Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH DENGAN KEPUTIHAN

DI KANTOR URUSAN AGAMA BADAS

OLEH
VITA HAYIN RAHMAWATI
201908128

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
2019/2020

i
PERSETUJUAN

Laporan praktik dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN PADA PASANGAN

CALON PENGANTIN PADA Nn. D DENGAN KEPUTIHAN” di Kantor

Urusan Agama Kecamatan Badas telah disetujui oleh pembimbing.

Hari/tanggal : Januari 2020

Kediri, Januari 2020


Mahasiswa

Vita Hayin Rahmawati

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Pembimbing Lahan

Endah Luqmanasari, SSiT.,M.Kes Farida Hidayati S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT ata ssegala rahmat dan

karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan laporan ini yang merupakan salah satu

tugas Pendidikan Profesi Bidan STIKES Karya Husada Kediri.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat dan

terimakasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ita Eko Suparni, SSiT, M.Keb.,selaku Ketua STIKES Karya Husada Kediri.

2. Tintin Hariyani,S.SiT, M.Kes., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Profesi Bidan STIKES Karya Husada Kediri.

3. Ita Eko Suparni, SSiT, M.Keb.,selaku pembimbing penyusunan laporan.

4. Endah Luqmanasari,S.ST.,M.Kes selaku pembimbing penyusunan laporan.

5. Farida Hidayati, SS.T Selaku pembimbing lahan praktek beserta staff

6. Seluruh rekan-rekan Program Studi Pendidikan Profesi Bidan STIKES Karya

Husada Kediri atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama kami

mengikuti pendidikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,

karenaitu kami mengharapkan kritik dan saran yang akan sangat bermanfaat.

Semoga Allah memberikan balasan pahala atas semua amal yang telah diberikan

dan semoga laporan ini bermanfaat baik bagi peneliti maupun pihak lain yang

memanfaatkannya.

Kediri, Januari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan......................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keputihan....................................................................................... 5
2.2 Hasil Penelitian Berdasarkan Jurnal Ilmiah................................................ 31
2.3 Lima Langkah Management Asuhan Kebidanan........................................ 34
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Data Subjektif............................................................................................. 38
3.2 Data Objektif............................................................................................... 40
3.3 Intervensi..................................................................................................... 42
3.4 Implementasi............................................................................................... 43
3.5 Evaluasi....................................................................................................... 43
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan................................................................................................. 45
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 47
5.2 Saran........................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

gejala yang berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak

berupa darah (Hutabarat, 2010). Seluruh permukaan saluran kelamin wanita

mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan cairan berupa lender jenuh,

tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009). Wanita merupakan fase

perkembangan yang paling kompleks dengan segala permasalahannya. Fase

paling penting bagi wanita adalah masa pubertas, dimana bagi wanita ditandai

dengan matangnya organ reproduksi. (Elizabeth, 2010).

Kematangan organ reproduksi akan menjadi faktor pencetus flour albus

bagi remaja putri terutama masa sebelum dan sesudah haid (Prawirohardjo,

2010). Sekresi keputihan fisiologis tersebut bisa cair seperti air atau

kadang-kadang agak berlendir, umumnya cairan yang keluar sedikit, jernih,

tidak berbau dan tidak gatal. Sedangkan keputihan yang tidak normal

disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal didalam vagina

dan disekitar bibir vagina bagian luar, kerap pula disertai bau busuk, dan

menimbulkan rasa nyeri sewaktu berkemih atau bersenggama (Mahammad

Shadine. 2012). Keputihan yang normal memang merupakan hal yang

wajar. Namun keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk

adanya penyakit yang harus diobati (DiniKasdu, 2009).

1
Para wanita mengetahui informasi tentang kesehatan reproduksi salah

satunya tentang keputihan yang paling banyak adalah dari teman sebayanya.

Bahkan hanya masalah kesehatan reproduksi saja, setiap wanita banyak

bertanya dalam segala hal dengan teman-temannya. Walaupun mereka

menyadari bahwa teman-teman tidak memiliki informasi yang memadai

juga, ini menyebabkan informasi yang didapat tidak benar, salah satunya

tentang keputihan (Andrews, 2011).

Dengan adanya masalah tersebut calon pengantin bisa mendapatkan

informasi dari KUA, misalnya dari mata pelajaran agama yang membahas

kesehatan reproduksi antara lain adalah tentang keputihan fisiologis. Yang

meliputi pengertian tentang keputihan fisiologis dan penyebab dari keputihan

tersebut, dengan demikian para calon pengantin akan mengetahui keputihan

yang dialaminya, sehingga pengantin dapat memeriksakannya ke petugas

kesehatan seperti dokter atau bidan yang berada didesa jika terjadi

keputihan yang abnormal.

Berdasarkan latar belakang diatas Asuhan kebidanan pada Nn D usia

25 tahun dengan flour albus fisiologis di KUA Badas


1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan pada Nn D dengan

masalah flour albus fisiologis secara komprehensif.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian data subjektif pada Nn D dengan flour

albus fisiologis

b. Melakukan Analisa pada Nn D dengan flour albus fisiologis

c. Melakukan Perencanaan pada Nn D dengan flour albus fisiologis

d. Melakukan Penatalaksanaan pada Nn D dengan flour albus

fisiologis

e. Melakukan Evaluasi pada Nn. D dengan flour albus fisiologis

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk studi kasus

selanjutnya

1.3.2 Bagi Lahan Praktik

Asuhan Kebidanan ini dapat dijadikan gambaran informasi serta

bahan untuk meningkatkan manajemen kebidanan yang diharapkan

oleh lahan praktik

1.3.3 Bagi Klien

Dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi mengenai masalah

flour albus
1.3.4 Bagi Petugas Kesehatan

Dapat meningkatkan Pendidikan kesehatan berupa penyuluhan

kesehatan kepada calon pengantin tentang pencegahan dan

penatalaksanaan flour albus


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keputihan

2.1.1 Definisi Keputihan

Keputihan merupakan masalah klinis yang umum dengan

banyak penyebab. Dalam terminologi terdahulu seperti “non spesifik

vaginitis” atau “non spesifik infeksi saluran kelamin bawah” sering

digunakan untuk menggambarkan kondisi yang menyebabkan

keputihan.Baru-baru ini, definisi cermat dari sindrom klinis dan

peningkatan pengetahuan tentang agen khusus yang menyebabkan

infeksi genital pada wanita telah membuat kemungkinan diagnosis

yang tepat (Puri, Madan, & Bajaj, 2003).

Keputihan (Leukore/fluor albus/vaginal discharge leukore)

merupakan cairan yang keluar dari vagina.Dalam keadaan biasa,

cairan ini tidak sampai keluar namun belum tentu bersifat patologis

(berbahaya). Pengertian lain adalah setiap cairan yang keluar dari

vagina selain darah dapat berupa sekret, transudasi atau eksudat dari

organ atau lesi dari saluran genital. Cairan normal vagina yang

berlebih.Jadi hanya meliputi sekresi dan transudasi yang berlebih,

tidak termasuk eksudat (Mansjoer et al, 2001).

Leukorea (keputihan) yaitu cairan putih yang keluar dari liang

senggama secara berlebihan (Manuaba, 2009). Keputihan merupakan

data yang sering ditemukan pada peradangan saluran genetalia wanita.

