Anda di halaman 1dari 3

AFGIANSYAH, M.

Comn

Strategi Digital Public Relation


Digital public relation (Digital PR) atau kehumasan digital adalah sebuah strategi
komunikasi yang menggabungkan inisiatif kehumasan tradisional dan teknologi pemasaran
digital untuk membangun reputasi dan kesadaran merek secara online. Digital PR bertujuan
untuk meningkatkan visibilitas, reputasi, dan interaksi dengan audiens yang beragam dan
tersebar di berbagai platform digital. Digital PR berbeda dengan PR tradisional yang lebih
mengandalkan saluran dan metode komunikasi konvensional, seperti media cetak, radio, televisi,
atau acara langsung. Bahasan ini menguraikan langkah-langkah praktis dalam mengaplikasikan
digital PR mulai dari digital media listening, membangun narasi, produksi dan distribusi konten,
hingga monitoring dan evaluasi.

Digital media Listening


Dalam kegiatan ini praktisi humas mengumpulkan dan menganalisis informasi yang
berkaitan dengan institusi, merek, produk, layanan, isu-isu, atau topik tertentu yang ada di dunia
digital. Digital listening dapat dilakukan secara manual dengan mencari kata kunci terkait di
mesin pencari atau media sosial, atau secara otomatis dengan menggunakan alat atau aplikasi
khusus yang dapat memantau dan menyaring data secara real time. Beberapa alat atau aplikasi
yang dapat digunakan untuk digital media listening antara lain Mediawave, BrandWartch,
Hootsuite, dll.

Menetapkan Tujuan
Setelah melakukan digital listening, langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan dari
Digital PR yang ingin dicapai. Tujuan harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan
berbasis waktu. Tujuan juga harus sesuai dengan isu-isu terkait institusi yang telah diidentifikasi
melalui digital listening. Salah satu tujuan yang umum dari Digital PR adalah meningkatkan
percakapan positif tentang institusi di dunia digital dan mengurangi percakapan negatif atau
netral.

Mengidentifikasi Target Audiens


Target audiens adalah kelompok orang yang ingin dijangkau dan dipengaruhi oleh Digital
PR. Target audiens harus diidentifikasi berdasarkan hasil digital listening yang telah dilakukan
sebelumnya. Target audiens dapat disegmentasikan berdasarkan karakteristik demografi (usia,
jenis kelamin, pendidikan, dll.), geografi (lokasi, wilayah, negara, dll.), dan psikografi
(kepribadian, gaya hidup, minat, dll.). Target audiens juga harus disesuaikan dengan pesan dan
saluran komunikasi yang akan digunakan.

Key Message dan Narasi


Key message adalah pesan utama yang ingin disampaikan oleh institusi kepada target
audiens melalui Digital PR. Key message harus fokus pada informasi penting yang akan
memberikan nilai tambah kepada target audiens. Key message juga harus konsisten dengan
identitas dan nilai-nilai institusi. Narasi adalah cara menyampaikan key message ke dalam
sebuah cerita yang menarik dan mudah dimengerti oleh target audiens.

Universitas Mercu Buana


AFGIANSYAH, M.Comn

Narasi adalah cara menyampaikan key message ke dalam sebuah cerita yang menarik dan
mudah dimengerti oleh target audiens. Narasi harus mengandung unsur-unsur seperti latar
belakang, konflik, solusi, dan hasil. Narasi juga harus sesuai dengan tone of voice dan brand
personality institusi. Narasi harus dibuat dengan mempertimbangkan konteks dan kebutuhan
target audiens. Narasi harus dapat membangun koneksi emosional dan rasional dengan target
audiens. Narasi harus dapat membedakan institusi dari kompetitor atau pesaing lainnya.

Membuat Konten
Konten adalah bentuk penyajian key message dan narasi yang akan disebarkan melalui
Digital PR. Konten harus dirancang dan diproduksi sesuai dengan narasi yang telah dibuat
sebelumnya. Konten juga harus relevan dan menarik bagi target audiens. Format dan jenis
konten yang dapat digunakan untuk Digital PR bervariasi, seperti teks, gambar, video, infografis,
podcast, webinar, dll. Konten harus disesuaikan dengan saluran dan platform komunikasi yang
akan digunakan.

Mendistribusikan Konten
Konten yang telah dibuat harus didistribusikan ke target audiens melalui berbagai saluran
dan platform komunikasi yang ada di dunia digital. Pada dunia kehumasan dan pemasaran
digital, dikenal model PESO yang dikemukakan oleh Dietrich (2014) yaitu Paid, Earned, Shared,
dan Owned media.

Paid Media: media yang memberikan pemberitaan atau ulasan tentang institusi secara
berbayar atau dengan imbalan tertentu, seperti iklan konten atau kegiatan kehumasan.
Earned Media: media yang memberikan pemberitaan atau ulasan tentang institusi secara
sukarela atau tanpa bayaran, seperti media online, portal berita, forum online, dll.
Shared Media: media yang dimiliki dan dikendalikan oleh pihak lain yang memiliki
pengaruh atau kredibilitas di dunia digital, seperti key opinion leader (KOL), influencer, blogger,
dll.
Owned Media: media yang dimiliki dan dikendalikan oleh institusi, seperti website,
newsletter, media sosial, dll.

Optimalisasi Owned Media


Owned media adalah media yang paling penting dan paling banyak digunakan dalam Digital
PR. Owned media harus dioptimalkan agar dapat menjangkau target audiens dengan lebih baik
dan meningkatkan performa konten. Salah satu teknik optimasi owned media adalah SEO
(search engine optimization), yaitu teknik untuk meningkatkan peringkat website di mesin
pencari seperti Google. SEO meliputi aspek-aspek seperti technical SEO (kecepatan loading,
struktur URL, dll.), backlink building (mendapatkan tautan dari website lain), keyword research
(menentukan kata kunci yang relevan), dll. Selain SEO, optimasi owned media juga dapat
dilakukan dengan cara-cara lain, seperti blog competition (mengadakan lomba menulis blog),
quiz (mengadakan kuis online), dll.

Monitoring dan Evaluasi

Universitas Mercu Buana


AFGIANSYAH, M.Comn

Monitoring adalah kegiatan mengamati dan mengukur dampak dari Digital PR terhadap
target audiens dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi adalah kegiatan menilai dan
menyimpulkan hasil dari monitoring. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara berkala
(harian, mingguan, bulanan) untuk mengetahui sejauh mana Digital PR berhasil atau tidak.
Beberapa metrik atau indikator yang dapat digunakan untuk monitoring dan evaluasi adalah
jumlah kunjungan website, jumlah pengikut media sosial, jumlah interaksi (like, comment,
share), jumlah pemberitaan atau ulasan di media online, sentimen positif atau negatif terhadap
institusi, dll.

Digital PR merupakan salah satu cara untuk meningkatkan visibilitas, reputasi, dan interaksi
dengan audiens di dunia digital. Digital PR membutuhkan kreativitas dan inovasi dalam
membuat konten dan mendistribusikannya ke target audiens. Digital PR juga membutuhkan
monitoring dan evaluasi untuk mengetahui dampak dan hasil dari strategi komunikasi yang
dilakukan. Digital PR adalah sebuah proses yang dinamis dan terus berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi dan kebutuhan audiens. Oleh karena itu, institusi harus terus belajar dan
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dunia digital. Dengan demikian, institusi dapat
memanfaatkan Digital PR sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan dan misinya.

Daftar Pustaka

Barnes, N. G., & Mattson, E. (2010). Social media and college admissions: The first longitudinal
study. Journal of College Admission, 212, 7-13.
Coombs, W. T., & Holladay, S. J. (2012). The handbook of crisis communication. John Wiley &
Sons.
Dietrich, G. (2014). Spin Sucks: Communication and Reputation Management in the Digital
Age. Que Publishing.
Grunig, J. E., & Hunt, T. (1984). Managing public relations. Holt, Rinehart and Winston.
Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges and
opportunities of social media. Business horizons, 53(1), 59-68.
Phillips, D., & Young, P. (2009). Online public relations: A practical guide to developing an
online strategy in the world of social media. Kogan Page Publishers.
Solis, B., & Breakenridge, D. K. (2009). Putting the public back in public relations: How social
media is reinventing the aging business of PR. FT Press.

Universitas Mercu Buana

Anda mungkin juga menyukai