Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) adalah

Kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan kesehatan.

Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan

(Menkes) yang saat ini dijabat oleh Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 64 Tahun 2016 Pasal

3 menyatakan, bahwa Kementerian Kesehatan memiliki tugas dan fungsi antara

lain sebagai berikut :

1. Membuat perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang

kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan

kesehatan, dan kefarmasian dan alat Kesehatan,

2. Berkoordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unsur organsisasi di lingkungan Kementerian

Kesehatan,

3. Melakukan pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Kesehatan,

4. Melaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang Kesehatan,

5. Melaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia di

bidang kesehatan serta pengelolaan tenaga Kesehatan,

6. Melaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah,


7. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

Kesehatan,

8. Melaksanaan dukungan substansif kepada seluruh unsur organisasi di

lingkungan Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) memiliki

Direktorat Jenderal Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Direktorat ini memiliki tugas

dan fungsi dalam perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat., termasuk pencegahan dan

pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan kefarmasian, alat kesehatan, dan

tenaga kesehatan.

Seperti yang dilansir pada laman Kanal Pengetahuan Universitas Gajah

Mada (UGM) bahwa salah satu permasalahan dalam dunia Kesehatan di

Indonesia yaitu ada pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang masih belum

mencapai target atas kematian ibu dan anak. Selain itu terdapat pula berbagai

masalah Kesehatan yang terjadi di Indonesia saat ini, hal ini dilansir pada laman

Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI bahwa di Indonesia pada saat

ini sedang menghadapi triple burden atau yang diartikan Indonesia memiliki

beban tiga kali lipat berbagai masalah penyakit, antara lain seperti:

1. Terdapat penyakit infeksi New Emerging dan Re-Emerging seperti wabah

Covid-19

2. Penyakit Menular yang belum teratasi dengan baik dan benar

3. Penyakit Tidak Menular (PTM) yang cenderung memiliki grafik penaikan

pada setiap tahunnya.


Dengan begitu, Direktorat Jenderal Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat KEMENKES RI memiliki beberapa program dan kegiatan, seperti

Rencana Aksi Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat yang

memuat kebijakan, peta strategis, sasaran strategis, indikator, dan target yang

akan dicapai. Selain itu, direktorat ini juga memiliki tugas dalam memberikan

informasi dan edukasi kesehatan kepada masyarakat melalui berbagai media,

seperti kampanye kesehatan, sosialisasi, dan penyuluhan kesehatan.

Melalui program dan kegiatan yang dilaksanakan, Direktorat Jenderal

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat KEMENKES RI berupaya

untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan

dan mendorong masyarakat untuk mengambil tindakan preventif dalam menjaga

kesehatan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mencapai tujuan

pembangunan kesehatan.

Kemitraan adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama

dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut

Notoatmodjo, kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu,

kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau

tujuan tertentu.

Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu

memorandum dan understanding. Dalam Black’s Law Dictionary, yang dimaksud

memorandum adalah “dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal

pada masa datang”. Sedangkan yang dimaksud dengan understanding adalah

“pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan

persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara tertulis.


Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa memorandum of

understanding adalah dasar penyusunan kontrak pada masa data yang didasarkan

pada hasil permufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan.

Memorandum of Understanding (MoU) dapat diartikan pula sebagai perjanjian

pendahuluan, yang mengatur dan memberikan kesempatan kepada para pihak

untuk melakukan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum membuat suatu

perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat para pihak nantinya yang akan

tertuang dalam kontrak.

Dalam praktiknya, proses pembuatan Memorandum of Understanding

(MoU) menjadi terhambat ketika pimpinan perusahaan yang harus

menandatanganinya terlibat dalam jadwal yang padat atau memiliki keterbatasan

waktu. Akibatnya, penandatanganam Memorandum of Understanding (MoU) bisa

mengalami penundaan yang berdampak pada seluruh langkah selanjutnya dalam

kerjasama tersebut. Dampaknya tidak hanya mengganggu rencana dan proyek

yang telah direncanakan, tetapi juga dapat mempengaruhi hubungan antara pihak-

pihak yang terlibat.

Dari permasalahan diatas, maka penulis ingin mengetahui “Gambaran

Alur Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) Kemitraan Di Unit

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

Tahun 2023”. Dengan demikian penulis akan mengetahui bagaimana

penyelesaian masalah yang dilakukan di Unit Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat tersebut.


1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Alur Pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) Kemitraan Di Unit Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran Kementerian Kesehatan Tahun 2023.

2. Mengetahui gambaran Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023.

3. Mengetahui gambaran input (Sumber Daya Manusia, Sarana

Prasarana, SOP) dalam Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023.

4. Mengetahui gambaran proses pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) Kemitraan di Unit Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023

5. Mengetahui gambaran output (Terciptanya kesepakatan MoU sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan)

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa

Bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta wawasan

tentang kemitraan di Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.

1.3.2 Bagi Fakultas

Terjadinya suatu jaringan kerjasama antara Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Esa Unggul dengan Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia, serta meningkatkan reputasi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Esa Unggul sebagai lembaga yang

menghasilkan lulusan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan

dunia kerja.

1.3.3 Bagi Lahan Magang

Mendapat masukan dalam alur pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan.


BAB II

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

2.1 Konsep Kemitraan

2.1.1 Pengertian Kemitraan

Istilah kemitraan seringkali dipertukarkan dengan banyak istilah

lain seperti kolaborasi, aliansi, ko-produksi, atau konsorsium. Istilah-

istilah ini sebenernya sebagai perwujudan dari kerjasama antar individu

atau kelompok yang saling membantu, saling menguntungkan dan

secara bersama-sama meringankan pencapaian tujuan yang telah

mereka sepakati bersama. Permasalahan definisi ini kemudian diikuti

dengan pernyataan mendasar bahwa kemitraan sebagai proses, produk,

hasil penjelajahan, atau hasil akhir (Borrini Feyerabend, 1996).

Secara khusus pada bidang pelayanan publik, pengertian

kemitraan mengacu kepada dukungan sukarela dan resiprokal (timbal

balik) antara dua atau lebih badan sektor publik yang berbeda. Dengan

kata lain antar administrasi publik dengan privat, termasuk organisasi

nonprofit. Berbagai sektor tersebut saling memberikan dukungan satu

sama lain dalam rangka pelayanan publik yang menjadi bagian dari

misi pemerintah.

Pengertian kemitraan sebagai kerja bersama(working together)

dikemukakan oleh Hodget &Johnson (2001:323) bahwa kemitraan

diarahkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diinginkan

individu, kelompok, lembaga atau organisasi untuk menghasilkan suatu

keluaran yang bermakna dan berkelanjutan. Dalam kemitraan terjadi


relasi antar organisasi dan dengan relasi tersebut akan tercipta kerja

sama. Sistem kemitraan bertumpu pada kepercayaan. Dengan ciri-

cirinya, antara lain:

1. Persamaan dan organisasi yang lebih landai

2. Hierarki aktualisasi yang luwes (di mana kekuasaan dipedomai

oleh nilai-nilai seperti caring dan caretaking)

3. Spiritualitas yang berbasis alamiah

4. Tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem

5. Persamaan dan keadilan gender

Kemitraan berusaha melibatkan masyarakat, baik dalam bentuk

kelompok maupun individual. Vigoda (2002:527) menyebut mereka

sebagai “social players” yang memiliki tingkatan kepentingan,

keahlian, sumberdaya dan kemampuan pengambilan keputusan yang

bervariasi. Vigoda menyoroti kondisi ideal dari proses kemitraan di

mana masyarakat sebagai warga negara dan pemerintah sebagai

penanggung jawab pemerintahan bertindak sebagai “partner” dalam

proses pengambilan keputusan. Khususnya dalam proses pemberian

pelayanan, warga negara harus diperlakukan sebagai rekan kerja, dan

bukan sebagai subjek atau pelanggan.

2.1.2 Pentingnya Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan

Kemitraan di bidang kesehatan memiliki beberapa alasan penting,

yaitu:

1. Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama


2.Kesehatan merupakan modal dasar bagi keberhasilan pembangunan

sektor lain.

3.Peningkatan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat

dalam bidang kesehatan, khususnya yang bersifta promotif dan

preventif

4. Adanya peluang sumber daya dari mitra potensial

2.1.3 Landasan Kemitraan

Landasan kemitraan merupakan dasar kuat dalam membangun

kerja sama antara pihak ke satu dan pihak ke dua. Kerja sama adalah

sebagai bentuk wujud dalam mencapai tujuan-tujuan pemberdayaan.

Menurut Notoadmodjo (2005) bahwa dalam membangun kemitraan

dengan mitra-mitra atau calon-calon mitra perlu dilandasi dengan

“tujuh saling”, yakni:

1. Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing

(structure)

Kemitraan sebagai suatu organisasi jejaring kerja sudah barang

tentu masing-masing anggota mempunyai peran dan fungsi yang

berbeda. Hal tersebut harus dipahami oleh semua anggota, agar

jangan sampai timbul kesan anggota yang satu di bawah yang lain,

atau anggota yang satu diperintah oleh anggota lain, dan

sebagainya.

2. Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity)

Perlu disadari bahwa kemampuan masing-masing anggota atau

mitra itu berbeda, meskipun dalam kesetaraan. Oleh sebab itu,


apabila dalam rangka kemitraan tersebut diperlukan kontribusi

tersebut akan menimbulkan perbedaan kuantitas maupun

kualitasnya. Hal itu wajar karena prinsip kemitraan adalah

“mengambil bagian” dalam setiap upaya mencapai tujuan bersama,

sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota.

3. Saling menghubungi (linkage)

Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apa pun sering

terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi di antara anggota

organisasi tersebut. Demikian pula dalam kemitr, diperlukan

komunikasi yang efektif di antara anggota atau mitra tersebut.

Salah satu saluran komunikasi atau terjadinya “saling

menghubungi” di antara mitra adalah dengan adanya pertamuan

atau rapat rutin kemitraan.

4. Saling mendekati (proximity)

Dalam kekeluargaan atau pertemanan (frienship) kedekatan antara

anggota keluarga atau antara teman adalah mutlak diperlukan.

Dalam kedekatan satu dengan yang lainnya, akan saling

memahami, atau saling mengenal satu dengan yang lainnya, baik

kelemahan, maupun kekuatan masing-masing anggota. Demikian

pula dalam kemitraan, maka kedekatan di antara anggota atau mitra

adalah salah satu persyaratan untuk memahami masing-masing

anggota. Oleh sebab itu, masing-masing anggota harus berupaya

saling mendekati.

5. Saling terbuka dan bersedia membantu (openess)


Seperti telah disebutkan di atas, bahwa dalam kemitraan selalu ada

peran dan fungsi masing-masing anggota atau mitra. Dalam rangka

mencapai tujuan atau program bersama, sudah barang tentu peran

dan fungsi masing-masing anggota terkait dan diketahui satu sama

lain. Oleh sebab itu akan selalu terjadi mekanisme saling terbuka

dan membantu untuk terwujudnya tujuan atau cita-cita bersama.

6. Saling mendorong dan saling mendukung (sinergy)

Seperti halnya dalam organisasi, sering terjadi anggota yang kurang

semangat, tetapi sebaliknya ada yang sangat aktif dan bersemangat.

Demikian pula kemitraan apa pun, sifat-sifat masing-masing

anggota seperti itu juga muncul. Apabila terjadi gejala seperti ini,

maka setiap anggota atau mitra harus saling mendorong dan saling

mendukung, bagi yang memerlukan dorongan demi tercapai tujuan

bersama.

7. Saling menghargai (reward)

Persahabatan sejati adalah apabila terjadi saling harga-menghargai

di antara mereka. Dalam suatu kemitraan hal ini juga harus terjadi.

Seberapa kecil pun peran dan kontribusi anggota suatu kemitraan

perlu dihargai oleh anggota atau mitra yang lain. Oleh sebab itu,

para anggota atau mitra suatu kemitraan harus saling menghargai.

2.1.4 Prinsip Kemitraan

Kemitraan adalah salah satu bentuk kerja sama yang konkret

dan solid. Oleh sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan ada 3
prinsip kunci yang perlu dipahami oleh masing-masing anggota atau

mitra tersebut, yakni:

1. Prinsip Kesetaraan (Equity)

Setiap mitra harus menempatkan diri setara dengan pihak lain.

Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis,

mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan

masalah secara bersama, tanpa ada satu pihak pun yang

memaksakan kehendak. Kesetaraan kedudukan juga akan

memperkuat rasa kebersamaan, sehingga tercipta perasaan sama-

sama menanggung risiko, termasuk menghadapi tantangan yang

mungkin terjadi.

2. Prinsip Keterbukaan (transparency)

Keterbukaan dalam arti: apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan

dan apa yang terjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing

anggota harus diketahui oleh anggota yang lain. Demikian pula

berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang satu harus

diketahui oleh anggota yang lain. Maksudnya bukan

menyombongkan yang satu terhadap yang lain, sehingga tidak ada

yang saling mencurigai. Dengan saling keterbukaan ini, akan

menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu di antara

anggota (mitra). Hal ini bukan untuk menentukan besarnya

kontribusi masing-masing mitra, tetapi lebih untuk memahami

kekuatan dan kelemahan masing-masing mitra. Sehingga sendainya


ada mitra yang akan berkontribusi yang lebih besar atau lebih kecil

dalam rangka mencapai tujuan bersama, akan saling

memahaminya.

3. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit)

Menguntungkan di sini bukan selalu diartikan dalam materi atau

uang, tetapi lebih kepada nonmateri. Saling menguntungkan di sini

dilihat dari kebersamaan atau sinergis dalam mencapai tujuan

bersama. Ibarat mengangkat barang atau beban 50 kg, diangkat

secara bersama-saa 4 orang jelas lebih ringan apabila dibandingkan

dengan hanya diangkat seorang. Upaya promosi kesehatan dalam

suatu komunitas tertentu, jelas akan lebih efektif bila dilakukan

melalui kemitraan beberapa institusi atau organisasi, bila

dibandingkan dengan hanya oleh satu institusi saja. Demikian

upaya pemecahan kesehatan masyarakat secara bersama-sama

dalam bentuk kemitraan akan lebih efektif, bila dibandingkan

dengan kalau hanya dilakukan oleh kesehatan sendiri.

Beberapa prinsip kemitraan yang lainnya, yaitu:

1. Saling menguntungkan (mutual benefit)

Saling menguntungkan disini bukan hanya materi tetapi juga non

materi, yaitu dilihat dari kebersamaan atau sinergisme dalam

mencapai tujuan.

2. Pendekatan berorientasi hasil


Tindakan kemanusiaan yang efektif harus didasari pada realitas dan

berorientasi pada tindakan. Hal ini membutuhkan koordinasi yang

berorientasi hasil dan berbasis pada kemampuan efektif dan

kapasitas operasional yang konkrit.

3. Keterbukaan (transparansi)

Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan tiap anggota mitra

harus diketahui oleh anggota yang lain. Transparansi dicapai

melalui dialog (pada tingkat yang setara) dengan menekankan

konsultasi dan pembagian informasi terlebih dahulu. Komunikasi

dan transparansi, termasuk finansial, membantu meningkatkan

kepercayaan antar organisasi.

4. Kesetaraan

Masing-masing pihak yang bermitra harus merasa duduk sama

rendah dan berdiri sama tinggi, tidak boleh satu anggota

memaksakan kehendak kepada yang lain. Kesetaraan

membutuhkan rasa saling menghormati antar anggota kemitraan

tanpa melihat besaran dan kekuatan. Para peserta harus saling

menghormati mandat kewajiban dan kemandirian dari anggota

yang lain serta memahami keterbatasan dan komitmen yang

dimiliki satu sama lain. Sikap saling menghormati tidak

menghalangi masing-masing organisasi untuk terlibat dalam

pertukaran pendapat yang konstruktif.

5. Tanggung jawab
Organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab etis terhadap

satu sama lain dalam menempuh tugas-tugasnya secara

bertanggung jawab dengan dengan integritas dan cara yang relevan

dan tepat. Organisasi kemanusiaan harus meyakinkan bahwa merek

hanya akan berkomitmen terhadap suatu kegitan ketiga mereka

memang memiliki alat, kompetensi, keahlian dan kapaitas untuk

mewujudkan komitmen tersebut/ pencegahan yang tegas dan jelas

terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh para pekerja

kemanusiaan harus menjadi usaha yang berkelanjutan.

6. Saling melengkapi

Keragaman dari komunitas kemanusiaan adalah sebuah aset bisa

dibangun atas kelebihan komparatif dan saling melengkapi

kontribusi yang satu dengan yang lain. Kapasitas lokal adalah salah

satu aset penting untuk ditingkatkan dan menjadi dasar

pengembangan. Ketika memungkinkan, organisasi-organisasi

kemanusiaan harus berjuang untuk menjadikan aset lokal sebagai

bagian integral dari tindakan tanggap darurat diimana hambatan

budaya dan bahasa harus diatasi.

2.1.5 Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan

Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan

dikelompokkan menjadi dua (Notoadmodjo, 2003), yaitu:

1. Model I

Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk

jaring kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini


berbentuk jaringan kerja saja. Masing-masing mitra memiliki

program tersendiri mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya

hingga evaluasi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya

persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik

lainnya.

2. Model II

Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I.

Hal ini karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih

besar terhadap program bersama. Visi, misi dan kegiatan-kegiatan

dalam mencapai tujuan kemitraan direncanakan, dan dievaluasi

bersama.

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat

jenis atau tipe kemitraan, yaitu:

1. Potential Partnership

Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama

lain tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.

2. Nascent Partnership

Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi

kemitraan tidak maksimal

3. Complimentary Partnership

Pada kemitraan ini, parter/mitra mendapat keuntungan dan

pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang

lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti program

delivery dan resource mobilization.


4. Synergistic Partnership

Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh

dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan

ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian.

Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurup Pusat Promosi Kesehatan

Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring,

konsorsium, kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan

tersebut dapat tertuang dalam:

1. SK bersama

2. Memorandum of Understanding (MoU)

3. Pokja

4. Forum Komunikasi

5. Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja

2.2 Program Kesehatan Masyarakat

2.2.1 Rencana Aksi Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat

1. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk menciptakan kesadaran,

kemauan, serta kemampuan individu, keluarga, dan kelompok

masyarakat dalam rangka meningkatkan kepedulian dan peran aktif

di berbagai upaya kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan cara

memfasilitas proses pemecahan masalah melalui pendekatan


edukatif dan partisipatif dengan memperhatikan kebutuhan,

potensi, dan sosial budaya setempat.

2. Advokasi

Advokasi dilakukan kepada para penentu kebijakan dan pemangku

kepentingan guna mendapatkan dukungan dalam bentuk kebijakan

dan sumber daya yang diperlukan. Hasil advokasi di setiap jenjang

pemerintahan dapat diinformasikan dan dijadikan bahan advokasi

ke jenjang pemerintahan yang lain secara timbal balik.

3. Kemitraan

Kemitraan dilaksanakan untuk mendukung pemberdayaan

masyakat dan advokasi dalam rangka memelihara dan

meningkatkan kesehatan. Kemitraan dilaksanakan dengan prinsip

kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan kedudukan,

dan transparasi di bidang kesehatan.

Penyelenggaraan Promosi Kesehatan harus didukung dengan

metode dan media yang tepat, dta dan informasi yang valid/akurat,

serta sumber daya yang optimal termasuk sumber daya manusia

yang profesional.

Pada periode 2020-2024 ini, promosi kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat diarahkan untuk mencapai tujuan strategis yaitu

pembudayaan masyarakat hidup sehat melalui pemberdayaan

masyarakat dan pembangunan berwawasan kesehatan. Sasaran

strategisnya adalah meningkatnya promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat dengan indikator pembinaan posyandu


aktif 100%; serta meningkatnya advokasi kesehatan dan aksi lintas

sektor dengan indikator kabupaten/kota yang menerapkan

kebijakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sebesar

50%.

2.3 Alur Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)

2.3.1 Pengertian Memorandum of Understanding (MoU)

Memorandum adalah suatu peringatan, lembar peringatan, atau juga

suatu lembar catatan. Memorandum juga merupakan suatu nota/surat

peringatan tak resmi yang merupakan suatu bentuk komunikasi yang

berisi antara lain mengenai saran, arahan dan penerangan.

Sedangkan istilah Memorandum of Understanding berasal dari dua

kata, yaitu memorandum dan understanding. Secara gramatikal

Memorandum of Understanding diartikan sebagai nota kesepahaman.

Dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan memorandum adalah:

dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa

datang (is to serve as the basic of future formal contract).

Understanding diartikan sebagai: An implied agreement resulting from

the express term of another agreement, whether written or oral.

Artinya, pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap

hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara

tertulis.

Dari terjemahan kedua kata itu, dapat dirumuskan pengertian

Memorandum of Understanding (MoU). Memorandum of

Understanding (MoU) adalah dasar penyusunan kontrak pada masa


datang yang didasarkan pada hasil permufakatan para pihak, baik

secara tertulis maupun lisan.

Memorandum of Understanding (MoU) (Memorandum of

Understanding) atau disebut juga pra-kontrak, merupakan suatu

perbuatan hukum dari salah satu pihak (subjek hukum) untuk

menyatakan maksudnya kepada pihak lain akan sesuatu yang

ditawarkan atau dimilikinya. Dengan kata lain Memorandum of

Understanding (MoU) merupakan perjanjian pendahuluan yang

mengatur dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk

melakukan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum membuat

perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat pada nantinya. Istilah

Memorandum of Understanding (MoU) membuat keinginan masing-

masing pihak sekaligus adanya tenggang waktu pencapaian

kesepakatan untuk terjadinya kontrak (Huala Adolf, 2008).

Memorandum of Understanding (MoU) oleh para ahli disebut juga

‘Nota Kesepakatan’, ‘Nota Kesepahaman’, atau ‘Kontrak Awal’.

2.3.2 Tujuan dibuatnya Memorandum of Understanding (MoU)

Pada prinsipnya setiap Memorandum of Understanding (MoU) yang

dibuat oleh para pihak mempunyai tujuan tertentu. Menurut Munir

Fuady tujuan dibuatnya Memorandum of Understanding (MoU) adalah:

1. Untuk menghindari kesulitan pembatalan suatu agreement

nantinya, dalam hal prospek bisnisnya belum jelas benar, dalam

arti belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama tersebut akan

ditindaklanjuti, sehingga dibuatlah Memorandum of Understanding

(MoU).
2. Penandatanganan kontrak masih lama karena masih dilakukan

negosiasi yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa

sebelum ditandatangani kontrak tersebut, dibuatlah Memorandum

of Understanding (MoU) yang akan berlaku sementara waktu.

3. Adanya keraguan para pihak dan masih perlu waktu untuk pikir-

pikir dalam hal penandatanganan suatu kontrak, sehingga untuk

sementara dibuatlah Memorandum of Understanding (MoU).

4. Memorandum of Understanding (MoU) dibuat dan ditandatangani

oleh pihak eksekutif teras dari suatu perusahaan, sehingga untuk

suatu perjanjian yang lebih rinci mesti dirandang dan dinegoisasi

khusus oleh staf-staf yang lebih rendah tetapi lebih menguasai

secara teknis.

2.3.3 Landasan Hukum Memorandum of Understanding (MoU)

Secara Internasional yang menjadi dasar hukum adanya

Memorandum of Understanding (Memorandum of Understanding

(MoU)) adalah UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional. Menurut Padal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2000, pengertian perjanjian internasional yaitu: “Perjanjian

dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum

internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan

kewajiban di bidang hukum publik. Selanjutnya dalam penjelasan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional disebutkan bahwa: “Perjanjian internasional yang

dimaksud dalam undang-undang ini adalah setiap perjanjian di bidang


hukum publik, diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh

pemerintah dengan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum

internasional lain.

Sampai saat ini hukum positif Indonesia belum mengatur secara

khusus tentang berlakunya Memorandum of Understanding (MoU).

Namun mengingat bahwa Memorandum of Understanding (MoU)

merupakan suatu perjanjian pendahuluan, maka pengaturannya tunduk

pada ketentuan tentang perikatan yang ada dalam KUH Perdata yang

pada dasarnya menganut sistem terbuka. Sistem terbuka berarti setiap

orang bebas mengadakan perjanjian, baik yang telah diatur dalam

Undang-Undang maupun yang belum diatur dalam Undang-Undang

(Revyza J. Dien, 2016).

2.3.4 Tahapan Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)

Kemitraan

Berikut adalah alur pembuatan Memorandum of Understanding

(MoU) antara Kementerian Kesehatan RI dengan mitra:

1. Audiensi dengan mitra

Langkah pertama dalam pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) adalah melakukan audiensi dengan mitra

potensial. Dalam audiensi ini, perwakilan dari Kementerian

Kesehatan (dalam hal ini adalah Tim Kemitraan), akan bertemu

dengan perwakilan mitra untuk membahas potensi kerjasama yang

dapat dijalankan. Pertemuan ini dimaksudkan untuk memulai

dialog dan memahami kepentingan masing-masing pihak dalam


kerjasama yang akan dijalin melalui Memorandum of

Understanding (MoU).

2. Penyampaian format Memorandum of Understanding (MoU)

Setelah audiensi, Kementerian Kesehatan akan menyusun format

atau kerangka dasar dari Memorandum of Understanding (MoU)

yang akan dibuat. Format ini mencakup poin-poin penting yang

akan diatur dalam Memorandum of Understanding (MoU), seperti

tujuan kerjasama, ruang lingkup aktivitas, tanggung jawab masing-

masing pihak, alokasi sumber daya, jangka waktu kerjasama, dan

mekanisme evaluasi. Format ini akan menjadi landasan untuk

pembuatan draft Memorandum of Understanding (MoU).

3. Timbal balik draft Memorandum of Understanding (MoU) dari

Mitra

Format Memorandum of Understanding (MoU) yang telah

disiapkan oleh Kementerian Kesehatan akan disampaikan kepada

mitra untuk diberikan masukan dan tanggapan. Mitra dapat

memberikan saran atau melakukan perubahan pada draft

Memorandum of Understanding (MoU) sesuai dengan kebutuhan

dan perspektif mereka. Proses ini penting untuk mencapai

kesepahaman bersama dan memastikan Memorandum of

Understanding (MoU) mencerminkan kepentingan dan tujuan

kedua belah pihak.

4. Pembahasan dengan lintas program di eselon I

Setelah menerima masukan dari mitra, Kementerian Kesehatan RI

akan membahas draft Memorandum of Understanding (MoU)


dengan lintas program di tingkat eselon I. Hal ini dilakukan untuk

memastikan keselarasan dan konsistensi Memorandum of

Understanding (MoU) dengan program-program yang ada di

lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Keterlibatan lintas program

di eselon I memungkinkan untuk mengintegrasikan berbagai

kebijakan dan strategi yang berlaku di dalam Kementerian.

5. Timbal balik draft Memorandum of Understanding (MoU) hasil

pembahasan dengan lintas program di eselon I

Hasil dari pembahasan dengan lintas program di eselon I akan

dikomunikasikan kembali kepada mitra. Mitra akan diminta untuk

memberikan tanggapan terkait revisi yang telah dilakukan pada

draft Memorandum of Understanding (MoU) setelah melalui

pembahasan di eselon I. Proses ini bertujuan untuk mencapai

kesepahaman yang lebih dalam tentang isi Memorandum of

Understanding (MoU) dan mengklarifikasi setiap aspek yang masih

perlu dibahas.

6. Pengajuan draft Memorandum of Understanding (MoU) tingkat

eselon I

Setelah mendapatkan persetujuan dari mitra, draft Memorandum of

Understanding (MoU) yang sudah direvisi akan diajuka ke tingkat

eselon I di Kementerian Kesehatan RI. Eselon I adalah tingkatan

kepemimpinan tertinggi dalam struktur organisasi Kementerian

Kesehatan RI. Pada tingkat ini, draft Memorandum of

Understanding (MoU) akan dievaluasi dan diberikan persetujuan

lebih lanjut sebelum diajukan ke tingkat lebih tinggi.


7. Pembahasan draft Memorandum of Understanding (MoU) tingkat

eselon I

Draft Memorandum of Understanding (MoU) akan dibahas di

tingkat eselon I untuk memastikan kesesuaian dengan kebijakan,

visi, dan misi yang ada di tingkat puncak Kementerian Kesehatan

RI. Proses pembahasan di tingkat I juga penting untuk memastikan

keselarasan Memorandum of Understanding (MoU) dengan

prioritas dan arah strategis dari Kementerian Kesehatan RI secara

keseluruhan.

8. Pengajuan draft Memorandum of Understanding (MoU) ke Biro

Hukum Kementerian Kesehatan RI

Setelah disetujui di tingkat eselon I, draft Memorandum of

Understanding (MoU) akan diajukan ke Biro Hukum Kementerian

Kesehatan RI. Biro Hukum bertanggung jawab untuk memeriksa

aspek hukum dari Memorandum of Understanding (MoU) yang

diusulkan. Proses ini meliputi pengecekan kesesuaian dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memastikan tidak

ada masalah hukum dalam isi Memorandum of Understanding

(MoU).

9. Pembahasan draft Memorandum of Understanding (MoU) di

tingkat Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI

Tim hukum di Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI akan

mempelajari dan memeriksa secara seksama draft Memorandum of

Understanding (MoU). Jika ada perubahan atau klarifikasi yang

diperlukan dari perspektif hukum, mereka akan


mengkomunikasikan hal tersebut kepada pihak-pihak yang terlibat

dalam Memorandum of Understanding (MoU).

10. Penandatanganan verbal naskah Memorandum of Understanding

(MoU)

Setelah draft Memorandum of Understanding (MoU) telah

disetujui oleh Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI dan semua

perubahan atau klarifikasi telah diselesaikan, pihak yang terlibat

dalam Memorandum of Understanding (MoU) akan melakukan

penandatanganan secara verbal sebagai tanda kesepakatan awal.

Penandatanganan ini mencerminkan komitmen dari kedua belah

pihak untuk melanjutkan proses menuju penandatanganan final.

11. Penandatanganan final

Naskah Memorandum of Understanding (MoU) yang telah

disetujui dan ditandatangani secara verbal akan dipersiapkan dalam

bentuk final. Penandatanganan final dilakukan oleh pihak-pihak

yang terlibat dalam sebuah acara atau seremoni khusus. Dalam

acara tersebut, Memorandum of Understanding (MoU) dianggap

resmi dan sah serta menandai dimulainya kerjasama antara

Kementerian Kesehatan RI dan mitra sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Memorandum of Understanding (MoU)


2.4 Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

1. SDM 1. Audiensi dengan mitra Terciptanya kesepakatan MoU


2. Sarana Prasarana 2. Penyampaian format MoU sesuai dengan waktu yang telah
3. SOP
3. Feedback draft MoU dari ditentukan
mitra
4. Pembahasan dengan lintas
program di eselon 1
5. Feedback draft MoU hasil
pembahasan dengan lintas
program di eselon 1
6. Pengajuan draft MoU tingkat
eselon 1
7. Pembahasan draft MoU
tingkat eselon 1
8. Pengajuan draft MoU ke Biro
Hukum KEMENKES
9. Pembahasan draft MoU di
tingkat Biro Hukum
Kemenkes
10. Penandatanganan verbal
naskah MoU
11. Penandatanganan final
BAB III

PERSIAPAN MAGANG

3.1 Persiapan Magang

Dalam tahap persiapan magang yang perlu dilakukan sebelum

dilaksanakan kegiatan magang tersebut antara lain yaitu:

1. Mengikuti pengarahan magang yang diberikan oleh pihak Prodi

Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul.

2. Menentukan pilihan untuk dosen pembimbing magang. Pihak Prodi

Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul memberikan daftar nama-

nama dosen pembimbing yang telah di tentukan.

3. Menentukan judul magang dan di konsultasikan kepada dosen

pembimbing magang.

4. Menentukan lokasi magang untuk selanjutnya membuat surat izin

magang ke sekretariat fakultas yang akan ditujukan kepada Direktur

Direktoran Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai tempat lahan

magang. Surat izin magang dikeluarkan oleh sekretariat Fakultas Ilmu-

Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Esa

Unggul yang telah ditandatangani oleh Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu

Kesehatan.

5. Mengajukan surat izin magang kepada Direktur Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI dan menunggu

hasil keputusan diizinkan atau tidak untuk magang di Direktorat Promosi


Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2023.

6. Mendapatkan pembimbing lapangan dan menyusun pertanyaan mengenai

data-data yang diperlukan sebagai bahan untuk membuat hasil laporan

magang.

3.2 Pelaksanaan Magang

3.2.1 Pelaksanaan Magang

Nama lahan magang : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Unit : Direktorat Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat

Lokasi : Jl. H.R. Rasuna Said, Blok X5, Kav. 4-9,

Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12950

Telepon : 1500567

Waktu Magang : Pelaksanaan kegiatan magang dilaksanakan

pada bulan Juni 2023 selama 22 hari kerja

(dimulai tanggal 26/06/2023 sampai dengan

tanggal 28/07/2022) dan dilakukan setiap hari

(dari hari Senin sampai dengan hari Jumat).

3.2.2 Metode Pelaksanaan

Dalam kegiatan ini mahasiswa melakukan peninjauan, pengamatan

dan observasi secara langsung di unit tersebut. Untuk menambah

pengetahuan mahasiswa maka mahasiswa diikut sertakan dalam

kegiatan-kegiatan di Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat. Selain itu, mahasiswa dapat mencari permasalahan yang


ada di Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

serta berkonsultasi dengan pembimbing lapangan dan menentukan

metode yang akan digunakan di Direktorat Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat.

3.2.3 Pelaksanaan Kegiatan

Setelah surat izin magang disetujui oleh pihak Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia maka kegiatan magang dapat

dilaksanakan. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama

magang seperti sebagai berikut:

1. Hari pertama diawali dengan perkenalan dengan pimpinan dan

staff di Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

2. Kegiatan berikutnya yang dilakukan di Direktorat Promosi

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI meliputi kegiatan seperti:

a. Melakukan observasi di lingkungan kerja

b. Mempelajari langkah-langkah menggalang kemitraan

c. Mengikuti kegiatan rapat daring dengan pihak-pihak luar

d. Menulis laporan magang

3.3 Pelaporan

Selama pelaksanaan magang penulis mengambil judul

“GAMBARAN ALUR PEMBUATAN Memorandum of Understanding

(MoU) KEMITRAAN DI UNIT PROMOSI KESEHATAN DAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN

RI TAHUN 2023”. Dalam tahap penyusunan laporan magang penulis

berkonsultasi kepada pembimbing lapangan dan dosen pembimbing.

Selanjutnya, laporan magang akan di presentasikan di depan dosen


pembimbing dan dosen penguji. Setelah dipresentasikan laporan magang

akan direvisi dan dinilai oleh dosen pembimbing magang dan penguji.

Laporan yang telah selesai dibuat akan dijilid dengan hard cover dan dibuat 4

rangkap serta didistribusikan kepada: ketua jurusan kesehatan masyarakat,

dosen pembimbing akademik, pembimbing lapangan Direktorat Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, dan

mahasiswa.
BAB IV

HASIL MAGANG

4.1 Gambaran Umum Kementerian Kesehatan RI

4.1.1 Sejarah Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan hingga saat ini sudah dikenal oleh


banyak masyarakat dan merupakan institusi yang dianggap penting
untuk masyarakat. Kementerian Kesehatan merupakan sebuah institusi
pemerintahan yang memiliki tanggung jawab dari kebijakan,
pengaturan, serta pelaksanaan program-program kesehatan di suatu
Negara. Sejarah dari kementerian kerap kali berkaitan sangat erat
dengan perkembangan sistem kesehatan dan upaya pemerintah dalam
meningkatkan kualitas hidup penduduk melalui pelayanan kesehatan
yang baik dan merata.
PeraturanPresiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo
pada 17 Maret 2021. Dalam Perpres ini tercantum fungsi dari
diselenggarakan Kementerian Kesehatan adalah perumusan, penetapan
dan pelaksanakaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan,
kefarmasian, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan. Sehingga tidak lagi
terdapat fungsi penelitian dan pengembangan yang selama ini melekat
di kementerian kesehatan melaluiunit organisasi Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes). Dengan adanya
perubahan tersebut menyebabkan Badan Litbangkes bertransformasi
menjadi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) yang
mengembang fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
di bidang kesehatan masyarakat.
Pada masa lampau, pelayanan kesehatan biasa dilakukan oleh
lembaga atau organisasi nirlaba seperti lembaga amal atau lembaga
agama. Upaya dari pencegahan dan penanggulangan wabah juga kerap
kali dilakukan oleh para penguasa atau pemimpin daerah tertentu. Di
abad ke-19 dan awal abad ke-20, berkembang kesadaran akan
pentingnya pelayanan kesehatan yang terorganisir secara baik. Pada
masa itu, beberapa Negara telah membentuk departemen atau
kementerian yang secara khusus menangani masalah kesehatan.
Kementerian ini memiliki fungsi sebagai regulator, penyedia pelayanan
kesehatan, dan badan yang berperan dalam pembuatan kebijakan.
Perang dunia I dan II memberikan peran yang penting dalam
perkembangan kementerian kesehatan di banyak Negara. Selama
periode ini, diperlukan perhatian lebih pada kesehatan tentara dan
populasi sipil yang terdampak konflik. Hal ini menyebabkan
peningkataninvestasi dalam sistem kesehatan dan pendirian lembaga
kesehatan baru. Setelah terjadinya perang, beberapa Negara mengalami
perubahan paradigm dari model perawatan medis berbasis rumah sakit
menjadi fokus pada kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit.
Kementerian Kesehatan memiliki peran yang penting dalam
penyelenggaraan program vaksinasi massal, pencegahan penyakit
menular, gizi, dan sanitasi.
Berkembangnya transportasi dan komunikasi global, kesehatan
masyarakat menjadi isu global yang mendapat perhatian lebih.
Kementerian Kesehatan suatu Negara terlibat dalam berbagai
kerjasama internasional untuk menghadapi tantangan kesehatan global
seperti pandemic, wabah penyakit, dan krisis kesehatan lainnya. Seiring
dengan perkembangan zaman, kementerian kesehatan pun mengalami
perluasan tanggung jawab. Selain dari aspek-aspek yang menyangkut
kesehatanfisik, kementerian kesehatan pun perlu mengatasi masalah
kesehatan mental dan kesejahteraan secara holistik. Upaya yang
dilakukan ini untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan
kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain perkembangan transportasi, perkembangan dari
Teknologi Informasi dan komunikasi juga telah mengubah cara
kementerian kesehatan mengelola data dan memberikan layanan
kesehatan. Penggunaan teknologi dalam bidang kesehatan, semakin
umum digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan.
Selain itu penting untuk melibatkan sektor swasta dan masyarakat sipil
dalam mendukung program-program kesehatan pemerintah.
Kementerian Kesehatan berperan dalam memfasilitasi kemitraan
dengan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil untuk mencapai
tujuan bersama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

4.1.2 Visi, Misi, Falsafah, dan Tujuan Kementerian Kesehatan RI

1. Visi

“Menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan”

2. Misi

a. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi;

b. Menurunkan angka stunting pada balita;

c. Memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional; dan

d. Peningkatan sumber daya kesehatan

3. Tujuan Strategis Kementerian Kesehatan RI

a. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan

siklus hidup

b. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

c. Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan

pengelolaan kedaruratan

d. peningkatan sumber daya kesehatan

4.1.3. Direktorat Kementerian Kesehatan RI

4.1.4 Sarana Prasarana

Sarana dan prasaranaa yang tersedia di Kementerian Kesehatan

RI sebagai berikut:

1) Masjid Al-Afiah Kementerian Kesehatan RI (lantai 3)

2) Counter Informasi

3) Kantin Sehat Kementerian Kesehatan RI


4) Perpustakaan Kementerian Kesehatan RI

4.1.5 Struktur Organisasi

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI

4.1.6 Komposisi Ketenagaan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023

Berdasarkan tabel dibawah diketahui bahwa jumlah seluruh

tenaga kerja di Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023 sebanyak

77.085, yang terdiri dari antara lain yaitu:

1. ASN

a. PNS

b. PPPK

2. Non ASN

a. BLU Kontrak

b. BLU Tetap

c. Non-BLU Kontrak
Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kerja di Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023

No. Klasifikasi Status L P Jumlah

1. ASN PNS 17.357 31.312 48.669

2. PPPK 1.177 3.336 4.513

3. Non ASN BLU Kontrak 2.545 3.381 5.926

4. BLU Tetap 3.593 6.840 10.433

Non-BLU 4.332 3.212 7.544

Kontrak

Jumlah Tenaga Kerja 29.004 48.081 77.085

Sumber: Data Administrasi Umum Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023

4.2 Gambaran Umum Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI


4.2.1 Struktur organisasi Direktorat Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

Berikut adalah gambar struktur organisasi Direktorat Jenderal

Kesehatan Masyarakat Tahun 2023

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Direktorat Promosi Kesehatan

dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

Tahun 2023

Sumber : Data Administrasi Umum Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023

4.2.2 Tugas dan Fungsi Direktorat Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan

pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi,


dan pelaporan dibidang promosi kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang komunikasi, informasi,

dan edukasi kesehatan, advokasi dan kemitraan, potensi sumber

daya promosi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang komunikasi, informasi,

dan edukasi kesehatan, advokasi dan kemitraan, potensi sumber

daya promosi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

bidang komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan, advokasi

dan kemitraan, potensi sumber daya promosi kesehatan, dan

pemberdayaan masyarakat.

4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang

komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan, advokasi dan

kemitraan, potensi sumber daya promosi kesehatan, dan

pemberdayaan masyarakat.

5. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang komunikasi,

informasi, dan edukasi kesehatan. Advokasi dan kemitraan, potensi

sumber daya promosi kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat;

dan

6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.


Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

terdiri atas:

1. Subdirektorat Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan

Subdirektorat Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusah dan

pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta

pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dibidang komunikasi,

informasi, dan edukasi kesehatan.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

244, Subdirektorat Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan

melaksanakan fungsi:

Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang strategi

komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan dan penyebarluasan

informasi kesehatan.

a. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi

komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan dan

penyebarluasan informasi kesehatan

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang strategi komunikasi, informasi, dan edukasi

kesehatan dan penyebarluasan informasi kesehatan

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang

strategi komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan dan

penyebarluasan informasi kesehatan


d. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang strategi

komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan dan

penyebarluasan informasi kesehatan

Subdirektorat Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan

terdiri atas:

Seksi Strategi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan; dan

Seksi Penyebarluasan Informasi Kesehatan.

(1) Seksi Strategi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan

teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan

di bidang strategi komunikasi, informasi, dan edukasi

kesehatan.

(2) Seksi Penyebarluasan Informasi Kesehatan mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan

pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan,

evaluasi, dan pelaporan di bidang penyebarluasan informasi

kesehatan.

2. Subdirektorat Advokasi dan Kemitraan.

Subdirektorat Advokasi dan Kemitraan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan pemberian


bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan di bidang advokasi dan kemitraan.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam

Subdirektorat Advokasi dan Kemitraan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang advokasi dan

kemitraan kesehatan

b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang advokasi

dan kemitraan kesehatan

c. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang advokasi dan kemitraan kesehatan

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang

advokasi dan kemitraan kesehatan

e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang advokasi dan

kemitraan kesehatan

Subdirektorat Advokasi dan Kemitraan, terdiri atas:

(1) Seksi Advokasi Kesehatan

Seksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan

teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan di bidang advokasi kesehatan.

(2) Seksi Kemitraan Kesehatan

Seksi ini mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan


teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan di bidang kemitraan kesehatan.

3. Subdirektorat Potensi Sumber Daya Promosi Kesehatan

Subdirektorat Potensi Sumber Daya Promosi Kesehatan

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta

pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang potensi sumber

daya promosi kesehatan.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

252, Subdirektorat Potensi Sumber Daya Promosi Kesehatan

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang penggerak,

sarana, dan prasarana promosi kesehatan

b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang penggerak,

sarana, dan prasarana promosi kesehatan

c. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan

riteria di bidang penggerak, sarana, dan prasarana promosi

kesehatan

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang

penggerak, sarana, dan prasarana promosi kesehatan

e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penggerak,

sarana, dan prasarana promosi kesehatan

Subdirektorat Potensi Sumber Daya Promosi Kesehatan terdiri

atas:
(1) Seksi Penggerak Promosi kesehatan mempunyai tugas

melakukan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,

dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,

serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang

penggerak promosi kesehatan.

(2) Seksi Sarana dan Prasarana Promosi Kesehatan mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan

supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di

bidang sarana dan prasarana promosi kesehatan.

4. Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat

Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian

bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan di bidang pemberdayaan masyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

256, Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat menyelenggarakan

fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang

pengorganisasian dan peningkatan peran masyarakat

b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang

pengorganisasian dan peningkatan peran serta masyarakat


c. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang pengorganisasian dan peningkatan peran

serta masyarakat

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang

pengorganisasian dan peningkatan peran serta masyarakat

e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

pengorganisasian dan peningkatan peran serta masyarakat

Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat terdiri atas:

(1) Seksi Pengorganisasian Masyarakat

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan

dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan

supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di

bidang pengorganisasian masyarakat.

(2) Seksi Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan

dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan

supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di

bidang peningkatan peran serta masyarakat.

5. Subbagian Tata Usaha

Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi

penyusunan rencana, program, dan anggaran, pengelolaan

keuangan dan barang milik negara, evaluasi dan pelaporan, urusan


kepegawaian, tata laksana, kearsipan, dan tata persuratan, serta

kerumahtanggaan Direktorat.

6. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas memberikan

pelayanan fungsional dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kepala

UPK Kementerian Kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan

keterampilan.

4.3 Gambaran Input Alur Pembuatan Memorandum of Understanding

(MoU) Kemitraan di Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

4.3.1 Sumber Daya Manusia

Berikut adalah jumlah SDM yang terlibat dalam proses

pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) Kemitraan di Unit

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian

Kesehatan RI Tahun 2023:

Tabel 4.2 Komposisi tim kerja kemitraan yang terlibat dalam proses pembuatan

Memorandum of Understanding (MoU)

No. Nama Pendidikan Pangkat &

Terakhir golongan

1. Ketua Tim Kerja Kemitraan S2 Kesehatan 3D

Masyarakat

2. Dewi Sibuea MKM S2 Kesehatan 3C

Masyarakat

3. Nurul Desita Sari SKM S1 Kesehatan 3A


Masyarakat

4. Salma Tuasikal SKM, MKM S2 Kesehatan 3D

Masyarakat

5. Marsuli S. Sos, M. Kes S2 Kesehatan 4A

Masyarakat

6. Muh Nur Akhsin Ridho SSi, S2 Kesehatan 3D

MKM Masyarakat

7. Syahrul Effendi Panjaitan, S2 Kesehatan dan 4A

M.KKK Keselamatan

Kerja

8. Astasari S. Sos, MKM S2 Kesehatan 3C

masyarakat

9. Zulfikri

4.3.2 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembuatan

Memorandum of Understanding (MoU) kemitraan di Unit Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.3 Saran dan prasarana yang digunakan dalam proses alur

pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) Kemitraan

No. Sarana dan Prasarana Jumlah Kondisi

1. ATK Sesuai kebutuhan Layak Pakai

2. Komputer 9 buah Layak Pakai

3. Printer 9 buah Layak Pakai


4. Kertas HVS Sesuai kebutuhan Layak Pakai

5. Ruangan 1 buah Layak Pakai

6. Internet Sesuai kebutuhan Layak Pakai

Berdasarkan hasil pengamatan, sarana dan prasarana yang

digunakan untuk pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)

kemitraan di Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Kementerian Kesehatan RI dalam kondisi baik dan layak dipakai.

4.3.3 Standard Operating Procedure (SOP)

Pada dasarnya SOP (standard Operating Procedure) adalah

suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses

kerja atau prosedur kerja tertentu. Oleh karena prosedur kerja yang

dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja

tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai

Standard Operating Procedure atau disingkat SOP. Dokumen tertulis

ini selanjutnya dijadikan standar bagi pelaksanaan prosedur kerja

tertentu tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota Tim

Kemitraan, didapatkan informasi bahwa di Direktorat Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI,

masih belum ada Standard Operating Procedure (SOP) tertulis yang

menjelaskan mengenai alur pembuatan Memorandum of Understanding

(Memorandum of Understanding (MoU)) kemitraan, hanya ada Buku

Kemitraan yang dikeluarkan oleh Direktorat Promosi Kesehatan dan


Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2019

yang menjelaskan mengenai penggalangan kemitraan secara umum dan

tidak spesifik kepada alur Memorandum of Understanding (MoU).

4.4 Gambaran Proses Alur Pembuatan Memorandum of Understanding

(MoU) Kemitraan di Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

Alur pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) Kemitraan di

Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian

Kesehatan RI yaitu:

4.4.1 Audiensi Dengan Mitra

Langkah pertama dalam pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) adalah melakukan audiensi dengan mitra

potensial. Dalam audiensi ini, perwakilan dari Kementerian Kesehatan

(dalam hal ini adalah Tim Kemitraan), akan bertemu dengan

perwakilan mitra untuk membahas potensi kerjasama yang dapat

dijalankan. Mitra akan mengenalkan perusahaan nya lewat company

profile, serta menyampaikan tujuan kerjasama dengan Kemenkes. Jika

mitra ingin membuat MoU dengan Kemenkes, mitra akan menjabarkan

kegiatan apa saja yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan

oleh mitra terutama dalam bidang kesehatan. Dalam kegiatan audiensi

ini akan banyak diskusi antara mitra dan tim kemitraan kemenkes

terkait dengan program atau kegiatan kesehatan, serta penjabaran

timeline alur pembuatan MoU dari mulai audiensi sampai kepada tahap

terakhir yaitu penandatanganan final. Kegiatan audiensi dilakukan


secara online dengan menggunakan zoom meeting yang dibuat oleh tim

kemitraan.

4.4.2 Penyampaian Format Memorandum of Understanding (MoU)

Setelah audiensi, Kementerian Kesehatan akan menyusun

format atau kerangka dasar dari Memorandum of Understanding

(MoU) yang akan dibuat. Format ini mencakup poin-poin penting yang

akan diatur dalam Memorandum of Understanding (MoU), seperti

tujuan kerjasama, ruang lingkup aktivitas, tanggung jawab masing-

masing pihak, alokasi sumber daya, jangka waktu kerjasama, dan

mekanisme evaluasi. Format ini akan menjadi landasan untuk

pembuatan draft Memorandum of Understanding (MoU). Format MoU

yang akan diberikan kepada mitra dalam bentuk soft file dan dikirim

melalui email. Penyampaian format MoU ini dilakukan oleh anggota

tim kemitraan yang memegang perusahaan mitra tersebut, dan

penyampaian format MOU dilakukan di hari yang sama dengan

audiensi. Draft MOU diambil dari komputer yang dimiliki oleh anggota

tim kemitraan, dan diambil dari file yang berjudul draft MOU

Kemitraan.

4.4.3 Timbal Balik draft Memorandum of Understanding (MoU) Dari

Mitra

Format Memorandum of Understanding (MoU) yang telah

disiapkan oleh Kementerian Kesehatan akan disampaikan kepada mitra

untuk diberikan masukan dan tanggapan. Mitra dapat memberikan


saran atau melakukan perubahan pada draft Memorandum of

Understanding (MoU) sesuai dengan kebutuhan dan perspektif mereka.

Proses ini penting untuk mencapai kesepahaman bersama dan

memastikan Memorandum of Understanding (MoU) mencerminkan

kepentingan dan tujuan kedua belah pihak.

4.4.4 Pembahasan dengan lintas program di eselon I

Setelah menerima masukan dari mitra, Kementerian Kesehatan RI

akan membahas draft Memorandum of Understanding (MoU) dengan

lintas program di tingkat eselon I. Pembahasan ini dilakukan untuk

membahas format Memorandum of Understanding (MoU) yang telah

diisi oleh mitra, dan difokuskan pada bagian ruang lingkup mitra dan

jangka waktu mou berlaku. Karena dalam Memorandum of

Understanding (MoU) yang menjadi inti adalah bagian ruang lingkup

sehingga ini membutuhkan pembahasan yang lebih dalam dengan

mitra. Dalam pembahasan ini, biasanya akan ada masukan dalam ruang

lingkup dari lintas program eselon I. Keterlibatan lintas program di

eselon I memungkinkan untuk mengintegrasikan berbagai kebijakan

dan strategi yang berlaku di dalam Kementerian.

4.4.5 Timbal balik draft Memorandum of Understanding (MoU) hasil

pembahasan dengan lintas program di eselon I

Hasil dari pembahasan dengan lintas program di eselon I akan

dikomunikasikan kembali kepada mitra. Setelah itu, mitra akan

meminta waktu untuk melakukan tinjauan ulang terhadap masukan-

masukan yang diberikan pada saat pembahasan sebelumnya, untuk

kemudian disepakati oleh manajemen internal mitra. Setelah sudah di


sepakati secara internal mitra, lalu kemudian mitra akan melakukan

revisi. Proses ini bertujuan untuk mencapai kesepahaman yang lebih

dalam tentang isi Memorandum of Understanding (MoU) dan

mengklarifikasi setiap aspek yang masih perlu dibahas.

4.4.6 Pengajuan draft Memorandum of Understanding (MoU) tingkat

eselon I

Setelah mendapatkan persetujuan dari mitra, draft

Memorandum of Understanding (MoU) yang sudah direvisi akan

diajukan ke tingkat eselon I di Kementerian Kesehatan RI. Eselon I

adalah tingkatan kepemimpinan tertinggi dalam struktur organisasi

Kementerian Kesehatan RI. Pada tingkat ini, draft Memorandum of

Understanding (MoU) akan dievaluasi dan diberikan persetujuan lebih

lanjut sebelum diajukan ke tingkat lebih tinggi. Pengajuan draft

Memorandum of Understanding (MoU) ini dikirim dalam bentuk soft

file dan dikirim melalui email. Saat pengajuan ini juga akan ditentukan

jadwal pembahasan yang akan dilakukan oleh internal tingkat eselon 1.

4.4.7 Pembahasan draft Memorandum of Understanding (MoU) tingkat

eselon I

Draft Memorandum of Understanding (MoU) akan dibahas di

tingkat eselon I untuk memastikan kesesuaian dengan kebijakan, visi,

dan misi yang ada di Kementerian Kesehatan RI. Setelah dilakukan

pembahasan dan disetujui oleh pimpinan eselon I, maka pimpinan

selanjutnya akan menandatangani MOU tersebut.

4.4.8 Pengajuan draft Memorandum of Understanding (MoU) ke Biro

Hukum Kementerian Kesehatan RI


Setelah disetujui di tingkat eselon I, draft Memorandum of Understanding (MoU)
akan diajukan ke Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI. Biro Hukum
bertanggung jawab untuk memeriksa aspek hukum dari Memorandum of
Understanding (MoU) yang diusulkan. Proses ini meliputi pengecekan kesesuaian
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memastikan tidak ada
masalah hukum dalam isi Memorandum of Understanding (MoU). Dalam tahapan
ini ditentukan juga jadwal untuk diadakan pembahasan secara internal biro
hukum.

4.4.9 Pembahasan draft Memorandum of Understanding (MoU) di

tingkat Biro Hukum Kementerian Kesehataan RI

Tim hukum di Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI akan

mempelajari dan memeriksa secara seksama draft Memorandum of

Understanding (MoU). Jika ada perubahan atau klarifikasi yang

diperlukan dari perspektif hukum, mereka akan mengkomunikasikan

hal tersebut kepada pihak-pihak yang terlibat dalam Memorandum of

Understanding (MoU). Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa isi

dari Memorandum of Understanding (MoU) tersebut sudah baik di

mata hukum dan setiap Memorandum of Understanding (MoU) yang

akan di tanda tangani oleh pimpinan harus melewati Biro Hukum

terlebih dahulu.

4.4.10 Penandatanganan verbal naskah Memorandum of Understanding

(MoU)

Setelah draft Memorandum of Understanding (MoU) telah

disetujui oleh Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI dan semua

perubahan atau klarifikasi telah diselesaikan, pihak yang terlibat dalam

Memorandum of Understanding (MoU) akan melakukan


penandatanganan secara verbal sebagai tanda kesepakatan awal.

Penandatanganan ini mencerminkan komitmen dari kedua belah pihak

untuk melanjutkan proses menuju penandatanganan final.

4.4.11 Penandatanganan final

Naskah Memorandum of Understanding (MoU) yang telah

disetujui dan ditandatangani secara verbal akan dipersiapkan dalam

bentuk final. Penandatanganan final dilakukan oleh pihak-pihak yang

terlibat dalam sebuah acara atau seremoni khusus. Yang melakukan

penandatanganan MOU tidak selalu Bapak Menteri Kesehatan, tetapi

seringkali juga Ibu Direktur Jenderal yang menandatangani MOU

tersebut. Dalam acara atau seremonial khusus, Memorandum of

Understanding (MoU) dianggap resmi dan sah serta menandai

dimulainya kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dan mitra

sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Memorandum of

Understanding (MoU).

4.5 Gambaran Output alur pembuatan Memorandum of Understanding

(MoU) Kemitraan di Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun 2023

Output yang diharapkan dalam alur pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) kemitraan diantaranya yaitu terciptanya Memorandum

of Understanding (MoU) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan selama proses

magang di Kementerian Kesehatan RI, pada unit Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat, terdapat hambatan dalam pelaksanaan alur

pembutan Memorandum of Understanding (MoU) kemitraan tersebut yaitu


berkaitan dengan approval pimpinan. Hal ini dapat disebabkan karena

pimpinan seringkali memiliki tanggung jawab yang banyak dan kompleks.

Tuntutan pekerjaan yang tinggi dan banyaknya hal yang harus diprioritaskan

bisa membuatnya kesulitas untuk segera meninjau dan menyetujui setiap

permintaan yang masuk. Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan

komunikasi yang efektif antara pihak yang mengajukan permintaan dengan

pimpinan. Melalui cara tersebut, output yang diharapkan dalam alur

pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) kemitraan ini adalah

terciptanya Memorandum of Understanding (MoU) kemitraan sesuai dengan

waktu yang telah ditetapkan.


BAB V

PEMBAHASAN

1. Kementerian Kesehatan Tahun 2023.

Kementerian Kesehatan Indonesia memiliki peran penting dalam

memastikan kesejahteraan dan pelayanan kesehatan bagi penduduk Indonesia.

Saat ini, belum memungkinkan untuk memberikan gambaran rinci tentang

rencana dan inisiatif spesifik yang akan diimplementasikan oleh Kementerian

Kesehatan pada tahun 2023, karena informasi ini belum tersedia secara publik.

Namun, kita dapat membahas fungsi dan tanggung jawab umum dari

Kementerian Kesehatan serta memberikan gambaran umum tentang kegiatannya.

Kementerian Kesehatan Indonesia bertanggung jawab untuk merumuskan dan

melaksanakan kebijakan terkait kesehatan masyarakat, layanan kesehatan, dan

penelitian medis.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan status kesehatan penduduk

Indonesia dan memastikan akses yang adil terhadap layanan kesehatan

berkualitas. Salah satu area fokus utama Kementerian Kesehatan adalah

pencegahan dan pengendalian penyakit. Hal ini meliputi pengembangan strategi

untuk mencegah penyebaran penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis,

HIV/AIDS, dan COVID-19. Kementerian bekerja sama erat dengan lembaga

pemerintah lainnya, organisasi internasional, dan penyedia layanan kesehatan

untuk mengembangkan program komprehensif untuk surveilans penyakit,

imunisasi, dan tanggap wabah. Aspek penting lain dari pekerjaan kementerian

adalah penyediaan layanan kesehatan.

Kementerian mengawasi penyediaan layanan kesehatan melalui jaringan

pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan fasilitas medis khusus di seluruh
negeri. Kementerian bertujuan untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan,

terutama di daerah terpencil dan kurang terlayani, dengan memperluas

infrastruktur, melatih tenaga kesehatan, dan mengimplementasikan inisiatif

telemedicine. Selain pencegahan penyakit dan penyediaan layanan kesehatan,

Kementerian Kesehatan juga fokus pada promosi dan pendidikan kesehatan.

Kementerian mengembangkan kampanye dan inisiatif untuk meningkatkan

kesadaran tentang gaya hidup sehat, nutrisi, kesehatan ibu dan anak, kesehatan

mental, dan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular.

Upaya ini bertujuan untuk memberdayakan individu dan komunitas agar

mengambil langkah proaktif dalam menjaga kesehatan mereka. Selanjutnya,

kementerian memainkan peran penting dalam mengatur sektor kesehatan di

Indonesia. Ini menetapkan standar untuk fasilitas kesehatan, memberi lisensi

kepada tenaga kesehatan, dan memantau kualitas layanan kesehatan. Kementerian

juga bekerja sama dengan organisasi profesional dan lembaga akademis untuk

mengembangkan dan memperbarui pedoman klinis dan protokol.

Penelitian dan pengembangan juga merupakan komponen penting dari

pekerjaan Kementerian Kesehatan. Ini mendukung dan mendanai proyek-proyek

penelitian medis yang bertujuan untuk mengatasi tantangan kesehatan negara,

mempromosikan inovasi dalam layanan kesehatan, dan meningkatkan efektivitas

intervensi kesehatan. Kementerian juga berkolaborasi dengan lembaga penelitian

internasional untuk bertukar pengetahuan dan keahlian. Untuk menjalankan

tanggung jawabnya dengan efektif, Kementerian Kesehatan bekerja sama erat

dengan kementerian pemerintah lainnya, seperti Kementerian Keuangan,

Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kementerian juga bermitra dengan organisasi internasional seperti Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi non-pemerintah untuk memanfaatkan

sumber daya, keahlian, dan praktik terbaik.

2. Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian

Kesehatan RI Tahun 2023.

Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat merupakan

bagian dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pada tahun 2023, unit ini

bertanggung jawab atas pelaksanaan berbagai program promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

mereka. Tujuan utama dari Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat adalah untuk mempromosikan perilaku dan gaya hidup sehat di

kalangan penduduk Indonesia. Hal ini dicapai melalui berbagai strategi seperti

meningkatkan kesadaran tentang masalah kesehatan, memberikan pendidikan dan

informasi, serta memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam kegiatan terkait

kesehatan.

Salah satu fungsi utama unit ini adalah mengembangkan dan

melaksanakan kampanye promosi kesehatan. Kampanye-kampanye ini dirancang

untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu seperti penyakit menular, penyakit

tidak menular, kesehatan ibu dan anak, gizi, kesehatan mental, dan kesehatan

lingkungan. Unit ini bekerja sama erat dengan departemen lain di dalam

Kementerian Kesehatan, serta pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan

kelompok-kelompok masyarakat untuk memastikan keberhasilan kampanye-

kampanye ini. Selain kampanye, Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat juga berfokus pada kegiatan pembangunan kapasitas dan

pemberdayaan. Ini termasuk pelatihan bagi tenaga kesehatan, pemimpin

masyarakat, dan relawan dalam teknik dan strategi promosi kesehatan. Unit ini
juga mendukung pendirian organisasi berbasis masyarakat yang dapat berperan

aktif dalam mempromosikan kesehatan di komunitas mereka.

Selanjutnya, unit ini memainkan peran penting dalam advokasi kebijakan

yang mendukung promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Ini

melibatkan kerja sama dengan para pembuat kebijakan di tingkat nasional dan

lokal untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan yang menciptakan

lingkungan yang mendukung kegiatan promosi kesehatan. Unit ini juga

melakukan penelitian dan studi evaluasi untuk menilai efektivitas berbagai

intervensi dan memberikan rekomendasi berdasarkan bukti untuk pengembangan

kebijakan.

Secara keseluruhan, Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat memainkan peran penting dalam meningkatkan status kesehatan

penduduk Indonesia. Dengan melaksanakan program-program promosi kesehatan

yang komprehensif dan memberdayakan masyarakat, mereka berkontribusi dalam

mengurangi beban penyakit dan mempromosikan masyarakat yang lebih sehat.

3. Input (Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, SOP) dalam Unit Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Tahun

2023.

Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (UPKPM)

memiliki peran strategis dalam memajukan upaya kesehatan masyarakat di

Indonesia. Berfokus pada pendekatan preventif, pemberdayaan masyarakat, dan

perubahan perilaku positif, unit ini mengambil langkah-langkah konkret untuk

mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam mencapai tujuannya, UPKPM

mengembangkan dan mengimplementasikan beragam program promosi kesehatan

yang mencakup berbagai aspek kesehatan, mulai dari penyakit menular hingga
tidak menular, serta isu-isu kesehatan lainnya. Ini termasuk kampanye

penyuluhan tentang pentingnya mencuci tangan, vaksinasi, pola makan seimbang,

olahraga teratur, dan mendukung kebugaran mental.

Selain itu, UPKPM juga aktif dalam mendorong partisipasi masyarakat

dalam upaya kesehatan. Mereka menggalakkan program-program yang

melibatkan komunitas, seperti kelompok-kelompok ibu, kelompok remaja, dan

kelompok lansia, untuk bersama-sama mempromosikan perilaku sehat dan

mengidentifikasi masalah kesehatan yang spesifik bagi kelompok tersebut. Unit

ini juga berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Melalui pendekatan ini,

UPKPM tidak hanya memberikan informasi tentang kesehatan, tetapi juga

memberikan alat dan pengetahuan kepada masyarakat untuk mengambil langkah

konkret menuju perubahan yang lebih baik. Misalnya, mereka dapat memberikan

pelatihan kepada kelompok-kelompok masyarakat tentang cara memantau

kesehatan mereka sendiri, mendeteksi gejala awal penyakit, dan mengambil

langkah-langkah preventif.

Penting juga untuk dicatat bahwa UPKPM sering bekerja berdampingan

dengan pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, lembaga pendidikan, dan

kelompok masyarakat lainnya. Kolaborasi ini memastikan bahwa program-

program promosi kesehatan yang dijalankan lebih kontekstual dan efektif dalam

mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Selain

menjalankan program-program, UPKPM juga berperan dalam penelitian dan

evaluasi. Mereka menganalisis efektivitas kampanye-kampanye yang telah

dilakukan dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan perhatian lebih

lanjut. Hasil penelitian ini dapat membantu dalam mengarahkan kebijakan dan

program ke depan yang lebih terarah dan efisien.


Secara keseluruhan, Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat memegang peran penting dalam mengubah paradigma kesehatan dari

model kuratif menjadi preventif, dengan menempatkan pemberdayaan masyarakat

sebagai fondasi utama. Melalui program-programnya, unit ini bertujuan untuk

menciptakan masyarakat yang lebih sadar kesehatan, berdaya, dan mampu

membuat keputusan yang tepat terkait kesehatan mereka sendiri dan lingkungan

sekitar.

4. Proses pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) Kemitraan di Unit

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI

Tahun 2023

Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (UPKPM)

memiliki peran strategis dalam memajukan upaya kesehatan masyarakat di

Indonesia. Berfokus pada pendekatan preventif, pemberdayaan masyarakat, dan

perubahan perilaku positif, unit ini mengimplementasikan langkah-langkah

konkrit guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam mewujudkan sasaran-

sasarannya, UPKPM mengembangkan serta menjalankan berbagai program

promosi kesehatan yang meliputi beraneka ragam aspek kesehatan, mulai dari

penyakit menular hingga tidak menular, serta isu-isu kesehatan lainnya. Inisiatif

ini mencakup kampanye penyuluhan mengenai pentingnya praktik cuci tangan,

vaksinasi, pola makan seimbang, rutinitas olahraga, dan dukungan terhadap

kesejahteraan mental.

Selain itu, UPKPM juga giat dalam merangsang partisipasi masyarakat

dalam upaya kesehatan. Mereka mempromosikan program-program yang

melibatkan komunitas, seperti kelompok-kelompok ibu, remaja, dan lansia, untuk

bersama-sama mempropagandakan perilaku sehat dan mengidentifikasi


permasalahan kesehatan yang spesifik dalam kelompok tersebut. Unit ini juga

memusatkan perhatiannya pada pemberdayaan masyarakat. Dalam pendekatan

ini, UPKPM tak hanya menyediakan informasi mengenai kesehatan, tetapi juga

memberi warga alat dan pengetahuan untuk melangkah menuju perubahan yang

lebih baik. Contohnya, mereka menyelenggarakan pelatihan bagi kelompok-

kelompok masyarakat mengenai cara mengawasi kesehatan diri, mendeteksi

gejala awal penyakit, serta mengambil tindakan pencegahan. Penting juga untuk

ditegaskan bahwa UPKPM kerap menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah,

organisasi non-pemerintah, institusi pendidikan, dan kelompok masyarakat

lainnya. Kolaborasi semacam ini memastikan program-program promosi

kesehatan yang dijalankan lebih kontekstual dan efektif dalam mengatasi

permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat. Selain menjalankan program-

program, UPKPM juga memiliki peran dalam penelitian dan evaluasi. Mereka

menganalisis efektivitas kampanye-kampanye yang telah dijalankan dan

mengidentifikasi area-area yang memerlukan perhatian lebih lanjut.

Hasil-hasil penelitian ini dapat memberikan panduan dalam mengarahkan

kebijakan dan program-program di masa mendatang agar lebih terarah dan

efisien. Secara keseluruhan, Unit Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat memegang peran penting dalam mengubah paradigma kesehatan dari

model kuratif menjadi preventif, dengan meneguhkan pemberdayaan masyarakat

sebagai landasan utama. Melalui program-programnya, unit ini bertujuan untuk

membentuk masyarakat yang lebih teredukasi mengenai kesehatan, berdaya, serta

memiliki kapabilitas dalam membuat keputusan bijak terkait kesehatan pribadi

dan lingkungan sekitar.


5. Output (Terciptanya kesepakatan MoU sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan)

Untuk memastikan pemahaman yang komprehensif terhadap topik ini, penting

untuk memecah pertanyaan tersebut dan memberikan penjelasan terperinci

tentang setiap komponennya.

MoU (Memorandum of Understanding):

Memorandum of Understanding (MoU) adalah perjanjian yang tidak mengikat

antara dua atau lebih pihak yang menguraikan syarat dan rincian kerja sama atau

kolaborasi mereka dalam proyek atau tujuan tertentu. Ini berfungsi sebagai

dokumen pendahuluan yang membentuk dasar untuk negosiasi dan perjanjian

formal di masa depan. Tujuan dari MoU adalah untuk membentuk pemahaman

dan niat bersama antara pihak-pihak yang terlibat, tanpa membentuk kewajiban

hukum.

Terciptanya kesepakatan MoU (Creation of MoU agreement):

Frasa "terciptanya kesepakatan MoU" merujuk pada penyelesaian dan finalisasi

dokumen MoU, di mana semua pihak yang terlibat telah mencapai kata sepakat

tentang isinya dan siap melanjutkan kerja sama atau kolaborasi yang dimaksud.

Waktu yang telah ditentukan (Specified time):

"Waktu yang telah ditentukan" mengacu pada jangka waktu yang telah ditetapkan

di mana pihak-pihak bertujuan untuk menyelesaikan proses penciptaan perjanjian

MoU. Waktu ini dapat ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat sendiri atau

mungkin dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti persyaratan hukum atau batas

waktu proyek.
Untuk mencapai hasil yang diinginkan dari "terciptanya kesepakatan MoU sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan," beberapa faktor diperlukan:

Negosiasi dan membangun konsensus:

Proses ini dimulai dengan negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat, di mana

mereka membahas dan bernegosiasi mengenai syarat-syarat dan kondisi yang

akan dimasukkan dalam perjanjian MoU. Ini melibatkan identifikasi tujuan

bersama, klarifikasi harapan, dan penyelesaian perbedaan atau konflik yang

mungkin timbul selama proses negosiasi. Tujuannya adalah mencapai konsensus

tentang semua aspek perjanjian, memastikan bahwa semua pihak puas dengan

syarat-syarat akhir.

Penyusunan dan peninjauan:

Setelah negosiasi selesai, langkah berikutnya adalah menyusun perjanjian MoU.

Ini melibatkan penulisan syarat-syarat yang disepakati, memastikan kejelasan dan

ketepatan dalam bahasa yang digunakan. Rancangan ini kemudian ditinjau oleh

semua pihak yang terlibat, termasuk penasihat hukum jika diperlukan, untuk

memastikan bahwa itu secara akurat mencerminkan niat mereka dan sejalan

dengan kerangka hukum masing-masing.

Revisi dan amendemen:

Selama proses peninjauan, umum bagi pihak-pihak untuk mengusulkan revisi atau

amendemen terhadap rancangan perjanjian MoU. Usulan-usulan ini mungkin

muncul dari diskusi lebih lanjut atau pertimbangan yang awalnya tidak diatasi.

Penting untuk memberikan waktu yang cukup agar revisi dan amendemen ini

dapat diinkorporasikan ke dalam dokumen, memastikan bahwa semua pihak

setuju sebelum melanjutkan.


Penandatanganan dan eksekusi:

Setelah semua pihak mencapai kata sepakat mengenai versi akhir perjanjian

MoU, perjanjian siap untuk ditandatangani dan dieksekusi. Ini melibatkan

penegasan perjanjian dengan mendapatkan tanda tangan dari perwakilan yang

diotorisasi dari masing-masing pihak. Upacara penandatanganan dapat dilakukan

secara langsung atau jarak jauh, tergantung pada pertimbangan logistik.

Implementasi dan pemantauan:

Setelah perjanjian MoU ditandatangani, penting untuk membangun mekanisme

implementasi dan pemantauan. Ini meliputi penugasan tanggung jawab,

menetapkan jangka waktu untuk tindakan atau produk tertentu, dan membangun

saluran komunikasi untuk koordinasi berkelanjutan antara pihak-pihak.

Pemantauan dan evaluasi yang rutin membantu memastikan bahwa semua pihak

memenuhi kewajiban mereka sebagaimana diuraikan dalam perjanjian MoU.

Naskah Memorandum of Understanding (MoU) yang telah disetujui dan

ditandatangani secara verbal akan disusun dalam bentuk final yang lebih formal.

Penandatanganan final ini akan diadakan dalam suatu acara atau seremoni khusus

yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat.

Meskipun penandatanganan MoU tidak selalu dilakukan oleh Bapak

Menteri Kesehatan, seringkali Ibu Direktur Jenderal juga akan menandatangani

MoU tersebut. Hal ini menunjukkan komitmen tinggi dari pihak-pihak terkait

dalam melaksanakan isi dari MoU tersebut. Dalam konteks acara atau seremoni

khusus ini, Memorandum of Understanding (MoU) dianggap resmi dan sah, serta

menandai dimulainya kerjasama yang telah disepakati antara Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (RI) dan mitra yang bersangkutan. Selama acara

ini, MoU menjadi lambang formalitas dan komitmen antara kedua belah pihak
untuk melaksanakan langkah-langkah yang telah disepakati sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam MoU. Selain menjadi momen simbolis, acara

penandatanganan MoU juga dapat memberikan kesempatan bagi pihak-pihak

yang terlibat untuk menyampaikan pidato atau pernyataan mengenai pentingnya

kerjasama ini, tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta manfaat yang diharapkan

bagi masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat. Ini juga merupakan kesempatan

untuk membangun hubungan yang lebih erat antara kedua belah pihak dan

memperkuat kerjasama di masa depan. Sebagai bagian dari persiapan untuk acara

penandatanganan MoU, naskah final dari MoU akan diperiksa dan divalidasi

kembali untuk memastikan bahwa semua ketentuan yang telah disepakati telah

dimasukkan dengan benar. Juga, perlu memastikan bahwa bahasa yang digunakan

dalam MoU menggambarkan dengan jelas dan akurat komitmen serta tanggung

jawab masing-masing pihak.

Ketika penandatanganan final dilakukan, MoU akan diberikan nomor urut

dan tanggal resmi yang menunjukkan dimulainya kerjasama ini. Dokumen

tersebut kemudian akan menjadi acuan utama bagi pihak-pihak yang terlibat

dalam melaksanakan program-program atau inisiatif yang telah disepakati.

Dengan penandatanganan MoU dalam acara atau seremoni khusus ini,

Kementerian Kesehatan RI dan mitra eksternal menunjukkan komitmen mereka

untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. MoU ini menjadi instrumen

penting dalam membentuk kerjasama yang berkelanjutan dan berhasil di bidang

kesehatan dan sektor terkait.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Memorandum of Understanding (MoU) menjelma menjadi instrumen

yang sangat berharga dalam mengokohkan kolaborasi dan kemitraan antara

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan mitra eksternal. Melalui

proses yang terstruktur dan terikat oleh prinsip-prinsip formalitas, MoU berhasil

menciptakan landasan yang kokoh untuk merumuskan dan melaksanakan tujuan

bersama.

Penandatanganan MoU yang diwarnai dengan seremoni khusus tidak

hanya menjadi tanda awal dari kerjasama ini, tetapi juga menggarisbawahi

komitmen yang kuat untuk berkontribusi terhadap kemajuan dalam sektor

kesehatan. Dalam konteks MoU, kerjasama yang saling menguntungkan

tercermin dalam isi perjanjian yang mencakup persyaratan, tanggung jawab, dan

tujuan yang terinci. MoU bukan sekadar dokumen formal, tetapi juga panduan

yang memandu pihak-pihak yang terlibat dalam mengimplementasikan berbagai

inisiatif dan program yang telah disepakati. Dengan adanya MoU, segala tindakan

kerjasama menjadi lebih terarah dan bermakna, dan dampak positif dari

kerjasama tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih nyata.

6.2 Saran

Saat memasuki tahap implementasi MoU, terdapat beberapa aspek penting

yang perlu diperhatikan guna memastikan keberhasilan dan efektivitas kerjasama

yang diawali oleh perjanjian ini. Pertama, transparansi dan komunikasi yang

terbuka harus dijaga secara konsisten antara semua pihak yang terlibat.

Mekanisme pemantauan dan evaluasi yang kuat harus diterapkan guna memantau
kemajuan, mengidentifikasi tantangan yang mungkin muncul, dan mengambil

tindakan korektif jika diperlukan. Fleksibilitas dalam mengadaptasi rencana aksi

seiring perkembangan situasi juga menjadi kunci sukses dalam menjaga

kelangsungan kerjasama.

Pentingnya pelatihan dan pembinaan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam

implementasi MoU juga tidak boleh diabaikan. Peningkatan kapabilitas dan

pemahaman mengenai isi perjanjian, tugas-tugas masing-masing pihak, serta

tujuan yang ingin dicapai akan membantu memastikan kesesuaian dan

keselarasan dalam tindakan yang diambil. Selain itu, adanya mekanisme

penyelesaian konflik yang jelas juga perlu diperhatikan untuk mengatasi

perbedaan pandangan yang mungkin timbul sepanjang perjalanan implementasi.

Terakhir, kolaborasi yang dimulai oleh MoU seharusnya menciptakan

dasar bagi pengembangan lebih lanjut, bukan berakhir pada batas perjanjian awal.

Pihak-pihak yang terlibat harus terus berinteraksi, berbagi pengetahuan, dan

berinovasi untuk mencapai hasil yang lebih baik dari waktu ke waktu. Hal ini

dapat dicapai melalui pertemuan berkala, forum diskusi, atau bahkan

pengembangan proyek-proyek baru yang sejalan dengan tujuan yang telah

disetujui dalam MoU.

Secara keseluruhan, MoU merupakan tonggak penting dalam membentuk

kemitraan yang berkelanjutan dan bermakna. Dengan menjaga komunikasi yang

baik, mengikuti rencana aksi yang terstruktur, dan memiliki fleksibilitas dalam

mengatasi perubahan situasi, kerjasama yang diawali oleh MoU dapat menjadi

katalisator perubahan positif dalam sektor kesehatan, memberikan manfaat yang

nyata bagi masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai