Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentan usia

10-19 tahun, menurut peratuaran Mentri Kesehatan RI Nomor 25

tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun

dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

(BKKBN) rentan usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum

menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut

Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari

jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah

1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2014).

Masa remaja (10-19 tahun) adalah masa yang khusus dan

penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi

manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, merupakan masa

transisi ysng unik di tandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi

dan psikis. Pada masa remaja terjadi perubahan organ biologi yang

cepat dan tidak seimbang dengan perubahan mental emosional

(kejiwaan). Keadaan ini dapat membuat remaja bingung. Oleh karena

itu perlu pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan

disekitarnya sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang dan

7
8

menjadi manusia dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun

psikologis (Pinem, 2009).

2.1.2 Karakteristik Remaja Berdasarkan Umur (Pinem, 2009).

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi, remaja sangat perlu

mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya berdasarkan sifat

atau dari perkembangannya, remaja (rentang waktu) ada tiga tahap

yaitu.:

2.1.2.1 Maka remaja awal (10-12 tahun)

1) Lebih dekat dengan teman sebaya

2) Ingin bebas

3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya

4) Mulai berpikir abstrak

2.1.2.2 Masa remaja pertengahan (13-15 tahun)

1) Mencari identitas diri

2) Timbul keinginan untuk berkencan

3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4) Mengenbangkan kemampuan berpikir abstrak

5) Berkhayal tentang aktifitas seks

2.1.2.3 Remaja akhir (16-19 tahun)

1) Mampu berpikir abstrak

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3) Mempunyai citra jasmani dirinya


9

4) Dapat mewujudkan rasa cinta

5) Pengungkapkan kebebasan diri.

2.1.3 Perubahan Fisik Remaja (Marm, 2013)

Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang

sangat penting dalam kesehatan reproduksi, karena pada masa ini

terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat untuk mencapai

kematangan, termasuk organ-organ reproduksi sehingga mampu

melaksanakan fungsi reproduksinya. Perubahan yang terjaadi

yaitu :

2.1.3.1 Munculnya tanda-tanda seks primer, terjadi haid yang

pertama (menarche) pada remaja perempuan dan mimpi

basah pada remaja laki-laki.

2.1.3.2 Munculnya tanda-tanda seks sekunder, yaitu :

1) Pada remaja laki-laki : tumbuh jakun, penis dan

buah testis bertambah besar, dada lebih besar,

badan berotot, tumbuh kumis diatas bibir,

cambang dan rambut disekitar kemaluan dan

ketiak.

2) Pada remaja perempuan: panggul melebar,

pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh rambut

disekitar kemaluan dan ketiak, payudarah

membesar.
10

Memasuki masa remaja anak-anak perempuan biasanya

mulai mendapatkan menstruasi yang membuktikan seorang remaja

berubah menjadi wanita dewasa menstruasi juga menandakan

bahwa fungsi tubuhnya berjalan dengan normal dan baik. Selama

masa pubertas otak melepaskan hormon yang menstimulasi sel

telur (ovarium) untum memproduksi hormon estrogen dan

progesterone. Kedua hormon ini yang akan mematangkan sel telur

sehingga terjadi menstruasi atau kehamilan jika ada pembuahan

(Ellya dkk, 2010)

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja

Ada tiga yang mempengaruhi perkembangan anak remaja

anatara lain (Syamsu, 2011).

2.1.4.1 Keberfungsian Keluarga

Keluarga fungsional (normal) ditandai oleh karakteristik :

1) Saling memeperhatikan dan mencintai.

2) Saling terbuka dan jujur.

3) Orang tua mau mendengarkan anak.

4) Ada sharing masalah atau pendapat antara anggota


keluarga.

5) Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya.

6) Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi.

7) Kamunikasi nyata anggota keluarga berlangsung


dengan baik
11

8) Memenuhi kebutuhan psikososial anak.

9) Mampu beradaptasi dengan perubahan yang


terjadi.

2.1.4.2 Pola hubungan orang tua dengan anak ( sikap atau perlakuan

orang tua terhadap anak ).

Terhadap beberapa pola sikap atau perlakuan

orang tua terhadap anak yang masing-masing

mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian

anak.

2.1.4.3 Kelas sosial atau status sosial ekonomi

Adapun pengaruh status ekkonomi terhadap

kepribadian remaja adalah dari orang tua dengan status

ekonomi rendah cenderung lebih menekankan

kepatuhan pada figure-figuer yang mempunyai otoritas,

kelas menengah dan kelas atas kecenderuangan lebih

menekankan kepada pembangunan inisiatif,

keingintahuan kreatifitas anak.

2.4 Konsep Perilaku

2.4.1 Pengertian Perilaku

Perilaku menurut Behavioristik adalah respons terhadap

stimulus yang sangat di tentukan oleh keadaan stimulusnya dan

individu atau orgasme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan

untuk perilakunya, hubungan stimulus dengan respons seakan bersifat


12

mekanitis. Sedangkan menurut pandangan kognitif perilaku

merupakan respons dari stimulus, namun dalam diri individu ada

kemampuan menentukan perilaku yang di ambilnya. Ini berarti

individu ada kemampuan membentuk perilaku yang di ambilnya. Ini

berarti individu dalam keadaan aktfi dapat menentukan perilaku yang

di ambilnya (Walgito, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku adalah suatu kegiatan

atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan.

Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari

hubungan dengan lingkungan, dengan perkataan lain, perilaku baru

terjadi bila ada suatu yang di perlukan untuk menimbulkan reaksi.

Suatu tersebut disebut rangsangan. Jadi suatu ransangan tersebut

dapat menimbulkan reaksi berupa perilaku tertentu. Perilaku dilihat

dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup yakni tumbuh-

tumbuhan, binatang, dan manusia mempunyai perilaku, karena

mereka mempunyai aktivitas. Oleh karena itu yang dimaksud dengan

perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusi itu sendiri seperti berbicara, menangis, tertawa, bekerja dan

lain sebagainya. Kalau disimpulkan maka yang dimaksud dengan

perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang dapat di amati langsung maupun tidak (Mahchfoedz dan

Suryani, 2009).

2.4.2 Peroses pembentukan perilaku


13

Perilaku manusia terbentuk karena beberapa cara diantaranya

adalah dengan kondisioning (kebiasaan) pengertian (insight) dan

dengan mengunakan model (Walgito, 2009).

2.4.2.1 Kondisioning (kebiasaan)

Salah satu cara pembentukan perilaku dan dapat

ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan melalui cara

membiasakan perilaku tersebut. Misal dibiasakan bangun

pagi atau mengosok gigi sebelum tidur mengucap

terimaksih bila diberi sesuatu, membiasakan diri datang

tidak terlambat di kantor. Cara ini di dasarkan atas teori

belajar kondisioning baik yang ditemukan oleh Palov

maupun Thorndike dan Skinner terdapat yang tidak seratus

persen sama, namun para ahli tersebut mempunyai dasar

pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain.

2.4.2.2 Pengertian (insight)

Pembentukan perilaku dengan pengertian juga

dapat ditempuh dengan pengertian insight, misal datang

kuliah jangan sampai terlambat karena dapat mengganggu

teman yang lain. Cara ini didasarkan atau teori belajar

kognitif yaitu belajar dengan di sertai adanya pengertian.

Bila dalam eksperimen Thorndike dalam belajar yang

penting adalah soal latihan, maka dengan eksperimen

kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian atau


14

insigh. Kholer adalah salah satu tokoh dalam fisiologis

Gestalt dan termasuk dalam ahli kogniti.

2.4.2.3 Model

Pembentukan perilaku masih dapat ditempuh

dengan menggunakan model atau contoh. Kalau orang

bicara bahwa orang tua sebagai contoh anaknya, pemimpin

sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut

menunjukan pembentukan perilaku dengan menggunakan

model. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang

di pimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial

(Social learning theory) atau observation learning yang

ditemukan oleh Bandura.

2.4.3 Klasifikasi perilaku

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2010)

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:

2.4.3.1 Perilaku pemiliharaan kesehatan (health maintanace) yaitu

usaha seseorang untuk memelihara kesehatan agar tidak

sakit dan usaha penyembuhan jika sedang sakit.

2.4.3.2 Perilaku pencairan dan penggunaan system pelayanan

kesehatan (health seeking behavior), yaitu perilaku yang

menyangkut upaya atau tindakan seseorang saat sakit dan

atau kecelakaan untuk berusaha mulai selft treatment

sampai mencari pengobatan diluar negri.


