Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Batasan Penyakit Pandemi (Emerging and Re-Emerging Disesase)


Pandemi merupakan wabah penyakit yang menjangkit secara serempak
dimana-mana, meliputi daerah geografis yang luas. Pandemi merupakan epidemi
yang menyebar hampir ke seluruh negara atau pun benua dan biasanya mengenai
banyak orang. Peningkatan angka penyakit diatas normal yang biasanya terjadi,
penyakit ini pun terjadi secara tiba-tiba pada populasi suatu area geografis
tertentu. Pandemi juga merupakan penyakit yang harus sangat diwaspadai oleh
semua orang, karena penyakit ini menyebar tanpa disadari. Untuk mengantisipasi
dampak pandemi yang ada disekitar kita maka yang kita lakukan adalah dengan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang ada disekitar kita. Pandemi ini
terjadi tidak secara tiba-tiba akan tetapi terjadi pada suatu wilayah tertentu yang
kemudian menyebar ke beberapa wilayah lainnya dengan cepat.
Zoonosis menyebabkan jutaan kematian setiap tahun; kerugian ekonomi
dari satu wabah dapat mencapai miliaran dolar. Berulangnya wabah penyakit
menular zoonosis yang muncul dan muncul kembali, seperti penyakit virus Ebola
(EVD), sindrom pernafasan akut yang parah (SARS), flu burung (misalnya H5N1,
H7N9), dan penyakit virus Nipah menggarisbawahi kebutuhan untuk
mempertimbangkan interkoneksi antara kesehatan manusia, hewan, dan
lingkungan dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Karena
perdagangan dan perjalanan memfasilitasi akses yang lebih besar dan koneksi di
seluruh dunia, zoonosis ini menimbulkan ancaman kesehatan global yang
signifikan dan berkembang (Kelly et al. 2020).
Saat ini di seluruh dunia sedang terjadi sebuah pandemi yang mempunyai
dampak cukup besar di semua sektor kehidupan manusia. World Health
Organization (WHO) telah menetapkan Coronavirus Disease 2019 atau COVID-
19 sebagai sebuah ancaman pandemi. Pengertian pandemi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan wabah yang berjangkit serempak di mana-
mana atau meliputi geografi yang luas. Kasus ini muncul bermula terjadi di
Wuhan, Tiongkok dan mulai menyebar ke hampir seluruh dunia. Penyebaran
COVID-19 ini sangat cepat dan tidak ada yang mempu memprediksi kapan
berakhirnya pandemi COVID-19 ini (Ristyawati 2020). Tidak hanya sebatas itu,
berikut beberapa penyakit pandemi global yang melanda :
1. Virus West Nile (1950)
Virus West Nile adalah virus ssRNA milik keluarga Flaviviridae,
genusFlavivirusdan merupakan agen penyebab demam West Nile (WNF). Virus
adalah patogen yang ditularkan nyamuk yang mempengaruhi berbagai spesies
burung, serta kuda dan manusia. Lebih dari 300 spesies burung telah ditemukan
terinfeksi. Sementara spesies burung yang bermigrasi dan domestik berfungsi
sebagai reservoir virus alami, manusia dan kuda dianggap sebagai hospes buntu.
Di alam, virus dipertahankan dalam siklus penularan nyamuk-burung-nyamuk.
Infeksi WNV pada vertebrata sebagian besar bersifat subklinis dan dapat
menyebabkan gejala mulai dari demam, sakit kepala (pada manusia), malaise dan
gejala seperti flu lainnya, hingga meningoensefalitis atau paralisis flaccid.
Penyakit neuroinvasif yang parah pada kuda dan manusia dapat menyebabkan
kematian dan mempengaruhi sebagian besar orang tua pada manusia, dan individu
dengan gangguan kekebalan. WNV diidentifikasi di semua benua kecuali
Antartika, di mana vektor utamanya tidak ada oleh karena itu, saat ini diakui
sebagai salah satu arbovirus paling luas (Schvartz et al. 2020).
2. HIV/Aids (1981-Now)
Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh atau pelindung tubuh. Sedangkan Acquired
Immune defeciency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Seseorang yang
menderita AIDS bukan diperoleh dari keturunan namun terjangkit atau terinfeksi
virus penyebab AIDS
Data yang ditunjukkan UNICEF (United Nations International Children’s
Emergency Fund), tahun 2005 sebanyak 71.000 remaja usia 10-19 tahun
meninggal akibat virus HIV jumlah ini meningkat menjadi 110.000 remaja pada
tahun 2012. Selama periode 2005-2012 telah mengalami kenaikan sebesar 50
persen (UNICEF, 2017). Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI hingga
tahun 2015 remaja yang terinfeksi HIV berjumlah 28.060 orang (15,2 persen).
Sebanyak 2089 orang (3 persen) di antaranya sudah dengan AIDS. Remaja selalu
berisiko tinggi karena remaja memiliki hubungan yang singkat dan pasangan yang
banyak, atau pacar atau tunangan dengan perilaku berisiko. Penularan HIV terjadi
dinilai salah satunya karena kurangnya pengetahuan terkait HIV AIDS di
kalangan para remaja. Pengetahuan remaja tentang HIV AIDS merupakan bagian
dari indikator Millenium Development Goals (MDGs) dan harus dipantau secara
berkala oleh semua negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Janah Esti
Nur, Ahmad Zakiudin & Maulina Lestari 2019).
3. ZIKA (2015)
Penyakit Zika merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Zika. Virus Zika berasal dari jenis flavivirus yang mempunyai kesamaan dengan
virus Dengue. Virus Zika ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes sp. Manusia
yang terjangkit virus Zika akan merasakan gejala seperti demam, kulit berbintik,
sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan peradangan konjungtiva. Gejala penyakit
ini menyebabkan kesakitan yang berlangsung selama 2 sampai dengan 7 hari.
Virus Zika menjadi perhatian dunia setelah otoritas kesehatan Brasil menemukan
adanya hubungan antara penularan dari ibu hamil yang terinfeksi virus Zika
selama kehamilan dengan kelahiran bayi microcephaly. Microcephaly merupakan
kondisi dimana bayi mempunyai kepala kecil dan perkembangan otak yang tidak
lengkap. Selain itu, virus Zika terindikasi dapat menyebabkan sindrom
GuillainBarre yang merupakan peradangan akut hingga menimbulkan kerusakan
sel saraf tanpa penyebab yang jelas (Maysaroh, Budi Waluya & Juli 2019).
4. H5N1 (2004)
Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) telah mendapat perhatian dunia
karena menular dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian unggas dan
manusia. Virus HPAI menular melalui perantara udara. Virus influenza memiliki
kemampuan mutasi melalui genetik reassortment, sehingga mampu menginfeksi
spesies selain unggas, termasuk manusia. Virus Avian Influenza umumnya
bersifat spesies spesifik, namun terdapat lima strain yang dapat menginfeksi
manusia yaitu H5N1, H7N3, H7N7, H7N9 dan H9N2. Strain H5N1 bersifat
infeksius dan terbagi atas berbagai clade dan sub clade, namun hanya 4 clade yang
dapat menginfeksi manusia. Keempat clade tersebut adalah 0, 1, 2 dan 7, yang
terbagi lagi menjadi dua subclade yaitu 2.1, 2.2 dan 2.3. Subclade 2.1 ditemukan
pada kasus flu burung di Indonesia. Virus HPAI strain H5N1 atau flu burung,
pertama kali ditemukan pada tahun 1996 di Cina, dan kemudian menyebar ke tiga
benua yaitu Asia, Afrika dan Eropa. Kasus flu burung sejak tahun 2003 sebesar
860, dimana dua pertiganya berasal dari Mesir dan Indonesia. Angka Case Fatality
Rate (CFR) di Indonesia sebesar 84%, sedangkan di Mesir 33%. Negara-negara di
Asia Tenggara yang memiliki angka CFR tinggi adalah Laos sebesar 100% dan
Kamboja sebesar 88.9% (Saraswati & Novita 2021).

B. Penyakit Pandemi (Emerging and Re-Emerging Disease) di Lingkungan


Lahan Basah
Dapat didefiniskan bahwa lingkungan merupakan keseluruhan keadaan luar
tempat suatu organisme atau masyarakat berada. Lingkungan memberikan sebuah
tindakan untuk mempengaruhi kemajuan atau perkembangan organisme atau
masyarakat tersebut. Lingkungan dapat dikatakan tersusun atas beberapa
komponen atau faktor-faktor biofisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
hukum. Lingkungan terbagi dari beberapa macam, salah satunya adalah
lingkungan lahan basah. Lahan basah merupakan sebuah istilah kolektif mengenai
ekosistem yang pembentukannya dikuasai oleh air dan proses serta cirinya
dikendalikan oleh air (Zulkarnain dkk, 2021). Lingkungan juga merupakan
kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti
tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna. Istilah lahan basah atau
diterjemahkan sebagai wetland baru dikenal di Indonesia sekitar tahun 1990.
Sebelum adanya istilah tersebut, masyarakat Indonesia menyebut kawasan ini
sebagai kawasan berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe seperti rawa,
danau, sawah, tambak, dan sebagainya (Effendi dkk, 2018).
Suatu lahan basah adalah suatu tempat yang cukup basah dengan kurun
waktu yang cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang
beradaptasi khusus. Lingkungan lahan basah dapat dipahami sebagai seluruh
komponen atau faktor-faktor biofisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan hukum
di Kawasan yang tanahnya jenuh dengan air, baik yang bersifat permanen maupun
musiman (Zulkarnain dkk, 2021). Istilah lahan basah mengelompokkan berbagai
habitat perairan yang biasanya memiliki sejumlah ciri umum, seperti vegetasi
tertentu, tanah, dan rezim air, termasuk terjadinya genangan air yang terus
menerus, periodik atau jenuh (Gerbeaux et al, 2018).
Secara umum, emerging disease dapat didefinisikan sebagai wabah penyakit
menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang
insidennya meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir (Novita, 2019).
Sedangkan re-emerging disease secara umum dapat didefinisikan sebagai
munculnya kembali penyakit menular lama (Dewi, 2017). Secara umum,
penyakit-penyakit yang dapat terjadi di lahan basah adalah malaria, demam
kuning (yellow fever), demam berdarah, filariasis, dan encephalitia
(Panghiyangani dkk, 2019).
Adapun penyakit lahan basah yang pernah menjadi pandemi dan dapat re-
emerging kembali, yaitu:
1. Malaria
Malaria merupakan re-emerging disease yang dapat muncul kembali dengan
perubahan fenomena alam. Malaria pada manusia disebabkan oleh infeksi satu
atau beberapa spesies Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang infektif. Spesies seperti P. falciparum dan P. vivax, serta P.
ovale merupakan beberapa jenis plasmodium yang telah ditemukan saat ini. Kasus
malaria terjadi penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetapi jika
faktor-faktor risiko penularan malaria seperti perilaku manusia dan faktor
lingkungan serta keberadaan vektor dan Plasmodium tidak dikendalikan, maka
malaria dapat muncul kembali (Hakim dkk, 2018).
Kemungkinan malaria tidak hilang ada ketika penderita tidak ditemukan,
bisa karena surveilans kasus malaria tidak berjalan dan berbagai faktor lainnya.
Tetapi, tetap ada di wilayah kantong malaria dengan penderita yang minim.
Plasmodium spp. juga bisa bersembunyi dalam tubuh manusia, tetapi tidak
menimbulkan gejala atau hanya sebatas carrier saja. Jika terdapat perubahan
lingkungan yang mendukung perkembangannya, maka akan mulai terjadi kontak
dan malaria pun bisa kembali muncul seperti pertama kali menjadi emerging
disease (Hakim dkk, 2018).
2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan demam kuning (yellow fever)
merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging disease) dengan
kepentingan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh patogen arboviral.
Kedua penyakit ini berbagi relung ekologi yang sama termasuk primata non-
manusia sebagai inang reservoir dan divektorkan terutama oleh spesies Aedes
(Agha et al, 2017). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
masalah kesehatan di dunia terutama negara yang sedang berkembang. Kejadian
penyakit DBD jika dikaitkan dengan permasalahan lingkungan dapat meliputi
kepadatan permukiman, kepadapatan populasi nyamuk, kemudian curah hujan
serta kondisi lingkungan yang berisiko menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk (Surhemanto dan Suparmi, 2017).
3. Flu Burung (Avian Influenza)
Flu burung merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian
Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family orthomyxoviride. Penyakit ini
merupakan penyakit hewan menular yang bersifat akut dan secara umum
menyerang unggas. Dengan perkembangan waktu dan virus, penyakit ini
menyerang manusia. Penularan penyakit ini relatif cepat dengan angka kematian
yang cukup tinggi (de Queljoe dkk, 2020). Penularan flu burung pada manusia
diantaranya melalui air liur, lendir dari hidung, serta feses (tinja) atau debu yang
dicemari tinjanya (Kurniawan, 2018).
4. Filariasis
Filariasis adalah penyakit zoonis menular menahun yang disebabkan oleh
cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia balayi, dan Brugia timori yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penderita filariasis adalah
seseorang yang dalam pemeriksaan darahnya mengandung mikrofilaria dan/atau
dengan hasil pemeriksaan deteksi antigen positif dan/atau memiliki gejala klinis
filariasis (Ritawati et al., 2020).
Memutus mata rantai penularan filariasis dilakukan dengan pemberian obat
pencegahan massal filariasis di daerah endemis menggunakan DEC 6 mg/kg berat
badan yang dikombinasikan dengan Albendazole 400 mg sekali setahun dan
dilakukan minimal lima tahun. Pelaksanaan pencegahan filariasis dilakukan
dengan berbasis kabupaten, namun kelemahan program POPM filariasis ini belum
dapat menjangkau seluruh penduduk di wilayah kabupaten/kota sasaran. Pola
program seperti ini berpeluang terdapat risiko penularan (re-infeksi) karena belum
semua penduduk terlindungi (Ritawati et al., 2020).

C. Upaya Pengendalian Penyakit Pandemi


Penyebaran penyakit menular merupakan salah satu masalah kesehatan yang
dihadapi semua negara. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit, dan jamur yang dapat menular dari
orang yang sakit ke orang yang sehat. Di sisi lain, beberapa infeksi yang umum di
Indonesia dapat dicegah dengan vaksinasi dan pola hidup bersih dan sehat. Infeksi
itu sendiri ditularkan secara langsung atau tidak langsung dari pasien ke orang
lain. Infeksi langsung terjadi ketika bakteri dan virus dari orang yang sakit
ditularkan melalui kontak fisik seperti kontak, udara selama kompresi atau batuk,
dan kontak dengan cairan tubuh seperti urin dan darah. Pembawa penyakit
biasanya membicarakannya, tetapi terkadang mereka tidak menunjukkan gejala
dan tidak terlihat sakit. Dalam rangka penanggulangan wabah penyakit menular,
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut berpedoman pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Pengendalian Penyakit Menular (Prianto 2020).
Penyakit menular yang diatur dalam peraturan tersebut adalah penyakit yang
dapat ditularkan ke manusia oleh faktor biologis seperti virus, bakteri, jamur dan
parasit. Selain itu, pencegahan infeksi berarti mengedepankan aspek publisitas dan
pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan morbiditas,
kecacatan dan mortalitas, membatasi penularan dan penyebaran penyakit yang
kemungkinan besar akan terjadi. Berproduksi di wilayah lain, serta di antara
negara-negara di mana peristiwa luar biasa mungkin terjadi. Dalam hal
pencegahan penyakit, pemerintah pusat maupun daerah dapat menetapkan
program pencegahan sebagai prioritas nasional atau daerah berdasarkan kriteria
penyakit (endesmik lokal), penyakit yang cenderung mewabah dan menular,
kematian yang dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi, wabah penyakit
yang dapat mengganggu ketahanan sosial, ekonomi, politik sehingga diperlukan
dalam target pengurangan, penghapusan dan pemberantasan dalam skala global
(Prianto 2020).
Menurut World Health Organization (WHO), guna menangani wabah
penyakit ada lima tahap yang dapat dijalankan. Pertama, tahap antisipasi yaitu
mengantisipasi adanya wabah penyakit atau penyakit baru yang potensial
mewabah dengan memfasilitasi deteksi dan respons dini. Tahap kedua adalah
mendeteksi dini penyebaran virus pada hewan dan manusia. Tahap ketiga adalah
pembatasan virus penyakit dengan jalan membendung penyakit pada tahap
transmisi awal. Tahap keempat, fase kontrol dan mitigasi selama peningkatan
jumlah kasus. Dan yang kelima adalah mengurangi akibat atau resiko yang
timbulkan penyebaran penyakit (Budi and Anwar 2020).
Langkah-langkah lain yang disarankan WHO adalah langkah yang bersifat
koordinatif guna mengefektifkan upaya dalam menangani pandemi. Langkah
pertama adalah koordinasi antara pejabat yang berwenang, tidak hanya koordinasi
tentang tugas namun juga tentang manajemen finansial dan sumber daya. Hal ini
memerlukan pembangunan emergency operation center atau kantor pusat operasi,
berbagai alat yang menunjang optimalisasi organisasi dan pertemuan antar
pemangku kepentingan, membuat dokumentasi serta membuat joint plan of action
yang diperbaharui secara berkala sesuai dengan berkembangnya pandemi.
Sehingga dapat diketahui, intervensi apa yang diperlukan serta bagaimana
distribusi peran dan tanggung jawab para pembuat keputusan. Langkah berikutnya
adalah merangkum informasi kesehatan yang berisi pengawasan pandemi dan
informasi mengenai hasil dan dampak dari intervensi atau kebijakan yang telah
dilakukan. Langkah ketiga yaitu menangani infodemic, yaitu menyangkut adanya
penyebaran informasi kurang tepat atau salah yang secara masif dan cepat yang
dapat mengganggu upaya penanganan termasuk didalamnya rumor, gosip, dan
informasi lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Untuk menangani
infodemic, para pembuat kebijakan harus menyampaikan informasi resmi serta
mendengarkan dan mengelola rumor dengan baik. Langkah keempat adalah
melakukan intervensi di bidang kesehatan yang bertujuan untuk mengurangi
penularan, morbiditas (morbidity), kematian dan dampak negatif terhadap sistem
kesehatan dan sektor politik serta sektor lainnya (Budi and Anwar 2020).
Penyakit pandemi merupakan penyakit yang membahayakan karena telah
menyebar ke seluruh dunia, diantaranya adalah Covid-19. WHO mengumumkan
Covid-19 pada 12 Maret 2020 sebagai pandemi. Covid-19 saat ini telah menjajah
Negara Indonesia, dimana penyebaran penyakit tersebut sangat cepat. Bukan
hanya di Indonesia, bahkan di penjuru dunia saat ini sedang mengalami krisis
kesehatan. Awalnya penyebaran Covid-19 sangat berdampak pada kegiatan
ekonomi yang mulai lesu, kemudian pemerintah di beberapa daerah juga membuat
kebijakan penutupan jalan hingga pembatasan wilayah untuk warga yang ingin
keluar masuk dalam suatu daerah yang juga disebut lockdown. Namun saat ini
dampak dari wabah tersebut juga dirasakan oleh dunia pendidikan (Handarini and
Wulandari 2020).
WHO mengeluarkan enam strategi prioritas yang harus dilakukan
pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 pada tangal 26 Maret, yang
terdiri dari Perluas, latih, dan letakkan pekerja layanan kesehatan; Menerapkan
sistem untuk dugaan kasus; Tingkatkan produksi tes dan tingkatkan layanan
kesehatan; Identifikasi fasilitas yang dapat diubah menjadi pusat kesehatan
coronavirus; Mengembangkan rencana untuk mengkarantina kasus; dan Refokus
langkah pemerintah untuk menekan virus (Putri 2020).
Upaya pengendalian pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan beberapa
cara diantaranya menerapkan social distancing, PSBB, work from home, 3M
(Mencuci tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak) dan vaksinasi. Pada
bidang pendidikan, para murid tidak melakukan kegiatan belajar mengajar dengan
tatap muka, melainkan secara online. Perkembangan teknologi informasi memiliki
pengaruh besar terhadap perubahan dalam setiap bidang. Salah satunya ialah
perubahan pada bidang pendidikan. Teknologi dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
proses belajar mengajar, yang dapat dikatakan merupakan pergantian dari cara
konvensional menjadi ke modern, beberapa menyebutkan bahwa beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya teknologi memberikan banyak
pengaruh positif terhadap pembelajaran. Internet telah dipadukan menjadi sebuah
alat yang digunakan untuk melengkapi aktivitas pembelajaran. Pembelajaran
daring merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan dengan tidak bertatap
muka langsung, tetapi menggunakan platform yang dapat membantu proses
belajar mengajar yang dilakukan meskipun jarak jauh. Tujuan dari adanya
pembelajaran daring ialah memberikan layanan pembelajaran bermutu dalam
jaringan yang bersifat masif dan terbuka untuk menjangkau peminat ruang belajar
agar lebih banyak dan lebih luas (Handarini and Wulandari 2020).
Kepatuhan dalam penggunaan masker merupakan salah satu upaya
pengendalian Covid-19 yang efektif. Kepatuhan adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan perilaku masyarakat dalam menggunakan masker.
Kepatuhan adalah perilaku positif yang diperlihatkan masyarakat saat masyarakat
menggunakan masker (Sari dkk, 2020). Penggunaan masker dapat mencegah
masuknya virus ke dalam tubuh melalui hidung, dengan adanya penggunaan
masker, masyarakat tidak langsung menyentuh area hidung atau mulut. Upaya
pengendalian Covid-19 juga dengan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),
PSBB dapat membantu mencegah penyebaran virus corona ke suatu wilayah,
sehingga masyarakat yang berada di suatu wilayah tersebut diharapkan dapat
terhindar dari wabah yang cepat menyebar tersebut (Wibowo and Afriyani 2021).
Dalam mengendalikan pandemi Covid-19, vaksin adalah cara yang efektif
untuk mencegah terjadinya penyakit, termasuk vaksin yang diperuntukkan untuk
mencegah infeksi Covid-19. Program vaksinasi bagi masyarakat Indonesia dengan
wilayah yang luas dan jumlah penduduk mencapai ratusan juta penduduk
membutuhkan perencanaan yang baik. Pemerintah selaku penyelenggara harus
memastikan bahwa program dapat dilaksanakan secara efektif agar masyarakat di
seluruh Indonesia dapat segera menerima vaksin dalam waktu sesingkatnya
(Pardede 2021).
DAFTAR PUSTAKA (iky)
Kelly, T.R., Machalaba, C., Karesh, W.B., Crook, P.Z., Gilardi, K., Nziza, J., Uhart, M.M.,
Robles, E.A., Saylors, K., Joly, D.O., Monagin, C., Mangombo, P.M., Kingebeni,
P.M., Kazwala, R., Wolking, D., Smith, W. & Mazet, J.A.K., 2020,
“Implementing One Health approaches to confront emerging and re-emerging
zoonotic disease threats: lessons from PREDICT,” One Health Outlook, 2(1), 1.
Maysaroh, A., Budi Waluya, S. & Juli, D., 2019, ANALISIS DAN SIMULASI MODEL
MATEMATIKA PENYAKIT ZIKA DENGAN SATU SEROTIPE VIRUS ZIKA.
Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Tahun, H.I., Sumberdaya menuju Masyarakat
Madani Berkearifan Lokal, P., Nur Janah, E., Zakiudin, A., Maulina Lestari, A.,
Hikmah, A. al & Jalan Ponpes Al Hikmah Desa Benda Kecamatan Sirampog Kab
Brebes, B., no date, Seminar Nasional PENCEGAHAN HIV/AIDS MELALUI
PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PEMBENTUKAN KADER
KESEHATAN REMAJA PREVENTION OF HIV/AIDS THROUGH
REPRODUCTIVE HEALTH EDUCATION AND FORMATION OF
ADOLESCENT HEALTH CADRES 1).
Ristyawati, A., 2020, Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam
Masa Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI
Tahun 1945, vol. 3.
Saraswati, R.D. & Novita, R., 2021, “VAKSIN FLU BURUNG DI MANUSIA SEBAGAI
UPAYA ALTERNATIF PENCEGAHAN TERHADAP RE-EMERGING VIRUS
H5N1,” Vektora : Jurnal Vektor dan Reservoir Penyakit, 13(1), 35–44.
Schvartz, G., Farnoushi, Y., Berkowitz, A., Edery, N., Hahn, S., Steinman, A., Lublin, A.
& Erster, O., 2020, “Molecular characterization of the re-emerging West Nile
virus in avian species and equids in Israel, 2018, and pathological description of
the disease,” Parasites and Vectors, 13(1).
 