5
Normalnya, pada waktu ovulasi cairan yang keluar jumlahnya sedikit,

encer dan berwarna putih (Long, 1996).

2.1.2 Epidemiologi

Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat

menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat

maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan

sosial budaya, meskipun kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita

dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah.

Fluor albus patologis sering disebabkan oleh infeksi, salah

satunya bakteri vaginosis (BV) adalah penyebab tersering (40-50%

kasus terinfeksi vagina), vulvovaginal candidiasis (VC) disebabkan

oleh jamur candida species, 80-90% oleh candida albicans,

trichomoniasis (TM) disebabkan oleh trichomoniasis vaginalis, angka

kejadiannya sekitar 5-20% dari kasus infeksi vagina (Haryadi, 2011).

2.1.3 Penyebab

Etiologi fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi

sehingga disebut multifaktorial.Faktor-faktor tersebut mengharuskan

seorang dokter meningkatkan ketajaman dalam pemeriksaan pasien,

analisis penyebab serta memberikan terapi atau tindakan yang

sesuai.Fluor albus dapat dijumpai pada wanita dengan diagnosa

vulvitis, vaginitis, servisitis, endometritis, dan adneksitis.

Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus genitalia wanita

dengan berbagai cara, misalnya seperti senggama, trauma atau


perlukaan pada vagina dan serviks, benda asing, alat-alat pemeriksaan

yang tidak steril, pada saat persalinan dan abortus (Candran, 2002).

Keputihan disebabkan oleh beberapa hal yaitu infeksi, benda

asing, penyakit organ kandungan, kelelahan, gangguan hormon, pola

hidup tidak sehat dan stres akibat kerja.Keputihan disebabkan oleh

adanya perubahan flora normal yang berdampak terhadap derajat

keasaman (pH) organ reproduksi wanita (Indarti, 2004).

Burke (2006), menyatakan bahwa ada beberapa penyebab

keputihan. Keputihan fisiologis terjadi ketika pada masa

ovulasi.Selain itu keputihan juga disebabkan oleh adanya infeksi

vagina, infeksi dalam servik, adanya tampon atau benda asing dan

adanya keganasan servik.Vaginitis yang disebabkan oleh infeksi

jamur atau protozoa dapat menyebabkan perubahan keputihan, berbau,

terasa gatal, iritasi vulvo vaginal, disuria atau dispareunia tergantung

pada jenis infeksi.Vaginosis bakteri terutama ditandai dengan

keluarnya cairan yang berbau busuk, hal tersebut umum terjadi pada

wanita dengan banyak pasangan seks dan disebabkan oleh

pertumbuhan berlebih dari beberapa jenis bakteri anaerob yang

fakultatif. Vulvo vaginal candididasis ditandai dengan rasa gatal, dan

keluarnya keputihan seperti keju. Keputihan yang disebabkan oleh

trikomonas ditandai dengan keluarnya cairan yang berwarna

kekuningan atau kehijauan yang berlebihan dan kadang-kadang

berbusa) (Puri et al, 2003).


Ada 4 penyebab utama yang dapat menyebabkan perubahan flora

normal dan memicu keputihan (Ichwan, 2009):

2.1.3.1 Faktor Fisiologis

Keputihan yang bersifat normal (fisiologis) pada perempuan

normalnya hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret

patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior

vagina. Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-

kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan

leukosit yang jarang.Sedangkan pada keputihan yang

patologik terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis

dapat ditemukan pada:

a. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh

estrogen, keputihan ini dapat menghilang sendiri akan

tetapi dapat menimbulkan kecemasan pada orang tua.

b. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada

waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudat dari

dinding vagina.

c. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-

kelanjar serviks uteri menjadi lebih encer.

d. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga

bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan

neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri

(Wiknjosastro, 2005).
2.1.3.2 Faktor konstitusi

Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stres emosional,

karena ada masalah dalam keluarga atau pekerjaan, bisa juga

karena penyakit yang melelahkan seperti gizi yang rendah

ataupun diabetes. Bisa juga disebabkan oleh status imunologis

yang menurun maupun obatobatan. Diet yang tidak seimbang

juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet dengan

jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor yang

sangat memperburuk terjadinya keputihan (Ichwan, 2009).

Diet memegang peranan penting untuk mengendalikan infeksi

jamur.Dengan makanan yang cukup gizi kita bisa membantu

tubuh kita memerangi infeksi dan mencegah keputihan vagina

yang berlebihan. Hindari makanan yang banyak mengandung

karbohidrat dengan kadar gula tinggi seperti tepung, sereal,

dan roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat

menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang

tinggal di dalam vagina.Selaput lendir dinding vagina

mengeluarkan glikogen, suatu senyawa gula.Bakteri yang

hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri baik) meragikan

gula ini menjadi asam laktat. Proses ini menghambat

pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi

vagina. Gula yang dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan

bakteri lactobacillus tidak dapat meragikan semua gula ke

dalam asam laktat dan tidak dapat menahan pertumbuhan


penyakit, maka jumlah menjadi meningkat dan jamur atau

bakteri perusak akan bertambah banyak (Clayton, 2005).

2.1.3.3 Faktor iritasi

Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi,

penggunaan sabun untuk mencuci organ intim, iritasi terhadap

pelicin, pembilas atau pengharum vagina, ataupun bisa

teriritasi oleh celana (Ichwan, 2009). Menurut Clayton (2005),

penyebab dari keputihan, antara lain:

a. Penggunaan celana dalam yang tidak menyerap keringat

Jamur tumbuh subur pada keadaan yang hangat dan

lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon tidak dapat

menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban.

Campuran keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri

mulai bertimbun, sehingga membuat selangkangan terasa

panas dan lembab. Keadaan ini menjadi tempat yang

cocok untuk pertumbuhan jamur candida dan bakteri lain

yang merugikan.

b. Penggunaan celana panjang yang ketat. Celana panjang

yang ketat juga dapat menyebabkan keputihan yang

merupakan penghalang terhadap udara yang berada

disekitar daerah genetalia dan merupakan perangkap

keringat pada daerah selangkangan. Bila pemakaian jeans

digabungkan dengan celana nilon di bawahnya, efeknya

sangat membahayakan.
c. Penggunaan deodorant vagina Deodorant vagina

sebenarnya tidak perlu karena dapat mengiritasi membran

mukosa dan mungkin menimbulkan keputihan. Deodorant

tidak dapat bekerja semestinya karena deodorant tidak

mempengaruhi kuman-kuman di dalam vagina. Deodorant

membuat vagina menjadi lebih kering dan gatal serta dapat

menyebabkan reaksi alergi. Mandi dengan busa sabun dan

antiseptik sebaiknya dihindari karena alasan yang sama.

Keduanya dapat mematikan bakteri alamiah dalam vagina

dengan cara yang mirip dengan antibiotika.

d. Patologis Menurut Manuaba (1998), pada keputihan

patologis cairan yang keluar mengandung banyak leukosit.