15

2.4.3.3 Perilaku kesehatan lingkungan yaitu cara seseorang

merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial

budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempunyai

kesehatannya.

2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut L.W.Green dalam Notoatmodjo (2010). faktor

penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non

perilaku, faktor perilaku khusunya perilaku kesehatan dipengaruhi

oleh 3 (tiga) faktor yaitu :

2.4.4.1 Faktro-faktor Predisposisi (predisposing factor)

Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi, seperti:

status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluraga.

Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

2.4.4.2 Faktor-faktor pemungkin (enabling factos)

Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan

fisik, termasuk didalamnya adalah berbagai macam sarana

dan prasarana, misalnya: dana, transportasi, fasilitas,

kebijakan pemerintah dan lainsebagainya.

2.4.4.3 Faktor-faktor pendukung (reinforcing factors)

Adalah faktor-faktor ini meliputi: faktor sikap dan perilaku

tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas

kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan

kelompok refernsi dari perilaku masyarakat.

2.4.5 Pengukuran perilaku

2.4.5.1 Pengamatan (Observasi)


16

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan

pengamatan langsung. Dalam metode observasi ini,

instrumen yang dapat digunakan: lembar observasi,

panduan pengamatan atau chechlist.

2.4.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan

cara mewawancarai langsung responden, yang diteliti.

Metode ini memberikan hasil langsung. Metode ini dapat

digunakan apabila peneliti ingin mengetahui hal dari

responden sedikit. Dalam metode ini dapat digunakan

isntrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar

penkas atau cheklist (Hidayat, 2009).

2.4.5.3 Kuesioner

Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang

memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan,

perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam

organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan

atau oleh sistem yang sudah ada. Kuesioner juga dikenal

sebagai angket. Kuesioner merupakan sebuah daftar

pertanyaan yang harus diidi atau dijawab oleh responden

atau orang yang akan diukur. Dapat mengetahui keadaan

atau data pribadi seseorang, pengalaman, pengetahuan, dan

lain sebagainya yang kita peroleh dari responden. Selain


17

itu, kuesioner juga memerlukan waktu yang singkat untuk

menjawab pertanyaan.

2.4.6 Teori Perilaku yang digunakan

Icek Ajzen mengembangkan TRA menjadi teori tindakan

terencana (theory of palnned behavior atau TPB) dengan

menambahkan sebuah determinan baru. Theory of palnned behavior

tetap berada pada faktor intensi perilaku dengan penambahan

determinan yang disebut perceived behavior control

(Jogiyanto,2007). Pada teori perilaku terencana, Ajzen (dalam

Azwar, 2013) mengatakan bahwa diantara berbagai keyakinan yang

akhirnya akan menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah

keyakinan mengenai tersedia tidaknya kesempatan dan sumber yang

diperlukan. Keyakinan dapat berasal pengalaman dengan perilaku

yang bersangkutan dimasa lalu, dapat juga dipengaruhi oleh

pengalaman orang lain. Dalam teori ini keyakinan-keyakinan

berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-

norma subjektif, dan pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga

komponen tersebut berinteraksi dan menjadi determin yang pada

gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan

akan dilakukan atau tidak.

2.3 Konsep personal hygiene

2.3.1 Definisi personal hygiene


18

Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk

memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan higiene perorangan

diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanaan, dan kesehatan.

Praktek hygiene sama dengan meningkatkan kesehatan (Potter dan

Perry, 2012). Seseorang yang sakit, biasanya dikarenakan masalah

kebersihan yang kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita

menganggap masalah kebersihan adalah masalah yang biasa saja,

padahal jka hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi

kesehatan secara umum. Karena itu hendaknya setiap orang selalu

berusaha supaya personal hygiennya dipelihara dan ditingkatkan.

Hygiene adalah ilmu kesehatan. Cara perawatan diri manusia

untuk memelihara kesehatan mereka disebut hygiene perorangan.

Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau

keadaan emosional seseorang. Pemeliharaan hygiene perorangan

diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan.

Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya

sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik memerlukan bantuan

perawat untuk melakukan praktik kesehatan yang rutin (Potter dan

Perry, 2012).

2.3.2 Personal hygiene saat menstruasi

Hygiene saat menstruasi merupakan komponen personal

hygiene (kebersihan perorangan) yang memegang peran penting

dalam status perilaku kesehatan seseorang, termasuk menghindari

adanya gangguan pada fungsi alat reproduksi. Pada saat menstruasi


19

pembulu darah dalam rahim sangat mudah terinfeksi. Oleh karena itu

kebersihan alat kelamin harus dijaga karena kuman mudah sekali

masuk dan dapat menimbulkan infeksi, gatal pada area vagina atau

pruritus vulvae. (Yuni,2015).

2.3.3 Indikator personal hygiene

Indikator personal hygiene menstruasi menurut Kusmiran

(2012),sebagai berikut :

2.3.3.1 Saat menstruasi wanita lebih berkeringat dibanding dengan

hari-hari biasanya. Oleh karena itu, agar tubuh tetap segar

dan bebas dari bau badan harus rajin merawat tubuh

dengan mandi yang bersih dan mencuci rambut minimal

dua hari sekali. Sebagaimana Yusuf (2012), menyatakan

bahwa remaja putri sebagai respondennya menyatakan

bahwa mereka menambah frekuensi mandi saat menstruasi

sebanyak 2-3 kali per hari.

2.3.3.2 Membersihkan bekas keringat yang ada disekitar alat kelamin

secara teratur dengan air bersih, lebih baik menggunakan

air hangat, dan sabun lembut dengan kadar soda rendah

terutama setelah buang air besar (BAB) dan buang air kecil

(BAK). Cara membasuh alat kelamin perempuan yang

benar adalah dari arah depan (vagina) ke belakang (anus),

tidak terbalik karena bakteri yang ada disekitar anus bisa

terbawa kedalam vagina dan berisiko menimbulkan infeksi.


20

2.3.3.3 Menggunakan air bersih saat mencuci vagina. Tidak perlu

sering menggunakan sabun khusus pembersih vagina.

2.3.3.4 Kebersihan daerah kewanitaan juga bisa dijaga dengan

sering mengganti celana dalam minimal dua kali sehari

untuk menjaga vagina dari kelembapan yang berlebihan,

bahan celana dalam yang baik harus menyerap keringat

seperti katun.

2.3.3.5 Menstruasi merupakan mekanisme tubuh untuk membuang

darah kotor pemakain pembalut tidak boleh lebih dari 6

jam diganti sesering mungkin bila sudah oleh darah. Hal ini

dikarenakan pembalut juga menyimpan bakteri jika lama

tidak diganti. Patricia (2005) menyatakan bahwa indikator

personal hygiene menstruasi meliputi :

a. kebersihan organ genetalia

Pada saat membersihkan alat kelamin, tidak perlu

dibersihkan dengan cairan pembersih atau cairan

antiseptik secara berlebihan karena akan merusak flora

normal yaitu bakteri doderlin, sehingga memudahkan

masuk dan berkembangbiaknya kuman patogenik yang

akan berakibat tubuh menjadi rentan terhadap infeksi .

b. Menggunakan air bersih saat mencuci vagina

Cara membasuh alat kelamin perempuan yang

benar dengan cara dari arah depan ke belakang. Tidak


21

perlu sering menggunakan sabun khusus pembersih

vagina.

c. Kebersihan pakaian dalam

Mengganti pakaian setiap hari sangatlah penting

terutama pakaian dalam gunakan pakaian dalam yang

kering dan menyerap keringat (bahan katun atau kaos)

karena pakaian dalam yang basah akan mempermudah

tumbuhnya jamur.

d. Penggunaan pembalut saat menstruasi

Pembalut selama menstruasi harus diganti 4-5 kali

ataumsetiap setelah mandi, buang air kecil, dan buang

air besar. Apabila di permukaan pembalut telah ada

gumpalan darah, segera ganti pembalut.

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Notoadmodjo (2010), mengemukakan bahwa

faktor-faktor mempengaruhi personal hygiene yaitu :

2.3.4.1 faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat bawaan, misalhnya tingkat pendidikan,

tingkat emosional, konsep diri dan jenis kelamin.

2.3.4.2 Faktor eksternal yaitu lingkungan, lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, dan politik. Faktor lingkungan ini

merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku


22

sesorang dalam menjaga kesehatan organ reproduksi,

karena seseorang akan cenderung menyesuaikan dan

mengikuti perilaku hygiene organ reproduksi sesuai dengan

kebiasaan yang ada di lingkungannya.

2.3.5 Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene

Tarwoto dan Wartonah (2004) menjelaskan bahwa

dampak yang sering timbul pada masalah personal hygien ada dua

dampak yaitu:

2.3.5.1 Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang di derita seseorang

karena tidak terpeliharannya kebersihan perorangan dengan

baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan

integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi

pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

2.3.5.2 Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal

hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman,

kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,

aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

Dampak yang muncul akibat personal hygien yang

tidak baik saat menstruasi biasanya: demam, radang pada

permukaan vagina, gatal-gatal pada kulit vagina, keputihan,


23

rasa panas atau sakit pada bagian bawah perut. (Yuni

Natalia Erlina, 2015)

2.3.6 Pemeliharaan dalam personal hygiene

Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyaman

individu, keamanan dan kesehatan (perry, 2005). Personal hygiene

meliputi:

2.3.6.1 Kebersihan kulit

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang

paling pertama memberikkan kesan. Oleh karena itu perlu

memelihara kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kulit tidak

dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang

dimakan serta kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu

diperhatikan adalah menggunakan banrang-barang

keperluan sehari-hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali

sehari, mandi memakai sabun, menjaga kebesihan pakaian,

makanan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah, dan

menjaga kebersihan lingkungan.

2.3.6.2 Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat

bersih dan indah sehingga akan menimbulkan kesan bersih

dan tidak berbau. Dengan selalu memelihara kebersihan

rambut dan kulit kepala, maka perlu memperhatikan

kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-

kurangnya 2 kali seminggu, mencuci rambut memakai


24

shampo atau bahan pencuci rambut lainnya, dan sebaiknya

menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

2.3.6.3 Kebersihan gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan

menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat

bersih. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga

kesehatan gigi adalah menggosok gigi secara benar dan

teratur dianjurkan setiap sehabis makan, memakai sikat gigi

sendiri, menghindari makan-makanan yang merusak gigi,

membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi

dan memeriksa gigi secara teratur.

2.3.6.4 Kebersihan telinga

Hal yang diperhatikan dalam kebbersihan teling

adalah membersihkan telinga secara teratur, dan tidak

menggorek-ngorek telingan dengan benda tajam.

2.3.6.5 Kebersihan tangan, kaki, dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan kaki, dan kuku harus

dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan

sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari tangan kaki, dan

kuku yang bersih menghindarkan kita dari berbagai

penyakit. Kuku an tangan yang kotor dapat menyebabkan

bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit

tertentu. Untuk menghindari bahaya kontaminasi maka

harus membersihkan tangan sebelum makan, memotong


25

kuku secara teratur, membersihkan lingkungan dan mencuci

kaki sebelum tidur.

2.3.7 Hal-hal yang mencakup personal hygiene dalam pruritus vulvae

2.3.7.1 Vulva hygiene

Vulva hygiene merupakan suatu tindakan memelihara

kebersihan organ kewanitaan bagian luar (vulva) yang

dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah

infeksi (Ayu,2010). Sebaiknya mencuci tangan sebelum

menyentuh daerah kewanitaan, hindari penggunaan sabun

mandi pada alat kelamin karena dapat menyebabkan

kekeringan dan iritasi pada kulit atau gatal, sebaiknya tidak

menggunakan celana dalam yang ketat, bersihkan vagina

setelah buang air kecil atau besar dan keringkan

mengunakan tissu agar tidak lembab, saat menstruasi

usahakan mengganti pembalut sesering mungkin. (Kusmiran

Eni, 2011).

2.3.8 Tujuan personal hygiene

Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan

diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan

individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri

sendiri maupun orang lain (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

2.2 Konsep Puritus Vulvae

2.2.1 Definisi pruritus vulvae


26

Pruritus vulvae adalah ganguan yang ditandai dengan sensasi

gatal parah dari alat kelamin eksternal perempuan. Sekitar sepuluh

persen wanita di seluruh dunia menderita pruritus vulvae yang berat.

Hal ini sering merupakan tanda awal diabetes mellitus. Bahkan

mungkin menjadi tanda vaginitis. Pruritus vulvae biasanya terjadi

pada malam hari ketika sedang tidur kemungkinan menggaruk daerah

tersebut tanpa menyadarinya dan dapat menyebabkan beberapa

memar dan berdarah. Pada tahap selanjutnya pruritus vulvae

mempengaruhi kehidupan sosial seorang wanita. Wanita dengan

pruritus vulvae sering kali memiliki praktik perawatan vulvae yang

kurang. Riwayat rinci dari kebiasaan pribadi sangat penting, sehingga

dapat mengidentifikasi pemakaian sabun yg bersifat iritatif dan

pembersihan kuastif. Produk kesehatan wanita seperti pengharum,

deodoran semprot, dan cara memebersihkan vagina (Wolff dan

Johnson, 2009).

2.2.2 Berdasarkan Taufan & Bobby (2014) faktor penyebab pruritus


vulvae.

2.2.2.1 Infeksi

Infeksi jamur meneybabkan gatal-gatal sedang

sampai hebat rasa terbakar pada vulvae. Kulit tampak

merah dan terasa kasar. Dan vagina keluar cairan kental

seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita

penderita diabetes mellitus dan wanita yang mengkonsumsi

antibotik.
27

1) Bakteri

2) Jamur, terutama pada penderita diabetes, wanita hamil.

3) Protozoa

4) Virus

5) Zat atau benda yang bersifat iriatif.

6) Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-


pori dan tidak menyerap keringat.

2.2.3 Gejala pruritus vulvae

Vulvitis meninbulkan gejala yang bervariasi, tergantung dari

penyebab peradangan pada vulva. Sangat disarankan untuk tidak

menggaruk alat kelamin apabila muncul rasa gatal, karena berisiko

menyebabkan infeksi berkembang menjadi infeksi (Kusmiran, 2012).

Gejala-gejala pruritus vulvae diantaranya adalah:

2.2.3.1 Rasa gatal di alat kelamin, terutama pada malam hari

2.2.3.2 Keputihan

2.2.3.3 Rasa terbakar dan kulit pecah-pecah disekital vulva.

2.2.3.4 bengkak dan merah di labia dan vulva.

2.2.3.5 Benjolan berisi cairan (blister) pada vulva.

2.2.4 Pengobatan dan pencegahan pruritus vulvae

Pengobatan pruritus vulvae bergantung pada kondisi yang

menyebabkannya. Jika pruritus disebabkan oleh infeksi maka

pemakaian antibiotik atau antijamur menjadi langkah pengobatan

yang tepat salah satunya obat salep kortikosteroid untuk digunakan


28

beberapa kali dalam sehari. Salep ini dapat membantu mengurangi

rasa gatal. Selain kortikosteroid, krim emolien dan tablet

antihistamin juga dapat digunakan untuk mengurangi rasa gatal.

Selain obat diatas ada juga pemakaian krim, pessarium, atau tablet

vagina yang mengandung hormon estrogen, bila vulvitis disebabkan

oleh kadar hormon estrogen yang rendah. Bagi penderita vulvodynia,

krim anestesi lokal dan tindakan operasi bisa menjadi bentuk

penanganan yang disarankan.

2.2.5 Cara pemeliharaan organ reproduksi wanita (Kusmiran, 2012)

2.2.5.1 Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari.

2.2.5.2 Membersihkan kotoran yang keluar dari alat kelamin dari

anus dengan air atau tisu. Gerakan cara membersihkan

anus untuk perempuan adalah dari daerah vagina ke arah

anus untuk mencegah kotoran dari anus masuk vagina.

2.2.5.3 Menggati pembalu saat menstruasi tidak lebih dari 6 jam

dalah sehari.

2.2.5.4 Tidak menggunakan air yang kotor untuk mencuci vagina.

2.2.5.5 Dianjurkan untuk mencukur atau merapikan rambut

kemaluan karena bisa ditumbuhi jamur atau kutu yang

dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan gatal.

Alat reproduksi dapat terkena sejenis jamur atau kutu yang

dapat menyebabkan rasa gatal atau tidak nyaman apabila tidak


29

dirawat kebersihannya. Mencuci vagina dengan air kotor,

pemeriksaan dalam yang tidak benar, penggunaan pembillas vagina

yang berlebihan, pemeriksaan yang tidak higenis, dan adanya benda

asing dalam vagina dapat menyebabkan keputihan yang abnormal.

Perawatan pada saat menstruasi juga perlu dilakukan karena

pada saat menstruasi pembuluh dalam rahim sangat mudah terkena

infeksi. Keberisihan harus sangat dijaga karena kuman mudah sekali

masuk dan dapat menimbulkan penyakit saluran reproduksi.

Pembalut tidak boleh dipakai lebih dari enam jam atau harus diganti

sesering mungkin bila sudah penuh oleh darah menstruasi.

Sedangkan menurut Dwikarya (2005), cara untuk menghindari

alergi kulit organ intim saat menstruasi adalah:

2.2.5.6 Mengganti jenis atau merek pembalut jika terjadi alergi atau

iritasi kulit, kemungkinan iritasi tersebut karena

pembalut yang digunakan.

2.2.5.7 Jangan membilas daerah radang atau iritasi dengan air

ledeng, pakailah air aquades.

2.2.5.8 Menghindari sabun untuk sementara waktu hingga radang

atau iritasi mereda.

2.2.5.9 Memilih sabun lunak ber-PH rendah.


30

2.2.5.10 Menggunakan sabun cuci pakaian yang lembut untuk

mencuci celana dalam dan mengoleskan krim anti alergi

dengan lembut dan hati-hati.

2.2.5.11 Tidak menggaruk daerah iritasi jika terasa gatal, sebagai

ganti garukan, kompres menggunakan handuk yang dicelup

air es pada bagian yang gatal.

2.2.5.12 Menghindari penyebab alergi atau iritasi.

Sedangkan menurut Pribakti (2012) tips dan trik merawat

organ intim adalah sebagai berikut :

2.2.5.13 Mencuci vaginna setiap hari

2.2.5.14 Usahakan dalam keadaan kering

2.2.5.15 Hindari celana dala yang ketat

2.2.5.16 Usahakan celana dalam dari bahan katun

2.2.5.17 Gunakan sabun pembersih vagina dengan Ph 4-5.

2.5 Hubungan Perilaku Personal Hygiene Remaja Putri dengan Pruritus


Vulvae.

Perilaku hygiene tentu tidak lepas dari faktor-faktor yang

menyebabkan seseorang melakukan atau tidak melakukan nya secara benar.

Faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan personal hygiene antara

faktor internal atau karakteristik seseorang dan eksternal atau faktor

lingkungan yang berkaitan dengan kebiasaan remaja dalam melakukan

praktik kebersihan perorangan, (Notoadmodjo,2010)


31

Wanita dengan pruritus vulvae sering kali memiliki praktik perawatan

vulvae yang kurang baik. Riwayat rinci dari kebiasaan pribadi sangat

penting, sehingga dapat mengidentifikasi cara membasuh vagina (Wolff dan

Johnson, 2009).

Sedangkan personal hygiene merupakan komponen personal hygiene

(kebersihan perorangan) yang memegang peran penting dalam status

perilaku kesehatan seseorang termasuk menghindari adanya gangguan pada

fungsi alat reproduksi. Pada saat menstruasi pembulu darah dalam rahim

sangat mudah terinfeksi. Oleh karena itu kebersihan alat kelamin harus

dijaga karena kuman mudah sekali masuk dan dapat menimbulkan infeksi,

gatal pada area vagina atau pruritus vulvae. (Yuni,2015).

Hal ini sesuai dengan teori Musrifaul (2008) menyatakan bahwa

kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri dan dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan

diri dipenuhi sebagai faktor diantaranya budaya, nilai sosial individual atau

keluarga, pengetahuan perawatan diri serta persepsi perawatan diri.

Penelitian yang dilakukan oleh Bohl (2005) di Amerika menunjukkan

bahwa dari 160 responden, 100% pernah mengalami Pruritus vulvae.

Dimana dari semua responden sebanyak 90% mengalami Pruritus vulvae

secara akut dan 10% mengalami Pruritus vulvae secara kronis. Responden

yang mengalami Pruritus vulvae secara kronis, 44% diantaranya disebabkan

karena adanya jamur, bakteri dan virus yang muncul karena personal

higiene dan higiene menstruasi yang kurang, 30% karena alergi terhadap
32

suatu produk kewanitaan dan 26% karena adanya kelainan patologik pada

vulva.

Penelitian yang dilakukan oleh Indah (2012) pada remaja putri SMA

menunjukkan bahwa dari 79 responden, 85% pernah mengalami sasfek

Pruritus vulvae saat menstruasi. Dimana sebanyak 15,% selalu merasakan

Pruritus vulvae setiap hari selama menstruasi dan sebanyak 84,8%

mengalami Pruritus vulvae tidak setiap hari selama menstruasi.

Pada teori perilaku terencana, Ajzen (dalam Azwar, 2013)

mengatakan bahwa diantara berbagai keyakinan yang akhirnya akan

menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai

tersedia tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan.


33

2.6 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

Remaja putri di Pondok


Pesantren Kedunglo Kediri
Terjadinya kelembapan
Personal Hygiene sehingga
Faktor-faktor yang mengakibatkan infeksi
mempenagruhi personal
hygien
1. Cairan tubuh (body
image)
2. Praktik sosial Pruritus Vulvae

3. Tingkat ekonomi
4. Pengetahuan dan
motivasi kesehatan.
5. Budaya
6. Kebiasaan seseorang
7. Kondisi fisik atau psikis

Bagan 2.1 Kerangka konsep menggunakan Teori Perilaku Terencana (Theori


of Planned Behavioral) Ajzen (2005).
34

2.7 Kerangka penelitian

Kerangka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

Variabel Variabel
Indivenden Dependen
Perilaku Personal Pruritus Vulvae
hygiene

Faktor-faktor yang Faktor penyebab terjadinya


mempenagruhi personal
pruritus vulvae
hygien
1. Cairan tubuh (body 1. Infeksi
image)
2. Zat atau benda yang
2. Praktik sosial bersifat iritatif

3. Tingkat ekonomi
4. Pengetahuan dan
motivasi kesehatan.
5. Budaya
6. Kebiasaan seseorang
7. Kondisi fisik atau psikis

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berhubungan

Bagan 2.2 : Kerangka Penelitian Hubungan Perilaku Personal Hygiene Remaja


Putri Dengan Prirutus Vulvae.
35

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis suatu penelitian berarti jawababan sementara penelitian,

patokan diduga atau detail sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan

dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian, maka hipotesis

dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2009)

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan

Hubungan Perilaku personal hygiene remaja putri dengan Pruritus vulvae

di asrama santriwati pondok pesantren kedunglo kediri.


36

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7


2.1 Konsep Remaja..........................................................................................7
2.1.1 Pengertian Remaja.............................................................................7
2.1.2 Karakteristik Remaja Berdasarkan Umur (Pinem, 2009)..................8
2.1.3 Perubahan Fisik Remaja (Marm, 2013).............................................9
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja..............10
2.2 Konsep Puritus Vulvae............................................................................26
2.2.1 Definisi pruritus vulvae...................................................................26
2.2.2 Faktor penyebab pruritus vulvae ( Taufan dan Bobby, 2014).............26
2.2.3 Gejala pruritus vulvae..........................................................................27
2.2.4 Pengobatan dan pencegahan pruritus vulvae.......................................27
2.2.5 Cara pemeliharaan organ reproduksi wanita (Kusmiran, 2012)......28
2.3 Konsep personal hygiene............................................................................17
2.3.1 Definisi personal hygiene....................................................................17
2.3.2 Personal hygiene saat menstruasi........................................................18
2.3.3 Indikator personal hygiene..................................................................19
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene..........................21
2.3.5 Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene..............22
2.3.6 Pemeliharaan dalam personal hygiene.................................................23
2.3.7 Hal-hal yang mencakup personal hygiene dalam pruritus vulvae.......25
2.3.8 Tujuan personal hygiene......................................................................25
2.4 Konsep Perilaku..........................................................................................11
2.4.1 Pengertian Perilaku..............................................................................11
2.4.2 Peroses pembentukan perilaku.............................................................12
2.4.3 Klasifikasi perilaku..............................................................................14
2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku........................................15
2.4.5 Pengukuran perilaku............................................................................15
2.4.6 Teori Perilaku yang digunakan............................................................17
2.5 Hubungan Perilaku Personal Hygiene Remaja Putri dengan Pruritus
Vulvae................................................................................................................30
2.6 Kerangka Konseptual..................................................................................33
2.7 Kerangka penelitian....................................................................................34
37

2.8 Hipotesis Penelitian.....................................................................................35

Bagan 2.1 Kerangka konsep menggunakan Teori Perilaku Terencana (Theori


of Planned Behavioral) Jagiyanto (2007)..............................................................33
Bagan 2.2 : Kerangka Penelitian Hubungan Perilaku Personal Hygiene
Remaja Putri Dengan Prirutus Vulvae..................................................................34

Anda mungkin juga menyukai