gas.
Pada pangkalan Tri Putra Jaya pada tahun 2019 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan adalah
sebanyak 50 tabung gas, jadi selama tahun 2019 jumlah
tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak
2400 tabung gas ke pangkalan Tri Putra Jaya. Pada tahun
2020 tiap minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh
pangkalan Tri Putra Jaya sebanyak 50 tabung gas, jadi selama
tahun 2020 jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana
Gas itu sebanyak 2400 tabung gas ke pangkalan Tri Putra
Jaya. Pada tahun 2021 tiap minggunya supply tabung gas yang
didapatkan oleh pangkalan Tri Putra Jaya sebanyak 75 tabung
gas, jadi selama tahun 2021 jumlah tabung gas yang di supply
PT Sang Wahana Gas itu sebanyak 3600 tabung gas ke
pangkalan Tri Putra Jaya. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa efektivitas pemenuhan kebutuhan gas elpiji
3 kg di pangkalan Tri Putra Jaya tergolong efektif walaupun dari
tahun 2019 ke tahun 2020 kuota tabung gas ke pangkalan Tri
Putra Jaya berjumlah tetap, namun pada tahun 2021 terdapat
penambahan tabung gas dari PT Sang Wahana Gas.

29
Pada pangkalan Bintang Gunung pada tahun 2019 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan adalah
sebanyak 100 tabung gas, jadi selama tahun 2019 jumlah
tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak
4800 tabung gas ke pangkalan Bintang Gunung. Pada tahun
2020 tiap minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh
pangkalan Bintang Gunung sebanyak 75 tabung gas, jadi
selama tahun 2020 jumlah tabung gas yang di supply PT Sang
Wahana Gas itu sebanyak 3600 tabung gas ke pangkalan
Bintang Gunung. Pada tahun 2021 tiap minggunya supply
tabung gas yang didapatkan oleh pangkalan Bintang Gunung
sebanyak 100 tabung gas, jadi selama tahun 2021 jumlah
tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak
4800 tabung gas ke pangkalan Bintang Gunung. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pemenuhan kebutuhan gas elpiji 3 kg di pangkalan Bintang
Gunung tergolong efektif walaupun dari tahun 2019 ke tahun
2020 kuota tabung gas ke pangkalan Bintang Gunung
berkurang, namun pada tahun 2021 terdapat penambahan
tabung gas dari PT Sang Wahana Gas.
Pada pangkalan Mardia pada tahun 2019 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan adalah
sebanyak 100 tabung gas, jadi selama tahun 2019 jumlah
tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu sebanyak
4800 tabung gas ke pangkalan Mardia. Pada tahun 2020 tiap
minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh pangkalan
Mardia sebanyak 75 tabung gas, jadi selama tahun 2020
jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas itu
sebanyak 3600 tabung gas ke pangkalan Mardia. Pada tahun
2021 tiap minggunya supply tabung gas yang didapatkan oleh
pangkalan Mardia sebanyak 100 tabung gas, jadi selama tahun

30
2021 jumlah tabung gas yang di supply PT Sang Wahana Gas
itu sebanyak 4800 tabung gas ke pangkalan Mardia. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pemenuhan kebutuhan gas elpiji 3 kg di pangkalan Mardia
tergolong efektif walaupun dari tahun 92019 ke tahun 2020
kuota tabung gas ke pangkalan Bintang Gunung berkurang,
namun pada tahun 2021 terdapat penambahan tabung gas dari
PT Sang Wahana Gas.
4.3.2 Pelaksanaan pemenuhan Gas Elpiji 3 Kg di Kelurahan
Daengrakko
Pangkalan selaku pelaku usaha menjual gas diatas harga
eceran tertinggi sudah melakukan perbuatan yang tidak
memiliki iktikad baik, hal tersebut jelas mencederai hak
konsumen, perjanjian keagenan antara pangkalan dengan
agen, bahkan melakukan pelanggaran peraturan pemerintah
terkait penetapan harga eceran tertinggi tersebut. Pelaku usaha
tidak melakukan iktikad baik dalam usahanya jelas melanggar
apa yang menjadi isi perjanjian antara agen dengan
pangakalan. Gas lpg 3 kg sendiri merupakan gas subsidi yang
ditujukan kepada masyarakat miskin.
Melayani konsumen dengan jujur merupakan kewajiban
pelaku usaha, namun justru pelaku usaha melayani dengan
ketidak jujuran harga yang mana hal tersebut dilakukan dengan
bebas, karena pangkalan sebagai pelaku usaha memiliki posisi
dominant sehingga ia bisa melakukan perbuatan tersebut dan
membuat masyarakat tidak memiliki pilihan lainnya.
Adapun hasil wawancara dengan pemerintah dan
masyarakat pengguna tabung Gas 3 kg di kelurahan
Dangerakko mengenai pelaksanaan dalam pemenuhan
Kebutuhan Masyarakat Terhadap LPG 3 kg Di Kecamatan
Wara Kelurahan Dangerakko dan mengenai Apa kendala yang