Tanda-tanda keputihan patologis antara lain cairan yang

keluar sangat kental dan berubah warna, bau yang

menyengat, jumlahnya yang berlebih dan menyebabkan

rasa gatal, nyeri serta rasa sakit dan panas saat berkemih.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan

antara lain benda asing dalam vagina, infeksi vaginal yang

disebabkan oleh kuman, jamur, virus, dan parasit serta

tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat

menyebabkan terjadinya keputihan. Di dalam vagina

terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri lactobacillus

dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang

menyebabkan penyakit). Dalam keadaan ekosistem vagina


yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada kisaran

3,8-4,2, dengan tingkat keasaman tersebut lactobacillus

akan subur dan bakteri bakteri patogen tidak akan

mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora

vaginal adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar

tetap pada level normal. Pada kondisi tertentu kadar pH

bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari

normal. Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2

(kurang asam/basa), maka jamur akan tumbuh dan

berkembang. Akibatnya akan kalah dari bakteri patogen

(Pribakti, 2010).

e. Keputihan patologis akibat infeksi diakibatkan oleh infeksi

alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih

proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokus,

trikomonas, klamidia, treponema, candida, human

papiloma virus, dan herpes genitalis (Koneman, 1992).

2.1.3.4 Bakteri

a. Gonococcus Penyebab gonococcus adalah coccus gram

negatif “Neisseria gonorrhoeae” ditemukan oleh Neisser

pada 1879. Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus

berbentuk biji kopi, bakteri yang tidak dapat bergerak,

tidak memiliki spora, jenis diplokokkus gram negatif

dengan ukuran 0,8-1,6 mikro, bersifat tahan asam. Bakteri

gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang


cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini

bersifat tahan terhadap oksigen tetapi biasanya

memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di

atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh

dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin dan

hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah

kering dan suhu rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-

37°C dan pH 7,2-8,5 untuk pertumbuhan yang optimal.

Pada sediaan langsung dengan gram, bersifat tahan asam.

Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram bersifat

gram negatif, terlihat di luar dan dalam leukosit, kuman ini

tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan

kering, dan tidak tahan zat desinfektan. Secara morfologik

gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang

mempunyai pili dan bersifat virulen, serta 3 dan 4 yang

tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan

melekat pada mukosa epitel dan akan menyebabkan reaksi

radang. Organisme ini menyerang membran mukosa,

khususnya epitel kolumnar yang terdapat pada uretra,

servik uteri, rectum, dan konjungtiva.

b. Clamidya Trachomatis Bakteri ini sering menyebabkan

penyakit mata yang dikenal dengan penyakit traukoma.

Bakteri ini juga dapat ditemukan pada cairan vagina yang

berwarna kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat


perdarahan vagina yang abnormal.Dan terlihat melalui

mikroskop setelah diwarnai dengan pewarnaan Giemsa.

Bakteri ini membentuk suatu badan inklusi yang berada

dalam sitoplasma sel-sel vagina.

c. Gardanerella Gardanerella menyebabkan peradangan

vagina yang tidak spesifik dan kadang dianggap sebagai

bagian dari mikroorganisme normal dalam vagina karena

seringnya ditemukan. Bakteri ini biasanya mengisi penuh

sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan

disebut clue cell. Pertumbuhan yang optimal pada pH 5-

6,5.

d. Treponema Palidum Bakteri ini merupakan penyebab

penyakit sifilis. Pada perkembangan penyakit dapat terlihat

sebagai kutil-kutil kecil di vulva dan vagina yang disebut

kondilomalata. Bakteri berbentuk spiral panjang 6-15 μ,

lebar 0, 25 μ, lilitan 9-24 dan tampak bergerak aktif (gerak

maju & mundur, Berotasi undulasi sisi ke sisi) pada

pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap.

e. Parasit (Trichomonas Vaginalis) Parasit ini berbentuk

lonjong dan mempunyai bulu getar dan dapat bergerak

berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau

dengan mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan

senggama. Walaupun jarang dapat juga ditularkan melalui

perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset.


f. Jamur (Candida Albicans) Cairan yang dikeluarkan

biasanya kental, berwarna putih susu seperti susu pecah

atau seperti keju, dan sering disertai gatal, vagina tampak

kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH 10%

tampak sel ragi (blastospora) dan hifa semu

(pseudohifa).Beberapa keadaan yang dapat merupakan

tempat yang subur bagi pertumbuhan jamur ini adalah

kehamilan, diabetes mellitus, pemakai pil kontrasepsi.

Pasangan penderita juga biasanya akan menderita penyakit

jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara

pasangan suami-istri disebut sebagai fenomena ping-pong.

g. Virus

1) Herpes Simplek Virus herpes yang paling sering (>

95%) adalah virus herpes simpleks tipe 2 yang

merupakan penyakit yang ditularakan melalui

senggama, namun 15%-35% dapat juga disebabkan

virus herpes simpleks. Pada awal infeksi tampak

kelainan kulit seperti melepuh seperti terkena air

panas yang kemudian pecah dan menimbulkan luka

seperti borok.Pasien merasa kesakitan.Human

Papilloma Virus Papovavirus merupakan virus kecil

(diameter 45-55 µm) yang mempunyai genom

beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid

(kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel)


yang tidak berpembungkus menunjukkan bentuk

simetri ikosahedral.Berkembang biak pada inti sel.

Human papilloma virus merupakan penyebab dari

kondiloma akuminata. Kondiloma ditandai dengan

tumbuhnya kutil-kutil yang kadang sangat banyak dan

dapat bersatu membentuk jengger ayam berukuran

besar. Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal.

Penyakit ini ditularkan melalui senggama dengan

gambaran klinis menjadi lebih buruk bila disertai

gangguan sistem imun tubuh seperti pada kehamilan,

pemakaian steroid yang lama seperti pada pasien

dengan gagal ginjal atau setelah transplantasi ginjal,

serta penderita HIV/AIDS.

2.1.4 Gejala

Indikasi keputihan dapat dilihat dari jumlah cairan, warna, bau

dan konsistensi.Pada keputihan normal, jumlah cairannya sedikit,

warnanya putih jernih, bau yang ditimbulkan tidak menyengat dan

khas dan dengan konsistensi agak lengket. Sedangkan keputihan yang

abnormal jumlahnya lebih banyak, warnanya dapat kuning, coklat,

kehijauan, bahkan bahkan kemerahan, baunya dapat berbau asam,

amis, bahkan busuk. Konsistensinya bisa cair atau putih kental seperti

kepala susu (Indarti, 2004).

Keluarnya cairan berwarna putih, kekuningan atau putih kelabu

dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-
kadang berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal

sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu. Pada penderita

tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya.Biasanya keputihan

yang normal tidak disertai dengan rasa gatal.Keputihan juga dapat

dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya

lemah.Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim,

walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat

kelamin luar (Joseph & Nugroho, 2010).

Burke (2006), Keputihan yang abnormal dapat dilihat dari

warna, bau, atau konsistensi dan peningkatan atau penurunan

jumlahnya.Hal tersebut bervariasi, konsistensinya dapat kental, seperti

bubur atau encer. Warnanya dapat jernih atau keabu-abuan, dan

baunya dapat berbau normal (khas), amis, atau berbau busuk..

Patogenesis Greer, Cameron dan Mangowan (2003)

mengemukakan bahwa di dalam vagina terdapat berbagai bakteri,

95% adalah bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen

(bakteri yang menyebabkan penyakit). Dalam keadaan ekosistem

vagina yang seimbang, bakteri patogen tidak akan mengganggu. Peran

penting dari bakteri dalam flora normal vagina adalah untuk menjaga

derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Dengan tingkat

keasaman tersebut, lactobacillus akan tumbuh subur dan bakteri

patogen akan mati. Pada kondisi tertentu, pH bisa berubah menjadi

lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH wanita naik

menjadi 4,2 (kurang asam), 30 maka jamur akan tumbuh dan


berkembang. Akibatnya lactobacillus akan kalah dari bakteri patogen.

Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret

vagina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu

diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya

disebabkan oleh jamur.Beberapa perempuan pun mempunyai sekret

vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar

dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas

dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus

menstruasi, kehamilan, dan atau penggunaan pil KB (Greer et al,

2003).

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu

hubungan yang dinamis antara lactobacillus acidophilus dengan flora

endogen lain, estrogen, glikogen, dan hasil metabolit lain.

lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang

toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel

vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Doderlein) dan produksi

asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8-

4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain

(Greer et al, 2003).

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang

disebabkan oleh candida sp. terutama C. albicans.Infeksi Candida

terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi

dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang

mempermudah pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang


berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen yang

tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian

ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi (Greer

et al, 2003).

Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi

glikogen saat kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan

progesteron karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan candida

albicans pada sel epitel vagina dan merupakan media bagi

pertumbuhan jamur.candida albicans berkembang dengan baik pada

lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa asimtomatis atau sampai

menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat immunosupresan juga

menjadi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis (Greer et al, 2003).

Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen

dan progesteron menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar

glikogen sehingga berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari

trichomonas vaginalis. Vaginitis sering disebabkan karena flora

normal vagina berubah karena pengaruh bakteri patogen atau adanya

perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu

mengalami proliferasi.Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres

dan hormon dapat merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu

pertumbuhan bakteri pathogen (Greer et al, 2003).

Pada vaginosis bakterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat

menurunkan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh

lactobacillus acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan memacu


pertumbuhan gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis dan

mobiluncus yang normalnya dapat dihambat. Organisme ini

menghasilkan produk metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH

vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga

merupakan penyebab timbulnya bau pada fluor albus pada vaginosis

bacterial (Greer et al, 2003)

Fluor albus mungkin juga didapati pada perempuan yang

menderita tuberculosis, anemia, menstruasi, infestasi cacing yang

berulang, juga pada perempuan dengan keadaan umum yang jelek,

higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan

pembersih vagina, disinfektan yang kuat (Donders, 1999).

2.1.5 Klasifikasi Keputihan

Keputihan dapat dibedakan antara keputihan yang fisiologis dan

patologis.Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang terkadang

berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang

jarang. Sedangkan pada keputihan yang patologis terdapat banyak

leukosit. Keputihan fisiologis ditemukan pada:

2.1.5.1 Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari di sini

sebabnya pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan

vagina janin.

2.1.5.2 Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh

estrogen; leukore di sini hilang sendiri, akan tetapi dapat

menimbulkan keresahan pada orang tuanya.


2.1.5.3 Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu

koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding

vagina.

2.1.5.4 Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar

servik uteri menjadi lebih encer.

2.1.5.5 Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelanjar servik uteri juga

bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan

neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri.

Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah

infeksi. Di sini cairan mengandung banyak leukosit dan

warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali

lebih kental dan berbau.Radang vulva, vagina, serviks, dan

cavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik; pada

adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul.Selanjutnya

leukorea ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila

tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian atau

seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital

(Wiknjosastro, 2005).

Mansjoer, et al (2001) mengklasifikasikan keputihan sebagai berikut:

a. Jernih berlendir banyak dan tidak berbau. Keputihan jenis ini

disebabkan oleh adanya ovulasi, hiperesterogen, dan stress.

b. Berwarna seperti susu, kental, lengket, jumlanya sangat banyak

dan tidak berbau. Keputihan ini dapat disebabkan oleh karena

adanya vaginitis (corynebacterium vaginale).


c. Berwarna coklat, encer seperti air, sangat banyak jumlahnya, dan

lembab. Keputihan ini terjadi akibat vaginitis, servisitis, stenosis

serviks, endometeritis, dan neoplasma pasca radiasi.

d. Berwarna abu-abu dengan garis darah, encer, jumlahnya sangat

banyak dan berbau busuk. Keputihan ini terjadi akibat adanya

ulkus vagina, vaginitis, servisitis piogenik (trauma pesarium),

neoplasma ganas/jinak.

e. Jika hasil pemeriksaan fisik dan sediaan apus 2 kali berturut-turut

negatif, kemungkinan penyebabnya adalah vulvovaginitis

psikosomatik.

f. Keputihan akibat adanya benda asing dengan infeksi sekunder

misal tampon penyebabnya adalah toxic shock syndrome.

g. Berwarna merah muda, terdapat serosa, banyak, dan tidak berbau.

Keputihan ini terjadi akibat infeksi bakteri non-spesifik,

hiperesterogen hal ini dapat menyebabkan vaginitis atrofi,

dispareunia, gatal, vagina kering.

h. Putih, encer berbintik banyak, berbau apek disertai penyakit

sistemik, saat buang air kecil terasa panas, pruritus vulva,

pseudohifa yang disebabkan oleh candida albicans.

i. Kuning kehijauan, berbusa, sangat banyak, gatal, berbau busuk,

nyeri tekan di vulva dan sekitar eritema vagina yang ptekie.

Keputihan ini dapat terjadi disebabkan oleh infeksi trichomonas

vaginalis.
j. Kuning, kental, sangat banyak, terasa panas, gatal, nyeri tekan,

sakit saat miksi dapat abses atau menjalar endometrium/salping.

Keputihan ini dapat terjadi disebabkan oleh infeksi neisseria

gonorrheae.

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputihan

Keputihan bukanlah suatu penyakit.Pada dasarnya merupakan

kejadian yang fisiologis (normal).Akan tetapi keputihan juga

merupakan suatu manifestasi bahwa vagina terindikasi penyakit

(patologis).Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya

keputihan baik yang bersifat internal (berasal dari tubuh) ataupun

eksternal (faktor lingkungan). Faktor yang berasal dari organisme itu

sendiri (faktor resiko intrinsik) dibedakan menjadi faktor jenis

kelamin dan usia, faktor-faktor anatomi dan konstitusi tertentu, serta

faktor nutrisi. Sedangkan faktor resiko yang berasal dari lingkungan

(faktor resiko ekstrinsik) yang memudahkan seseorang terjangkit

suatu penyakit tertentu. Berdasarkan jenisnya, faktor estrinsik ini

dapat berupa: keadaan fisik, kimiawi, biologis, psikologis, sosial

budaya, dan perilaku (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Sianturi (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan

oleh adanya infeksi (kuman, jamur, parasit, virus), adanya benda asing

dalam liang senggama misalnya tertinggalnya kondom atau benda

tertentu yang digunakan saat senggama, gangguan hormonal akibat


mati haid, adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin, dan

kurangnya perilaku dalam menjaga kebersihan organ genital.

Sabardi (2009) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadi

faktor pendorong keputihan yaitu faktor endogen dan faktor eksogen

yang keduanya saling mempengaruhi:

2.1.6.1 Faktor endogen (berasal dari dalam tubuh) yaitu:

a. Kelainan pada lubang vagina. Kadang-kadang pada

wanita ditemukan cairan dari liang senggama yang

bercampur dengan air seni atau kotoran dari usus (feses).

Hal ini dapat terjadi karena akibat adanya lubang kecil

(fistul) dari kandung kemih atau usus keliang senggama

akibat adanya cacat bawaan dan cidera persalinan

(Clayton, 2005). Kelainan congenital atau bawaan yang

tidak adanya sama sekali vagina atau sebagian (agenesis

vagina) tentu akan menimbulkan masalah bagi penderita

terutama adalah tidak dapat melakukan hubungan

seksual dan jalan keluar darah haid. Penderita yang

mengalami agenesis vagina frekuensinya tidak begitu

banyak hanya 1:4000 kelahiran (Pribakti, 2010).

b. Imunitas Ketika daya tahan tubuh seseorang menurun,

organ reproduksi cenderung mudah terinfeksi kuman,

akibatnya dapat menimbulkan keputihan (Sabardi,

2009).
2.1.6.2 Faktor eksogen (berasal dari luar tubuh):

a. Infeksi yang meliputi infeksi jamur, bakteri, parasit dan

virus seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

b. Non-infeksi yang meliputi masuknya benda asing ke

vagina baik sengaja maupun tidak, perilaku cebok

kurang tepat dan tidak bersih, daerah sekitar kemaluan

lembab, stres dan kelainan endokrin atau hormon.

c. Benda Asing Vagina bagaikan lorong terbuka yang

memungkinkan masuknya benda asing ke dalam tubuh.

Sisa pembalut, kapas atau mungkin kondom adalah

benda-benda asing yang bisa tertinggal di dalam vagina

dan menyebabkan terjadinya keputihan. Pada anak

perempuan mungkin bisa kemasukkan biji kacang,

kancing, peniti yang setelah lama tertanam di dalam

vagina akan membusuk dan menyebabkan keputihan

(Kinasih, 2012). Benda-benda yang dimasukkan secara

sengaja atau tidak sengaja ke dalam vagina seperti

tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut kemaluan,

benang yang berasal dari selimut, celana dan lainnya

dapat menyebabkan keputihan (Suryana, 2009).

Masuknya benda asing ke vagina baik sengaja maupun

tidak yang dapat melukai epitel vagina misal tampon

kondom dan benang AKDR (Sabardi, 2009).


d. Cebok/cara membersihkan vagina kurang tepat. Alat

reproduksi dapat terkena sejenis jamur atau kutu yang

dapat menyebabkan rasa gatal atau tidak nyaman apabila

tidak dirawat kebersihannya. Gerakan cara

membersihkan adalah dari daerah vagina ke arah anus

untuk mencegah kotoran dari anus masuk ke vagina

(Kusmiran, 2012). Membersihkan vagina perlu

menggunakan trik yang khusus agar kuman yang ada di

bagian belakang dekat anus tidak pindah ke bagian

depan. Akan lebih baik jika membersihkan vagina dari

bagian depan ke bagian belakang. Jangan melakukan

berulangulang, karena tetap saja kuman dapat berpindah

(Soebachman & Kissantie, 2012).Untuk membersihkan

vagina dengan air, sebaiknya dilakukan dengan

menggunakan shower toilet. Cara membersihkan vagina

dengan shower toilet adalah dengan menyemprot

permukaan luar vagina pelan-pelan dan menggosoknya

dengan tangan. Membilas vagina dengan cairan khusus

boleh saja, tapi tidak dianjurkan, asal jangan terlalu

sering dan pilih yang tanpa parfum dengan pH-nya netral

agar tidak mempengaruhi pH vagina (Suryana, 2009).

e. Area vagina yang lembab Kondisi vagina yang lembab

dapat terjadi ketika setelah buang air kecil, daerah

kemaluan tidak dikeringkan sehingga celana dalamnya


basah dan menimbulkan kelembaban di sekitarnya

(Sabardi, 2009). Lingkungan sekitar vagina yang lembab

bisa menyebabkan bakteri dan jamur yang ada tumbuh

dengan pesat, karena kondisi ini merupakan lingkungan

yang ideal bagi jamur dan bakteri untuk berkembang

biak. jika hal ini terus menerus dibiarkan, bisa

menyebabkan infeksi (Ilahi, 2012). Tinggal di daerah

tropis yang panas membuat kita sering

berkeringat.Keringat ini membuat tubuh kita lembab,

terutama organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan

berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan

ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan

bau tak sedap serta infeksi (keputihan) (Kinasih, 2012).

Celana dalam ikut menentukan kesehatan organ intim.

Bahan yang paling baik dari katun, karena dapat

menyerap keringat dengan sempurna. Celana dari bahan

satin ataupun bahan sintetik lainnya, justru menyebabkan

organ intim menjadi panas dan lembab. Bahan pakaian

luar pun perlu diperhatikan seorang wanita. Bahan dari

jeans memiliki pori-pori yang sangat rapat, sehingga

tidak memungkinkan udara untuk mengalir secara

leluasa. Kondisi yang lembab dan basah bisa menjadi

tempat pertumbuhan jamur dan kuman yang dapat

menimbulkan keputihan (Pribakti, 2010). Jamur tumbuh


subur pada keadaan yang hangat dan lembab. Celana

dalam yang terbuat dari nilon tidak dapat menyerap

keringat sehingga menyebabkan kelembaban. Campuran

keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri mulai

bertimbun, sehingga membuat selangkangan terasa

panas dan lembab. Keadaan ini menjadi tempat yang

cocok untuk pertumbuhan jamur candida dan bakteri lain

yang merugikan (Clayton, 2005).

f. Kondisi Stres Kondisi tubuh yang selalu tegang, cemas,

kelelahan dan kurang istirahat dapat menimbulkan

keputihan (Sabardi, 2009). Semua organ tubuh

kinerjanya dipengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka

ketika reseptor otak mengalami kondisi stres, hal ini

dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan

keseimbangan hormon-hormon dalam tubuh dan hal ini

dapat menimbulkan terjadinya keputihan (Suparyanto,

2010). Stres merupakan respon tubuh yang tidak spesifik

terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu

fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang

mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada

individu yang meliputi fisik, psikologis, intelektual,

sosial dan spiritual, stres dapat mengancam

keseimbangan fisiologis. Stres dapat berpengaruh


terhadap dinamika regulasi hormonal yang berdampak

terhadap perubahan fungsi fisiologis sistem tubuh. Salah

satunya adalah sistem reproduksi. Tanda-tanda dan

gejala stres diantaranya adalah adanya peningkatan

denyut jantung atau berdebar-debar, kekakuan otot

terutama dibagian leher dan bahu, sulit tidur (insomnia),

menurunnya konsentrasi atau suka lupa, makan terlalu

banyak atau sedikit, mudah tersinggung dan marah,

bertindak agresif dan defensive, otot-otot tegang, selalu

merasa lelah, sakit kepala, perut, dan diare (Selye, 1956;

Davis, et all, 1989; Kozier, et all, 1989 dalam Rasmun,

2009).

g. Gangguan hormonal Keputihan terjadi akibat perubahan

hormon estrogen. Biasanya terjadi pada masa peralihan

antara masa pubertas dan menjelang menopause (setelah

masa subur/reproduktif) (Susmeiati, 2009). Keputihan

yang fisiologis dapat timbul saat terjadi perubahan siklus

hormonal, seperti sebelum pubertas, stres psikologis,

sebelum dan setelah datang bulan, kehamilan, saat

menggunakan kontrasepsi hormonal, atau saat

menopause (Moechtar, 1986).Teori status kesehatan

Gordon & Le Richt (1950) Berdasarkan teori status

kesehatan model tradisional (ecological) adalah hasil

interaksi antara pejamu (host) yaitu semua faktor yang


terdapat dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi

timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor

tersebut antara lain adalah keturunan, mekanisme

pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status

perkawinan, pekerjaan, dan kebiasaan hidup. Agen

(agent) substansi / elemen tertentu yang kehadirannya /

ketidakhadirannya dapat menimbulkan / mempengaruhi

perjalanan suatu penyakit. Substansi dan elemen yang

dimaksud banyak macamnya, yang secara sederhana

dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu golongan abiotik

yang meliputi nutrient, kimia, fisik, dan mekanik, dan

golongan biotik yaitu biologik. Lingkungan

(environmet) dapat berupa lingkungan fisik maupun

lingkungan non-fisik. Status kesehatan dikatakan sehat

jika hasil interaksi ketiga faktor tersebut dalam keadaan

seimbang. Sedangkan status kesehatan dikatakan sakit

jika hasil interaksi negatif atau ada gangguan. Gangguan

keseimbangan tersebut dapat terjadi jika kemampuan

agen meningkat misalnya virulensi bertambah atau

resistensi bertambah; kepekaan host meningkat misal

gizi turun, kecapekan, dan kekebalan tubuh menurun;

pergeseran lingkungan yang meningkatkan kemampuan

agen misalnya lingkungan kotor, hujan, perubahan

lingkungan yang meningkatkan kepekaan host misal


kepadatan penduduk, hujan, kemarau. Sedangkan

menurut model web causation (jaring-jaring penyebab)

bahwa perubahan dari salah satu faktor akan mengubah

keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah

atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut

model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu

sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari

serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian

maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan

dengan memotong mata rantai pada berbagai titik

(Notoatmojo, 2003).

2.2 Hasil penelitian berdasarkan Jurnal Ilmiah

Hubungan Kejadian Flour Albus Dengan Tingkat Kecemasan Terhadap

Infeksi Maternal Pada Wus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa x2 hitung = 7,581 < 9,488 maka

Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara kejadian flour

albus dengan kecemasan terhadap Infeksi Maternal pada WUS di desa

campurejo kota kediri. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan

Nugroho (2008) bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak

menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi

sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang. Dalam

penelitian ini, sesuatu yang dimaksud adalah kejadian flour albus. Dari

penelitian yang dilakukan Yanti et al, 2016, membuktikan bahwa Ada


pengaruh yang signifikan antara tingkat kecemasan dan perilaku vulva

hygiene terhadap kejadian keputihan, dengan perilaku vulva hygiene

memiliki arah negatif, artinya semakin buruk perilaku vulva hygiene maka

kejadian keputihan akan semakin tinggi, dan tingkat kecemasan memiliki

arah positif, artinya semakin rendah tingkat kecemasan responden maka

kejadian keputihan akan semakin rendah pula. Flour albus (leukorea) cukup

mengganggu penderita baik fisik maupun mental (Prawiroharjo, 2014).

Adapun salah satu bentuk gangguan pada mental adalah kecemasan (Keliat,

2009). Salah satu stressor pencetus kecemasan adalah ancaman terhadap

integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi

atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Pada

ancaman ini, stressor yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktor

yang dapat menyebabkan gangguan fisik (misal infeksi virus, polusi udara).

Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah kegagalan mekanisme

fisiologi tubuh (misal sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan

perubahan, fisiologis selama kehamilan) (Riyadi & Sujono, 2009). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden merasa cemas terhadap

kemungkinan terjadinya penyakit kandungan, sebab ia mengalami flour albus.

Berdasarkan hasil penggalian informasi yang dilakukan kepada responden,

mereka beranggapan bahwa semuaflour albus merupakan tanda dan gejala

adanya penyakit kandungan. Flour albus cukup mengganggu penderita baik

fisik maupun mental. sifat dan banyaknya keputihan dapat memberikan

petunjuk ke arah etiologinya. Perlu diketahui sudah berapa lama keluhan itu,

terjadinya terus menerus atau hanya pada waktuwaktu tertentu saja, seberapa
banyaknya, apa warnanya, baunya, disertai rasa gatal/tidak (Prawirohardjo,

2014). Untuk itu, responden perlu mengetahui jenis flour albus yang normal

(fisiologis) dan flour albus seperti apa yang mengidentifikasikan adanya

inveksi maternal. Selain itu, responden hendaknya juga berusaha untuk

mengatasi flour albus yang dialaminya meskipun itu tergolong dalam flour

albus yang fisiologis. Prawirohardjo (2014) menyatakan bahwa, fluor albus

merupakan suatu proses yang fisiologis. Namun, fluor albus dapat berubah

menjadi patologis jika bakteri yang menginvasi traktus genetalia meningkat

ataupun karena penurunan daya tahan tubuh wanita tersebut. Adapun menurut

Bahari (2012), beberapa cara untuk mengatasi keputihan

diantaranya:mengenakan pakaian berbahan sintetis yang tidak ketat, jangan

menggunakan WC yang kotor karena kemungkinan adanya bakteri yang

dapat mengotori organ kewanitaan, mengganti celana dalam secara rutin

terutama jika berkeringat, mengurangi konsumsi makanan manis karena akan

meningkatkan kadar gula dalam air kencing dan menjadi tempat bakteri untuk

tumbuh, mengurangi penggunaan pembersih vagina karena akan membunuh

mikroorganisme normal dalam vagina, mengganti pembalut secara rutin saat

haid, menghindari berganti-ganti pasangan, mengurangi aktivitas fisik yang

melelahkan, dan menghindari penggunaan tissue yang terlalu sering.

Kesimpulan Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kecemasan dan

perilaku vulva hygiene terhadap kejadian keputihan, dengan perilaku vulva

hygiene memiliki arah negatif, artinya semakin buruk perilaku vulva hygiene

maka kejadian keputihan akan semakin tinggi, dan tingkat kecemasan


memiliki arah positif, artinya semakin rendah tingkat kecemasan responden

maka kejadian keputihan akan semakin rendah pula.

2.3 Lima Langkah Managemen Asuhan Kebidanan Adalah Sebagai Berikut

( Wildan,M Dan Hidayat, A.A.A, 2011)

2.3.1 Pendokumentasian

2.3.1.1 Pengkajian Data Asuhan Kebidanan

Dalam tahap ini data atau fakta yang dikumpulkan

adalah data subjektif dan atau data objektif dari pasien maupun

keluarga.Bidan dapat mencatat hasil penemuan data dalam

catatan harian sebelum di dokumentasikan.

a. Data Subjektif

Informasi dicatat mencakup identitas, keluhan yang

diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien

atau klien (Anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga

kesehatan.

b. Data Objektif

Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik,

pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang : hasil

laboratorium seperti VRDL, HIV, pemeriksaan

radiodiaknostik, ataupun USG yang dilakukan sesuai

dengan beratnya masalah. Data yang telah terkumpul

diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien kemudian

dilakukan pengolahan data, yaitu menggabngkan dan


menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga

menunjukan fakta.Tujuan dari pengolahn data adalah

untuk menunjukan fakta berdasarkan kumpulan

data.Data yang telah diolah dianalisis dan hasilnya di

dokumentasikan.

2.3.1.2 Penentuan Diagnosis Kebidanan

Setelah menentukan masalah dan masalah utama,

selanjutnya bidan memutuskan dalam suatu pernyataan yang

mencakup kondisi, masalah, penyebab dan prediksi terhadap

kondisi tersebut.Prediksi yang dimaksud mencakup masalah

potensial dan prognosis hasil dari perumusan masalah yang

merupakan keputusan yang ditegakan oleh bidan yang disebut

dengan diagnosis kebidanan.Dalam menentukan diagnosis

kebidanan, pengetahuan keprofesian bidan sangat diperlukan.

Penentuan diagnosis bidan mencakup hal-hal berikut.

a. Kondisi pasien terkait dengan masalahnya.

b. Masalah utama dan penyebab utamanya terhadap risiko.

c. Masalah potensial.

d. Prognosis.

Tiga jenis pedoman dalam mencatat diagnosis kebidanan

adalah sebagai berikut :

a. Diagnosis kebidanan yang sama dengan diagnosis medis

seperti anemia ibu hamil, retensio plasenta, plasenta previa

dll.
b. Masalah di identifikasi

Berdasarkan masalah yang ditemukan dengan didukung

oleh data subjektif dan data objektif seperti cemas,

pontensial atonia uteri dll.

Kebutuhan disesuaikan dengan kebutuhan pasien saat itu

misalnya penyuluhan gizi pada ibu hamil.

2.3.1.3 Perencanaan

Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan bidan dalam

mencatat rencana kegiatannya, maka rencana kegiatan

mencakup tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan

bidan dalam melakukan intervensi dalam rangka memecahkan

masalah termasuk rencana evaluasi.

Berdasarkan hasil tersebut, maka langkah penulisan

rencana kegiatan adalah sebagai berikut :

a. Mencatat tujuan tindakan yang akan dilakukan.

b. Mengemukakan sasaran dan hasil yang akan dicapai

didalam tujuan tersebut.

c. Mencatat langkah-langkah tindakan sesuai dengan masalah

dan tujuan yang akan dicapai. Langkah-langkah tindakan

mencakup kegiatan yang dilakukan secara mandiri, kegiatan

kolaborasi ataupun rujukan sesuai dengan tujuan masing-

masing yang sudah ditentukan.

d. Mencatat kriteria evaluasi dan keberhasilan.


2.3.1.4 Pelaksanaan

Dalam melaksanakan rencana asuhan kebidanan, bidan

harus bertindak sesuai rencana yang sudah di

tentukan.Pencatatan dalam pelaksanaan juga termasuk

penanganan kasus-kasus yang memerlukan tindakan diluar

wewenang bidan sehingga perlu dilakukan kegiatan kolaborasi

atau rujukan. Selain itu, pengawasan dan monitor kemajuan

kesehatan pasien juga perlu dicatat

2.3.1.5 Evaluasi

Dalam evaluasi kegiatan yang perlu dilaksanakan

adalah mencatat proses managemen kebidanan. Evaluasai

diperoleh dari tindakan pengukuran antara keberhasilan dan

rencana.Evaluasi juga dilakukan dengan membandingkan

keberhasilan dengan langkah-langkah managemen

lainnya.Hasil evaluasi dapat dijadikan identifikasi atau analisis

masalah selanjutnya bila diperlukan.


BAB III

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN CALON PENGANTIN
PADA Nn. D DENGAN KEPUTIHAN DI KUA BADAS
KABUPATEN KEDIRI

3.1. DATA SUBJEKTIF

Anamnesa dilakukan oleh : Bidan Di : KUA Badas

Tanggal : 19 des 2019 Pukul : 11.15 WIB

3.1.1 IDENTITAS KLIEN

Nama Klien : Nn.D Nama calon Suami : Tn. T

Umur : 25 th Umur : 30 th

Suku/ Bangsa : Jawa/Indo Suku/ Bangsa : Jawa/Indo

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : swasta Pekerjaan :wirausaha

Alamat :jln gunung dieng Alamat :jln imam

bonjol

3.1.2 Alasan kunjungan saat ini

Ingin memeriksakan keadaannya

3.1.3 Keluhan utama

Nn D mengatakan keputihan selama 3 hari

3.1.4 Riwayat menstruasi

a. Menarche : 15tahun

b. Siklus menstruasi : 28 hari (teratur)

c. Lama : 5-6hari

38
d. Banyaknya darah : 2-3 x ganti pembalut

e. Konsistensi : Cair

f. Dysmenorhoe : Ya (sebelum menstruasi)

g. Flour albus : Ya (sebelum dan sesudah menstruasi)

Warna: Bening Bau: (-) Gatal: (-)

3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga

a. Keturunan kembar : Tidak ada

b. Dari pihak siapa : Tidak ada

c. Penyakit keturunan : Tidak ada

d. Dari pihak siapa : Tidak ada

e. Jenis penyakit : Tidak ada

f. Penyakit lain dalam keluarga : Tidak ada

g. Dari pihak siapa : Tidak ada

h. Jenis penyakit : Tidak ada

3.1.6 Riwayat kesehatan yang lalu

a. Penyakit menahun : Tidak ada

b. Penyakit menurun : Tidak ada

c. Penyakit menular : Tidak ada

3.1.7 Latar belakang budaya dan dukungan keluarga

a. Kebiasaan/upacara adat istiadat saat pernikahan : Berdoa

b. Dukungan dari keluarga yang lain : Orang tua dan

Keluarga
3.1.8 Pola kebiasaan sehari-hari

a. Pola Nutrisi : Makan dan minum 3 x sehari

Keluhan yang dirasakan : Tidak ada

b. Pola Eliminasi : BAB 1x sehari BAK 4-5 x sehari

Keluhan yang dirasakan : Tidak ada

c. Pola istirahat tidur : Siang ± 2 jam Malam ± 6-7 jam

Keluhan yang dirasakan : Tidak ada

d. Pola Aktivitas :Melakukan pekerjaan rumah seperti biasa

e. Personal Hygiene

Mandi dan gosok gigi : 2x sehari

Ganti celana dalam dan pembalut : 2x sehari

Keluhan yang dirasakan : Tidak ada

3.2 DATA OBJEKTIF

3.2.1 Pemeriksaan Umum

a. Kesadaran : Composmentis

b. TD :110/90 mmHg

c. Suhu : 37 ° C

d. Nadi : 85 x/m

e. RR : 22 x/m

f. TB : 152 cm

g. LILA : 30cm
3.2.2 Pemeriksaan Khusus

a. INSPEKSI

 Kepala : Rambut hitam, tidak ada benjolan yang

abnormal

 Muka : Tidak pucat

 Conjungtiva : Tidak anemi

 Sklera : Tidak ikterik

 Mulut dan gigi : Lembab, tidak ada karies gigi, dan tidak

ada sariawan

 Hidung : Tidak ada pengeluaran sekret

 Leher : Pembesaran vena jugularis : Tidak ada

Pembesaran kelenjar thyroid : Tidak ada

Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak ada

 Dada : Pembesaran/benjolan : Tidak ada

 Perut : Pembesaran : Tidak ada

Bekas luka operasi : Tidak ada

 Ekstremitas atas dan bawah : Oedema : (-)

Varises : (-)

b. PALPASI

 Leher : Pembesaran vena jugularis : Tidak ada

Pembesaran kelenjar thyroid: Tidak ada

Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak

ada

 Dada : Benjolan/ Tumor : Tidak dilakukan


 Perut : Pembesaran lien/ liver : Tidak dilakukan

c. AUSKULTASI:

Dada : Tidak dilakukan

Perut : Tidak dilakukan

d. PERKUSI

Reflek Patela : Kanan/Kiri (+)/(+)

3.2.3 Pemeriksaan laboratorium

- Hb : Tidak dilakukan

- Golongan darah :B

Diagnosis : Nn D usia tahun dengan flour albus fisiologis

Masalah : Keluar cairan dari vagina berwarna putih bening

tidak berbau tidak gatal dan kadang-kadang banyak.

Kebutuhan : KIE mengenai pencegahan dan penanganan flour

albus

3.3 INTERVENSI

1. Menjelaskan hasil Pemeriksaan

R/ klien mengerti tentang keadaannya saat ini

2. Jelaskan tentang flour albus yang dialami

R/ mengetahui tentang keputihan yang dialami masih dalam kategori

normal

3. Berikan penjelasan tentang cara mengatasi flour albus dengan

menjaga kebersihan genetalia dan tidak menggunakan pakaian dalam

terlalu ketat
R/ Mengetahui asuhan yang di terapkan untuk mengurangi keputihan

yang dialami klien

4. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan terapi

R/ pengobatan jika terjadi keputihan yang tidak normal

3.4 IMPLEMENTASI

1. Memberitahu Nn D mengenai hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

dalam keadaan normal

2. Memberitahu Nn D bahwa flour albus yang di alami merupakan hal

yang normal yang dialami pada masa menjelang dan sesudah

menstruasi.

3. Memberitahu Nn Dcara pencegahan dan penanganan flour albus yaitu

dengan menjaga kebersihan diri diantaranya membersihkan bagian

daerah genital setiap hari dan menjaga agar tetap kering, menghindari

penggunaan cairan pembersih kewanitaan yang mengandung PH yang

dapat merangsang munculnya jamur dan bakteri, serta mengganti

celana dalam jika lembab dan basah.

4. Menganjurkan Nn D ke fasilitas kesehatan apabila mengalami

keputihan atau flour albus yang tidak normal seperti keputihan yang

berwarna hijau, berbau dan terasa gatal.

3.5 EVALUASI

Tanggal 6 Januari 2020

S : Klien sudah mengerti dengan apa yang sudah disampaikan

O : Klien bisa menjawab pertanyaan yang di berikan oleh bidan


A : Nn D usia 25 tahun dengan flour albus fisiologi

P : - Menganjurkan klien untuk menjaga kebersihan genetalia

- Menganjurkan klien untuk menerapkan apa yang telah disampaikan

oleh bidan

Catatan Perkembangan

Tanggal 14 Januari 2020

Pada tanggal 14 Januari 2020 dilakukan evaluasi setelah seminggu

diberikan KIE tentang cara mengatasi keputihan yang dialami oleh Nn.D

S : Klien mengatakan keputihan yang dialami sudah sangat berkurang,

klien juga mengatakan sudah menerapkan kebersihan pada

genetalia seperti yang dianjurkan bidan

O : Tidak dilakukan

A : Nn D dengan Post flour albus

P : KIE tentang Kesehatan Reproduksi pasangan calon pengantin.


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengkajian pada Nn.D didapatkan bahwa Nn.D

mengalami Flour Allbus Fisiologis. Keputihan merupakan masalah klinis

yang umum dengan banyak penyebab. Menurut teori Puri, Madan, & Bajaj,

(2003) dalam terminologi terdahulu seperti “non spesifik vaginitis” atau “non

spesifik infeksi saluran kelamin bawah” sering digunakan untuk

menggambarkan kondisi yang menyebabkan keputihan.Baru-baru ini, definisi

cermat dari sindrom klinis dan peningkatan pengetahuan tentang agen khusus

yang menyebabkan infeksi genital pada wanita telah membuat kemungkinan

diagnosis yang tepat.

Menurut jurnal penelitian Eko Sri Wulaningtyas, Evita Widyawati

(2018) keteraturan menstruasi yang dialami oleh wanita usia subur, secara

fisiologis berpotensi menimbulkan keputihan pada wanita. Keputihan atau

flour albus adalah semua pengeluaran cairan alat genitalia yang bukan darah.

Keputihan fisiologis dijumpai pada keadaan menjelang menstruasi, pada saat

keinginan seksual meningkat, dan pada waktu hamil (Manuaba, 2010). Di

Indonesia sendiri didapatkan data 75% wanita pernah mengalami keputihan

minimal sekali dalam seumur hidup dan 45% sisanya bisa mengalami

keputihan sebanyak dua kali atau lebih seumur hidup (BKKBN 2009 dalam

Adawiyah, 2015). Berdasarkan hasil penelitian oleh Khuzaiyah, dkk (2015) di

Pekalongan, didapatkan hasil jika sebagian besar wanita yang mengalami

45
keputihan adalah golongan Wanita Usia Subur (20-35 tahun). Menurut

Manuaba (2010), keputihan merupakan manifestasi gejala dan hampir semua

penyakit kandungan. Maka, untuk megetahui kondisi kesehatan reproduksi

wanita khususnya keputihan yang sedang dialami itu dalam keadaan patologi

ataukah fisologi.

Dari penatalaksanaan yang dilakukan pada Nn.D dianjurkan untuk

melakukan personal hygiene dan vulva hygiene yang benar untuk mengurangi

keputihan yang dialmi Nn.D dan mengurangi risiko terkena keputihan yang

tidak normal. Bidan berkolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan

terapi bila di perlukan.

Setelah satu minggu Nn.D yang sudah diberikan asuhan tentang

penanggulangan keputihan, Nn D mengatakan kondisi setelah menerapkan

personal hygiene yang benar dan melakukan anjuran dari bidan keputihan

yang dialami Nn D berkurang.


BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Asuhan kebidanan yang diberikan kepada Nn.D sudah efektif,

karena sudah berhasil mengurangi keputihan yang dialami oleh Nn.D.

Berdasarkan asuhan yang diberikan yaitu menganjurkan untuk melakukan

personal hygiene dan tidak memakai pakaian dalam yang ketat, tidak

menyerap keringat dan menjaga genetalia agar tetap kering dan tidak lembab.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Calon pranikah

Mendapatkan ilmu atau suatu informasi mengenai kebersihan

organ reproduksi genital untuk mencegah terjadinya keputihan dan

segera datang ke tenaga kesehatan terdekat untuk memeriksakan

dirinya ke bidan atau ke puskesmas untuk mengetahui cara mencegah

dan mengatasi masalah keputihan atau flour albus.

5.2.2 Bagi Institusi Kesehatan

Diharapkan institusi kesehatan dapat menerapkan pendidikan

asuhan kebidanan pada remaja dengan meningkatkan pengetahuan

dan informasi mengenai masalah keputihan.

47
5.2.3 Bagi Penulis

Meningkatkan dan mengembangkan lagi pengetahuan tentang

keputihan sehingga kedepannya dapat memberikan asuhan yang

komprehensif dan meningkatkan pelayanan berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai