BAB 4 (Konsep Pengembangan)
BAB 4 (Konsep Pengembangan)
Tata ruang desa : rehabilitasi, rekonstruksi dan pengembangan desa. Selain itu, juga
mampu menampung pertumbuhan ruang di masa datang secara fleksibel dan mampu
menampung kebutuhan perbaikan struktur tata ruang desa melalui konsolidasi lahan (jika
diperlukan).
Perekonomian Desa : meningkatkan penghidupan masyarakat dan pembangunan sarana
ekonomi berbasis potensi lokal, pengembangan usaha mikro, kelembagaan ekonomi
dikaitkan dengan sumber daya manusia.
Sosial Budaya Desa : pembangunan pendidikan, sosial dan penguatan adat istiadat
setempat dalam rangka pengembangan partisipasi masyarakat yang melibatkan segenap
lapisan masyarakat, termasuk di dalamnya kelompok anak-anak pemuda dan wanita.
Mitigasi bencana : penataan ruang desa dengan fungsi khusus yaitu mitigasi bencana,
berupa pembangunan daerah daerah yang rawan bencana dan tempat tempat yang
digunakan untuk penampungan evakuasi warga ketika terjadi bencana.
Lingkungan hidup : penataan lingkungan yang menjaga keseimbangan holistik antara
kawasan budidaya dengan kawasan lindung dalam upaya menjaga kelestarian
penghidupan sebagian besar masyarakat. Penataan dilakukan juga terhadap pengelolaan
di sektor pertanian, termasuk perkebunan, perikanan, kehutanan untuk meminimalisir
ketidakseimbangan ekosistem.
Strategi pusat pertumbuhan. Strategi ini adalah sebuah cara alternatif yang diharapkan
dapat memecahkan masalah ketimpangan antara kota dan desa. Cara yang ditempuh adalah
membangun atau mengembangkan sebuah pasar di dekat desa. Pasar ini difungsikan sebagai
pusat pertumbuhan hasil produksi desa, sekaligus sebagai pusat informasi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kehendak konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan seperti
ini perlu diupayakan agar secara sosial tetap dekat dengan desa, tetapi secara ekonomi
mempunyai fungsi dan sifat seperti kota. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ini di samping
secara langsung dapat menjawab berbagai persoalan pemasaran atau distribusi hasil produksi
pertanian, juga dapat dikelola sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masyarakat desa
(Usman, 2004).
A. Pendapatan Desa Per Kapita Pendapatan desa perkapita digunakan sebagai salah
satu pendekatan untuk melihat proporsi pendapatan suatu desa terhadap jumlah penduduk
desa. Pendapatan desa menggunakan prinsip pendapatan domestik bruto, dihitung dengan
jumlah produksi total. Jumlah produksi total tersebut dikonversi dalam nilai total rupiah dan
dibagi dengan jumlah pendapatan. Dalam penelitian ini, mengingat variabel pertumbuhan
penduduk yang sedikit, maka digunakan pendekatan neraca sumberdaya ekonomi lahan.
Neraca sumberdaya lahan merupakan model penghitungan nilai ekonomi yang dapat
dihasilkan oleh masing-masing lahan. Pendapatan perkapita yang mengkonversi jumlah
pendapatan total terhadap jumlah penduduk disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian
dan variabel infrastruktur, sehingga digunakan model penghitungan neraca ekonomi
sumberdaya lahan. Model neraca ekonomi sumberdaya lahan mampu menunjukkan nilai
ekonomi masing-masing blok lahan, sehingga dapat dilihat keterkaitannya terhadap
pembangunan infrastruktur. Menurut Suhardjo (2008), sumberdaya lahan merupakan modal
utama pembangunan daerah.
Davis (2003) menyebutkan ada enam faktor yang menentukan partisipasi dan
pendapatan rumah tangga non pertanian, yaitu : 1. Pendidikan dan ketrampilan, 2. Modal
sosial, 3. Etnitas dan kasta, 4. Dinamika gender, 5. Modal finansial, serta 6. Infrastruktur fisik
dan informasi. Sedangkan menurut Suhardjo, penelitian oleh Poaposangkron yang dilakukan di
Thailand, menunjukkan bahwa pertumbuhan pekerjaan di sektor non pertanian juga
dipengaruhi oleh pertumbuhan di sektor pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian yang positif
menunjukkan korelasi dengan berkembangnya sektor non pertanian yang produktif.
Sebaliknya, apabila pertumbuhan sektor pertanian negatif, maka petani miskin memasuki
sektor non pertanian dengan produktivitas yang rendah. Dalam pendekatan yang sederhana,
diversifikasi ekonomi perdesaan ini dapat dilihat dari sisi perubahan mata pencaharian
masyarakat. Perubahan mata pencaharian masyarakat memberikan gambaran respon
masyrakat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi perekonomian setempat.
Berkembangnya sektor industri rumah tangga misalnya mengubah proporsi mata pencaharian
masyarakat dari petani menjadi buruh atau pedagang. Dari pandangan stuktur ekonomi,
terjadi perubahan struktur dimana sektor pertanian mulai ditinggalkan.
Lin (1994) menjelaskan bahwa tingkat perkembangan yang tinggi dapat dicapai melalui
pengeluaran pemerintah pada tingkat yang tinggi pula. Sehingga perkembangan ekonomi
menjadi 23 berlipat dibandingkan pengaruh yang diberikan dari pembangunan infrastruktur
oleh masyarakat (swadaya) atau sektor privat (swasta). Namun Barro (1990) juga menegaskan
bahwa pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pengaruhnya tergantung jenis
investasinya. Pembangunan yang berdampak terhadap peningkatan nilai-nilai produksi dan
investasi yang menumbuhkan multiplier effect mempunyai pengaruh yang positif. Namun disisi
lain, terdapat bentuk investasi yang justru menghambat dari proses perkembangan ekonomi
yang telah ada. Infrastruktur selain dianggap sebagai katalis, juga berperan sebagai
penghambat.
Sedangkan konsep mikro kawasan merupakan suatu konsep jangka pendek dimana
lebih difokuskan pada penyediaan dan peningkatan capaian sarana prasarana infrastruktur
permukiman di Distrik Momi Waren dimana konsep mikro ini merupakan tujuan utama pada
penyusunan kajian ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan
batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan
pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen
biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan.
Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-
sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.
Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al.,
2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori,
yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region);
dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan
klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan
perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi: 1). fase pertama yaitu wilayah
formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu
wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi,
ekonomi, sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan
koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah
tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-
satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase
ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-
keputusan ekonomi.
Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang
antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab
“wālā-yuwālī-wilāyah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling
berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Contohnya: antara supply dan demand,
hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah
pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan
fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu
dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan
pengembangan/ pembangunan/ development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan
lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4)
kemandirian; dan (5) keberlanjutan.
Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan
sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah
sekitarnya, bahkan secara nasional.
Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-
daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.
Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi
perencanaan pengembangan kawasan.
Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal
sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan
kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat
permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan
pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan
timbulnya pusat-pusat pelayanan: (1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaan
sumberdaya, (3) kekuatan aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah.
Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949
oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran
gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989)
dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa
pemerintah di negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat
kota.
Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar
bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan
menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke
pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu
pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa
sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu,
yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect)
pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan
urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor
industri).
Konsep dan arahan terhadap sektor-sektor yang menjadi prime mover dalam
pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh Distrik Momi Waren Kabupaten
Manokwari Selatan adalah sebagai berikut:
Jejaring Kemitraan
Esensi beroperasinya klaster adalah kemitraan antar pelaku bisnis, baik yang di dalam
maupun di luar klaster. Kemitraan antar pelaku bisnis dalam klaster membutuhkan
instrumen yang jelas, proporsional dan realistis dan hal tersebut harus dapat dibuktikan.
Kemitraan di masa lalu berkembang dengan semangat, namun tidak didasari konsepsi
yang jelas dan dapat ditangkap oleh pihak-pihak yang bermitra. Prinsip kemitraan yaitu:
saling melengkapi, saling memperkuat, saling membutuhkan, dan saling menguntungkan,
sesungguhnya merupakan dasar yang kokoh, namun tidak semestinya hanya berhenti
sebagai slogan. Pada tiap jenis kemitraan. Harus dibuktikan dan ditawarkan skim-skim
yang menjanjikan semua pihak yang bermitra akan memperoleh manfaat dan
keuntungan. Apapun pola atau skim yang ditawarkan, adalah perlu untuk
mempertimbangkan kelangsungan kemitraan dimaksud untuk jangka waktu yang tidak
terlalu pendek, sehingga konsepsi kemitraan tersebut dimatangkan oleh berjalannya
waktu dan akumulasi pengalaman di antara pelaku usaha yang bermitra.
Inovasi Teknologi
Untuk mencapai daya saing internasional sektor industri, perlu dilakukan upaya
transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui peningkatan
produktivitas. Oleh karena itu, arah pengembangan industri adalah meningkatkan
kandungan iptek,baik dalam proses maupun produk. Implementasi secara makro adalah
mentransformasikan dari ekonomi berbasis pertanian ke basis industri, lalu meningkat lagi
ke ekonomi berbasis teknologi. Konsep klaster merupakan instrumen yang tepat dalam
transformasi ini. Pada klaster yang terfokus pada kegiatan manufacturing, maka peran
teknologi sangat dominan karena berpengaruh langsung terhadap tingkat efisiensi,
efektivitas dan produktivitas. Kemampuan robotik, standarisasi, miniaturisasi serta
penggandaan (reproduceability) secara sistematik akan menseleksi kemampuan industri
dalam sentra untuk hidup. Sementara itu, teknologi yang inovatif ternyata semakin
murah, dengan kecanggihan yang terus meningkat, menyebabkan pelaku usaha baru
diuntungkan karena tidak dibebani biaya eksperimen dan riset. Tidak jarang pelaku baru
ini menggeser peran dominasi pelaku lama (incumbent) disebabkan karena pelaku baru
banyak memanfaatkan inovasi teknologi. Kesenjangan teknologi (technology gap)
diantara pelaku sentra, dan tidak adanya pertautan (incompatibility) merupakan
hambatan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sentra industri.
Kesulitan lain dalam hal ini adalah resistensi untuk mengadopsi teknologi, melakukan
langkah-langkah eksperimen atau excercise untuk hal-hal yang bersifat inovatif.
Infrastruktur Fisik
Kelancaran beroperasinya sentra industri ditentukan oleh tersedianya infrastruktur fisik
(utamanya fasilitas jalan aspal, listrik dan saluran telepon) secara memadai. Oleh
karenanya untuk mendukung pengembangan sentra industri ini maka diharapkan
infrastruktur pendukung bisa ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Persaingan
Prinsip dasar dari persaingan adalah kemampuan menjawab sederet pertanyaan berikut:
Siapa pesaing utama yang dihadapi, pada aspek apa kita bersaing, dan dengan cara apa
kita menghadapi persaingan. Pelaku UKM dalam klaster tidak selalu siap dan mempunyai
jawaban yang baik atas pertanyaan-pertanyaan elementer di atas. Konsep persaingan
diartikan sebagai .menghadapi lawan. secara frontal, tanpa ada slot untuk berfikir serius
tentang .berdampingan dengan lawan. Kesulitan menjawab pertanyaan di atas tidak
selamanya merupakan kelemahan UKM kita. Yang terjadi adalah, karena kehidupan UKM
bebas dari hambatan untuk masuk atau keluar (barrier to entry/to exit), sedemikian tinggi
kelenturan dan turnover-nya, sehingga UKM tidak dapat secara spesifik mengidentifikasi
siapa .lawan utamanya. Dan dalam hal apa ia harus bersaing. Dengan demikian ihwal
tentang persaingan di kalangan UKM dalam klaster, bukan semata-mata tentang ada
tidaknya persaingan. Bukan pula kecemasan tentang seketat apa persaingan itu
beroperasi, namun justru ketidakberdayaan mengidentifikasi sendi-sendi pokok dalam
penguasaan persaingan sebagaimana diuraikan di atas. Sendi-sendi persaingan tersebut
secara langsung akan menentukan probabilitas suatu UKM untuk memenangkannya, dan
dengan demikian menjamin survivebility-nya .
Komunikasi
Secara hirarkhis, komunikasi memiliki penjenjangan dari komunikasi interpersonal,
organisasional dan institusional. Problem yang dihadapi dalam klaster UKM adalah
komunikasi institusional yang ditandai oleh: ketidakmampuan klaster UKM untuk
mengkomunikasikan produk atau membangun etalase bagi produk-produknya; belum
efektifnya peran dan keberadaan kehumasan/public relation yang bukan hanya
membangun citra positif publik. Jauh lebih penting adalah meyakinkan kepada semua
pemangku kepentingan (stakeholders) tentang arti penting kehadiran klaster, keunggulan
kompetitif yang bisa diharapkan dengan adanya klaster dan membuktikan apa yang bisa
dilakukan klaster untuk mempercepat bergulirnya ekonomi lokal. Bila eksistensi suatu
klaster diakui dan dengan demikian ada perhatian berbagai pihak, utamanya pemerintah
daerah, maka hal ini menjadi aset yang tidak ternilai. Sebaliknya, bila keberadaan klaster
tidak pernah terkomunikasikan, gagal membangun citra positif masyarakat tentang
keberadaannya, maka dikhawatirkan klaster UKM tidak mampu beroperasi.
Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam konteks ini dapat diartikan ke dalam beberapa pengertian.
Pertama, kemampuan sentra industri memainkan perannya sebagai penentu
pertumbuhan ekonomi lokal yang ditandai, antara lain, dengan besarnya market share,
besarnya pengaruh yang dibangun suatu klaster. Pengertian lain adalah kemampuan
produk yang dihasilkan sentra industri untuk menjadi pemimpin pasar (market leaders) di
dalam industri sejenis, baik karena kuantum produksinya, kualitas, harga maupun mutu
layanan. Makna kepemimpinan di sini dapat sebagai kepeloporan (pioneering) bagi UKM
di dalam dan di luar. Pengertian kepemimpinan lainnya adalah UKM dalam klaster
berperan menonjol dibanding dengan klaster UKM, atau kelompok UKM yang terhimpun
dalam wadah lain. Wujud .kepemimpinan. ini adalah dijadikannya klaster UKM dan
produk produknya, sebagai patok duga (benchmark), ukuran keberhasilan oleh pelaku lain
dalam industri yang sama.
4.7.1.2 Pengembangan Perdagangan dan Jasa
Secara umum, rencana pengembangan perdagangan dan jasa di Distrik Momi Waren
dititikberatkan pada sebagian besar wilayah perkotaan dan secara bertahap dikembangkan ke
arah Kampung Demini, Kampung Waren dan Kampung Yekwandi. Sedangkan, untuk pusat
perbelanjaan, diarahkan untuk dikembangkan di Kampung Dembek untuk memudahkan
keterpaduan antara kawasan perdagangan dan jasa dengan akses infrastrukturnya.
Dalam pengembangannya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah antara
lain:
Keberlanjutan pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor
pilihan mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibanding sektor lainnya.
Keterangan:
Penghasil Bahan
Baku/Hinterland
Pusat Agropolitan dan
penyalur 1/ SPPKP, PASAR/
GLOBAL
Agropolitan centre / SPKP
Dari uraian dan penjelasan pada sub bab sebelumnya, nyatalah bahwa konsep pusat-
pusat pertumbuhan merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang mempunyai
kaitan sangat erat dengan aspek penataan ruang dan mempunyai peranan yang cukup penting
untuk mempercepat perkembangan daerah. Baik daerah-daerah yang relatif terlambat
perkembangannya, atau daerah-daerah yang mengalami krisis karena habisnya sumber daya
atau menurunnya nilai sumber daya.
Usaha pengembangan melalui strategi pusat-pusat pertumbuhan itu sendiri bukan
berarti hanya mengembangkan satu pusat pertumbuhan tunggal, tetapi akan mengembangkan
beberapa pusat pertumbuhan sesuai dengan tingkatannya (hirarki) yang mempunyai fungsi
dan peranan tersendiri. Sistem pusat pertumbuhan yang terbentuk ini akan mempengaruhi
penyediaan fasilitas perkotaan yang merupakan konsekuensi dari fungsi dan peran yang akan
disandang oleh tiap pusat pertumbuhan. Dalam pelaksanaannya, penerapan fungsi dan peran
dari setiap pusat juga harus disesuaikan dengan karakteristik daerah yang bersangkutan dan
daerah yang dipengaruhinya atau daerah di belakangnya.
8. Menggali kemungkinan untuk mengembangkan industri ringan dan industri padat karya
pada pusat pertumbuhan.
Konsep mikro kawasan ini lebih cenderung pada pengembangan kegiatan sekunder
yaitu dengan memfasilitasi dan memperluas cakupan pelayanan infrastruktur permukiman
pada kawasan strategis dan cepat tumbuh prioritas agar kegiatan internal penduduk dapat
lebih baik.
Selain itu pada konsep ini dilakukan sinkronisasi program dimana program-program
yang dihasilkan dari hasil analisa, dipersandingkan dan disinkronkan dengan program-program
yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Manokwari Selatan. Selain itu program-program
tersebut juga disinkronkan dengan kebutuhan masyarakat pada masing-masing kampung di
Kawasan perencanaan.
bab 4 kONSEP pENGEMBANGAN ......................................................................................... 4-1
4.1 Konsep Dasar Pengembangan Desa ........................................................................... 4-1
4.2 Strategi Pembangunan Pedesaan .............................................................................. 4-2
4.3 Konsep Pengembangan Infrastruktur ........................................................................ 4-4
4.4 Perkembangan Ekonomi Kawasan Perdesaan ........................................................... 4-6
4.4.1 Pendapatan Perkapita dan Neraca Sumberdaya Ekonomi Lahan ...................... 4-7
4.4.2 Diversifikasi Ekonomi Kawasan Perdesaan ........................................................ 4-8
4.5 Pembangunan Infrastruktur dan Perkembangan Ekonomi ....................................... 4-9
4.5.1 Kebutuhan Akses Di Perdesaan.......................................................................... 4-9
4.5.2 Pembangunan Infrastruktur Oleh Pemerintah Terhadap Perkembangan Ekonomi
4-10
4.6 Kerangka Konsep dan Target Pentahapan ............................................................... 4-11
4.7 Skenario Pengembangan Distrik Momiwaren.......................................................... 4-11
4.7.1 Konsep Makro Kawasan ................................................................................... 4-12
4.7.1.1 Pengembangan Industri ....................................................................................... 4-16
4.7.1.2 Pengembangan Perdagangan dan Jasa ................................................................ 4-22
4.7.1.3 Pengembangan Perumahan ................................................................................. 4-22
4.7.1.4 Pengembangan Agropolitan................................................................................. 4-23
4.7.1.5 Pengembangan Pariwisata ................................................................................... 4-24
4.7.2 Konsep Mikro Kawasan .................................................................................... 4-25