31
di hadapi dalam pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Terhadap
LPG 3 kg di Kecamatan Wara Kelurahan Dangerakko?
“Menurut Lurah Dangerakko (Pemerintah) pelaksanaan
pemenuhan tabung gas 3 kg di kelurahan dangerakko sudah
sangat efektif karna adanya pasokan tabung gas yang sangat
baik dari PT Sang Wahana Gas membuat masyarakat sangat
tertolong karna tidak pernah mengalami kesusahan dalam
pemenuhan tabung gas adapun penyalurannya sudah sesuai
dengan peraturan pemerintah. Mengenai kendala yang di
hadapi masyarakat atau pangkalan yaitu adanya penurunan
jumlah kuota tabung gas tiap minggunya”.
Sedangkan “menurut para pengguna tabung gas 3 kg
(masyarakat) sangat berterima kasih kepada PT. Sang Wahana
Gas karna selalu memenuhi kebutuhan tabung gas ke
kelurahan Dangerakko dengan menyuplay para pangkalan
yang ada di kelurahan tersebut. Harga pun sudah sesuai
dengan kemampuan masyarakat (subsidi)”.
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
pemenuhan tabung gas 3 Kg di kelurahan sudah sangat efektif
walaupun terkadang terdapat pengurangan yang di hadapi oleh
pangkalan-pangkalan yang berada di kelurahan Dangerakko.
Dimana pemenuhan tersebut sudah mendukung peraturan
pemerintah yang di lakukan oleh PT Sang Wahana Gas.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

32
5.1 Kesimpulan
Hasil Penelitian Mengenai Analisis Hukum Efektivitas Hakkonsumen
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Gas Elpiji 3 Kg Di Kelurahan Dangerakko
Kota Palopo adalah :
1. Pelaksaan pemenuhan gas elpiji 3 Kg dengan melihat jumlah gas
elpiji 3 Kg yang di pasok PT. Sang Wahana Gas ke masyarakat
tahun 2019 sampai dengan 2021 melalui pangkalan-pangkalan
yang berada di Kelurahan Dangerakko sudah sangat efektif dalam
hak pemenuhan kebutuhan masyarakat mengenai gas elpiji 3 kg
karena setiap minggu terdapat penambahan, pengurangan atau
kuota tetap tiap pangkalan.
2. Kendala yang di hadapi oleh pangkalan adalah adanya
pengurangan dan kuota tetap yang mengakibatkan stok tabung gas
elpiji 3 kg terbatas tiap minggunya.

5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, penulis
menghimbaukan agar hak konsumen dalam pemenuhan kebutuhan gas
elpiji 3 kg di Kelurahan Dangerakko yaitu :
1. Agen, barang yang dijadwalkan Pertamina semunya harus
tersalurkan.
2. Pangkalan, penjualan harus sesuai dengan HET dan harus
mengawasi penyaluran pengecer dan lebih mengutamakan rumah
tangga.
3. Pengecer dalam menyalurkan gas elpiji 3 kg harus sesuai dengan
peraturan yang di tetapkan Pertamina
4. Konsumen, orang yang berhak menggunakan gas elpiji 3kg hanya
orang miskin dan usaha mikro.

33
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit
Media,Jakarta, 2002

34
Abdul Halim Barakatullah 2016, Framework Sistem Perlindungan Hukum
bagi Konsumen di Indonesia, Nusa Media, Bandung

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq 2010, Fiqh
Muamalat, Prenadamedia Group, Jakarta

Abdul Halim Barakatullah 2010., Hak-Hak Konsumen, Nusa Media,


Bandung

Badrulzaman, Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan,


Bandung: Aditya Bakti

Budi Santoso 2015, Keagenan (Agency):Prinsip-Prinsip Dasar, Teori, dan


Problematika Hukum Keagenan, Cet 1, Ghalia
Indonesia,Bogor,.

Celina Tri Kristiayanti 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, ctk III, Sinar
Grafika, Jakarta

Evi Ariyani 2013, Hukum Perjanjian, Yogyakarta, Ombak

Hasan Aedi 2011, Teori dan Aplikasi Etika Bisnis Islam, Alfabeta,
Bandung

Hajar, “Tanggung Gugat Prinsipal Dalam Perjanjian Keagenan LPG”,


Yuridika, Volume 28 No.3 (September-Desember, 2013)

Herlien Budiono 2010, Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang


Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung

I Ketut Okta Setiawan 2016, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta


Timur

Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan


Tanggung Jawab Mutlak, Universitas Indonesia, Jakarta,
2004hlm. 46.

Janus Sidobalok 2014, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, ctk


III, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung

Kurniawan 2011, Hukum Perlindungan Konsumen: Problematika


Kedudukan Dan Kekuatan Putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), Universitas Brawijaya Press, Malang

JURNAL

35
Dinda Durrah Adlina , “Pemenuhan Hak Konsumen Atas Harga Wajar
Dalam Penyaluran Lpg 3 Kg Di Kelurahan Tlogo
KecamatanPrambanan”,Skripsi Program Studi S1 Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Tahun 2018.

INTERNET

https://www.merdeka.com/uang/sejak-2007-program-konversi-bbm-ke-
LPG-hemat-subsidi-rp-197-triliun.html, diakses pada tanggal 5
Mei 2017, pukul 19.00
http://www.pertamina.com/gasdom/produk_dan_services_elpiji_3kg.aspx,
di akses tgl 22/11/17, pukul 09.00

Lampiran
1.1 Akta Notaris

36
37
38
39
40
41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai