Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

Manajemen Reputasi& Krisis


Marzalia Raisa (0803622005)

Kasus Boikot Sari Rori Setelah Aksi 212


Faktor Penyebab Krisis
1. Krisis karena bencana alam
2. Krisis karena kecelakaan industri
3. Krisis karena produk yang kurang sempurna
4. Krisis karena persepsi publik
5. Krisis karena hubungan kerja yang buruk
6. Krisis karena kesalahan startegi bisnis
7. Krisis terkait masalah kriminal
8. Krisis karena pergantian manajemen
9. Krisis karena persaingan bisnis
Pada kasus boikot Sari Roti setelah aksi 212 adalah karena faktor persepsi publik yang menjadi
negatif setelah klarifikasi dari Sari Roti
Kronologi kasus Sari Roti berdasarkan krisis life cycle

Tahap pre-crisis (sebelum


krisis)
1. Tahap pre-crisis (sebelum krisis). Tahap ini adalah kondisi sebelum sebuah krisis muncul.
Dari sini sudah terlihat benih-benih munculnya krisis yang kemungkinan akan terjadi.
2. Tahap warning (peringatan). Tahap ini dianggap sebagai salah satu tahap yang paling
penting dalam daur hidup krisis. Di dalamnya, suatu masalah untuk pertama kalinya
dikenali, dapat dipecahkan dan diakhiri selamanya, atau dibiarkan berkembang menuju
kepada kerusakan yang menyeluruh. Krisis dapat dengan mudah muncul pada tahap ini
karena ketakutan menghadapi ‘badai’ atau ‘masalah’ dan menganggapnya tidak ada. Reaksi
yang umum terjadi pada tahap ini adalah kaget atau menyangkal dan pura-pura merasa
aman.
Pada kasus boikot Sari Roti, krisisnya terjadi pada tahap ini. Pasca aksi 'Super Damai 212' di
media sosial beredar foto, penjual roti  Sari roti menempelkan tulisan 'Gratis untuk Mujahid'
di gerobak jualannya. Foto yang viral di media sosial tersebut berbuntut panjang.  Beberapa
pedangang Sari Roti memang memberikan roti secara cuma-cuma kepada para peserta aksi
bela Islam jilid III itu pada hari Jumat (2/12).

Akan tetapi, memang tak ada konfirmasi langsung dari penjual Sari Roti keliling tersebut
apakah isi gambar itu benar adanya. Seperti yang diketahui, sebenarnya Sari Roti tidak
membagikan gratis produk mereka tetapi sebelumnya sudah ada pihak yang membeli produk
tersebut melalui distributor dalam jumlah banyak, lalu pihak tersebut meminta untuk
dibagibagikan pada saat aksi 212. Di sini seharusnya terjalin komunikasi antara produsen
dan distributor. Distributor seharusnya memberikan informasi bahwa agen Sari Roti diminta
untuk membagikan produk Sari Roti pada saat aksi 212.

3. Tahap acute (akut). Pada tahap ini krisis mulai terbentuk publik mulai mengetahui adanya
masalah dan akan menyebar luas kesemua penjuru sehingga reputasi perusahaan mulai
memburuk. Berdasarkan pernyataan PT Nippon Indosari Corpindo tulisan 'gratis' itu diminta
oleh pembeli yang memesan roti-roti tersebut, bukan inisiatif dari penjual keliling. Pihak
Sari Roti kemudian memberikan klarifikasinya pada Sabtu lalu (3/12). Pada dasarnya, pihak
Sari Roti hanya ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi mengenai penjual Sari Roti
keliling mereka yang disangka berinisiatif membagi-bagikan roti gratis bagi peserta aksi
212. PT Nippon Indosari Corpindo berniat menegaskan bahwa itu dilakukan tanpa seizin
perusahaan. Namun ternyata klarifikasi yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut menuai
berbagai komentar netizen, terutama di media sosial Twitter. Banyak netizen yang
berkomentar positif maupun negatif hingga muncul hashtag #boikotsariroti. Klarifikasi ini
ternyata membuat jengah banyak kalangan bahkan mengancam akan memboikot produk
Sari Roti.
4. Tahap clean-up (pembersihan). Waktu untuk memulihkan perusahaan dari kerugian. Agar
perusahaan dapat kembali bangkit dari adanya krisis yang dialami .
5. Tahap post-crisis (sesudah krisis). Perusahaan mulai bereaksi untuk membangun strategi
baru dan lebih menarik agar citra perusahaan kembali bangkit dan dikenal khalayak.

Dampak dari krisis boikot ini emiten ROTI mengalami penurunan penjualan bersih dari Rp
610,97 miliar di kuartal I-2016 menjadi Rp 602,45 miliar di kuartal I-2017. Penurunan
penjualan berdampak terhadap laba bersih pemilik merek Sari Roti, yakni turun 65,87 persen
dari Rp 86,34 miliar menjadi Rp 27,74 miliar. Namun menurut sumber lain, Saham PT Nippon
Indosari Corpindo Tbk (ROTI) melemah di tengah ramainya pernyataan boikot produk Sari
Roti di dunia maya pasca pernyataan perseroan terkait #Aksi212. Namun, pengamat menilai
pelemahan tersebut hanya dinamika biasa di lantai bursa. Hingga jeda siang perdagangan bursa,
saham Nippon Indosari melemah 0,33 persen ke level Rp1.515 per lembar. Namun sejak awal
perdagangan, saham Nippon Indosari terpantau terus melemah dan sempat turun hingga 1,35
persen ke level Rp1.500 per lembar.
Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto mengatakan pelemahan saham Nippon Indosari
tersebut hanyalah dinamika semata. Ia menilai, apa yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik
demi menjaga independensi dan kualitas produk.
Mungkin dampak boikot ini tidak terlalu dirasakan secara signifikan oleh perusahaan, namun
lebih ke pedagang keliling secara langsung. Aksi boikot dirasakan beberapa pedagang keliling
dari Sari Rori. Salah seorang pedagang keliling bernama Rumaseh (48 tahun) mengatakan,
penghasilannya setelah aksi boikot memang menurun. "Ya, menurun. Jadi sepi dah, biasanya laku
satu dua, tapi sekarang ya bisa nggak ada laku," ujarnya saat ditemui di kawasan pasar Tanah
Abang, Rabu (7/12).

Strategi untuk menghadapi krisis dengan langkah sebagai berikut:


1. Melakukan penilaian yang objektif terhadap penyebab krisis
2. Menentukan apakah penyebab terjadinya krisis memiliki dampak jangka panjang atau hanya
fenomena sesaat.
3. Perhitungkan setiap kejadian dalam krisi dengan cermat sehingga setiap peristiwa yang
terjadi dapat diantisipasi dengan baik.
4. Memusatkan perhatian pada upaya menyelesaikan masalah
5. Manfaatkan setiap peluang pada upaya yang ada untuk memperbaiki keadaan
6. Segera bertindak untuk melindungi cash flow perusahaan.

Strategi komunikasi dan respon yang diberikan untuk menghadapi krisis menurut Coombs
dikelompokan menjadi empat yaitu denial crisis response (penolakan), diminish crisis response
(pengurangan control), rebuild crisis
response (pembangunan kembali),
dan others crisis response (strategi
lain yang memperkuat hubungan
organisasi dan stakeholders) (Coombs,
2007)
Perusahaan perlu mengetahui tanggung jawab mereka dalam menangani krisis, serta
memahami faktor-faktor yang dapat memperkuat situasi krisis. Dalam hal ini, ada dua faktor
penguat yang relevan, yaitu sejarah krisis perusahaan dan strategi respon krisis. Namun, faktor
pertama tidak berlaku bagi Sari Roti karena sebelumnya tidak pernah menghadapi krisis besar
di masyarakat. Sebaliknya, masyarakat selalu memberikan dukungan dengan membeli dan
mengkonsumsi produk Sari Roti yang menjadi favorit di kalangan berbagai usia.
Namun, faktor kedua memiliki dampak besar terhadap krisis #BoikotSariRoti ini. Upaya
pihak Sari Roti untuk meredam situasi pro dan kontra melalui press release justru berbalik
menjadi bumerang. Publik justru semakin termotivasi untuk menggaungkan #BoikotSariRoti
setelah munculnya press release tersebut.
Akibat adanya press release tersebut, reputasi baik Sari Roti di masyarakat menjadi
tercemar, menyebabkan penurunan penjualan dan berkurangnya simpati terhadap perusahaan.
Proses pemulihan kondisi disebut sebagai "behavioural intention," yaitu langkah-langkah yang
sengaja diambil oleh perusahaan untuk mengubah situasi krisis. Oleh karena itu, perusahaan
perlu mengambil tindakan-tindakan tertentu untuk menyelesaikan krisis ini.
PT. Nippon Indosari Corporindo telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi
krisis #BoikotSariRoti ini. Mereka menerapkan strategi respon krisis dengan mengeluarkan
press release dan melakukan rebranding produk mereka. Penulis telah mengkategorikan
strategi-strategi ini berdasarkan jenis respons krisis yang diambil. Pertama, press release masuk
dalam kategori diminish crisis response strategies, yaitu strategi alasan (excuse). Melalui press
release, PT. Nippon Indosari Corporindo Tbk, sebagai produsen Sari Roti, menyatakan bahwa
mereka tidak mengetahui tentang aksi bagi-bagi produk Sari Roti secara gratis. Meskipun press
release ini sebenarnya merupakan usaha dari Sari Roti untuk mengatasi krisis, namun tidak
berjalan seperti yang diharapkan. Tindakan penerbitan press release ini terlihat responsif,
dilakukan dalam waktu singkat sekitar 12 jam setelah munculnya aksi boikot di media sosial.
Langkah cepat ini diambil untuk mencegah krisis semakin meluas, dan secara keseluruhan
merupakan tindakan yang tepat dari Sari Roti.
Salah satu langkah kedua yang diambil oleh pihak Sari Roti adalah rebranding, yang
termasuk dalam kategori "others crisis response strategies." Penulis tidak menyertakan
rebranding ini dalam kategori "re-build crisis response strategies," karena objek utama dari
keduanya berbeda. Pada strategi "re-build," perusahaan meminta maaf dan memberikan
kompensasi baik kepada korban langsung maupun pihak-pihak terkait (stakeholders). Biasanya,
kompensasi ini berupa bentuk materi.

Sementara itu, rebranding yang dilakukan oleh pihak Sari Roti berfokus pada perubahan
merek atau citra produk. Meskipun tujuannya sama, yaitu membangun kembali reputasi
perusahaan, namun objek utama pada kedua strategi tersebut berbeda. Melalui rebranding
produk, Sari Roti berharap menciptakan pandangan baru yang positif di masyarakat terhadap
produk mereka.
Rebranding dilakukan dengan mengganti desain kemasan dan memperkenalkan 20 jenis
varian rasa terbaru yang siap dipasarkan. Sari Roti menyadari perlunya inovasi agar produk
mereka menarik minat masyarakat. Hasil dari rebranding ini terbukti berhasil, karena penjualan
Sari Roti meningkat kembali dan reputasi merek Sari Roti semakin meningkat di masyarakat.
Meskipun demikian, ada beberapa pihak yang masih bersikeras untuk tetap memboikot
produk Sari Roti dalam lingkungan keluarganya. Namun, peneliti berpendapat bahwa
rebranding telah berhasil menunjukkan kepada masyarakat upaya yang dilakukan Sari Roti
untuk memulihkan keadaan setelah kasus #BoikotSariRoti. Bukti nyata adalah ketersediaan
produk Sari Roti yang kini mudah ditemukan di kios, warung, mini market, bahkan sekolah-
sekolah.
Tapi ada beberapa kekurangan pada penanganan krisis oleh Sari Roti. Pertama, yang
mencolok adalah ketiadaan permintaan maaf dari pihak Sari Roti terkait krisis ini. Sari Roti
mungkin berpikir bahwa pembagian produk Sari Roti terjadi tanpa sepengetahuan manajemen
PT. Nippon Indosari Corporindo Tbk karena ada kesalahan komunikasi dengan distributor.
Namun, perlu diingat bahwa krisis ini tidak hanya berdampak pada perusahaan, tetapi juga
berdampak pada para stakeholders lainnya. Mengingat PT. Nippon Indosari Corporindo Tbk
adalah perusahaan emiten, pemboikotan produk mereka akan berdampak pada para investor.
Ini hanya satu contoh dari berbagai stakeholders lainnya yang pasti juga terdampak. Oleh
karena itu, sangat penting untuk melakukan permintaan maaf. Terlebih lagi, jika dilihat dari
perspektif ini, krisis ini terjadi karena kesalahan perusahaan. Bagaimana mungkin tidak ada
komunikasi antara produsen dan distributor mengenai hal ini.
Kedua, pada saat terjadi krisis #BoikotSariRoti, tidak ada pernyataan resmi dari pihak
Sari Roti atau juru bicara yang berbicara secara langsung kepada publik. Meskipun press
release merupakan cara umum yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi dalam
menghadapi krisis, kehadiran pernyataan dari seorang juru bicara akan memudahkan
pengendalian situasi. Pengaruh word of mouth (WOM) sangat besar, terutama jika dilontarkan
oleh seorang juru bicara. Namun, pada kasus krisis #BoikotSariRoti ini, penulis tidak
menemukan hal tersebut. Hanya satu press release yang dikeluarkan, dan setelah itu, pihak Sari
Roti memilih untuk tetap bungkam dan membiarkan krisis mereda dan menghilang dengan
sendirinya.
Ketiga, tim krisis tidak muncul ke publik pada saat kasus #BoikotSariRoti muncul.
Sepertinya hal ini terlihat sepele namun pada faktanya penting. Saat krisis terjadi tentu saja ada
pihak yang merasa dirugikan. Pada saat itu mungkin saja pihak tersebut membutuhkan
informasi untuk membantunya menemukan solusi. Maka dari itu, penting untuk pihak yang
terkena krisis mencantumkan kontak yang bisa dihubungi untuk memberikan informasi terkait
dengan krisis yang terjadi. Biasanya, kontak yang tercantum adalah dari dari tim penanganan
krisis
Hal ini berarti penanganan yang dilakukan pihak Sari Roti saat adanya krisis dan pasca
krisis sudah tepat. Sehingga reputasi perusahaan Sari Roti tetap dapat dipertahankan hingga
kini

Artikel berita terkait kasus boikot Sari Roti:

https://aceh.tribunnews.com/2016/12/09/sari-roti-diboikot-ini-asal-muasalnya?page=all
https://www.radarislam.com/2016/12/aksi-boikot-sari-roti-ternyata-ini.html
https://www.brilio.net/serius/klarifikasi-sari-roti-terkait-roti-gratis-di-aksi-212-ini-bikin-heboh-161206y.html
https://www.idntimes.com/news/indonesia/rosa-folia/beberapa-pendukung-aksi-212-marah-karena-sari-roti-
bantah-bagi-roti-gratis?page=all
https://kumparan.com/kumparanbisnis/sari-roti-pernah-diboikot-seperti-bukalapak-gimana-dampaknya-
1550200844655529581
https://www.tribunnews.com/nasional/2017/03/15/kenapa-sari-roti-malah-melejit-setelah-diboikot-netizen-
beberkan-rahasia-ini?page=2
https://www.idntimes.com/business/economy/rosa-folia/di-tengah-boikot-penjualan-sari-roti-justru-meningkat?
page=all

Anda mungkin juga menyukai