DAFTAR PUSTAKA (diva)
Agha SB, et al. (2017). Assessment of risk of dengue and yellow fever virus transmission
in three major Kenyan cities based on Stegomyia indices. PLoS neglected tropical
diseases 11(8): 1-20.

Dewi IYAK. (2019). Pengembangan sistem kewaspadaan dini penyakit new-emerging


dan re-emerging, studi kasus pada penyakit mers-cov dan ebola di kantor kesehatan
pelabuhan soekarno-hatta. Journal of Information Systems for Public Health 4(1)
1-8.

de Queljoe JF, Rumlawang FY, Sinay LJ. (2020). Analisis kestabilan terhadap
penyebaran penyakit flu burung (avian influenza). PARAMETER: Jurnal
Matematika, Statistika dan Terapannya 1(1): 45-59.

Effendi R, Salsabila H, Malik A. (2018). Pemahaman tentang lingkungan


berkelanjutan. E-Journal Undip Modul, 18(2): 75-82.

Finlayson CM, et al. (2018). The Wetland Book: I: Structure and Function, Management,
and Methods. Dordrecht: Springer Netherlands.

Hakim L, dkk. (2018). Potensi kemunculan kembali malaria di Kabupaten


Pangandaran. ASPIRATOR-Journal of Vector-borne Disease Studies, 10(1): 37-48.

Kurniawan, A. (2019). Sistem pakar mendiagnosa penyakit flu burung secara online
dengan metode forward chaining. JIKA (Jurnal Informatika) 2(1): 33-39.

Novita R. (2019). Kajian potensi tripanosomiasis sebagai penyakit zoonosis emerging di


Indonesia. Jurnal Vektor Penyakit, 13(1): 21-32.

Panghiyangani R, Marlinae L, & Husaini H. (2019). Kesehatan Masyarakat Di


Lingkungan Lahan Basah.

Suhermanto S. (2017). Demam Berdarah Dengue berdasarkan kepadatan penduduk dan


curah hujan. Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public
Health) 1(1): 75-86.

Zulkarnain I, Hidayanto T, Riza M. (2021). Pengembangan media simulatif “travel


game” konteks lingkungan lahan basah untuk pembelajaran matematika. EDU-
MAT: Jurnal Pendidikan Matematika 9(1): 91-98.

Bhjbjk

Anda mungkin juga menyukai